Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Periode postpartum merupakan fase kritis dalam kehidupan seorang ibu

dan bayinya. Pemeriksaan dini pada periode postpartum diperlukan untuk

mengevaluasi komplikasi dari kehamilan termasuk komplikasi medis postpartum

yang umum terjadi.1,2 Diantara masalah kesehatan yang terjadi pada periode

postpartum mencakup komplikasi medis, kecemasan pasien, dan kondisi-kondisi

tertentu yang dapat memiliki risiko buruk bagi kesehatan pasien di masa

mendatang.3,4

Kehamilan dan persalinan membawa banyak perubahan fisiologis dan

psikososial, dan baik ibu maupun ayah diharuskan menghadapi beberapa

tantangan baru selama periode ini, sehingga, masa kehamilan dan periode post-

partum merupakan masa-masa yang rentan untuk terjadinya peningkatan onset

maupun relaps penyakit-penyakit mental.5 Depresi dan kecemasan adalah

gangguan kejiwaan yang paling umum dijumpai selama masa kehamilan dan post

partum 6dan gejalanya bisa berkisar dari gejala ringan hingga berat.

Depresi dan kecemasan selama periode perinatal, sangat umum terjadi.

Prevalensi episode depresi mayor diperkirakan sekitar 10% - 20% untuk episode

yang memenuhi seluruh kriteria7, dan perkiraan prevalensi menjadi lebih dari 25%

-50% ketika episode depresi minor atau kecemasan disertakan.8 Depresi dan

kecemasan perinatal yang tidak diobati dikaitkan dengan komplikasi kehamilan

(misalnya, kelahiran prematur), kemungkinan yang buruk selama periode

perinatal (misalnya, gangguan laktasi, bunuh diri, dan pembunuhan bayi), dan

1
dampak negatif di luar periode perinatal tidak hanya untuk ibu dan anak tetapi

juga seluruh keluarga (misalnya, gangguan ikatan emosional antara ibu-bayi,

perceraian, gangguan kejiwaan di kemudian hari, dan risiko bunuh diri yang lebih

tinggi).9 Angka kematian akibat bunuh diri lebih besar daripada kematian akibat

komplikasi kebidanan seperti perdarahan, embolisme kebidanan, atau preeklamsia

/ eklamsia .10

Faktor risiko yang menjadi prediktor kuat dari depresi atau kecemasan

postpartum yaitu: stressful recent life events, dukungan sosial yang buruk, dan

riwayat depresi sebelumnya.11 Melahirkan juga bisa dianggap sebagai peristiwa

besar (stressful) dalam hidup, terutama saat adanya komplikasi dalam persalinan,

misalnya, saat bayi dilahirkan melalui operasi sesar secara darurat atau bayi

dirawat di unit perawatan intensif neonatal (NICU).

Selain itu, pasien yang menjalani operasi sesar, metode bersalin yang

tidak sesuai dengan harapan, dan masa pemulihan yang lebih lama dapat

menyebabkan peningkatan stres, keluhan somatik dan rendahnya harga diri

sebagai predisposisi depresi postpartum.11 Oleh karena itu diperlukan adanya

deteksi dini kecemasan dan depresi postpartum pada ibu yang baru melahirkan,

terutama pada ibu yang melahirkan dengan metode sesar.

Skrining ansietas maupun depresi postpartum menjadi sangat penting

mengingat potensi efek kecemasan jangka pendek dan jangka panjang pada

keturunan.. Dengan disusunnya makalah ini diharapkan dapat memaparkan lebih

lanjut mengenai skrining kecemasan dan depresi post partum menggunakan salah

satu alat uji kuesioner yaitu Zung Self Rating Anxiety Scale (SAS) terutama pada

ibu yang menjalani operasi sesar.

2
1.2 Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum

Mampu memahami penggunaan kuesioner Zung Self Rating Anxiety Scale

(SAS) dalam menilai faktor-faktor kecemasan pada pasien pasca operasi sesar.

b. Tujuan Khusus

1. Mengetahui insidensi dan prevalensi kecemasan dan depresi postpartum

2. Mengetahui faktor resiko dan penyebab kecemasan post partum

3. Mengetahui alat ukur skrining dini terhadap kecemasan post partum

4. Mengetahui penggunaan Zung Self Rating Anxiety Scale (SAS) dalam

menentukan faktor yang mempengaruhi kecemasan postpartum terutama pada

pasien yang menajalani operasi caesar

1.3 Metodologi Penulisan

Makalah ini ditulis berdasarkan tinjauan pustaka terhadap berbagai

literatur ilmiah, baik dari textbook maupun jurnal penelitian.

1.4 Manfaat Penulisan

a. Bagi diri sendiri

1. Menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai faktor yang mempengaruhi

kecemasan postpartum.

2. Mengetahui skrining awal pada kasus kecemasan dan depresi post partum

3
3. Mengetahui penggunaan Zung Self Rating Anxiety Scale (SAS) dalam

menentukan faktor yang mempengaruhi kecemasan postpartum terutama pada

pasien yang menajalani operasi caesar

b. Bagi institusi pendidikan

1. Meningkatkan cipta karya ilmiah sebagai bahan rujukan literatur.

2. Sebagai bahan acuan pemahaman pembelajar akan topik kecemasan postpartum

dan instrumen skriningnya menggunakan Zung Self Rating Anxiety Scale (SAS).

c. Bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan

Sebagai bahan rujukan ilmiah mengenai faktor yang mempengaruhi

kecemasan postpartum berdasarkan instrumen Zung Self Rating Anxiety Scale

(SAS).

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Partus dan Persalinan Normal

Melahirkan merupakan proses dari awal kontraksi uterus yang

berlangsung secara teratur sampai terjadinya pengeluaran plasenta. Proses tersebut

biasa disebut sebagai persalinan. Persalinan aktif dapat didiagnosis saat dilatasi

serviks sudah 3 cm atau lebih dengan adanya kontraksi uterus. Setelah ambang

dilatasi serviks ini tercapai, perkembangan persalinan normal dapat diperkirakan,

tergantung pada paritas, dalam 4 sampai 6 jam berikutnya. Kemajuan persalinan

selama kala 2 diawasi sekitar 1 sampai 2 jam untuk memastikan keamanan dan

kesejahteraan janin. 12

Pada akhirnya, mayoritas wanita dalam persalinan spontan, terlepas dari

berapapun paritasnya, jika tidak dibantu, akan melahirkan dalam waktu sekitar 10

jam setelah masuk rumah sakit. Kontraksi uterus yang tidak adekuat merupakan

penyebab tersering (yang dapat diperbaiki) dari abnormalitas kemajuan

persalinan.12

2.2 Sesar

Kelahiran sesar didefinisikan sebagai kelahiran janin melalui insisi di

dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi). Definisi ini tidak

mencakup pengeluaran janin dari rongga abdomen dalam kasus ruptur uteri atau

pada kasus kehamilan intra-abdomen. Dalam beberapa kasus, dan paling sering

karena komplikasi yang muncul seperti perdarahan berat, histerektomi abdomen

5
diindikasikan setelah melahirkan. Jika histerektomi dilakukan pada saat persalinan

sesar, pembedahan tersebut disebut sebagai histerektomi sesar. Jika dilakukan

beberapa saat setelah persalinan pervaginam, maka disebut sebagai histerektomi

pascapartum.13

2.2.1 Indikasi Sesar

Lebih dari 85 persen indikasi sesar dilakukan karena adanya riwayat

sesar sebelumnya, distosia, distres janin, dan presentasi bokong.12

Tabel 1. Indikasi sesar terbanyak

2.2.1.1 Riwayat Sesar

Selama bettahun-tahun, uterus yang mengalami jaringan parut dianggap

merupakan kontraindikasi untuk persalinan karena ketakutan akan kemungkinan

ruptur uterus. Pelahiran per vaginam setelah sesar (vaginal birth after pior

cesarean,VBAC) belum banyak diterima sampai akhir tahun 1970-an. Pada tahun

1996, 28 persen wanita dengan riwayat sesar melahirkan per vaginam. Namun,

akhir-akhir ini terjadi peningkatan kekhawatiran tentang VBAC karena risiko

ruptur uterus selama persalinan. 13

6
Pada tahun 1999, American College of Obstetricians and Gynecologists

(ACOG) mengeluarkan suatu buletin praktis terkini yang mendesak dilakukannya

pendekatan yang lebih berhati-hati terhadap upaya percobaan persalinan. Badan

ini menganjurkan VBAC dicoba hanya di institusi yang dilengkapi untuk

melakukan perawatan darurat. Rekomendasi terkini tentang VBAC oleh ACOG

tercantum pada tabel berikut:13

Kriteria Seleksi

 Riwayat satu atau dua kali sesar transversal rendah

 Panggul secara klinis memadai

 Tidak ada jaringan parut lain atau riwayat ruptur

 Sepanjang persalinan aktif terdapat dokter yang mampu memantau dan melakukan

sesar darurat

 Tersedianya anestesi dan petugas untuk prosedur sesar darurat

Tabel 2. Kriteria Seleksi VBAC oleh ACOG

Jika dipilih pengulangan sesar, sebelum tindakan elektif ini maturitas janin

harus dipastikan. American College of Obstetricians and Gynecologists (1995)

telah menyusun pedoman untuk menentukan waktu dilakukannya operasi elektif.

Menurut kriteria ini, persalinan elektif dapat drpertimbangkan pada atau setelah

39 minggu jika paling sedikit salah satu kriteria yang tercantum pada tabel berikut

dipenuhi:13

7
Tabel 3. Kriteria pengulangan sesar

Pada semua kasus lain, maturitas paru janin harus dibuktikan dengan

analisis cairan amnion sebelum dilakukan sesar ulangan elektif. Cara lain adalah

dengan menunggu awitan persalinan spontan.

2.2.1.2 Distosia Persalinan

Di Amerika Serikat, ini merupakan indikasi tersering dilakukannya sesar

primer (wanita tanpa riwayat sesar)yaitu sekitar 60 persen .Manusia kurang

mampu beradaptasi dengan kekayaan dan variasi makanan modern, dan salah satu

akibatnya adalah distosia. Bukti yang mendukung hal ini berasal dari Barau dkk

(2006), yang menganalisis indeks massa tubuh (BMI) sebelum hamil dan risiko

sesar. Mereka mempelajari 16.592 kelahiran tunggal dan melaporkan adanya

hubungan linier antara BMI dan persalinan sesar. Hal serupa telah ditunjukkan

oleh beberapa orang lainnya (Leung, 2008; Nuthalapaty, 2004; Roman, 2008;

Treacy, 2006; Wilkes, 2003, dan semua rekan mereka). Getahun et al (2007)

melaporkan bahwa obesitas dikaitkan dengan peningkatan angka kelahiran sesar.

Menariknya, para peneliti ini menemukan bahwa penurunan berat badan dari

obesitas menjadi normal dapat menurunkan risiko ini. Namun demikian, analisis

8
distosia persalinan sebagai faktor kontribusi untuk angka sesar sulit dilakukan

karena sifat diagnosis yang heterogen.12

2.2.1.3 Distres Janin

Secara umum diterirna bahwa penatalaksanaan yang dididasarkan pada

pemantauan elektronik denyut jantung janin (electronic fetal monitoring, EFM)

menyebabkan meningkatnya angka sesar atas indIkasi denyut jantung janin yang

tidak meyakinkan, yang secara kurang tepat disebut "distres janin".13

Penggunaannya meningkatkan angka kelahiran sesar sebanyak 40 persen.14

Sayangnya, tatalaksana yang hanya didasarkan pemantauan alat

elektronik tidak lebih baik dalam mengurangi risiko cerebral palsy atau kematian

perinatal dibandingkan dengan berdasarkan auskultasi denyut jantung intermiten.

Memang, kinerja kelahiran sesar itu sendiri mungkin tidak berpengaruh pada

prognosis perkembangan saraf bayi. Ssebuah laporan dari National Institutes of

Health, dan Lien dan rekan (1995) mempresentasikan data yang secara khusus

menyangkal hubungan apapun antara persalinan sesar dan serebral palsi atau

kejang.15

2.2.1.4 Presentasi Bokong

Janin dengan presentasi bokong berisiko lebih besar mengalami prolaps

tali pusat dan terjepitnya kepala jika dilahirkan per vaginam dibandingkan janin

dengan presentasi kepala . Oleh karena itu, presentasi bokong sering menjadi

indikasi untuk dilakukan sesar. Memang, American College of Obstetricians and

Gynecologists (2001) telah menyimpulkan bahwa sesar merupakan pilihan untuk

9
janin tunggal aterm dengan presentasi bokong.13 Kelahiran sesar biasanya (tetapi

tidak terbatas), dilakukan pada kondisi berikut ini:12

1. Janin besar

2. Tingkat kontraksi atau bentuk panggul yang tidak sesuai yang

ditentukan secara klinis atau dengan CT pelvimetry

3. Kepala bayi yang hiperekstensi

4. Tidak adanya tanda-tanda persalinan spontan

5. Disfungsi uterus

6. Presentasi sungsang yang tidak lengkap atau footling

7. Janin prematur yang sehat dan viable, dalam persalinan aktif atau

dengan indikasi untuk dilahirkan

8. Hambatan pertumbuhan janin yang berat

9. Kematian pada perinatal sebelumnya

10. Adanya permintaan untuk disterilisasi

11. Tidak adanya operator yang berpengalaman.

Untuk hasil yang baik dengan persalinan sungsang, paling tidak, jalan

lahir harus cukup besar untuk memungkinkan lewatnya janin tanpa trauma.

Serviks harus benar-benar dilatasi, dan jika tidak, maka persalinan sesar hampir

selalu merupakan metode persalinan yang lebih tepat bila dicurigai adanya

gangguan pada janin.12

10
2.3 Perubahan Fisiologis Ibu pada Masa Postpartum

Masa nifas (puerperium) didefinisikan sebagai periode dengan batasan

waktu selama dan tepat setelah melahirkan. Beberapa perubahan fisiologis yang

terjadi adalah:12,13

2.3.1 Uterus

Setelah persalinan, kaliber pembuiuh ekstrauterus berkurang hingga

hampir mencapai keadaan prahamil. Lubang serviks berkontraksi secara perlahan,

dan selama beberapa hari setelah persalinan lubang ini masih mudah dimasuki

oleh dua jari. 13

Pada akhir minggu pertama, serviks menebal, dan kanalis terbentuk

kembali. Os eksternus tidak pulih secara total ke bentuk pragravid. Os eksternus

tetap melebar dan cekungan bilateral di tempat laserasi menetap sehingga menjadi

tanda serviks para. Setelah 2 hari pertama, uterus mulai menciut sehingga dalam 2

minggu uterus telah turun ke dalam rongga panggul sejati. Uterus memperoleh

kembali ukuran prahamilnya dalam waktu sekitar 4 minggu.13

2.3.2 Afterpain

Pada multipara, uterus sering berkontraksi dengan kuat pada interval-

interval tertentu dan menimbulkan afterpain. Afterpain terutama terasa jika bayi

menyusui karena pelepasan oksitosin. Kadang-kadang nyeri ini sedemikian hebat

sehingga pasien memerlukan analgesik, tetapi nyeri umumrya berkurang pada hari

ketiga pascapartum.13

11
2.3.3 Lokia

Pada awal masa nifas, peluruhan jaringan desidua menyebabkan

pengeluaran rabas vagina dengan jumlah bervariasi; rabas ini disebut lokia yang

terdiri dari eritrosit, serpihan desidua, sel epitel, dan bakteri.12

Selama beberapa hari pertama setelah persalinan, Iokia mengandung

cukup banyak darah sehingga berwarna merah (lokia rubra). Setelah 3 atau 4 hari,

lokia menjadi semakin pucat (lokia serosa). Setelah sekitar hari ke-10 karena

adanya leukosit dan penurunan kandungan air, lokia tampak berwarna putih atau

putih kekuningan (lokia alba). Lokia dapat menetap hingga 4 minggu.13

2.3.4 Subinvolusio uteri

Kata ini menerangkan penghentian atau retardasi involusi, proses saat

utetus secara normal pulih ke ukurannya semula pada masa nifas. Ha1 ini disertai

oleh perdarahan uterus yang ireguler atau berlebihan. Beberapa kausa subinvolusi

yang dikenali adalah retensi potongan plasenta dan endometritis. Kelainan ini

berespons terhadap pemberian terapi antimikroba. 13

Kadang-kadang, timbul perdarahan uterus yang serius 1 sampai 2 minggu

masa nifas. Hal ini paling sering disebabkan oleh involusi abnormal tempat

perlekatan plasenta, mcskipun dapat juga disebabkan oleh retensi sebagian

plasenta. Kuretase bedah kernungkinan akan menimbulkan trauma pada tempat

implantasi dan memperparah perdarahan. Parkland Hospital biasanya mulamula

menerapkan terapi konservatif dengan oksitosin intravena, ergonovin,

metilergonovin, atau prostaglandin untuk mengendalikan perdarahan. Secara

12
umum, kuretase dilakukan hanya jika terus terjadi perdarahan yang bermakna atau

terjadi perdarahan berulang setelah terapi awal di atas.13

Gambar 1. Proses subinvolusio uteri

2.3.5 Saluran Kemih

Trauma kandung kemih sangat erat kaitannya dengan durasi persalinan

dan oleh karena itu, merupakan kondisi penyerta normal persalinan pervaginam.

Funnell et al (1954) menggunakan sistoskopi segera setelah melahirkan dan

menemukan adanya berbagai tingkat perdarahan submukosa dan edema pada

kandung kemih.13

Kehamilan normal berkaitan dengan peningkatan cairan ekstraseluler

dan diuresis setelah persalinan adalah proses fisiologis untuk mengembalikan hal

tersebut. Diuresis biasanya tetjadi antara hari kedua dan kelima pascapartum.

Pasca persalinan, kandung kemih mengalami peningkatan kapasitas dan relatif

tidak sensitif terhadap tekanan intravesika.13

Distensi berlebihan, pengosongan yang tidak tuntas, dan residu urine

yang berlebihan sering terjadi selama periode ini dan memudahkan terjadinya

13
infeksi saluran kemih.Ureter yang melebar dan pelvis ginjak kembali ke keadaan

sebelum hamil selama 2 sampai 8 minggu setelah melahirkan.13

2.3.6 Vagina

Vagina dan pintu luar vagina jarang pulih ke dimensi nulipara. Pada

awal masa nifas, vagina dan saluran keluarnya membentuk bagian yang luas dan

berdinding halus yang secara bertahap mengecil ukurannya tetapi jarang kembali

ke dimensi nulipara.12

Rugae mulai muncul kembali pada minggu ketiga tetapi tidak begitu

menonjol seperti sebelumnya. Selaput dara diwakili oleh beberapa jaringan kecil,

yang membentuk parut untuk membentuk myrtiform caruncles. Epitel vagina

mulai berkembang dalam 4 sampai 6 minggu,bertepatan dengan kembalinya

produksi estrogen ovarium. Laserasi atau peregangan perineum selama persalinan

dapat menyebabkan relaksasi pintu luar vagina.13

Selain itu,. perubahan pada penyangga panggul selama persalinan

mungkin mempermudah timbulnya prolaps uterus dan inkontinensia urine karena

tekanan pada masa disekitarnya.13

2.3.7 Peritoneum dan Dinding Abdomen

Ligamentum latum dan teres memerlukan waktu cukup lama untuk pulih

dari peregangan dan pelonggaran yang terjadi selama kehamilan. Dinding

abdomen tetap lunak dan lembek akibat ruptur serat elastik di kulit. Pemulihan

strukrur ini ke normal memerlukan waktu beberapa minggu, dan pemulihan dapat

dipercepat dengan senam. Senam untuk memulihkan tonus dinding abdomen

14
dapat dimulai setiap saat setelah persalinan per vaginam dan segera setelah nyeri

di pcrut menghilang pascasesar. Tidak diperlukan korset abdomen.13

Selain striae, dinding perut biasanya kembali ke bentuk sebelum hamil.

Namun, jika otot tetap atonik, dinding perut juga akan tetap kendur. Pemisahan

yang jelas pada otot rektus abdominis— diastasis rekti — dapat terjadi.13

2.3.8 Darah

Biasanya selama beberapa hari pertama pascapartum, konsentrasi

hemoglobin dan hematokrit berfluktuasi dalam tingkat sedang. Jika jumlahnya

menurun jauh di bawah level yang ada sesaat sebelum persalinan, kemungkinan

telah terjadi kehilangan sejumlah besar darah.. Leukositosis dan trombositosis

yang mencolok terjadi selama dan setelah persalinan. Hitung leukosit kadang-

kadang mencapai 30.000/ɥl.13

Satu minggu setelah melahirkan, volume darah hampir kembali ke

tingkat sebelum hamil. Curah jantung biasanya tetap tinggi selama 24 sampai 48

jam pascapartum dan kembali normal dalam 10 hari (Robson dan rekan, 1987).

Perubahan detak jantung juga mengikuti pola ini. Resistensi pembuluh darah

sistemik sebaliknya, yaitu tetap dalam kisaran yang lebih rendah selama 2 hari

pascapartum dan kemudian mulai terus meningkat ke nilai normal sebelum hamil.

Peningkatan fibrinogen plasma dipertahankan setidaknya selama minggu pertama,

dan demikian pula laju endap darah.13

Kehamilan normal dihubungkan dengan peningkatan cairan ekstraseluler

yang cukup besar, dan diuresis pascapartum adalah pengembalian fisiologis dari

15
proses ini. Hal tersebut terjadi antara hari kedua dan kelima dan berhubungan

dengan hilangnya hipervolemia kehamilan.

2.3.9 Penurunan Berat Badan

Terjadi penurunan berat badan sekitar 5 sampai 6 kg akibat evakuasi

uterus dan pengeluaran darah normal. Selain itu, biasanya terjadi penurunan lebih

lanjut sebesar 2 hingga 3 kg melalui diuresis. Sebagran besar wanita hampir

mencapai kembali berat badan prahamil mereka dalam 6 bulan setelah melahirkan,

tetapi rata-rata masih memiliki surplus 1,4 kg.14Wanita dengan sosioekonomi

rendah lebih mungkin untuk mempertahankan berat badan yang diperoleh selama

kehamilan .13

2.3.10 Payudara

Setelah melahirkan, payudara mulai mengeluarkan kolostrum, yaitu

cairan berwarna putih kekuningan. Biasanya bisa keluar dari puting susu pada hari

kedua pascapartum. Dibandingkan dengan ASI matur, kolostrum mengandung

lebih banyak mineral dan asam amino. Kolostrum juga memiliki lebih banyak

protein, tetapi lebih sedikit gula dan lemak. 13

Sekresi berlangsung selama kurang lebih 5 hari, dengan konversi

bertahap menjadi ASI matur selama 4 minggu berikutnya. Kolostrum

mengandung antibodi, dan kandungan imunoglobulin A (IgA) menawarkan

perlindungan bayi baru lahir terhadap patogen enterik. Faktor kekebalan lain

yang ditemukan dalam kolostrum dan susu dianataranya komplemen, makrofag,

limfosit, laktoferin, laktoperoksidase, dan lisozim.13

16
Selama 24 jam pertama setelah terjadinya sekresi lakteal, payudara tidak

jarang mengaiami distensi, menjadi padat, dan nodular. Temuan ini mungkin

disertai oleh peningkatan suhu sementara. Demam jarang menetap lebih dari 4

hingga 16 jam. Kausa lain demam, terutama yang berkaitan dengan infeksi

panggul harus disingkirkan. Terapi berupa menopang payudara dengan korset atau

brassiere, kompres es, dan analgesik. Mungkin mula-mula diperlukan

pemompaan payudara atau pengeluaran ASI secara manual, tetapi dalam beberapa

hari keadaan biasanya mereda dan bayi dapat menyusu secara normal.12

2.4 Psikologis Ibu Pada Masa Postpartum

Beberapa ibu memiliki perasaan diabaikan setelah persalinan karena

fokus baru yang ditujukan pada bayi. Oleh karena itu, masa nifas mungkin

merupakan masa kecemasan yang cukup intens bagi banyak wanita. Untuk

menggambarkan hal ini, data yang dikumpulkan oleh Pregnancy Risk Assessment

Monitoring System — PRAMS — bersifat informatif. Sistem surveilans berbasis

populasi ini dimulai pada tahun 1987 oleh the Centers for Disease Control and

Prevention ,CDC (2007a) untuk lebih memahami mengapa angka kematian bayi

tidak berubah. Sistem tersebut mengumpulkan data tentang sikap dan pengalaman

ibu sebelum, selama, dan segera setelah kehamilan. Kanotra et al (2007)

menganalisis data di 10 negara bagian pada tahun 2000 untuk menilai tantangan

yang dihadapi wanita dari 2 hingga 9 bulan setelah melahirkan. Temuan utama

mereka tercantum dalam tabel berikut ini:16

17
Tabel 4. Tantangan yang dihadapi wanita pasca partum

2.4.1 Adaptasi Psikologis pada Periode Postpartum

Perubahan psikologis mempunyai peranan yang sangat penting pada ibu

dalam masa nifas. Ibu nifas menjadi sangat sensitif, sehingga diperlukan

pengertian dari keluarga-keluarga terdekat. Adaptasi psikologis yang perlu

dilakukan sesuai dengan fase di bawah ini:17

2.4.1.1. Fase Taking In

Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari

pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian ibu

terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering

berulang diceritakannya. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah

gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung.

Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya.

Oleh karena itu, kondisi ibu perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang

baik. Pada fase ini perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses

pemulihannya.

18
2. 4.1.2 Fase Taking Hold

Fase ini berlangsung antara 3–10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking

hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya

dalam merawat bayi. Selain itu perasaannya sangat sensitif sehingga mudah

tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu, ibu

memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk

menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh

rasa percaya diri.

2.4.1.3. Fase Letting Go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya

yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri

dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya

meningkat pada fase ini

2.4.2 Gangguan Psikologis pada Periode Postpartum

2.4.2.1 Klasifikasi Menurut DSM

Menurut Diagnostic and statistical Manual of Mental Disorder (American

Psychiatric Association, 2000) tentang petunjuk resmi untuk pengkajian dan

diagnosis penyakit psikiatri, bahwa gangguan yang dikenali selama periode

postpartum adalah :

a. Postpartum blues

Terjadi pada hari pertama sampai sepuluh hari setelah melahirkan dan

hanya bersifat sementara dengan gejala gangguan mood, rasa marah, mudah

menangis (tearfulness), sedih (sadness) nafsu makan menurun (appetite), sulit

19
tidur.18 Keadaan ini akan terjadi beberapa hari saja setelah melahirkan dan

biasanya akan berangsur-angsur menghilang dalam beberapa hari dan masih

dianggap sebagai suatu kondisi yang normal terkait dengan adaptasi psikologis

postpartum. Apabila memiliki faktor predisposisi dan pemicu lainnya maka dapat

berlanjut menjadi depresi postpartum.20

b. Depresi postpartum

Gejala yang ditimbulkan antara lain kehilangan harapan (hopelessness),

kesedihan, mudah menangis , tersinggung, mudah marah, menyalahkan diri

sendiri, kehilangan energi, nafsu makan menurun (appetite), berat badan menurun,

insomnia, selalu dalam keadaan cemas, sulit berkonsentrasi, sakit kepala yang

hebat, kehilangan minat untuk melakukan hubungan seksual dan ada ide bunuh

diri.18

Beck mengidentifikasi 13 faktor pencetus terjadinya postpartum depresi,

antara lain: 1) Depresi selama kehamilan. 2) stress selama perawatan anak. 3) Life

stress , misalnya perceraian, perubahan status pekerjaan, krisis keuangan atau

adanya perubahan pada status kesehatan. 4) Dukungan sosial dan emosional. 5)

Kecemasan selama kehamilan. 6) Kepuasan hubungan dengan pasangan atau

terhadap perkawinan, misal terkait dengan status keuangan, perawatan anak,

jalinan komunikasi dan kasih sayang dengan pasangan. 7) Riwayat adanya depresi

sebelum kehamilan. 8) Temperamen bayi, bayi yang rewel dan tidak responsive

akan membuat ibu merasa tidak berdaya. 9) Ada riwayat postpartum blues. 10)

Harga diri, ibu yang mempunyai harga diri rendah menunjukkan ibu tersebut

mempunyai mekanisme koping yang negatif, merasa dirinya jelek/negatif dan

20
merasa dirinya tidak mampu. 11) Status sosial ekonomi. 12) Status perkawinan.

13) Kehamilan yang tidak diinginkan atau tidak direncanakan.21

c. Psikosis postpartum

Mengalami depresi berat seperti gangguan yang dialami penderita

postpartum depresi ditambah adanya gejala proses pikir (delusion, hallucinations

and incoherence of association) yang dapat mengancam dan membahayakan

keselamatan jiwa ibu dan bayinya sehingga sangat memerlukan pertolongan dari

tenaga professional, yaitu psikiater dan pemberian obat.18

Sangat umum bagi seorang ibu untuk menunjukkan suasana hati yang

tertekan beberapa hari setelah melahirkan, yang diistilahkan dengan postpartum

blues, kemungkinan ini adalah konsekuensi dari sejumlah faktor, meliputi

kekecewaan emosional yang diikuti kegembiraan, ketakutan yang dialami selama

kehamilan dan persalinan, ketidaknyamanan pada masa nifas, kelelahan akibat

kurang tidur, kecemasan atas kemampuan diri untuk merawat bayi dengan baik,

dan perhatian terhadap citra tubuh.16

Gangguan ini biasanya ringan dan sembuh sendiri dalam 2 hingga 3 hari,

meskipun terkadang berlangsung hingga 10 hari. Jika suasana hati ini terus

berlanjut atau memburuk, diperlukan evaluasi untuk gejala depresi berat. Sebuah

systematic review menemukan depresi terjadi pada 20 persen wanita postpartum.22

Analisis terbaru dari database PRAMS melaporkan rata-rata prevalensinya

11,5% di 22 negara bagian dengan rentang 8-20,1%.23 Pada wanita dengan

21
gangguan kejiwaan yang sudah ada sebelumnya, bulan pertama setelah

melahirkan dikaitkan dengan peningkatan risiko dirawat kembali ke psikiater.16

2.4.2.2 Kecemasan Postpartum

Kecemasan postpartum didefinisikan sebagai meningkatnya kecemasan

pada onset postpartum. Saat ini tidak ada kriteria diagnostik khusus untuk

kecemasan postpartum. Profil gejalanya sama dengan gangguan kecemasan di luar

periode postpartum., diantaranya adalah adanya kekhawatiran berlebihan atau

kekhawatiran yang tidak dapat dikendalikan [dikaitkan dengan kecemasan umum

menyeluruh (GAD)] dan adanya pikiran, impuls, atau perilaku berulang yang

kerap mengganggu [dikaitkan dengan gangguan obsesif-kompulsif (OCD)].

Kekhawatiran khusus ibu tentang kerentanan bayi dan keamanan juga ada dan

mencapai puncaknya setelah melahirkan, tetapi jarang dinilai. Kekhawatiran

seperti itu merupakan hal yang normal, dan bahkan bermanfaat bagi kesejahteraan

bayi, tetapi pada tingkat tinggi hal itu berdampak negatif dan berkontribusi pada

kecemasan ibu.20

Setidaknya 10% wanita mengalami peningkatan kecemasan pasca

melahirkan. Kecemasan terjadi lebih tinggi selama periode postpartum

dibandingkan periode-periode lain dalam kehidupan wanita. Gangguan cemas

menyeluruh (GAD) dan Gangguan obsesif-kompulsif (OCD) merupakan tipe

kecemasan umum yang paling banyak. The Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorders ((DSM) tidak memisahkan diagnosis kecemasan postpartum

dari diagnosis gangguan kecemasan nonpostpartum.20

22
Kecemasan postpartum tidak begitu familiar dan kurang dipelajari

secara ilmiah, dibandingkan depresi postpartum. Kemampuan untuk mendeteksi

dan mendiagnosis kecemasan postpartum secara akurat pada populasi sangat

rendah. Pengabaian keluhan kecemasan pada wanita usia reproduktif merupakan

masalah yang serius karena adanya riwayat kecemasan sebelum atau selama

kehamilan merupakan salah satu prediktor terkuat dari terjadinya kecemasan atau

depresi postpartum yang tinggi di kemudian hari. Selain itu, depresi postpartum

seringkali menjadi komorbid kecemasan postpartum.20 Oleh karena itu, deteksi

dini dan terapi kecemasan sebelum atau segera setelah partus dapat membantu

mencegah terjadinya depresi postpartum.

2.5 Hubungan Operasi Sesar dengan Kecemasan dan Depresi Postpartum

Prevalensi depresi postpartum tertinggi terjadi pada ibu baru yang 1)

berusia ≤19 tahun atau 20-24 tahun, 2) berasal dari ras / etnis Indian / Alaska

Amerika atau Asia / Kepulauan Pasifik, 3) memiliki ≤12 tahun pendidikan, 4)

belum menikah, 5) perokok selama nifas, 6) mengalami tiga peristiwa kehidupan

stressful atau lebih pada satu tahun sebelum kelahiran, 7) melahirkan bayi cukup

bulan dengan berat badan lahir rendah, dan 8) Bayi dirawat pada unit perawatan

intensif neonatal (NICU) saat lahir. 23

Faktor risiko berikut adalah prediktor kuat dari depresi atau kecemasan

postpartum: stressful recent life events, dukungan sosial yang buruk, dan riwayat

depresi sebelumnya.24 Penurunan progesteron berkontribusi pada perkembangan

dari gangguan mood.25. Beberapa penelitian berbasis populasi menunjukkan

bahwa kejadian spesifik terkait dengan kehamilan cenderung meningkatkan gejala

kecemasan atau depresi selama kehamilan.26

23
Melahirkan juga bisa dianggap sebagai peristiwa besar (stressful) dalam

hidup, terutama saat adanya komplikasi dalam persalinan, misalnya, saat bayi

dilahirkan melalui operasi sesar secara darurat atau bayi dirawat di unit perawatan

intensif neonatal (NICU). Metode bersalin telah diteliti sebagai faktor risiko yang

dapat menimbulkan depresi postpartum.27

Operasi sesar, kekecewaan dengan cara persalinan, dan masa pemulihan

yang lebih lama dapat menyebabkan peningkatan stres, keluhan somatik dan

rendahnya harga diri sebagai predisposisi depresi postpartum. Penelitian-

penelitian mengenai apakah metode bersalin berisiko terhadap depresi postpartum

menunjukkan hasil yang saling bertentangan; kebanyakan dari mereka belum

menemukan hubungan yang independen.27 Baru baru ini studi meta-analisis

menunjukkan bahwa hanya operasi sesar emergensi dan bukan elektif (ElSC)

yang berhubungan dengan peningkatan risiko depresi postpartum.28

2.6 Penilaian kecemasan pada pasien pasca sesar menggunakan Zung Self

Rating Anxiety Scale (SAS)

2.6.1 Definisi Zung Self Rating Anxiety Scale (SAS)

Zung Self-rating Anxiety Scale (SAS) merupakan instrumen yang

digunakan untuk menilai tingkat kecemasan pada orang dewasa yang didasarkan

kepada gejala gangguan kecemasan seperti yang dijelaskan dalam Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-II). 29

24
2.6.2 Penggunaan Zung Self Rating Anxiety Scale pada pasien pasca sesar

Pasien yang menjalani operasi sesar - terutama operasi sesar atas

indikasi emergensi- berisiko tinggi mengalami kecemasan postpartum

dibandingkan dengan yang menjalani operasi sesar elektif ataupun persalinan

pervaginam.28 Alasannya diantaranya adalah: operasi sesar terkadang bukanlah

metode kelahiran yang diinginkan oleh pasien, masa pemulihan yang lama,

termasuk ke dalam stressful life event terutama saat sesar dilakukan atas indikasi

emergensi dan adanya risiko terjadinya komplikasi pada bayi yang memerlukan

perawatan intensif di NICU.

Ada beberapa alat ukur untuk menilai tingkat kecemasan, seperti Zung Self

Rating Anxiety Scale (SAS)29, Hamilton Rate Scale for Anxiety (HRS A)30, Taylor

Manifestation of Anxiety Scale (T-MAS)31, Short Health Anxiety Inventory (HAI-

18).32 SAS biasanya digunakan dalam banyak penelitian sebelumnya karena

validitasnya yang tinggi dan kemudahan penggunaannya. Berdasarkan jawaban

atas kuesioner ini, tingkat kecemasan ditentukan dan diklasifikasikan sebagai

normal, kecemasan ringan, kecemasan sedang, dan kecemasan berat.

SAS didasarkan pada 20 kriteria diagnostik yang dirancang sedemikian

rupa (lihat lampiran 1). Ada 15 pernyataan yang mengarah pada peningkatan

tingkat kecemasan dan 5 pernyataan yang mengarah pada penurunan tingkat

kecemasan. Dalam penggunaannya, pasien diminta untuk menilai 20 item tersebut

dalam kehidupannya dalam seminggu terakhir. Setiap pernyataan dinilai dengan

skala 1 - 4 (tidak pernah atau jarang, kadang-kadang, sering, dan hampir selalu).

Dalam skoring SAS, skala 1, 2, 3 dan 4 ditetapkan berdasarkan apakah item

25
tersebut positif mengarah ke gejala kecemasan atau negatif. Kunci jawaban untuk

setiap pernyataan dapat dibuat seperti yang ditunjukkan pada lampiran 2.

Rentang penilaian 20-80, dengan pengelompokan sebagai berikut: 1.) Skor

20-44 normal/tidak cemas, 2.)skor 45-59 kecemasan ringan, 3.)60-74 kecemasan

sedang, 4.) skor 75-80 kecemasan berat.

26
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kehamilan dan persalinan membawa banyak perubahan fisiologis dan

psikososial, sehingga masa kehamilan dan periode post-partum merupakan masa-

masa yang rentan untuk terjadinya peningkatan onset maupun relaps penyakit-

penyakit mental. Depresi dan kecemasan adalah gangguan kejiwaan yang paling

umum dijumpai selama masa kehamilan dan post partum.

Faktor risiko yang berperan terhadap kecemasan dan depresi postpartum

diantaranya adalah stressful recent life events, dukungan sosial yang buruk, dan

riwayat depresi sebelumnya. Melahirkan juga bisa dianggap sebagai peristiwa

besar dalam hidup (stressful), terutama saat adanya komplikasi dalam persalinan.

Metode bersalin telah diteliti sebagai faktor risiko yang dapat menimbulkan

depresi postpartum.

Pasien yang menjalani operasi sesar - terutama operasi sesar atas indikasi

emergensi- berisiko tinggi mengalami kecemasan postpartum dibandingkan

dengan yang menjalani operasi sesar elektif ataupun persalinan pervaginam. Oleh

karena itu, diperlukan adanya skrining risiko kecemasan pada pasien pasca sesar

untuk mengantisipasi terjadinya gangguan kesehatan mental pada ibu.

Ada beberapa alat ukur untuk menilai tingkat kecemasan, namun Zung

Self Rating Anxiety Scale (SAS) biasanya digunakan dalam banyak penelitian

sebelumnya karena validitasnya yang tinggi dan kemudahan penggunaannya.

Berdasarkan jawaban atas kuesioner ini, tingkat kecemasan pasien ditentukan dan

27
diklasifikasikan sebagai normal, kecemasan ringan, kecemasan sedang, dan

kecemasan berat.

3.2 Saran

1. Zung Self Rating Anxiety Scale (SAS) dapat digunakan sebagai skrining awal

gangguan kecemasan pada pasien postpartum, terutama yang menjalani operasi

sesar dalam rangka mencegah terjadinya ansietas maupun depresi postpartum.

2. Walaupun bersifat self report questionnaire, dimana pasien dapat mengisi dan

mengklasifikasikan Zung Self Rating Anxiety Scale (SAS) sendiri, sebaiknya

SAS tidak digunakan sebagai alat diagnosis gangguan mental oleh klinisi.

3. Pasien yang terindikasi mengalami gangguan kecemasan postpartum

berdasarkan klasifikasi hasil SAS tetap memerlukan evaluasi lebih lanjut

menurut DSM atau guideline yang berlaku dan dapat diberikan konseling

psikologis.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. McKinney J, Keyser L, Clinton S, et al. ACOG committee opinion no. 736:


optimizing postpartum care. Obstet Gynecol. 2018; 132(3): 784-785.
2. Leeman L, Dresang LT, Fontaine P. Hypertensive disorders of preg-nancy. Am
Fam Physician. 2016; 93(2): 121-127.
3. Daly B, Toulis KA, Thomas N, et al. Increased risk of ischemic heart dis-ease,
hypertension, and type 2 diabetes in women with previous gesta-tional
diabetes mellitus, a target group in general practice for preventive
interventions: a population-based cohort study. PLoS Med. 2018; 15(1):
e1002488.
4. Chodick G, Elchalal U, Sella T, et al. The risk of overt diabetes mellitus among
women with gestational diabetes: a population-based study. Diabet Med. 2010;
27(7): 779-785.
5. Smith, M. V., Shao, L., Howell, H., Lin, H. & Yonkers, K. A. 2011. Perinatal
depression and birth outcomes in a Healthy Start project. Matern Child Health
J, 15, 401-9.
6. Alipour, Z., Lamyian, M. & Hajizadeh, E. Anxiety and fear of childbirth as
predictors of postnatal depression in nulliparous women. Women Birth. 2012.
25, e37-43.
7. Gavin NI, Gaynes BN, Lohr KN, Meltzer-Brody S, Gartlehner G, Swin-son T.
Perinatal depression: a systematic review of prevalence and incidence. Obstet
Gynecol. 2005;106(5 Pt 1):1071-1083.
8. Andersson L, Sundström-Poromaa I, Wulff M, Åström M, Bixo M. De-pression
and anxiety during pregnancy and six months postpartum: a follow-up study.
Acta Obstet Gynecol Scand. 2006;85(8):937- 944
9. Shonkoff JP, Garner AS, The Committee on Psychosocial Aspects of Child and
Family Health, et al. The lifelong effects of early childhood adversity and
toxic stress. Pediatrics. 2012;129(1):e232-e246.

29
10. Palladino CL, Singh V, Campbell J, Flynn H, Gold KJ. Homicide and suicide
during the perinatal period: findings from the national violent death reporting
system. Obstet Gynecol. 2011;118(5):1056- 1063.
11. D. E. Stewart, E. Robertson, C. L. Dennis, S. L. Grace, and T. Wallington,
Postpartum Depression: Literature Review of Risk Factors and Interventions,
University Health Network Women’s Health Program, Bethlehem, Israel,
2003
12. Cunningham F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L.; Hauth, J.C. Williams obstetrics.
23rd ed. 2010. McGraw Hill: Ch 23.
13. Leveno, Kenneth J. Obstetri Williams: Panduan Ringkas, Edisi 21. Jakarta:
EGC ; 2009; 247-248.
14. Thacker SB, Stroup D. 2001. Chang M: Continuous electronic heart rate
monitoring for fetal assessment during labor. Cochrane Database Syst Rev
2:CD000063.
15. Scheller JM, Nelson KB. 199. Does cesarean delivery prevent cerebral palsy
or other neurologic problems of childhood? Obstet Gynecol 83:624, [PMID:
8134078]
16. Cunningham F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L.; Hauth, J.C. Williams obstetrics.
23rd ed. McGraw Hill. 2010: Ch 30
17. Kementrian Kesehatan RI.2014. Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak.
Pusdiknakes:Jakarta.2014:133-37.
18. Lynn.,Christine.,E., & Pierre., Cathy., M. The Taboo of Motherhood:
Postpartum Depression.International Journal for Human Caring.2007: vol 11,
No.2, 22-3
20. Pawluski JL, Lonstein JS, Fleming AS. Trends in Neuroscience: The
Neurobiology of Postpartum Anxiety and Depression. Elsevier. 2016 (40).
106-120.
21. Beck., Cheryl., Tatano. Revision of the postpartum Depression Predictors
Inventory. JOGNN, 2002: vol 31, No.4
22. Gavin NI, Gaynes BN, Lohr KN, et al: Perinatal depression. A systematic
review of prevalence and incidence. 2005.Obstet Gynecol 106:1071. [PMID:
16260528]

30
23. Ko JY, Rockhill KM, Tong VT, Morrow B, Farr SL. Trends in Postpartum
Depressive Symptoms-27 States, 2004,2008, and 2012.MMWR Morb Mortal
Wkly Rep 2017;66:153-158.

.
24. Carter FA, Frampton CM, Mulder RT. Cesarean section and postpartum
depression: a review of the evidence examining the link. Psychosom Med.
2006;68(2):321- 330.
25. K. Kripke, “Postpartum depression and breastfeeding challenges: the
connection,” Journal of Women’s Health, vol. 21, no. 3, 2012.
26. Perlen, S.;Woolhouse, H.; Gartland, D.; Brown, S.J. Maternal depression and
physical health problems in early pregnancy: Findings of an Australian
nulliparous pregnancy cohort study. Midwifery 2013, 29, 233–239.
27. Patel, R.R.; Murphy, D.J.; Peters, T.J. Operative delivery and postnatal
depression: A cohort study. BMJ 2005,330, 879.
28. depression: A meta-analysis. J Psychosom Res. 2017;97:118-26.
29. Zung WWK. A rating instrument for anxiety disorders. Psychosomatics. 1971;
12: 371-379.
30. M Hamilton. The Assessment of Anxiety States by Rating. 32 Br J Med
Psychol 50-55. 1959.
31. Janet A. Taylor. A Personality Scale of Manifest Anxiety. 48(2) J. Abnormal
and Social Psych. 285-290. 1953
32. PM Salkovskis, KA Rimes, HMC Warwick, DM Clark. The Health Anxiety
Inventory: development and validation of scales for the measurement of
health anxiety and hypochondriasis. Psychol Med. 2006; 32(5):843–853.

31
LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Zung Self Rating Anxiety Scale (SAS)

32
Lampiran 2. Kunci skoring SAS

33

Anda mungkin juga menyukai