Dosen Pengampu:
Dr. Yeniar Indriana, M.S.
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penyusun ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang
hingga saat ini masih memberikan penyusun nikmat iman dan kesehatan, sehingga
penyusun diberi kesempatan yang luar biasa ini yaitu kesempatan untuk
menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang salah satu tahap perkembangan di
masa dewasa.
Adapun penulisan makalah ini merupakan bentuk dari pemenuhan tugas
mata kuliah Psikologi Perkembangan Dewasa dan Adiyuswa. Pada makalah ini
akan dibahas mengenai pernikahan, perceraian, pernikahan kembali, dan
keputusan seseorang untuk melajang.
Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada
setiap pihak yang telah mendukung serta membantu penyusun selama proses
penyelesaian makalah ini hingga telah terselesaikannya makalah ini. Penyusun
juga berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi setiap
pembaca.
Tak lupa dengan seluruh kerendahan hati, penyusun meminta kesediaan
pembaca untuk memberikan kritik serta saran yang membangun mengenai
penulisan makalah ini, untuk kemudian penyusun akan merevisi kembali
pembuatan makalah ini dikesempatan berikutnya.
i
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
2.1 Pernikahan 2
2.1.1 Motivasi Pernikahan 2
2.1.2 Teori Pernikahan 4
2.2 Kepuasan Pernikahan 6
2.3 Perceraian 10
2.3.1 Perceraian Merupakan Sebuah Fakta 11
2.3.2 Faktor-Faktor Penyebab Perceraian 11
2.3.3 Tahap-Tahap Proses Perceraian 12
2.4 Remarriage 15
2.4.1 Pernikahan Kembali Pada Masa Dewasa Akhir 16
2.5 Keputusan Melajang 17
BAB IV PENUTUP 22
4.1 Kesimpulan 22
4.2 Saran 22
Daftar Pustaka 23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pernikahan
Pernikahan adalah ikatan suci antara pasangan dari seorang laki – laki dan
seorang perempuan yang telah menginjak atau dianggap telah memiliki umur
yang cukup dewasa. Pernikahan dianggap sebagai ikatan yang suci karena
hubungan ini telah diakui secara sah dalam hukum agama. Pernikahan dilakukan
agar keduanya tidak melanggar ajaran agama, seperti apabila pasangan melakukan
hubungan seks mereka tidak akan dianggap melakukan perbuatan zina.
Pernikahan juga dilakukan karena pasangan sudah memiliki kesepakatan untuk
meneruskan atau melanggengkan kehidupan cinta yang mereka jalin sejak maasa
pacaran atau cinta yang dijodohkan oleh orang tua. Ketika pernikahan telah
dilakukan, mereka sepakat untuk berkeluarga sehingga ada konsekuensi hak dan
kewajiban yang harus ditanggung bersama-sama. Mereka harus siap memerankan
diri sebagai ibu rumah tangga, kepala rumah tangga, ayah – ibu, dan suami – istri.
Ditengah – tengah kehidupan berkeluarga lalu lahirlah anak yang siap untuk
dididik dan dibimbing hingga tumbuh berkembang menjadi seorang individu yang
dewasa serta mandiri.
Orang – orang yang telah memasuki usia dewasa muda, sebagian besar
telah menyelesaikan pendidikan dan mulai bekerja membangun karier mereka.
Kemudian tidak berapa lama, mereka yang telah merasa siap secara ekonomi dan
mental akan segera menikah dengan calon pasangan hidupnya. Menurut Papalia,
Old, dan Feldman (1998), pernikahan memiliki corak yang beragam disetiap
penjuru dunia. Misalnya, dalam kebudayaan yang berkembang di wilayah
Himalaya, seorang wanita diizinkan untuk menikahi saudara kandungnya sendiri.
Sementara di Zaire, seorang suami selain melayani istrinya, ia juga harus mau
“meniduri” ibu mertuanya.
2
Menurut pandangan Turner dan Helms (1995), motivasi pernikahan
yaitu sebagai berikut :
3
Kesiapan mental untuk menikah berati memiliki kondisi psikologis
emosional yang siap untuk menanggung berbagai risiko yang ada
selama masa pernikahan misalnya perekonomian keluarga, membiayai
pendidikan anak, membiayai kesehatan keluarga, dll. Umumnya
karakteristik individu yang siap mental untuk menikah adalah yang
berusia 20 tahun keatas bagi wanita dan berusia 25 tahun keatas bagi
laki – laki, telah menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu, serta
memiliki status pekerjaan yang jelas dan telah mapan. Dengan
terpenuhinya kriteria tersebut memungkinkan seseorang untuk merasa
siap menikah.
4
Menurut Stanberg, kepuasan pernikahan adanya rasa cinta dalam
individu tersebut. Stanberg menjelaskan dalam dalam teori segitiga cinta
(triangular of love), unsur cinta terdiri dari tiga jenis, yaitu :
5
demikian adanya komitmen yang kuat akan melanggengkan kehidupan
cinta suami istri sampai akhir hayat.
Commitment
Cinta
Romantis
Intimacy Passion
Keterangan :
Cinta feteus adalah cinta yang didasari unsur pasion dan komitmen, tanpa
unsur intimasi.
Cinta romantis adalah cinta yang didasari unsur intimasi dan pasion, tanpa
unsur komitmen.
Cinta persahabatan adaalah cinta yang didasari unsur intimasi saja, tanpa
adanya unsur pasion dan komitmen.
6
yang pasangan rasakan dari hubungan yang dijalani. Adapun kepuasan pernikahan
menurut Pinson dan Lebow (Rini dan Retnaningsih, 2008) merupakan suatu
pengalaman subjektif, suatu perasaan yang berlaku, dan suatu sikap dimana semua
itu didasarkan pada faktor dalam diri individu yang mempengaruhi kualitas yang
dirasakan dari interaksi dalam pernikahan. Hal tersebut sejalan dengan pengertian
Chapel dan Leigh (Sumpani, 2008) yang menyebut kepuasan pernikahan sebagai
evaluasi subyektif terhadap kualitas pernikahan secara keseluruhan. Arti kepuasan
pernikahan menurut Clayton (Ardhianita dan Andayani, 2004) merupakan
evaluasi secara keseluruhan tentang segala hal yang berhubungan dengan kondisi
pernikahan. Evaluasi tersebut bersifat dari dalam diri seseorang (subyektif) dan
memiliki tingkatan lebih khusus dibanding perasaan kebahagiaan pernikahan.
Berdasarkan pengertian para tokoh diatas, peneliti menyimpulkan bahwa
kepuasan pernikahan adalah evaluasi subyektif seseorang terhadap kualitas
pernikahannya yang berhubungan erat dengan perasaan bahagia terhadap
pernikahaannya.
a. Keintiman
7
melakukan berbagai hal bersama. Suami atau istri juga berhak
melakukan aktivitas dan minat yang berbeda dengan pasangannya.
b. Komitmen
c. Komunikasi
d. Kongruensi
e. Keyakinan Beragama
8
bersama-sama dapat menciptakan ikatan kuat dan nyaman diantara
mereka serta berpengaruh positif bagi kepuasan pernikahan pasangan
memperoleh dukungan sosial, emosional, dan spiritual melalui agama
yang dianutnya.
c. Urusan Ekonomi
9
d. Kekuatan Perkawinan
f. Persamaan Ideologi
g. Keintiman Perkawinan
h. Taktik Interaksi
10
Taktik interaksi yaitu cara suami dalam berinteraksi dan
menyelesaikan masalah dalam perkawinan diantara penyatuan
perbedaan, kerjasama, dan pembagian tugas dalam rumah tangga.
Ketika sebuah keluarga mampu mewujudkan interaksi yang sehat, dapat
diyakini bahwa pasangan tersebut mampu menciptakan perkawinan
yang memuaskan.
2.3 Perceraian
11
bahwa perceraian selalu terjadi pada pasanganpasangan yang telah
menikah secara resmi. Tidak peduli apakah sebelumnya mereka
menjalin hubungan percintaan cukup lama atau tidak, romantis atau
tidak, dan menikah secara megah atau tidak, perceraian dianggap
menjadi jalan terbaik bagi pasangan tertentu yang tidak mampu
menghadapi masalah konflik rumah tangga atau konflik perkawinan.
Sepanjang sejarah kehidupan manusia, perceraian tidak dapat
dihentikan dan terus terjadi, sehingga banyak orang merasa trauma,
sakit hati, kecewa, depressi dan mungkin mengalami gangguan jiwa
akibat perceraian tersebut.
12
kondisi hubungan pasangan suami-istri, seperti adanya perselingkuhan,
apakah perselingkuhan dimulai oleh pasangan lakilaki atau wanita,
maka proses perceraian sedang terjadi, sehingga masing-masing
pasangan siap untuk berpisah antara satu dengan yang lain (Satiadarma,
2001). Lebih lanjut, Paul Bahanon menyatakan bahwa ada beberapa
tahap dalam proses perceraian.
a. Perceraian financial
Perpisahan antara pasangan suamiistri signifikan dalam hal
keuangan (financial divorce), untuk memberi uang belanja keluarga
kepada istrinya. Demikian pula, istri tidak memiliki hak untuk
meminta jatah uang belanja keluarqa, kecuali masalah keuangan
yang dipergunakan untuk memelihara anakanaknya. Walaupun
sudah bercerai, namun sebagai ayah, ia tetap berkewajiban untuk
merawat, membiayai dan mendidik anakanak.
b. Perceraian koparental
c. Perceraian Hukum
13
Perceraian secara resmi ditandai dengan sebuah keputusan
hukum melalui pengadilan (law divorce). Bagi mereka yang
beragama muslim, pengadilan agama akan mengeluarkan keputusan
talak I, II dan III sebagai landasan hukum perceraian antara
pasangan suami-istri. Sedangkan pasangan yang non-muslim;
seperti Kristen Protestan, Katolik, Hindu maupun Budha),
pengadilan umum negara atau kantor catatan sipil berperan untuk
memutuskan dan mengesyahkan perceraian mereka. Dengan
keluarnya keputusan resmi tersebut, maka masingmasing individu
bekas pasangan suamiistri, memiliki hak yang sama untuk
menentukan masa depan hidupnya sendiri tanpa dipengaruhi oleh
pihak lain. Kini mereka memiliki status yang baru yaitu sebagai
janda atau sebagai duda.
d. Perceraian Komunitas
Menikah merupakan upaya untuk mengikatkan 2 (dua)
komunitas budaya, adat-kebiasaan, sistem sosial-kekerabatan
maupun kepribadian yang berbeda agar menjadi satu. Mereka bukan
lagi sebagai dua orang individu yang berbeda tetapi telah
menganggap dirinya sebagai satukesatuan yang utuh dalam
keluarga. Apa yang mereka miliki akan menjadi milik bersama.
Namun ketika mereka telah resmi bercerai, maka masing-masing
individu akan kembali pada komunitas sebelumnya. Jadi mereka
mengalami perpisahan komunitas (community divorce). Mereka
tidak lagi akan berkomunikasi, berhubungan atau mengadakan
kerja-sama dengan bekas pasangan hidupnya, mertua, atau
komunitas masyarakat sebelumnya.
14
tinggal dalam satu rumah. Pertemuan secara fisik, tatap muka,
berpapasan atau hidup serumah; bukan. tolok ukur sebagai tanda
keutuhan hubungan suami-istri. Masing-masing mungkin tidak
bertegur-sapa, berkomunikasi, acuh tak acuh, “cuek”, tidak saling
memperhatikan dan tidak memberi kasih-sayang. Kehidupan
mereka terasa hambar, kaku, tidak nyaman, dan tidak bahagia.
Dengan demikian, dapat dikatakan walaupun secara fisik
berdekatan, akan tetapi mereka merasa jauh dan tidak ada ikatan
emosional sebagai pasangan suami-istri.
2.4 Remarriage
15
dengan pendapatan lebih tinggi lebih mungkin untuk menikah kembali daripada
rekan-rekan mereka dengan pendapatan lebih rendah. Pernikahan kembali terjadi
lebih cepat pada pasangan yang memulai perceraian (terutama pada beberapa
tahun pertama setelah perceraian).
16
menikah juga mengalami lebih banyak stres dalam membesarkan anak-anak
daripada orang tua dalam keluarga yang tidak pernah bercerai (Ganong,
Coleman,& Hans, 2006).
Daripada menikah lagi, saat ini lebih banyak orang pada masa dewasa
akhir yang memiliki hubungan memilih untuk hidup bersama tanpa ikatan
17
pernikahan (cohabitation). Hidup bersama pada akhir masa dewasa
menghasilkan hubungan yang lebih stabil dan kualitas hubungan yang lebih
tinggi daripada dilakukan di masa dewasa awal atau madya. Tetapi
dibandingkan dengan orang pada masa dewasa awal dan madya, sedikit orang
pada masa dewasa akhir yang hidup bersama memiliki rencana untuk
menikah. Alasan yang sering diberikan adalah kekhawatiran tentang
penerimaan anak-anak yang sudah dewasa mengenai pasangan baru mereka
dan konsekuensi negatif mengenai keuangan sehubungan dengan pajak,
jaminan sosial atau manfaat pensiun, dan warisan. (King & Scott, 2005; Kemp
& Kemp 2002). Selain itu, wanita pada masa dewasa akhir yang bercerai dan
janda sering menyebutkan keengganan untuk melepaskan kebebasan mereka.
(Lopata, 1996).
Meski orang yang melajang menikmati gaya hidup mereka dan merupakan
individu yang sangat kompeten, terdapat banyak stereotipe mengenai mereka
(Schwartz & Scott, 2012). Stereotip yang terkait seperti "swinging single" hingga
kesepian dan suicidal. Tantangan umum yang dihadapi oleh orang dewasa lajang
mungkin termasuk membentuk hubungan intim dengan orang lain, menghadapi
kesepian, dan menemukan ceruk dalam masyarakat yang berorientasi pada
pernikahan.
18
Bella DePaulo (2006, 2011) berpendapat bahwa masyarakat memiliki bias
yang luas terhadap orang dewasa yang belum menikah yang terlihat dalam segala
hal, mulai dari tidak memanfaatkan tunjangan dalam pekerjaan hingga prasangka
sosial dan keuangan yang mendalam.
19
memilih melajang. Termasuk adalah jenis kelamin, seksualitas, karir, usia, dan
status sosial.
BAB III
ANALISIS FENOMENA
20
namun yang membuatnya paling dikenal adalah pernikahannya dengan
Pangeran Rainier III dari Monako.
Dikatakan bahwa pernikahan mereka bersifat sangat politikal. Pada
masa itu Monako mengalami kesulitan secara ekonomi. Publikasi mengenai
pernikahan pangeran mereka dengan seorang bintang dari Amerika
meringankan keadaan ini—Monako menjadi destinasi turis karenanya, dan
memulihkan ekonomi mereka.
Pada April 1955, Grace Kelly diminta memimpin delegasi AS
ke Festival Film Cannes. Di Monako, ia diundang untuk ikut serta dalam
kesempatan berfoto di Istana Monako dengan pemimpin Monako saat
itu, Pangeran Rainier III. Setelah serangkaian masalah dan penundaan, Grace
akhirnya bisa sampai di Monako dan bertemu sang pangeran.
Sekembalinya di Amerika, Grace memulai film berikutnya, The Swan,
dan kebetulan berperan sebagai seorang Putri. Secara pribadi, Grace mulai
bersurat-suratan dengan Pangeran Rainier. Bulan Desember 1955, Rainier
melakukan perjalanan ke Amerika yang dimaksudkan sebagai kunjungan
resmi
Dalam konferensi pers di AS, ketika ditanya apakah dirinya sedang
mencari istri, Rainier menjawabnya, "Tidak." Pertanyaan kedua berupa
pengandaian, "'Andaikan' Anda sedang mencari istri, wanita seperti apa yang
Anda sukai?" Rainier tersenyum dan menjawab, "Saya tidak tahu - yang
terbaik." Rainier menemui Grace dan keluarganya, dan 3 hari kemudian
melamarnya. Grace menerima, dan keluarganya memulai persiapan
pernikahan yang menurut media massa waktu itu "Pernikahan Terbesar Abad
Ini" ("The Wedding of the Century"). Tanggal pernikahan ditetapkan 19
April 1959.
Berita pertunangan Grace-Rainier merupakan sensasi besar, walaupun
karier film Grace Kelly mungkin segera berakhir. Istana Monako dicat dan
dihias ulang sebagai persiapan pernikahan. Di Monako, lebih dari 20 ribu
orang berada di jalan untuk menyambut kedatangan sang Putri.
21
Pernikahan dilakukan dalam dua upacara. Upacara pertama dilakukan
di Palace Throne Room berupa upacara catatan sipil sepanjang 40 menit, dan
dipancarkan secara luas di Eropa. Sebagai penutup upacara, dibacakan 142
gelar resmi yang dianugerahkan kepada Putri Grace sebagai istri Pangeran
Rainier. Pangeran Rainier dan Putri Grace dikaruniai 3 anak: Caroline, Albert,
dan Stephanie.
Yang menarik dari pernikahan mereka, meskipun diliputi desas-desus
mengenai motivasi politik, setelah Putri Grace meninggal pada 1982,
Pangeran Rainier tidak pernah menikah lagi. Ia aktif sebagai pemimpin
Monako hingga akhir hayatnya di tahun 2005. Dikatakan oleh Albert,
anaknya, bahwa ia tidak pernah sama lagi setelah kematian Grace.
Kesibukannya sebagai pemimpin negara bisa jadi adalah alasan
Pangeran Rainier tidak menikah lagi, namun mengingat posisinya tersebut, ia
memiliki banyak peluang untuk memulai lagi. Boleh jadi, menurut Pangeran
Rainier, Grace adalah yang satu-satunya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
22
Pernikahan adalah sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan perempuan
yang diakui secara sah oleh agama dan negara. Menurut Papalia, Old, dan
Feldman (1998), pernikahan memiliki corak yang beragam disetiap penjuru dunia.
Terdapat 4 motivasi utama yang mendasari pernikahan. Yaitu, motif cinta dan
kecocokan, motif untuk mendapatkan legitimasi terhadap pemenuhan kebutuhan
biologis, motif untuk memperoleh legitimasi status anak, serta motif karena sudah
merasa siap secara mental.
Setelah melakukan pernikahan, pasangan suami istri tentunya akan
berusaha untuk mencapai kepuasan dalam pernikahannya. Menurut Gullota,
Adams dan Alexander (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan
pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya. Apabila
pasangan suami istri gagal dalam memenuhi kepuasan pernikahan, maka
ditakutkan akan terjadi ketidakharmonisan bahkan perceraian dalam hubungan
mereka.
Perceraian (divorce) merupakan suatu peristiwa perpisahan secara resmi
antara pasangan suami-istri dan mereka berketetapan untuk tidak menjalankan
tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Terdapat banyak faktor mengapa
pasangan suami istri memilih untuk melakukan perceraian. Beberapa faktor
diantaranya yaitu karena perselingkungan, dan kekerasan dalam rumah tangga,
masalah ekonomi. Setelah terjadi perceraian, beberapa individu akhirnya memilih
untuk melakukan pernikahan kembali dengan pasangan yang baru. Namun, tak
sedikit pula yang akhirnya memilih untuk melajang setelah melakukan perceraian.
4.2 Saran
Makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penyajian
bahan maupun dalam segi penulisan. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran pembaca agar makalah ini dapat berguna bagi pendidikan di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
23
Kail, R. V., & Cavanaugh, J. C. (2010). Human development: a life-span view.
California: Wadsworth Cengage Learning.
Hill, Erin. 2017. Prince Albert on His Dad's Heartbreak After Princess Grace's
Death. https://people.com/royals/prince-albert-dad-prince-rainier-handled-
princess-graces-death/. Diakses 22 Maret 2020
24