Anda di halaman 1dari 5

1.

Akhlak mulia sebagai tujuan pendidikan

Orang-orang yang beriman dan bertakwa adalah orang-orang yang penuh ikhlas
menjalankan perintah dari allah dan allah selalu mengawasi gerak-gerik mereka. Dalam surat
an-Nahl ayat 128 yang artinya yaitu:

“ Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang


berbuat kebaikan”.

Jadi dalam surat tersebut Allah telah menerangkan kepada kita yaitu Allah selalu ada disetiap
orang-orang yang bertakwa kepada nya, kemudian dari takwa tersebut adalah dapat dijadikan
sebagai sasaran dalam pendidikan hati yaitu:

a. Takwa
b. Akhlak mulia
c. Sehat
d. Mandiri
e. Demokratis
f. Tanggung jawab

Dari pendidikan hati tersebut dipadukan lagi pada sasaran pendidikan otak yang mencakup
beberapa hal yaitu:

a. Berilmu
b. Cakap/terampil
c. Kreatif.

Kedua pendidikan itu tidak dapat dipisahkan dikarenakan orang yang bertakwa
keapada Allah SWT sudah jelas dia mempunyai akhlak yang mulia sehat pikirannya dan lain
sebagainya, maka dari pada itu pasti orang tersebut berilmu pengetahuan yang luas, terampil
dalam berbagai hal, dan orang tersebut dapat berpikiran yang jernih dan juga kreatif. Karakter
yang kuat dan pribadi yang unggul dari seseorang dapat melahirkan perilaku dan kebiasaan-
kebiasaan yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dimasyarakat maupun berlaku
universal, karena memang sejak awal sudah ditanamkan pada diri seseorang.

Perilaku seperti itulah yang kita sebut dengan sebutan “baik”. Baik itu artinya ketika
semua nilai dan norma, yang bersala dari agama maupun dari adat dan budaya, telah
terintergrasi secara harmonis dan dinamis didalam diri seseorang. Semua tutur kata dan
tindakan orang baik adalah hasil olah rasa yang terus-menerus (intens), disamping juga ada
pertimbangan olah hati dan pikiran tentunya. Sehingga tidak pernah menyakiti dan merugikan
orang lain.

2. Pendidikan berkarakter baitullah

Baitullah yang arti sederhananya yaitu rumah Allah. Jika orang pintar dia tidak pernah
membuang-buang waktunya untuk menanyakan hal yang konyol seperti: Apakah Allah
memerlukan rumah?, jawabannya: tentu saja tidak. Karena orang yang beriman kepada Allah
tentu saja tahu apa yang telah dia tahu dari ilmu pengetahuan yang dia dapatkan.

Tiga tokoh yang sangat inspiratif dalam eksistensi Baitullah adalah Nabi Ibrahim As,
Nabi Ismail As, dan Siti Hajar As.

A. Nabi Ibrahim As

Nabi Ibrahim As tidak sedikitpun berpengaruh dengan lingkungannya yang musyrik


yaitu para penyembah berhala karena hatinya hidup. Hati yang hidup adalah hati yang selalu
berhubungan dengan Allah. Hati yang selalu mengikat Allah dan rindu ingin bertemu
dengan-Nya. Sedangkan hati masyarakat disekitar mati, sehingga mereka mudah dipengaruhi
oleh kekuatan luar yang menyesatkan, seperti ajakan( dakwah ) dari penyembah berhala.
Memang begitulah karakter hati. Mudah dibolak-balik. Kadang tidak konsisten, karena
mudah berubah.

Dalam pendidikan akhlak mulia, karakter Nabi Ibrahim As “diwakili” oleh praktik
shalat. Sebagai seorang Nabi, juga sebagi pelindung kaumnya dari segala sesuatu yang bisa
menyebabkan datangnya murka Allah, Beliau bagaikan tiang yang berdiri kokoh sebagai
penyanggah sebuah bangun. Yang dimaksud bangunan tersebut adalah bangunan sosial dan
spiritual. Ungkapan agama yaitu:

“ Shalat adalah tiang Agama”

Jadi orang yang mendirikan shalat yaitu laksana Nabi Ibrahim As yang berdiri kokh,
tegak, untuk mengayomi, melindungi dan menyelamatkan orang lain dari perbuatan keji dan
mungkar. Nabi Ibrahim As bahkan tetap selalu memegang prinsipnya walaupun kemudian
beliau ditangkap dan dibakar.

B. Nabi Ismail As

Nabi Ismail As adalah anak yang sangat cerdas dan terampil. Seluruh sifat baik ayah
Nabi Ismail As turun kepada Nabi Ismail As. Keberaniannya, kejujuran, kecerdasan, dan
keikhlasan adalah sifat yang dulu ada pada Nabi Ibrahim As yaitu ayahnya Nabi Ismail As.
Dalam pendidikan Akhlak mulia, karakter Nabi Ismail As dilambangkan dalam aktivitas
menunaikan zakat.

Shalat dan zakat seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa terpisahkan satu sama lain.
Menunaikan zakat adalah suatu hal dalam bentuk kepedulian kepada orang-orang yang
kesulitan untuk kebutuhan hidupnya. Nabi Ismail As adalah lambang keikhlasan berzakat,
bahkan berkorban demi dirinya sendiri. Sesorang yang berzakat atau menginfakkan harta nya
ibarat sedang berusaha mempersempit jarak antara simiskin dan sikaya.

Orang yang menunaikan zakat sesungguhnya dia telah melindungi fakir-miskin dari
panasnya hati terbakar iri dan dengki, menaungi kaum dhuafa dari dinginnya hembusan
dendam kesumat karena perbedaan status sosial. Juga melindungi kaum murjinal dari
guyuran hujan air mata kesedihan karena himpitan hidup.
Nabi Ismail As telah mewariskan kepada kita karakter akhlak mulia melalui zakat.
Zakat yaitu aktivitas sosial memberi san berempati kepada sesama makhluk Allah. Telinga
orang yang rajin memberi atau menunaikan zakat sangat peka dengan penderitaan sesama.
Dia juga dapat menghargai dan menghormati kehidupan, maka itu lah sebabnya dia tidak rela
bila ada orang miskin yang mengakhiri hidupnya dengan cara yang buruk. Karakter Nabi
Ismail As mencerminkan kecerdasan emosional.

C. Siti Hajar As

Siti Hajar As adalah wanita yang mulia mempunyai posisi sangat unik dalam lintasan
sejarah para Nabi Allah. Suami Siti Hajar As dan anaknya melambangkan shalat dan zakat
dalam pendidikan akhlak mulia, maka karakter yang paling tepat untuk Siti Hajar As tidak
lain adalah A-Qur’an yang dijadikan sebagai lambang cinta dan kasih sayang Allah kepada
umat manusia. Allah tidak ingin manusia terjerumus kelembah kenistaan karena mengikuti
dorongan dari hawa nafsunya. Untuk itulah Al-Qur’an diturunkan kepada umat manusia
melalui Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan sebagai pedoman hidupnya.

Siti Hajar As adalah represtasi kasih sayang Allah. Allah tidak ingin manusia menjauh
dari Rahmatn-Nya. Maka dia sapa manusia dengan firman-firman-Nya yang ada didalam Al-
Qur’an. Lebih lembut sapaan-Nya dari pada sapaan sayang seorang ibu kepada anaknya.
Karakter Siti Hajar As mencerminkan kecerdasan spiritual. Jadi pendidikan Baitullah adlah
pendidikan yang sesungguhnya menekankan pada pendidikan hati untuk mengembalikan
manusia kepada fitrahnya, tanpa harus mengabaikan pendidikan untuk otak. Bila pendidikan
hati berjalan sesuai dengan fitrah manusia, maka otak lebih mudah menerima nilai-nilai
kebaikan dan kebenaran.

Contoh paling fenomenal adalah keluarga suci Nabi Ibrahim As, bersama Siti Hajar
As dan Nabi Ismail As. Mereka adalah abdi-abdi Allah yang hati mereka selalu terpaut pada
Baitullah. Wajah mereka senantiasa mencari arah Baitullah. Dari sana lah mereka
menemukan spirit bagi kehidupan mereka.

3. Pendidikan berkarakter Baitullah Nabi Muhammad SAW.

Ilmu adalah wilayah gerapan pendidikan (otak), sedangkan karakter wilayah kerja
agama (hati). Ilmu adalah seolah-olah dunia tersendiri yang terpisah atau tidak boleh dikenai
hukum dan norma agama. Ilmu boleh melakukan apa saja dan tidak boleh ada sesuatu pun
yang berhak menghalangi kerja ilmu. Begitu uga agama, kalau dia hanya sekadar upacara
ritual yang kering dari ilmu, maka tidak akan sampai pada hakikatnya. Hakikat agama
maupun hakikat beragama. Yang ada hanya ikut-ikutan saja, atau sekadar warisan turun-
temurun.

Nabi Muhammad SAW adalah “putra Baitullah” karena beliau dilahirkan hanya
beberapa puluh meter dari berdirinya ka’bah, simbol untuk Baitullah, dan masih ada berada
dalam lingkungannya. Oleh karena itu, wajar saja bila beliau mampu menyerap spirit dari
kakek, nenek dan datuk beliau yang menjadi tokoh sentral dalam pendidikan berkarakter
Baitulah. Nabi Ibrahim As, Nabi Ismail As, dan Siti Hajar As. Dengan demikian, figur Nabi
Muhammad SAW adalah kombinasi semua kemuliaan akhlak keluarga Nabi Ismail As. Sifat
yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW yaitu: shiddiq, amanah, fathanah, dan tabligh.
Sifat-sifat mulia itulah yang menjadi karakter khas Nabi Muhammad SAW.

Titik tekan bahasan bagian ini tetap pada hati, khususnya dalam membentuk karakter
dan akhlak mulia. Siti Aisyah ra membuat kesaksian bahwa akhlak Rasulullah, Nabi
Muhammad SAW, adalah Al-Qur’an. Beliau adalah Al-Qur’an yang berjalan, singkatnya
Nabi Muhammad SAW adalah Al-Qur’an yang hidup.

Dengan demikian, bagi pendidikan berkarakter Baitullah Nabi Muhammad SAW


belajar bukan sekadar transformasi ilmu dari seorang guru kepada murid. Tapi lebih jau lagi,
belajar adalah bagaimana seseorang mengaktualisasiseluruh potensi kebaikan yang telah
Allah anugerahkan kepadanya untuk sebesar-besar manfaatnya. Belajar adalah bagian dari
mensyukuri nikmat Allah berupa talenta (bakat) dan kemampuan mencerap ilmu
pengetahuan.

Pendidikan berkarakter Baitullah Nabi Muhammad SAW adalah pindahnya dari suatu
kondisi yang buruk kepada kondisi kondisi yang baik, dalam arti seutuhnya, itu lah yang
dinamakan hijrah. Konsep hijrah adalah konsep perubahan dengan kesungguhan hati kearah
kebaikan dan perbaikan dalam makna yang sebenarnya. Seseorang belum bisa dikatakan telah
berhijrah kalau dia tidak berubah, misalnya dalam tingkah laku, pola pandang dan pola sikap,
dan seterusnya.

Peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW bersama keluarga dan para sahabat beliau
dari makkah ke madinah bukanlah perjalanan sederhana ingin menyelamatkan diri dari
tekanan fisik dan mental akibat ulah kaum kafir Quraisy yang biadab. Tapi ini adalah
perjalanan yang mengubah wajah peradaban manusia, dari berwajah muram, keji, kejam,
bodoh menjadi penuh semangat, cinta, kasih sayang, dan pintar. Dan kemudian sejarh tidak
bisa menghalangi jejak peradaban islam, yang pernah menghiasi sebagian besar wilayah
muka bumi, dari Timur sampai ke Barat.

Pendidikan berkarakter Baitullah Nabi Muhammad SAW juga mengarah manusia


pada kondisi kejiwaan yang paling penting esensial, yaitu selalu ingin berdekat-dekat dengan
Allah, tuhan maha pencipta. Orang yang selalu mendekatkan dirinya kepada Allah, maka
hatinya merasa tenang. Karena hatinya tenang maka semua hal kata, pekerjaan maupun
lainnya juga menjadi baik dan selalu meningkatkan kebaikan diri hari ke hari.

Pendidikan berkarakter Baitullah Nabi Muhammad SAWadalah merka yang


menjadikan setiap saat berkesempatan mengevaluasikan kerja hatinya. Karena “segumpal
daging” inilah yang senantiasa bolak-balik, kadang mencapai spiritual yang tinggi, kadang
berada dititik nadir keimanan dan keyakinan. Begitulah gerakan pendidikan berkarakter
Baitullah Nabi Muhammad SAW.
4. Dimensi nilai pendidikan Makkah dan Madinah

Dua tanah suci, Makkah Al-Mukarramah dan Madinah Al-Munawwarah, merupakan


landasan pendidikan berkarakter sekaligus pendidikan akhlak mulia bagi seluruh manusia.
Kota suci Makkah didirikan oleh Nabi Ibrahim As beserta keluarganya dan kota Suci
Madinah didirikan oleh Rasulullah, Nabi Muhammad SAW bersama keluragnya juga dan
para sahabat beliau.

a. Makkah

Kota suci Makkah ini adalah lambang untuk dimensi hati dan sifat yang melahirkan
karakter kuat, kemudian juga dikota inilah Nabi Muhammad SAW dilahirkan, hanya
beberapa puluh meter dari ka’bah. Dikota ini pula beliau ditempa oleh berbagai kesulitan dan
tekanan hebat yang membuat beliau menjadi pribadi yang unggul dan luar biasa. Makkah
secara umum membentuk karakter kuat kaum muslimin yang kemudian hijrah ke yatsrib
(madinah).

Karakter makkah adalh karakter tauhid yang vertikal. Siapa saja kaum Muslimin yang
masuk ke makkah, dia seperti masuk kedalam pusaran besar sebuah gerakan memuji,
mengagungkan dan membesarkan Allah, hanya ada Allah di hatinya. Tidak ada yang lain,
inilah kekuatan dahsyat , yang berhasil mengukir sejarah peradaban manusia dengan tinta
emas selama 7 abad, dan sampai sekarang peradaban itu tidak bisa disamai lagi oleh
peradaban manusia yang mendasari gerakannya berdasarkan ideologi atau isme-isme tertentu
hasil buatan manusia juga.

b. Madinah

Madinah (yang dulu disebut yatsrib) adalah kota dataran rendah yang dikelilingi
gunung dan bukit. Madinah Al-Munawwarah sesuai maknanya “kota yag berpendaran
cahaya” adalah kota peradaban. Madinah adalah kota yang tercerahkan oleh firman-firman
Allah dan sabda-sabda Nabi Muhammad SAW. Pendaran cahaya yang memancar keseluruh
penjuru dunia dari kota ini karena kemuliaan akhlak pimpinannya yang agung, Nabi
Muhammad SAW. Kemudian beliau juga mengatakan secara tegas yang bahwa menuntut
ilmu itu wajib bagi setiap muslim.

Setelah beberapa tahun wafatnya Nabi Muhammad SAW, madinah telah menularkan
secara luar biasa spirit keilmuan ini kesetiap sudut dan pelosok permukaan bumi. Menerobos
kegelapan dan gelap gulita peradaban barbar dan mengubahnya menjadi perdaban berwajah
manusia.

Anda mungkin juga menyukai