Skenario 2
Field Practice
Tujuan kegiatan :
Kasus 1
Nama : Ny. E
Umur : 66 th
3. Menyiapkan makanan
a. Merencanakan, menyiapkan dan menyajikan makanan 1 1
secara mandiri 0
b. Menyiapkan makanan secara adekuat jika dibantu dalam
menyediakan bahan 0
c. Menyiapkan makanan tetapi tidak bisa mempertahankan
diet secara adekuat 0
d. Perlu bantuan untuk menyiapkan dan menyajikan
makanan
4. Mengatur rumah
a. Mengatur rumah sendiri atau dengan bantuan sekali-sekali 1 1
b. Melakukan tugas sehari-hari yang bersifat ringan seperti 1
mencuci piring, merapihkan tempat tidur
c. Melakukan tugas sehari-hari yang bersifat ringan tetapi 1
tidak mampu mempertahankan kebersihan
d. Perlu bantuan untuk mengatur semua tugas rumah tangga 1
e. Tidak mampu berpartisipasi dalam tugas-tugas rumah 0
tangga
5. Mencuci
a. Mencuci semua pakaian pribadi secara mandiri 1 1
b. Mencuci hanya beberapa potong pakaian 1
c. Perlu bantuan untuk mencuci pakaian 0
6. Menggunakan transportasi
a. Melakukan perjalanan dengan transportasi umum atau 1 1
kendaraan pribadi secara mandiri
b. Melakukan perjalanan dengan menggunakan taxi secara 1
mandiri, tetapi tidak mampu menggunakan transportasi
umum 1
c. Menggunakan transportasi umum dengan ditemani 0
keluarga
d. Memerlukan bantuan penuh untuk melakukan perjalanan 0
dengan menggunakan taxi atau mobil pribadi
e. Tidak mampu sama sekali untuk melakukan perjalanan
7. Menyiapkan dan minum obat
a. Mengambil obat atau minum obat dengan dosis dan waktu 1 1
yang benar
b. Mampu minum obat sendiri jika disiapkan oleh keluarga 0
c. Tidak mampu menyiapkan obat sendiri 0
8. Mengatur keuangan
4
Kasus 2
Nama : Tn. NS
Umur : 72 th
Alamat : Cangkol
Penilaian ADL dan IADL
2 = Kontinensia (teratur)
Kasus 3
Nama : Ny. M
Umur : 67 th
bercukur
4. Berpakaian (Dressing) 0 = Tergantung orang lain 2
1 = Sebagian dibantu (misal mengancing baju)
2 = Mandiri
5. Buang air kecil (Bowel) 0 = Inkontinensia atau pakai kateter dan tidak terkontrol 2
1 = Kadang Inkontinensia (maks, 1x24 jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7 hari)
6. Buang air besar 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu enema) 1
(Bladder) 1 = Kadang Inkontensia (sekali seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)
dikenal 1
c. Mampu menjawab telepon tetapi tidak mampu menelpon 0
d. Tidak mampu menggunakan telepon
2. Berbelanja
a. Mampu berbelanja untuk semua kebutuhan secara mandiri 1 0
b. Berbelanja untuk kebutuhan kecil secara mandiri 0
c. Perlu ditemani pada saat berbelanja 0
d. Tidak mampu berbelanja 0
3. Menyiapkan makanan
a. Merencanakan, menyiapkan dan menyajikan makanan 1 1
secara mandiri 0
b. Menyiapkan makanan secara adekuat jika dibantu dalam
menyediakan bahan 0
c. Menyiapkan makanan tetapi tidak bisa mempertahankan
diet secara adekuat 0
d. Perlu bantuan untuk menyiapkan dan menyajikan
makanan
4. Mengatur rumah
a. Mengatur rumah sendiri atau dengan bantuan sekali-sekali 1 1
b. Melakukan tugas sehari-hari yang bersifat ringan seperti 1
mencuci piring, merapihkan tempat tidur
c. Melakukan tugas sehari-hari yang bersifat ringan tetapi 1
tidak mampu mempertahankan kebersihan
d. Perlu bantuan untuk mengatur semua tugas rumah tangga 1
e. Tidak mampu berpartisipasi dalam tugas-tugas rumah 0
tangga
5. Mencuci
a. Mencuci semua pakaian pribadi secara mandiri 1 1
b. Mencuci hanya beberapa potong pakaian 1
c. Perlu bantuan untuk mencuci pakaian 0
6. Menggunakan transportasi
a. Melakukan perjalanan dengan transportasi umum atau 1 1
kendaraan pribadi secara mandiri
b. Melakukan perjalanan dengan menggunakan taxi secara 1
mandiri, tetapi tidak mampu menggunakan transportasi
umum
c. Menggunakan transportasi umum dengan ditemani 1
keluarga 0
d. Memerlukan bantuan penuh untuk melakukan perjalanan 0
dengan menggunakan taxi atau mobil pribadi
10
Mind Map
Penilaian Assesment
Kemandirian geriatri
lansia
Geriatri
Faktor risiko
pada pasien
Tujuan Jenis
geriatri
11
ADL IADL
Internal Eksternal
STEP 5
STEP 6
Belajar mandiri
STEP 7
Indeks barthel (modifikasi Collin C, Wade DT) adalah suatu alat/ instrument
ukur status fungsional dasar berupa kuisioner yang berisi atas 10 butir pertanyaan
terdiri atas mengendalikan rangsang buang air besar, mengendalikan rangsang buang
air kecil, membersihkan diri (memasang gigi palsu, sikat gigi, sisir rambut, bercukur,
cuci muka), penggunaan toilet-masuk dan keluar WC (melepas, memakai celana,
membersihkan/ menyeka, menyiram), makan, berpindah posisi dari tempat tidur ke
kursi dan sebaliknya, mobilitas/ berjalan, berpakaian, naik-turun tangga dan mandi.
Dengan skor antara 0 – 20. Skor 20 = mandiri, skor 12 – 19 = ketergantungan ringan,
skor 9 – 11 = ketergantungan sedang, skor 5 – 8 = ketergantungan berat, skor 0 – 4 =
ketergantungan total.1
1 Mandi
a Tidak memerlukan bantuan masuk dan keluar kamar mandi dan mampu 2
mandi sendiri
b Memerlukan bantuan saat mandi hanya pada satu bagian tubuh (seperti 1
punggung, kaki)
c Memerlukan bantuan saat mandi lebih dari satu bagian tubuh 0
2 Berpakaian
a Mengambil pakaian dan berpakaian lengkap tanpa bantuan 2
b Mampu berpakaian sendiri, kecuali memerlukan bantuan dalam hal 1
(memasang resleting, memasang kancing baju belakang)
c Memerlukan bantuan untuk mengambil pakaian dan berpakaian 0
3 Ke WC/Toilet
a Mampu ke WC sendiri untuk buang air dan membersihkan setelah buang 2
Air
b Memerlukan bantuan saat pergi ke WC atau saat membersihkan setelah 1
buang air
c Memerlukan bantuan penuh untuk pergi ke WC dan membersihkan setelah 0
buang air
4 Berpindah tempat/Berjalan
a Mampu berpindah sendiri ke atau dari tempat tidur, duduk, berdiri atau 2
Jalan
b Memerlukan bantuan berpindah ke atau dari tempat tidur, duduk atau 1
Berdiri
c Tidak mampu bangun dari tempat tidur 0
5 Buang air
13
1 Menggunakan telepon
a Mampu mengoperasikan telepon secara mandiri 1
b Menjawab telepon dan menelpon beberapa nomor yang dikenal 1
c Mampu menjawab telepon tetapi tidak mampu menelpon 1
d Tidak mampu menggunakan telepon 0
2 Berbelanja
a Mampu berbelanja untuk semua kebutuhan secara mandiri 1
b Berbelanja untuk kebutuhan kecil secara mandiri 0
c Perlu ditemani pada saat berbelanja 0
d Tidak mampu berbelanja 0
3 Menyiapkan makanan
a Merencanakan, menyiapkan dan menyajikan makanan secara mandiri 1
b Menyiapkan makanan secara adekuat jika dibantu dalam menyediakan 0
Bahan
c Menyiapkan makanan tetapi tidak bisa mempertahankan diet secara 0
14
Adekuat
d Perlu bantuan untuk menyiapkan dan menyajikan makanan 0
4 Mengatur rumah
a Mengatur rumah sendiri atau dengan bantuan sekali-sekali 1
b Melakukan tugas sehari-hari yang bersifat ringan seperti mencuci piring, 1
merapihkan tempat tidur
c Melakukan tugas sehari-hari yang bersifat ringan tetapi tidak mampu 1
mempertahankan kebersihan
d Perlu bantuan untuk mengatur semua tugas rumah tangga 1
e Tidak mampu berpartisipasi dalam tugas-tugas rumah tangga 0
5 Mencuci
a Mencuci semua pakaian pribadi secara mandiri 1
b Mencuci hanya beberapa potong pakaian 1
c Perlu bantuan untuk mencuci pakaian 0
6 Menggunakan transportasi
a Melakukan perjalanan dengan transportasi umum atau kendaraan pribadi 1
secara mandiri
b Melakukan perjalanan dengan menggunakan taxi secara mandiri, tetapi 1
tidak mampu menggunakan transportasi umum
c Menggunakan transportasi umum dengan ditemani keluarga 1
d Memerlukan bantuan penuh untuk melakukan perjalanan dengan 0
menggunakan taxi atau mobil pribadi
e Tidak mampu sama sekali untuk melakukan perjalanan 0
8 Mengatur keuangan
a Mengatur keuangan secara mandiri (pemasukan dan pengeluaran uang) 1
b Memerlukan bantuan untuk mengatur keuangan (seperti belanja sehari- 1
hari)
c Tidak mampu mengatur keuangan 0
15
a) Memfokuskan pertemuan pada apa yang dapat pasien lakukan dan ingin
lakukan.
b) Memfokuskan perhatian terbesar pada data-data pasien.
c) Standarisasi pada sejarah fungsional.
d) Menghasilkan data yang konsisten yang dikumpulkan oleh dokter yang sama
dari waktu ke waktu atau oleh dokter yang berbeda yang memeriksa pasien.
e) Menyediakan data yang objektif untuk digunakan.
f) Identifikasi potensi defisit fungsional yang reversibel.
g) Peningkatan kualitas diagnosa dan terapi.
h) Memfokuskan tim perawatan kesehatan pada tujuan outcome yang seragam.
i) Data yang dapat ditransfer antara sesama fasilitas kesehatan. 1
Assasment Lansia
pengelihatan yang mulai kabur, indra pendengaran yang mulai berkurang serta daya
tahan tubuh yang menurun, sehingga seringsakit.
b. Masalah kognitif ( intelektual )
Masalah yang hadapi lansia terkait dengan perkembangan kognitif, adalah
melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit untuk bersosialisasi
dengan masyarakat di sekitar.
c. Masalah emosional
Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional, adalah rasa
ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat perhatian lansia
kepada keluarga menjadi sangat besar. Selain itu, lansia sering marah apabila ada
sesuatu yang kurang sesuai dengan kehendak pribadi dan sering stres akibat masalah
ekonomi yang kurang terpenuhi.
d. Masalah spiritual
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual, adalah
kesulitan untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai menurun, merasa
kurang tenang ketika mengetahui anggota keluarganya belum mengerjakan ibadah,
dan merasa gelisah ketika menemui permasalahan hidup yang cukup serius.2
a. Pendekatan Fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik melalui
perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian yang dialami klien lansia semasa
hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih dapat
dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau progresifitas
penyakitnya.
Pendekatan fisik secara umum bagi pasien lanjut usia dapat dibagi 2 bagian:
1) Klien lansia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih mampu
bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam kebutuhannya sehari-hari ia
masih mampu melakukannya sendiri.
17
2) Klien lansia yang pasif, keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit.
Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia ini, terutama yang
berkaitan dengan kebersihan perseorangan untuk mempertahankan kesehatan.2
b. Pendekatan Psikologis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif
pada klien lansia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung terhadap segala sesuatu
yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab. Perawat hendaknya
memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu yang cukup
banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar lansia merasa puas. Perawat
harus selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service. Bila ingin
mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa
melakukannya secara perlahan dan bertahap.2
c. Pendekatan Sosial
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya
perawat dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul
bersama dengan sesama klien lansia berarti menciptakan sosialisasi. Pendekatan
sosial ini merupakan pegangan bagi perawat bahwa lansia adalah makhluk sosial
yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan
hubungan sosial, baik antar lain maupun lansia dengan perawat. Perawat memberi
kesempatan seluas-luasnya kepada lansia untuk mengadakan komunikasi dan
melakukan rekreasi. Lansia perlu dimotivasi untuk membaca surat kabar dan
majalah.2
Prinsip Etika Pada Pelayanan Kesehatan Lansia
Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada lansia:
a. Empati: istilah empati menyangkut pengertian “simpati atas dasar pengertian yang
dalam”artinya upaya pelayanan pada lansia harus memandang seorang lansia yang
sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa penderitaan yang
dialami oleh penderita tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan
wajar, tidak berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over protective dan belas-
18
kasihan. Oleh karena itu semua petugas geriatrik harus memahami peroses
fisiologis dan patologik dari penderita lansia.
b. Non maleficence dan beneficence. Pelayanan pada lansia selalu didasarkan pada
keharusan untuk mengerjakan yang baik dan harus menghindari tindakan yang
menambah penderitaan (harm). Sebagai contoh, upaya pemberian posisi baring
yang tepat untuk menghindari rasa nyeri, pemberian analgesik (kalau perlu dengan
derivat morfina) yang cukup, pengucapan kata-kata hiburan merupakan contoh
berbagai hal yang mungkin mudah dan praktis untuk dikerjakan.
c. Otonomi yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk
menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginannya sendiri. Tentu saja hak
tersebut mempunyai batasan, akan tetapi di bidang geriatri hal tersebut berdasar
pada keadaan, apakah lansia dapat membuat keputusan secara mandiri dan bebas.
Dalam etika ketimuran, seringakali hal ini dibantu oleh pendapat keluarga dekat.
Jadi secara hakiki, prinsip otonomi berupaya untuk melindungi penderita yang
fungsional masih kapabel (sedangkan non-maleficence dan beneficence lebih
bersifat melindungi penderita yang inkapabel). Dalam berbagai hal aspek etik ini
seolah-olah memakai prinsip paternalisme, dimana seseorang menjadi wakil dari
orang lain untuk membuat suatu keputusan (misalnya seorang ayah membuat
keputusan bagi anaknya yang belum dewasa).
d. Keadilan: yaitu prinsip pelayanan pada lansia harus memberikan perlakuan yang
sama bagi semua. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara
wajar dan tidak mengadakan pembedaan atas dasar karakteristik yang tidak
relevan.
e. Kesungguhan hati: Suatu prinsip untuk selalu memenuhi semua janji yang
diberikan pada seorang lansia.2
Assessmen Geriatri komprehensif mencakup: kesehatan fisik, mental, status
fungsional, kegiatan sosial, dan lingkungan. Tujuan asesmen ialah mengetahui
kesehatan penderita secara holistik supaya dapat memberdayakan kemandirian
penderita selama mungkin dan mencegah disabilitas diwaktu mendatang. Asesmen ini
19
bersifat tidak sekedar multi-disiplin tetapi interdisiplin dengan koordinasi serasi antar
disiplin dan lintas pelayanan kesehatan.3
1. Anamnesis
Anamnesis dilengkapi dengan berbagai gangguan yang terdapat: menelan,
masalah gigi, gigi palsu, gangguan komunikasi/bicara, nyeri/gerak yang terbatas
pada anggota badan dan lain-lain.
a) Penilaian sistem : Penilaian system dilaksanakan secara urut, mulai dari
system syaraf
b) Pusat, saluran nafas atas dan bawah, kardiovaskular, gastrointestinal (seperti
inkontinensia alvi, konstipasi), urogenital (seperti inkontinensia urin). Dapat
dikatakan bahwa penampilan penyakit dan keluhan penderita tidak tentu
berwujud sebagai penampilan organ yang terganggu.
c) Anamnesis tentang kebiasaan yang merugikan kesehatan (merokok, minum
alkohol).
d) Anamnesis Lingkungan perlu meliputi keadaan rumah tempat tinggal.
e) Review obat-obat yang telah dan sedang digunakan perlu sekali ditanyakan,
bila perlu, penderita atau keluarganya.
f) Ada tidaknya perubahan perilaku.3
Anamnesis Nutrisi:
a) Keseimbangan (baik jumlah kalori maupun makronutrien)
b) Cukup mikronutrien (vitamin dan mineral)
c) Perlu macam makanan yang beranekaragam.
d) Kalori berlebihan atau dikurangi disesuaikan dengan kegiatan AHSnya,
dengan tujuan mencapai berat badan ideal.
e) Keadaan gigi geli, mastikasi dan fungsi gastro-intestinal.
f) Apakah ada penurunan atau kenaikan berat badan.
g) Pengkajian Nutrisi
Pengkajian nutrisi dilakukan dengan memeriksa indeks massa tubuh. Rumus
Indeks Masa Tubuh (IMT) : Berat Badan (kg)
20
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan pemeriksaan tanda vital.
1. Pemeriksaan fisik tekanan darah, dilaksanakan dalam keadaan tidur, duduk
dan berdiri, masing-masing dengan selang 1-2 menit, untuk melihat
kemungkinan terdapatnya hipotensi ortostatik.3
2. Pemeriksaan fisik untuk menilai sistem. Pemeriksaan organ dan sistem ini
disesuaikan dengan tingkat kemampuan pemeriksa.Yang penting adalah
pemeriksaan secara sistem ini menghasilkan dapatan ada atau tidaknya gangguan
organ atau sistem. 3
3. Pemeriksaan fisik dengan urutan seperti pada anamnesis penilaian sistem,
yaitu:
a) Pemeriksaan susunan saraf pusat (Central Nervous System).
b) Pemeriksaan panca indera, saluran nafas atas, gigi-mulut.
c) Pemeriksaan leher, kelenjar tiroid, bising arteri karotis.
d) Pemeriksaan dada, paru-paru, jantung dan abdomen perlu dilakukan dengan
cermat.
e) Pemeriksaan ekstremitas, refleks-refleks, gerakan dan kelainan sendisendi
perlu diperiksa :sendi panggul, lutut dan kolumna vertebralis.
f) Pemeriksaan kulit-integumen, juga perlu dilakukan. Pemeriksaan fisik perlu
dilengkapi dengan beberapa uji fisik seperti “get up and go” (jarak 3 meter dalam
waktu kira-kira 20 detik), mengambil benda di lantai, beberapa tes
keseimbangan, kekuatan, ketahanan, kelenturan, koordinasi gerakan.Bila dapat
mengamati cara berjalan (gait), adakah sikap atau gerakan terpaksa.Pemeriksaan
21
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan keperluan penegakan kepastian
diagnosis, tetapi minimal harus mencakup pemeriksaan rutin.
a) X-foto thorax, EKG
b) Laboratorium :- DL,UL, FL
Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan yang belum jelas atau diperlukan
tindakan diagnostik atau terapi, dapat dilakukan konsultasi (rujukan) kepada sub
bagian atau disiplin lain, atau pemeriksaan dengan alat yang lebih spesifik : FNB,
EKG, CT-Scan.3
1) Usia
Usia lebih dari 70 tahun merupakan kelompok usia risiko tinggi. Usia lebih
dari 70 tahun lebih mengalami penurunan fungsi sistem tubuh termasuk
keseimbangan dibanding lansia yang berusia kurang dari 70 tahun. Penurunan fungsi
sistem tubuh tersebut diantaranya adalah sistem neurologis, sensori, kardiovaskuler,
dan muskuloskeletal. Penurunan fungsi psikologis lansia juga menurun. Penurunan
fungsi tersebut dapat mempengaruhi keseimbangan. Namun, lansia berumur 70 tahun
atau kurang masih mampu melakukan mobilisasi sehingga aktif datang ke posyandu
lansia.4
Perubahan sistem neurologis di otak berpengaruh pada stabilitas tubuh seperti pada
saraf motorik yang dapat mengakibatkan perubahan dalam reflek. Lansia juga dapat
mengalami hilangnya sensasi dan propiosepsi serta pengolahan informasi yang
mengatur pergerakan tubuh dan posisi. Perubahan pada sistem muskuloskeletal lansia
adalah berkurangnya massa, kekuatan dan kelenturan otot, massa dan kekuatan tulang
22
2) Jenis kelamin
Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan keseimbangan pada lansia.
Tidak adanya hubungan tersebut dapat disebabkan oleh faktor aktivitas yang sama
dilakukan oleh lansia laki-laki dan perempuan. Meskipun lansia perempuan lebih
cenderung di rumah, tetapi memiliki aktivitas baik di dalam maupun di luar rumah
seperti senam lansia. Banyak lansia perempuan yang juga memiliki faktor psikologis
dan antropometri yang sama dengan lansia laki- laki sehingga tidak ada hubungan
antara jenis kelamin dengan keseimbangan.4
Masalah keseimbangan sering terjadi pada lansia wanita juga karena
dihubungkan dengan perubahan gaya hidup, metabolik istirahat, dan lemak tubuh
yang terjadi pada lansia wanita. Lansia wanita biasanya lebih memilih aktivitas di
dalam rumah daripada laki-laki yang bekerja di luar rumah dimana aktivitas di luar
rumah seperti bekerja intensitasnya lebih banyak. Lemak tubuh dapat mempersulit
23
Penyakit pada lanjut usia (lansia) sering berbeda dengan dewasa muda, karena
penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat
penyakit dan proses menua, yaitu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur
dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap penyakit (termasuk
infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
B. Faktor Eksternal
1. Kondisi ekonomi
Kondisi lanjut usia akan menyebabkan kemunduran di bidang ekonomi.
Masa pensiun akan berakibat turunnya pendapatan, hilangnya fasilitas-fasilitas,
kekuasaan, wewenang dan penghasilan. Masalah ekonomi yang dialami orang
lanjut usia adalah tentang pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari seperti
kebutuhan sandang, pangan, perumahan, kesehatan, rekreasi dan sosial. Dengan
kondisi fisik dan psikis yang menurun menyebabkan mereka kurang mampu
menghasilkan pekerjaan yang produktif. Jika tidak bekerja berarti bantuan yang
diperoleh mereka dari bantuan keluarga, kerabat dan orang lain.5
26
2. Olahraga
Pada usia lanjut terjadi penurunan otot serta kekuatannya. Latihan dan olah
raga pada lanjut usia dapat mencegah atau melambatkan kehilangan fungsional,
bahkan latihan yang teratur dapat memperbaiki morbiditas dan mortalitas yang
diakibatkan oleh penyakit kardiovaskuler.5
Penelitian Reuben (1996) secara prospektif membuktikan bahwa
kemungkinan ketergantungan fungsional pada lanjut usia yang inaktif akan
meningkatkan sebanyak 40-60% dibanding lansia yang bugar dan aktif secara
fisik.5
The centre for Diseases Control and Prevention di Amerika Serikat dan The
American College of Sports Medicine memberikan rekomendasi berolah raga
selama 15-30 menit sehari selain aktivitas sehari-hari, dan tidak harus berturut-
turut. The Journal of the American Medical Association pernah mempublikasikan
beberapa aktivitas yang dianggap mempunyai intensitas sedang yang dianjurkan
untuk lanjut usia yaitu jalan santai, bersepeda, berenang, senam, olah raga
menggunakan raket.5
3. Dukungan Keluarga
Pola mortalitas menunjukkan bahwa lansia yang tinggal bersama
keluarganya lebih mungkin untuk bertahan hidup dan mempertahankan
kemandirian mereka dibanding mereka yang hidup sendirian. Angka kematian
untuk pria lansia secara substansial jauh lebih tinggi dibanding wanita lansia.
Hidup menjanda atau menduda mempunyai pengaruh jenis kelamin tertentu,
meningkatkan angka kematian pria yang ditinggalkan. Kematian dari salah
seorang pasangan hidup sering kali diikuti dengan meningkatnya angka
ketergantungan dan kebutuhan akan dukungan keluarga dari pasangan yang masih
hidup.5
Suhartini (2004) dalam penelitiannya juga menyatakan, bagi lanjut usia
keluarga merupakan sumber kepuasaan, umumnya mereka ingin tinggal di tengah-
tengah keluarga. Para lanjut usia merasa bahwa kehidupan mereka sudah lengkap,
yaitu sebagai orang tua dan juga sebagai kakek, dan nenek.
27
5. Kehidupan Beragama
Agama memainkan peran mendukung bagi banyak lansia, hal ini antara lain
dukungan sosial, keinginan akan gaya hidup yang sehat, persepsi tentang kontrol
terhadap hidup mereka melalui doa, mendorong kondisi emosi positif, penurun
stres dan keimanan terhadap Tuhan sebagai cara hidup yang baik. Agama memiliki
pengaruh positif pada kesehatan mental secara fisik dan usia.5
Mas'ud (2009) dalam penelitiannya menjelaskan untuk mencapai taraf
kesehatan mental, orang harus dapat memenuhi tuntutan-tuntutan moral,
intelektual, sosial dan religius.5
Mental yang sehat ditandai dengan adanya integrasi diri, regulasi diri, dan
pengontrolan diri terhadap pikiran, angan-angan, keinginan, dorongan, emosi,
sentimen, dan segenap tingkah laku. Oleh karena itu agama mengarahkan para
lansia pada perubahan sikap mentalnya yaitu rajin beribadah, supel dan mudah
berinteraksi dengan orang lain. Karena itu, sangatlah penting kehidupan beragama
bagi para lansia.5
Para lansia yang sudah memiliki jadwal rutinitas untuk mengikuti acara
keagamaan atau beribadah bersama. Dengan mengikuti acara keagamaan ataupun
28
diadakannya acara bersama kunjungan dari institusi atau kunjungan donator maka
para lansia dapat meningkatkan sosialisasi antar lansia.5
6. Kondisi Kesehatan
Usia lanjut yang memiliki tingkat kemandirian tertinggi adalah mereka yang
secara fisik dan psikis memiliki kesehatan yang cukup prima. Persentase yang
paling tinggi adalah mereka yang mempunyai kesehatan baik. Dengan kesehatan
yang baik mereka bisa melakukan aktivitas apa saja dalam kehidupannya sehari-
hari seperti mengurus dirinya sendiri, bekerja dan rekreasi. Hal ini sejalan dengan
pendapat Darmojo (2004) bahwa kemandirian bagi orang lanjut usia dapat dilihat
dari kualitas kesehatan sehingga dapat melakukan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari
(AKS).5
7. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu unsur penting untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam mencapai kehidupan yang lebih baik. Dengan
pendidikan yang semakin tinggi dapat menghasilkan keadaan sosioekonomi makin
baik dan kemandirian yang semakin baik.5
Kepribadian yang sehat dan berbahagia serta lingkungan yang ramah,
mempunyai dampak yang besar untuk menjadi tua sehat dan aktif.Sehingga
mereka memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan
mampu untuk melakukan aktifitas instrumen seperti berbelanja dan mengatur
keuangan. Sedangkan lansia yang tidak mandiri hampir seluruhnya memiliki
pendidikan yang rendah. Hal ini disebabkan karena lansia yang berpendidikan
rendah bekerja sebagai petani/ buruh tani, dll bahkan tidak memiliki pekerjaan
sama sekali, sehingga mereka berada dalam status ekonomi tidak mampu. Hal ini
sangat berpengaruh terhadap kemampuan lansia dalam memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari dan kemampuan dalam melakukan aktifitas instrumen seperti
berbelanja dan mengatur keuangan.5
8. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dan sosial kesejahteraan pada segmen lansia yang
tidak dipisahkan satu sama lain. Pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat
29
salah satunya adalah posyandu lansia. Jenis pelayanan kesehatan posyandu salah
satunya adalah pemeliharaan Activity of Daily Living. Lansia yang secara aktif
melakukan kunjungan ke posyandu, kualitas hidupnya akan lebih baik daripada
lansia yang tidak aktif ke posyandu.
30
Daftar Pustaka
1. Buku geriatri
2. Kholifah SN. Keperawatan Gerontik.Menkes RI.Jakarta. 2016
3. Yulianti. Geriatric syndrome. Malang, Universitas Brawijaya; 2015.
4. Sozanska AB, dkk. An Assesment Of Factors Related To Disability in ADL & IADL In
Elderly in Babitary Of Rural Areas Of South Eastern Poland. Vol.25. No.3.504.511.
Department Of Medicine. Institute Of Physiolotherapy. University Of Rzeuzle, Poland ;
2018
5. Rohaedi S, Et Al. Tingkat Kemandirian Lansia Dalam Activities Daily Living Di Panti
Sosial Tresna Werdha Senja Rawi. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. Vol 2 (1);
Juli 2016.