Anda di halaman 1dari 21

PERNIKAHAN DINI MENURUT AGAMA AGAMA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Pendidikan Agama
Dosen : Azmi Syarif.,MA

OLEH:
NAMA NIM
1. ISRA WAHYUNI 2262201022
2. AGNES DEBORA. 2261201038
3. ANNISA NUR AFRILIA 2261201084
4. ANNISA PUTRI 2261201099
5. SYAHIRA SHANAZ GIFFANI 2261201093
6. DIRA YANTI SAFITRI 2261201115
7. EKA PUTRI GUS. S 2262201028
8. FADYA FEBRIANDHINI. 2261201095
9. BIL HAQI HAKIM ALVADIL 2261201039
10. ELMORE AYUB 22612097
11. MUHAMMAD IQBAL SAPUTRA belum ada

SEKOLAH TINGGI ILMU EKNOMI (STIE)


YAYASAN PERSADA BUNDA
PEKANBARU
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah agama tepat
waktu.
Penulisan makalah berjudul “ PERNIKAHAN DINI MENURUT AGAMA AGAMA”
dapat diselesaikan karena bantuan banyak pihak. Kami berharap makalah tentang
PERNIKAHAN DINI MENURUT AGAMA AGAMA dapat menjadi bahan pemebelajaran
referensi. Selain itu, kami juga berharap agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah
membaca makalah ini.

Penulis menyadari makalah bertema agama ini masih memerlukan penyempurnaan,


terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi
penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami memohon
maaf.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

ABSTRAK
Pernikahan dini banyak terjadi dari dahulu sampai sekarang. Kebanyakan para pelaku
pernikahan dini tersebut adalah remaja desa yang memiliki tingkat pendidikan kurang. Remaja
desa kebanyakan malu untuk menikah pada umur 20 tahun keatas.Anggapan remaja desa lebih
memungkinkan untuk menikah diusia muda karena disanaada anggapan atau mitos bahwa
perempuan yang berumur 20 tahun keatas belum menikah berarti “Perawan Tua”.

Pernikahan dini yaitu merupakan institusi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis
yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga. Remaja itu sendiri adalah anak yang ada pada
masa peralihan antara masa anak-anak ke dewasa, dimana anak-anak mengalami perubahan-
perubahan cepat disegala bidang.

Pernikahan dibawah umur yang belum memenuhi batas usia pernikahan, pada hakikatnya
di sebut masih berusia muda atau anak anak yang ditegaskan dalam Pasal 81 ayat 2 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun
dikategorikan masih anak-anak, juga termasuk anak yang masih dalam kandungan, apabila
melangsungkan pernikahan tegas dikatakan adalah pernikahan dibawah umur. Sedangkan
pernikahan dini menurut BKKBN adalah pernikahan yang berlangsung pada umur di bawah usia
reproduktif yaitu kurang dari 20 tahun pada wanita dan kurang dari 25 tahun pada pria.

DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL...............................................................................................................

KATA PENGANTAR.........................................................................................................

ABSTRAK...........................................................................................................................

DAFTAR ISI.......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................

1.1 Latar belakang...............................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................
1.3 Tujuan Penulis...............................................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan.........................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................

2.1 Sejarah Pernikahan Dini................................................................................................

BAB III PEMBAHASAN...................................................................................................

3.1 Pandangan agama agama terhadap pernikahan dini......................................................

3.2 Faktor penyebab pernikahan dini..................................................................................

3.3 Dampak pernikahan usia dini bagi anak .......................................................................

BAB IV PENUTUP.............................................................................................................

4.1 Kesimpulan....................................................................................................................

4.2 Saran..............................................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pernikahan dini banyak terjadi dari dahulu sampai sekarang. Kebanyakan para pelaku
pernikahan dini tersebut adalah remaja desa yang memiliki tingkat pendidikan kurang. Remaja
desa kebanyakan malu untuk menikah pada umur 20 tahun keatas.Anggapan remaja desa lebih
memungkinkan untuk menikah diusia muda karena disanaada anggapan atau mitos bahwa
perempuan yang berumur 20 tahun keatas belum menikah berarti “Perawan Tua”. Persoalan
mendasar dari seorang anak perempuan yaitu ketika dia memasuki usia dewasa, banyak orang
tua menginginkan anaknya untuk tidak menjadi perawan tua. Menjadi perawan tua bagi
kebanyakan masyarakat dianggap sebagai bentuk kekurangan yang terjadi pada diri perempuan.
Untuk itu, dalam bayangan ketakutan yang tidak beralasan banyak orang tua yang menikahkan
anaknya pada usia muda. Kondisi itulah yang menjadikan timbulnya persepsi bahwa remaja desa
akan lebih dulu menikah dari pada remaja kota. Anggapan-anggapan tersebut muncul karena
kurangnya pengetahuan dari masyarakat mengenai pentingnya pendidikan bagi
remaja.Pernikahan usia dini akan berdampak pada kualitas anak, keluarga, keharmonisan
keluarga dan perceraian. Karena pada masa tersebut, ego remaja masih tinggi.Dilihat dari aspek
pendidikan, kebanyakan dari mereka tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, dikarenakan
faktor sosial budaya dan tingkat pendidikan rata-rata orang tua mereka juga rendah, sehingga
kurang mendukung anak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pandangan agama terhadap pernikahan dini?

2. Apa faktor penyebab seseorang melakukan pernikahan dini?

3. Apa dampak positif dan negatif dari pernikahan dini?

1.3 Tujuan Penulisan


1. agar lebih mengetahui penyebab seseorang melakukan pernikahan dini

2. agar lebih mengetahui dampak positif dan negatif dari pernikahan dini

3. agar lebih mengetahui bagaimana pandangan agama terhadap pernikahan dini

1.4 Manfaat Penulisan

1. Manfaat Bagi penulis dengan ditugaskannya makalah ini penulis lebih memahami dan
mengetahui tentang pembuatan makalah yang baik dan benar, dan menambah wawasan tentang
pernikahan dini dan dampak yang di timbulkannya.

2. manfaat bagi pembaca

1. Remaja lebih mengetahui dan memahami tentang dampak yang ditimbulkan oleh pernikahan
dini, diharapkan juga dapat menekan angka pernikahan dini dikalangan remaja.

2 Masyarakat bisa lebih memahami, mengetahui dan sadar atas dampak yang ditimbulkan oleh
pernikahan dini.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Pernikahan dini.

Zaman dahulu orang-orang menikah pada usia belasan tahun disebabkan karena kondisi
perkonomian negara pada saat itu masih sangat terpuruk dengan adanya penjajahan, sehingga
untuk meringankan beban orang tua, anak yang sudah cukup umur dinikahkan agar bisa mencari
nafkah dan memenuhi kebutuhannya sendiri. Kemudian, setelah perekonomian negara membaik,
pernikahan muda mulai ditinggalkan, yaitu sekitar tahun 80-an. Hal itu terjadi karena banyak
orang berpikir untuk menyelesaikan studi terlebih dahulu atau meniti karir sebelum menikah,
sehingga banyak yang baru menikah di usia 30-an.

Pengertian secara umum, pernikahan dini yaitu merupakan institusi agung untuk
mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga. Remaja itu
sendiri adalah anak yang ada pada masa peralihan antara masa anak-anak ke dewasa, dimana
anak-anak mengalami perubahan-perubahan cepat disegala bidang. Mereka bukan lagi anak-
anak, baik bentuk badan,sikap,dan cara berfikir serta bertindak,namun bukan pula orang dewasa
yang telah matang.

Pernikahan dibawah umur yang belum memenuhi batas usia pernikahan, pada hakikatnya
di sebut masih berusia muda atau anak anak yang ditegaskan dalam Pasal 81 ayat 2 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun
dikategorikan masih anak-anak, juga termasuk anak yang masih dalam kandungan, apabila
melangsungkan pernikahan tegas dikatakan adalah pernikahan dibawah umur. Sedangkan
pernikahan dini menurut BKKBN adalah pernikahan yang berlangsung pada umur di bawah usia
reproduktif yaitu kurang dari 20 tahun pada wanita dan kurang dari 25 tahun pada pria.
Pernikahan di usia dini rentan terhadap masalah kesehatan reproduksi seperti meningkatkan
angka kesakitan dan kematian pada saat persalinan dan nifas, melahirkan bayi prematur dan berat
bayi lahir rendah serta mudah mengalami stress. (11,22)Menurut Kementerian Kesehatan RI,
pernikahan adalah akad atau janji nikah yang diucapkan atas nama Tuhan Yang Maha Esa yang
merupakan awal dari kesepakatan bagi calon pengantin untuk saling memberi ketenangan
dengan mengembangkan hubungan atas dasar saling cinta dan kasih, dan pernikahan adalah awal
terbentuknya sebuah keluarga.
Menurut undang undang , pasal 7 Undang-Undang no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan
menetapkan bahwa perkawinan diizinkan bila pria telah berusia 19 tahun dan wanita telah
berusia 16 tahun. Dengan adanya Undang Undang Perkawinan, maka akan ada batasan usia
minimal seseorang diizinkan untuk menikah. Sedangkan Pasal 6 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974
menyatakan bahwa untuk melangsungkan suatu perkawinan seseorang yang belum mencapai
umur 21 tahun harus mendapat izin tertulis dari kedua orang tua. WHO menetapkan batas usia
10-20 tahun sebagai batasan usia remaja. Sementara itu, PBB menetapkan usia 15-24 tahun
sebagai batasan usia muda.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pandangan agama agama terhadap pernikahan dini

A. Pernikahan dini menurut agama islam

Dalam pandangan hukum agama Islam perkawinan merupakan sebuah ibadah yang
dilakukan oleh pemeluknya untuk menghindari perbuatan-perbuatan maksiat. Sesuai dengan
instruksi presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa
perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat miitsaqan
ghaliizhan untuk menaati perintah Allah dan melakukannya merupakan ibadah. Allah SWT
berfirman, "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang
layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan yang perempuan." (QS an-Nur [24]:32).
Menurut sebagian ulama, yang dimaksud layak adalah kemampuan biologis. Artinya memiliki
kemampuan untuk menghasilkan keturunan.

Menurut syariat Islam, usia kelayakan pernikahan adalah usia kecakapan berbuat dan
menerima hak (ahliyatul ada' wa al-wujub). Islam tidak menentukan batas usia namun mengatur
usia baligh untuk siap menerima pembebanan hukum Islam. MUI mempertimbangkan semua
pandangan ulama soal hukum pernikahan dini. Ada beberapa perbedaan pendapat soal kebolehan
pernikahan ini. Jumhur ulama fikih, papar MUI, sebenarnya tak mempermasalahkan soal
pernikahan usia dini. Sementara itu Ibn Hazm memilih hukum nikah usia dini pada lelaki dan
perempuan. Pernikahan usia dini pada perempuan yang masih kecil oleh orang tua atau walinya
diperbolehkan. Sementara pernikahan dini untuk anak lelaki tidak diperbolehkan.

Menurut pendapat dari Imam Muhammad Syirazi dan juga Asadullah Dastani Benisi,
budaya pernikahan dini dibenarkan dalam Islam dan ini sudah menjadi norma muslim sejak
mulai awal Islam. Pernikahan dini menjadi kebutuhan vital khususnya akan memberikan
kemudahan dan tidak dibutuhkan studi terlalu mendalam untuk melakukannya.

Ibnu Syubromah menyikapi pernikahan yang dilakukan Nabi SAW dengan Aisyah yang
saat itu masih berumur 6 tahun dan ia menganggap jika hal ini adalah ketentuan khusus untuk
Nabi SAW yang tidak dapat ditiru oleh umat Islam. Akan tetapi menurut pakar mayoritas hukum
Islam memperbolehkan pernikahan dini dan menjadi hal yang lumrah di kalangan para sahabat
dan bahkan sebagian ulama melumrahkan hal tersebut yang merupakan hasil interpretasi Surat al
Thalaq ayat 4.

“Dari Aisyah ra (menceritakan) bahwasannya Nabi SAW menikahinya pada saat beliau masih
anak berumur 6 tahun dan Nabi SAW menggaulinya sebagai istri pada umur 9 tahun dan beliau
tinggal bersama pada umur 9 tahun pula” [Hadis Shohih Muttafaq ‘alaihi].

“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-


perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga
bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan
yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang
siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam
urusannya.” [QS At-Thalaq : 4]

Hukum asal sunnah sendiri bisa berubah menjadi wajib atau haram berdasarkan dari
kondisi orang yang akan membangun rumah tangga dalam Islam. Jika ia tidak bisa menjaga
kesucian atau ‘iffah dan akhlak kecuali dengan menikah, maka hukum menikah menjadi wajib
untuknya. Hal ini dikarenakan kesucian dan akhlak menjadi hal yang wajib untuk semua umat
muslim. Hukum bisa berubah menjadi haram jika pernikahan dilakukan karena alasan ingin
menyakiti istri atau karena harat dan sesuatu yang bisa menimbulkan bahaya untuk agama.

Kesiapan Pernikahan Dini Dalam Tinjauan Fiqih

Dilihat dari hukum umum, maka kewajiban dalam memenuhi syarat persiapan pernikahan
ditinjau dari fiqih pernikahan, maka setidaknya diukur dalam tiga hal yakni:

Kesiapan Ilmu

Kesiapan ilmu adalah kesiapan pemahaman dalam hukum hukum fiqih yang
berhubungan dengan pernikahan baik dalam hukum sebelum menikah seperti hukum khitbah
atau melamar, hukum pada saat menikah seperti syarat dan rukun aqad nikah dan juga kehidupan
setelah menikah yakni hukum nafkah, talak serta ruju’. Syarat pertama ini didasari dengan
prinsip jika fardhu ain hukumnya untuk seorang muslim mengetahui apa saja hukum hukum
perbuatan yang dilakukan sehari hari atau yang akan segera dilakukan.
Kesiapan Materi

Yang dimaksud dengan kesiapan materi atau harta terdiri dari dua jenis yakni harta
sebagai mahar atau mas kawin dan juga harta sebagai kewajiban laki laki setelah menikah yakni
nafkah suami pada istri untuk memenuhi segala kebutuhan primer, sandang, pangan dan papan.
Mengenai mahar sebetulnya bukan mutlak berupa harta akan tetapi juga dapat berupa manfaat
yang diberikan suami pada istri seperti mengajarkan ilmu pada istri. Sementara kebutuhan primer
adalah wajib diberikan dalam kadar yang layak atau bi al ma’ruf yakni setara dengan nafkah
yang diberikan pada wanita.

Kesiapan Fisik

Kesiapan fisik khususnya untuk laki laki adalah bisa menjalani tugasnya sebagai seorang
laki laki alias tidak impoten.

B. Pernikahan dini menurut agama kristen

Pada saat ini generasi muda khususnya remaja, telah diberi berbagai disiplin ilmu sebagai
persiapan mengemban tugas pembangunan pada masa yang akan datang, masa penyerahan
tanggung jawab dari generasi tua ke generasi muda. Sudah banyak generasi muda yang
menyadari peran dan tanggung jawabnya terhadap Negara dimasa yang akan datang, tetapi
dibalik semua itu ada sebagian generasi muda yang kurang menyadari tanggung jawabnya
sebagai generasi penerus bangsa. Disatu pihak remaja berusaha berlomba-lomba dan bersaing
dalam menimba ilmu, tetapi dilain pihak remaja menghancurkan nilai-nilai moralnya. Memang
tingkah laku mereka hanyalah merupakan masalah kenakalan remaja, tetapi lama-kelamaan
menuju suatu tindakan yang sangat meresahkan, sehingga harus diatasi, dicegah, dikendalikan
sejak dini sehingga tidak merugikan kehidupan dirinya sendiri, keluarga, lingkungan masyarakat
dan masa depan bangsa. Salah satu dampak dari kenakalan remaja adalah seks bebas yang sering
berakibat pada pernikahan di usia muda.

Fenomena pernikahan di usia muda masih sangat tinggi, hal tersebut terlihat dari
maraknya pernikahan usia muda pada kalangan remaja, yang kini tidak hanya terjadi di kampung
tetapi juga terjadi di kota-kota, pernikahan usia muda ini dianggap sebagai jalan keluar untuk
menghindari seks bebas, ada juga yang melakukan ini karena terpaksa dan karena hamil di luar
nikah. Pendapat tersebut mungkin ada benarnya, namun pernikahan tentunya bukan hanya
sekedar menyatukan diri dalam suatu perkawinan sebagai jawaban atas permasalahan hidup yang
sedang dihadapi. Perkawinan artinya sebuah tindakan Yuridis bilateral antara seorang laki-laki
dan seorang perempuan. Tindakan yuridis ini dinamakan “janji perkawinan”

Keluarga merupakan bagian yang paling kecil dan yang paling awal dari pembentukan
moral dan kepribadian manusia, bahkan dalam pembentukan iman anak, dimana dia lahir dan
dibesarkan semuanya berlangsung ditengah keluarga. Anak merupakan titipan dari Tuhan yang
diberikan kepada orangtua untuk dijaga dan dirawat dengan baik. Namun ada juga yang belum
betul-betul mengerti dan memahami makna pernikahan yang sebenarnya. Karena berbagai
macam faktor yang melatarbelakangi sehingga banyak yang menikah sebelum waktunya atau
menikah pada usia muda, yaitu pada usia 15-17 tahun. Menurut Hurlock: “umur seperti ini pada
umumnya masih digolongkan pada umur remaja.” 6 Usia seperti ini seharusnya masih berada
dibangku pendidikan seperti SMP. Faktor pergaulan bebas yang melibatkan anak-anak usia
remaja ini juga merupakan salah satu pemicu untuk para remaja mau menikah muda, masa
remaja merupakan masa coba-coba tanpa memikirkan efek atau dampak kedepannya.Mereka
belum bisa dikatakan manusia yang sudah dewasa yang memiliki kematangan pikiran dan
tindakan. Faktor rendahnya tingkat pendidikan sangat mempengaruhi pola pemikiran dalam
memahami dan mengerti tentang hakekat dan tujuan pernikahan. Faktor ekonomi maupun
lingkungan tempat tinggal juga bisa menjadi penyebab terjadinya pernikahan di usia muda.

Sebagai orang Kristen, panggilan utama kita bukanlah untuk memuaskan hasrat seksual
kita terlebih dahulu dan yang paling utama. Tapi yang terutama harusnya untuk memuliakan
Tuhan, menikmati hidup bersama-Nya selamanya dan membawa orang lain mengalami berkat
yang sama. Pasangan-pasangan muda Kristen yang kehilangan tujuan utama ini kebanyakan
justru merugikan pekerjaan gereja daripada menjadi berkat.

Selain kehilangan tujuan, dorongan menikah muda juga sangat dipengaruhi oleh budaya
kita masing-masing. Misalkan saja seperti budaya di Indonesia, yang terdiri dari beragam suku
bangsa dan beragam aturan yang ada. Banyak diantaranya yang membuat standar pernikahan
bagi orang-orang muda sesuai dengan usia. Bahkan mereka yang menikah di bawah umur pun
dianggap tidak masalah. Karena mereka percaya bahwa pernikahan adalah tujuan hidup yang
paling utama. Sama seperti yang disampaikan Paulus bahwa dia tidak menyebutkan batas usia
seseorang menikah. Tapi baiklah mereka yang dapat menguasai diri saat menikah Gereja tidak
melarang para

remaja untuk menikah pada usia muda tetapi pada umumnya mereka harus terlebih dahulu
meminta nasehat dan persetujuan dari orang tua, selain karena rasa hormat, juga karena nasehat
mereka akan sangat berguna dan dibutuhkan untuk memasuki dunia hidup berkeluarga.
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) secara tegas menolak batas usia pernikahan 16
tahun bagi anak perempuan dalam pasal 7 ayat (1) UU no.1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Selain dari aspek kesehatan mengancam kematian ibu, saat ini gereja-gereja Indonesia tidak
lagimemberi pemberkatan nikah bagi bagi anak-anak atau belum mencapai usia 18 tahun. KHK
menuntut 18 tahun agar orang dianggap dewasa dan dapat menikah tampa harus meminta
nasehat dan persetujuan dari orang tua (Kanon 97), UU perkawinan menentukan usia lebih tinggi
yakni 21 tahun.

Maka menurut pendapat yang kami kumpulkan dapat di simpulkan

1.tidak baik Karna sebagai orang tua muda tanggung jawab kurang/ belum dewasa dalam
pemikiran,dalam tingkah laku dan perkataan. belum bisa siap untuk menafkahin istri dan anak

2.dan masa depan itu akan diragukan langgeng Karna jika orang tua kurang bertanggungjawab
untuk membimbing anak kasihan anak anak masa depan keluarga nanti tidak baik

3.alangkah baiknya kalau menikah itu dewasa secara matang

Dari latar belakang dan pandangan Gereja dapat disimpulkan juga bahwa hingga saat ini
angka pernikahan usia muda masih terus meningkat, hal ini terlihat dari maraknya pernikahan di
usia muda pada kalangan remaja yang disebabkan oleh berbagai factor seperti: factor pendidikan,
faktor ekonomi, faktor pribadi, factor keluarga, factor budaya, pergaulan bebas sehingga terjadi
hamil di luar nikah, seks bebas, pemahaman tentang ajaran Gereja kurang yang menetapkan
batas-batas usia untuk melangsungkan perkawinan.

Pernikahan di usia muda menimbulkan banyak dampak, baik positif maupun negatif yang
akan terjadi baik terhadap diri remaja, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Oleh karena itu
Gereja tidak melarang para remaja untuk menikah pada usia muda tetapi pada umumnya mereka
harus terlebih dahulu meminta nasehat dan persetujuan dari orang tua, selain karena rasa hormat,
juga karena nasehat mereka akan sangat berguna dan dibutuhkan untuk memasuki dunia hidup
berkeluarga.

C. Pernikahan dini menurut agama hindhu

Kalau kita kaji perkawinan merupakan salah satu jenjang kehidupan yang semestinya
akan kita lewati, dimana pada jenjang ini kewajiban yang harus kita laksanakan adalah
pemenuhan artha dan kama berdasarkan dharma. Untuk pemenuhan kewajiban ini, maka seorang
suami dan pasanganya harus memiliki bekal yang cukup, baik secara material maupun spiritual.
Disamping itu, mental dan ilmu pengetahuan juga menjadi factor yang sangat penting demi
tercapainya tujuan dari perkawinan. Namun seiring dengan derasnya arus modernisasi dan
kemerosotan nilai moral yang tertanam dalam diri manusia, banyak sekali muncul
penyimpangan-penyimpangan dari pelaksanaan dan pandangan terhadap system dan peraturan
mengenai perkawinan. Tidak jarang kita temukan kasus perceraian dalam masyarakat, tindak
kekerasan dalam rumah tangga serta kasus memiliki istri lebih dari satu. Saat ini, hal itu sangat
mudah untuk dilaksanakan dan masyarakatpun menganggap hal semacam itu dengan sikap
wajar. Sebagai umat Hindu, hendaknya permasalahan tersebut tidak terjadi, karena kita meyakini
bahwa perkawinan itu merupakan suatu ikatan lahir bhatin yang suci dan sangat sakral sifatnya
yang harus selalu dijaga keabadianya. Seperti dalam kitab Manawa Dharmasastra IX. 101,
diuraikan;

“Anyonyasyawayabhicaro

Bhaweamarnantikah

Esa dharmah samasena

Jneyah stripumsayoh parah”

Artinya:

“Hendaknya supaya hubungan yang setia berlangsung sampai mati, singkatnya ini harus
dianggap sebagai hukum tertinggi sebagai suami istri”.

Berdasarkan sloka di atas nampak jelas bahwa agama Hindu tidak menginginkan adanya
perceraian. Bahkan sebaliknya, dianjurkan agar perkawinan yang kekal hendaknya dijadikan
sebagai tujuan tertinggi bagi pasangan suami istri, kita diwajibkan untuk melakukan perkawinan
sekali saja dalam kehidupan kita. Untuk itu, maka perlu bekal ilmu pengetahuan yang mapan dan
kedewasaan diri untuk melangsungkan suatu perkawinan.

Berdasarkan konsep catur asrama, perkawinan yang baik semestinya dilaksanakan setelah
masa brahmacari, dimana kita telah memiliki suatu bekal ilmu pengetahuan yang dapat
menghantarkan kita untuk menjadi orang yang bijaksana, sehingga bentuk dan pola pikir kita
siap dalam menghadapi segala permasalahn yang kemungkinan muncul dalam kehidupan kita.
Pernikahan di usia dini merupakan hal yang telah ada sejak lama karena sejak dulu banyak orang
tua yang menikahkan anaknya di usia dini berharap kehidupan anaknya akan lebih terjamin
dengan orang yang mereka kenal. Namun, pada kenyataannya anak yang menikah diusia dini
banyak menemukan permasalahan yang akhirnya berujung pada perceraian. Penyebab terjadinya
perkawinan dini dipengaruhi oleh dua hal, yaitu pengaruh ekstern, misalkan akibat lingkungan
keluarga yang kurang memperhatikan anaknya, pergaulan bebas, hingga pelecehan seksual yang
dilakukan oleh orang-orang terdekat dan hamil diluar nikah juga merupakan alasan yang banyak
dijumpai dikalangan masyarakat, sebab dilihat dari perkembangan jaman pada era globalisasi ini
telah banyak budaya-budaya asing yang masuk dan memberi contoh yang buruk bagi
perkembangan psikologis anak yang lama-kelamaan mengkikis nilai moral dan jati diri dalam
diri anak. Dan pengaruh intern, yaitu pengetahuan agama atau sradha dalam diri seseorang yang
kurang membuat sudut pandang terhadap sesuatu hal menjadi sempit.

Agama Hindu memandang perkawinan usia dini ini bukan merupakan suatu perkawinan
yang ideal. Karena usia muda atau remaja merupakan masa yang diharuskan untuk menuntut
ilmu pengetahuan dan dharma (Brahmacari). Setelah masa itu tercapai, maka dapat dikatakan
telah siap untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya, yaitu grhasta (berumah tangga). Lebih jauh
lagi, hal ini diuraikan dalam kitab Niti Sastra V. sargah 1, yang berbunyi;

“Taki-taki ning sewaka guna widya, smarawi, Saya rwang puluh ring anayusya, tengahi tuwuh
san wacana gogonta. Patilaring atmeng tanu panguroken”

Artinya :

Seseorang wajib menuntut ilmu pengetahuan dan keutamaan, jika sudah berumur 20 tahun orang
boleh kawin. Jika setengah tua, berpeganglah pada ucapan yang baik hanya tentang lepasnya
nyawa kita mesti berguru.
Disini sangat jelas sekali diuraikan bahwa kita semestinya memiliki kemapanan terlebih
dahulu dibidang ilmu pengetahuan sebagai dasar kearifan dan kebijaksanaan, setelah itu kita
dapat melanjutkan ke jenjang perkawinan dengan standar minimal umur kita 20 tahun. Dalam
keadaan ini, ilmu pengetahuan agama dan sradha adalah kunci utama untuk terhindar dari
permasalahan yang mengakibatkan perceraian dalam rumah tangga. Agar tidak terjadi hal-hal
yang tidak kita inginkan, seperti tindak kekerasan dalam rumah tangga, perceraian dan
perkawinan berulang-ulang, memiliki istri banyak, dan sebagainya.

D. Pernikahan dini menurut agama konghucu

Dalam agama Konghucu kapan boleh menikah, bagi wanita 5 tahun setelah upacara baru
diperkenankan menikah, sedangkan bagi laki-laki 10 tahun kemudian,” ujar Wakil Ketua Deroh
Matakin, Xs. Djaengrana Ongawijaya.

Meski begitu, dalam praktiknya batas usia perkawinan dalam agama Konghucu mengacu
pada perkembangan kehidupan bangsa ini. Karena itu, pihaknya tidak menolak pengujian UU
Perkawinan ini. Sebab, dalam Konghucu, pemerintah dianggap sebagai “bapak”, sehingga tidak
boleh berdosa (menentang) terhadap negara (aturan negara). “Kita tidak dalam posisi mendukung
atau tidak, yang terpenting aturan yang ada tetap kita taati yang praktiknya disesuaikan dengan
agama Konghucu. Kalau misalnya umat kami sudah berumur 16-17 tahun mau menikah ya kita
juga tidak melarang,”

E. Pernikahan dini menurut agama buddha

Perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria sebagai suami dan seorang
wanita sebagai istri berlandaskan pada Cinta Kasih (Maitri), Kasih Sayang (Karuna), Rasa
Sepenanggunan (Mudita) dengan tujuan untuk membentuk satu keluarga (rumah tangga) bahagia
yang diberkahi oleh Tuhan yang Maha Esa dan Sang Triratna. Seorang suami wajib melakukan
tugas-tugas sebagai berikut; memperhatikan kebutuhan istrinya, bersikap ramah tamah terhadap
istrinya, setia terhadap istri, wajib memberi kekuasaan dan tanggung jawab kepada istrinya,
wajib menyediakan kebutuhan atau keperluan lahir batin istrinya. Seorang istri wajib melakukan
tugas-tugas sebagai berikut; wajib melakukan tugasnya dengan baik, wajib berlaku ramah tamah
terhadap keluarga kedua belah pihak, wajib setia terhadap suaminya, wajib melindungi barang
milik suaminya, pandai dan rajin mengurus rumah tangga. Sang Buddha juga menganjurkan
supaya umat meringankan beban orang tuanya, guru, istri, anak-anaknya, sahabat, pelayan,
pekerja serta guru agamanya. Putra-putrinya harus menyadari bahwa karena orang tuanya
mereka bisa berada dalam keadaan seperti sekarang. Oleh sebab itu adalah tugas mereka untuk
memberi kepada orang tua mereka makanan, pakaian, obat-obatan dan segala sesuatu yang dapat
membuat hidup ini lebih mudah dan lebih menyenangkan selama mereka hidup. Perkawinan
merupakan kebutuhan bagi setiap manusia dalam menjalani kehidupan. Dalam perkawinan
bertujuan untuk membina keharmonisan rumah dan memperoleh keturunan. Setiap agama
mempunyai makna tersendiri dalam memahami makna perkawinan terutama dalam agama
Buddha.

Maka dalam hal ini dalam agama budha tidak ada aturan untuk menikah. Agama Buddha
memandang sebuah perkawinan bukanlah sesuatu yang suci ataupun tidak suci. Ajaran Buddha
tidak mengganggap perkawinan sebagai suatu kewajiban religius maupun sebagai suatu hal yang
sakral yang ditakdirkan di surga. Perkawinan dalam pengertian Buddhisme lebih diartikan
sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia sesuai Dharma. Sebagai umat Buddha agar
membentuk keluarga bahagia, kita harus mengikuti ajaran Sang Buddha tentang praktik
kehidupan yang benar. Sang Buddha telah menunjukkan dasar-dasar perkawinan yang harmonis,
yang serasi,selaras, dan seimbang.

3.2 Faktor Penyebab Pernikahan Dini

Sebab-sebab utama dari perkawinan usia mudaadalah:

a. Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga

b. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik bagi mempelai
itu sendiri maupun keturunannya.

c. Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan adat.Kebanyakan orang
desa mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan anaknya begitu muda hanya karena mengikuti
adat kebiasaan saja.

Terjadinya perkawinan usia muda menurut Hollean dalam Suryono disebabkan oleh:

a. Masalah ekonomi keluarga


b.Orang tua dari gadis meminta masyarakat kepada keluarga laki-laki apabilamau mengawinkan
anak gadisnya.

c.Bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam keluargagadis akan
berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi tanggung jawab(makanan, pakaian,
pendidikan, dan sebagainya)

Selain menurut para ahli di atas, ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya perkawinan
usia muda yang sering dijumpai di lingkungan masyarakat kita yaitu :

a. Ekonomi

Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di gariskemiskinan, untuk
meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanyadikawinkan dengan orang yang dianggap
mampu.

b. Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak danmasyarakat,


menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknyayang masih dibawah umur.

c. Faktor orang tua

Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran denganlaki-laki yang sangat
lengket sehingga segera mengawinkan anaknya.

d. Media massa

Gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan remaja modern kianPermisif terhadap
seks.

e. Faktor adat

Perkawinan usia muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya dikatakan perawan tua
sehingga segera dikawinkan

3.3 Dampak Pernikahan Usia Dini bagi Anak

Faktanya pelaksanaan pernikahan pada usia dini memberikan banyak dampak negatif
bagi anak, baik secara fisik dan mental. Berdasarkan Laporan Kajian Perkawninan Usia Anak di
Indonesia, tingginya angka pernikahan usia dini dapat meningkatkan angka risiko kematian ibu
dan anak. Beberapa contoh dampak yang bisa diakibatkan karena pernikahan usia dini antara
lain: Risiko pendarahan dan keguguran. Kondisi fisik perempuan yang belum cukup matang
mengakibatkan organ reproduksinya rentan akan beberapa penyakit Selain itu, kehamilan
dibawah usia 20 tahun akan berisiko menyebabkan terjadinya pendarahan, anemia, dan
keguguran.

Risiko Kondisi Bayi yang Buruk. Selain berdampak pada kondisi fisik ibu, hal ini juga
berdampak pada kondisi bayi, Proses kelahiran bayi bisa juga bersifat premature, berisiko
mengalami gangguan pernapasan, pencernaan, penglihatan, penurunan kemampuan kognitif,
cacat bawaan, berat badan, dan bahkan kematian janin.

Risiko Kesehatan Mental Pasangan. Tidak hanya berdampak bagi Kesehatan fisik,
pernikahan di usia dini akan menganggu kesehatan mental pasangan. Kondisi emosional yang
belum cukup dan stabil akan sangat memungkinkan terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT). Selain KDRT, perceraian juga sangat mungkin terjadi karena kondisi penyelesaian
masalah pasangan usia dini belum matang dan stabil.

Pendidikan yang terhambat. Dikarenakan sudah memiliki rumah tangga dan akan banyak
persoalan yan diurus, hal ini sangat memungkinkan bagi pasangan menikah usia dini berhenti
bersekolah dan menempuh pendidikan. Hal ini disebabkan karena pasangan usia dini harus
melakukan tanggungjawabnya sebagai orangtua dan suami-istri.

Muncul pekerjaan dibawah umur dan kesulitan ekonomi. Pernikahan usia dini tentu akan
menimbulkan pekerjaan dibawah umur karena mau tidak mau pasangan usia dini harus mencari
nafkah untuk kehidupan selanjutnya. Karena kondisinya dibawah umur, tentu mencari pekerjaan
akan terasa sulit, hal ini nantinya akan berakibat kesulitan ekonomi dan jangka jauhnya adalah
terjadinya penelantaran anak.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

pernikahan dini tentunya bersifat individual-relatif. Artinya ukuran kemaslahatan


dikembalikan kepada pribadi masing-masing. Jika dengan menikah usia muda mampu
menyelamatkan diri dari kubangan dosa dan lumpur kemaksiatan, maka menikah adalah
alternatif terbaik. Sebaliknya, jika dengan menunda pernikahan sampai pada usia”matang”
mengandung nilai positif, maka hal itu adalah yang lebih utama. Kebijakan pemerintah maupun
hukum agama sama-sama mengandung unsur maslahat. Pemerintah melarang pernikahan usia
dini adalah dengan berbagai pertimbangan di atas. Begitu pula agama tidak membatasi usia
pernikahan, ternyata juga mempunyai nilai positif. Sebuah permasalahan yang cukup dilematis.

4.2 Saran

Agar Pernikahan dini yang terjadi di masyarakat tidak semakin meningkat,sebagai orang tua
perlu terus menerus melakukan pendampingan pada anak agardapattumbuh dan berkembang
sesuai dengan usianya. Selain itu juga para orang tua tidakmembiarkan anak-anak perempuannya
yang masih belia, dipinangpria pujaan walau diiming-imingi yang kemudian ternyata
menghancurkan masa depan anak perempuan itu.

DAFTAR PUSTAKA

https://lenteradharma.blogspot.com/2015/11/pernikahan-usia-dini-dalam-pandangan.html?
m=1
https://dp3a.semarangkota.go.id/blog/post/fenomena-pernikahan-usia-
dini#:~:text=Pernikahan%20Usia%20Dini%20merupakan%20ikatan,dan%2016%20tahun
%20bagi%20perempuan
https://stp2013blog.wordpress.com/2016/06/14/pandangan-gereja-terhadap-pernikahan-
usia-muda/
https://stp2013blog.wordpress.com/2016/06/14/pandangan-gereja-terhadap-pernikahan-
usia-muda/
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4688/1/IMAN
%20FIRMANSYAH-FUH.pdf

Anda mungkin juga menyukai