Anda di halaman 1dari 19

TEORI CONE OF EXPERIENCE BY EDGAR DALE

Makalah ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Media Pembelajaran PAI”

Dosen Pengampu:
Nurul Malikah, M.Pd.

Disusun Oleh:

KELOMPOK 5/PAI C :
1. Eva Riyanti 201190078
2. Firda Ayu Lailis S 201190088
3. Ika Lidyawati 201190096

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................. 1


BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 2
A. Latar Belakang .................................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
A. Pemgertian Media Pembelajaran..............................................................................3
B. Sejarah Singkat Munculnya Kerucut Pengalaman Edgar Dale .............................. 3
C. Tingkatan Kerucut Pengalaman Edgar Dale ......................................................... 5
D. Keragaman Gaya Belajar ..................................................................................... 11
BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 16
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 17

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Media pembelajaran merupakan sebuah alat bantu yang dapat membantu dalam
proses belajar serta mengajar dan berfungsi untuk memperjelas makna pesan yang
disampaikan, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih baik dan
sempurna. Media pembelajaran merupakan alat bantu proses belajar mengajar yang dapat
digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau
keterampilan belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. Pembelajaran
yang dilakukan dalam proses belajar mengajar tidaklah dapat lepas dari adanya peran
serta media didalamnya. Peran media tentu bukanlah satu-satunya alat bantu yang
digunakan dalam pembelajaran. Dalam hal inilah muncul adanya teori kerucut
pengalaman yang dikemukakan oleh Dale.
Kerucut pengalaman Edgar Dale dan konsep mengenai gaya belajar bukan hal
yang asing lagi bagi pengajar. Terutama dalam kaitannya dengan media pembelajaran.
Bahkan, salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori
penggunaan media dalam proses belajar adalah kerucut pengalaman Edgar Dale. Untuk
memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa,
maka Edgar Dale melukiskannya dalam sebuah kerucut pengalaman tersebut yang akan
dijelaskan oleh pemakalah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian media pembelajaran?
2. Bagaimana sejarah singkat munculnya kerucut pengalaman Edgar Dale?
3. Apa saja tingkatan dalam kerucut pengalaman Edgar Dale?
4. Apa saja keragaman gaya belajar itu?
.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Media Pembelajaran


Pengertian media secara harfiah yaitu “perantara” atau “ pengantar”. Media
merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran,
perasaan, dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses
belajar pada dirinya. 1 Jadi, dengan adanya media peserta didik dapat lebih mudah dalam
memehami materi yang disampaikan oleh guru, sedangkan pengertian dari media
pembelajaran adalah suatu alat bantu baik secara fisik maupun non fisik yang digunakan
dalam proses belajar mengajar agar dapat memperjelas penyampaian materi atau pesan
dari pendidik kepada peserta didik.
Pada awal sejarah pembelajaran, media hanyalah alat bantu yang digunakan gur
untuk menyampaikan pelajaran. Alat bantu yang digunakan mula-mula adalah alat bantu
visual, yaitu berupa sarana yang dapat memberikan pengalaman visual terhadap siswa,
yang digunakan untuk mendorong motivasi belajar, memperjelas dan mempermudah
konsep yang abstrak. Dengan berkembangnya tekologi khususnya audio, pada
pertengahan ke-20 lahirlah alat bantu audio yang menggunakan pengalaman yang konkret
untuk menghindari verbalisme( kekaburan pengetahuan). Dalam usaha memanfaatkan
media sebagai alat bantu tersebut, Edgar Dale mengadakan klasifikasi menurut tingkatan
konkret ke tingkat yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut dikenal dengan “ kerucut
pengalaman” dari Edgar Dale yang pada saat itu dianut luas dalam alat bantu yang sesuai
untuk pengalaman belajar.
B. Sejarah Singkat Munculnya Kerucut Pengalaman Edgar Dale
Dalam usaha memanfaatkan media sebagai alat bantu tersebut, Edgar Dale
mengadakan klasifikasi menurut tingkatan konkret ke tingkat yang paling abstrak.
Klasifikasi tersebut dikenal dengan “ kerucut pengalaman” dari Edgar Dale yang pada saat
itu dianut luas dalam alat bantu yang sesuai untuk pengalaman belajar. 2
Kerucut pengalaman atau cone of experience diperkenalkan oleh Edgar Dale pertama
kali pada tahun 1946, dalam bukunya yang berjudul Audiovisual Methods in Teaching,
tentang metode audiovisual dalam pengajaran. Kemudian, ia merevisinya pada pencetakan
kedua pada tahun 1954 dan revisi lagi pada tahun 1969. Kerucut pengalaman Edgar Dale

1
Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Media pembelajaran, (Jakarta:Ciputat Press, 2002), hlm. 11
2
Rudi Susilana dan Cepi Riyana, Media pembelajaran, (bandung: CV Wacana Prima,2007), hlm.7
3
menunjukkan pengalaman yang diperolah dalam menggunakan media dari paling konkret
(di bagian paling bawah) hingga paling abstrak (di bagian paling atas). Awalnya pada
tahun 1946 Dale menyebutkan kategori pengalaman sebagai berikut: (1) pengalaman,
pengalaman yang disengaja, (2) pengalaman yang dibuat-buat, (3) partisipasi dramatis, (4)
demonstrasi, (5) kunjungan lapangan, (6) pameran, (7) gambar bergerak, (8) rekaman
radio, gambar diam (audio visual dengan gambar), (9) simbol visual, (10) simbol verbal.
Dale mengklaim bahwa klasifikasinya sederhana dan berkualitas.
Dalam revisi kedua, Dale membuat modifikasi pada pengalaman dramatis dan
menambahkan televisi. Sedangkan pada edisi ketiga buku itu, Dale (1969) tertarik
dengan konsep-konsep teori psikologi Bruner (1966) tentang tingkatan modus belajar
yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman pictorial/gambar (iconic) dan
pengalaman abstrak (simbolis). Kemudian, Dale memadukan semua klasifikasi Bruner
dengan konsepnya sendiri.
Konsep Bruner digambarkan oleh Arsyad dengan contoh pembelajaran tali
temali. Pengalaman langsung ialah ketika peserta didik belajar dengan langsung
membuat ikatan atau simpul dengan tali. Dengan begitu peserta didik belajar memahami
pula makna kata “simpul” dipahami dengan langsung dengan membuat simpul.
Sedangkan pengalaman pictoral ialah bila peserta didik belajar memahami kata “simpul”
melalui gambar, lukisan, foto atau film yang menunjukkan maksud kata “simpul”.
Peserta didik mempelajarinya melalui media berbasis visual. Sedangkan pada tingkatan
simbol, peserta didik membaca atau mendengar penjelasan mengenai kata “simpul”.3
Kerucut pengalaman Edgar Dale yang terakhir direvisi pada tahun 1969 disebutkan
gambaran pengalaman dari paling konkret (paling bawah) hingga paling abstrak (paling
atas), sebagai berikut: (1) pengalaman langsung, pengalaman dengan tujuan tertentu, (2)
pengalaman yang dibuat-buat, (3) pengalaman dramatis, (4) demonstrasi, (5) studi
banding, (6) pameran, (7) televisi edukasi, (8) gambar bergerak,
(9) rekaman radio, gambar diam, (10) simbol visual, (11) simbol verbal. Kerucut
pengalaman ini memberikan model tentang berbagai jenis media audiovisual dari yang
paling abstrak hingga paling konkret. Dale tidak ingin kategori-kategori ini dilihat
sebagai hal yang kaku dan tidak fleksibel. Dengan tegas ia menyatakan bahwa klasifikasi
itu mestinya tidak dianggap sebagai hierarki ataupun rangking.
Namun, kerucut ini telah banyak disalahartikan. Bahkan sering pula disebut
sebagai Cone of Learning (Kerucut Belajar), The Pyramid of Learning (Piramida

3
Azhar Arsyad, Media Pembelajaran ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), 11.
4
Belajar) yang memberi gambaran tentang seberapa besar informasi dapat diserap dan
diingat oleh seseorang dalam belajar. Padahal sesungguhnya Dale tidak memasukkan
angka dan tidak mendasarkan kerucutnya pada penelitian ilmiah. Dale juga
memperingatkan pembaca untuk tidak menganggap kerucutnya dengan terlalu serius.
Bentuk-bentuk yang telah disalahartikan ini telah tersebar dengan sangat cepat dan
semakin cepat dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta
keberadaan jaringan internet di dunia. Kerucut pengalaman yang disalahartikan dapat
ditemukan dalam berbagai bahasa.
Kerucut pengalaman Dale banyak dijadikan sebagai acuan dan landasan teori
penggunaan media dalam proses belajar. Pemikiran Edgar Dale dipandang memiliki
kontribusi penting dalam penggunaan media di bidang pendidikan. Ketika mulai
berkembang teknologi perfilman (tahun 1960-an), Edgar Dale menunjukkan bahwa film
juga memiliki kekuatan untuk mendukung proses belajar seseorang.
C. Tingkatan Kerucut Pengalaman oleh Edgar Dale
Adapun tingkatan dalam penggolongan Kerucut Pengalaman adalah sebagai
berikut

Dari kerucut tersebut maka dapat kita ketahui rinciannya sebagai berikut:
1. Pengalaman langsung dan bertujuan
Pengalaman langsung diperoleh dengan jalan berhubungan langsung.
Sedangkan pengalaman bertujuan diperoleh dengan memiliki tujuan untuk dicapai.
Pengalaman langsung juga merupakan pengalaman yang diperoleh siswa sebagai
hasil dari aktivitas sendiri. Siswa mengalami, merasakan, sendiri segala sesuatu yang

5
berhubungan dengan pencapaian tujuan.4 Siswa berhubungan langsung dengan objek
yang hendak dipelajari tanpa menggunakan perantara. Karena diperoleh siswa secara
langsung maka menjadi konkret sehingga akan memiliki ketepatan yang tinggi. 4
Sehingga melalui pengalaman langsung ini akan dapat memberikan suasana
pembelajaran yang lebih nyata pada siswa karena mereka dapat melakukan berbagai
kegiatan dalam pembelajaran tersebut secara langsung. Misalnya saja dalam
pembuatan relief peserta didik dapat dilibatkan secara langsung di dalam
pembuatannya dengan tetap adanya arahan dari pendidik tentunya.
2. Pengalaman tiruan
Pengalaman ini diperoleh dengan benda-benda atau kejadian tiruan dari yang
sebenarnya. Pengalaman yang diperoleh dari memanipulasi suatu benda yang
mendekati sebenarnya. Pengalaman tiruan itu bukanlah pengalaman langsung lagi,
sebab ojek yang dipelajari bukan asli melainkan yang menyerupai bentuk
sesungguhnya. Manfaat mempelajari objek tiruan yaitu untuk menghindari
verbalisme. Misalkan siswa akan mempelajari beruang kutub atau panda. Oleh
karena itu, binatang tersebut sulit diperoleh apalagi dibawa di kelas, maka untuk
mempelajarinya dapat menggunakan model binatang yang menyerupai binatang yang
sulit tersebut namun terbuat dari plastik. Dengan pengalaman tiruan ini, maka dapat
memberikan gambaran secara lebih jelas kepada siswa tentang objek tertentu.
Sehingga dapat meminimalisir adanya salah pengertian atau salah pemahaman oleh
peserta didik dalam menerima informasi.
3. Dramatisasi

Pengalaman melalui drama, pengalaman yang diperoleh dari kondisi drama


(peraga) dengan menggunakan skenario sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Walaupun siswa tidak mengalami secara langsung, namun siswa akan lebih
menghayati berbagai peran yang dimainkan Tujuannya agar siswa mendapatkan
pengalaman belajar yang lebih luas dan konkret.5 Penyajian dalam bentuk drama,
dari berbagai gerakan dengan pakaian dan dekorasi. Di mana dengan adanya
kesesuaian antara gerakan dengan pakaian dan dekorasi yang dirancang sedemikian
rupa, maka drama dapat tersampaikan dengan lebih jelas. Misalnya dengan pakaian
tertentu dapat menggambarkan sosok tokoh tertentu dalam drama. Dramatisasi ini
dapat dilakukan di panggung (de play), pertunjukan sejarah setempat yang dilakukan

4
Wina Sanjaya, Media Komunikasi Pembelajaran (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2012), 65.
5
Wina Sanjaya, Media Komunikasi Pembelajaran (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2012), hlm. 66
6
di tempat terbuka (the pageant), sandiwara bisu (panronime), permainan yang
merupakan skene yang tidak ada gerakan atau suara (tableau), sandiwara yang terdiri
dari boneka-boneka yang diberi pakaian (pupet), drama yang bersifat perorangan
yang menggambarkan ketegangan-ketegangan yang terdapat dalam dirinya (psyco-
drama), drama kemasyarakatan (socio-drama), atau bermain peranan (role
playing).6Melalui drama ini pesan yang ingin disampaikan oleh para pemainnya
dapat tersalurkan kepada audiens secara lebih jelas.
4. Demonstrasi
Demonstrasi adalah petunjuk cara membuat suatu proses. Pengalaman melalui
demonstrasi yaitu teknik penyampaian informasi melalui peragaan. Contohnya dalam
drama siswa terlibat secara langsung dalam masalah yang diperankan walaupun
bukan situasi nyata, maka pengalaman demonstrasi siswa hanya melihat peragaan
orang lain. 7Demonstrasi yaitu pengalaman melalui percontohan atau pertunjukan
mengenai suatu hal atau sesuatu proses, misalnya cara membuat makanan, sabun
detergen dan sebagainya.
5. Karyawisata
Karyawisata adalah membawa kelas objek luar sekolah yang bermaksud
menambah, memperkaya dan memperluas pengalaman siswa. Dengan melakukan
pengalaman karyawisata ini akan menjadikan kelas aktif mengadakan observasi
terhadap suatu obyek tertentu, mencatat, melakukan tanya jawab dan membuat
laporan.8 Pengalaman wisata, yaitu pengalaman yang diperoleh dari kunjungan siswa
terhadap suatu objek yang ingin dipelajari. Melalui wisata siswa dapat mengamati
secara langsung, mencatat dan bertanya tentang hal-hal yang dikunjungi. Dengan
berkaryawisata selain dapat menambah pengetahuan siswa, juga dapat dijadikan
sebagai sarana hiburan yang mendidik.
6. Pameran
Pameran adalah usaha untuk menunjukkan suatu hasil karya. Melalui
pameran siswa dapat mengamati hal-hal yang ingin dipelajari seperti karya seni baik
seni tulis, seni pahat, atau benda-benda bersejarah dan hasil teknologi modern yang
berbagai cara kerjanya. Pameran lebih abstrak kerjanya dibandingkan dengan wisata,
sebab pengalaman yang diperoleh hanya sebatas pada kegiatan mengamati wujud
benda itu sendiri, namun demikian, untuk memperoleh wawasan, dapat dilakukan

6
Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 22
7
Wina Sanjaya, Media Komunikasi Pembelajaran (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2012), hlm. 66
8
Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 23
7
melalui wawancara dengan pemandu dan membaca leaflet atau booklet yang
disediakan penyelenggara. Pengalaman tersebut dapat diperoleh melalui pertunjukan
hasil pekerjaan siswa, perkembangan dan kemajuan sekolah. Benda-benda yang
dipamerkan dapat berupa model spesimen barang hasil kerajinan dan sebagainya.
Penyelenggaraan pameran ini bertujuan untuk mempertunjukkan hasil karya siswa,
pekerjaan dan kemajuan sekolah di mata masyarakat umum.
7. Televisi
Pengalaman melalui televisi merupakan pengalaman yang tidak langsung,
karena televisi merupakan perantara. Melalui televisi siswa dapat menyaksikan
berbagai peristiwa dari jarak jauh yang sesuai dengan program yang dirancang.9
Televisi adalah suatu media yang digunakan untuk menyampaikan pendidikan pada
anak dan masyarakat yang diperoleh melalui program-program yang ditayangkan
melalui televisi, seperti program televisi Indonesia pintar dan televisi lainnya yang
dapat memberikan tayangan yang bersifat mendidik. Melalui media televisi ini siswa
dapat memperoleh gambaran mengenai berbagai objek atau suatu peristiwa di
belahan dunia mana pun, yang nantinya akan memberikan suatu informasi yang
dapat dijadikan sebagai informasi dalam belajar. Yang terpenting tayangan yang
terkandung di dalamnya bersifat mendidik bagi penontonnya terutama anak-anak.
8. Gambar hidup atau film
Rangkaian gambar yang diproyeksikan ke layar yang tampak seperti gambar
sebenarnya. Gambar hidup atau film ini memberikan tampilan berupa visual dan
audio. Sehingga akan lebih menarik untuk dinikmati. Dengan mengamati film siswa
belajar sendiri walaupun bahan yang dipelajari terbatas sesuai dengan naskah yang
disusun.
9. Radio
Merupakan media audio yang dapat digunakan untuk media pembelajaran
secara efektif dan menimbulkan motivasi bagi para pendengarnya yang diperoleh
dalam bentuk ceramah, wawancara, sandiwara dan sebagainya. Pengalaman melalui
radio atau tape recorder ini bersifat abstrak dibandingkan pengalaman melalui
gambar hidup, sebab hanya mengandalkan salah satu indra saja yaitu indra
pendengaran.
10. Gambar
Yaitu segala sesuatu yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua

9
Wina Sanjaya, Media Komunikasi Pembelajaran (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2012), hlm. 66-67
8
dimensi atau tiga dimensi. Pengalaman di sini diperoleh dari segala sesuatu yang
diwujudkan secara visual seperti dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan perasaan
dan pikiran, misalnya lukisan ilustrasi karikatur, kartun, poster, potret, slid, dan
sebagainya. 10 Gambar tersebut dapat memberikan pesan tertentu kepada penontonnya
saat melihatnya.
11. Lambang visual
Gambaran yang secara keseluruhan dapat divisualkan. Pengalaman di sini
diperoleh melalui lambang-lambang visual, seperti hasil lukisan yang bentuknya
lengkap atau tidak lengkap (sketsa), kombinasi garis dengan gambar yang dijelmakan
secara logis untuk meragakan antara fakta dengan ide (bagan), gambaran yang
memberi keterangan tentang angka-angka (grafik), gambar untuk pengetahuan,
peringatan atau menggugah (poster), lukisan yang bersambung berupa cerita (komik),
gambar untuk menghibur, mengkritik (kartun), kombinasi antara garis dan gambar
yang menunjukkan gabungan intern yang bersifat abstrak (diagram), dan gambar
yang melukiskan lambang dari keadaan yang sebenarnya (peta). Pengalaman melalui
lambang-lambang visual seperti grafik, gambar, dan bagan. Sebagai alat komunikasi
lambang visual dapat mengetahui pengetahuan siswa yang lebih luas. Siswa dapat
memahami berbagai perkembangan atau struktur melalui bagan dan lambang visual
lainnya. 11
12. Lambang kata
Pengalaman semacam ini dat diperoleh dalam buku dan bahan bacaan. 12
Misalnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kita dapat menemukan kumpulan
kata yang memiliki makna tertentu. Pengalaman melalui media verbal atau lambang
kata, merupakan pengalaman yang sifatnya abstrak, karena siswa memperoleh
pengalaman melalui bahasa, baik lisan maupun tulisan.

Berdasarkan penjelasan di atas lambang kata menempati posisi yang sangat


rendah. Oleh karena itu, agar pembelajaran dapat memberikan pengalaman yang
lebih berarti, maka perlu dipikirkan mengenai media yang akan digunakan agar siswa
mendapatkan pengalaman yang lebih konkret. Kerucut pengalaman dianut secara luas
untuk menentukan alat bantu yang sesuai untuk pembelajaran siswa agar
memperoleh pengalaman belajar secara mudah.

10
Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 23
11
Wina Sanjaya, Media Komunikasi Pembelajaran (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2012), hlm. 68
12
Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 24
9
Kerucut pengalaman yang dikemukakan menggambarkan bahwa pengalaman
belajar siswa dapat diperoleh melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri,
proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu. Semakin konkret siswa
mempelajari bahan pembelajaran contohnya melalui pengalaman langsung, maka
semakin banyak pengalaman yang didapatkan oleh siswa. Sebaliknya semakin
konkret siswa mendapatkan pengalaman contohnya menggunakan bahasa verbal,
maka semakin sedikit pengalaman yang diperoleh oleh siswa.
Dari gambaran kerucut pengalaman tersebut siswa akan lebih konkret
memperoleh pengetahuan melalui pengalaman langsung, melalui benda-benda tiruan,
melalui gambar, drama, demonstrasi, wisata dan melalui pameran. Hal ini sangat
efektif untuk siswa karena dapat secara langsung berhubungan dengan objek yang
dipelajari. Sedangkan siswa akan lebih abstrak memperoleh pengalaman melalui
benda-benda atau alat peragaan seperti televisi, gambar hidup/film, radio atau tape
recorder, lambang visual.
Kedudukan media pembelajaran dalam sistem belajar mengajar memiliki sifat
yang sangat penting. Sebab semua pengalaman belajar tidak diperoleh dari
pengalaman langsung. Olsen berpendapat bahwa prosedur belajar dapat ditempuh
dalam tiga hal, yaitu:
1. Pengajaran langsung melalui pengalaman langsung. Pengajaran ini diperoleh
dengan teknik karya wisata, wawancara, resource visitor.
2. Pengajaran tidak langsung, dapat melalui alat peraga. Pengalaman ini diperoleh
melalui gambar, peta, bagan, objek, model, televisi, dan lain-lain.
3. Pengajaran tidak langsung melalui lambang kata, misalnya melalui kata-kata
dan rumus-rumus.
Kerucut pengalaman secara luas untuk menentukan alat bantu atau media apa
yang sesuai agar siswa memperoleh pengalaman belajar agar mudah dipahami.
Kerucut pengalaman menggambarkan bahwa pengalaman belajar yang diperoleh
siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari,
proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses
mendengarkan melalui bahasa.
Menurut Dale, pembelajaran yang paling konkret adalah pengalaman langsung
atau observasi kelapangan/lokasi. Artinya penggunaan media real object adalah
paling efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran. 13 Sependapat dengan Dale,

13
Rayandra Asyhar, Kreatif Menggambarkan Media Pembelajaran, (Jakarta: Referensi Jakarta, 2002), hlm. 49-50
10
bahwa penggunaan real object lebih efektif karena sesuai dengan perkembangan
anak yang akan lebih mudah memahami materi dalam pembelajaran yang diajarkan
jika menggunakan media langsung (real object). Selain itu, penggunaan media real
object juga akan memberikan pengalaman pada siswa secara konkret sehingga
informasi yang didapatkan akan tersimpan dalam memori atau daya ingat anak dalam
jangka waktu yang panjang. Dan anak dapat menggali serta mengembangkan konsep
pengetahuannya sendiri.
Salah satu gambar yang paling banyak digunakan untuk acuan landasan teori
penggunaan media dalam proses pembelajaran adalah Dale’s Cone of Experience.
Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkret),
kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang melalui benda tiruan, sampai
ke lambang verbal (abstrak). Semakin ke atas di puncak kerucut semakin abstrak
media penyampaian pesan. Semakin ke bawah semakin konkret media penyampaian
pesan. Urutan kerucut pengalaman tidak berarti proses belajar dan interaksi
pembelajaran harus selalu dimulai dari pengalaman langsung, melainkan dimulai dari
jenis pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.
Dasar pengembangan kerucut pengalaman bukanlah tingkat kesulitan,
melainkan gambaran tingkat keabstrakan jumlah jenis indra yang turut serta dalam
penerimaan isi pengajaran atau pesan yang mempengaruhi pemahaman siswa dalam
pembelajaran. Jadi, dalam kerucut pengalaman yang disampaikan oleh Dale bahwa
tingkatan yang ada di dalamnya bukanlah berdasarkan tingkat kesulitan yang
diperoleh atau akan didapatkan oleh siswa dalam suatu pembelajaran, namun hal
tersebut berdasarkan tingkat keabstrakannya. Di mana semakin ke atas maka akan
semakin abstrak apa yang diperoleh oleh siswa, dan semakin ke bawah maka akan
semakin konkret. Dan ini juga bisa dikatakan berdasarkan keindraan. Misalnya, jika
suatu pesan disampaikan dalam lambang-lambang seperti bagan, grafik, atau kata,
maka indra yang terlibat akan semakin terbatas yaitu di sini yang terlibat hanya indra
penglihatan dan pendengaran, meskipun dalam situasi ini daya imajinatif akan
berkembang tapi ini akan memberikan gambaran yang abstrak terhadap peserta didik.
D. Keragaman Gaya Belajar
Gaya belajar adalah cara seseorang menerima informasi baru dan proses yang
akan mereka gunakan untuk belajar.14 Menurut De Porter dan Hernacki gaya belajar

14
Andri Priyatna, Pahami Gaya Belajar Anak! Maksimalkan Potensi Anak dengan Modifikasi Gaya Belajar,
(Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2013), hlm. 2-3
11
adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, di sekolah, dan dalam
situasi-situasi antar pribadi. Jika seseorang menyadari bagaimana cara dia dan orang lain
menyerap dan mengolah informasi, maka ia dapat menjadikan belajar dan berkomunikasi
lebih mudah dengan caranya sendiri. Cara belajar merupakan kombinasi dari bagaimana
menyerap, mengatur, dan mengolah informasi. Ada beberapa pandangan umum
mengenai gaya belajar. Berikut ini beberapa model yang disebutkan oleh Barbara
Prashnig, yaitu15:
1. Model VAK
Model VAK (Visual, Auditori, Kinestetik) ini memperhitungkan modalitas
indrawi seseorang dalam memproses dan menyimpan informasi. Model ini diciptakan
di tahun 1970-an dan digunakan secara luas untuk konseling, pembelajaran, dan
pelatihan komunikasi. Model ini paling populer di kalangan masyarakat. Model ini
juga disebutkan De Porter dan Hernacki dalam buku Quantum Learning: Unleashing
The Genius in You. Orang dengan gaya belajar visual, belajar dari apa yang mereka
lihat. Sedangkan mereka yang auditori melakukannya melalui apa yang mereka
dengar, dan pelajar kinestetik melakukannya melalui gerakan dan sentuhan.
Walaupun masing-masing orang belajar dengan ketiga modalitas ini pada tahap
tertentu, kebanyakan orang lebih cenderung pada salah satu di antara ketiganya. Atau
ada pula yang memiliki kombinasi di antaranya.
2. Model Sistem 4MAT
Model Sistem 4MAT, dikembangkan pada tahun 1980an dan didasarkan pada
dominasi otak kanan dan otak kiri. Model ini memberikan wawasan mengenai cara
seseorang menerima dan kemudian memproses informasi. Model ini menganalisis
bagaimana belajar melalui pengalaman konkret, observasi reflektif, eksperimentasi
aktif, serta konsep yang abstrak.
3. Model Dunn dan Dunn
Model ini dikembangkan oleh Rita Stafford Dunn dan Kenneth J. Dunn sejak
akhir 1960-an. Mereka mengidentifikasi preferensi-preferensi individu selama
berlangsung proses belajar dan menemukan banyak variabel yang mempengaruhi
cara belajar orang. Variabel tersebut yaitu situasi dan kondisi lingkungan, keadaan
emosional, sosiologi, fisik, dan psikologi yang dibutuhkan untuk dapat menerima
informasi atau belajar dengan optimal.

15
Pusvyta Sari, Analisis Terhadap Kerucut Pengalaman Edgar Dale dan Keragaman Gaya Belajar untuk Memiih
Media yang tepat dalam Pembelajaran( Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol. 1 No. 1, 2019), hlm. 66-68
12
4. Model Brain Quadrants
Model Brain Quadrants dikembangkan oleh Herrmann di akhir tahun 1970-
an. Model ini menjabarkan preferensi-preferensi untuk fungsi mental dan dominasi
otak. Dengan model ini seseorang memperkirakan bagaimana otak kiri dan otak
kanan bisa berperan dengan baik untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
5. Gregorc Energic Model of Mindstyles
Gregorc Energic Model of Mindstyles, diciptakan pertengahan tahun 1970-an.
Model ini menyajikan cara yang terorganisasi untuk mempertimbangkan bagaimana
pikiran bekerja.
6. Model Working Style Analysis
Model Working Style Analysis ini didasarkan pada model yang dikembangkan
Dunn dan Dunn. Model ini diciptakan Prashnig bersama Dunn dan Dunn pada tahun
1993. Konsep yang dikemukakan dalam model ini ialah menyadari keragaman dalam
proses belajar, berlatih dan bekerja. Learning Style Analisis (LSA) atau analisis gaya
belajar dikembangkan dari model ini. Caranya yaitu dengan mengamati variabel-
variabel yang mempengaruhi seseorang dalam belajar, antara lain bagaimana
dominasi otak kanan/kiri, modalitas indrawi, kebutuhan fisik, lingkungan, sosial, dan
sikap. Mengenal kondisi lingkungan, seseorang dapat mengukur bagaimana suara,
cahaya, suhu dan wilayah kerja yang paling nyaman untuk belajar. Sedangkan untuk
pengelompokan sosial, LSA berupaya mengetahui apakah seseorang nyaman belajar
sendiri, berpasangan, dengan teman sebaya, dengan tim atau dengan orang yang
dianggap memiliki otoritas, misalnya guru atau orang tua. Dalam hal sikap,
seseorang memperhitungkan motivasi, ketekunan, penyesuaian, struktur dan variasi.
Bagaimana ia mendapatkan motivasi yang cukup untuk mengoptimalkan belajar?
Apakah ia termasuk orang yang tekun suatu bidang atau bisa belajar melalui aktivitas
yang bermacam- macam. Apakah ia membutuhkan belajar secara rutin/konsisten,
atau membutuhkan banyak variasi metode belajar? Hasil dari analisis gaya belajar ini
bisa digunakan oleh individu untuk melakukan proses belajar yang sesuai dengan
gayanya.
Di sisi lain, hasil itu bermanfaat bagi orang tua agar menyadari gaya belajar
anaknya. Sedangkan bagi guru dan sekolah, pengetahuan mengenai gaya belajar
peserta didik diharapkan dapat mendorong penyelenggaraan proses belajar yang
sesuai dengan gaya belajar peserta didik agar kemampuan dan hasil belajarnya bisa
diraih dengan lebih optimal.

13
Konsep tentang gaya belajar ini tampak begitu meyakinkan dan teruji
kebenarannya. Namun, beberapa kejanggalan menunjukkan bahwa konsep itu adalah
mitos. Bahkan Riener dan Willingham menyatakan bahwa, tidak ada bukti yang
dapat dipercaya bahwa gaya belajar itu ada. Beberapa klaim konsep gaya belajar
terbantahkan dengan teori-teori dan pendekatan dalam pembelajaran yang ada,
sehingga mencari tahu mengenai gaya belajar diri sendiri ataupun peserta didik bisa
menjadi tindakan yang membuang waktu saja.
Klaim yang pertama konsep gaya belajar menyatakan bahwa setiap
pembelajar berbeda satu sama lain, perbedaan-perbedaan ini mempengaruhi kinerja
mereka, dan para guru seharusnya memperhitungkan perbedaan-perbedaan ini.
Semua pengajar memandang itu benar dan penting, namun ada hal yang lebih utama
harus dipertimbangkan, yaitu:16
1. Bakat, kemampuan, atau kecerdasan mereka yang berbeda, dalam kapasitas
mereka untuk belajar dalam materi yang berbeda-beda.
2. Kemampuan dan minat belajar siswa yang berbeda-beda. Seseorang bisa lebih
senang dan memiliki minat yang tinggi dalam hal musik sementara yang lainnya
tertarik dalam hal olahraga atau bidang lainnya.
3. Peserta didik atau pembelajar berbeda latar belakang pengetahuan, dan perbedaan
itu mempengaruhi mereka belajar.
4. Beberapa siswa memiliki kesulitan atau ketidakmampuan belajar tertentu, dan ini
mempengaruhi pembelajaran mereka dengan cara tertentu.
5. Pelajar memiliki preferensi tentang caranya untuk belajar yang tidak tergantung
pada kemampuan dan konten dan memiliki implikasi yang bermakna bagi
pembelajaran mereka.
Klaim itu menjadi sangat janggal ketika dikaitkan dengan pertanyaan apakah
kita bisa menjawab cara kita belajar tanpa mengetahui materi apa dan tujuan belajar
seperti apa yang ingin dicapai? Kemudian mengenai penggunaan media
pembelajaran, apakah perlu pengajar mencari gaya belajar peserta didik ketika yang
digunakan adalah multimedia? Apakah seseorang yang dikatakan memiliki gaya
belajar visual hanya menghendaki media pembelajaran berbasis visual saja? Atau
yang auditori hanya mau belajar dengan media berbasis pendengaran saja? Pengajar
yang berencana menerapkan multimedia dalam proses pembelajaran tidak perlu
melakukan analisis mengenai gaya belajar peserta didik terlebih dahulu, karena

16
Ibid, 69
14
multimedia memiliki kelebihan yang bisa digunakan oleh multi modalitas indrawi,
baik audio, visual maupun kinestetik untuk multimedia yang interaktif. Namun di sisi
lain pengajar tidak bisa menerapkan multimedia tersebut begitu saja tanpa
mempertimbangkan aspek pembelajaran yang lainnya.
Sebagaimana yang dikemukakan Dweck, peserta didik yang memiliki pola
pikir bahwa kemampuan intelektual mereka sifatnya tetap, mereka merasa hanya
memiliki sejumlah kecerdasan dan terus berusaha membuktikannya dan
mengabaikan kemungkinan yang lain dan hanya fokus pada hal itu. Sementara
peserta didik yang lain fokus pada usaha dan terus berupaya untuk berhasil menjadi
apa yang diinginkannya.
Pelabelan tentang kecenderungan gaya belajar peserta didik dapat membuat
peserta didik mengabaikan cara-cara belajar yang lain yang bisa jadi justru
memberikan dukungan kuat bagi mereka untuk mengembangkan pengetahuan dan
keterampilannya

15
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Media secara harfiah yaitu “perantara” atau “ pengantar”. Media merupakan


sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan,
dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar
pada dirinya. Sedangkan pengertian dari media pembelajaran adalah suatu alat bantu
baik secara fisik maupun non fisik yang digunakan dalam proses belajar mengajar
agar dapat memperjelas penyampaian materi atau pesan dari pendidik kepada peserta
didik.
Kerucut pengalaman atau cone of experience diperkenalkan oleh Edgar Dale
pertama kali pada tahun 1946, dalam bukunya yang berjudul Audiovisual Methods in
Teaching, tentang metode audiovisual dalam pengajaran. Kemudian, ia merevisinya
pada pencetakan kedua pada tahun 1954 dan revisi lagi pada tahun 1969. Kerucut
pengalaman Edgar Dale menunjukkan pengalaman yang diperolah dalam
menggunakan media dari paling konkret (di bagian paling bawah) hingga paling
abstrak (di bagian paling atas).
Kerucut pengalaman yang dikemukakan menggambarkan bahwa pengalaman
belajar siswa dapat diperoleh melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri,
proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu. Semakin konkret siswa
mempelajari bahan pembelajaran contohnya melalui pengalaman langsung, maka
semakin banyak pengalaman yang didapatkan oleh siswa.
Gaya belajar adalah cara seseorang menerima informasi baru dan proses yang
akan mereka gunakan untuk belajar. Menurut De Porter dan Hernacki gaya belajar
adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, di sekolah, dan dalam
situasi-situasi antar pribadi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Azhar. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


Asnawir dan M. Basyiruddin Usman. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Press.
Asyhar, Rayandra. 2012. Kreatif Menggambarkan Media Pembelajaran. Jakarta: Referensi
Jakarta.
Priyatna, Andri. 2013. Pahami Gaya Belajar Anak! Maksimalkan Potensi Anak dengan
Modifikasi Gaya Belajar. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Sanjaya, Wina. 2012. Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Pranada Media
Group.
Sari, Pusvyta. 2019. Analisis Terhadap Kerucut Pengalaman Edgar Dale dan Keragaman
Gaya Belajar untuk Memilih Media yang Tepat dalam Pembelajaran. Jurnal
Manajemen Pendidikan Vol. 1 No. 1.
Susilana, Rudi dan Cepi Riyana. 2007. Media pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.

17
18

Anda mungkin juga menyukai