Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

AKULAH ALLAH TUHANMU


Nama Dosen :
Dra. Fransisca Valeria Sunartini, M.Si.

Disusun oleh :

Richardus Juan hari Laksana


19810334021
Manajemen Pemasaran D4

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


2019

1
SEKAPUR SIRIH

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang
“Akulah Tuhan Allahmu” ini dengan baik meskipun kurang sempurna, karena
kesempurnaan hanyalah milik Tuhan.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Akulah Tuhan Allahmu. Pengetahuan
yang membawa kepada kedalaman iman, terkhusus iman kepada Tuhan Yesus
Kristus Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah yang telah penulis susun ini dapat berguna bagi saya sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan
datang. Berkah Dalem.
Wates, 25 September 2019

penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................1

SEKAPUR SIRIH .................................................. Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................4

A. LANDASAN TEORI..........................................................................................4

B. RUMUSAN MASALAH....................................................................................6

C. TUJUAN..............................................................................................................7

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................8

A. AKULAH TUHAN ALLAHMU........................................................................8

B. HORMAT TERHADAP MISTERI..................................................................15

C. IMAN KEPERCAYAAN KEPADA YESUS KRISTUS.................................17

D. PANDANGAN KATOLIK TERHADAP MANUSIA YANG HANYA

MEMIKIRKAN DUNIAWI SAJA...................................................................19

BAB III PENUTUP................................................................................................22

A. KESIMPULAN.................................................................................................22

B. KRITIK DAN SARAN.....................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Landasan Teori
“Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya,
sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang
membalaskan keslahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang
ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku” (Kel 20:5).
Dalam hal ini, Allah berkehendak supaya kita mencintai Allah lebih dari
segala sesuatu, serta menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang kita
sembah. Kita tidak diperkenankan untuk menyembah berhala dan kita
harus berbakti kepada-Nya.
“Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari
tanah Mesir, tempat perbudakan. Jangan ada padamu allah lain di
hadapan-Ku” (Kel 20:2-3). Tuhan ingin mengingatkan kita akan kasih
yang telah Ia berikan kepada kita, supaya kita hidup dalam kasih.
“Tanpa menyangkal kemungkinan bahwa praktek penyembahan
berhala dalam dunia kafir akan hidup lagi, Gereja mengijinkan bahwa
Tuhan Yesus, Santa Perawan Maria, para martir, santo, dan santa
diperlihatkan dalam bentuk gambar atau patung guna mendukung doa dan
kebaktian kaum beriman.” Dalam surat apostolik Paus Yohanes II,
Duodecimum Saeculum (Desember 1987) disampaikan bahwa Gereja
memperbolehkan Tuhan Yesus, Santa Perawan Maria, para martir, santo,
dan santa diperlihatkan dalam bentuk gambar atau patung untuk
mendukung doa doa dan kebaktian umat beriman, tetapi bukan untuk
disembah.
“Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Iskak, dan Allah
Yakub. Akulah, aku.”(Kel 3:6). Tuhan ingin memperkenalkan diri sebagai
Tuhan dari nenek moyang yang sudah kita kenal. Hal ini membuktikan
bahwa Tuhan selalu hadir dan tidak pernah meninggalkan kita.

4
”Akulah TUHAN, Allahmu.” Demikianlah refrein yang terdengar
ketika Musa menyampaikan hukum antarmanusia kepada umat Israel (Im.
19:1-18). Kata ”TUHAN” merupakan terjemahan untuk nama diri
”Yahwe”.

Orang Israel sangat menghormati nama diri Yahwe. Sewaktu


membaca Kitab Suci mereka mendapatkan nama tersebut, maka mereka
tidak akan mengucapkan ”Yahwe”, melainkan ”Adonai”, yang berarti
Tuan! Jika para masyoret—penyalin kitab suci—menemukan nama
Yahwe, mereka akan membersihkan tangannya terlebih dahulu sebelum
menulis nama tersebut!

Kata ”Allahmu” menyiratkan ada hubungan kepemilikan antara


Allah dan umat-Nya. Yahwe seakan mengingatkan—karena sering
diulang—bahwa Dia adalah Allah dan umat Israel makhluk-Nya. Yahwe
sepertinya hendak mengingatkan umat bahwa Dialah yang menciptakan
mereka!

Sejatinya hubungan antarmanusia berkait erat dengan hubungan


antara manusia dan Allah. Rusaknya hubungan antara manusia dan Allah
mengakibatkan rusaknya hubungan antarmanusia. Dalam kisah jatuhnya
manusia ke dalam dosa, kita menyaksikan bahwa putusnya hubungan
antara manusia dan Allah membuat Adam menyalahkan Hawa, lalu Hawa
menyalahkan ular. Manusia cenderung mencari kambing hitam. Dan
ujung-ujungnya Iblis menjadi kambing hitam. Uniknya, Iblis tidak
menyalahkan siapa-siapa!

Oleh karena itu, pulihnya hubungan antarmanusia hanya mungkin


terjadi tatkala hubungan antara Allah dan manusia pulih. Tak heran setelah
prolog ”Kuduslah kamu, sebab, Aku, TUHAN, Allahmu kudus” (Im. 19:1)
mengalirlah semua ketetapan dalam hubungan antarmanusia.

Hubungan Antarmanusia

5
”Kalau kamu panen, janganlah memotong gandum yang tumbuh di
pinggir-pinggir ladangmu, dan jangan kembali untuk mengumpulkan
gandum yang tersisa sesudah panen.... Biarkan itu untuk orang miskin dan
orang asing. Akulah TUHAN Allahmu.” (Im. 19:9-10).

Allah ingin umat-Nya berbagi. Meski semua tanaman itu milik


sendiri, Allah mengingatkan adanya hak orang miskin. Mereka tidak perlu
mengambil semua miliknya karena Allah memberikan tanggung jawab
terhadap orang-orang miskin.

”Jangan memeras sesamamu atau merampas barangnya. Upah


seseorang yang bekerja padamu jangan kamu tahan, biar untuk satu malam
saja.” (Im. 19:13). Allah juga mengingatkan Israel pada hak pekerja.
Pekerja wajib mendapat upahnya pada waktunya. Tak ada alasan untuk
menahan-nahannya.

”Jangan mengutuk orang tuli dan jangan menaruh batu sandungan


di depan orang buta. Hendaklah kamu hormat dan takut kepada-Ku, sebab
Aku TUHAN Allahmu.” (Im. 19:14). Bayangkanlah, Israel tidak boleh
bertindak sewenang-wenang, bahkan ketika orang itu tidak melihat atau
tidak mendengar apa yang kita perbuat.

Semua tindakan tadi mengingatkan Israel bahwa mereka harus


berlaku kudus. Dan itu jugalah yang ditegaskan Paulus: ”Sebab bait Allah
adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu.” (1Kor. 3: 17).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana makna dari Akulah Allah Tuhanmu?


2. Apakah yang dimaksud dengan hormat terhadap misteri?
3. Bagaimana maksud iman kepercayaan dan cara meningkatkan iman
kepercayaan kita kepada Yesus Kristus?
4. Bagaimana pandangan Katolik terhadap manusia yang hanya memikirkan
duniawi semata

6
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui makna dari Akulah Allah Tuhanmu.
2. Mengetahui arti hormat terhadap misteri.
3. Mengetahui lebih jauh tentang iman kepercayaan pada Yesus Kristus.
4. Mengetahui pandangan Katolik terhadap manusia yang hanya
memikirkan duniawi semata.

7
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Akulah Tuhan Allah-Mu


Dekalog (Sepuluh Perintah Allah) dimulai dengan menarik seluruh
perhatian manusia kepada Tuhan: “Akulah Allah, Tuhanmu”. Tetapi
hendaknya segera diingat, bahwa Tuhan menciptakan manusia, agar manusia
dapat dikasihi-Nya, dan supaya di tengah-tengah penciptaan bergemalah pujian
bagi Pencipta, Tuhan itu Allah bagi manusia.
Ada empat hal penting dari perintah pertama, yaitu :
1. Ketuhanan Puncak Semua Sila
Tuhan dan karya-Nya merupakan dasar bagi hidup dan pandangan
hidup manusia. Hal itu tampak juga dalam Pancasila yang mengungkapkan
pandangan hidup orang Indonesia. Puncak semua sila adalah sila
ketuhanan. Hormat terhadap martabat pribadi manusia, cinta akan tanah
air, dan usaha akan keadilan hendaknya dijiwai oleh kepercayaan akan
Allah dan oleh tanggung jawab kita di hadapan Pencipta. Pembangunan
negara juga kita usahakan karena terdorong oleh kehendak Allah. Oleh
sebab itu, agama diberi tempat luhur dalam hidup bernegara. Bahkan sila
pertama menjamin kebebasan setiap orang untuk beribadat menurut agama
dan kepercayaannya sendiri (UUD 1945, pasal 29, ayat 2).
Negara kita tidak teokratis, tetapi juga tidak sekularistik. Artinya,
negara kita bukanlah negara agama yang melandaskan diri pada ajaran
suatu agama, tetapi juga bukan negara sekularistik yang acuh-tak-acuh
terhadap agama atau bahkan menghalang-halangi atau merendahkan
agama.
Negara kita menghormati dan mengakui keyakinan dasar bahwa
hidup dan pandangan hidup manusia terarah kepada yang mengatasi hidup
di dunia ini. Maka dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila dikatakan bahwa “manusia Indonesia percaya dan takwa

8
terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”.

2. Cintailah Aku lebih daripada Segala Sesuatu


Firman yang pertama sebetulnya lebih daripada perintah atau
larangan. Firman itu mengungkapkan bahwa Tuhan itu “Allah yang
cemburu” (Kel 20:5 = Ul 5:9). Hal itu juga ditandaskan lagi dalam
keterangan pada firman yang kedua. Allah tidak acuh tak acuh terhadap
manusia maupun sikapnya.
Ikatan Allah dengan manusia adalah kasih, oleh karena itu Tuhan
juga menuntut perhatian penuh dari pihak manusia. Maka sebelum
disampaikan Dasafirman, Tuhan mengingatkan umat-Nya akan hubungan
kasih itu: “Akulah Yahwe, Allahmu, yang telah membawa engkau ke luar
dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan, Janganlah ada padamu ilah-ilah
lain di hadapan-Ku” (Kel 20:2-3 = Ul 5:6-7). Dan pada saat Tuhan
mengadakan perjanjian dengan umat-Nya, pernyataan itu diulangi lagi
(Kel 34:14).
Orang dituntut tidak “bercabang hati” (1Raj 18:21). Maka jelas
Dasafirman bukanlah uraian teoretis, melainkan penegasan yang amat
praktis, Firman pertama bukanlah ajaran teoretis mengenai monoteisme,
melainkan tuntutan kesetiaan mutlak terhadap Allah yang Tunggal penuh
kasih.
Monoteisme adalah kepercayaan akan Allah tunggal: hanya ada
satu Allah saja dan tidak ada lain. Monoteisme berbeda dengan
henoteisme, yang tidak mempersoalkan apakah ada hanya satu Allah atau
lebih, tetapi memilih berbakti kepada satu saja. Pada awal sejarahnya
kepercayaan Israel lebih bersifat henoteisme (lih. Ul 6:13-15). Baru para
nabi dengan jelas mengajarkan bahwa dewa-dewa para bangsa lain
“sebenarnya bukan allah” (Yer 2:11; lih, 5:7; 16:19-20; Yes 40:21-28;
41:29; dst.). Ketika sudah diajarkan monoteisme penuh, tekanan tetap ada

9
pada sikap praktis dan bukan pada masalah teoretis. Tuhan Yesus juga
mengajarkan: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum
yang terutama dan yang pertama” (Mat 22:37).
Jika ada masalah ateisme yang menyangkut firman pertama, itu
bukan ateisme teoretis, melainkan ateisme praktis, Ateisme praktis ialah
sikap hidup yang berkeyakinan bahwa Tuhan sebenarnya tidak memainkan
peranan yang paling penting dalam hidup manusia.
“Di luar Allah sesungguhnya tidak ada yang ilahi atau pantas
disembah. Maka manusia memperbudak diri bila mengilahikan atau
memutlakkan kekayaan, kekuasaan, negara, seks, kenikmatan, atau
makhluk apa pun yang diciptakan Tuhan, termasuk dirinya sendiri atau
rasio.
Tuhan sendiri merupakan sumber pembebasan radikal dari segala
bentuk penyembahan berhala. Sebab menyembah apa yang tidak boleh
disembah dan memutlakkan apa yang tidak mutlak berarti memperkosa
hidup batin manusia, yang pada pokoknya berarti hubungan dengan Allah
dan pemenuhan pribadi. Jika manusia menjauhkan diri dari segala berhala,
manusia menempatkan dirinya kembali ke dalam lingkup asasi kebebasan.
Allah, yang bebas dalam arti sesungguhnya, ingin berdialog dengan
makhluk-makhluk yang bebas, yang mampu mengambil keputusan sendiri
dan dapat bertanggung jawab baik secara pribadi maupun dalam
kebersamaan” (Uskup-uskup Amerika Latin, Puebla, 1979). Ketuhanan
berarti bahwa manusia hidup di hadirat Tuhan, mengakui Tuhan dan
bertanggung jawab kepada Tuhan. Ketuhanan menyangkut hidup manusia
yang paling dalam dan paling pribadi.
Memutlakkan masyarakat dan cita-cita perkembangan berarti
memperbudakkan manusia kepada ekonomi dan pembangunan, kepada
ilmu dan kehormatan. Dengan mengakui Tuhan sebagai satu-satunya yang
mutlak, semua nilai manusiawi menjadi relatif dan tidak dapat dituntut
atau diwajibkan secara absolut. Satu-satunya yang dituntut selalu dan di

10
mana-mana ialah hormat terhadap setiap manusia, karena ia dicintai oleh
Allah.
3. Jangan Membuat Patung atau Gambaran Apa pun
Dalam Kitab Suci rumus firman pertama cukup panjang (Kel 20:3-
6 == Ul 5:7-10). Sesudah dikatakan “Jangan ada padamu ilah-ilah lain di
hadapan-Ku”, masih ditambahkan: “Jangan membuat bagimu patung atau
gambaran apa pun; jangan sujud menyembah mereka atau beribadah
kepada mereka”.
Dalam rumus Dasafirman yang lazim di kalangan Katolik, semua
ini dipandang sebagai satu perintah saja, dan urut-urutannya juga dibalik:
“jangan memuja berhala” dahulu, kemudian “berbaktilah kepada-Ku saja”.
Tidak lagi disebut patung atau gambaran. Semua itu dirangkum dengan
kata “berhala”.
Tetapi ketika Israel menyembah anak lembu emas (Kel 32:1-6),
maksud mereka barangkali bukanlah menyembah berhala, melainkan
menyembah Tuhan yang digambarkan dalam rupa anak lembu. Namun
perbuatan mereka membangkitkan murka Allah. Membuat patung sendiri
sudah dosa. Seperti dikatakan dalam Ul 27:15, “Terkutuklah orang yang
membuat patung pahatan atau patung tuangan, suatu kekejian bagi
Tuhan”,
Dengan membuat patung, orang mencoba mengikat Tuhan pada
tempat dan kebaktian tertentu, Padahal Tuhan adalah Yang Mahaagung,
dan oleh karena itu tidak bisa dimanipulasikan oleh manusia dengan
kebaktian apa pun (lih. Ul 4:15-19). Perbedaan antara ciptaan dan Pencipta
amat ditekankan di dalam Kitab Suci. Tuhan adalah Yang Mahabebas. Ia
menyatakan diri menurut kehendak-Nya sendiri, Ia menyatakan diri dalam
sejarah secara dinamis, tidak secara statis dalam sebuah patung atau
gambar. Tuhan menjadi dekat pada manusia dalam tindakan-Nya yang
bebas dan berdaulat, bukan dalam simbol-simbol yang sebenarnya
hanyalah ungkapan cita-cita manusia. Dalam rupa sebuah patung Tuhan
akan sama saja dengan semua dewa dari bangsa sekeliling; tetapi dalam

11
tindakan-Nya Ia membuktikan diri Allah Israel. Tuhan mewahyukan diri
dalam sejarah manusia dan tidak dapat dimanipulasikan oleh apa pun. Kita
hanya dapat berjumpa dengan Tuhan dalam kejujuran.
Dalam perjumpaan itu, yang penting bukan penampilan dan
penampakan Tuhan, melainkan sabda-Nya yang menyapa manusia dan
kasih-Nya yang mencurahkan hidup, Di mana-mana orang senang
mengartikan secara gaib hal-hal yang tidak dapat mereka jelaskan sendiri.
Yang gaib tidak berarti “ilahi” dan tidak pantas di-agamakan. Orang
beriman harus waspada, jangan sampai berkhayal dan bertakhayul; jangan
sampai ganti sabda Allah yang menyapa, fantasi kita mengenai Allah
menjadi penting; jangan sampai orang sibuk dengan ramalan dan
perhitungan, menggantikan kasih Allah yang harus kita andalkan dan yang
harus kita teruskan. Orang bertakhayul kalau dengan berfantasi mengenai
hal-hal yang misterius ia menghindari tanggung jawabnya. Namun kita
tidak boleh menganggap rendah kerinduan manusia akan Allah, yang tidak
jarang terungkap dalam kata-kata atau perbuatan yang tidak kita mengerti.
Tuhan mengatasi segala-galanya, Ia tidak seperti dewa-dewa para
bangsa. Justru dalam perbandingan dengan kepercayaan bangsa- bangsa
lain tampak ciri khas iman Israel. Bangsa-bangsa lain menggambarkan
dewa-dewa mereka serupa dengan raja dan para penguasa. Bahkan di
Mesir dan di Kanaan, raja dilihat sebagai titisan dewa. Oleh karena itu
para dewa pada dasarnya sama dengan manusia: makan dan minum, nikah
dan dinikahkan, saling berperang, bahkan kadang-kadang terpaksa harus
tunduk kepada maut juga. Lain dengan Tuhan, Allah Israel. Ia mengatasi
segala-galanya dan tidak membutuhkan seorang manusia sebagai
wakilnya, Ia tidak menampakkan diri dalam seorang raja, apalagi dalam
sebuah patung. Semula Israel sendiri sebenarnya tidak mengenal raja,
dalam perkembangan sejarah, atas desakan rakyat, Samuel terpaksa
mengurapi Saul menjadi raja (1Sam 9:1-10:16). Tetapi kemudian segala
malapetaka yang menimpa Israel selalu dihubungkan dengan ketidaktaatan
raja, yang kadang-kadang dilihat sebagai saingan dengan Tuhan (lih. 1Sam

12
8:5-7). Maka ditegaskan, bahwa raja tidak mempunyai kuasa ilahi. Ia
hanya pemimpin rakyat, yang bertugas membimbing mereka dalam
ketaatan kepada Tuhan.
4. Gambar yang Membantu Berdoa
Pandangan Katolik terhadap gambar dan patung pada umumnya
dirumuskan dengan cukup jelas oleh Paus Yohanes Paulus II dalam surat
apostoliknya Duodecimum Saeculum (Desember 1987), dalam rangka
memperingati 1200 tahun Konsili Nisea II (787). Paus berkata antara lain,
“Tanpa menyangkal kemungkinan bahwa praktik penyembahan berhala
dari agama kafir dapat timbul lagi, Gereja mengizinkan bahwa Tuhan
Yesus, Santa Perawan Maria, para martir, santo dan santa diperlihatkan
dalam bentuk gambar atau patung guna mendukung doa dan kebaktian
kaum beriman.” Dalam masa yang lampau pernah ada gerakan membuang
dan menghancurkan patung (ikonoklasme), karena orang berpendapat
bahwa Kristus sebagai Putra Allah tidak mungkin digambarkan.
Menggambarkan kemanusiaan tanpa keallahan akan memberikan
gambaran palsu mengenai Kristus. Paus Yohanes Paulus II menjawab,
“Kesenian dapat memperlihatkan bentuk atau lukisan wajah insani Allah
dan mengantar orang yang memandangnya ke dalam misteri yang tak
terperikan bahwa Allah menjadi manusia demi keselamatan kita”. Dengan
mengutip pernyataan Konsili Nisea II, Paus selanjutnya menegaskan
bahwa “selalu dibedakan antara sungguh menyembah dan memberi
hormat, Menurut keyakinan kita, menyembah hanya boleh dilakukan
terhadap Allah. Sedangkan memberi hormat boleh dilakukan untuk
gambar dan patung, karena menghormati patung sebenarnya menghormati
diri yang digambarkan dalam patung itu”, “Oleh karena itu,” kata Paus,
“menggambarkan Kristus menyangkut seluruh iman akan kenyataan
inkarnasi (penjelmaan).
Alasan Gereja menggambarkan Kristus ialah keyakinan Gereja
sendiri, yakni, bahwa Allah, yang mewahyukan diri dalam Yesus Kristus,
sungguh menebus dan menguduskan manusia dengan kelima inderanya.

13
Kesenian Kristen sejati membangkitkan pengertian melalui penangkapan
inderawi bahwa Tuhan hadir di dalam Gereja-Nya”.
Banyak orang Protestan mempunyai keberatan terhadap pandangan
ini. Dikatakan bahwa perbedaan antara menyembah dan menghormati
sering kali tidak atau kurang tampak. Tambahan lagi, perhatian untuk
misteri dan untuk pewahyuan misteri dalam Kitab Suci serta pewartaan
kurang mendapat perhatian karena patung-patung dan bentuk-bentuk
jasmani yang lain. Amat ditekankan bahwa “Allah adalah roh dan
barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan
kebenaran” (Yoh 4:24). Janganlah kebaktian dipikat oleh bentuk-bentuk
lahiriah, sehingga berhenti di situ saja. Kita harus mendengarkan sabda
Tuhan dan tidak menggantikannya dengan simbol-simbol pemikiran kita
sendiri. Mudah sekali patung, gambar, dan sarana-sarana devosi yang lain
bukan lagi bantuan untuk iman, melainkan menjadi sasaran dan titik
terakhir kebaktian.
Secara umum boleh dikatakan bahwa iman bukan pertama-tama
mencari ungkapan dalam bentuk-bentuk keagamaan, melainkan berusaha
mewujudkan diri dalam kehidupan yang nyata. Semua upacara ibadat dan
semua barang kebaktian hanya dapat merupakan tanda yang mengarahkan
manusia kepada kenyataan hidup yang mengatasi segala keterbatasan.
Dalam iman orang harus melepaskan diri ke dalam tangan Tuhan, dan
tidak mencoba mengikat Tuhan pada kebaktian manusia. Oleh karena itu,
Rasul Paulus menganjurkan “supaya menghunjukkan diri sendiri sebagai
persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah”; dan
ditambahkannya: “Itulah ibadah yang tepat” (Rm 12:1).
Melaksanakan tugas kemasyarakatan dalam semangat iman itulah
yang disebut ibadah yang sejati, luhur, dan manusiawi. Sebab dalam
menghadapi tuntutan hidup, orang sungguh ditantang terus-menerus
melepaskan diri dan tidak mencari diri sendiri. Dalam pengabdian kepada
sesama manusia, orang menyatakan secara konkret penyerahannya kepada
Allah. Di situ tidak ada bahaya bahwa ia melekat pada kebaktian buatan

14
tangannya sendiri. Gereja Katolik ingin mempertahankan “praktik untuk
menempatkan gambar atau arca suci dalam gereja-gereja, supaya kaum
beriman dapat melakukan penghormatan. Akan tetapi hal itu hendaknya
dilakukan dengan tidak berlebih-lebihan serta menurut tata-susunan yang
wajar, jadi jangan sampai hal itu membangkitkan keheranan umat Kristen
atau memberikan peluang untuk devosi yang kurang sehat” (KHK kan.
1188).

B. HORMAT TERHADAP MISTERI

1. Tuhan itu misteri


Firman kedua “Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu dengan
tidak hormat” bukan hanya sebuah larangan. Di dalamnya terkandung
perintah dan desakan agar senantiasa menghormati Tuhan. Allah adalah
sumber, penopang, dan tujuan hidup. Dengan mengakui dan menghormati
Allah, manusia mengakui dasar hidupnya sendiri. Hormat manusia kepada
Allah bukan hanya soal kata-kata, tetapi benar-benar berasal dari
pengalaman hidup. Hormat kepada Allah bukan soal adat dan kebiasaan,
melainkan sikap pribadi.
Misteri tidak sama dengan rahasia. Misteri tidak seluruhnya
tersembunyi. Misteri dapat diajangkau dan didalami, tetapi tidak pernah
dapat dipahami atau dijelaskan dengan tuntas, sehingga tidak di
pertanyakan lagi, sebab misteri menyangkut pribadi, baik pribadi manusia
maupun pribadi Allah. Misteri bukan hanya soal budi dan pengetahuan,
melainkan soal hati dan cinta kasih.
Misteri berasal dari kata Yunani mysterion. Kata ini digunakan
untuk menterjemahkan kata sod dari Ibrani yang berarti dewan penasehat
Tuhan (keakraban Tuhan bagi yang takut kepada-Nya) dan kata Raz dari
Aram, yang berarti rencana kerja (hanya diberitahukan kepada orang yang
dipercaya). Misteri adalah rencana Allah yang diwahyukan kepada
manusia. Pewahyuan kepada orang-orang terpilih.

15
Keterbukaan manusia, baik budi maupun hatinya, tidak mengenal
batas. Manusia terbuka terhadap seluruh kebenaran dan segala kebaikan
hidup. Manusia selalu bertanya dan bertanya lagi dan selalu senantiasa
mengejar tujuan yang lebih luhur. Keterbukaan tanpa batas ke dalam
dunia adalah keterarahan manusia kepada misteri.
2. Hidup manusia mengalami tak terbatas
Hidup manusia harus diakui terbatas dan sekaligus tak terbatas.
Dikatan terbatas dalam pengalaman konkret, dan dikatakan tidak terbatas
dalam keterbukaannya kepada misteri. Dalam semua pengalaman hidup
sehari-hari, manusia harus mengakui bahwa hidupnya sekaligus terbatas
dan tak terbatas. Cita-cita dan keterarahannya ke masa depan yang
gemilang tidak mengenal batas; tetapi dalam pelaksanaan, dalam
pengetahuan dan usaha-usaha, manusia selalu ditentukan oleh sasaran
yang terbatas. Dari pengalaman bahwa hidup ini tak di satu pihak benar-
benar hidup manusia sendiri, namun di lain pihak hidup ini tidak dalam
kuasanya, sehingga manusia harus mengakui hidup ini pemberian,
anugerah, dan rahmat.
3. Akulah yang selalu hadir
Kel 3:1-6 “ Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Iskak,
dan Allah Yakub. Akulah, aku.
Tuhan terlihat ingin menyembunyikan diri, tetapi pada ayat
sebelumnya, Tuhan memperkenalkan diri dengan Allah nenek moyang
yang sudah dikenal. Tuhan akan senantiasa beserta kita, selalu hadir, dan
tidak meninggalkan kita. Adalah suatu misteri karena kita tidak
mengetahui bagaimana Dia hadir, tetap kita yakin Dia selalu hadir.
4. Kerelaan menerima hidup dari tangan Allah
Manusia mengenal Allah dari dalam dirinya sendiri. Dia menerima
hidup sebagai pemberian, secara tidak langsung dia mengakui Sang
pemberi. Kerelaan mau menerima hidup dari tangan Allah merupakan
kepercayaan dasar, sebab kepercayaan itu terbentuk atas prakarsa yang
merdeka.

16
C. Iman Kepercayaan Kepada Yesus Kristus
Kata "iman" dan kata kerjanya "percaya" sering muncul dalam Alkitab,
dan memang merupakan istilah penting yang menggambarkan hubungan antara
umat atau seseorang dengan Allah. Di bawah ini akan ditinjau secara singkat
makna istilah itu dalam Alkitab, khususnya dalam Perjanjian Baru. Kata
"iman" yang dipakai dalam Perjanjian Baru merupakan terjemahan dari kata
Yunani πίστις (pistis), sedangkan kata kerjanya "percaya" adalah terjemahan
dari kata πιστεύω (pisteuoo). Kata-kata ini sudah dipakai dalam Septuaginta,
Alkitab Ibrani (Perjanjian Lama) dalam bahasa Yunani, sebagai terjemahan
kata Ibrani ¤m' (aman), yang berarti keadaan yang benar dan dapat
dipercayai/diandalkan. Kata ini dan kata-kata sekelompoknya dalam Alkitab
Ibrani sering digunakan untuk me¬nyatakan rasa percaya kepada Allah dan
percaya kepada firman-Nya. Percaya kepada Allah mencakup arti percaya
bahwa Ia benar dan dapat diandalkan, mempercayakan diri kepada-Nya, dan
taat serta setia kepada-Nya. Percaya pada firman-Nya berarti percaya dan
menerima apa yang sudah difirmankan-Nya itu.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa istilah iman dan percaya
dalam Alkitab sering mengandung komponen-komponen makna sebagai
berikut:
1. percaya dan menerima bahwa sesuatu itu benar,
2. mengandalkan/mempercayakan diri
3. setia, dan
4. taat.
Memiliki iman kepada Yesus Kristus artinya memiliki kepercayaan yang
sedemikian besar kepada-Nya sehingga kita mematuhi apa pun yang Dia
perintahkan. Sewaktu kita menaruh iman kita kepada Yesus Kristus, menjadi
murid-Nya yang patuh, Bapa Surgawi akan mengampuni dosa-dosa kita dan
mempersiapkan kita untuk kembali kepada-Nya.
Rasul Petrus berkhotbah bahwa “di bawah kolong langit ini tidak ada
nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat
diselamatkan” (Kisah para Rasul 4:12; lihat juga Mosia 3:17). Yakub

17
mengajarkan bahwa manusia haruslah memiliki “iman sempurna kepada Yang
Mahakudus Allah Israel [Yesus Kristus], atau mereka tidak dapat diselamatkan
di dalam Kerajaan Allah” (2 Nefi 9:23). Melalui iman kepada Juruselamat dan
melalui pertobatan, kita menjadikan Kurban Tebusan-Nya efektif seutuhnya
dalam kehidupan kita. Melalui iman kita juga dapat menerima kekuatan untuk
mengatasi godaan (lihat Alma 37:33).
Kita tidak dapat memiliki iman kepada Yesus Kristus tanpa juga memiliki
iman kepada Bapa Surgawi kita. Jika kita beriman kepada Mereka, kita juga
akan memiliki iman bahwa Roh Kudus, yang Mereka utus, akan mengajarkan
kepada kita semua kebenaran dan akan menghibur kita.
Bagaimana kita dapat meningkatkan iman kita? Dengan cara yang sama
kita meningkatkan atau mengembangkan keterampilan-keterampilan lain apa
pun. Bagaimana kita mengembangkan keterampilan dalam ukiran kayu,
menenun, melukis, memasak, membuat gerabah, atau memainkan alat musik?
Kita belajar dan berlatih serta mengasahnya. Sewaktu kita melakukan itu, kita
bertambah mahir. Demikian juga dengan iman. Jika kita ingin meningkatkan
iman kita kepada Yesus Kristus, kita harus mengasahnya. Nabi Alma
membandingkan firman Allah dengan sebiji benih yang harus dipelihara
dengan iman:
“Tetapi lihatlah, jika kamu bersedia menyadarkan dan membangkitkan
bakatmu, bahkan untuk suatu percobaan terhadap kata-kataku dan menjalankan
sepercik iman saja, ya, bahkan jika kamu tidak dapat berbuat lain daripada
keinginan untuk percaya, biarlah keinginan ini bekerja di dalam dirimu, bahkan
sampai kamu percaya dengan suatu cara sehingga kamu dapat memberi tempat
untuk sebagian dari kata-kataku.
Maka, kita akan membandingkan firman itu dengan sebiji benih. Maka,
jika kamu memberi tempat, sehingga benih itu dapat ditanam di dalam hatimu,
lihatlah, jika itu adalah benih yang benar atau benih yang baik, jika kamu tidak
membuangnya karena ketidakpercayaanmu, sehingga kamu menolak Roh
Tuhan, lihatlah, benih itu akan mulai menggembung di dalam dadamu dan
apabila kamu merasakan gerak penggembungan ini, kamu akan mulai berkata

18
di dalam dirimu sendiri—Sepatutnyalah bahwa ini adalah benih yang baik, atau
bahwa firman itu adalah baik, karena benih itu mulai membesarkan jiwaku.
D. Pandangan Katolik terhadap Manusia yang Hanya Memikirkan Duniawi
Semata
Dalam Matius 11:5 Tuhan Yesus menyampaikan pernyataan-Nya bahwa
orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang
tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan
kabar baik. Dari pernyataan Tuhan Yesus ini secara logis dapat dikatakan
bahwa orang buta membutuhkan mata, orang lumpuh membutuhkan kaki yang
kuat untuk dapat berjalan, orang kusta membutuhkan pentahiran atas kulitnya
yang teridap kusta, orang tuli membutuhkan pendengaran dan orang mati
membutuhkan jantung yang berdetak dan nadi yang berdenyut, tetapi
bagaimana dengan orang miskin? Jawaban logisnya adalah uang atau
kekayaan. Dan inilah yang dipromosikan besar-besaran dewasa ini, sehingga
hal ini memicu jemaat menjadikan Yesus sebagai Juru Selamat duniawi.
Benarkah bahwa kabar baik itu adalah kekayaan di dunia ini? Ternyata sama
sekali salah.
Kebalikan dari kelimpahan materi, Tuhan berkata “jangan kumpulkan
harta di bumi”,2 “jual segala milikmu dan bagikan kepada orang miskin”,3
“Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya”.4
Tuhan tidak menjanjikan kemakmuran dunia atau kejayaan lahiriah. Ia
mengajak umat pilihan-Nya untuk hidup seperti Dia hidup. Inilah kabar baik
itu, bahwa Tuhan merebut kita dari cengkraman Iblis dan mengajarkan kepada
kita cara hidup yang baru, yaitu cara hidup pangeran-pangeran Kerajaan Surga.
Tidak ada kabar yang lebih baik dari ini. Kabar baik atau Injil inilah yang
mengajarkan bagaimana setiap anak Tuhan bertingkah laku sebagai umat
pilihan. Injil itulah buku petunjuk yang tidak tergantikan. Secara psikologis,
Tuhan menunjukkan bahwa orang miskin cenderung mudah dinasihati, dididik
dan rendah hati. Selain itu orang miskin merasa membutuhkan Tuhan. Ini
bukan berarti orang kaya tidak bisa masuk surga, tetapi karakter orang kaya

19
dunia adalah karakter yang menyebabkan seseorang tidak bisa dibawa ke
surga.
Tidak sedikit orang Kristen yang mencari Tuhan hanya untuk pemulihan
ekonomi, tubuh, keluarga, pekerjaan, kehidupan jodoh, keturunan dan perkara
fana lain. Tuhan bisa memberikan pemulihan atas hal-hal tersebut karena Ia
terlalu sanggup dan Ia juga sebenarnya berkenan untuk memulihkan keadaan
kehidupan jasmani umat-Nya. Tetapi kalau kita ke gereja hanya mengharapkan
pemulihan dari perkara-perkara fana saja, bisa jadi kita tidak akan
memperolehnya, kalaupun kita memperolehnya lalu tidak mengerti visi dan
misi Tuhan, kita bisa dipukul Tuhan dan keadaan kita jauh lebih parah. Tuhan
menghendaki agar kita memancangkan perhatian kita kepada apa yang menjadi
visi dan misi Tuhan, yaitu kedatangan Kerajaan Surga, di mana Yesus menjadi
raja. Kerajaan yang keadilan dan kebenaran ditegakkan secara sempurna, tidak
ada kenajisan dan dosa di dalamnya. Suatu keadaan yang sangat sempurna.
Oleh sebab itu kita tidak boleh menuntut hidup kita di dunia ini akan serasa di
surga.

“Jadi berfirmanlah Allah kepadanya: “Oleh karena engkau


telah meminta hal yang demikian dan tidak meminta umur
panjang atau kekayaan atau nyawa musuhmu, melainkan
pengertian untuk memutuskan hukum,maka sesungguhnya Aku
melakukan sesuai dengan permintaanmu itu, sesungguhnya Aku
memberikan kepadamu hati yang penuh hikmat dan pengertian,
sehingga sebelum engkau tidak ada seorangpun seperti engkau,
dan sesudah engkau takkan bangkit seorangpun seperti engkau.
Dan juga apa yang tidak kauminta Aku berikan kepadamu, baik
kekayaan maupun kemuliaan, sehingga sepanjang umurmu
takkan ada seorangpun seperti engkau di antara raja-raja.”

Satu pelajaran menarik bisa kita ambil dari kisah Salomo yang bisa dibaca
pada kitab Raja Raja 3:1-15. Pada suatu hari Salomo bertemu Tuhan dalam
mimpinya. Tuhan memberi kesempatan bagi Salomo untuk meminta sesuatu.
Apa yang diminta Salomo? Kekayaan, kekuasaan, kemakmuran, umur
panjang? Tidak, Salomo meminta hikmat; hati yang paham menimbang

20
perkara, hati yang bisa membedakan hal yang baik dan buruk. Allah pun
senang dengan permintaan Salomo. Dia mendapatkan hikmat begitu besar, akal
yang begitu luas melebihi dataran pasir di tepi laut, yang menjadikannya lebih
dari siapapun hingga banyak orang dari segala bangsa pun datang untuk
mendengar hikmat Salomo. Tuhan tidak berhenti memberkati sampai di sini
saja. Karena apa yang diminta Salomo baik adanya, dan tidak berfokus pada
keuntungan pribadi yang sifatnya sementara saja, Tuhan pun memberkati
Salomo semua itu tanpa ia minta.
Semua orang tidak ingin hidup susah, semua orang ingin kaya. Tapi Tuhan
tidak menginginkan kita hanya fokus untuk menimbun harta. Dalam Amsal
23:4 Salomo pun mengingatkan kita:”Jangan bersusah payah untuk menjadi
kaya, tinggalkan niatmu ini.” 1 Timotius 6:9-10 juga mengingatkan kita bahwa
keinginan daging untuk menjadi kaya akan menjerumuskan kita kedalam jerat
yang hampa dan mencelakakan, membawa keruntuhan dan kebinasaan. Banyak
di antara kita yang tadinya bertumbuh dalam iman dan hidup taat, tetapi ketika
berkat keuangan mulai tercurah, kilauan harta membutakan mereka. Jadilah
mereka hamba-hamba harta yang mengorbankan semuanya, termasuk iman dan
waktu-waktu mereka bersama Tuhan demi meraup uang lebih lagi.
Bukan kuat manusia yang membuat diri mereka kaya, tapi dari Tuhan lah
semua itu berasal. (1 Samuel 2:7). Kita memperoleh karunia hikmat dan
kebijaksanaan, hati yang mampu membedakan hal yang baik dan buruk, akal
luas, kepintaran, jika kita tetap taat dan dekat dengan Tuhan. Tidak perlu
meminta harta, tahta dan lainnya, karena Tuhan telah menjamin hidup anak-
anakNya yang selalu bertekun dalam iman agar tak kekurangan suatu apapun
seperti yang tertulis dalam Ulangan 2:7 atau Yakobus 1:4. Ketika harta materi
bisa sewaktu-waktu habis dan hilang, hikmat, kebijaksanaan dan akal budi
mampu menuntun kita untuk tetap bisa membedakan yang baik dan jahat, serta
membuka mata kita tentang segala kebaikan Tuhan.

21
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tuhan sebagai Allah manusia menghendaki agar manusia
mencintai-Nya melebihi segala sesuatu dan manusia dilarang menyembah
berhala. Patung atau gambar diperbolehkan untuk mendukung doa dan
kebaktian umat beriman,tetapi hanya untuk dihormati, bukan untuk
disembah.
Sebagai umat Allah kita manusia harus memiliki iman kepada
Yesus Kristus artinya memiliki kepercayaan yang sedemikian besar kepada-
Nya sehingga kita mematuhi apa pun yang Dia perintahkan. Sewaktu kita
menaruh iman kita kepada Yesus Krisrus, menjadi murid-Nya yang patuh,
Bapa Surgawi akan mengampuni dosa-dosa kita dan mempersiapkan kita
untuk kembali kepada-Nya.
Tuhan tidak menjanjikan kemakmuran dunia atau kejayaan lahiriah.
Ia mengajak umat pilihan-Nya untuk hidup seperti Dia hidup. Tuhan juga
tidak menginginkan kita hanya fokus untuk menimbun harta. Karena kita
tidak perlu meminta harta, tahta dan lainnya, karena Tuhan telah menjamin
hidup anak-anakNya yang selalu bertekun dalam iman agar tak kekurangan
suatu apapun.
B. KRITIK DAN SARAN
Manusia harus mencintai Tuhan melebihi segala sesuatu seperti
yang telah difirmankan-Nya, karena Tuhan telah mengasihi kita tiada henti.
Manusia hendaknya menyadari keberadaan Tuhan yang selalu hadir dalam
kehidupan sehari-hari dan tidak pernah meninggalkan manusia. Manusia
hanya boleh menyembah Tuhan dan tidak boleh menyembah patung, karena
patung dibuat hanya untuk menghormati sosok yang digambarkan dalam
patung tersebut.
Sebagai manusia kita memang wajar memikirkan masalah duniawi
seperti memperkaya diri sendiri. Tetapi Yesus mengajarkan kita untuk
membagi harta kita untuk orang lain.

22
DAFTAR PUSTAKA

http://www.satuharapan.com/read-detail/read/akulah-tuhan-allahmu

http://pendalamanimankatolik.com/akulah-allah-tuhanmu/

http://www.alkitab.or.id/biblika/RuangIstilah4.htm

http://www.sarapanpagi.org/rehobot-literature-ministries-vt7356-260.html

http://alkitab.sabda.org/article.php?no=423&type=12

23

Anda mungkin juga menyukai