Abstrak
Korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara, perusahaan,
organisasi, yayasan, untuk kepentingan pribadi dan orang lain. Korupsi terjadi karena
masalah budaya dan rendahnya mekanisme kontrol. Orang yang melakukan tindakan
korupsi berarti orang yang tidak takut akan Allah ( Ams 1:7). Di era digital ini, katekese
yang tepat digunakan untuk membantu menyadarkan pejabat Katolik yang melakukan
tindakan korupsi adalah katekse dalam bentuk rekoleksi audiovisual. Katekese lewat
rekoleksi audiovisual ini ajaran Gereja yang disampaikan yang menjadi ajaran pokok
katekese adalah Kitab Amsal. Kitab Amsal mampu meberikan sumbangan bagi masalah
korupsi yang marak terjadi di Indonesia, sebab kitab Amsal sendiri memuat hikmat
untuk hidup dengan benar yakni berbicara tentang kejujuran, keadilan, dan kebenaran.
Kata kunci: Korupsi, Katekese, Kitab Amsal
1. PENDAHULUAN
Kitab Amsal merupakan kitab yang termasuk dalam kebijaksanaan. Kitab Amsal
ini memuat hikmat untuk hidup dengan benar salah satunya ialah berbicara tentang
kejujuran, keadilan, dan kebenaran. Dalam kehidupan sehari-hari kita seringkali
menghadapi masalah yang berhubungan erat dengan kejujuran, keadilan, dan kebenaran
yang secara menyeluruh terangkum dalam tindakan kejahatan yaitu Korupsi.
Korupsi, dari bahasa Latin, corruptio, corrumpere, bermakna merusak,
memperburuk, menggoyahkan, memutar-balik, atau menyogok. Korupsi atau rasuah
adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara, perusahaan, organisasi,
yayasan, dsb. untuk kepentingan pribadi dan orang lain. Korupsi bisa dilakukan oleh
pejabat publik, atau pihak lain yang menyalahgunakan kepercayaan yang dimandatkan
kepadanya dengan melakukan tindakan buruk untuk mendapatkan keuntungan sepihak
diluar haknya sehingga mengakibatkan kerusakan dalam kehidupan bersama. Secara
umum tindakan korupsi merupakan perbuatan melawan hukum, menyalahgunakan
wewenang, kesempatan atau sarana. Seseorang bisa memperkaya diri sendiri, orang
lain, atau korporasi, dan merugikan keuangan negara, atau perekonomian
negara/masyarakat dengan melakukan tindakan korupsi.
Katekese merupakan bagian dari usaha Gereja untuk mewartakan sabda Tuhan di
tengah situasi konkret yang melingkupi umat Katolik. Katekese sering dipahami
sebagai pelayanan Sabda yang berkaitan erat dengan pemahaman mengenai Sabda itu
sendiri. Katekese sendiri hidup dalam ketegangan antara aspek objektif dan aspek
subjektif. Kiranya ketegangan ini harus terus dihadapi sebagai tuntutan katekese. Model
katekese yang tepat harus diusahakan untuk mengakomodasi ketegangan ini. Selain itu,
katekese dituntut untuk mampu memberikan identitas iman bagi umat Katolik di tengah
masyarakat Indonesia yang plural. Untuk meminimalisir atau menyadarkan para pejabat
Katolik yang korupsi, diperlukan katekese yang sesuai dengan tuntutan zaman. Oleh
karena itu, di era digital ini katekese yang sesuai dengan perkembangan zaman salah
satunya adalah katekese menggunakan Media Audiovisual/Digital.
2. PEMBAHASAN
1) Korupsi Sebagai Masalah Budaya dan Lemahnya Mekanisme Kontrol
Tindakan korupsi merupakan konsekuensi dari budaya metrialistis, konsumtif,
hedonis, dan instan. Tindakan penegakan hukum semata tidaklah cukup untuk
memberantas korupsi. Perubahan budaya akan membawa dampak yang lebih
signifikan. Gereja sendiri menyadari akan kekeliruannya dengan membiarkan kebiasaan
korupsi terutama di kalangan umat Katolik sendiri. Dahulu, orang katolik sering
mendapat kepercayaan untuk mengelola keuangan karena kejujurannya. Tampaknya
sekarang ini tingkat kepercayaan terhadap orang Katolik semakin memudar. Korupsi
adalah penyakit lintas agama dan sudah menjangkiti umat Katolik. Bahkan korupsi juga
terjadi dikalangan Gereja sendiri. Untuk mengatasi persoalan ini Gereja menyoroti
pentingnya transformasi budaya dan pendidikan nilai.
Selain persoalan budaya, korupsi juga harus dihadapi dengan perbaikan fungsi
kontrol dan perbaikan hukum. Gereja dituntut untuk berani bergerak keluar dalam
mengawasi pemerintahan meskipun Gereja bukan kelompok mayoritas. Untuk itu
Gereja perlu meninggalkan sindrom minoritas untuk membangun sebuah keadaban.
Pilihan semacam ini merupakan wujud dari spiritualitas martir dan konsekuensinya
adalah Gereja harus berani melawan arus, terlebih lagi korupsi sudah mendarah daging
di tengah masyarakat.
2) Karakter Umat Di Era Digital
Budaya baru yang tumbuh karena perkmbangan teknologi komunikasi itu juga
ikut membentuk karakter audiens/umat. Berikut ini beberapa karakter
audiens/umat/generasi digital yang dapat kami simpulkan dari pandangan Ruedi
Hofmann, Komisi Kateketik KWI, dan Melkyor Pando. Karakter-karakter
audiens/generasi digital berikut ini sekaligus menjadi medan bagi pewartaan..
3) Kitab Amsal
Amsal merupakan hikmat para bijak. Istilah Ibrani “mashal” yang diterjemahkan
“amsal”, bisa berarti “ucapan”, “perumpamaan”, atau peribahasa berhikmat.” Kitab
Amsal menyajikan suatu bentuk pengajaran berupa amsal yang umum dipakai di Timur
zaman dahulu. Hikmatnya itu khusus karena disesuaikan dalam konteks Allah dan
semua standar kebenaran-Nya bagi umat perjanjian Allah. Alasan-alasan popularitas
pengajaran berupa amsal pada zaman kuno ialah kejelasannya mudah disampaikan
kepada angkatan berikutnya.
Tujuan kitab ini dinyatakan dengan jelas dalam Ams 1:2-7, yaitu memberi hikmat
dan pengertian mengenai prilaku yang bijak, kebenaran, keadilan, dan kejujuran (Ams
1:2-3), sehingga:
Orang yang tidak berpengalaman dapat menjadi orang bijak (Ams 1:4)
Kaum muda dapat memperoleh pengetahuan dan kebijaksanaan (Ams 1- 4)
Orang bijak bisa menjadi bijak lagi (Ams 1:5-6)
Sekalipun Amsal pada hakikatnya adalah buku pedoman hikmat untuk hidup
dengan benar dan bijaksana, landasan yang diperlukan oleh hikmat tersebut dinyatakan
dengan jelas sebagai “takut akan Allah” (Ams 1-7). Hikmat yang terkandung dalam
Amsal ini antara lain: nasihat tentang kejujuran, kerja keras, keadilan, kebenaran dan
disiplin; memperingatkan mengenai bodohnya dosa, kerakusan, kebejatan dan
kebohongan. Hikmat-hikmat yang terkandung dalam kitab Amsal ini mampu nyadarkan
siapa saja yang tidak takut akan Allah. Mereka yang tidak takut akan Allah berarti tidak
melakukan hikmat yang terkandung dalam kitab Amsal.
3. PENUTUP
Dalam membuat katekese, hal-hal yang harus diperhatikan adalah yang pertama
menentukan tema terkait permasalahan yang dihadapi umat, misalnya masalah korupsi.
Terkait masalah korupsi ini, kita bisa menggunakan kitab Amsal yang memberikan
hikmat tentang dengan kejujuran, keadilan, dan kebenaran. Kedua, melihat kembali
karakteristik yang dimiliki umat lalu menemukan model katekese sesuai dengan
karateristik umat tersebut. Kedua poin ini sangat penting sebelum membuat bahan
katekese. Dalam pembahasan katekese di era digital tentang masalah korupsi ini model
katekese yang digunakan adalah rekoleksi audiovisual. Dengan harapan peserta
rekoleksi mampu disadarkan kembali bahwa tindakan korupsi merupakan tindakan
yang tidak takut akan Allah, sebab dalam tindakan korupsi orang tidak lagi melakukan
kejujuran, keadilan, kebenaran, dan disiplin dalam segala hal.
DAFTAR PUSTAKA