Anda di halaman 1dari 180

KEPERAWATAN JIWA

STRATEGI PELAKSANAAN DAN LAPORAN PENDAHULUAN

OLEH :

NI PUTU AYU PRAMESTI PUTRI (P07120018089 / Tk. III.3)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TH. 2020
STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP1) PADA KLIEN
DENGAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Ny. M, usia 33 tahun mempunyai seorang suami yang bekerja di
suatu perusahaan sebagai tulang punggung keluarga. Seminggu
yang lalu, suami Ibu M meninggal karena kecelakaan. Sejak
kejadian tersebut, Ibu M sering melamun dan selalu mengatakan
jika suaminya belum meninggal. Ibu M terlihat sering mengingkari
kehilangan, dan menangis Selain itu, Ibu M juga tidak mau
berinteraksi dengan orang lain dan merasa gelisah sehingga susah
tidur.
2. Diagnosa Keperawatan
Berduka
disfungsional
3. Tujuan khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat dan klien dapat merasa aman dan nyaman saat
berinteraksi dengan perawat
b. Klien mampu mengungkapkan pikiran dan
perasaannya
c. Klien merasa lebih tenang
4. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan cara
mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan diri perawat
sambil berjabat tangan dengan klien

b. Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan


perasaannya Dengarkan setiap perkataan klien. Beri respon,
tetapi tidak bersifat menghakimi
c. Ajarkan klien teknik relaksa
B. Strategi pelaksanaan
1. Tahap orientasi
a. Salam terapeutik:
S : “selamat pagi Ibu, Saya Mardhiah, Ibu bisa memanggil
saya suster diah. Saya perawat yang dinas pagi ini dari
pukul 07.00 sampai 14.00 nanti dan saya yang akan
merawat Ibu. Nama Ibu siapa? Ibu senangnya dipanggil
apa?”
P : “panggil saja saya Mita”
b. Evaluasi / validasi:
S ; “Baiklah bu, bagaimana keadaan Ibu M hari ini?”
P : “saya masih sedih sus atas meninggalnya suami saya.”

c. Kontrak:
1) Topik :
S :“Kalau begitu, bagaimana jika kita berbincang-bincang
sebentar tentang keadaan ibu? Tujuannya supaya ibu
bisa Plebih tenang bu dalam menghadapi keadaan
ini, dengan ibu mau berbagi cerita dengan
saya, kesedihan ibu mungkin bisa berkurang”
P : “boleh sus. Saya juga ingin ditemani sebentar.”
2) Waktu :
S : “Ibu maunya berapa lama kita berbincang-bincang?”
P : “30 menit saja cukup sus.”

3) Tempat
:
S : “Ibu mau kita berbincang-bincang dimana? Di sini
saja? Baiklah.”
2. Tahap kerja
S : “Baiklah Ibu M, bisa Ibu jelaskan kepada saya bagaimana
perasaan Ibu M saat ini?”
P : “Entah lah sus. Saya masih tidak terima setelah di tinggal
meninggal oleh suami saya. Dia telah berjanji pada saya
untuk sehidup semati dengan saya. Tapi dia tega
meninggalkan saya sendirian sekarang.”
S : “Saya mengerti Ibu sangat sulit menerima kenyataan ini. Tapi
kondisi sebenarnya memang suami Ibu telah meninggal. Sabar
ya, Bu.”
P: “Saya sudah sabar sus. Suda sangat sabar. Tapi tetap saja
saya tidak terima sus.”
S : “Saya tidak bermaksud untuk tidak mendukung Ibu. Tapi
coba Ibu pikir, jika Ibu pulang ke rumah nanti, Ibu tidak akan
bertemu dengan suami Ibu karena beliau memang sudah
meninggal. Itu sudah menjadi kehendak Tuhan, Bu. Ibu harus
berusaha menerima kenyataan ini.”
P : “Tapi saya belum bisa menerima semua ini sus. Saya merasa
sangat kehilangan sus.”
S : “Ibu, hidup matinya seseorang semua sudah diatur oleh
Tuhan.

Meninggalnya suami Ibu juga merupakan kehendak-Nya


sebagai Maha Pemilik Hidup. Tidak ada satu orang pun yang
dapat mencegahnya, termasuk saya ataupun Ibu sendiri.”
P : “hummmmm kalau memang seperti itu. Saya harus
mengihklaskan suami saya pergi.”
S : “Ibu sudah bisa memahaminya?”
P : “iya sus. Saya sudah mulai memahaminya. Saya masih cemas
saja. Apakah bisa saya memenuhi kebutuhan anak anak saya.”
S : “Ibu tidak perlu cemas. Umur Ibu masih muda, Ibu bisa
mencoba mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga Ibu. Saya percaya Ibu mempunyai keahlian yang bisa
digunakan. Ibu juga tidak akan hidup sendiri. Ibu masih punya
saudara-saudara, anak-anak dan orang lain yang sayang dan
peduli sama Ibu.”
P : “walaupun seperti itu saya masih tetap cemas sus.”
S : “Untuk mengurangi rasa cemas Ibu, sekarang Ibu ikuti
teknik relaksasi yang saya lakukan. Coba sekarang Ibu tarik
napas yang dalam, tahan sebentar, kemudian hembuskan
perlahanlahan.”
P : (engikuti Instruksi dengan baik)
S : “Ya, bagus sekali Bu, seperti itu.”

3. Tahap terminasi a. Evaluasi:


(Subjektif):
S : “Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apa Ibu sudah mulai
memahami kondisi yang sebenarnya terjadi?”
P : “iya sus saya mulai menerima semuanya.”

(Objektif) :
S : “Kalau begitu, coba Ibu jelaskan lagi, hal-hal yang Ibu
dapatkan dari perbincangan kita tadi dan coba Ibu ulangi
teknik relaksasi yang telah kita lakukan.”
P : “yang saya dapatkan dari pembicaraan hari ini itu saya dapat
menerima yang terjadi pada saya, dan saya mencoba untuk
mengikhlaskan semuanya dan mencoba menjalankan hidup
saya sebaik mungkin dan ini semua untu anak anak saya dan
keluarga saya. dan saat saya merasa cemas saya bisa
menggunakan teknik relaksasi, seperti menarik nafas panjang
seperti yang dilakukan suster tadi.”

b. Tindak Lanjut :
S :“Ya, bagus sekali Bu. Nah, setiap kali Ibu merasa cemas, Ibu
dapat melakukan teknik tersebut. Dan setiap kali Ibu merasa
Ibu tidak terima dengan kenyataan ini, Ibu dapat mengingat
kembali perbincangan kita hari ini

c. Kontrak yang akan


datang:
 Sesuai dengan kontrak kita tadi kita berbincang-bincang
selama 30 menit dan sekarang sudah 30 menit bu!
 Bu, kapan ibu mau kita melanjutkan perbincangan kita?
 Bagaimana kalau kita besok membicarakan tentang hobi ibu
 Ibu maunya dimana?
 Nah, sekarang ibu istirahat dulu
 Sebelum saya permisi apak ada yang mau ibu tanyakan?
 Baiklah, kalau tidak ada, saya permisi dulu ya
Bu.
Assalamu’alaikum
STRATEGI PELAKSANAAN PADA PASIEN GANGGUAN KONSEP DIRI
(GANGGUAN CITRA TUBUH)
Kasus :
Ada seorang wanita berusia 25 tahun dengan nama Ny.I , ia mendapat musibah
kecelakaan yang membuat kaki kirinya dioperasi dan harus diamputasi. Ny .I sering kali
merasa malu dan tidak percaya diri akan penampilannya. Ia merasa malu dengan
kakinya takut orang lain akan meledek penampilannya.

 SP 1 :Pasien Membina hubungan saling percaya, diskusi tentang citra tubuh,


harapan, dan potensi yang dimiliki
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subjektif
1) Klien mengatakan tidak mau membahas masalah kakinya (post op amputasi
1/3 sinistra)
2) Klien mengatakan tidak mau melakukan latihan jalan
3) Klien mengatakan sering merasakan jari kakinya sakit atau gatal dan
mencoba menggaruknya
b. Data Objektif
1) Post op amputasi kaki 1/3 sinistra
2) Klien tampak menutupi bagian kaki yang di amputasi
3) Klien tampak takut
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Konsep Diri : Citra Tubuh
3. Tujuan Tindakan

Klien mampu membina hubungan saling percaya dan mau untuk berdiskusi
B. SP 1 :Pasien membina hubungan saling percaya, diskusi tentang citra tubuh,
harapan, dan potensi yang dimilki
1. ORIENTASI
a. Salam Terapeutik
”Selamat pagi ? Perkenalkan nama saya Desak Ayu panggil saja perawat Desak,
saya datang untuk merawat mbak, nama mbak siapa ? dan senang dipanggil
siapa?
b. Evaluasi/Validasi
”Bagaimana perasaan Mbak Is hari ini? Bagaimana penyembuhan lukanya
mbak?”
c. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang perasaan mbak terhadap
kaki mbak yang terganggu” (perhatikan data-data gangguan citra tubuh !)
2) Waktu
“Mau berapa lama ?Bagaimana kalau 30 menit ?”
3) Tempat
“Mau dimana kita bercakap - cakap,diruang tamu ?”
2. KERJA

”Bagaimana perasaan mbak Is tentang kaki yang sudah mulai sembuh ?


Apa harapan mbak untuk penyembuhan ini ?
Baik, bagaimana kalau kita bicarakan potensi bagian tubuh mbak yang lain ?
Mari kita mulai dari..... (Boleh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki)
Nah mata mbak masih awas ya, Bagus !
Bagaimana dengan kedua tangan mbak......dst (Jadi ada daftar potensi tubuh
yang masih prima).
Wah! Banyak sekali yang masih berfungsi dengan baik yang perlu disyukuri”
3. TERMINASI
a. Evaluasi Subjektif
”Bagaimana perasaannya setelah kita bercakap - cakap? “
b. EvaluasiObjektif
“Coba mbak sebutkan lagi anggota tubuh yang masih baik?
Wah ! banyak sekali bagian tubuh mbak yang masih berfungsi dengan baik”
(sebutkan beberapa)
c. RencanaTindakLanjut
”Bagaimana kalau kita buat jadwal kegiatan menggunakan potensi tubuh
yang masih baik (masukkan jadwal kegiatan)”
d. Kontrak
1) Topik
”Baik, dua hari lagi kita bertemu untuk membicarakan cara memenuhi
harapan mbak yang terganggu.”
2) Tempat
“Mbak maunya dimana? Baiklah kalau begitu, saya akan menemui mbak
di kamar mbak ya”
3) Waktu
“Mau jam berapa mbak ? Baik !sampai jumpa. Selamat pagi”

 SP 2 : Pasien Mengevaluasi kegiatan yang sudah dilakukan, mengidentifikasi


dan melakukan cara meningkatkan citra tubuh.

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subjektif
1) Klien mengatakan tidak mau membahas masalah kakinya (post op
amputasi 1/3 sinistra)
2) Klien mengatakan khawatir dengan penampilannya.
b. Data Objektif
1) Post op amputasi kaki 1/3 sinistra
2) Klien tampak menutupi bagian kaki yang di amputasi
3) Klien tampak takut
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Konsep Diri : Citra Tubuh
3. Tujuan Tindakan

Klien mampu membina hubungan saling percaya dan mau untuk berdiskusi
B. SP 2 :Pasien Mengevaluasi kegiatan yang sudah dilakukan, mengidentifikasi dan
melakukan cara meningkatkan citra tubuh.
1. ORIENTASI
a. Salam Terapeutik
”Selamat pagi mbak ! sedang apa sekarang ? masih ingat dengan saya,
perawat Desak?
Sesuai dengan janji kita kemarin, saya datang lagi. Bisa kita bercakap-
cakap ?”
b. Evaluasi/Validasi
”Bagaimana perasaan mbak hari ini?
Apakah sudah dicoba kegiatannya sesuai jadwal ?
bagaimana perasaannya setelah mencoba ?”
c. Kontrak
1) Topik
”Baik, bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang cara
meningkatkan fungsi kaki mbak ?”
2) Waktu
“Mau berapa lama, bagaimana kalau 30 menit ?”
3) Tempat
“Mau bicara dimana mbak, bagaimana kalau di ruang tamu ?”

2. KERJA

”Mbak selama ini apa yang mbaklakukan agar kaki mbak berfungsi kembali?
Dan apa yang mbak lakukan untuk mengurangi rasa malu ? Beri pujian jika
jawaban pasien positif
”Mbak ada beberapa cara yang dapat dilakukan :
1. Untuk mengurangi rasa malu dilihat oleh orang lain, mbak bisa melakukan
menutupi bagian tubuh yang berubah misalnya pakai rok panjang.

2. Untuk mengembalikan fungsinya dengan cara mengganti dengan yang palsu,


misalnya wig, kaki palsu, kosmetik

3. Menerima perubahan yang terjadi dengan menyentuh, melihat bagian yang


berubah. Nah, yang mana yang mau dicoba ?” (Jika pasien ingin kaki palsu,
saudara harus mencari informasi)

”Selain itu mbak bisa melakukan sosialisasi dengan keluarga dan teman – teman
lain melalui berbagai aktifitas”
3. TERMINASI
a. Evaluasi Subjektif
” Bagaimana perasaannya setelah kita bercakap - cakap?”
b. Evaluasi Objektif
“Ada berapa cara tadi yang bisa dicoba ? Bagus !”
c. Rencana Tindak Lanjut
”Jadi kira-kira mbak ingin melakukan hal apa? Memakai pakaian yang
panjang? Baiklah, silahkan coba dengan pakaian yang panjang. Adakan ya
rok panjang mbak ?”
d. Kontrak
1) Topik
”Baik, dua hari lagi kita bertemu, kita akan bicara tentang bagaimana
bercakap-cakap dengan orang lain (Gunakan Modul IsolasiSosial). Untuk
informasi kaki palsu, saya akan cari dulu, segera saya beritahu.”
2) Tempat
“Mbak maunya dimana? Baiklah kalau begitu, saya akan menemui mbak
di kamar mbak ya”
3) Waktu
“Mau jam berapa mbak ?Baik !sampai jumpa. Selamat pagi”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
ANSIETAS

A. Proses Keperawatan
a. Kondisi Klien : Klien sudah beberapa hari mengalami gelisah, sulit tidur, tidak
nafsu makan. Klien selalu memikirkan jadwal operasi anaknya yang tidak ada
kepastian. Biayapun menjadi sumber kekhawatiran Ny. M karena ia tidak tahu
darimana ia harus memenuhi biaya alat operasi anaknya yang tidak ditanggung
Jamkesmas.
b. Diagnosa Keperawatan : Ansietas
c. Tujuan :
a. Pasien mampu membina hubungan saling percaya
b. Pasien mampu mengenal ansietas
c. Pasien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi
d. Pasien mampu memperagakan dan menggunakan teknik relaksasi untuk
mengatasi ansietas
d. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan yang harus dilakukan
dalam membina hubungan saling percaya adalah :
1) Mengucapkan salam terapeutik 
2) Berjabat tangan
3) Memperkenalkan identitas diri (nama lengkap, nama panggilan, asal
institusi)
4) Menanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
5) Menjelaskan tujuan interaksi
6) Menyepakati kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu
pasien

b. Bantu pasien mengenal ansietas


1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya
2) Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas
3) Bantu pasien mengenal penyebab ansietas
4) Bantu pasien menyadari perilaku akibat ansietas
c. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa percaya
diri dengan teknik tarik nafas dalam
d. Motivasi pasien melakukan teknik relaksasi setiap kali ansietas muncul

B. Proses Pelaksanaan Tindakan


1. Tahap Orientasi
a. Salam Teraupetik
P: “Selamat pagi Ibu ! Boleh saya duduk?”
K: “Ya. Silahkan sus.”
P: “Saya perawat yang bertugas pada pagi ini, saya perawat yupita. Saya bertugas
di Ruang Angsa ini dari jam 8 pagi sampai jam 2 siang nanti. Ibu benar dengan
Ibu Rani Mia Dewi? “
K: “Benar, sus. ”
P: “Ibu senangnya dipanggil apa?”
K: “Ibu Mia saja sus... “
b. Evaluasi/validasi
P: “Oke Ibu Mia, bagaimana perasaan Ibu hari ini? “ apa tadi malam tidur ibu
nyenyak?”
K: “saya tidak bisa tidur sudah 3 hari ini, sus.”
c. Kontrak
P: “Sekarang apa yang ibu pikirkan? Bagaiman kalau kita bercakap-cakap tentang
perasaan yang ibu rasakan?”
K:“hmmmm...boleh sus”
P:”Mau berapa lama, ibu? bagaimana kalau 20 menit? 
K:”iya boleh sus”
P:”Kita bicaranya disini saja atau di mana, ibu....?”
K: “disini sajalah, sus...”
2. Tahap Kerja
P:”Tadi ibu katakan, ibu merasa gelisah, tidak bisa tidur, coba ibu ceritakan lebih
lanjut tentang perasaan ibu? apa yang ibu sedang pikirkan?
K:”Begini sus, beberapa hari mengalami gelisah, sulit tidur, tidak nafsu makan. Saya
selalu memikirkan jadwal operasi anaknya yang tidak ada kepastian. Biayapun
menjadi sumber kekhawatiran saya karena sayatidak tahu darimana ia harus
memenuhi biaya alat operasi anak saya yang tidak ditanggung Jamkesmas.
P:”Apakah sebelumnya ibu pernah mengalami kondisi seperti sekarang ini?”
K:”Baru kali ini sus”
P:”Jadi kalau ibu punya masalah, ibu akan memikirkan terus masalah itu sehingga
ibu merasa gelisah, tidak bisa tidur, tidak nafsu makan?”
K:”Iya sus, saya sampai tidak bisa tidur dan nafsu makan”
P: “Apa pekerjaan ibu sehari-hari? Apakah ibu selama ini puas dengan pekerjaan
yang ibu lakukan? Bagaimana dengan penghasilan ibu?”
K:” Saya bekerja sebagai buruh cuci uang gaji saya saja hanya cukup untuk makan
sehari-hari, tapi sekarang saya harus berpikir trntang operasi yang akan anak saya
jalani”
P: “Apa yang ibu lakukan? Dengan siapa biasanya ibu meminta bantuan untuk 
menyelesaikan masalah kalau ibu merasa tidak mampu menyelesaikan masalah
tersebut?
K:”Bisa sus, tapi saya biasanya meminta banguan dengan saudari ipar saya”
P:”Apakah ibu berhasil menyelesaikan masalah tersebut?”
K:”Bisa sus”
P:“Wah, baik sekali, berarti dulu ibu pernah mampu menyelesaikan masalah yang
cukup berat, saya yakin sekali ibu sekarang juga akan mampu menyelesaikan
kecemasan yang ibu rasakan.
P: “Ibu tidak perlu cemas. Umur Ibu masih muda, Ibu bisa mencoba mencari
pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan keluarga Ibu. Saya percaya Ibu mempunyai
keahlian yang bisa digunakan. Ibu juga tidak akan hidup sendiri. Ibu masih punya
saudara-saudara, anak-anak dan orang lain yang sayang dan peduli sama Ibu.”
P: “Saya akan mengajarkan Ibu Teknik Relaksasi Nafas Dalam. Teknik ini bertujuan
untuk menenangkan pikiran Ibu dan menurunkan rasa cemas yang Ibu rasakan.
Kiranya waktu yang diperlukan yaitu 5 menit. Apa Ibu ingin mencoba?.”
K: “Boleh, sus.”
P: ”Posisi Ibu harus duduk tegak, kaki menyentuh lantai, dan bahu rileks. Tutup
mata dan Tarik nafas kuat-kuat melalui hidung, hitung 5x lalu hembuskan melalui
mulut secara perlahan juga dalam hitungan 5x. Lakukan teknik ini 3x, bu.
“(Diperagakan oleh Perawat)
P: “Baik, Ibu sudah mengerti?. Sekarang, Ibu bisa mencobanya.”
K: “Baik, sus.” (Klien mencoba)
P: “Ya, seperti itu. Bagus sekali, Ibu sudah melakukan teknik dengan baik.

3. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
P: ”Bagaimana perasaan ibu setelah kita ngobrol tentang masalah yang ibu
rasakan dan latihan relaksasi? Apa ibu mengulang kembali cara yang sudah kita
pelajari tadi?”
K: “ Saya sudah mulai agak tenang sekarang, sus.” begini sus?”
P: “iya, benar sekali"
b. Tindak lanjut
P:“ jam berapa ibu akan berlatih lagi melakukan cara ini? Mari, kita masukkan
dalam jadwal harian ibu. Jadi, setiap ibu merasa cemas, ibu bisa langsung
praktikkan cara ini, dan bisa melakukannya lagi sesuai jadwal yang telah kita
buat.”
K: “ Baiklah suster”
c. Kontrak yang akan datang
P: ”Sudah 30 menit ya, Bu. Saya rasa perbincangan kita kali ini sudah cukup.
Besok sekitar jam 09.00 saya akan datang kembali untuk membicarakan tentang
hobi Ibu. Mungkin besok kita bisa berbincang-bincang di taman depan ya Bu.
Apa ada yang ingin Ibu tanyakan? Baiklah, kalau tidak ada, saya permisi dulu ya
Bu. Selamat pagi.”
STRATEGI PELAKSANAAN PADA KLIEN
DENGAN HARGA DIRI RENDAH

KASUS
Klien beinisial Ny. D usia 40 Tahun, Pasien ini didalam keluarganya pasien sering
direndahkan karena pasien tidak mampu melakukan pekerjaan orang nomal pada
umumnya karena klien mengalami kecacatan fisik karena mengalami kecelakaan
pada waktu lalu.

Masalah Keperawatan: Harga Diri rendah


Pertemuan : ke 1 (Satu)
Hari, Tanggal : Senin, 20 April 2020
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Mengkritik diri sendiri.
b. Perasaan tidak mampu
c. Pandangan hidup yang pesimis
d. Penurunan produktifitas
e. Penolakan terhadap kemampuan diri
2. Diagnosa keperawatan
Resiko isolasi : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
3. Tujuan Umum :
 Mampu mengatasi harga diri rendah
.4. Tujuan Khusus
Pasien mampu :
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek poyantif yang dimiliki
c. Menilai kemampuan yang dapat digunakan
5. Tindakan Keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya dengan cara :
1) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
2) Perkenalkan diri dengan pasien
3) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
4) Buat kontrak asuhan
5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi
6) Tunjukkan sikap empati terhadap klien
7) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
b. Beri kesempatan pada klien untuk mengungakapkan perasaannya
c. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
2.Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Tahap Orientasi
a. Salam Teraupetik
Perawat : “Selamat pagi Ibu! Boleh saya duduk?”
Klien : “Ya. Silahkan sus.”
Perawat : “Perkenalkan saya perawat Lina. Saya perawat yang bertugas
pada pagi ini, di Ruang Dahlia dari jam 8 pagi sampai jam 2
siang nanti. Kalau boleh saya tau dengan ibu siapa saya
berbicara? “
Klien : “Saya ibu Damayanti sus. ”
Perawat : “Ibu senangnya dipanggil siapa?”
Klien : “Ibu yanti saja sus... “
b. Evaluasi/validasi
Perawat : “Oke Ibu Yanti, bagaimana perasaan Ibu hari ini? “
Klien : “saya merasa tidak berguna dan tidak bisa melakukan apa-apa
saat dirawat disini, dan saya khawatir saat pulang dari rumah
sakit saya tmasih tidak bisa seperti orang orang pada umumnya,
sus.”
Perawat : “oh begitu jadi ibu merasa tidak berguna kalau saat dirawat
disini”
Klien : “iya sus”
c. Kontrak
Perawat : “Sekarang apa yang ibu pikirkan? Bagaiman kalau kita
bercakap-cakap tentang perasaan yang ibu rasakan?”
Klien :“hmmmm...boleh sus”
Perawat :”Mau berapa lama, ibu? bagaimana kalau 15 menit? 
Klien :”iya boleh sus”
Perawat :”Kita bicaranya disini saja atau di mana, ibu....?”
Klien : “disini saja sus, saya juga tidak bisa kemana mana sus”
2. Tahap Kerja
Perawat :”Tadi ibu mengatakan, ibu merasa tidak percaya diri saat akan
melakukan kegiatan, kegiatan apa saja yang sering ibu Yanti
lakukan ?”
Klien : “Ya seperti ibu ibu pada umumnya sus sperti memasak, mencuci
buian, kepasar. Nanti siapa yang membuatkan suami dan anak saya
masakan lagi dengan keadaan saya seperti ini sus”
Perawat : “Terus kegiatan apalagi yang sering ibu lakukan? Kalau tidak
salah ibu juga punya usaha jarit buaian yaa bu?”
Klien : “Iya sus saya punya usaha menjarit buaian sendiri dirumah sus”
Perawat : “wah bagus sekali! Bagaimana kalau ibu Yanti menceritakan
kelebihan lain/kemampuan lain yang dimiliki?”
Klien : “Iya sus, saya dari kecil sudah suka menjarit buaian sendiri dari
tangan saya sus, karena dulu saya sering melihat ibu saya
menjarit buaian saya yang robek dan saya juga senang
melukis sus.”
Perawat : “Bagaimana dengan keluarga ibu Yanti, abuah mereka
menyenangi apa yang ibu lakukan selama ini, atau abuah
mereka sering mengejek hasil kerja ibu?”.
Klien : “Tidak sus, keluarga saya malah mendukung saya melakukan
kerjan itu sus, sambil menambah penghasilan keluarga saya
sus.”
Perawat : “Baik, kalau disini ibu boleh melakukan hobi yang ibu senangi
yaa bu seperti menjarit manual dengan tangan ataupun
melukis, tidak akan ada yang melarang ibu, jangan takut ya
bu.”
Klien : Baik, sus”

3. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
Perawat : ”Bagaimana perasaan ibu setelah kita ngobrol tentang masalah
yang ibu rasakan ?”
Klien : “ Saya sudah mulai agak tenang sekarang, sus.”
Perawat : “ Baik, baiklah bu"
b. Tindak lanjut
Perawat :“ Baiklah bu yanti , nanti ibu ingat-ingat lagi iya, kemampuan
ibu yang lain dan belum sempat ibu ceritakan kepada saya.”
Klien : “ Baiklah suster”
c. Kontrak yang akan datang
Perawat : ”Sudah 15 menit ya, Bu. Saya rasa perbincangan kita kali ini
sudah cukup. Besok sekitar jam 09.00 saya akan datang
kembali untuk membicarakan tentang hobi Ibu. Mungkin
besok kita bisa berbincang-bincang di taman depan ya Bu.
Klien : “Iya sus”
Perawat : ”Apa ada yang ingin Ibu tanyakan?
Klien : “Tidak sus”
Perawat : “Baiklah, kalau tidak ada, saya permisi dulu ya Bu. Selamat
pagi.”
STRATEGI PELAKSANAAN
PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN

Kondisi pasien :
Pasien perempuan usia 30 tahun, masuk ke rumah sakit Jiwa Bangli pukul 07.00
WITA. Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
mendekatkan telinga kearah tertentu, dan menutup telinga. Klien mengatakan
mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajaknya
bercakap-cakap, dan mendengar suara menyuruh melakukan sesuatau yang
berbahaya padahal pada kenyataannya suara tersebut tidak ada.

Diagnosa Keperawatan :

Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

Rencana Tindakan Keperawatan :

a. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik

1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal

2) Perkenalkan diri dengan sopan

3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien

4) Jelaskan tujuan pertemuan

5) Jujur dan menepati janji

6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

7) Beri perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar klien.

b. Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi


halusinasi, frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi

c. Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara mengharbu. Tahapan


tindakan yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut :

1) Jelaskan cara mengharbu halusinasi

2) Peragakan cara mengharbu halusinasi

3) Minta klien memperagakan ulang

4) Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien yang
sesuai

5) Masukkan dalam jadwal kegiatan klien

Tujuan :

a. Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan criteria sebagai


berikut.

1) Ekspresi wajah bersahabat

2) Menunjukkkan rasa senang

3) Klien bersedia diajak berjabat tangan

4) Klien bersedia menyebutkan nama

5) Ada kontak mata

6) Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat

7) Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya.

b. Membantu klien mengenal halusinasinya

c. Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan mengharbu


halusinasi
Fase orientasi

Salam terapeutik

Perawat : “Selamat pagi, saya perawat Lina, nama ibu siapa ?”

(mendekat kearah pasien dan mengulurkan tangan)

Pasien : “Selamat pagi, nama saya Dewi”

(Pasien menjabat tangan perawat)

Evaluasi dan Validasi

Perawat : “Apa kabar bu? Bagaimana perasaannya hari ini? ibu sepertinya tambu
gelisah.”

Pasien : “Iya gelisah bu, telinga saya rasanya penuh dengan suara suara yang
sangat mengganggu saya.”

Kontrak

Perawat : “Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit?
Bagaimana kalau 15 menit? Bisa?” (tersenyum)

Pasien : “ Iya saya setuju saja.”

Perawat : “Di mana kita akan bincang-bincang ?”

Pasien : “ Disini saja ya”

Perawat : “Abuah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya?”

Pasien :” Saya tidak keberatan kok”


Fase Kerja

Perawat : “Bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara dan sesuatu yang selama
ini Ibu dengar dan lihat tetapi tidak tambu wujudnya?”

Pasien : “Ya saya mau curhat dengan kamu”

Perawat : “Abuah Ibu melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?
Seperti apa yang kelihatannya?”

Pasien : “Saya hanya mendengar suaranya saja, tidak melihat bayangan atau
makhluk halus”

Perawat : “Berapa kali sehari Ibu mengalaminya? Pada keadaan apa, abuah pada
waktu sendiri?”

Pasien : “Saya mendengar 3x sehari, dan pada saat saya benar benar ngantuk dan
disaat keramaian ataupun saat sendirian”

Perawat : “Apa yang Ibu lakukan saat mendengar suara tersebut?“Abuah dengan
cara itu suara tersebut hilang?”

Pasien : “Saya menutup telinga saya atau langsung mencari anak saya seketika
juga suara tersebut hilang”

Perawat : “Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara agar
tidak muncul?”

Pasien : “Baiklah saya mau”

Perawat : “Ibu ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama,
dengan mengharbu suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah
terjadwal. Keempat, minum obat dengan teratur yang sudah
diresepkan dokter.”
Pasien : “ Lumayan banyak ya, ya saya usahakan mengikutinya.”

Perawat : “Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan mengharbu.
Caranya seperti ini: Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang
dalam hati, “Pergi Saya tidak mau dengar. Saya tidak mau dengar.
Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak
terdengar lagi ya bu.”

Pasien : “Saya tirukan ya.” (sambil memikirkan dan memeragakannya)

Perawat : “Nah begitu………….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”

Fase terminasi

Evaluasi subjektif

Perawat : “Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang
tidak dengan latihan tadi?”

Pasien : “ Iya bu ibu sudah lebih baik daripada sebelumnya.”

Evaluasi objektif

Perawat : “Saya ingin tahu, coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau
bayangan itu agar tidak muncul lagi.”

Pasien : “1. Mengharbu, 2. Mengobrol dengan orang, 3. Melakukan aktivitas


terjadwal, 4. Minum obat yang teratur.”

Rencana Tindak Lanjut

Perawat : “Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba cara
tersebut Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya?”

Pasien : “Baik bu ayo.”

Kontrak yang akan datang

Perawat : “Untuk besok mau jam berapa latihannya bu? Kira-kira tempat yang
enak buat kita ngobrol besok di mana ya?”

Pasien : “Pagi saja samakan seperti hari ini.”

Perawat :” Baik, terimakasih bu. Semoga lekas sembuh.”

Pasien :” Iyabu terimakasih juga.”


STRATEGI PELAKSANAAN
PADA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

KASUS
Ny. W telah dirawat di rumah sakit karena penyakit yang dideritanya yaitu
TB. Selama dirawat ia selalu ingin sendirian, merasa tidak aman ditempat
umum sehingga jarang untuk keluar ruangan. Klien juga menolak
berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan. Saat buaji, klien
mengatakan jika dirinya merasa berbeda dengan orang lain merasa tidak
mempunyai tujuan yang jelas.

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Data subjektif :
a. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Klien merasa bosan
d. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
e. Klien merasa tidak berguna
Data objektif :
a. Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan
pelan
b. Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada
c. Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
d. Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
e. Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secara
berulang-ulang
f. Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
g. Ekspresi wajah tidak berseri
h. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
i. Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
j. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
2. Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial
3. Tujuan umum :
Klien mampu mengatasi isolasi sosial
4. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
b. Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial
c. Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap
d. Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan
sosial.
e. Klien mampu menjelaskan perasaan setelah berhubungan dengan
orang lain.
5. Tindakan Keperawatan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Tindakan :
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Berjabat tangan
3) Memperkenalkan identitas diri (nama lengkap, nama panggilan,
asal institusi)
4) Menanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai
5) Menjelaskan tujuan interaksi
6) Menyebuati kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu
pasien
b. Mengidentifikasi penyebab isolasi pasien
c. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan
orang lain.
d. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang
lain
e. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
f. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-
bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.
B. STRATEGI KEPERAWATAN
1. Orientasi
Salam Teraupetik
P: “Selamat pagi Ibu. Boleh saya duduk?”
K: “Ya. Silahkan sus.”
P: “Saya perawat Lina Anggreni, Ibu bisa memanggil saya perawat Lina saja.  Saya
bertugas di Ruang Mawar ini dari jam 8 pagi sampai jam 2 siang nanti.
K: “Ya sus”
P: “Ibu dengan siapa? dan senangnya dipanggil apa?”
K: “Nama saya Ibu Yani, panggil Ibu Yan saja sus... “
Evaluasi/validasi
P: “Oke Ibu Yan, bagaimana perasaan Ibu hari ini? Masih ingat ada kejadian apa
sampai ibu dibawa ke rumah sakit ini?”
K: “Hmmm saya rasa masih sus”
Kontrak
P: “apa yang sedang ibu fikirkan? Dari tadi saya perhatikan ibu Yan duduk menyendiri,
ibu Yan tidak tambu ngobrol dengan teman-teman yang lain ? Ibu Yan sudah mengenal
teman-teman yang ada disini ? Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang
ibu pikirkan?”
K:“hmmmm...boleh sus”
P:”Mau berapa lama, Ibu? Bagaimana kalau 15 menit? Kita bicaranya disini saja atau di
mana, Ibu....?”
K: “Iya sus, 15 menit dan disini sajalah, sus...”

2. Kerja
P: “Umur ibu sekarang berapa?”
K: “Umur saya 26 tahun sus”
P: “Siapa saja yang tinggal satu rumah dengan ibu Yan ?”
K: “Saya tinggal dengan keluarga kecil saya, ada suami dan dua anak saya”
P: “Lalu siapa yang paling dekat dengan ibu? siapa yang jarang bercakap-cakap
dengan ibu? Dan apa yang membuat ibu Yan jarang bercakap-cakap denganya ?
K: “Biasanya dengan suami atau anak kedua saya. Karena anak kedua saya
perempuan jadi lebih dekat dengan saya sedangkan anak pertama saya laki-laki
dan ia juga jarang dirumah.”
P: “Apa yang ibu Yan rasakan selama dirawat disini ?”
K: “Saya merasa sendirian sus, walaupun suami dan anak saya sering mengunjungi
saya,”
P: “O... ibu Yan merasa sendirian ? Siapa saja yang ibu Yan kenal diruangan ini ?
K: “Saya belum mengenal orang-orang yang ada disini”
P: “Apa yang menyebabkan ibu Yan tidak mempunyai teman disini dan tidak mau
bergabung atau ngobrol dengan teman- teman yang ada disini ?”
K: “Saya merasa ingin sendirian, merasa tidak aman ditempat umum”
P: “Kalau ibu Yan tidak mau bergaul dengan teman-teman atau orang lain, mungkin
ibu Yan selalu menyendiri ya... terus apalagi bu...
K : “Itu saja sus”
P: “Ibu Yan tahu keuntungan kalau kita mempunyai banyak teman ? coba sebutkan
apa saja ?
K: “Tidak sus”
P: “Keuntungan dari mempunyai banyak teman itu adalah ibu bisa memiliki teman
untuk bercerita tentang masalah yang ibu alami, saling bertukar pikiran,
tentunya tidak merasa sendirian”
K: “Oiyaa sus”
P: “Nah kalau kerugian dari tidak mempunyai banyak teman ibu Yan tahu tidak ?
coba sebutkan apa saja ?
K: “Tidak tau sus”
P: “Ya ibu Yan kerugian dari tidak mempunyai banyak teman adalah ibu akan
merasa sendirian, tidak ada yang ibu ajak untuk bertukar pikiran, bahkan
wawasan ibu kurang luas karena sikap yang menyendiri itu. Jadi masih banyak
juga ruginya ya kalau kita tidak punya banyak teman. Kalau begitu inginkan ibu
Yan berkenalan dan bergaul dengan orang lain ?
K: “Iya saya ingin sus”
P: “Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain. Begini
lo bu, untuk berkenalan dengan orang lain caranya adalah : pertama kita
mengucapkan salam sambil berjabat tangan, terus bilang “ perkenalkan nama
lengkap, nama panggilan yang disukai, asal kita dan hobby kita. Contohnya seperti
ini “Perkenalkan nama saya Nuraini, saya lebih senang dipanggil Nur, asal saya
dari Denpasar dan hobby saya membaca. Selanjutnya ibu Yan menanyakan nama
lengkap orang yang diajak kenalan, nama panggilan yang disukai, menanyakan juga
asal dan hobbynya. Contohnya seperti ini nama ibu siapa? Senang dipanggil siapa ?
asalnya dari mana dan hobbynya apa ?
K: “Baik sus”
P: “Ayo ibu Yan coba! misalnya saya belum kenal dengan ibu. Coba berkenalan dengan
saya!
K: “hmm Perkenalkan nama saya Yani Suryani, saya lebih senang dipanggil Yan, asal
saya dari Denpasar dan hobby nya mendengarkan musik. Nama ibu siapa? Senang
dipanggil apa ? asalnya dari mana dan hobbynya apa ?”
P: “ya bagus sekali ! seperti itu cara perkenalannya ibu. Setelah ibu Yan berkenalan
dengan orang tersebut, ibu Yan bisa melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang
menyenangkan misalkan tentang cuaca, hobi, keluarga, pekerjaan dan sebagainya”
K: “Baik sus”

3. Terminasi
a. Evaluasi
1) Subyektif
P: “Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?”
K: “Saya sudah merasa lebih tenang sedikit sus.”

2) Obyektif
Pr: “Bisa ibu mencoba mengulangi lagi cara yang sudah kita pelajari tadi
ibu?”
K: “Bisa sus.”
P: “Bagus sekali, ibu sudah mampu melakukannya dengan baik dan benar.
Cepat sekali ibu menangkap apa yang telah saya jelaskan ke ibu.”
K : “Terimkasih suster.”
b. Rencana Tindak Lanjut (RTL)
P: “Baiklah ibu, dalam satu hari mau berapa kali ibu latihan bercakap-cakap
dengan teman?
K: “2 kali saja suster.”
P: “Dua kali ya ibu? baiklah jam berapa ibu akan latihan?.”
K: “Jam seperti sekarang saja suster.”
P: “Ini ada jadwal kegiatan, kita isi pada jam 08:00 dan 14:00 kegiatan ibu
adalah bercakap-cakap dengan teman sekamar. Jika ibu melakukanya
secara mandiri maka ibu menuliskan M, jika ibu melakukannya dibantu
atau diingatkan oleh keluarga atau teman maka ibu buat B, Jika ibu tidak
melakukanya maka ibu tulis T. abuah ibu mengerti? Coba ibu ulangi?
Naah bagus ibu.
c. Kontrak Yang Akan Datang
1) Topik
P: “Baik lah ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang tentang
pengalaman ibu bercakap-cakap dengan teman-teman baru dan latihan
bercakap-cakap dengan topik tertentu. abuah ibu bersedia?”
K: “Baik sus.”
2) Waktu
P: “Ibu mau jam berapa?”
K : “Jam seperti sekarang saja sus.”
3) Tempat
P : “Dimana ibu akan latihan dengan saya besok? “
K: “Di ruangan saya saja sus.”
P: “Baik bu. Kira-kira masih ada yang ingin ibu tanyakan sebelum saya
kembali ke ruangan perawat bu?”
K: “Tidak sus.”
P: “Baik bu jika ada yang ingin ibu tanyakan nanti , ibu bisa memencet tombol
perawat yang berada di sebelah tempat tidur ibu ya. Terimakasih atas
kerjasama nya ibu, permisi, selamat pagi.”
K: “Selamat pagi.”

STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PADA PASIEN


DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

Kondisi pasien:
Pasien perempuan berusia 65 tahun yang bernama Ny. D, beliau dirawat RSUD
Tabanan karena beliau mengalami stroke ringan. Ny. D sudah dirawat di rumah sakit selama
2 hari. Ny. D terlihat duduk di atas tempat tidurnya di salah satu ruangan sambil menggaruk-
garuk kepala yang terlihat kotor, rambutnya tidak tertata rapi. Pakaian yang digunakan Tn. D
tidak terpasang dengan benar, dan terlihat baju tersebut kotor. Gigi Tn. D terlihat kotor, dan
mulut Tn. Dmengerluarkan bau karena keterbatasan melakukan kegiatan.
Data Subjektif :
 Badan gatal-gatal
 Susah tidur

Data Objektif :
 Rambut tidak tertata rapi
 Baju yang dikenakan terlihat kotor dan tidak terpasang dengan benar
 Gigi pasien terlihat kotor
 Mulut pasien mengeluarkan bau

Diagnosa keperawatan: Defisit perawatan diri


Rencana keperawatan :
a) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
b) Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri
c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri

Tujuan khusus :
1. Tujuan Umum (TUM) :
Defisit Perawatan Diri Menurun
2. Tujuan Khusus (TUK)
1. Pasien dapat menjalin dan membina hubungan saling percaya.
2. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
3. Pasien mampu berbuaian, berhias/berdandan dengan baik
4. Pasien mampu untuk makan dengan baik
5. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri

SP Komunikasi
1. Fase Pra Orientasi
Pada tahap ini, seorang perawat melakukan persiapan strategi pelaksanaan
komunikasi dengan pasien, perawat terlebih dahulu mencari informasi tentang pasien
dan mengetahui terlebih dahulu kondisi pasien. Setelah itu perawat merancang
strategi untuk pertemuan pertama dengan pasien.
2. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
Perawat : “Selamat pagi ibu, perkenalkan nama saya perawat Lina, saya
yang bertugas pagi ini. Kalau boleh tau nama ibu siapa? (mendekat
kearah pasien dan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan).”
Pasien : “Selamat pagi sus, saya dengan ibu Dewi (pasien menjabat tangan
perawat).”
Perawat : “Oh, dengan ibu dewi, ibu senang dipanggil siapa?”
Pasien : “Ibu dewi saja sus.”
Perawat : “Baiklah bu kalau begitu.”
b. Evaluasi dan validasi
Perawat : “Apa kabar bu? Bagaimana perasaanya hari ini? Ibu sepertinya
tambu garuk-garuk kepala, gatal ya?”
Pasien : “Saya sehat-sehat saja. Iya saya merasakan gatal-gatal di kepala
dan badan saya sus.”
Perawat : “(Tersenyum sambil memegang tangan pasien)”
c. Kontrak
Perawat : “Bagaimana kalau kita berbincang tentang kebersihan diri?
Supaya keadaan ibu lebih nyaman daripada sekarang.”
Pasien : “Iya boleh sus.”
Perawat : “(Tersenyum) Nanti kita diskusikan, waktunya 15 menit saja ya.
Ibu mau tempatnya dimana?”
Pasien : “Disini saja sus.”
Perawat : “Baik disini saja ya.”
3. Fase kerja
Perawat : “Sebelum masuk rumah sakit berapa kali ibu mandi dalam sehari?
Abuah ibu sudah mandi hari ini?”
Pasien : “Terkadang saya mandi sekali dalam sehari bahkan sering tidak
mandi dalam sehari. Selama saya dirawat, saya belum bisa mandi
sus.”
Perawat : “Apa alasan ibu sehingga tidak bisa merawat diri?”
Pasien : “Menurut saya mandi itu tidak terlalu penting sus dan kurang
minat melakukan perawatan diri, apalagi dengan kondisi saya
seperti ini.”
Perawat : “Menurut ibu apa manfaat kalau kita menjaga kebersihan diri?”
Pasien : “Dapat terhindar dari penyakit dan dapat menumbuhkan rasa
nyaman orang ketika orang berada didekat kita.”
Perawat : “yaps, yang ibu katakan itu benar bu, kalau kita tidak menjaga
kebersihan diri masalah apa menurut ibu yang bisa akan muncul?”
Pasien : “Badan akan menjadi bau sus.”
Perawat : “Iya betul sekali ibu selain itu dapat menyebabkan masalah kulit
seperti panu, kira-kira tanda-tanda orang yang tidak merawat diri
dengan baik seperti apa ya?”
Pasien : “Badan akan bau dan gatal-gatal, mulut juga akan bau sus.”
Perawat : “Terus apa yang ibu rasakan ketika ibu tidak mandi sekarang?”
Pasien : “ya saya merasa badan saya gatal sih sus, lengket, dan rambut
saya juga gatal sus.”
Perawat : “Menurut pendapat ibu, kalau sampai gatal-gatal pada kepala dan
badan ibu itu artinya apa ya?”
Pasien : “Iya artinya badan saya perlu mandi. Berarti saya harus mandi
ya?”
Perawat : “Benar sekali bu. Bagaimana kalau kita ke kamar mandi
sekarang? Saya akan bantu melakukannya.”
Pasien : “Baiklah sus saya akan mengikuti anjuran suster” (berjalan ke
kamar mandi dibantu oleh perawat).
Perawat : “Ikuti yang saya katakan ya bu. Pertama kita gosok gigi dengan
menggunakan sikat gigi yang sudah diberikan odol kemudian
gosok gigi dengan gerakan memutar dari atas ke bawah lalu
berkumur-berkumur dengan air bersih”.
Pasien : (mengikuti arahan dari perawat)
Perawat : “Bagus sekali bu, sekarang buka buaiannya bu, selanjutnya siram
seluruh tubuh ibu dengan air termasuk rambut dan kepala lalu
ambil shampo sedikit dan gosokkan ke rambut sampai berbusa dan
merata kemudian bilas sampai bersih. Bagus sekali bu, sekarang
ambil sabun dan gosokkan ke seluruh tubuh ibu secara merata dari
atas ke bawah lalu siram dengan air sampai bersih, pastikan bersih
tidak ada ada sisa sabun yang menepel. Setelah selesai di siram
dengan air sampai bersih, selanjutnya keringkan tubuh ibu dengan
handuk kering yang sudah disiapkan. Selanjutnya ibu
menggunakan buaian bersih yang sudah disiapkan ya. Bagus sekali
bu, ibu sudah melakukannya dengan baik dan benar (tersenyum).”
4. Fase terminasi
a. Evaluasi Subjektif
Perawat : “Bagaimana perasaan ibu setelah mandi dan mengganti buaian
untuk sementara ini?”
Pasien : “Perasaan saya setelah melakukan kegiatan itu saya merasa lebih
nyaman, segar, dan tidak merasakan gatal-gatal pada kulit saya.”
Evaluasi Objektif
Perawat : “Kalau begitu coba ibu menjelaskan ulang proses dalam
membersihkan diri sendiri ya bu.”
Pasien : “Pertama kita gosok gigi terlebih dahulu, lalu kita siram seluruh
badan termasuk kepala dengan air selanjutnya kita membersihkan
kepala dan rambut dengan shampo lalu bilas. Kemudian kita
mengambil sabun untuk membersihkan badan kita lalu bilas.
Selesai mandi kita harus mengeringkan badan dan menggunakan
buaian yang bersih.”
Perawat : “Iya bagus sekali bu, jadi ibu sudah mengetahui bagaimana tahap-
tahap membersihkan diri sendiri. Apa ada yang ibu tanyakan?”
Pasien : “Tidak ada sus.”
b. Rencana Tindak Lanjut
Perawat : “Nah jadi seperti itu tadi teknik dalam membersihkan diri yang
kita telah lakukan bersama-sama. Mulai hari ini dan seterusnya
mau berapa kali sehari mandi dan sikat gigi?”
Pasien : “Dua kali sus.”
Perawat : “Bagus, dua kali yaitu pagi dan sore hari. Kalau pagi dan sore jam
berapa?”
Pasien : “Pagi jam 7 dan sore jam 5 sus.”
Perawat : “Baik itu jawaban yang bagus bu. Baiklah bu saya harap ibu
mengingat dan menerapkan apapun yang saya ajarkan tadi di rumah
juga setelah pulang dari rumah sakit dan ibu bisa melakukannya
dengan mandiri.”
Pasien : “Iya sus, terimakasih banyak ya sus (pasien tersenyum).”
Perawat : “Iya bu sama-sama (ikut tersenyum).”
c. Kontrak Yang Akan Datang
Perawat : “Baik bu, satu jam lagi saya akan kembali kesini untuk
membawakan ibu obat yang telah diresepkan oleh dokter. Jika ibu
memerlukan bantuan ibu bisa pencet bell yang ada di bed ibu atau
ibu bisa menyuruh keluarga ibu untuk memanggil saya di ruangan
perawat ya bu.”
Pasien : “Baik sus, terimakasih banyak sus.”
Perawat : “iya bu sama-sama, selamat pagi bu (tersenyum).”
Pasien : “Selamat pagi juga sus (tersenyum).”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN PERILAKU KEKERASAN

Kasus :
Pasien perempuan usia 30 tahun, masuk ke RSJ Bangli, Badung pukul 09.00 WITA. Klien
terlihat agresif, mengamuk, merusak lingkungan dan, marah-marah tanpa sebab,. Penyebab
pasien mengalami gangguan perilaku belum tahu pasti.
Masalah Keperawatan: Perilaku Kekerasan
Pertemuan : ke 1 (Satu)
Hari, Tanggal : Jumat, 03 April 2020
1. Proses Keperawatan
a. Kondisi
1) Klien telah terbina hubungan saling percaya dengan perawat.
2) Klien telah mengetahui/dapat mengenal beberapa kemampuan dan aspek poyantif
yang dimiliki.
b. Diagnosa keperawatan
Perilaku kekerasan
.c. Tujuan Khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2) Klien dapat merencanakan kegiatan di rumah sakit sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
2. Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi :
Perawat : “Selamat pagi Ibu, perkenalkan saya perawat Lina, saya perawat yang
berjaga diruangan Arjuna pagi ini. Kalau boleh tahu, nama Ibu
siapa? Ibu senang dipanggil siapa?” (Mendekat kearah klien dan
mengulurkan tangan untuk berjabat tangan)
Pasien : “Nama saya Gendis. Saya biasa dipanggil Iis”
2. Evaluasi dan Validasi
Perawat : “Apa kabar Ibu?, bagaimana perasaan Ibu hari ini ?”

Pasien : “Kabar saya kurang baik sus. Dan entah kenapa saya masih merasa
kesal dan marah tanpa sebab ,dan saya terus-terusan ingin marah saja”.
Perawat :“Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan
marah yang Ibu rasakan”.
3. Kontrak
Perawat : “Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit?
Bagaimana kalau 15 menit? Bisa?” (tersenyum)
Pasien : “ Hmmm, bisa sus”
Perawat : “Di mana kita akan bincang-bincang ?”
Pasien : “ Disini saja ya”
Perawat : “Abuah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya?”
Pasien : “Saya tidak keberatan kok”
4. Fase Kerja :
Perawat : “Apa yang menyebabkan ibu merasa marah?”
Pasien : “Saya kadang tiba-tiba marah sus, tapi gimana ya cara saya menjelaskan
ke suster, saya bingung”
Perawat : “Pada saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang berantakan,
makanan yang tidak tersedia, air tak tersedia atau mungkin ibu marah
kepada seseorang karena suatu alasan mungkin, apa yang Ibu
rasakan?”
Pasien : “Saya juga kurang tahu sus, tiba tiba saya ingin marah sus”
Perawat : “Apa yang Ibu lakukan biasanya saat marah? abuah ibu ingat dengan
yang ibu lakukan saat marah?”
Pasien : “Terkadang kalau saya marah saya tidak bisa mengntrol amarah saya, dan
saya tidak sadar dengan apa yang saya lakukan. Ketika saya disadarkan
oleh anak saya, saya melihat ruah saya sudah berantakan. piring piring
semua pecah, barang barang yang seharusnya ada diatas meja, semua
tergeletak dilantai sus”
Perawat : “Abuah dengan ibu marah-marah, dan kemudian merusak barang
keadaan jadi lebih baik?”
Pasien : “tidak sus”
Perawat : “Menurut Ibu adakah cara lain yang lebih baik selain marah marah dan
memecahkan prabotan rumah tangga ibu?”
Pasien : “saya tidak tahu sus”
Perawat : “maukah ibu belajar mengungkapkan marah dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?”
Pasien : “saya akan coba sus”
Perawat : “ada beberapa cara fisik untuk mengendalikan rasa marah, hari ini kita
belajar satu cara dulu”
Pasien : “baik sus”
Perawat : “begini bu, Jika ibu merasa ingin marah, ibu bisa berdiri atau duduk
sesuai kedaan dan nyamannya ibu, lalu tarik nafas dari hidung, tahan
sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari mulut seperti
mengeluarkan kemarahan, coba lagi bu, dan lakukan sebanyak 5 kali.
Bagus sekali ibu sudah dapat melakukan nya”.
Perawat : “nah sebaiknya latihan ini ibu lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul ibu sudah terbiasa
melakukannya”.
5. Fase terminasi
Evaluasi subjektif
Perawat : “Bagaimana perasaan dengan dengan obrolan kita tadi? ibu merasa lebih
baik tidak dengan latihan tadi?”
Pasien : “Iya sus, saya sudah merasa agak lebih baik daripada sebelumnya.”
Evaluasi objektif
Perawat : “Saya ingin tahu, cara mengungkapkan marah dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian yang tadi sudah kita bicarakan”
Pasien : “berdiri atau duduk posisi yang nyaman lalu tarik nafas dari hidung, tahan
sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari mulut seperti
mengeluarkan kemarahan, lakukan sebanyak 5 kali.”
Rencana Tindak Lanjut
Perawat : “Kalau nanti ibu merasa marah itu muncul lagi, silakan ibu coba cara
tersebut lagi. Baik, sekarang latihan tadi kita masukkan ke jadual
harian ya bu. Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya
sekarang?”
Pasien : “Baik sus ayo.”
Kontrak yang akan datang
Perawat : “Untuk besok mau jam berapa latihannya bu? Kira-kira tempat yang
enak buat kita ngobrol besok di mana ya?”
Pasien : “Pagi saja samakan seperti hari ini.”
Perawat : “Baik, terimakasih bu. Semoga lekas sembuh.”
Pasien : “ Iya sus, terimakasih juga sus.”
LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

A. MASALAH UTAMA
Kehilangan dan berduka
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
a. Kehilangan
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial yang
dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup
sehingga terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan merupakan
pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang
kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda. Setiap individu akan berekasi terhadap kehilangan. Respons
terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respons individu
terhadap kehilangan sebelumnya (Hidayat, 2009 : 243).
b. Berduka
Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan.
Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing –
masing orang dan didasarkan pada pengalaman pribadi, ekspektasi
budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya (Hidayat, 2009 : 244).
2. Penyebab
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan
adalah :
1) Faktor genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan didalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap
optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam
menghadapi perasaan kehilangan (Hidayat, 2009 : 246 ).
2) Kesehatan jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur,
cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih
tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan
fisik (Prabowo, 2014 : 116).
3) Kesehatan mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai
riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya
pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya
sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan (Hidayat, 2009 :
246).
4) Pengalaman kehilangan dimasa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa
kanak – kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi
perasaan kehilangan pada masa dewasa (Hidayat, 2009 : 246).
5) Struktur kepribadian
Individu dengan konsep yang negative, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif
terhadap stress yang dihadapi (Prabowo, 2014 : 116).
b. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.
Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu
seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi :
1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi dimasyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan (Prabowo, 2014 : 117).
3. Jenis
a. Kehilangan
1) Kehilangan objek eksternal (misalnya kecurian atau kehancuran
akibat bencana alam).
2) Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya berpindah rumah,
dirawat dirumah sakit, atau berpindah pekerjaan).
3) Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya
pekerjaan, kepergian anggota keluarga dan teman dekat, perawat
yang dipercaya, atau binatang peliharaan).
4) Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan fungsi
psikologis atau fisik).
5) Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga, teman
dekat, atau diri sendiri) (Hidayat. 2009 : 243).
b. Berduka
Menurut hidayat ( 2009 : 244) berduka dibagi menjadi beberapa antara
lain:
1) Berduka normal
Terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap
kehilangan. Misalnya kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian,
dan menarik diri dari aktivitas untuk sementara.
2) Berduka antisipatif
Yaitu proses melepaskan diri yang muncul sebelum kehilangan dan
kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, ketika menerima
diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan
menyelesaikan berbagai urusan di dunia sebelum ajalnya tiba.
3) Berduka yang rumit
Dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya,
yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah – olah tidak
kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang
bersangkutan dengan orang lain.
4) Berduka tertutup
Kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka.
Contohnya kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami
kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya
dikandungan atau ketika bersalin.
4. Rentang respon
Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap – tahap
berikut (Menurut Kubler – Ross, dalam Potter dan Perry, 1997) :
Tahap pengingkaran marah tawar – menawar depresi
Penerimaan
a. Tahap pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya, mengerti, atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar
– benar terjadi. Sebagai contoh orang atau keluarga dari orang yang
menerima diagnosis terminal akan terus berupaya mencari informasi
tambahan (Hidayat, 2009 : 245).
Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mulai,
diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan
sering kali individu tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat
berlangsung dalam beberapa menit hingga beberapa tahun (Hidayat,
2009 : 245).
b. Tahap marah
Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul
sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang
mengalami kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif,
berbicara kasar, menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan
menuduh dokter atau perawat tidak kompeten. Respons fisik yang sering
terjadi, antara lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur,
tangan mengepal, dan seterusnya (Hidayat, 2009 : 245).
c. Tahap tawar – menawar
Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya
kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus
atau terang – terangan seolah – olah kehilangan tersebut dapat dicegah.
Individu mungkin berupaya untuk melakukan tawar – menawar dengan
memohon kemurahan tuhan (Hidayat, 2009 : 245).
d. Tahap depresi
Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang –
kadang bersikap sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan
keputusasaan, rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh
diri. Gejala fisik yang ditunjukkan, antara lain menolak makan, susah
tidur, letih, turunnya dorongan libido, dan lain – lain (Prabowo, 2014 :
115).
e. Tahap penerimaan
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran
yang selalu berpusat pada objek yang hilang akan mulai berkurang atau
hilang. Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya
dan mulai memandang ke depan. Gambaran tentang objek atau orang
yang hilang akan mulai dilepaskan secara bertahap. Perhatiannya akan
beralih pada objek yang baru. Apabila individu dapat memulai tahap
tersebut dan menerima dengan perasaan damai, maka dia dapat
mengakhiri proses berduka serta dapat mengatasi perasaan kehilangan
secara tuntas. Kegagalan masuk ke tahap penerimaan akan
memengaruhi kemampuan individu tersebut dalam mengatasi perasaan
kehilangan selanjutnya (Hidayat, 2009 : 245 - 246).
5. Proses terjadinya masalah
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang
berarti, kehilangan yang ada pada diri sendiri, kehilangan objek eksternal
misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama – sama, perhiasan, uang atau
pekerjaan, kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang
sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang dalam waktu satu
periode atau bergantian secara permanen, seseorang dapat mengalami mati
baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang
disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang
berespon berbeda tentang kematian.
Strees yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stress
nyata, ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial
antara lain meliputi: kehilangan kesehatan, kehilangan fungsi seksualitas,
kehilangan peran dalam keluarga, kehilangan posisi dimasyarakat,
kehilangan milik pribadi seperti: kehilangan harta benda atau orang yang
dicintai, kehilangan kewarganegaraan, dan sebagainya (Prabowo, 2014 :
116).
6. Tanda dan gejala
a. Kehilangan
Menurut Prabowo (2014 : 117) tanda dan gejala kehilangan diantaranya:
1) Perasaan sedih, menangis
2) Perasaan putus asa, kesepian
3) Mengingkari kehilangan
4) Kesulitan mengekspresikan perasaan
5) Konsentrasi menurun
6) Kemarahan yang berlebihan
7) Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
8) Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
9) Reaksi emosional yang lambat
10) Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat
aktivitas (Eko prabowo, 2014 : 117).
b. Berduka
Menurut Dalami (2009) tanda dan gejala berduka diantaranya :
1) Efek fisik
Kelelahan, kehilangan selera, masalah tidur, lemah,berat badan
menurun, sakit kepala, berat badan menurun, sakit kepala,
pandangan kabur, susah bernapas, palpitasi dan kenaikan berat ,
susah bernapas.
2) Efek emosi
Mengingkari, bersalah , marah, kebencian, depresi,kesedihan,
perasaan gagal, perasaan gagal, sulit untuk berkonsentrasi, gagal
dalam menerima kenyataan, iritabilita, perhatian terhadap orang
yang meninggal.
3) Efek social.
a) Menarik diri dari lingkungan.
b) Isolasi (emosi dan fisik) dari istri, keluarga dan teman.
7. Akibat
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan
adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan
(Husnudzon) dan kompensasi yang positif (konstruktur). Apa bila kondisi
tersebut tidak tercapai, maka akan berdampak pada terjadinya depresi. Pada
saat individu depresi sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang
sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan,
perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang
ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido
manurun( Prabowo, 2014 : 117).
8. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain :
Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan proyeksi
yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat
menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi
yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering
dipakai secara berlebihan dan tidak tepat (Prabowo, 2014 : 117 – 118).
a. Denail
Dalam psikologi, terma “denail” artinya penyangkalan dikenakan pada
seseorang yang dengan kuat menyangkal dan menolak serta tak mau
melihat fakta-fakta yang menyakitkan atau tak sejalan dengan
keyakinan, pengharapan, dan pandangan-pandangannya. Denialisme
membuat seorang hidup dalam dunia ilusifnya sendiri, terpangkas dari
kehidupan dan nyaris tidak mampu keluar dari cengkeramannya.
Ketika seseorang hidup dalam denial “backfire effect” atau “efek
bumerang” sangat mungkin terjadi pada dirinya. Orang yang hidup
dalam denial tentu saja sangat ridak berbahagia. Dirinya sendiri tidak
berbahagia, dan juga membuat banyak orang lain tidak berbahagia
(Prabowo, 2014 : 118).
b. Represi
Represi merupakan bentuk paling dasar diantara mekanisme lainnya.
Suatu cara pertahanan untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan
perasaan yang mengancam. Represi adalah mekanisme yang dipakai
untuk menyembuhkan hal-hal yang kurang baik pada diri kita kea lam
bawah sadar kita. Dengan mekanisme ini kita akan terhindar dari situasi
tanpa kehilangan wibawa kita (Prabowo, 2014 : 118).
c. Intelektualisasi
Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan yang berlebihan
untuk menghindari pengalaman yang menganggu perasaannya. Dengan
intelektualisasi, manusia dapat mengurangi hal-hal yang pengaruhnya
tidak menyenangkan, dan memberikan kesempatan untuk meninjau
permasalahan secara objektif (Prabowo, 2014 : 118).
d. Regresi
Yaitu menghadapi stress dengan perilaku, perasaan dan cara berfikir
mundur kembali ke ciri tahap perkembangan sebelumnya (Prabowo,
2014 : 118).
e. Disosiasi
Beban emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan diputus atau
diubah. Mekanisme dimana suatu kumpulan proses-proses mental
dipisahkan atau diasingkan dari kesadaran dengan bekerja secara
merdeka atau otomatis, afek dan emosi terpisah, dan terlepas dari ide,
situasi, objek, misalnya pada selektif amnesia (Prabowo, 2014 : 118).
f. Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi
sebenarnya merupakan analog dari represi yang disadari. Perbedaan
supresi dengan represi yaitu pada supresi seseorang secara sadar
menolak pikirannya keluar alam sadarnya dan memikirkan yang lain.
Dengan demikian supresi tidak begitu berbahaya terhadap kesehatan
jiwa, Karena terjadinya dengan sengaja, sehingga ia mengetahui apa
yang dibuatnya (Prabowo, 2014 : 118).
g. Proyeksi
Proyeksi merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain mengenai
kegagalannya, kesulitannya atau keinginan yang tidak baik. Dolah dan
Holladay (1967) berpendapat bahwa proyeksi adalah contoh dari cara
untuk memungkiri tanggung jawab kita terhadap impuls-impuls dan
pikiran-pikiran dengan melimpahkan kepada orang lain dan tidak pada
kepribadian diri sendiri (Prabowo, 2014 : 118).
9. Penatalaksanaan
Menurut Dalami, dkk (2009) isolasi social termasuk dalam kelompok
penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis
yang bisa dilakukan adalah :
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan
dimana arus listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2
elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan
kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall yang berlangsung
25 – 30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya di
otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak.
Tujuan ECT adalah untuk mengembalikan fungsi mental klien dan
untuk meningkatkan ADL klien secara periodic (Prabowo, 2014 : 118).
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relative cukup lama dan merupakan bagian
penting dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi :
memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang
terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa adanya, memotivasi
pasien untuk dapat mengungkapkan perasaanya secara verbal, bersikap
ramah, sopan dan jujur kepada pasien.
c. Terapi okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan pasrtisipasi seseorang
dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan
maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri
seseorang. Tujuan terapi okupasi itu sendiri adalah untuk
mengembalikan fungsi penderita semaksimal mungkin, dan kondisi
abnormal ke normal yang dikerahkan pada kecacatan fisik maupun
mental, dengan memberikan aktivitas yang terencana dengan
memperhatikan kondisi penderita sehingga penderita diharapkan dapat
mandiri di dalam keluarga maupun masyarakat (Prabowo, 2014 : 118).
10. Pohon Masalah
Perubahan sensori persepsi : Halusinasi Effect

Cor Problem
Isolasi Sosial : Menarik Diri

Koping individu inefektif Causa

Kehilangan objek eksternal


Kehilangan lingkungan yang dikenal
Kehilangan sesesuatu atau seseorang yang berarti
Kehilangan suatu aspek diri
Kehilangan hidup
11. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan sensori persepsi halusinasi
b. Isolasi sosial menarik diri (Prabowo, 2014 : 119).
12. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Isolasi social Menarik diri

TUJUAN INTERVENSI
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang 1. Bina hubungan saling percaya
lain sehingga tidak terjadi halusinasi. dengan menggunakan prinsip
TUK 1: komunikasi terapeutik
Klien dapat membina hubungan saling a. Sapa klien dengan ramah, baik
percaya.
verbal maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap dan
nama panggilan yang disukai
klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan.
e. Jujur dan tepati janji.
f. Tunjukan sikap empati dan
menerima klien apa adanya.
g. Beri perhatian pada klien dan
perhatikan kebutuhan klien.

TUK 2 :
1. Kaji pengetahuan klien tentang
Klien dapat menyebutkan penyebab
perilaku menarik diri dan tanda –
menarik diri.
tandanya.
2. Berikan kesempatan pada klien
untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau tidak
mau bergaul.
3. Diskusikan bersama klien tentang
perilaku menarik diri, tanda dan
gejala.
4. Berikan pujian terhadap kemampuan
klien mengungkapkan perasaannya.

TUK 3 :
1. Kaji pengetahuan klien tentang
Klien dapat menyebutkan keutungan
keuntungan dan manfaat bergaul
berhubungan dengan orang lain dan
dengan orang lain.
kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain. 2. Beri kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaannya tentang
keuntungan berhubungan dengan
orang lain.
3. Diskusikan bersama klien tentang
manfaat berhubungan dengan orang
lain.
4. Kaji pengetahuan klien tentang
kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain.
5. Diskusikan bersama klien tentang
kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain.
6. Beri reinforcement positif terhadap
kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.

TUK 4 :
1. Kaji kemampuan klien membina
Klien dapat melaksanakan hubungan
hubungan dengan orang lain.
social secara bertahap
2. Dorong dan bantu klien dengan
orang lain.
3. Beri reinforcement terhadap
keberhasilan yang telah dicapai
dirumah nanti.
4. Bantu klien mengevaluasi manfaat
berhubungan dengan orang lain.
5. Diskusikan jadwal harian yang dapat
dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu luang.
6. Motivasi klien untuk mengikuti
kegiatan terapi aktivitas kelompok.

b. Perubahan sensori persepsi halusinasi

TUJUAN INTERVENSI
Tujuan umum: klien tidak menciderai
diri sendiri/orang lain/ lingkungan

Tujuan khusus 1 : klien dapat 1. Bina hubungan saling percaya


membina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
dengan perawat. komunikasi terapeutik:
a. Sapaklien dengan ramah dan
baik verbal mauppun non
verbal.
b. Perkenalkan diri dengan
sopan.
c. Tanyakan nama lengkap
klien dan nama panggilan
kesukaan klien.
d. Jelaskan maksud dan tujuan
interaksi.
e. Berikan perhatian pada
klien,perhatikan kebutuhan
dasrnya.
2. Beri kesempatan klien
mengungkapkan persaannya.
3. Dengarkan ungkapan klien
dengan empati
Tujuan khusus 2: klien dapat 1. Adakah kontak sering dan
mengenali halusinasinya singkat secara bertahap
2. Tanyakan apa yang di dengar
dari halusinasinya.
3. Tanyakan kapan halusinasinya
datang
4. Tanyakan isi halusinasinya
5. Bantu klien
mengenalhalusinasinya
a. Jika menemukan klien sedan
halusinasinya, tanyakan
apakah ada suara yang
terdengar.
b. Jika klien menjawab ada,
lanjutkan apa yang
dikatakan.
c. Katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar
mendengar suara itu, namun
perawat sendiri
tidakmendengarnya ( dengan
nada bersahabat tanpa
menuduh tayu menghakimi)
d. Katakana bahwa klien lain
juga ada yangseperti klien.
e. Katakan bahwa perawat
akan membantu klien.
6. Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan
atau tidak menimbulkan
halusinasi
b. Waktu, frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang,sore
dan malam atau jika sendiri,
jengkel atau sedih)
7. Diskusikan dengan klien apa
yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (murah/takut, sedih,
senang) beri kesempatan
mengngkapkan perasaan.
Tujuan khusus 3: klien dapat 1. Identifikasi bersama klien
mengontrol halusinasinya tindakan yang biasa di lakukan
bila terjadi halusinasi.
2. Diskusikan manfaat dan cara
yang digunakan klien, jika
bermanfaat beri pujian.
3. Diskusikan cara baik memutus
atau mengotrol timbulnya
halusinasi
a. Katakan saya tidak mau
dengar kamu
b. Temui orang lain (perawat
atau teman atau anggota
keluarga) untuk bercakap
atau mengatakan halusinasi
yang di dengar.
c. Membuat jadwal kegiatan
sehari hari.
d. Meminta keluarga atau
teman atau perawat
menyapa klien jika tampak
bicara sendiri , melamun
atau kegiatan yang tidak
terkontrol
4. Bantu klien memilih dan
melatih cara memutus halusinasi
secara bertahap.
5. Beri kesempatan untuk
melakukan cara yang dilatih.
Evaluasi hasilnya dan beri
pujian jika berhasil.
6. Anjurkan klien mengikuti terapi
aktifitas kelompok jenis
orientasi realita, atau stimulasi
persepsi
Tujuan khusus 4 : klien dapat 1. Anjurkan klien untuk memberi
dukungan dari keluarga dalam tahu keluarga jika mengalami
mengontrol halusinasinya halusinasi.
2. Diskusikan dengan keluarga
(pada saat keluarga berkunjung
atau kunjungan rumah)
a. Gejala halusinasi yang
dialami klien.
b. Carayang dapat di lakukan
klien dan keluarga untuk
memutus halusinasi.
c. Cara merawat anggota
keluarga yang mengalami
halusinasi di rumah: beri
kegiatan, jangan biarkan
sendiri, makan bersama,
berpegian bersama.
d. beri informasi waktu follow
up atau kapan perlu
mendapat bantuan halusinasi
tidak terkontrol dan resiko
mencederai orang lain
3. diskusikan dengan keluarga
dank lien tantang jenis, dosis,
frekuensi dan frekuensi dan
manfaat obat.
4. Pastikan klien minum obat
sesuai dengan progam dokter.
Tujuan khusus 5: klien dapat 1. Anjurkan klien bicara dengan
menggunakan obat dengan benar untuk dokter tentang manfaat dan efek
mengendalikan halusinasinya samping yang dirasakan.
2. Diskusikan akibat berhenti obat
tanpa yang dirasakan.
3. Bantu klien menggunakan obat
dengan prinsip 5 benar
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Graha

Ilmu. Dalami, E. (2009). Asuhan Keperawatan Jika Dengan Masalah Psikososial.

Jakarta: Trans Info


Media.

Hidayat, A. A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba

Medika. Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.

Yogyakarta: Nuha Medika.


LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI

A. MASALAH UTAMA
Gangguan konsep diri

B. KONSEP DASAR ISOLASI SOSIAL


1. Pengertian Konsep Diri
Konsep diri adalah semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang merupakan
pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang
lain. Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman
unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan realitas dunia.
(Mukhripah Damaiyanti, Iskandar, 2012: 35)
Konsep diri adalah penilaian subjektif individu terhadap dirinya, perasaan
sadar atau tidak sadar dan persepsi terhadap fungsi, peran dan tubuh. (Farida
Kusumawati, Yudi H, 2010: 64)
2. Tanda dan Gejala
a. Fisiologis
Gejala fisiologis yang timbul antara lain, peningkatan frekuensi jantung,
peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi pernapasan, diaphoresis, dilatasi
pupil, tremor suara (perubahan nada suara), gemetar, menggigil, palpitasi, mual atau
muntah, berkemih sering, diare, insomnia, keletihan dan kelemahan, kemerahan atau
pucat, mulut kering, sakit dan nyeri dibagian tubuh (terutama dada, punggung, leher),
kegelisahan, pingsan/pening, paratesia, dan anoreksia. (Carpenito,2009)
b. Emosional
Individu menyatakan bahwa ia merasa ketakutan, tidak berdaya, gugup,
kurang percaya diri, kehilangan kendali, ketegangan meningkat, tidak mampu rileks,
individu menampakkan iritabilitas/tidak sadar, marah yang meledak, menangis,
cenderung menyalahkan orang lain, reaksi mengagetkan, mengkritik diri dan orang
lain, menarim diri, inisiatif rendah, celaan terhadap diri, kontak mata buruk.
(Carpenito,2009)
c. Kognitif
Ketidakmampuan berkonsentrasi, rendahnya kesdaran terhadap sekitar,
pelupa, merenung, orientasi terhadapmasa lalu dari pada sekarang ataumasa depan,
bloking saat berpikir, menurunnya kemampuan belajar, dan konfusi.
(Carpenito,2009)
Kaji faktor yang berhubungan:
a. Situasional (individu, lingkungan)
Berhubungan dengan ancaman yang dirasakan atau ancaman actual terhadap
konsep diri sebagai akibat dari perubahan status, rendahnya pengakuan dari orang lain,
kegagalan,kehilangan berharga dan dilema etik. Berhubungan dengan kehilangan orang
terdekat sebagai akibat dari kematian, perceraian, tekanan budaya, pindah, berpisah
sementara atau selamanya. Berhubungan dengan dengan ancaman yang dirasakan
terhadap intergitas biologis sebagai akibat proses menjelang ajal, penyerangan, prosedur
invasif, penyakit. Berhubungan dengan perubahan lingkungan yang actual sebagai akibat
hospitalisasi, pindah, pension, bahaya keamanan. Berhubungan dengan lingkungan yang
actual dalam status sosioekonomi sebagai akibat dari pengangguran pekerjaan baru.
(Carpenito,2009)
b. Maturasional
Pada bayi/anak-anak (berhubungan dengan perpisahan, lingkungan atau orang yang
tidak dikenal, perubahan dalam hubungan teman sebaya) remaja (berhubungan
dengan ancaman terhadap konsep diri) dewasa (berhubungan dengan ancaman
terhadap konsep diri sekunder akibat kehamilan menjadi orang tua, perubahan karir
dan efek penuaan), lanjut usia(berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri
sekunder akibat penurunan sensorik, penurunan motorik, masalah keuangan,
perubahan pada masa pension). (Carpenito,2009)

a. Gejala subjektif
1) Mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh

2) Tidak mau mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh

3) Mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh

4) Mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang lain


5) Mengungkapkan perubahan gaya hidup

b. Gejala objektif
1) Kehilangan bagian tubuh
2) Fungsi/struktur tubuh berubah/hilang

3) Menyembunyikan/ menunjukkan bagian tubuh secara berlebihan

4) Fokus pada penampilan dan kekuatan masa lalu

5) Hubungan sosial berubah

3. Pohon Masalah
Gangguan Konsep Diri
Isolasi sosial : menarik diri Efek yang
timbul

Gangguan konsep diri Masalah

Gangguan citra tubuh Kasus

4. Proses terjadinya masalah


a. Faktor predisposisi
1) Biologi
Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat atau sakit. Stresor fisik atau jasmani yang lain seperti: suhu dingin atau panas,
suara bising, rasa nyeri atau sakit, kelelahan fisik, lingkungan yang tidak memadai dan
pencemaran (polusi) udara atau zat kimia.
2) Penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang
berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain
dan ideal diri yang tidak realistis. Stressor yang lain adalah konflik, tekanan, krisis dan
kegagalan.

3) Sosio kultural
Stereotipi peran gender, tuntutan peran kerja, harapan peran budaya, tekanan dari
kelompok sebaya dan perubahan struktur sosial (http://digilib.unimus.ac.id 10 mei 2012)
4) Faktor predisposisi gangguan citra tubuh

a) Kehilangan/kerusakan bagian tubuh (anatomi/fungsi)

b) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh (akibat pertumbuhan dan


perkembangan atau penyakit)

c) Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun fungsi


tubuh

d) Prosedur pengobatan seperti radiasi, kemoterapi, transplantasi

B. Faktor predisposisi gangguan harga diri


a) Penolakan dari orang lain
b) Kurang penghargaan
c) Pola asuh yang salah : terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu dituruti, terlalu
dituntut, dan tidak konsisten
d) Persaingan antar saudara
e) Kesalahan dan kegagalan yang berulang
f) Tidak mampu mencapai standar yang ditentukan.
6) Faktor predisposisi gangguan peran
a) Transisi peran yang sering terjadi pada proses perkembangan, perubahan situasi dan
keadaan sehat-sakit
b) Ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan yang bertentangan secara
terus menerus yang tidak terpenuhi
c) Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuannya tentang harapan peran yang
spesifik dan bingung tentang tingkah laku peran yang sesuai
d) Peran yang terlalu banyak

Faktor presipitasi
1. Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau fakktor dari luar
individu ( internal or external sources ) yang terdiri dari:
1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa
yang mengancam kehidupan
2) Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika individu merasa tidak adekuat
melakuakan peran atau melakukan peran yang bertentangan denagn hatinya atau tidak
merasa cocok dalam

melakukan perannya. Ada 3 janis transisi peran:


a) Perkembangan transisi, yaitu perubahan normatif yang berkaitan dengan
pertumbuhan. Pertumbuhan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu
atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai, serta tekanan untuk menyesuaikan
diri.
b) Situasi transisi peran adalah bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui
peristiwa penting dalam kehidupan individu seperti kelahiran atau kematian.
c) Transisi peran sehat-sakit terjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan
sakit, transisi ini dapat dicetuskan oleh :
1) Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau fungsi tubuh
2) Perubahan fisik yang berkaitan dengan tumbuh kembang normal.
(http://digilib.unimus.ac.id 10 mei 2012)

5. Akibat
Gangguan konsep dirimembuat klien menjadi tidak mau, maupun tidak
mampu bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial seperti menarik
diri. Menarik diri merupakan gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada
tingkah laku yang maladaptif, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan
sosial.

6. Mekanisme koping
Individu akan memberikan reaksi yang berbeda-beda untuk mengatasi stres,
proses koping terhadap stres menjadi pedoman untuk mengatasi reaksi stres. Koping
sebagai proses dimana individu mencoba untuk mengelola jarak yang ada antara
tuntutan-tuntutan (baik tuntutan itu yang berasal dari individu maupun tuntutan yang
berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam
menghadapi situasi penuh stres (Gustiarti,2002)
Mekanisme koping terdiri dari pertahanan jangka pendek atau jangka panjang
serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri sendiri dalam
menghadapi persepsi diri yang menyakitkan. Mekanisme koping pada klien cdengan
gangguan konsep diri dibagi dua yaitu: a. Koping jangka pendek
1) Aktivitas yang memberikan pelarian sementara dari krisis identitas diri (misalnya:
konser musik, bekerja keras, dan observasi nonton televisi).

2) Aktivitas yang memberikan identitan pengganti sementara (misalnya: ikut serta dalam
kelompok sosial, agama, politik, kelompok, gerakan atau genk).

3) Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan diri tak menentu
(misalnya: olah raga yang kompetitif, prestasi akademik, kontes untuk mendapatkan
popularitas).

4) Aktivitas yang merupakan upaya jangka pendek untuk membuat identitas diluar dari
hidup yang tidak bermakna saat ini (misalnya penyalahgunaan obat).

b. Koping jangka panjang


Mekanisme jangka panjang meliputi:
1) Penutupan identitas merupakan adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang
terdekat tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi, atau potensi diri individu.
2) Identitas negatif merupakan asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan
harapan yang diterima masyarakat. Mekanisme pertahanan ego termasuk penggunaan
fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi, pengalihan (sidplacement), splitting, berbalik marah
terhadap diri sendiri, dan amuk (Stuart,2006).

3) Mekanisme pertahanan ego yang sering dipakai:

a) Fantasi, kemampuan menggunakan tanggapan-tyanggapan yang sudah ada (dimiliki)


utnuk menciptakan tanggapan baru.

b) Disosiasi, respon yang tidak sesuai dengan stimulus.

c) Isolasi, menghindarkan diri dari interaksi dengan lingkungan luar.

d) Projeksi, kelemahan dan kekurangan pada diri sendiri dilontarkan pada orang lain.

e) Displacement, mengeluarkan perasaan-perasaan yang tertekan pada orang yang


kurang mengancam dan kurang menimbulkan reaksi emosi.

7. Penatalaksanaan

a. Psikofarmakol
Adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala gangguan jiwa. obat yang biasa digunakan di RS jiwa antara lain:
1) Anti psikosis

a) Cloropromazin (thorazime) dosis 25-2000mg/hari

b) Haloperidol (hal dol) dosis 2-40 mg/hari indikasi digunakan untuk pengobatan psiko,
mengobati masalah perilaku yang berat pada anak-anak yang berhubungan dengan
keadaan yang tiba-tiba meledak, mengontrol mual dan muntah yang berat dan
kecemasan berat.kontra indikasi: hiperaktif , galaukoma, hamil dan menyusui, efek
samping yaitu anemia, mulut kering , mual dan muntah, konstipassi, diare, hipotensi,
aritmia kordis, takikardi, eksrapiramidal,penglihatan berkabut.

b. Pengobatan somatik

1) Elektro convulsif terapi (ECT)


Merupakan pengobatan untuk menimbulkan kejang grand mal yang menghasilkan
afek terapi dengan menggunakan arus listrik berkekuatan75-100 volt. Cara kerja belum
diketahui secara jelas namun dapat dikatakan bahwa therapi konvulsif dapat
memperpendek lamanya skizofrenia dan dapat mempermudah kontak dengan orang
lain , indikasi ECT yaitu depresi berat dan bila terapi obat-obat belum berhasil
(gangguan berpolar) klien yang sangat mania,hiperaktif, klien resiko tinggiunuh diri,
psikosis akut skozoprenia.

2) Pengkajian fisik
Terdiri dari pengekangan mekanik dan isolasi. Pengekangan mekanik dilakukan
dengan menggunakan manset untuk pergelangan tangan dan kaki serta sprei pengekang.
Isolasi yaitu menempatkan klien dalam suatu ruangan tertentu di rumah sakit.indikasi:
pengendalian prilaku amuk yang membahayakan diri dan orang lain.
Kontra indikasi: resiko tinggi bunuh diri, hukuman.
c. Psikoterapi
Psikoterapi membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan bagian
penting proses terapiutik, upaya dalam psikoterapi yaitu memberikan rasa aman dan
tenang. Menerima klien apa adanya, motivasi klien untuk dapat mengungkapkan
perasaannya secara verbal, bersikap ramah sopan dan jujur pada klien.
d. Terapi modalitas
Terapi okupasi: adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi
seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau juga yang segala dipilih dengan maksud
untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Jiwa Pasien Dengan Gangguan Konsep diri
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan
hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai
tingkat kesehatan yang optimal.
1. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Perawat yang merawat melakukan kontak dengan klien tentang :
nama klien, nama panggilan klien, nama perawat, panggilan perawat, tujuan,
waktu, tempat pertemuan, topik pembicaraan.
2) Usia
3) Nomor rekam medik
4) Perawat menuliskan sumber data yang didapat
b. Keluhan utama/alasan masuk
Menanyakan pada klien atau keluarga penyebab klien datang ke rumah sakit saat ini
dan bagaimana koping keluarga yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah ini
dan bagaimana hasilnya.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa di
masa lalu, pernah melakukan, mengalami, menyaksikan penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal, baik itu
yang dilakukan, dialami , disaksikan oleh orang lain, apakah ada anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa, pengalaman yang tidak menyenangkan.
d. Aspek fisik
Meliputi pengukuran tanda vital, tinggi badan, berat badan dan adanya keluhan fisik,
misalnya tampak lemah, letih dan sebagainya.
e. Aspek psikososial
1). Membuat genogram yang memuat minimal 3 generasi yang menggambarkan
hubungan klien dengan keluarganya yang terkait dengan komunikasi,
pengambilan keputusan, pola asuh, pertumbuhan individu dan keluarga.

2). Konsep diri, meliputi :


Kaji lebih dalam secara bertahap dengan komunikasi yang sering dan singkat,
meliputi :
a). Citra tubuh
Tanyakan dan observasi persepsi pasien terhadap tubuhnya, bagian tubuh
yang disukai dan tidak disukai.
b). Identitas diri
Tanyakan dan observasi tentang status dan posisi klien sebelum dirawat,
kepuasan klien terhadap status dan posisinya (sekolah, tempat kerja,
kelompok), kepuasan klien sebagai perempuan atau laki-laki.
c). Peran
Tanyakan tentang tugas / peran yang diemban dalam keluarga/kelompok,
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas / peran.
d). Ideal diri
Tanyakan tentang harapan terhadap tubuh; posisi, status, tugas/peran dan
harapan klien terhadap lingkungan (keluarga, sekolah, tempat kerja,
masyarakat).
e). Harga diri.
Tanyakan dan nilai melalui observasi lingkungan hubungan klien dengan
orang lain sesuai dengan kondisi no. 2). (a), (b), (c) dan
penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri dan kehidupannya.
3). Hubungan sosial (di rumah dan di rumah sakit)
a). Tanyakan pada klien / keluarga siapa orang yang paling berarti
dalam kehidupannya, tempat mengadu, tempat bicara, minta bantuan atau
sokongan.
b). Tanyakan pada klien / keluarga, kelompok apa saja yang diikuti
dalam masyarakat.
c). Tanyakan pada klien / keluarga pada klien sejauh mana klien
terlibat dalam kelompok di masyarakat.
4). Spiritual, meliputi pandangan, nilai dan keyakinan klien terhadap gangguan jiwa
sesuai dengan agama yang dianut, kegiatan ibadah yang biasa dilakukan di
rumah.
f. Status mental
Nilai aspek-aspek meliputi :
2). Penampilan (rapi / tidak) , penggunaan dan cara berpakaian.
3). Pembicaraan; cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat, inkoheren, atau tidak
dapat memulai pembicaraan.
4). Aktifitas motorik; tampak adanya kelesuan, ketegangan, kegelisahan, agitasi, tik
(gerakan involunter pada otot), grimasen (gerakan otot muka yang berubah-ubah
yang tidak dapat dikontrol klien), tremor atau kompulsif.
5). Alam perasaan; sedih, gembira, putus asa, ketakutan, atau khawatir.
6). Afek; datar, tumpul, labil, tidak sesuai.
7). Interaksi selama wawancara; bermusuhan, tidak kooperatif, kontak mata kurang,
defensif, curiga atau mudah tersinggung.
8). Persepsi; menentukan adanya halusinasi dan jenisnya.
9). Proses pikir; sirkumstansial (pembicaraan berbelit-belit, tapi sampai pada tujuan
pembicaraan), tangensial (pembicaraan berbelit-belit tidak sampai pada tujuan
pembicaraan), kehilangan asosiasi (pembicaraan yang tidak ada hubungan satu
dengan yang lainnya), flight of ideas (pembicaraan yang meloncat-loncat),
blocking (pembicaraan terhenti sejenak tanpa gangguan eksternal, kemudian
dilanjutkan kembali), perseverasi (pembicaraan yang diulang berkali-kali).
10). Isi pikir; obsesi (pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha
menghilangkannya), phobia (ketakutan patologis pada objek / situasi tertentu),
hipokondria (keyakinan terhadap adanya gangguan organ di dalam tubuh yang
sebenarnya tidak ada), depersonalisasi (merasa asing terhadap diri sendiri, orang
lain atau lingkungan), ide yang terkait (keyakinan klien terhadap kejadian yang
banyak di lingkungan yang bermakna dan terkait pada dirinya), pikiran magis
dan waham.
11).Tingkat kesadaran; bingung, sedasi, stupor, orientasi waktu, tempat dan orang.
12).Memori; adanya gangguan daya ingat jangka panjang, gangguan daya ingat
jangka pendek, gangguan daya ingat saat ini, konfabulasi.
13).Tingkat konsentrasi dan berhitung; perhatian klien yang mudah dialihkan, tidak
mampu memperbaiki, tidak mampu berhitung.
14).Kemampuan penilaian; gangguan penilaian ringan dan gangguan kemampuan
penilaian bermakna.
15).Daya tilik diri; pengingkaran terhadap penyakit yang diderita, menyalahkan hal-
hal di luar dirinya.
g. Kebutuhan persiapan pulang
Observasi kemampuan klien akan; makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian, istirahat
dan tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktifitas di dalam dan di luar
rumah
h. Mekanisme koping
Kaji koping adaptif ataupun maladaptif yang biasa digunakan klien dengan
menarik diri, seperti regresi (kemunduran ke tingkat perkembangan yang lebih rendah
dengan respon yang kurang matang), represi (koping yang menekan keadaan yang
tidak menyenangkan ke alam bawah sadar), isolasi (respon memisahkan diri dari
lingkungan sosial).
i. Aspek medik
Jenis obat-obatan klien saat ini, baik obat fisik, psikofarmaka dan terapi lainnya.
Data yang didapat dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu data objektif dan
subjektif. Data objektif ditemukan secara nyata dan didapatkan melalui observasi atau
pemeriksaan langsung, sedangkan data subjektif merupakan data yang disampaikan
oleh klien secara lisan dan keluarga yang didapat melalui wawancara perawat kepada
klien dan keluarga.

2. Diagnosa keperawatan

A. Perubahan penampilan peran berhubungan dengan harga diri rendah.

B. Gangguan harga diri: harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh.
3. Rencana Keperawatan
DIAGNOSA PERENCANAAN INTERVENSI
KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA EVALUASI
TUM :
Setelah 3x pertemuan, pasien
Gangguan harga a) Bina hubungan saling percaya.
klien menunjukkan
diri rendah dapat menerima kehadiran
peningkatan harga b) Diskkusikan perubahan strukktur , bentu, atau
berhubungan
diri perawat. Pasien dapat fungsi tubuh.
dengan gangguan
TUK :
citra tubuh mengungkapkan perasaan dan c) Observasi ekspresi klien pada saat diskusi.
1. Klien dapat
keberadaannya saat ini secara d) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang
meningkatkan
keterbukaan dan verbal, seperti : mau menjawab dimiliki klien (tubuh, intelektual, keluarga) oleh klien
hubungan saling di luar perubahan yang terjadi).
salam, ada kontak mata, mau
percaya. e) Setiap bertemu klien hindarkan memberi penilaian
berjabat tangan, mau yang negative, utamakan memberi pujian yang
percaya. realistik.
berkenalan, mau menjawab
2. Klien dapat pertanyaan, mau duduk f) Dorong klien untuk merawat diri dan berperan
mengidentifikasi dalam asuhan klien secara bertahap.
perubahan citra berdampingan dengan perawat,
tubuh. g) Libatkan klien dalam kelompok dengan masalah
mau mengungkapkan
gangguan citra tubuh.
3. Klien dapat perasaannya
menilai kemampuan h) Tingkatkan dukungan keluarga pada klien terutama
dan aspek positif pasangan.
yang dimiliki.
i) Membantu klien mengurangi perubahan citra tubuh.
4. Klien dapat
j) Diskusikan cara yang dapat dilakukan untuk
menerima realita
mengurangi dampak perubahan struktur, bentuk atau
perubahan struktur,
fungsi tubuh.
bentuk atau fungsi
tubuh. k) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi
kondisi klien.
5) Klien dapat
menyusun rencana l) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba
cara-cara kegiatan yang telah direncanakan.
menyelesaikan
masalah yang m) Berikan pujian atas keberhasilan klien.
dihadapi. n) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.

6) Klien dapat o) Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga


melakukan tindakan tentang cara merawat klien harga diri rendah.
pengembalian p) Bantu keluarga untuk memberi dukungan selama
integritas tubuh. klien dirawat.
q) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, F. (2010). Gangguan Konsep Diri. Scribd , 6.

Carpenito, Lynda. (2009). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT


Refika Aditama.

Kusumawati, Farida & Hartono, Yudi. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.

Keliat, B. A. (2001). Gangguan Konsep Diri. Jakarta: EGC.


Prabowo,Eko. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Prasetyo. (2008). Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Scribd , 1.

Stuart, G.W. (2006). Buku Saku Keperawatan. Cetakan Pertama. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN KECEMASAN

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi

Ansietas merupakan keadaan ketika individu atau kelompok mengalami perasaan


gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi sistem saraf autonom dalam berespons
terhadap ancaman yang tidak jelas, nonspesifik (Carpenito, 2007).
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak percaya diri. Keadaan emosi ini tidak memiliki
obyek yang spesifik. Ansietas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara
interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian
intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah respon emosional
terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk
bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang berat tidak sejalan dengan kehidupan.
(Stuart, 2007).
Ansietas merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu
di luar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan
(Asmadi, 2008).
Menurut Asmadi, 2008 ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai asal
ansietas, teori tersebut antara lain:
a. Teori psikoanalisis
Dalam pandangan psikoanalisis, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara
dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan
impuls primitive seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang
dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi menengahi
tuntutan dari dua elemen tersebut dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa
ada bahaya.

b. Teori interpersonal
Dalam pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut terhadap
penolakan saat berhubungan dengan orang lain. Hal ini juga dihubungkan dengan
trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan dan perpisahan dengan orang yang
dicintai. Penolakan terhadap eksistensi diri oleh orang lain ataupun masyarakat akan
menyebabkan individu yang bersangkutan menjadi cemas. Namun bila keberadaannya
diterima oleh orang lain, maka ia akan merasa tenang dan tidak cemas. Dengan
demikian, ansietas berkaitan dengan hubungan antara manusia.
c. Teori perilaku
Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan hasil frustasi. Ketidakmampuan atau
kegagalan dalam mencapai suatu tujuan yang diinginkan akan menimbulkan
keputusasaan. Keputusasaan yang menyebabkan seseorang menjadi ansietas.

2. Rentang Respon Ansietas (Stuart, 2007)

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

3. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas :
1) Dalam pandangan psikoanalitik, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi
antara dua elemen kepribadian, id dan superego. Id mewakili dorongan insting
dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan oleh norma – norma budaya seseorang. Ego atau
Aku, berfungsi menengahi hambatan dari dua elemen yang bertentangan dan
fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2) Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut terhadap
tidak adanya penerimaan dari hubungan interpersonal. Ansietas juga
berhubungan dengan perkembangan, trauma seperti perpisahan dan kehilangan,
sehingga menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah
mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.
3) Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi, yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Daftar tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa
dalam kehidupan dininya dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih
sering menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya.
4) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang
biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan
ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi.
5) Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus
benzodiazepine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas penghambat
dalam aminobutirik. Gamma neuroregulator (GABA) juga mungkin memainkan
peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas
sebagaimana halnya endorfin. Selain itu telah dibuktikan kesehatan umum
seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap ansietas.
Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan
kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.

b. Faktor Presipitasi
Stressor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Stressor
pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori :
1) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis
yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup
sehari - hari.
2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga
diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.

4. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri sendiri,


orang lain dan lingkungan

Gangguan perilaku : kecemasan Core Problem

Koping individu tak efektif

Stressor
5. Klasifikasi
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan,
yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik
individu melakukan koping terhadap ansietas. Menurut Peplau (dalam Videbeck,
2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang,
berat dan panik.
a. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu
memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak,
merasakan, dan melindungi diri sendiri. Menurut Videbeck (2008), respons dari
ansietas ringan adalah sebagai berikut :
1) Respons fisik
a) Ketegangan otot ringan
b) Sadar akan lingkungan
c) Rileks atau sedikit gelisah
d) Penuh perhatian
e) Rajin

2) Respon kognitif
a) Lapang persepsi luas
b) Terlihat tenang, percaya diri
c) Perasaan gagal sedikit
d) Waspada dan memperhatikan banyak hal
e) Mempertimbangkan informasi
f) Tingkat pembelajaran optimal
3) Respons emosional
a) Perilaku otomatis
b) Sedikit tidak sadar
c) Aktivitas menyendiri
d) Terstimulasi
e) Tenang
b. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang
benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi. Menurut Videbeck (2008),
respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :
1) Respon fisik :
a) Ketegangan otot sedang
b) Tanda-tanda vital meningkat
c) Pupil dilatasi, mulai berkeringat
d) Sering mondar-mandir, memukul tangan
e) Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
f) Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
g) Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung
2) Respons kognitif
a) Lapang persepsi menurun
b) Tidak perhatian secara selektif
c) Fokus terhadap stimulus meningkat
d) Rentang perhatian menurun
e) Penyelesaian masalah menurun
f) Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan
3) Respons emosional
a) Tidak nyaman
b) Mudah tersinggung
c) Kepercayaan diri goyah
d) Tidak sabar
e) Gembira
c. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,
memperlihatkan respons takut dan distress. Menurut Videbeck (2008), respons dari
ansietas berat adalah sebagai berikut :
1) Respons fisik
a) Ketegangan otot berat
b) Hiperventilasi
c) Kontak mata buruk
d) Pengeluaran keringat meningkat
e) Bicara cepat, nada suara tinggi
f) Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
g) Rahang menegang, mengertakan gigi
h) Mondar-mandir, berteriak
i) Meremas tangan, gemetar
2) Respons kognitif
a) Lapang persepsi terbatas
b) Proses berpikir terpecah-pecah
c) Sulit berpikir
d) Penyelesaian masalah buruk
e) Tidak mampu mempertimbangkan informasi
f) Hanya memerhatikan ancaman
g) Preokupasi dengan pikiran sendiri
h) Egosentris
3) Respons emosional
a) Sangat cemas
b) Agitasi
c) Takut
d) Bingung
e) Merasa tidak adekuat
f) Menarik diri
g) Penyangkalan
h) Ingin bebas
d. Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya
kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Menurut
Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
1) Respons fisik
a) Flight, fight, atau freeze
b) Ketegangan otot sangat berat
c) Agitasi motorik kasar
d) Pupil dilatasi
e) Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
f) Tidak dapat tidur
g) Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
h) Wajah menyeringai, mulut ternganga
2) Respons kognitif
a) Persepsi sangat sempit
b) Pikiran tidak logis, terganggu
c) Kepribadian kacau
d) Tidak dapat menyelesaikan masalah
e) Fokus pada pikiran sendiri
f) Tidak rasional
g) Sulit memahami stimulus eksternal
h) Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
3) Respon emosional
a) Merasa terbebani
b) Merasa tidak mampu, tidak berdaya
c) Lepas kendali
d) Mengamuk, putus asa
e) Marah, sangat takut
f) Mengharapkan hasil yang buruk
g) Kaget, takut
h) Lelah
6. Gejala Klinis
Keluhan (keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas),
antara lain sebagai berikut:
a. Cemas, khawatir, firasat, buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.
b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
c. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang .
d. Gangguan pola tidur, mimpi (mimpi yang menegangkan).
e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
f. Keluhan (keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran
berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak napas, gangguan pencernaan, gangguan
perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.

7. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang


Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang ansietas yaitu:
a. Pemerikasaan laboratorium, pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatan fungsi adrenal, peningkatan glukosa dan menurunnya fungsi
paratiroid, tingkat oksigen dan kalsium.
b. Uji psikologis

8. Penatalaksanaan Medis
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahaan dan terapi
memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik
(somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya
seperti pada uraian berikut :
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
1) Makan makan yang bergizi dan seimbang.
2) Tidur yang cukup.
3) Cukup olahraga.
4) Tidak merokok.
5) Tidak meminum minuman keras.
b. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-
obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal
penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi
psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu
seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl,
meprobamate dan alprazolam.
c. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau
akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-
keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ
tubuh yang bersangkutan.
d. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan
agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan
serta percaya diri.
2) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai
bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
3) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-
konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
4) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu
kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
5) Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu
menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
6) Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor
keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat
dijadikan sebagai faktor pendukung.

9. Komplikasi
a. Depresi
b. Somatoform
c. Skizofrenia Hibefrenik
d. Skizofrenia Simplek

10. DiagnosaKeperawatan
a. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan cemas
b. Gangguan alam perasaan: cemas berhubungan dengan koping individu inefektif
11. Rencana Asuhan Keperawatan

TUJUAN INTERVENSI
Tujuan umum:
Cemas berkurang atau hilang
Tujuankhusus:
TUK 1 :
Pasien dapat menjalin dan membina 1. Jadilah pendengar yang hangat
hubungan saing percaya danresponsif
2. Beri waktu yang cukup pada
pasien unukberespon
3. Beri dukungan pada pasien
untuk mengekspresikan
perasaannya
4. Identifikasi pola perilaku
pasien atau pendekatan yang
dapat menimbulkan perasaan
negatif
5. Bersama pasienmengenali
perilaku dan respon sehingga
cepat belajar dan berkembang
TUK 2 :
Pasien dapat mengenali ansietasnya 1. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi dan
menguraikanperasaannya
2. Hubungkan perilaku dan
perasaannya
3. Validasi kesimpulan dan
asumsi terhadapapasien
4. Gunakan pertanyaan terbuka
untuk mengalihkan dari topik
yang mengancam ke hal yang
berkaitan dengankonflik
5. Gunakan konsultasi untuk
membantu pasien
mengungkapkan perasaannya
TUK 3
Pasien dapat memperluas 1. Bantu pasien menjelaskan
kesadarannya terhadap situasi dan interaksi yag
perkembanganasietaas dapatsegera
menimbulkanansietas
2. Bersama pasien meninjau
kembali penilaian pasien
terhadap stressor yang drasakan
mengacam dan menimbulkan
konflik
3. Kaitkan pengalaman yang baru
terjadi denganpengalaman
masa lalu yang relevan
TUK 4
Pasien dapat menggunakan 1. Gali cara pasien mengurangi
mekanisme koping yangadaptif ansietas di masalalu
2. Tunjukkan akibat maladaptif
dan destruktif dari respon
koping yang digunakan
3. Dorong pasien utnuk
menggunakan respon koping
adaptfi yangdimilikinya
4. Bantu pasien untuk menyusun
kembali tujuan hidup,
memodifikasi tujuan
menggunakan sumber dan
koping yangbaru
5. Latih pasien dengan
menggunakan ansietassedang
6. Beri aktivitas fisik untuk
menyalurkanenerginya
7. Libatkan pihak yang
berkepentingan sebagai suber
dan dukungan sosial dalam
membantu pasien
menggunakan lopingadaptif
yang baru
TUK 5
Pasien dapat menggunakan teknik 1. Ajarkan pasien teknik relaksasi
relaksasi untuk meningkatkan kontrol
dan rasa percayadiri
2. Dorong pasienuntuk
menggunakan relaksasi dalam
menurunkan tingkat ansietas
Daftar Pustaka

Kususmawati, F. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Prabowo, E. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:

Nuha
Medika.
HARGA DIRI RENDAH
I. KASUS (MASALAH UTAMA):
Gangguan konsep diri: Harga diri rendah.
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
A. Definisi
Perkembangan kebudayaan masyarakat banyak membawa perubahan
dalam segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan baik
positif maupun negatif dapat mempengaruhi keseimbangan fisik, mental,
dan psikososial seperti bencana dan konflik yang dialami sehingga
berdampak sangat besar terhadap kesehatan jiwa seseorang yang berarti
akan meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa(keliat, 2011).
Harga diri seseorang di peroleh dari diri sendiri dan orang lain.
Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang,
perilaku orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang
buruk. Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai
rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan
secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta
cenderung merasa aman. Individu yang memiliki harga diri rendah melihat
lingkungan dengan cara negatif dan menganggap sebagai ancaman. (Keliat,
2011).
Menurut (Herman, 2011), gangguan jiwa ialah terganggunya kondisi
mental atau psikologi seseorang yang dapat dipengaruhi dari faktor diri
sendiri dan lingkungan. Hal-hal yang dapat mempengangaruhi perilaku
manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur, dan sex, keadaan badaniah,
keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan,
pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang
di cintai, rasa permusuhan, hubungan antara manusia.
B. Tanda dan Gejala
a. Mengejek dan mengkritik diri.
b. Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri sendiri.
c. Mengalami gejala fisik, misal: tekanan darah tinggi, gangguan
penggunaan zat.
d. Menunda keputusan.
e. Sulit bergaul.
f. Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas.
g. Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga dan halusinasi.
h. Merusak diri: harga diri rendah menyokong klieb untuk mengakhiri
hidup.
i. Merusak atau melukai orang lain.
j. Perasaan tidak mampu.
k. Pandangan hidup yang pesimitis.
l. Tidak menerima pujian.
m. Penurunan produktivitas.
n. Penolakan tehadap kemampuan diri.
o. Kurang memperhatikan perawatan diri.
p. Berpakaian tidak rapi.
q. Berkurang selera makan.
r. Tidak berani menatap lawan bicara.
s. Lebih banyak menunduk.
t. Bicara lambat dengan nada suara lemah.

C. Predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak realistis,
kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi peran.
Dimasyarakat umunya peran seseorang disesuai dengan jenis
kelaminnya. Misalnya seseorang wanita dianggap kurang mampu,
kurang mandiri, kurang obyektif dan rasional sedangkan pria dianggap
kurang sensitive, kurang hangat, kurang ekspresif dibandingkan wanita.
Sesuai dengan standar tersebut, jika wanita atau pria berperan tidak
sesuai lazimnya maka dapat menimbulkan konflik diri maupun
hubungan sosial.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri.
Meliputi ketidak percayaan, tekanan dari teman sebaya dan
perubahan struktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada anak akan
menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri, ragu dalam mengambil
keputusan dan dihantui rasa bersalah ketika akan melakukan sesuatu.
Control orang yang berat pada anak remaja akan menimbulkan perasaan
benci kepada orang tua. Teman sebaya merupakan faktor lain yang
berpengaruh pada identitas. Remaja ingin diterima, dibutuhkan dan
diakui oleh kelompoknya,
d. Faktor biologis
Adanya kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi kerja hormon
secara umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan
neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat
mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi
kecenderungan harga diri dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak
berdaya.

D. Presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi
yang dihadapi individu dan ia tidak mampu menyesuaikan. Situasi atas
stressor dapat mempengaruhi komponen.
Stressor yang dapat mempengaruhi gambaran diri adalah hilangnya bagian
tubuuh, tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan
fungsi tubuh, proses tumbuh kembang prosedur tindakan dan pengobatan.
Sedangkan stressor yang dapat mempengaruhi harga diri dan ideal diri
adalah penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua dan orang
yang berarti, pola asuh yang tidak tepat, misalnya selalu dituntut, dituruti,
persaingan dengan saudara, kesalahan dan kegagalan berulang, cita-cita
tidak terpenuhi dan kegagalan bertanggung jawab sendiri. Stressor pencetus
dapat berasal dari internal dan eksternal:
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
peristiwa yang mengancam kehidupan.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi.

Ada tiga jenis transisi peran:


a. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normative yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-
norma budaya, nilai-nilai serta tekanan untuk menyesuaikan diri.
b. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat-sakit terjadi akibat pergeseran dari sehat ke keadaan
sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh,
perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh, perubahan
fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal. Perubahan
tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu
gambaran diri, identitas diri, peran dan harga diri.

E. Rentang Respon
Keterangan:
1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar
belakang pengalaman nyata yang sukses diterima.
2. Konsep diri positif adalah individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi.
3. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif
dengan konsep diri maladaptif.
4. Kerancuan identitas adalah kegagalan individu dalam
kemalangan aspek psikososial dan kepribadian dewasa yang
harmonis.
5. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap diri
sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta
tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain.

F. Pohon Masalah
Pohon masalah yang muncul menurut Fajariyah (2012) :
G. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Harga diri rendah (kronis, situasional dan resiko situasional)

H. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping menurut Deden (2013) :
Jangka pendek :

1. Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis : pemakaian


obat-obatan, kerja keras, nonoton tv terus menerus.
2. Kegiatan mengganti identitas sementara: ikut kelompok sosial,
keagamaan, politik.
3. Kegiatan yang memberi dukungan sementara : kompetisi olah raga
kontes popularitas.
4. Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara :
penyalahgunaan obat-obatan.

Jangka Panjang :
1. Menutup identitas : terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi
dari orang-orang yang berarti, tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi atau
potensi diri sendiri.
2. Identitas negatif : asumsi yang pertentangan dengan nilai dan harapan
masyarakat.
3. Mekanisme Pertahanan Ego: Mekanisme pertahanan ego yang sering
digunakan adalah : fantasi, disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan
marah berbalik pada diri sendiri dan orang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Stuart, W. Gail. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier

Yusuf, Ah, Rizky Fitryasari PK dan Hanik Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika

Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN(Basic


Course). Jakarta: EGC

Mulyono, Andri,.2013. Asuhan Keperawatan dengan HArgaDiri Rendah


Elinia, Sury,.2016. Tinjauan Tero dan Konsep Harga Diri Rendah diakses dari
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/167/jtptunimus-gdl-eliniasury-8333-2-
babii.pdf pada 12 Juni 2018
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN DANGGUAN PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI)

A. Masalah Keperawatan

Gangguan Persepsi sensori : Halusinasi


B.    Konsep Dasar Teori

1.    Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanda ada rangsangan dari luar.
Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren :
persepsi palsu. (Prabowo, 2014: 129)
Halusinasi adaah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal
(pikiran) dan rangsnagan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang
lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan
mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara.(Kusumawati & Hartono, 2012:102)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien mengalamai perubahan
sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaaan atau
penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. (Damaiyanti, 2012: 53)
2.    Tanda dan Gejala
Perilaku paisen yang berkaitan dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri
b. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, dan respon verba lambat
c. Menarik diri dari orang lain,dan berusaha untuk menghindari diri dari orang lain
d. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak nyata
e. Terjadi peningkatan denyut ajntung, pernapasan dan tekanan darah
f. Perhatian dengan lingkunganyang kurang atau hanya beberapa detik dan berkonsentrasi
dengan pengalaman sensorinya.
g. Curiga, bermusuhan,merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya) dan takut
h. Sulit berhubungan dengan orang lain
i. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung,jengkel dan marah
j. Tidak mampu mengikuti perintah
k. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton. (Prabowo, 2014: 133-
134)
3.    Jenis-Jenis Halusinasi
Haluinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu, diantaranya:
a. Halusinasi Pendengaran ( akustik, audiotorik)Gangguan stimulus dimana pasien mendengar
suara-suara terutama suara-suara orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.
b. Halusinasi Pengihatan (visual)Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk
pencaran cahaya, gambaraan geometrik, gambar kartun dan/ atau panorama yang luas dan
komplesk. Bayangan bias bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi Penghidu(Olfaktori)Gangguan stimulus pada penghidu, yamg ditandai dengan
adanya bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses. Kadang-
kadang terhidu bau harum. Biasnya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
d. Halusinasi Peraba (Taktil, Kinaestatik)Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya
sara sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh merasakan sensasi listrik
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi Pengecap (Gustatorik)Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan
sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalirmelalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
(Yosep Iyus, 2007: 130)
g. Halusinasi ViseralTimbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah tidak
seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Sering pada
skizofrenia dan sindrom obus parietalis. Misalnya sering merasa diringa terpecah dua.
2) Derelisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang tidak sesuai dengan
kenyataan. Misalnya perasaan segala suatu yang dialaminya seperti dalam mimpi.
(Damaiyanti, 2012: 55-56.)
4.    Tahapan Halusinasi
Proses Terjadinya Masalah Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase memiliki
karakteristik yang berdeda yaitu:
a. Fase I Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan
takut serta mencoba berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas.
Di sini pasien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara,
pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. Fase II Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas kendali dan
mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber dipersepsikan. Disini terjadi
peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-
tanda vital ( denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah), asyik dengna pengalaman
sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan reaita.
c. Fase III Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Di sini pasien sukar berhubungan dengan orang ain, berkeringat,
tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang ain dan berada dalam kondisi yang
sangat menegangkan terutamajika akan berhubungan dengan orang lain.
d. Fase IV Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah halusinasi.
Di sni terjadi perikalu kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap
perintah yang komplek dan tidak mampu berespon lebih dari 1orang. Kondisi pasien sangan
membahayakan. ( Prabowo, 2014: 130-131)

5. Pohon Masalah
Resiko perilaku kekerasan Effect

Perubahan sensori persepsi Cor Problem

Cause
Isolasi social : menarik diri

6. Level Of Intensity Of Halusinations (Stuart & Sundeen, 2012)


Level Characteristic Observable Patien behaviora
I : comporting Non psikotik Tersenyum / tertawa sendiri,
Cemas sedang Merasa cemas, kesepian, bersedih, bicara tanpa suara, pergerakan
Halusinasi merupakan sehingga mencoba berfikir hal-hal mata cepat, bicara pelan, diam
kesenangan yang menyenangkan dan asyik sendiri.
Halusinasi masih dapat dikontrol
II : comdemning Non psikotik Peningkatan aktivitas saraf
Cemas berat Pengalaman sensori menjadi otonom : peningkatan TTV
Halusinasi menjadi menakutkan, klien merasa hilang Perhatian terhadap lingkungan
repulsif kontrol dan merasa dilecehkan oleh menyempit dan tidak dapat
pengalaman sensori tersebut serta membedakan halusinasi dengan
menarik diri dari orang lain. realita
III : controlling Psikotik Mengikuti perintah halusinasinya
Cemas berat Klien menyerah terhadap Sulit berhubungan dengan orang
Halusinasi tidak dapat halusinasinya lain
ditolak Halusinasi menjadi lebih mengancam Perhatian terhadap lingkungan
dan klien merasa kehilangan jika hanya beberapa detik / menit
halusinasinya berakhir Gejala fisik cemas berat seperti
berkeringat, tremor, tidak dapat
mengikuti perintah.
IV : conquering Psikotik Perilaku panik
Panik Pengalaman sensori menjadi Resti mencederai diri sendiri /
Klien dikuasai oleh menakutkan dan mengancam jika orang lain
halusinasi klien tidak mengikuti perintahnya Aktivitas menggambarkan isi
Halusinasi dapat bertahan berjam- halusinasi seperti perilaku
jam / berhari-hari jika tidak segera di kekerasan, gelisah, isolasi sosial,
intervensi atau katatonia

C. Rentang Respon

Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indra. Respon neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit
berkisar dari adaptif pikiran logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai
dengan respon maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial. Rentang respon dapat
digambarkan sebagai berikut:
Rentang Respon Neurobiologist
Respon adaptif Respon
Maladaptif
Pikiran logis Pikiran kadang Kelainan pikiran
Persepsi akurat menyimpang Halusinansi
Emosi konsisten Ilusi Reaksi emosional Emosi
Perilaku sesuai sesuai
Rentang respon neurobiologis (Stuart and Sundeen, 2012)
Rentang Respona.
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma social budaya yang berlaku.
Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut. Respon adaptif :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman ahli
4) Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan
b. Respon psikosossial Meliputi :
1) Proses piker terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-
benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indra
3) Emosi berlebih atau berkurang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
c. Respon maladapttif
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang
dari norma-norma social budaya dan lingkungan, ada pun respon maladaptive antara lain :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakin ioleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan social.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak
realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
4) Perilaku tidak terorganisi rmerupakan sesuatu yang tidak teratur
5) Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negative
mengancam.(Damaiyanti,2012: 54)

D. Faktor Predisposisi
1.    Biologis
Abnormalitas otak dapat menyebabkan respon neuro biologik yang maladptif, misal adanya
lesi pada area frontal, temporal dan limbik yang paling berhubungan dengan munculnya perilaku
psikotik. Perubahan-perubahan kimia di otak juga dapat dikaitkan dengan skizoprenia seperti
kelebihan neurotransmiter dopamin, ketidakseimbangan dopamin dengan neurotransmiter lain dan
masalah pada reseptor.
2.    Psikologis
Selama lebih dari 20 tahun skizoprenia diyakini sebagai penyakit yang dapat disebabkan oleh
keluarga dan sebagian oleh karakter individu itu sendiri. Ibu yang selalu cemas, over protektif,
dingin dan tidak berperasaan ayah yang tidak dekat dengan anaknya atau terlalu memanjakan,
konflik pernikahan juga dapat menyebabkan gangguan ini.
Skizoprenia juga dipandang sebagai kaegagalan membangun tahap awal perkembangan
psikososial. Skizoprenia dipandang sebagsi contoh paling berat dari ketidakmampuan mengatasi
stress. Gangguan identitas, ketidakmampuan untuk mengontrol insting-insting dasar diduga sebagai
teori kunci dari skizoprenia.
3.    Sosial budaya
Beberapa ahli menyimpulkan bahwa kemiskinan, ketidakmampuan sosial budaya dapat
menyebabkan skizoprenia. Ilmuan lain menyatakan bahwa skizoprenia di sebabkan terisolasi dikota
atau segera tempat tinggalnya. Walaupun stress yang terakumulasi berhubungan dengan faktor
lingungan berkontribusi untuk munculnya skizoprenia dan untuk kekambuhannya, penemuan
neurobiologis mengembangkan proses terjadinya gangguan psikotik ini.

E. Faktor Presipitasi
Faktor sosial budaya : teori ini mengatakan bahwa stress lingkungan dapat menyebabkan
terjadinya respon neurobiologis yang maladaptif misalnya lingkungan yang penuh kritik (rasa
bermusuhan), kehilangan kemandirian dalam kehidupan atau kehilangan harga diri, kerusakan
dalam hubungan interpersonal, kesepian, tekanan dalam pekerjaan dan kemiskinan. Teori ini
mengatakan bahwa stress yang menumpuk dapat menunjang terhadapa terjadinya gangguan
psikotik tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan.

F. Masalah keperawatan dan data fokus pengkajian


1.    Perilaku kekerasan : resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2.    Halusinasi
3.    Isolasi sosial : menarik diri
Data Fokus Pengkajian

No Masalah Data mayor Data minor


keperawatan
1 Halusinasi Ds: Ds:
Klien mengatakan mendengar suara Klien mengatakan kesal dan klien
bisikan / melihat bayangan juga mengatakan senang
Do: mendengar suara-suara
  Bicara sendiri Do:
  Tertawa sendiri   Menyendiri
  Marah tanpa sebab   Melamun
Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Perencanaan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Keperawatan
Halusinasi Pasien mampu : Setelah ....x pertemuan, Sp 1 Pasien tidak mengetahui apa yang
       Mengenali halusinasi pasien dapat menyebutkan        Bantu pasien mengenal halusinasi (isi, didalamnya saat ini, jadi perawat
yang dialaminya : waktu, frekuensi, situasi pencetus, membantu pasien mengenalkan
       Mengontrol        Isi, waktu frekuensi, perasaan saat terjadi halusinasi) tentang apa yang sedang ia alami
halusinasinya situasi pencetus, perasaan        Latih mengontrol halusinasi dengan sehingga pasien mengerti dengan
       Mengikuti program        Mampu memperagakan cara menghardik : keadaannya. Cara yang diajarkan
pengobatan   Jelaskan cara menghardik halusinasi
cara dalam mengontrol perawat ialah dengan menghardik
halusinasi   Peragakan cara menghardik suara-suara itu cepat hilang.
  Minta pasien memperagakan ulang
  Pantau cara penerapan cara ini, beri
pengetahuan perilaku pasien
       Masukan dalam jadwal kegiatan
pasien
Setelah ...x pertemuan, Sp 2 Klien mampu memperlihatkan
pasien mampu :        Evaluasi kegiatan yang lalu (Sp1) perkembangannya dengan cara latih
       Menyebutkan kegiatan        Latih berbicara / bercakap dengan berbicara dengan orang lain sehingga
yang sudah dilakukan orang lain saat halusinasi muncul menghilangkan halusinasinya dan
       Memperagakan cara        Masukan dalam jadwal kegiatan untuk pendokumentasian
bercakap-cakap dengan pasien
orang lain
Setelah ...x pertemuan, Sp 3 Kegiatan yang lalu dapat
pasien mampu :        Evaluasi kegiatan yang lalu (Sp1 dan memperlihatkan perkembangan
       Menyebutkan kegiatan Sp 2) pasien, memaksimalkan aktivitas
yang sudah dilakukan        Latih kegiatan agar halusinasi tidak dapat meringankan gejala halusinasi
       Membuat jadwal muncul dan membantu pasien agar tidak
kegiatan sehari-hari dan        Tahapannya : terjadi halusinasi yang berkelanjutan
mampu  Jelaskan aktivitas yang teratur untuk
memperagakannya mengatasi halusinasi
 Diskusikan aktivitas yang biasa
dilakukan oleh pasien
 Latih pasien menentukan aktivitas
 Susun jadwal aktivitas sehari-hari
sesuai dengan aktivitas yang telah
dilatih (dari bangun sampai tisur
malam)
 Pantau pelaksanaan jadal kegiatan,
berikan penguat terhadap perilaku
pasien yang positif
Setelah ...x pertemuan, Sp 4 Kegiatan yang lalu dapat
pasien mampu :        Evaluasi kegiatan yang lalu (Sp1 dan memperlihatkan perkembangan
       Menyebutkan kegiatan Sp 2 dan Sp 3) pasien. Mengkaji tingkat kesadaran
yang sudah dilakukan        Tanyakan program pengobatan pasien , mendorong agar pasien mau
       Menyebutkan manfaat        Jelaskan pentingnya penggunaan obat minum obat yang telah diresepkan
dari program pengobatan pada gangguan jiwa dan menjelaskan sesuatu akan

       Jelaskan akibat bila tidak digunakan membuat pasien lebih percaya

sebagai program tebuka, mendorong paisen mampu


meminum obat dan menjalankan
       Jelaskan akibat bila putus obat peratawan sehari-hari, pasien mampu
       Jelaskan cara mendapatkan obat / meminum obat sendiri tanpa
berobat ditemani perawat dan untuk
       Latih pasien minum obat pendokumentasian

       Masukan dlam jadwal harian pasien


Keluarga mampu: Setelah ...x pertemuan Sp1 Mengkaji maslah yang dihadapi
Merawat pasien keluarga mampu        Identifikasi maslah keluarga dalam keluarga dalam merawat pasien
dirumah dan menjadi menjelaskan tentang merawat pasien halusinasi, dapat memberikan
sistem pendukung halusinasi        Jelskan tentang halusinasi: pemahaman pada keluarga tentang
yang efektif untuk  Pengertian halusinasi halusinasi sehingga keluarga mampu
pasien  Jenis halusinasi yang dialami pasien menghadapi pasien saat terjadi
 Tanda dan gejala halusinasi halusinasi
 Cara merawat pasien halusinasi (cara
berkomunikasi, pemberian obat &
pemberian aktivitas kepada pasien)
       Sumber-sumber pelayanan kesehatan
yang bisa dijangkau
       Bermain peran cara merawat
       Rencana tidak lanjut keluarga, jadwal
keluarga untuk merawat pasien
Setelah ...x pertemuan Sp 2 Mengkaji kemampuan keluarga
keluarga mampu        Evaluasi kemampuan keluarga (Sp1) dalam merawat pasien, latihan akan
menyelesaikan kegiatan        Latih keluarga merawat pasien membiasakan diri meningkatkan
yang sudah dilakukan,        RTL keluarga / jadwal keluarga untuk kemampuan keluarga dalam merawat
memperagakan cara pasien
merawat pasien merawat pasien
Setelah ...x pertemuan Sp 3 Meningkatkan kemampuan keluarga
keluarga mampu        Evaluasi kemampuan keluarga (Sp 2) merawat pasien secara mandiri
menyebutkan kegiatan        Latih keluarga merawat pasien
yang sudah dilakukan,        RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
memperagakan cara merawat pasien
merawat pasien serta
mampu membuat RTL

Sp 4 Mengkaji sejauh mana kemajuan


       Evaluasi kemampuan keluarga kemampuan keluarga dan pasien
       Evaluasi kemampuan pasien dalam mengatasi halusinasi

       RTL keluarga :


 Follow up
 rujukan
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO KLIEN KELUARGA
SP1P SPIK
1 Mengidentifikasi jenis halusinasi klien. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga
2 Mengidentifikasi isi halusinasi klien. dalam merawat pasien
3 Mengidentifikasi waktu halusinasi klien.
4 Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien. Memberikan pendidikan kesehatan tentang
Mengidentifikasi situasi yang dapat pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami
5 menimbulkan halusinasi klien. klien, tanda dan gejala halusinasi, serta proses
Mengidentifikasi respon klien terhadap terjadinya halusinasi.
6 halusinasi klien.
Mengajarkan klien menghardik halusinasi. Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi.
7 Menganjurkan klien memasukkan cara
menghardik ke dalam kegiatan harian.
8
SP2P SP2K
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat
pasien dengan halusinasi.
Melatih klien mengendalikan halusinasi
2 dengan cara bercakap-cakap dengan orang Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung
lain. kepada klien halusinasi.

Menganjurkan klien memasukkan ke dalam


3 kegiatan harian klien.
SP3P SP3K
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di
rumah termasuk minum obat (discharge planing ).
Melatih klien mengontrol halusinasi dengan
2 cara melakukan kegiatan. Menjelaskan follow- uf klien setelah pulang.

Menganjurkan pasien memasukan dalam


3 jadwal kegiatan harian
SP4P
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.

Memberikan pendidikan kesehatan tentang


2 penggunaan obat secara teratur

Menganjurkan pasien memasukan dalam


3 jadwal kegiatan harian

VI.      Evaluasi 
      Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada
klien. Evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi proses atau pormatif yang dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon
klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan (Direja, 2011). 
    Menurut Damaiyanti (2012), evaluasi dilakukan sesuai TUK pada perubahan persepsi sensori :
halusinasi yaitu :
1)   Klien dapat menbina hubungan saling percaya
2)   Klien dapat mengenali halusinasinya
3)   Klien dapat mengontrol halusinasinya
4)   Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mrngontrol halusinasi
5)   Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
Daftar Pustaka

Stuart dan Sundeen, 2012. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Nuha Medika.
Iyus, Y. (2007). Keperawatan Jiwa.Bandung: PT refika Aditama.
Mukhripah Damayanti, Iskandar . (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa.Bandung: Refika Aditama.
Wijayaningsih, K. s. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa.Jakarta Timur: TIM .
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

C. MASALAH UTAMA
Isolasi sosial : menarik diri

D. KONSEP DASAR ISOLASI SOSIAL


1. Pengertian

Isolasi sosial adalah keadaan di mana seseorang individu mengalami


penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
di sekitarnya (Damaiyanti, 2008).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi
akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku
maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes
RI,2000).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Farida,
2012).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin, 1993 dikutip Budi
Keliat, 2001).

2. Tanda dan Gejala

a. Gejalasubjektif
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh oranglain

2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain

3) Klien merasa bosan

4) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

5) Klien merasa tidak berguna


b. Gejalaobjektif
1) Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan
pelan
2) Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada

3) Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri

4) Menyendiri dalam ruangan, sering melamun

5) Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secara


berulang-ulang
6) Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)

7) Ekspresi wajah tidak berseri

8) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri

9) Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk

10) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya (Trimelia, 2011:15)

3. Pohon Masalah
Defisit Perawatan Diri
4. Proses terjadinya masalah
a. Faktor predisposisi

1) Faktor perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan
yang harus dilalui individu dengan sukses agar tidak terjadi gangguan
dalam hubungan sosial. Apabila tugas ini tidak terpenuhi, akan
mencetuskan seseorang sehingga mempunyai masalah respon sosial
maladaptif. (Damaiyanti, 2012)

2) Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif

3) Faktor sosial budaya


Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan berhubungan. Hal
ini diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap
orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak
produktif seperti lansia, orang cacat, dan penderita penyakit kronis.

4) Faktor komunikasi dalam keluarga


Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang dalam
gangguan berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal
yang negative dan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah.
Seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan
dalam waktu bersamaan, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.

b. Stressor presipitasi

1) Stressor sosial budaya


Stres dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan faktor
keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari
orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat di
rumah sakit.

2) Stressor psikologis
Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah
dengan orang dekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan
ketergantungan dapat menimbulkan kecemasan tingkat tinggi.
(Prabowo, 2014: 111)

5. Akibat
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri
atau isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa
dialami pasien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan,
ketegangan, kekecewaan, dan kecemasan.(Prabowo, 2014:112)
Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien makin sulit dalam
mengembangkan berhubungan dengan orang lain. Akibatnya pasien menjadi
regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurangnya
perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Pasien semakin tenggelam
dalam perjalinan terhadap penampilan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah
laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut halusinasi
(Stuart dan Sudden dalam Dalami, dkk 2009)

6. Mekanisme koping
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang
sering digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi. (Damaiyanti,
2012: 84)
a. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.
b. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat
diterima secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
c. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya
kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau
bertentangan antara sikap dan perilaku.

Mekanisme koping yang muncul yaitu:


1) Perilaku curiga : regresi,represi
2) Perilaku dependen: regresi
3) Perilaku manipulatif: regresi,represi
4) Isolasi/menarik diri: regresi, represi, isolasi
(Prabowo,2014:113)

7. Penatalaksanaan
Menurut dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit
skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang bisa
dilakukan adalah:

a. Electro Convulsive Therapy(ECT)


Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak
dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala
(pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall yang
berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan
listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam
otak.

b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik , upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan
rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat
empati, menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat
mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan jujur
kepada pasien.

c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang
dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud
untuk memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan harga diri seseorang.
(Prabowo, 2014: 113)
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Jiwa Pasien Dengan Isolasi Sosial
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan
hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai
tingkat kesehatan yang optimal.
3. Pengkajian
a. Identitas klien
5) Perawat yang merawat melakukan kontak dengan klien tentang :
nama klien, nama panggilan klien, nama perawat, panggilan perawat, tujuan,
waktu, tempat pertemuan, topik pembicaraan.
6) Usia
7) Nomor rekam medik
8) Perawat menuliskan sumber data yang didapat
b. Keluhan utama/alasan masuk
Menanyakan pada klien atau keluarga penyebab klien datang ke rumah sakit saat ini
dan bagaimana koping keluarga yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah ini
dan bagaimana hasilnya.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa di
masa lalu, pernah melakukan, mengalami, menyaksikan penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal, baik itu
yang dilakukan, dialami , disaksikan oleh orang lain, apakah ada anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa, pengalaman yang tidak menyenangkan.
d. Aspek fisik
Meliputi pengukuran tanda vital, tinggi badan, berat badan dan adanya keluhan fisik,
misalnya tampak lemah, letih dan sebagainya.
e. Aspek psikososial
1). Membuat genogram yang memuat minimal 3 generasi yang menggambarkan
hubungan klien dengan keluarganya yang terkait dengan komunikasi,
pengambilan keputusan, pola asuh, pertumbuhan individu dan keluarga.

2). Konsep diri, meliputi :


Kaji lebih dalam secara bertahap dengan komunikasi yang sering dan singkat,
meliputi :
d). Citra tubuh
Tanyakan dan observasi persepsi pasien terhadap tubuhnya, bagian tubuh
yang disukai dan tidak disukai.
e). Identitas diri
Tanyakan dan observasi tentang status dan posisi klien sebelum dirawat,
kepuasan klien terhadap status dan posisinya (sekolah, tempat kerja,
kelompok), kepuasan klien sebagai perempuan atau laki-laki.
f). Peran
Tanyakan tentang tugas / peran yang diemban dalam keluarga/kelompok,
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas / peran.
d). Ideal diri
Tanyakan tentang harapan terhadap tubuh; posisi, status, tugas/peran dan
harapan klien terhadap lingkungan (keluarga, sekolah, tempat kerja,
masyarakat).
e). Harga diri.
Tanyakan dan nilai melalui observasi lingkungan hubungan klien dengan
orang lain sesuai dengan kondisi no. 2). (a), (b), (c) dan
penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri dan kehidupannya.
3). Hubungan sosial (di rumah dan di rumah sakit)
d). Tanyakan pada klien / keluarga siapa orang yang paling berarti
dalam kehidupannya, tempat mengadu, tempat bicara, minta bantuan atau
sokongan.
e). Tanyakan pada klien / keluarga, kelompok apa saja yang diikuti
dalam masyarakat.
f). Tanyakan pada klien / keluarga pada klien sejauh mana klien
terlibat dalam kelompok di masyarakat.
4). Spiritual, meliputi pandangan, nilai dan keyakinan klien terhadap gangguan jiwa
sesuai dengan agama yang dianut, kegiatan ibadah yang biasa dilakukan di
rumah.

f. Status mental
Nilai aspek-aspek meliputi :
16). Penampilan (rapi / tidak) , penggunaan dan cara berpakaian.
17).Pembicaraan; cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat, inkoheren, atau tidak
dapat memulai pembicaraan.
18). Aktifitas motorik; tampak adanya kelesuan, ketegangan, kegelisahan, agitasi, tik
(gerakan involunter pada otot), grimasen (gerakan otot muka yang berubah-ubah
yang tidak dapat dikontrol klien), tremor atau kompulsif.
19). Alam perasaan; sedih, gembira, putus asa, ketakutan, atau khawatir.
20). Afek; datar, tumpul, labil, tidak sesuai.
21). Interaksi selama wawancara; bermusuhan, tidak kooperatif, kontak mata kurang,
defensif, curiga atau mudah tersinggung.
22). Persepsi; menentukan adanya halusinasi dan jenisnya.
23). Proses pikir; sirkumstansial (pembicaraan berbelit-belit, tapi sampai pada tujuan
pembicaraan), tangensial (pembicaraan berbelit-belit tidak sampai pada tujuan
pembicaraan), kehilangan asosiasi (pembicaraan yang tidak ada hubungan satu
dengan yang lainnya), flight of ideas (pembicaraan yang meloncat-loncat),
blocking (pembicaraan terhenti sejenak tanpa gangguan eksternal, kemudian
dilanjutkan kembali), perseverasi (pembicaraan yang diulang berkali-kali).
24). Isi pikir; obsesi (pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha
menghilangkannya), phobia (ketakutan patologis pada objek / situasi tertentu),
hipokondria (keyakinan terhadap adanya gangguan organ di dalam tubuh yang
sebenarnya tidak ada), depersonalisasi (merasa asing terhadap diri sendiri, orang
lain atau lingkungan), ide yang terkait (keyakinan klien terhadap kejadian yang
banyak di lingkungan yang bermakna dan terkait pada dirinya), pikiran magis
dan waham.
25).Tingkat kesadaran; bingung, sedasi, stupor, orientasi waktu, tempat dan orang.
26).Memori; adanya gangguan daya ingat jangka panjang, gangguan daya ingat
jangka pendek, gangguan daya ingat saat ini, konfabulasi.
27).Tingkat konsentrasi dan berhitung; perhatian klien yang mudah dialihkan, tidak
mampu memperbaiki, tidak mampu berhitung.
28).Kemampuan penilaian; gangguan penilaian ringan dan gangguan kemampuan
penilaian bermakna.
29).Daya tilik diri; pengingkaran terhadap penyakit yang diderita, menyalahkan hal-
hal di luar dirinya.
j. Kebutuhan persiapan pulang
Observasi kemampuan klien akan; makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian, istirahat
dan tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktifitas di dalam dan di luar
rumah
k. Mekanisme koping
Kaji koping adaptif ataupun maladaptif yang biasa digunakan klien dengan
menarik diri, seperti regresi (kemunduran ke tingkat perkembangan yang lebih rendah
dengan respon yang kurang matang), represi (koping yang menekan keadaan yang
tidak menyenangkan ke alam bawah sadar), isolasi (respon memisahkan diri dari
lingkungan sosial).
l. Aspek medik
Jenis obat-obatan klien saat ini, baik obat fisik, psikofarmaka dan terapi lainnya.
Data yang didapat dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu data objektif dan
subjektif. Data objektif ditemukan secara nyata dan didapatkan melalui observasi atau
pemeriksaan langsung, sedangkan data subjektif merupakan data yang disampaikan
oleh klien secara lisan dan keluarga yang didapat melalui wawancara perawat kepada
klien dan keluarga.

4. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan sensori persepsi halusinasi b/d menarikdiri

b. Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah (Prabowo, 2014:114)
3. Rencana Keperawatan
DIAGNOSA PERENCANAAN INTERVENSI
KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA EVALUASI
Isolasi sosial TUM :
Pasien dapat
berinteraksi dengan
orang lain
TUK :
1. Dapat membina 1. Setelah 3x pertemuan, pasien 1. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip

hubungan saling dapat menerima kehadiran komunikasi terapeutik

percaya perawat. Pasien dapat a. Sapa pasien dengan ramah baik verbal

mengungkapkan perasaan dan maupun nonverbal

keberadaannya saat ini secara b. Perkenalkan diri dengan sopan

verbal, seperti : mau menjawab c. Tanyakan nama lengkap pasien dan nama

salam, ada kontak mata, mau kesukaan pasien

berjabat tangan, mau d. Jelaskan tujuan pertemuan

berkenalan, mau menjawab e. Tunjukkan sikap empati dan menerima

pertanyaan, mau duduk pasien apa adanya

berdampingan dengan perawat, f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan

mau mengungkapkan bersahabat

perasaannya g. Beri perhatian dan penghargaan temani


pasien walau tidak menjawab
2. Pasien dapat 1. Tanyakan pasien tentang
1. Setelah 3x pertemuan, pasien dapat
menyebutkan a. Orang yang terdekat serumah/teman sekamar
menyebutkan minimal satu
menarik diri pasien
penyebab menarik diri yang berasal
b. Orang yang tinggal serumah/teman sekamar
dari diri sendiri, orang lain, dan
pasien
lingkungan
2. Kaji pengetahuan pasien tentang perilaku menarik
diri dan tanda-tandanya
3. Beri kesempatan pada pasien untuk
mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri
tidak mau bergaul
4. Diskusikan pada pasien tentang perilaku menarik
diri, tanda serta penyebab yang muncul
5. Berikan reinforcement (penguatan) positif
terhadap kemampuan pasien dalam
mengungkapkan
3. Pasien dapat 1. Setelah 3x pertemuan, pasien dapat 1. Kaji pengetahuan pasien tentang manfaat
menyebutkan menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
keuntungan berhubungan dengan orang lain 2. Beri kesempatan pada pasien untuk
berhubungan misal banyak teman, tidak kesepian, mengungkapkan perasaannya tentang berhubungan
dengan orang lain bisa diskusi, saling menolong. dengan orang lain
dan kerugian bila 3. Beri kesempatan pada pasien untuk
tidak mengungkapkan perasaannya tentang kerugian
berhubungan bila tidak berhubungan dengan orang lain
dengan orang lain 4. Diskusikan bersama tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain
5. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain
4. Pasien dapat 1. Setelah 3x pertemuan pasien dapat 1. Observasi perilaku pasien saat berhubungan
melaksanakan mendemonstrasikan hubungan sosial dengan orang lain
hubungan sosial secara bertahap 2. Bei motivasi dan bantu pasien untuk
secara bertahap berkenalan/berkomunikasi dengan orang lain
3. Beri motivasi dan libatkan pasien dalam terapi
kelompok sosialitas
4. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan
bersama pasien dalam mengisi waktu luang
5. Memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan
sesuai dengan jadwal yang telah dibuat
5. Pasien dapat 1. Setelah 3x pertemuan pasien dapat 1. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya
mengungkapkan mengungkapkan perasaan setelah bila berhubungan dengan orang lain/kelompok
perasaannya berhubungan dengan orang lain 2. Diskusikan dengan pasien tentang perasaan
setelah untuk dir sendiri dan orang lain manfaat berhubungan dengan orang lain
berhubungan untuk diri sendiri, orang lain, dan 3. Beri reinforcement atas kemampuan pasien
dengan orang lain kelompok mengungkapkan perasaannya berhubu8ungan
dengan orang orang lain
6. Pasien dapat Setelah 3x pertemuan pasien 1. Diskussikan dengan pasien tentang kerugian da
menggunakan menyebutkan mamfaat minum obat, keuntungan tidak minum, sertakarakteristik obat
obat dengan kerugian tidak minum obat, pasien yang diminum
benar dan tepat dapat mendemonstrasikan 2. Bantu dalam menggunakanm obat dengan prinsip
penggunaan obat dan menyebutkan 5 benar
akibat berhenti minum obat tanpa 3. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa
konsultasi dokter konsultasi dengan dokter
4. Anjurkan pasien untuk konsultasi dengan
doter/perawat apabila terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan
DAFTAR PUSTAKA

Prabowo,Eko. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Kusumawati, Farida & Hartono, Yudi. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.

Damaiyanti, Mukhripah & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa.


Bandung: PT Refika Aditama.

Trimeilia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta Timur: TIM.
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN
DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Konsep Dasar Defisit Perawatan Diri


1. Definisi Defisit Perawatan Diri
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan
terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri
(Depkes RI, 2010).
Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien
dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga
sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun.
Kurang perawatan diri terlihat dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri
antaranya mandi, makan minum secara mandiri, berhias secara mandiri, serta
toileting (BAK/BAB) (Damaiyanti, 2012).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan melakukan
aktivitas perawatan diri (mandi, berhias, makan serta toileting) kegiatan itu
harus bisa dilakukan secara mandiri (Direja, 2011). Sedangkan menurut SDKI
(2016) defisit perawatan diri adalah tidak mampu melakukan atau
menyelesaikan aktivitas perawatan diri. Kurang perawatan diri adalah kondisi
dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk
dirinya (Tarwoto dan Wartonah, 2015). Kurangnya perawatan diri pada
pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir
sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun
(Keliat dkk, 2014).
Jadi, defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan seseorang
melakukan aktivitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, dan toileting)
dikarenakan gangguan pada kondisi kesehatannya.

2. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015), penyebab kurang perawatan
diri adalah kelelahan fisik dan penurunan kesadaran.
Menurut Depkes RI (2010), penyebab kurang perawatan diri adalah:
a. Faktor Predisposisi
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3) Kemampuan Realitas Turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.
b. Faktor Presivitasi
Faktor presivitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri. Menurut Depkes RI (2010) faktor-faktor yang
mempengaruhi personal hygiene adalah:
1) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik Sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi,
sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
6) Kebiasaan Seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang
dan perlu bantuan untuk melakukannya.

3. Tanda dan Gejala


a. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan
badan, memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu, atau
aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh,
serta masuk dan keluar kamar mandi.
b. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian.
Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam,
memilih pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing
tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan
penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian, dan
mengenakan sepatu.
c. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, membuka container,
memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan dari wadah
lalu memasukkannya ke mulut, melengkapi makanan, mencerna makanan
menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas,
serta mencerna cukup makanan dengan aman.
d. BAB/BAK
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi
pakaian untuk toileting, memebersihkan diri setelah BAB/BAKdengan
tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil. Keterbatasan perawatan diri
di atas biasanya diakibatkan karena stressor yang cukup berat dan sulit
ditangani oleh klien (klien bisa mengalami harga diri rendah), sehingga
dirinya tidak mau mengurus atau merawat dirinya sendiri baik dalam hal
mandi, berpakaian, berhias, makan, maupun BAB dan BAK. Bila tidak
dilakukan intervensi oleh perawat, maka kemungkinan klien bisa
mengalami masalah risiko tinggi isolasi sosial (Direja, 2011).
Menurut SDKI 2016 tanda dan gejala defisit perawatan diri yaitu :
Subjektif
a. Menolak melakukan perawatan diri
Objektif
a. Tidak mampu mandi/ mengenakan pakaian/ makan/ ke toilet/ berhias
secara mandiri
b. Minat melakukan perawatan kurang
Sedangkan menurut Depkes RI (2010) tanda dan gejala klien dengan
defisit perawatan diri adalah:
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor.
2) Rambut dan kulit kotor.
3) Kuku panjang dan kotor.
4) Gigi kotor disertai mulut bau.
5) Penampilan tidak rapi.  
b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif.
2) Menarik diri, isolasi diri.
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Sosial
1) Interaksi kurang.
2) Kegiatan kurang.
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
4) Cara makan tidak teratur.
5) BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak
mampu mandiri.

4. Patofisiologi
Defisit perawatan diri terjadi diawali dengan proses terjadinya
gangguan jiwa yang dialami oleh klien sehingga menyebabkan munculnya
gangguan defisit perawatan diri pada klien (Stuart dan Laraia, 2005).
Faktor biologis terkait dengan adanya neuropatologi dan
ketidakseimbangan dari neurotransmiternya. Dampak yang dapat dinilai
sebagai manifestasi adanya gangguan adalah pada perilaku maladaptif pasien
(Townsend, 2005). Secara biologi riset neurobiologikal mempunyai fokus
pada tiga area otak yang dipercaya dapat melibatkan perilaku agresi yaitu
sistem limbik, lobus frontalis dan hypothalamus.
Lobus frontal berperan penting menjadi media yang sangat berarti
dalam perilaku dan berpikir rasional, yang saling berhubungan dengan sistem
limbik (Struat dan Laraia, 2005).
Kerusakan pada daerah lobus frontal dapat meyebabkan gangguan berfikir,
dan gangguan dalam bicara/disorganisasi pembicaraan serta tidak mampu
mengontrol emosi sehingga berperilaku maladaptif seperti tidak mau merawat
diri: mandi, berpakaian/berhias, makan, toileting (Townsend 2005
Hypotalamus memiliki fungsi utama yaitu sebagai respon tingkah laku
terhadap emosi dan juga mengatur mood dan motivasi. Kerusakan
hipotalamus membuat seseorang kehilangan mood dan motivasi sehingga
kurang aktivitas dan dan malas melakukan sesuatu. Kondisi seperti ini sering
kita temui pada klien dengan defisit perawatan diri, dimana klien butuh lebih
banyak motivasi dan dukungan untuk dapat merawat dirinya (Stuart dan
Laraia, 2005).
Serotonin berperan sebagai pengontrol nafsu makan, tidur, alam
perasaan, halusinasi, persepsi nyeri, muntah. Serotonin dapat mempengaruhi
fungsi kognitif (alam pikir), afektif ( alam perasaan ) dan psikomotor
(perilaku) (Hawari, 2008). Jika terjadi penurunan serotonin akan
mengakibatkan kecenderungan perilaku yang kearah maladaptif. Pada klien
dengan defisit perawatan diri perilaku yang maladaptif dapat terlihat dengan
tidak adanya aktifitas dalam melakukan perawatan diri seperti: mandi,
berganti pakaian, makan dan toileting (Wilkinson, 2007).

5. Rentang Respon

Adatif Maladatif

Pola perawatan diri Kadang perawatan Tidak melakukan


seimbang diri, kadang tidak perawatan diri pada saat
stress
a. Pola perawatan diri seimbang: saat pasien mendapatkan stressor dan
mampu untuk berperilaku adaptif maka pola perawatan yang dilakukan
klien seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
b. Kadang melakukan perawatan diri kadang tidak: saat pasien mendapatan
stressor kadang-kadang pasien tidak menperhatikan perawatan dirinya.
c. Tidak melakukan perawatan diri: klien mengatakan dia tidak pegduli dan
tidak bisa melakukan perawatan saat stress ( Direja, 2011).

6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongan dibagi menjadi 2 menurut
Damaiyanti (2012) yaitu:
a. Mekanisme Koping Adaptif: mekanisme koping yang mendukung fungsi
integrasi pertumbuhan belajar dan mencapai tujuan. Kategori ini adalah
klien bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri.
b. Mekanisme Koping Maladaptif: mekanisme koping yang menghambat
fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan
cenderung menguasai lingkungan.
Kategorinya adalah tidak mau merawat diri.

7. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
1) Obat anti psikosis : Penotizin
2) Obat anti depresi : Amitripilin
3) Obat anti ansietas : Diasepam,bromozepam, clobozam
4) Obat anti insomnia : Phnebarbital
b. Terapi
1) Terapi Keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian:
(a) Jangan memancing emosi klien.
(b) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan den
(c) Berikan kesempatan klien mengemukakan pendapat.
(d) Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan
masalah yang dialaminya.
2) Terapi Aktivitas Kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial, atau
aktivitas lainnya, dengan berdiskusi serta bermain untuk
mengembalikan keadaan klien karena maslah sebagian orang
merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
Ada 5 sesi yang harus dilakukan:
(a) Manfaat perawatan diri.
(b) Menjaga kebersihan diri.
(c) Tata cara makan dan minum.
(d) Tata cara eliminasi.
(e) Tata cara berhias.
3) Terapi Musik
Dengan musik klien bisa terhibur, rileks, dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran pasien.
Penatalaksanaan menurut Direja (2011) adalah sebagai berikut.
(a) Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri.
(b) Membimbing dan menolong klien merawat diri.
(c) Ciptakan lingkungan yang mendukung.

8. Dampak
Dampak dari defisit perawatan diri menurut Damaiyanti (2012) sebagai
berikut:
a. Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang
sering terjadi adalah: gangguan integritas kulit, gangguan membrane
mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada
kuku.
b. Dampak Psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygine adalah
gangguan kebutuhan aman nyaman, kebutuhan cinta mencintai, kebutuhan
harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

9. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Defisit perawatan diri
b. Harga diri rendah
c. Resiko tinggi isolasi diri

B. Konsep Asuhan Keperawatan Defisit Perawatan Diri


1. Pengkajian
I. IDENTITAS KLIEN
Nama : (L/P) Tanggal Dirawat(MRS) :
Umur : Tanggal Pengkajian :
Alamat :
Pendidikan :
Agama : Ruang Rawat :
Status :
Pekerjaan :
Jenis Kel. :
No RM :
II. ALASAN MASUK
…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
…………………………
III. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ?
❑ Ya
❑ Tidak
Jika Ya,Jelaskan:
………………………………………………………………………
……………………………………………………………
2. Pengobatan sebelumnya
❑ Berhasil
❑ Kurang berhasil
❑ Tidak berhasil
Jelaskan:
………………………………………………………………………
………….
3. RIWAYAT TRAUMA
Pelaku/usia Korban/usia Saksi/usia
Aniaya fisik
Aniaya seksual
Penolakan
Kekerasan dalam keluarga
Tindakan kriminal

Jelaskan:
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………….

Masalah/ Diagnosa Keperawatan :


1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
2. Berduka antisipasi
3. Berduka disfungsional
4. Respon paska trauma
5. Sindroma trauma perkosaan
6. Resiko tinggi kekerasan
7. Ketidakefektifan penatalaksanaan regiment terapeutik
8. Lain-lain,
jelaskan.................................................................................................
 .....................................................................................................................
........
 .....................................................................................................................
........
 .....................................................................................................................
........

4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa ? Ya Tidak


Masalah
keperawatan : ......................................................................................................
................................ ............................................................................................
.......................................... ..................................................................................
........................…………………
5. Pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan . ..................................................................................................
.......................... ..................................................................................................
..........................
Masalah keperawatan :
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
IV. PEMERIKSAAAN FISIK
1. Pengukuran Vital

TD :…….mm/Hg
N:............x/m
S: ............⁰C
RR:.........x/m
2. Ukuran :BB…….kgTB.......cm
Turun Naik
Jelaskan :
.................................................................................................................
...................
3. Keluhan Fisik :

Ya Tidak

Jelaskan
…………………………………………………………………………
……………
Masalah / Diagnosa Keperawatan :
 Risiko tinggi perubahan suhutubuh  Perubahan Nutrisi: Lebih dari
 Defisit VolumeCairan kebutuhanTubuh
 Kelebihan VolumeCairan  KerusakanMenelan
 Resiko Tinggi terhdap Infeksi  Perubahan Eliminasifaeses
 Risiko Tinggi terhadap Transmisi  Perubahan Eliminasiurine
Infeksi  Kerusakan integritaskulit
 Perubahan Nutrisi: Kurangdari  Lain-
kebutuhan lain, jelaskan...............................
 Tubuh

V. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL (Sebelum dan sesudahsakit)


1. Genogram :

Jelaskan :
................................................................................................................
..................
................................................................................................................
..................
Masalah keperawatan :
................................................................................................................
..................
................................................................................................................
..................
2. KonsepDiri
a. Citra tubuh:
..........................................................................................................
..................
..........................................................................................................
..................
b. Identitas :
...........................................................................................................
...............................................
c. Peran :
...........................................................................................................
...................
...........................................................................................................
...................
d. Idealdiri:
...........................................................................................................
...................
...........................................................................................................
...................

b. Hargadiri :
........................................................................................................
...................
........................................................................................................
...................
Masalah / Diagnosa Keperawatan :

Pengabaianunilateral  Harga diri rendahkronis


Kerusakankomunikasi Isolasisosial
Gangguan
Kerusakan citratubuh
komunikasiverbal  Harga diri rendahsituasional
Lain-
Kerusakan interaksisosial
Gangguan identitaspribadi lain,jelaskan...............................
 Lain-lain,jelaskan..........
3.Hubungansosial

a. Orang yangberarti/terdekat:
……………………………………………………………………
……………

b. Peranserta dalam kegiatan kelompok/masyarakat:


……………………………………………………………………
……………

c. Hambatan dalam berhubungan dengan oranglain:


……………………………………………………………………
……………

Masalah / Diagnosa Keperawatan :


4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
………………………………………………………………………
………
b. Kegiatanibadah
………………………………………………………………………
…………
Masalah / Diagnosa Keperawatan:
Distressspiritual
Lain-lain,

Jelaskan
………………………………………………………………………
……………
VI. STATUSMENTAL
1. Penampilan
 Tidakrapi
 Penggunaan pakaian tidaksesuai
 Cara berpakaian tidak sepertibiasanya
Jelaskan:
…………………………………………………………………………
……………
Masalah / Diagnosa Keperawatan:
 Sindroma defisit perawatan diri (makan, mandi, berhias,
toiletting,instrumentasi)
 Defisit perawatan diri (makan, mandi, berhias,
toiletting,instrumentasi)
 Lain-lain,
Jelaskan:
.................................................................................................................
...................
2. Pembicaraan
 Cepat
 Keras
 Gagap
 Apatis
 Lambat
 Membisu
 Tidak mampu memulaipembicaraan
 Lain-lain
Jelaskan :
………………………………………………………………………
…………

Masalah / Diagnosa Keperawatan:


 Kerusakankomunikasi
 Kerusakan komunikasi verbal
 Lain-lain,
Jelaskan..................................................................
...................

3. Aktifitas motorik/Psikomotor Kelambatan:


 Hipokinesia,hipoaktifitas
 Katalepsi
 Sub stupor katatonik
 Fleksibilitasserea
Jelaskan:
……………………………………………………………………
……………
Peningkatan :

 Hiperkinesia,hiperaktifitas  Grimace
 Gagap  Otomatisma
 Stereotipi  Negativisme
 Gaduh Gelisah  Reaksikonversi
Katatonik  Tremor
 Mannarism  Verbigerasi
 Katapleksi  Berjalankaku/rigid
 Tik  Kompulsif
 Ekhopraxia
 Commandautomatism
Jelaskan
……………………………………………………………………
……………
Masalah/ Diagnosa Keperawatan:
Risiko tinggicidera Defisit aktivitas deversional
Kerusakan mobilitasfisik /hiburan
Perilakukekerasan Intoleransiaktivitas
Resiko tinggikekerasan
Lain-lain, jelaskan..........

4. AlamPerasaan
 Sedih
 Gembira berlebihan
 Putusasa
 Khawatir
 Ketakutan
Jelaskan
……………………………………………………………………
……………

Masalah Keperawatan :

5. Afek
 Datar
 Tumpul
 Labil
 Tidaksesuai
Jelaskan :
.....................................................................................................
...................
Masalah Keperawatan :
..............................................................................................................
...................
6. Interaksi selama wawancara
 Bermusuhan
 Kontak mata kurang
 Tidak kooperatif
 Defensif
 Mudahtersinggung
 Curiga
Jelaskan :
........................................................................................................
...................
Masalah Keperawatan :
.............................................................................................................
..............
7. Persepsi
Halusinasi :
 Pendengaran
 Penglihatan
 Perabaan
 Pengecapan
 Penghidu
Jelaskan :
........................................................................................................
..................
Masalah Keperawatan
………………………………………………………………………
…………..

8. Prosespikir
 Sirkumstansial
 Tangensial
 Kehilanganasosiasi
 Flight ofideas
 Blocking
 Pengulanganpembicaraan/perseverasi
Jelaskan :
........................................................................................................
..................
Masalah Keperawatan
………………………………………………………………………
…………..
9. IsiPikir
 Obsesi
 Depersonalisasi
 Fobia
 Idea yang terkait
 Hipokondria
 Pikiranmagic
Waham
 Agama
 Nihilistik
 Somatik
 Sisippikir
 Kebesaran
 Siar pikir
 Curiga
 Kontrol pikir
Jelaskan :
................................................................................................
...................
Masalah Keperawatan
………………………………………………………………………
…………..

10. Tingkat Kesadaran


 Bingung
 Sedasi
 Stupor

Disorientasi
 Waktu
 Tempat
 Orang
Jelaskan
…………………………………………………………………
…………….
Masalah Keperawatan
…………………………………………………………………
……………
11. Memori
 Gangguan daya ingat jangkapanjang
 Gangguan daya ingat saat ini
 Gangguan daya ingat jangkapendek
 Konfabulasi
Jelaskan :
..................................................................................................
...................
Masalah Keperawatan
……………………………………………………………………
……………
12. Tingkat konsentrasi danberhitung
 Mudah beralih
 Tidak mampuberkonsentrasi
 Tidak mampu berhitungsederhana
Jelaskan :
...............................................................................................
..................
Masalah Keperawatan
……………………………………………………………………
……………

13. Kemampuanpenilaian
 Gangguan ringan
 Gangguanbermakna
Jelaskan :
.................................................................................................
..........
Masalah Keperawatan

…………………………………………………………………………

14. Daya tilik diri


 Mengingkari penyakit yang diderita
 Menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Jelaskan:
.................................................................................................
Masalah Keperawatan

…………………………………………………………………
………

VII. KEBUTUHAN PERSIAPANPULANG


1. Makan
 Bantuanminimal
 Bantualtotal

2. Defekasi/berkemih
 Bantuanminimal
 Bantualtotal

3. Mandi
 Bantuanminimal
 Bantualtotal

4. Berpakaian/berhias
 Bantuanminimal
 Bantualtotal

5. Istirahat dantidur
 Tidursiang lama :
.....................s.d.............................
 Tidurmalamlama :
.....................s.d.............................
 Aktivitassebelum/setelahtidur :
......................s.d............................

6. Penggunaan obat
 Bantuanminimal
 Bantuantotal

7. PemeliharaanKesehatan
Perawatan Lanjutan Ya / Tidak
Sistem Pendukung Ya/Tidak

8. Aktivitas di dalam rumah


Mempersiapkan makanan Ya / Tidak
Menjaga kerapian rumah Ya / Tidak
Mencuci pakaian Ya / Tidak
Mengatur keuangan Ya / Tidak

9. Aktivitas di luar rumah


Belanja Ya / Tidak
Transportasi Ya / Tidak
Lain-lain Ya / Tidak
Jelaskan
………………………………………………
…………………………………
Masalah Keperawatan
………………………………………………
…………………………………

VIII. MEKANISME KOPING

ADAPTIF MALADAPTIF
 Bicara dengan oranglain  Minumalcohol
 Mampu menyelesaikan  Reaksilambat
masalah  Reaksiberlebih
 Teknikrelokasi  Bekerja berlebihan
 Aktivitaskonstruktif  Menghindar
 Olah raga  Mencederaidiri
 Lainnya  lainnya
Jelaskan
…………………………………………………………………………
……………
Masalah Keperawatan
…………………………………………………………………………
……………

IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DANLINGKUNGAN


 Masalah dengan dukungan kelompok
 Uraikan :
.......................................................................................................................
..........
.......................................................................................................................
..........
 Masalah berhubungan denganlingkungan
 Uraikan :
.......................................................................................................................
..........
.......................................................................................................................
..........
Masalah dengan pekerjaan
Uraikan :
.......................................................................................................................
..........
Masalah dengan perumahan
Uraikan :
.......................................................................................................................
..........
.......................................................................................................................
..........
Masalah dengan ekonomi
Uraikan :
.......................................................................................................................
..........
.......................................................................................................................
..........
Masalah lainnya
Uraikan :
.......................................................................................................................
..........
.......................................................................................................................
..........
Masalah keperawatan :
.......................................................................................................................
..........
.......................................................................................................................
..........
.......................................................................................................................
..........
X. KURANG PENGETAHUANTENTANG
 Penyakitjiwa
 Factorpresipitasi
 Koping
 Systempendukung
 Penyakit fisik
 Obat-obatan
 Lainnya :.
......................................................................................................
.......................................................................................

.................

XI. ASPEKMEDIK
1. Diagnosa medik
.......................................................................................................................
..........
.......................................................................................................................
..........

2. Terapimedik
.......................................................................................................................
..........
.......................................................................................................................
..........

XII. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


1. ..............................................................................................................
................
2. ..............................................................................................................
.................
3. ..............................................................................................................
.................

XIII. DIAGNOSAKEPERAWATAN
1. ...........................................................................................................
........
2.
…………………………………………………………………………

3. ...........................................................................................................
........
4. ...........................................................................................................
.........
5. ...........................................................................................................
........

2. Intervensi Keperawatan
Menurut (Direja, 2011) dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesi (SIKI)
2016

WAKT DX KEP TUJUAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


U HASIL
Hari, Defisit TUM: Setelah diberikan 1. Identifikasi 1. Mengetahui
Tgl/ Bln/ Perawatan Klien mampu tindakan kemampuan permasalahan  
Thn Diri melakukan keperawatan klien dalam yang terjadi
perawatan diri: selama 1x15 menit, perawatan pada diri klien.
hygiene. diharapkan defisit diri.
perawatan diri 2. Jelaskan 2. Agar klien tahu
TUK I: (mandi) pasien pentingnya penting nya
1. Klien dapat teratasi dengan merawat kebersihan diri.
menyebutk kriteria hasil: kebersihan
an 1. Klien mampu diri. 3. Memberitahu
pengertian menjaga 3. Jelaskan alat - klien alat - alat
dan tanda- kebersihan diri alat untuk yang
tanda secara mandiri. menjaga digunakannya
kebersihan 2. Klien mampu kebersihaan
diri. menyebutkan diri. 4. Agar klien bisa
2. Klien dapat pengertian dan 4. Jelaskan cara- mengetahui
mengetahui tanda-tanda cara cara  –  cara
pentingnya kebersihan diri. melakukan kebersihan diri
kebersihan 3. Klien dapat kebersihan secara mandiri.
diri. mengetahui   diri. 5. Melatih pasien
3. Klien dapat pentingnya 5. Latih pasien agar dapat
mengetahui kebersihan diri. cara melakukan  
bagaimana mempraktikka perawatan diri
cara n cara secara mandiri.
menjaga menjaga
kebersihan kebersihan
diri. diri.
Hari, Defisit TUK II: Setelah diberikan 1. Identifikasika 1. Untuk
Tgl/Bln/ Perawatan Klien dapat tindakan n usia dan mengetahui
Thn Diri berdandan keperawatan budaya dalam kemajuan klien
secara mandiri selama 1x15 menit, membantu dalam merawat
diharapkan defisit berpakaian diri dan sebagai
perawatan dan berhias respon  positif  
diri(berdandan) terhadap
pasien teratasi tindakan klien.
dengan kriteria 2. Jelaskan cara 2. Memberitahu
hasil: dan alat untuk klien
1. Kemampuan berdandan dan bagaimana cara
klien fasilitasi berdandan dan
mengenakan berhias (mis. alat yang
pakaian Menyisir digunakannya.
meningkat rambut,merapi
2. Klien mampu kan
mengganti  baju kumis/jenggot
secara rutin, )
menyisir
rambut dan
memotong
kuku.
3. Mempertahank 3. Latih cara 3. Agar klien bisa
an diri berdandan berdandan
meningkat setelah secara mandiri.
kebersihan
diri: sisiran,
rias muka
untuk
perempuan;
sisiran,
cukuran untuk
pria.
4. Masukan pada 4. Agar klien
jadwal  jadwal terbiasa dengan
kegiatan kegiatan yang
kegiatan telah diajarkan.
untuk
kebersihan
diri dan
berdandan.
Hari, Defisit TUK III: Setelah diberikan 1. Monitor 1. Untuk
Tgl/ Bln/ Perawatan Klien mampu tindakan kemampuan mengetahui
Thn Diri melakukan keperawatan menelan kemampuan
makan dengan selama 1x15 menit, klien dalam
baik. diharapkan defisit menelan
 perawatan diri makanan
(makan)  pasien   2. Jelaskan cara 2. Agar klien
pasien teratasi mempersiap mengetahui
teratasi dengan kan makan. cara
kriteria hasil: mempersiapkan
1. Kemampuan makanan
makan klien 3. Ciptakan 3. Agar memberi
meningkat lingkungan suasanya
2. Klien dapat yang nyaman
makan secara menyenangka padaklien saat
teratur dan n selama makan
baik. makan
3. Klien dapat 4. Sediakan 4. Agar nafsu
mempersiap makanan dan makan klien
kan makan, minuman bertambah
makan, dan yang disukai
membersih kan 5. Mootivasi 5. Agar klien
peralatan untuk makan bersedia makan
makan secara di ruang di ruang makan
mandiri makan
6. Jelaskan 6. Agar klien
posisi dengan
makanan pada gangguang
pasien yang penglihatan
mengalami mengetahui
gangguan letak makanan
penglihatan yang klie
dengan makan
menggunakan
arah jarum
jam
(mis.sayur di
jam 12
rendang di
jam 3)
7. Kolaborasikan 7. Sebagai
pemberian tambahan
obat(mis. pemberian obat
Analgesic,anti
emetik),
sesuai indikasi
Hari, Defisit TUK IV: Setelah diberikan 1. Identifikasika 1. Untuk
Tgl/ Bln/ Perawat Klien mampu tindakan n kebiasaan mengetahui
Thn an Diri melakukan keperawatan BAB/BAK kebiasaan klien
defekasi atau selama 1x15 menit, sesuai usia saat BAB/BAK
berkemih diharapkan defisit 2. Dukung 2. Agar klien
(BAB / BAK) perawatan diri penggunaan terbiasa
secara mandiri. (BAB / BAK) toilet/commod BAB/BAK
pasien  pasien e/pispot/urinal menggunakan
teratasi teratasi secara alat yang sesuai
dengan kriteria konsisten 3. Agar klien
hasil: 3. Latih ingat kapan
1. Kemampuan ke BAB/BAK waktunya
toilet sesuai BAB/BAK
(BAB/BAK) jadwal,jika 4. Agar klien
meningkat perlu terbiasa dengan
2. Klien mampu 4. Anjurkan BAB/BAK
menjelas kan BAB/BAK
tempat BAB / secara rutin ke
BAK dengan kamar mandi
tepat.

3. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan berdasarkan intervensi yang telah dibuat.
4. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut  pengumpulan data
subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan
keperawatan sudah dicapai atau belum, evaluasi membandingkan keadaan yang
ada pada pasien dengan kriteria hasil pada perencanaan. Evaluasi menggunakan
system SOAP (Subjektif, objektif, analisis, planning).
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, M. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Depkes RI. Aditama. 2010. Pengertian Gangguan Jiwa.
Tersedia di: www.depkes.co.id (Diakses
pada: 3 September 2018).
Direja, Ade H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan
Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Elvara, Tiara. 2017. Defisit Perawatan Diri. Tersedia di: www.academia.edu
(Diakses pada: 3 September 2017).
Hawari, D. 2008. Manajemen Stress, Cemas dan Depresi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Keliat, Anna. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Keliat, Anna dkk. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
SDKI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Tim Pokja
SDKI DPP PPNI.
SIKI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Tim Pokja
SDKI DPP PPNI.
Stuart, G.W. dan Laraia. 2005. Principles and Practice Psychiatric Nursing Alih
Bahasa Budi Santosa. Philadelphia.
Suliswati. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Alih Bahasa
Monica Ester. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Townsend, Mary C. 2005. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri. Alih Bahasa Daulima. Jakarta: EGC.
WHO. 2016. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Indonesia.
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jendral Pelayanan Medik.
Wilkinson, J. M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama.

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PERILAKU


KEKERASAN

A. Masalah Keperawatan
Perilaku Kekerasan

B. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang individu
mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau
orang lain (Yosep 2011).
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun
orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Wati,
2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis.Berdasarkan definisi ini,
perilaku kekerasan dapat di lakukan secara verbal di arahkan pada diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu
perilaku kekerasan saat sedang berlangsung atau perilaku kekerasan terdahulu
(riwayat perilaku kekerasan).(Keliat, 2012)
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang di hadapi oleh
seseorang yang di tunjukan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada
diri sendiri, orang lain maupun lingkungan secara verbal maupun nonverbal,
bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Yosep 2011).

2. Penyebab
a. Faktor predisposisi
Menurut Ade Herma (2011) perilaku seseorang dapat di pengaruhi oleh beberapa
faktor , Antara lain :
1. Teori biologi
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian stimulus elektris
ringan pada hipotalamus ternyata menimbulkan prilaku agresif, dimana jika
terjadi kerusakan fungsi limbic (untuk emosi dan perilaku) lobus frontal (untuk
pemikiran rasional), lobius temporal (untuk interprestasi indra penciuman dan
memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak
menyerang objek yang ada disekitarnya.
Selain itu berdasarkan teori biologi, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi
seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut:
a. Neurologic faktor, beragam komponen dari sistem saraf seperti synap,
neurotransmitter, dendrit, axon terminalis mempunyai peran memfasilitasi
atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yamg akan mempengaruhi
sifat agresif.
b. Genetic faktor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua,
menjadi potensi perilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007)
dalam gen manusia terdapat dormant (potensi) agresif yang sedang tidur dan
akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian
genetik tipe karkotype XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku
tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku
agresif.
c. Cyrcardian Rhytm (irama sirkardian tubuh), memegang peranan pada
individu. Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia menghalangi
peningkatan cortisol terutama pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk
kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada
jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi untul bersikap agresif.
d. Brain Area dirsorder, gangguan pada sistem imbik dan lobus temporal,
sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilesi
ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak
kekerasan.
2. Faktor psikologis
a. Teori Psikoanalisa
Agresif dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang (life span hystori). Teori ini menjelaskan bahwa adanya
ketidakpusan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapatkan
kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cendurung
mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai
kompesasi adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.Perilaku agresif
dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaanya dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
b. Imitation, modeling, and information processing theory:
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam
lingkungan yang menolelir kekerasan.Adanya contoh, model dan perilaku
yang ditiru dari madia atau lingkungan sekitar memungkinkan individu
meniru perilaku tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan
untuk menonton tayangan pamukulan pada boneka dengan raward positif
(makin keras pukulanya akan diberi coklat), anak lain menonton tayangan
cara mengasihii dan mencium boneka tersebut dengan reward positif pula
(makin baik belainya mendapat hadiah coklat). Setelah anak-anak keluar dan
diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai dengan
tontonan yang pernah dialaminya.

c. Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya.Ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerima
kekecewaan dan mengamati bagaimana respons ibu saat marah.Ia juga
belajar bahwa dengan agresifitas lingkungan sekitar menjadi peduli,
bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk
diperhitungkan. (Yosep, 2011)

Menurut Fitria (2009) faktor predisposisi berdasarkan faktor psikologis perilaku


kekerasan meliputi :
a. Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan untuk
maengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi PK.
b. Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang
tidak menyanangkan.
c. Frustasi
d. Kekerasan dalam rumah atau keluarga.

3. Faktor sosial budaya


Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang receh, sesaji atau
kotoran kerbau di keraton, serta ritual-ritual yang cenderung mengarah pada
kemusyrikan secara tidak langsung turut memupuk sikap agresif dan ingin
menang sendiri. Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima
merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan. Hal ini dipicu
dengan maraknya demontrasi, film-film kekerasan, mistik tahayul dan
perdukunan (santet, teluh) dalam tayangan televisi (Yosep, 2011).
Seseorang akan berespon terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif
sesuai dengan respons yang dipelajari. Sesuai dengan teori menurut bandura
bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Factor ini dapat
dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan potdapat mempengaruhi perilaku
kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi marah yang
dapat diterima dan yang tidak dapat diterima.(Wati, 2010).

4. Aspek Religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresifitas merupakan dorongan
dan bisikan syetan yang menyukai kerusakan agar menusia menyesal (devil
support). Semua bentuk kekerasan adalah bisikan syetan yang dituruti masunia
sebagai bentuk kompensasi bahwa kebutuhan dirinya terancam dan segera
dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal (ego) dan norma agama (super ego)
(Yosep, 2011).

b. Faktor presipitasi
Menurut Yosep (2011) Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan
sering kali berkaitan dengan:
1. Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal
dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuati dalam keluarga serta tidak
membisakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa reancam, baik berupa
imjury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa factor pencetus injury
perilaku kekerassan adalah sebagai berikut(Wati, 2010) :
1. Klien: kelemahan fisik, keputasasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh
dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2. Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, mersa
terancam baik internal dari permasalan diri klien sendiri maupun eksternal dari
lingkungan.
3. Lingkungan: panas, padat, dan bising.
3. Tanda dan Gejala
Data subyektif :
1. Mengatakan mudah kesal dan jengkel ,
2. Merasa semua barang tidak ada harganya sehingga dibanting-banting. (Keliat,
2012)
Data obyektif :             
1. Muka merah dan tegang
2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Menegepalkan tangan
5. Jalan mondar-mandir
6. Bicara kasar
7. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8. Mengancam secara verbal atau fisik
9. Melempar atau memukul benda/ orang lain
10. Merusak barang atau benda
11. Tidak memiliki kemampuan mencegah/ mengendalikan perilaku kekerasan. (Keliat,
2012).
Menurut Fitria (2009)  tanda dan gejala perilaku kekerasan diantaranya adalah :
1. Fisik
Mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang serta postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, bicara dengan nada keras, kasar
dan ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri, atau orang lain, merusak lingkungan,
amuk atau agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak jarang mengeluarkan
kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan
kreatifitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.

4. Rentang Respon

Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif.


Menurut Ade Herma (2011) Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai
berikut:
1. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan
orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan.
Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
3. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang dialami.
4. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat
dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk
mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari
orang lain.
5. Kekerasan adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain.
                                        
5.Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.
Menurut Ade Herman (2011) mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain:
1. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu
dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik.
Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya.

3. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar.Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan,
sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan
sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya
seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut
dengan kasar.
5. Displacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak
begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya
Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya
karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan
temannya.

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain:


1. Menyerang atau menghindar
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom
beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat,
takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster
menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga
meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
2. Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya
yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang
terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan
rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di
samping itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.
3. Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku memberontak
untuk menarik perhatian orang lain.
4. Perilaku kekerasan.
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Data Fokus
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Fokus pengkajian pada pasien dengan perilaku kekerasan meliputi :
a. Faktor Predisposisi
Faktor Predisposisi meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual.
- Aspek fisik
Respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem syaraf otonom bereaksi
terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, taki kardi,
muka merah, pupil menebal, pengeluaran urine meningkat. Pada gejala yang
sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan
otot seperti rahang mengatup, tangan di kepal, tubuh kaku dan reflek cepat.
Hal ini disebabkan oleh energi yang di keluarkan saat marah bertambah.
- Aspek emosional
Individu yang marah karena tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,
frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, ngamuk, bermusuhan dan sakit
hati, menyalahkan dan menuntut.

- Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses
intelektual, peran pasca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang selanjutnya di olah dalam proses intelektual sebagai suatu
pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara pasien marah, mengidentifikasi
penyebab kemarahan bagai mana informasi di proses, di klarifikasi dan di
integrasikan.
- Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep, rasa percaya, dan ketergantungan.
Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien sering kali
menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku orang lain sehingga
orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang
berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu
sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
- Aspek spiritual
Kepercayaan nilai moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang di manifestasikan dengan amoral dan rasa
tidak berdosa.
b. Faktor presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa reancam, baik berupa
imjury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa factor pencetus
injury perilkau kekerassan adalah sebagai berikut (Wati, 2010) :
- Klien: kelemahan fisik, keputasasaan, ketidakberdayaan, kehidupan
yang penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
- Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti,
konflik, mersa terancam baik internal dari permasalan diri klien sendiri
maupun eksternal dari lingkungan.
- Lingkungan: panas, padat, dan bising.
c. Mekanisme Koping
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya
ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain:
- Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia
- Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya yang tidak
baik.
- Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk ke alam sadar
- Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan .
- Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu.

2. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Perilaku kekerasan
Harga Diri Rendah Situasional

3. Analisa Data
Data yang perlu dikaji sesuai dengan masalah keperawatan meliputi:
Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji
Risiko Mencederai diri sendiri, ).    Data Subyektif :
orang lain dan lingkungan  Klien mengatakan benci atau kesal pada
seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang
orang yang mengusiknya jika sedang kesal
atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan
jiwa lainnya.
Data Objektif :
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara
menguasai: berteriak, menjerit, memukul
diri sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang,
pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.

Perilaku Kekerasan Data Subjektif


 Klien mengancam
 Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
 Klien mengatakan dendam dan jengkel
 Klien mengatakan ingin berkelahi
 Klien menyalahkan dan menuntut
Data Objektif
 Mata melotot/pandangan tajam
 Tangan mengepal
 Rahang mengatup
 Wajah memerah dan tegang
 Postur tubuh kaku
 Suara keras
Harga diri rendah situasional Data Subjektif
 Klien mengatakan: saya tidak mampu,
tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
 Mengkritik diri sendiri,
 Mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
Data Objektif
 Klien tampak lebih suka sendiri, bingung
bila disuruh memilih alternatif tindakan,
 ingin mencederai diri / ingin mengakhiri
hidup.

4. Daftar Masalah
1 Risiko Mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2 Perilaku Kekerasan
3 Harga Diri Rendah Situasional
5. Intervensi Keperawatan

Diagnose Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Resiko Setelah diberikan 1. Klien mau 1. Beri salam panggil 1. Untuk dapat
menciderai tindakan membalas salam nama membina
diri sendiri, keperawatan selama 2. Klien mau 2. Sebutkan nama hubungan
orang lain 1x20 menit menjabat tangan perawat sambil jabat saling percaya.
dan diharapkan klien: 3. Klien mau tangan 2. Agar klien
lingkungan TUM: menyebut nama 3. Jelaskan maksud mengenal
Klien dapat 4. Klien mau hubungan interaksi perawat.
melanjutkan peran tersenyum 4. Jelaskan kontrak 3. Agar klien
sesuai dengan 5. Klien mau kontak yang akan dibahas mengetahui
tanggung jawab. mata 5. Beri rasa aman dan maksud dari
6. Klien mau simpati tindakan yang
TUK 1: mengetahui nama 6. Lakukan kontak diberikan.
Klien dapat membina perawat mata singkat tapi 4. Agar klien
hubungan saling sering memahami
percaya. pembahasan
yang
dibicarakan.
5. Pasien merasa
aman dengan
perawat.
6. Pasien mersa
diperhtikan.

1. Beri kesempatan 1. Untuk


TUK 2: 1. Klien untuk mengetahui
Klien dapat mengungkapkan mengungkapkan perasan yang
mengidentifikasi perasaanya perasaan sedang dialami
kemampuan 2. Klien dapat 2. Bantu klien untuk pasien.
penyebab kekerasan mengungkapkan mengungkapkan 2. Untuk dapat
penyebab perasaan penyebab mengidentifika
marah dari perasaan si perasaan
lingkungan atau jengkel/kesal jengkel/kesal
orang lain yang dialami
pasien.

1. Anjurkan klien 1. Untuk dapat


TUK 3 : mengungkapkan mengetahui
Klien dapat 1. Klien mampu apa yang dialami tanda-tanda
mengidentifikasi mengungkapkan dan dirasakan perilaku
tanda-tanda perilaku perasaan saat saat marah kekerasan.
kekerasan marah/jengkel 2. Observasi tanda- 2. Untuk
2. Klien dapat tanda perilaku mengetahui
menyimpulkan kekerasan pada keadaan klien.
tanda-tanda marah klien
yang dialami.
1. Simpulkan bersama
klien tanda dan1. Untuk
gejala kesal yang di mengidentifika
TUK 4: 1. Klien dapat alami si perilaku
Klien dapat mengungkapkan 2. Anjurkan klien kekerasan yang
mengidentifikasi perilaku kekerasan untuk biasa
perilaku kekerasan yang biasa mengungkapkan dilakukan.
yang biasa dilakukan dilakukan perilaku 2. Mengetahui
2. Klien dapat kekerasan yang perilaku
bermain peran biasa dilakukan kekerasaan
dengan perilaku klien . yang dilakukan
kekerasan yang 3. Bantu klien klien
biasa dilakukan bermain peran 3. Mengetahui
3. Klien dapat sesuai dengan akibat dari
mengetahui cara perilaku perilaku
yang biasa kekerasan yang kekerasan yang
dilakukan untuk biasa dilakukan. dilakukan.
menyelesaikan
masalah 1. Bicarakan 1. Agar klien
dengan klien dapat
apakah dengan mengetahui
TUK 5: cara yang hasil dari
Klien dapat 1 Klien dapat dilakukan klien tindakan yang
mengidentikasi menjelaskan masalahnya dilakukan.
akibat perilaku akibat dari cara selesai 2. Agar klien
kekerasan yang digunakan 2. bicarakan akibat mengetahui
 Akibat pada dan cara yang akibat dari
klien sendiri dilakukan klien perilaku
 Akibat pada 3. bersama klien kekerasan yang
orang lain menyimpulkan sedang
 Akibat pada akibat cara yang dilakukan.
lingkungan digunakan oleh 3. Agar klien
klien mengetahui
4. Tanya pada klien bahwa tindakan
apakah ia ingin yang dilakukan
mempelajari cara akan
yang baru dan berdampak
yang sehat. buruk
4. Mengalihkan
pada tindakan
yang lebih
baik.
1. Bantu klien
memilih cara 1. Agar klien
yang paling tepat dapat
untuk klien melakukan
2. Bantu klien tindakan yang
TUK 6 : mengidentifikasi lebih baik dan
Klien dapat manfaat cara sehat.
mendemonstrasikan 1. Klien dapat yang telah dipilih 2. Agar klien
cara mengontrol menyebutkan contoh 3. Bantu klien mengetahui
perilaku kekerasan pencegahan perilaku untuk manfaat dari
kekerasan secara : menstimulasikan tindakan yang
- Fisik: Tarik nafas cara tersebut atau di ajarkan.
dalam , olah raga, dengan role play 3. Melatih cara
memukul bantal 4. Beri tersebut agar
- Verbal: Mengatakan reinforcement klien dapat
secara langsung positif atas melakukan
dengan tidak keberhasilan dengan baik.
menyakiti. klien 4. Pujian yang
2. Klien dapat menstimulasikan baik dapat
mendemonstrasikan cara tersebut menjadi
cara fisik 5. Anjurkan klien motivasi bagi
(memukul bantal) untuk klien.
untuk mencegah menggunakan 5. Untuk
perilaku kekerasan. cara yang mencegah
dipelajari saat dampak buruk
jengkel atau dari cara
marah. sebelumnya.

1. Jelaskan jenis-
jenis obat yang
di minum pada
klien dan
keluarga. 1. Mencegah
2. Diskusikan terjadinya
manfaat minum keselahan
1. Klien dapat obat dan dalam minum
TUK 7 : menyebut kan kerugian berhenti obat.
Klien dapat obat – obat yang minum obat 2. Mencegah
menggunakan obat di minum dan tanpa seijin dampak buruk
dengan benar (sesuai kegunaanya (jenis, dokter jika klien tidak
dengan program) waktu, dosis, dan 3. Jelaskan prinsip minum obat.
Klien mampu : efek) benar minum 3. Agar klien
 Mengidentifikasi 2. Klien dapat obat(baca nama dapat minum
penyebab dan minum obat sesuai yg tertera pd obat dengan
tanda perilaku program botol obat,dosis dosis, waktu,
kekerasan pengobatan obat ,waktu dan dan cara yang
 Menyebutkan cara minum) benar.
jenis perilaku 4. Anjurkan klien 4. Mencegah
kekerasan yang minum obat tepat terlembatnya
pernah dilakukan waktu minum obat.
 Menyebutkan 5. Anjurkan klien 5. Agar klien
akibat dari melaporkan pada segera
perilaku perawat atau melaporkan
kekerasan yang dokter jika bila ada sesuatu
dilakukan merasakan efek yang terjadi

 Menyebutkan yang tidak saat minum

cara mengontrol menyenang kan obat.

perilaku 6. Beri pujian jika 6. Pujian dapat

kekerasan klien minum obat memotivasi

 Mengontrol dengan benar. klien menjadi

perilaku lebih baik.

kekerasan dengan
cara: Fisik,
Sosial/ Verbal,
Spiritual, Terapi

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Direja, A. H. 2011. Buku ajar keperawatan jiwa. Yogyakarta: Nuha medika.

Fitria , N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Keliat, B. A. 2012. Keperawatan kesehatan jiwa komunitas. Jakarta: EGC.

S. N. Ade Herma Direja. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Surya Direja Ade Herman. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Stuart GW, Sundeen. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Videbeck, S.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Wati, F. K. 2010. Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Yosep, Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai