KESEHATAN
REPUBLIK
INDONESIA
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Gizi
Masyarakat Tahun 2020 – 2025. Rencana Aksi Kegiatan Direktorat Gizi
Masyarakat memuat kebijakan, peta strategis, sasaran startegis, indikator dan
target yang akan dicapai. Dokumen ini diharapkan menjadi acuan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program, sehingga upaya
pembinaan gizi masyarakat dapat dilaksakana secara terarah dan terukur.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak atas perhatian dan
dedikasinya untuk memberikan pemikiran, tenaga dan waktu dalam penyusunan
rencana aksi ini.
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
Tujuan penyusunan rencana aksi kegiatan pembinaan gizi masyarakat adalah untuk:
1. Mendukung pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Menenngah (RPJMN),
Rencana Strategi (Renstra) Kementerian Kesehatan dan Rencana Aksi Direktorat
Jenderal Kesehatan Masyarakat Tahun 2020-2024.
2. Menentukan arah dan sasaran upaya perbaikan gizi masyarakat tahun 2020-2024
yang kesinambungan dan kelanjutan
3. Menggambarkan peta jalan pelaksanaan kegiatan perbaikan gizi masyarakat,
terutama intervensi gizi spesifik secara terpadu dengan pemangku kementingan
terkait
4. Panduan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi serta pengembangan
upaya gizi masyarakat tahun 2020-2024.
5. Panduan bagi kabupaten/ kota dalam melaksanakan upaya perbaikan gizi
masyarakat
C. SASARAN
Gambar.
Situasi Gizi di Indonesia
Selain itu, masalah kekurangan zat gizi mikro masih mendominasi permasalah
gizi di Indonesia yang ditunjukkan dengan semakin meningkatnya prevalensi anemia
pada ibu hamil dari 37.1% pada tahun 2013 menjadi 48.9% pada tahun 2018. Ibu
hamil yang mengalami anemia berisiko tinggi untuk melahirkan bayi premature, bayi
dengna berat lahir rendah juga mengalami perdarahan pada saat melahirkan bahkan
dapt mengakibatkan kematian. Sementara disisi lain, masalah gizi lebih dan
obesitas pada usia dewasa juga meningkat secara signifikan dari 15% di tahun 2013
menjadi 22% di tahun 2018 (Riskesdas, 2018)
Remaja adalah adalah periode sensitif kedua untuk pertumbuhan fisik yang
cukup pesat. Pada fase ini juga terjadi perubahan psikososial dan emosional yang
cukup mendalam serta tercapainya kapasitas intektual dan kemampuan kognitif.
Kelompok usia remaja sangat rentan untuk mengalami masalah gizi kurang maupun
gizi lebih. Diperkirakan hampir sepertiga remaja puteri Indonesia akan memasuki
fase kehamilan dalam keadaan kurang gizi atau sebagai ibu hamil berisiko tinggi
karena kelebihan berat badan (oeverweight). Riskesdas 2018 melaporkan bahwa
overweight pada kelompok umur 16 – 18 tahun meningkat cukup tajam dari 1.4%
tahun 2010 menjadi 7.3% tahun 2013.
Terdapat 3 faktor penyebab tidak langsung terjadinya masalah beban ganda gizi
di Indonesia (double burden of malnutrition):
Pertama, asupan/konsumsi makanan yang tidak adekuat. Hampir setengah dari
masyarakat Indonesia (45.7%) menkonsumsi energi kurang dari 70% dari Angka
Kecukupan Gizi (AKG)yang dianjurkan, dan sekitar 36.1% masyarakat
mengkonsumsi protein kurang dari 80% AKG. Riskesdas 2018 menemukan bahwa
93.5% penduduk usia > 10 tahun mengkonsumsi sayur dan buah kurang dari 5 porsi
per hari. Pada saat yang sama, jumlah penduduk yang mengkonsumsi makanan
siap saji dan minuman berpemanis semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Sehingga konsumsi masyarakat terhadap gula, garam dan lemak meningkat sekitar
30% dari yang direkemendasikan oleh WHO. Rendahnya akses dan ketersediaan
makanan yang sehat adalah faktor utama dari kerawanan pangan di tingkat rumah
tangga. Sebaliknya, pengeluaran untuk makanan kemasan dan minuman yang tinggi
gula garam dan lemak, meningkat sekitar 4 kali lipat dalam kurun waktu 2007 – 2017.
Kondisi ini yang menyebabkan meningkatnya prevalensi overweight dan obesitas
sampai lima kali lipat lebih tinggi dari target RPJMN 2015 – 2019. Obesitas pada
kelompok wanita dua kali lebih tinggi dari kelompok laki-laki, yaitu masing-masing
sekitar 42% dan 24%. Prevalensi obesitas paling tinggi terjadi di Sulawesi Utara dan
paling rendah di Nusa Tenggara Timur. Tidak ada perbedaan bermakna terkait
prevalensi obesitas pada kelompok sosial ekonomi tinggi maupun rendah.
Faktor penyebab tidak langsung yang kedua terkait dengan pola penyakit, akses ke
fasilitas pelayanan kesehatan, akses air bersih dan sanitasi. Prevalensi penyakit
menular masih cukup tinggi dan sangat terkait dengan masalah gizi, terutama gizi
kurang. Penyakit tidak menular meningkat sebagai akibat dari naiknya prevalensi
obesitas yang menambah beban sistem pelayanan kesehatan.
Ketiga, adalah tidak adekuatnya praktik Pemberian Makan pada Bayi dan Anak
(PMBA), kurangnya asupan makanan bergizi pada ibu hamil dan menyusui, serta
pola asuh yang kurang baik. Hampir setengah bayi di Indonesia (48%)
mendapatkan makanan lebih awal dari usia yang seharusnya (< 6 bulan) dan
makanan yang diberikan tersebut tidak tepat untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. SDKI 2012 menunjukkan bahwa hanya 23% anak usia 6 – 8
bulan mengkonsumsi makanan yang bervariasi, terdiri dari 4 – 5 kelompok pangan.
Akar masalah beban gizi ganda adalah kemiskinan dan ketimpangan social,
kecenderungan demografi, urbanisasi, masalah social dan budaya serta situasi
darurat (bencana alam, konflik sosial, krisis kesehatan, dll)
C. TANTANGAN
1. Diet yang tidak adekuat dan kerawanan pangan berkontribusi terhadap
kekurangan gizi dan obesitas:
a. Hampir setengah penduduk (45,7%) dengan tingkat kecukupan energi
sangatkurang (<70% AKE) dan 36,1% dengan tingkat kecukupan protein
sangat kurang (<80% AKP). sementara 95,5% penduduk yang berusia 5
tahun keatas mengonsumsi kurang dari lima porsi buah atau sayur dalam
sehari.
b. Akses ekonomi (keterjangkauan) pangan dibandingkan dengan ketersediaan
pangan adalah penyebab utama kerawanan pangan.
c. Pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi, yang sebagian besar
cenderung diproses, meningkat sebanyak empat kali lipat antara 2007 dan
2017 yang didorong oleh industri makanan dan minuman yang sedang
berkembang.
2. Penyakit, akses yang tidak memadai ke pelayanan kesehatan, dan air dan
sanitasi, terkait dengan Beban Ganda Masalah Gizi:
a. Penyakit infeksi terus menyebar dan memiliki keterkaitan dengan kekurangan
gizi.
b. PTM sedang meningkat sebagai akibat dari meningkatnya obesitas dan
menambah beban sistem pelayanan kesehatan.
3. Pemberian makan pada bayi dan anak dan asupan makanan ibu yang buruk,
serta praktik perawatan ibu dan pengasuhan anak yang suboptimal adalah
penyebab penting dari kekurangan gizi dan obesitas. Diketahui bahwa tingkat
menyusui meningkat tetapi praktik pemberian makanan pendamping ASI yang
tidak sesuai terjadi di mana-mana.
4. Perekonomian yang berubah, demografi, relasi gender, keyakinan sosial dan
budaya, dan perubahan iklim di Indonesia menawarkan peluang serta ancaman
terhadap gizi.
BAB III RENCANA AKSI GIZI 2020 – 2024
A. ARAH DAN KEBIJAKAN PEMBINAAN GIZI MASYARAKAT RPJMN 2020 – 2024
NO INDIKATOR TARGET
2020 2021 2022 2023 2024
1 Persentase Ibu Hamil 45 42 39 36 33
Anemia
Rencana aksi pembinaan gizi masyarakat ini merupakan acuan bagi pelaksana
kegaitan pembinaan gizi di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota agar dapat
memahami dan mampu melaksanakan proses perencanaan, pelaksanaan kegiatan,
monitoring dan evaluasi upaya pembinaan gizi masyarakat tahun 2020 – 2024.
Diharapkan dengan adanya buku ini dapat mendorong upaya percepatan perbaikan gizi
di semua tingkatan administrasi secara sinergis dan berkesinambungan.
Rencana aksi ini bersifat generik dan masih terbuka untuk pengembangan dalam
implementasinya. Diharapkan buku ini dapat mendukung terwujudnya Sumber Daya
Manusia yang berkualitas dan berdaya saing.