Anda di halaman 1dari 189

LAPORAN KEGIATAN

BANTUAN PELATIHAN KOMPETENSI VOKASI DAN PROFESI


DI PERGURUAN TINGGI TAHUN 2020

Nama Pelatihan : Occupational Safety and Health Administration Manager

Nama Peserta :
Adha Panca Wardanu Agum Try Wardhanu

Beata Ratnawati Besse Irna Tawaddud

Fikri Syafril Utsman Henny Poerwanty As

Henra Nanang Sukma Mohamad Nasyir Tamara

Ni Ketut Bagiastuti Nur Faidah Munir

Syukran Yessy Yerta Situngkir

Nama Penyelenggara : Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya

DIREKTORAT PENDIDIKAN TINGGI VOKASI DAN PROFESI


DIREKTORAT PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 3

BAB I PENDAHULUAN 4

a. Latar Belakang Kegiatan 4


b. Tujuan dan Manfaat Kegiatan 4
c. Manfaat Kegiatan 5

BAB II PELAKSANAAN KEGIATAN 6

a. Tahapan Persiapan Kegiatan 6


b. Tahap Pelaksanaan Kegiatan 6
c. Tahap Akhir Kegiatan 8

BAB III SARAN DAN PENUTUP 10

a. Kesimpulan 10
b. Saran 10

BAB IV LAMPIRAN 11
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat Rahmat yang diberikan pada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
OSHA Manager Training dalam rangka Program Pelatihan Kompetensi SDM
Pendidikan Tinggi Vokasi dan Profesi tahun 2020 secara daring di PPNS dengan
baik.
Pelatihan OSHA Manager ini berisi tentang konsep Dasar K3,management
safety, hygiene industri, risiko dan bahaya di lingkungan kerja, dan kesiapsiagaan
keadaan darurat. Diharapkan dengan adanya pelatihan ini, tingkat kompetensi para
dosen dan PLP meningkat sehingga mampu menjawab tantangan industri dan
menghasilkan lulusan yang siap kerja dan kompeten di bidangnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya Panitia
penyelenggara dan para trainer Pelatihan OSHA Manager yang telah memberikan
ilmu dan pelayanan terbaik kepada kami. Semoga laporan ini bermanfaat dan dapat
menjadi bahan informasi bagi institusi kami dan dapat dimplementasikan.
BAB

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Kegiatan


Program Revitalisasi pendidikan vokasi sangat besar dampaknya bagi
pendidikan Politeknik dan vokasi di Indonesia. Program ini diperlukan untuk
memperbaiki dan mengembangkan arah pendidikan menuju fitrahnya, yaitu
proses vokasi untuk mencetak lulusan yang mempunyai kompetensi dan siap
terjun dalam industri dan berperan dalam pembangunan Indonesia. Melalui
program revitalisasi ini diharapkan akan menambah jumlah dosen dan PLP
yang memiliki sertifikasi kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan industri
pada masing-masing Perguruan Tinggi.

Pelatihan OSHAM adalah salah satu program pelatihan untuk


meningkatkan kompetensi dosen, PLP dan mahasiswa sesuai kebutuhan
industri. Dengan mengikuti pelatihan ini diharapkan dosen dan PLP dapat
mengetahui bagaimana pembelajaran Pendidikan vokasi, model, komponen
dan implementasi pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja serta
penerapannya di Perguruan Tinggi. Sehingga menghasilkan lulusan yang
kompeten di bidangnya.

b. Tujuan Kegiatan
Tujuan mengikuti kegiatan Pelatihan Tata Kelola Implementasi Keselamatan
dan Kesehatan Kerja antara lain:

1. Meningkatkan kompetensi dan sertifikasi terutama di bidang


Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2. Memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi
tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
3. Mengembangkan materi pengajaran terutama di bidang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.

c. Manfaat Kegiatan
Beberapa manfaat dari mengikuti kegiatan kompetensi ini dapat diperoleh
oleh semua pihak. bukan hanya untuk institusi penyelenggara dan dosen yang
mengikuti kegiatan i i tetapi juga untuk program studi dan universitas asal dari
para dosen yang mengikuti kegiatan ini. Manfaat yang diperoleh oleh para dosen
yang mengikuti kegiatan ini adalah dapat meningkatan kompetensi dosen dalam
menjalankan tugas Tri Darma Perguruan tinggi dengan memperoleh sertifikasi
sebagai Ahli Muda K3 dan OSHA Manager. Selain itu, manfaat yang diperoleh
untuk program studi dan Universitas asal peserta kegiatan adalah dapat
mendukung dalam pengembangan kurikulum program studi terkait mata kuliah
keselamatan dan kesehatan kerja, mendukung pelaksanaan program revitaliasi
Perguruan Tinggi dan dapat menjalin kerjasama dengan industri.

d. Keluaran

Keluaran dari kegiatan ini adalah modul terkait keselamatan dan kesehatan
kerja yang dapat dijadikan acuan dalam peningkatan mata kuliah.
BAB II

PELAKSANAAN KEGIATAN

1. Tahap Persiapan Kegiatan

Tahap persiapan pelaksanaan kegiatan Pelatihan Tata Kelola


Implementasi keselamatan dan kesehatan kerja meliputi persiapan
administrasi yang terdiri dari pengisian data peserta , dan melengkapi
surat ijin dari pimpinan Lembaga, konfirmasi kesediaan mengikuti
OSHAM training

INFORMASI PELATIHAN

Nama pelatihan Pelatihan Occupational Safety


and Health Manager
Nama Penanggung Jawab Kegiatan Mohammad Basuki Rahmat,
S.T., M.T
Susunan Kepanitiaan
Bidang Pelatihan Keterampilan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
Jumlah Peserta Program 12 orang (daftar peserta terlampir)

6
Pelatih/Instruktur/Narasumber
Occupational Safety and Health Manager
Kualifikasi Kompetensi Mata pelajaran Asal
No. Nama
Pendidikan Pendidikan pelatihan lembaga
1. Soehatman Strata-2 Safety 1. Introduction to WSO
Ramli (S2) Management Safety Indonesia
Management
2. Safety
Supervision and
Leadership
3. Safety
Management
System
Evaluation
4. Fleet Safety
Management
2. Koesnoto Strata-1 Safety 1. Effective Safety WSO
(S1) Management Committee Indonesia
Operation
2. Fire Prevention
Plan
3. Emergency
Action Plan
4. Accident
Investigation
3. Djamal Strata-2 Higiene 1. Industrial WSO
Thaib (S2) Industri Hygiene and Indonesia
Ergonomic
4. Ismet Strata-2 Process 1. Penjelasan PT
Somad (S2) Safety SKKNI K3 Prosafera
Umum dan Unit
Kompetensinya
2. Undang-
Undang,
Standar &
Peraturan K3
3. Dasar-dasar K3
4. Identifikasi
Bahaya dan
Pengendalia
Resiko
5. Isolasi Energi
Berbahaya
6. Work Permit
7. Prencanaan,
Program dan
Promosi K3
8. Implementasi
Health Risk
Assessment
(HRA)
9. Prosedur Cara
Kerja Aman
10. Taktik dan
Strategi
Pemadaman
Kebakaran
11. Simulasi
Keadaaan
Darurat
12. Sistem
Pelaporan dan
Dokumentasi
Kegiatan K3
13. Pengenalan HI
dan Teknik
Pengukuran
bahaya
kesehatan
14. Praktek
Penyelidikan
Kecelakaan
15. Penyediaan
dan
Pemantauan
APD

a. PROSES PELAKSANAAN

1. Tahap Pelaksanaan Kegiatan


Pihak penyelenggara meminta kelengkapan administrasi yang harus

segera dipenuhi. Selanjutnya kami diberi link zoom untuk pelaksanaan

pelatihan dan group WA sebagai wadah dalam berkomunikasi antara peserta,

pengajar dan panitia.

Panitia penyelenggara dalam hal ini PPNS memberi pengarahan tentang

alur pelatihan dan kontrak belajar. Pelatihan berlangsung selama dua minggu,

dimana minggu pertama diisi dengan pemberian materi tentang pemahaman

konsep K3 , safety management, hygiene industri, risiko dan bahaya

lingkungan kerja, kecelakaan kerja, dan kesiapsiagaan keadaan darurat.

Kegiatan pembelajaran terdiri dari, teori, diskusi, evaluasi kemampuan.

Dilanjut minggu kedua asisitensi , pengisian form terkait K3, pembuatan video

APAR dan diakhiri dengan post test disertai ujian kompetensi secara lisan.
Tempat dan waktu pelaksanaan pelatihan
Occupational Safety and Health Manager
Kegiatan Waktu
No. Jumlah JP Tempat**
Pembelajaran Pelaksanaan*
1. Teori 53 4 – 16 PPNS melalui
November Video
2020 Conference
(Zoom)
2. Praktek 15 1 – 16 PPNS melalui
November Video
2020 Conference
(Zoom) dan
LMS (Google
Classroom)
3. Magang -
4. Lain-lain -
Jumlah 68

Daftar Peserta Pelatihan OSHA Manager


No. Jenis
Nama Peserta NIDN Kelamin Asal Instansi
1 Adha Panca Wardanu 1117098305 L Politeknik Negeri Ketapang
2 Agum Try Wardhana 0009079301 L Politeknik Negeri Sriwijaya
3 Beata Ratnawati 0005068805 P Institut Pertanian Bogor
4 Besse Irna Tawaddud 0031018905 P Politeknik Negeri Media Kreatif
198804082019
5 L
Fikri Syafril Utsman 031006 Politeknik Negeri Fakfak
Politeknik Pertanian Negeri
6 P
Henny Poerwanty 0009049301 Pangkajene Kepulauan
7 Henra Nanang Sukma 0003028906 L Politeknik Negeri Media Kreatif
Mohamad Nasyir Politeknik Elektronika Negeri
8 L
Tamara 0007088504 Surabaya
9 Ni Ketut Bagiastuti 0004037205 P Politeknik Negeri Bali
Politeknik Pertanian Negeri
10 P
Nur Faidah Munir 0008088705 Pangkajene Kepulauan
Politeknik Negeri
11 L
Syukran 0008087704 Lhokseumawe
12 Yessy Yerta Situngkir 0126018503 P Politeknik Negeri Media Kreatif

Struktur program pelatihan


jika terdapat lebih dari satu pelatihan yang dilaksanakan table
disusun masing-masing per kegiatan pelatihan
Jumlah Jam Pelajaran
No. Mata Pelajaran (JP)
T P M Total
1 Introduction to Safety Management 4 4
2 Effective Safety Committee 4 4
Operation
3 Safety Supervision and Leadership 4 4
4 Safety Management System 4 4
Evaluation
5 Industrial Hygiene and Ergonomic 4 4
6 Fire Prevention Plan 4 4
7 Emergency Action Plan 4 4
8 Accident Investigation 4 4
9 Fleet Safety Management 4 4
10 Penjelasan SKKNI K3 Umum dan 1 1
Unit Kompetensinya
11 Undang-Undang, Standar & 2 2
Peraturan K3
12 Dasar-dasar K3 2 2
13 Identifikasi Bahaya dan Pengendalia 2 1 3
Resiko
14 Isolasi Energi Berbahaya 1 1
15 Work Permit 2 1 3
16 Prencanaan, Program dan Promosi 2 1 3
K3
17 Implementasi Health Risk 1 1
Assessment (HRA)
18 Prosedur Cara Kerja Aman 1 1 2
19 Taktik dan Strategi Pemadaman 2 2
Kebakaran
20 Simulasi Keadaaan Darurat 2 2
21 Sistem Pelaporan dan Dokumentasi 2 2
Kegiatan K3
22 Pengenalan HI dan Teknik 1 1 2
Pengukuran bahaya kesehatan
23 Praktek Penyelidikan Kecelakaan 3 3
24 Penyediaan dan Pemantauan APD 1 2 3

b. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN

Hasil Uji Kompetensi


Waktu pelaksanaan uji Selasa, 10 November 2020
kompetensi Senin, 23 November 2020

Lembaga penyelenggara uji World Safety Organization


kompetensi PT Prosafera

Tempat Uji Kompetensi PT. Prosafera


LSP ICCOSH
Hasil Pelaksanaan Uji kompetensi
Jenis
No. Nama Kompetensi kelamin Jumlah % Ket
L P
1. OSHA Manager 6 6 12 100
2. Ahli K3 Muda 6 6 12 100

Peserta menyelesaikan program


Jenis
Nama
No. status kelamin Total Ket
Kompetensi
L P
1. OSHA Daftar 6 6 12
Manager Selesai 6 6 12
2. Ahli K3 Daftar 6 6 12
Muda Selesai 6 6 12
Selesai 7 0 7
BAB
PENUTUP

a. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan Pelatihan OSHM adalah :


OSHA Manager Training memberikan keterampilan kualifikasi standar dalam
bidang keselamatan dan kesehatan kerja sehingga memastikan pembelajaran
khususnya mata kuliah K3 di lingkungan perguruan tinggi sesuai dengan
implementasi K3 di dunia industri

b. Saran

Diharapkan pelatihan seperti ini dapat terus berlanjut baik melalui daring
maupun luring demi pengembangan SDM di khususnya lingkungan perguruan
tinggi vokasi
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Pembukaan
Pemberian Materi
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN NASIONAL
DIREKTORAT PENDIDIKAN TINGGI VOKASI DAN PROFESI
TAHUN 2020

KESELAMATAN &
KESEHATAN
KERJA (K3)
Modul Bahan Ajar

TIM PENYUSUN

PESERTA OSHA TRAINING MANAGER


PENYELENGGARA PPNS
Tim Penyusun
PESERTA OSHA MANAGER TRAINING
PENYELENGGARA POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

Adha Panca Wardanu Politeknik Negeri Ketapang


Agum Try Wardhanu Politeknik Negeri Sriwijaya
Beata Ratnawati Institut Pertanian Bogor
Besse Irna Tawaddud Politeknik Negeri Media Kreatif
Fikri Syafril Utsman Polikteknik Negeri Fak Fak
Henny Poerwanty As Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
Henra Nanang Sukma Politeknik Negeri Media Kreatif
Mohamad Nasyir Tamara Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
Ni Ketut Bagiastuti Politeknik Negeri Bali
Nur Faidah Munir Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
Syukran Politeknik Negeri Lhokseumawe
Yessy Yerta Situngkir Politeknik Negeri Media Kreatif
LEMBAR PENGESAHAN

MODUL BAHAN AJAR PRODUK DARI PELATIHAN OSHA MANAGER PENYELENGGARA PPNS

Judul :

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

Makassar, Nopember 2020,

Ketua Tim Penyusun Modul,

Besse Irna Tawaddud, SKM.,M.Kes.

Direktorat Pendidikan Tinggi Vokasi dan Profesi


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
2020
1

BAB 1
PENDAHULUAN

A. DESKRIPSI

Modul ini diharapkan dapat membantu mahasiswa vokasi dalam


mempelajari mata kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di kampusnya
masing-masing. Kompetensi yang diharapkan dari modul ini, mahasiswa
menguasai konsep dasar K3,safety management, hygiene industri, kecelakaan
kerja,dan kesiapsiagaan keadaan darurat
Dengan demikian mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan dan
wawasan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam bekerja sehari-hari
baik di rumah, laboratorium kampus, maupun di tempat kerja nantinya sehingga
akan tercipta sumber daya manusia yang dapat bekerja dengan aman, sehat,
selamat, handal, berkualitas dan memiliki produktivitas yang tinggi.
Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan pendekatan SCL (Student Centre
Learning) dan evaluasi dilakukan baik dengan Test dan Non Test.
2

B. PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

1. Petunjuk untuk mahasiswa

a. Pelajari daftar isi serta mekanisme pembelajaran modul dengan cermat dan teliti
sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan sistematis dan tertib.
b. Kerjakan semua soal dalam cek kemampuan untuk mengetahui sejauh mana
pengetahuan yang telah Anda miliki sebelum mulai mempelajari satu
pembelajaran tertentu.
c. Pelajari materi sebelum pembelajaran di kelas. Pelajari dengan seksama hingga
Anda benar-benar memahami materi tersebut. Selanjutnya tandai/warnai hal yang
penting dalam topik tersebut serta tandai hal yang belum dipahami untuk
didiskusikan dengan teman sekelompok atau semeja Anda dan ditanyakan kepada
dosen pada saat pembelajaran di kelas.
d. Lakukan kegiatan belajar secara sistematis berdasar Mekanisme Pembelajaran
yang telah ditulis di modul ini. Sebaiknya mempelajari modul ini berkelompok
dan selalu mendiskusikan materi yang telah dipelajari dengan teman sekelompok
Anda.
e. Sebelum membaca modul ini perlu dipahami terlebih dahulu indikator tiap
pembelajaran.
f. Pelajarilah referensi lain yang berhubungan dengan materi modul sehingga Anda
mendapatkan tambahan pengetahuan.
g. Selesaikan semua tugas baik berupa tugas kelompok maupun individu dengan
segera, baik, dan benar.
h. Untuk menjawab tes formatif usahakan memberi jawaban secara singkat, dan
jelas.
3

2. Petunjuk untuk dosen

a. Menggunakan modul ini sebagai sumber utama dalam pembelajaran.

b. Menyediakan beberapa buku/jurnal yang dapat digunakan sebagai referensi


tambahan
c. Membagi kelas dalam beberapa kelompok tugas/diskusi.

d. Memastikan setiap mahasiswa mengerjakan tugas dalam tugas


kelompoknya.
e. Memastikan setiap mahasiswa berperan aktif dalam kelompoknya.

f. Memastikan setiap mahasiswa melakukan pembelajeran secara mandiri sebelum


pembelajaran di kelas dilaksanakan.
g. Membantu mahasiswa dalam menyelesaikan permasalahannya

C. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan Akhir

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan:

1) mampu menjelaskan Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja


(K3)
2) mampu menjelaskan SKKNI K3 umum dan unit

3) mampu menyebutkan undang-undang dan peraturan K3

4) mampu menjelaskan tentang safety management system evaluation

5) mampu memahami konsep safety supervision and leadership

6) mampu memahami tentang effective safety comitte

7) mampu menjelaskan perencanaan program promosi k3

8) mampu menjelaskan konsep sistem pelaporan dan dokumentasi kegiatan


K3
4

9) mampu menjelaskan konsep hygiene industri teknik pengukuran bahaya

10) mampu menyebutkan peralatan dan pengukuran bahaya

11) mampu menjelaskan konsep peneyediaan dan pemantauan APD

12) mampu menjelaskan konsep ergonomi

13) mampu menjelaskan implementasi health risk

14) mampu menjelaskan konsep identifikasi bahaya

15) mampu menjelaskan isolasi energi berbahaya

16) mampu menjelaskan prinsip accident investigation

17) mampu menjelaskan konsep praktik penyelidikan kecelakaan

18) mampu menjelaskan prosedur cara kerja aman

19) mampu menjelaskan emergency action plan

20) mampu mendemonstrasikan simulasi keadaan darurat

21) mampu menjelaskan tentang fire prevention plan

22) mampu menjelaskan taktik dan strategi pemadaman kebakaran

2. Tujuan Antara

Tujuan antara yang ingin dicapai melalui modul ini berkaitan dengan capaian

life skill yang perlu dimiliki mahasiswa, yaitu:

1) mampu memimpin kelompok atau menjadi anggota kelompok yang baik,

2) mampu mengemukakan pendapatnya dan menghargai pendapat orang lain,

3) mampu bekerja dalam tim dengan baik,

4) mempunyai rasa percaya diri yang baik,

5) mempunyai rasa tanggung jawab yang baik,

6) mempunyai kejujuran yang tinggi.


5

D. KOMPETENSI

Tabel 1. Kompetensi

No Topik Pembelajaran Kompetensi


Mampu menjelaskan Konsep Dasar
Konsep dasar Keselamatan
1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3,
dan Kesehatan Kerja (K3)
SKKNI K3 umum dan unit, serta undang-
undang dan peraturan K3
Mampu menjelaskan safety manajement
2 Safety Management system evaluation, safety supervision and
leadership Effective Safety Committe, work
permit, fleet safety management, perencanaan
program promosi K3 ,sistem pelaporan dan
dokumentasi kegiatan K3
Mampu menjelaskan konsep hygiene industri
teknik pengukuran bahaya, ergonomi serta
3 Hygiene Industri konsep penyediaan dan pemantauan APD,
Mampu menyebutkan peralatan dan
pengukuran bahaya
Mampu menjelaskan implementasi health
Risiko dan Bahaya
4 risk, konsep identifikasi bahaya, dan isolasi
Lingkungan Kerja
energi berbahaya
Mampu menjelaskan prinsip accident
5 Kecelakaan Kerja investigation, konsep praktik penyelidikan
kecelakaan, dan prosedur cara kerja aman
Mampu menjelaskan emergency action plan,
fire prevention plan serta taktik dan strategi
Kesiapsiagaan Keadaan
6 pemadaman kebakaran.
Darurat
Mampu mendemonstrasikan simulasi keadaan
darurat
6

E. TES KEMAMPUAN AWAL

Soal Pilihan Ganda


Soal pilihan ganda terdiri atas 20 soal yaitu soal no. 1 hingga 20. Kerjakanlah
semua soal tersebut pada lembar jawaban yang telah disediakan. Pilihlah salah
satu jawaban yang benar dengan cara memberi tanda silang (x) pada huruf a, b, c
atau d di lembar jawaban. Skor untuk tiap jawaban yang benar adalah 1, dan 0
untuk tiap jawaban yang salah.

1. Sesuai dengan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan


disebutkan
a. Setiap perusahaan harus memiliki tenaga K3 yang kompeten

b. Perusahaan harus memiliki organisasi K3

c. Perusahaan harus memiliki sarana proteksi kebakaran

d. Semua Benar

2. Undang-undang yang mengatur keselamatan kerja di Indonesia adalah


a. Undang-Undang No.22 Tahun 2003

b. Undang-Undang No.13 Tahun 2003

c. Undang-Undang No.1 Tahun 1970

d. Semua Benar

3. Kegiatan industri rawan terhadap kecelakaan, kebakaran, dan pencemaran.


Oleh karena itu, K3 merupakan unsur penting dalam operasi perusahaan
karena

a. K3 persyaratan untuk lulus CSMS

b. Kecelakaan dapat menimbulkan kerugian berupa kecelakaan, penyakit


akibat kerja, dan pencemaran

c. K3 merupakan kebijakan manajemen


7

d. K3 merupakan prioritas operasi

4. Manfaat K3 dilihat dari sisi ketenagakerjaan adalah

a. Meningkatkan produktivitas

b. Meningkatkan penghasilan pekerja

c. Melindungi pekerja dari sumber bahaya

d. a dan b benar

5. Semua kecelakaan dapat dicegah dengan alasan

a. Kecelakaan adalah takdir

b. Kecelakaan tidak diinginkan

c. Kecelakaan ada sebabnya

d. Kecelakaan adalah kesalahan manusia

6. Sebab Kecelakaan dapat digolongkan atas

a. Sebab langsung dan unsafe condition

b. Sebab tidak langsung dan unsafe act

c. Unsafe act dan unsafe condition

d. Root causes analysis

7. Teori Domino dari Heinrich adalah teori mengenai

a. Sebab kecelakaan

b. Sebab akibat timbulnya kecelakaan

c. Sebab yang paling mungkin dari kecelakaan

d. Sebab dasar kecelakaan

8. Berikut ini defenisi paling tepat untuk Sistem Manajemen K3:

a. Sistem manajemen K3 adalah proses terpadu untuk mencegah kecelakaan

b. Sistem manajemen K3 adalah bagian dari manajemen produksi


8

c. Sistem manajemen K3 adalah proses terintegrasi yang meliputi


perencanaan dan pelaksanaan

d. Sistem manajemen K3 adalah proses terintegrasi meliputi K3,


lingkungan dan sekuriti

9. Mengetahui adanya sumber potensi bahaya disebut juga

a. Risk assessment

b. Hazard indetification

c. Risk control

d. JSA

10. Prinsip yang harus diperhatikan apabila mengangkat barang secara


manual, kecuali

a. Memegang dengan benar

b. Lengan dekat dengan badan

c. Menarik dagu ke atas

d. Posisi depan dan belakang rata

11. Hierarki pengendalian bahaya yang merupakan pilihan terakhir adalah

a. Eliminasi

b. Penggunaan APD

c. Subsitusi

d. Isolasi
12. Berikut ini adalah kewajiban pengusaha/pengurus terkait dengan K3
berdasar UU K3, kecuali ……
a. Memeriksa kesehatan badan, kondisi mental, dan kemampuan fisik dari
tenaga kerja
b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan
9

c. Menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di


bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan
d. Melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja

13. Berikut ini adalah manfaat dari alat pelindung kepala kecuali ......

a. Melindungi rambut pekerja supaya tidak terjerat mesin yang berputar

b. Melindungi kepala dari panas radiasi, api, percikan bahan kimia

c. Melindungi kepala dari benturan dan tertimpa benda

d. Melindungi dari temperatur yang ekstrim baik terlalu panas/ dingin


14. Hygiene industri atau kesehatan lingkungan kerja adalah
a. Usaha untukmenciptakan lingkungan kerja yang nyaman
b. Usaha untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat
c. Usaha untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman
d. a,b,danc benar
15. Berikut adalah tujuan diterapkannya sistem tanggap darurat kerja
a. Meyakinkan bahwa semua keadaan darurat dapat diatasi dengan cepat,
tepat, dan aman
b. Menekan kerugian akibat kejadian yang tidak diinginkan dengan
menanggulanginya sedini mungkin
c. Menjamin koordinasi dalam penanggulangan keadaan darurat
d. Semua benar
16. Tindakan preventif mencegah terjadinya kebakaran adalah dengan ……

a. mencegah bertemunya oksigen (O2), karbondioksida (CO2), dan panas

b. mencegah bertemunya oksigen (O2), bahan bakar, dan panas

c. mencegah bertemunya karbondioksida (CO2), bahan bakar, dan panas

d. mencegah bertemunya oksigen (O2), bahan bakar, dan air


16. Berikut ini adalah prinsip dasar pemilihan pakaian kerja di
laboratorium/workshop, kecuali ……
10

a. pakaian kerja yang mudah dibersihkan (washable)

b. pakaian kerja yang mampu melindungi badan sesuai jenis pekerjaannya


(protective)
c. pakaian kerja yang menyerap keringat (absorbent)

d. pakaian kerja yang selalu mengikuti tren busana


17. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cara bekerja yang aman
sehingga penampilan diri ketika kerja selalu baik, kecuali
a. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)

b. Menerapkan Konsep 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin) dalam


bekerja terutama setelah selesai melakukan pekerjaan
c. Memposisikan badan sewaktu bekerja sesuai prinsip ergonomis

d. Langkah dan urutan kerja dibuat fleksibel serta tidak selalu mengikuti
prosedur operasi baku (SOP)

18. Beberapa sumber terjadinya keadaan darurat adalah

a. Faktor operasional

b. Faktor social

c. Faktor alam

d. Semua benar

19. Ergonomi berarti

a. Ilmu yang mempelajari kaitan antara pekerja dengan lingkungan kerjanya

b. Ilmu yang mempelajari kaitan antara pekerjaan dengan lingkungan


kerjanya

c. Ilmu yang mempelajari kaitan antara orang dengan lingkungan

d. Ilmu yang mempelajari kaitan antara orang dengan lingkungan

20. P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan salah
satu lembaga yang bergerak di bidang pengelolaan K3 yang berfungsi
11

a. Menghimpun data tentang K3 di tempat kerja

b. Mengolah data tentang K3di tempat kerja

c. Membantu menunjukkan dan menjelaskan K3 pada setiap tenaga kerja

d. Membantu pengusaha dalam mengevaluasi K3


12

2. Lembar Jawaban Tes

Soal Pilihan Ganda


1. A B C D 11. A B C D
2. A B C D 12. A B C D
3. A B C D 13. A B C D
4. A B C D 14. A B C D
5. A B C D 15. A B C D
6. A B C D 16. A B C D
7. A B C D 17. A B C D
8. A B C D 18. A B C D
9. A B C D 19. A B C D
10. A B C D 20. A B C D

STOP
SELESAIKAN SOAL EVALUASI
DULU SEBELUM KE HALAMAN BE
RIKUTNYA
13

Kunci Jawaban Tes Kemampuan Awal

1. D 11. B
2. D 12. D
3. B 13. D
4. C 14. D
5. C 15. D
6. C 16. B
7. B 17. D
8. C 18. D
9. B 19. A
10. C 20. D
16

BAB II
PEMBELAJARAN

Kegiatan pembelajaran dengan Modul Keselamatan dan Kesehatan Kerja ini akan terdiri
dalam 6 (enam) kegiatan pembelajaran. Ke-6 kegiatan pembelajaran tersebut adalah:
1. Pembelajaran I: Konsep Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
2. Pembelajaran II: Safety Management
3. Pembelajaran III: Hygiene Industri
4. Pembelajaran IV:Risiko dan Bahaya Lingkungan Kerja
5. Pembelajaran V: Kecelakaan Kerja
6. Pembelajaran VI: Kesiapsiagaan Keadaan Darurat
Keenam kegiatan pembelajaran tersebut akan dijelaskan secara detil pada BAB II di
bagian setelah ini.
17

PEMBELAJARAN I

KONSEP DASAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN


KERJA

A) TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Instruksional Umum:

Menguasai Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan

Tujuan Instruksional Khusus:

Setelah mempelajari modul Pembelajaran I ini, mahasiswa diharapkan:

1. Mampu menjelaskan konsep dasar K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)


2. Mampu menjelaskan SKKNI K3 Umum dan Unit
3. Mampu menjelaskan undang-undnag dan peraturan K3

B) AKTIVITAS
1. Bacalah dengan cermat materi dalam modul ini
2. Sebaiknya modul ini dipelajari secara berkelompok, tetapi jika tidak
memungkinkan sadara dapat mempelajari sendiri
3. Sebelum membaca modul ini perlu difahami terlebih dahulu indikator
pembelajaran
4. Kerjakan semua evaluasinya
18

C) MATERI

KONSEP DASAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


1. Konsep Dasar K3

a. Sejarah Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3)


Perkembangan sejarah K3 telah dimulai sejak jaman prasejarah
(Sujoso, 2012). Sejarah perkembangan K3 tersebut akhirnya menjadi
sumbangsih dalam keilmuan K3 hingga saat ini. Ismara, dkk (2014)
menyebutkan bahwa untuk memudahkan pemahaman sejarah keselamatan
dan kesehatan kerja maka dibagi menjadi beberapa era antara lain Era
revolusi industri (abad XVIII), Era Industrialisasi, dan Era Manajemen
modern.

Era revolusi industri disebut sebagai era yang tidak


menguntungkan masyarakat dan perlunya perbaikan untuk melindungi
baik pekerja maupun masyarakat secara umum. Era industrialisasi. Sejak
era revolusi industri di atas sampai dengan pertengahan abad 20,
penggunaan teknologi semakin berkembang sehingga K3 juga mengikuti
perkembangan ini. Perkembangan K3 mengikuti penggunaan teknologi
(APD, safety device, interlock, dan alat-alat pengaman).

Adapun perkembangan era manajemen modern dimulai sejak tahun


1950-an hingga sekarang. Perkembangan ini dimulai dengan teori
Heinrich (1941) yang meneliti penyebab-penyebab kecelakaan bahwa
umumnya (85%) terjadi karena faktor manusia (unsafe act) dan faktor
kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition).Pada era ini berkembang
sistem otomasi pada pekerjaan untuk mengatasi masalah sulitnya
melakukan perbaikan terhadap faktor manusia.

Secara pasti tidak dapat diketahui kapan awal perkembangan K3 di


Indonesia. Namun demikian diyakini bahwa metode pengobatan Indonesia
19

asli sudah diterapkan. Untuk menolong korban kecelakaan yang terjadi


pada para petani, buruh industry atau korban perang antar kerajaan pada
masa itu. Secara ringkas sejarah K3 di Indonesia dimulai pada masa
sebelum abad 17, masa penjajahan Belanda, masa penjajahan Jepang,
masa kemerdekaan, orde lama, orde baru dan orde reformasi.

Beberapa masa yang menunjukkan masa perkembangan K3 di


Indonesia. Masa sebelum abad 17 (kerajaan di Indonesia) tidak diketahui
secara pasti. Namun demikian penggunaan bahan alamiah yang digunakan
sebagai obat untuk prajurit yang terluka dan pengenalan beberapa bahan
toksikan alamiah untuk senjata merupakan awal pengenalan
K3.Perkembangan K3 pada masa Belanda berbeda dengan makna K3
sesungguhnya. K3 pada masa Belanda ditujukan untuk kesehatan dan
keselamatan militer Belanda, dan tidak ditujukan untuk Indonesia.
Termasuk juga beberapa produk peraturan tentang K3 yang dikeluarkan
pada masa itu bertujuan untuk memelihara peralatan, mesin dan karyawan
Belanda supaya tetap sehat dan terpelihara keselamatannya. Adapun pada
masa penjajahan Jepang bisa dikatakan tidak ada perkembangan K3. Pada
masa kemerdekaan ini ditandai dengan adanya dasar hukum yang jelas
berdirinya sebuah negara, yaitu UUD 1945. Pada pasal 27 ayat 2 UU yang
menyebutkan bahwa ” Tiap- tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ”.Ini mengandung pengertian
bahwa pekerjaan yang dilakuan harus sesui dengan norma- norma
kemanusiaan, termasuk juga adanya jaminan kesehatan dan keselamatan
kerja.

Masa setelah kemerdekaan juga memiliki riwayat perkembangan


K3. Pada masa orde lama-orde baru pemerintah Indonesia mulai memberi
perhatian yang lebih besar terhadap ketenagakerjaan terutama pentingnya
upaya K3. Pada tahun 1957 Departemen Perburuhan dan Jawatan
Keselamatan Kerja yaitu dengan UU No 14 Tahun 1969 Tentang
Ketenagakerjaan. Kemudian pada tanggal 12 Januari 1970, lahirlah
20

Undang-undang Keselamatan Kerja. Pada masa ini juga berdiri beberapa


lembaga yang bergerak di bidang K3 yaitu Dinas Higiene Perusahaan dan
Sanitasi Umum, dan berbagai seminar tentang Higiene perusahaan. Dilihat
dari istilah higiene yang dipakai, penekanannya lebih pada lingkungan
kerja dan kesehatan pekerja, unsur keselamatan kerja belum menonjol.
Tanggung jawab dalam pelaksanaan K3 lebih besar pada Departemen
Tenaga Kerja, meskipun pada awal tahun 2000an yaitu 2003 K3 mulai
mendapat perhatian dari Departemen Kesehatan. Mulai berkembang K3
berbasis manajemen dengan adanya Sistem Manajemen K3. Adapun pada
masa reformasi seiring dengan semangat otonomi daerah, maka perhatian
terhadap K3 yang selama ini menjadi tanggung jawab pemerintah pusat,
pemerintah daerah pun memiliki kewajiban untuk memberikan jaminan
K3. Semua tempat kerja wajib menyelenggarakan upaya kesehatan dan
keselamatan kerja. K3 mulai berkembang tidak hanya di perusahaan
namun juga di tempat kerja lainnya, misalnya rumah sakit. Perkembangan
K3 di dunia yang menekankan manajemen juga banyak berkembang
disini, mulai mengikuti standar internasional. Perkembangan K3 di dunia
pada masa mendatang juga ikut mempengaruhi di Indonesia. Implementasi
K3 yang masih berorientasi pada kepatuhan terhadap aturan, pada masa
mendatang lebih menekankan pada kesadaran berperilaku yang selamat
dan sehat.

b) Defenisi K3
K3 Merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja melalui
penerapan teknologi pengendalian segala aspek yang berpotensi
membahayakan para pekerja. Pengendalian juga ditujukkan pada sumber
yang berpotensi menimbulkan penyakit akibat jenis pekerjaan tersebut,
upaya pencegahan kecelakaan, penyerasian peralatan
kerja/mesin/instrument, dan karakteristik manusia yang menjalankan
pekerjaan tersebut ataupun orang-orang yang berada di sekelilingnya.
Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja bermacam-macam, ada
21

yang menyebutnya Hygene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes)


dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal
Occupational Safety and Health.

Menurut International Labour Organization (ILO) kesehatan


keselamatan kerja atau Occupational Safety and Health adalah meningkatan dan
memelihara derajat tertinggi semua pekerja baik secara fisik, mental, dan
kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan, mencegah terjadinya gangguan
kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaan, melindungi pekerja pada setiap
pekerjaan dari risiko yang timbul dari faktor-faktor yang dapat mengganggu
kesehatan, menempatkan dan memelihara pekerja di lingkungan kerja yang
sesuai dengan kondisi fisologis dan psikologis pekerja dan untuk menciptakan
kesesuaian antara pekerjaan dengan pekerja dan setiap orang dengan tugasnya.

Keselamatan & kesehatan kerja (occupational health & safety)


adalah kondisi – kondisi dan faktor – faktor yang berdampak pada
kesehatan dan keselamatan (termasuk pekerja kontrak atau personil
kontrak, atau orang lain ditempat kerja) (OHSAS 18001:2007 part 3.12)
Keselamatan kerja diartikan sebagai kondisi yang bebas dari risiko
kecelakaan atau kerusakan atau kondisi dengan risiko yang relative sangat
kecil, di bawah tangkat tertentu. Kondisi kerja yang aman atau selamat
memerlukan dukungan sarana dan prasarana keselamatan berupa peralatan
keselamatan, alat pelindung diri, dan rambu-rambu.
Menurut Prabu Mangkunegara (2001), pengertian kesehatan kerja
adalah suatu kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi, atau
rasa sakit yang disebabkan lingkungan kerja. Kesehatan kerja
(occupational health) merupakan bagian dari kesehatan masyarakat yang
berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor
potensial yang memengaruhi kesehatan pekerja. Bahaya pekerjaan seperti
halnya masalah kesehatan lingkungan lain, bersifat akut atau kronis dan
efeknya dapat segera terjadi atau memerlukan waktu yang lama.
22

c) Tujuan Kesehatan Kerja


Tujuan Kesehatan Kerja adalah
1) Memelihara dan meningkatkan setinggi-tingginya derajat kesehatan
masyarakat pekerja di semua lapangan pekerjaan, baik kesehatan fisik,
mental, maupun social.
2) Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja
yang disebabkan oleh tindakan/kondisi lingkungan kerjanya.
3) Memberikan perlindungan bagi pekerja dari kemungkinan bahaya
yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan
pekerjanya.
4) Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan
yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis mereka.

2. Penjelasan SKKNI K3 Umum dan Unit

Kompetensi adalah suatu kemampuan atau kecakapan yang dimiliki


oleh seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas di bidang
tertentu. Kompetensi merupakan hal yang pada umumnya dilakukan untuk
mengetahui kemampuan dari seorang individu. Kompetensi sendiri
terkadang menjadi sebuah acuan yang dipakai dalam sebuah lembaga.
Sehingga dapat disimpulkan Kompetensi K3 merupakan kemampuan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap/perilaku
keselamatan dan kesehatan kerja dalam pelaksanaan profesi di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk memenuhi tuntutan dunia usaha,
baik di dalam negeri maupun di tingkat global, diperlukan standar
kompetensi bagi SDM K3 yang diakui baik nasional maupun internasional,
sehingga mampu bersaing dengan tenaga kerja di bidang K3 dari luar
negeri. Peraturan yang berbicara terutama mengenai kompetensi k3 adalah
Keputusan Menteri Tenaga Kerja nomor 38 tahun 2019 tentang Penetapan
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Kategori Aktivitas
Profesional, Ilmiah Dan Teknis Golongan Pokok Aktivitas Arsitektur Dan
23

Keinsinyuran; Analisis Dan Uji Teknis Bidang Keselamatan Dan


Kesehatan Kerja Pada Jabatan Kerja Personil Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja.

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) merupakan


acuan untuk mengukur kemampuan kerja yang meliputi aspek pengetahuan,
keterampilan dan sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan
persyaratan jabatan yang ditentukan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
yang selanjutnya disingkat SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang
mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian serta sikap
kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia bidang K3 ini akan


digunakan untuk melakukan penilaian terhadap kinerja seorang ahli K3.
SKKNI ini juga digunakan sebagai masukan dalam pengembangan dunia
pendidikan K3 di Indonesia sehingga tercapai link and match antara
lembaga pendidikan dengan dunia usaha atau pengguna. Dengan memiliki
sertifikasi kompetensi ahli K3 maka seseorang akan mendapatkan bukti
pengakuan tertulis atas kompetensi yang dikuasainya. Sertifikasi
kompetensi keahlian K3 mengacu pada SKKNI K3 Nomor
KEP.42/MEN/III/2008 dan SKKNI No. KEP.248/MEN/V/2007, dimana
menurut SKKNI KEP.42/MEN/III/2008, bidang K3 yang bersifat generalis
di kualifikasikan sbb:
a. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Muda
b. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Madya
c. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Utama
Sertifikat Kompetensi K3 di Indonesia dikeluarkan oleh BNSP
(Badan Nasional Sertifikasi Profesi), badan independen yang bertanggung
jawab kepada Presiden yang memiliki kewenangan sebagai otoritas
24

sertifikasi personil dan bertugas melaksanakan sertifikasi kompetensi


profesi bagi tenaga kerja, termasuk tenaga kerja di bidang K3.

3. Undang-Undang dan Peraturan K3

Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau yang disingkat dalam K3


merupakan elemen penting yang harus disediakan perusahaan untuk
melindungi pekerjanya. Atas dasar itulah kemudian penerapan K3
ditetapkan oleh pemerintah. Jika dikelompokkan, standarisasi dan
penerapan K3 memiliki beberapa dasar hukum yang kuat. Oleh karena itu
Keselamatan dan Kesehatan kerja harus menjadi perhatian bagi setiap
perusahaan, pemerintah, dan para pekerja. Adapun dasar hukum
pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah sebagai berikut :
a. Undang-Undang (UU)
Undang-undang yang mengatur mengenai K3, yang meliputi tempat kerja,
hak dan kewajiban pekerja, serta kewajiban pimpinan tempat kerja. Produk
hukum yang mengatur tentang K3 di antaranya adalah UU No 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang ini mengatur tentang
kewajiban pengurus serta kewajiban dan hak pekerja., UU No 22 tahun
2001 tentang MIGAS, dan UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
b. Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan pemerintah, yakni yang mengatur mengenai K3, yang meliputi
izin pemakaian zat radioaktif atau radiasi lainnya, keselamatan kerja
terhadap dan pengangkutan zat radioaktif. Produk hukum yang umum
untuk diketahui adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11
Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan
Minyak dan Gas Bumi;
- Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas
Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida;
- Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan
Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan,
25

- Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1974 tentang Kegiatan Hulu


Offshore
- Mijn Politie Reglement=Peraturan Kebijakan Pertambangan (MPR)
1930 tentang Kegiatan hulu Onshore.
- PP No.11 th 1979 Bab VI pasal 15 tentang Pemeriksaan Instalasi dan
peralatan (Kompresor, pompa dan bejana tekan harus diperiksa secara
berkala dan diuji kemampuannya)
c. Keputusan Presiden (Kepres)
Keputusan presiden, yakni mengatur aspek K3, meliputi penyakit yang
timbul akibat hubungan kerja. Produk hukum yang umum untuk diketahui
adalah Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang
Timbul Akibat Hubungan Kerja.
d. Peraturan dari Departemen Tenaga Kerja (Kepmenaker)
Peraturan tentang K3 terhadap syarat-syarat keselamatan kerja, yang
meliputi syarat-syarat K3 untuk penggunaan lift, konstruksi
bangunan, listrik, pemasangan alat APAR (pemadam api ringan), serta
instalasi penyalur petir. Produk hukum yang umum untuk diketahui adalah
Peraturan Menteri No. 5 tahun 1996 mengenai Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
e. Peraturan dari Departemen Kesehatan (Permenkes)
Peraturan yang mencakup aspek K3 di rumah sakit atau lebih terkait pada
aspek kesehatan kerja dibandingkan dengan keselamatan kerja. Hal tersebut
disesuaikan terhadap tugas dan fungsi dari Departemen Kesehatan.
26

Referensi

Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2019


tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

Undang-undang RI No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


Somad, Ismet. Modul Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja

D) RANGKUMAN

Keselamatan & kesehatan kerja (occupational health & safety)


adalah kondisi – kondisi dan faktor – faktor yang berdampak pada
kesehatan dan keselamatan (termasuk pekerja kontrak atau personil
kontrak, atau orang lain ditempat kerja) (OHSAS 18001:2007 part
3.12)Adapun dasar hukum pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP)
27

Latihan :

Jawab pernyataan di bawah ini dengan pilihan B jika benar atau S jika salah :

1. UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja ditujukan dalam rangka


perlindungan bagi tenaga kerja sebagai penjabaran hak warga negara
sebagaimana tercantum dalam pasal 27 ayat (2) UUD 1945. ( B – S )
2. Pengertian “pembinaan norma K3” sesuai arahan dalam Undang-undang No
14 tahun 1969, adalah mencakup: • Pembentukan • Penerapan • Pengawasan
terhadap norma K3 itu sendiri. ( B – S )
3. Undang-Undang yang mengatur tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
adalah Undang-UndangNo. 1 Tahun 1975. ( B – S )
4. Tindak pidana pelanggaran dalam uu no. 13 tahun 2003 yaitu Sangsi pidana
penjara paling singkat 1 (satu) Tahun dan paling lama 4 (tahun) dan /atau
denda paling sedikit Rp 100.000.000,- (seratus juta) dan paling banyak Rp.
400.000.000,- (empat ratus juta rupiah).
(B–S)

Essay :

Jawablah pertanyaan-pertanyan berikut ini dengan singkat dan jelas!

1. Jelaskan yang anda ketahui tentang Kompetensi K3?


2. Sebutkan dasar hukum pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja?

STOP
SELESAIKAN SOAL EVALUASI DULU
SEBELUM KE HALAMAN BE RIKUTNYA
28

Kunci Jawaban:

Latihan
1.B
2.B
3.S
4.B

Essay
1. Kompetensi K3 adalah
Kemampuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan
sikap/perilaku keselamatan dan kesehatan kerja dalam pelaksanaan profesi
di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.
Di Indonesia kompetensi bidang K3 yang kualifikasikan sbb:
a. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Muda

b. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Madya

c. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Utama

Sertifikat Kompetensi K3 di Indonesia dikeluarkan oleh BNSP (Badan


Nasional Sertifikasi Profesi).
2. Adapun dasar hukum pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
adalah sebagai berikut :
a. Undang-Undang (UU)
Undang-undang yang mengatur mengenai K3, yang meliputi tempat kerja,
hak dan kewajiban pekerja, serta kewajiban pimpinan tempat kerja. Produk
hukum yang mengatur tentang K3
b. Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan pemerintah, yakni yang mengatur mengenai K3, yang meliputi
izin pemakaian zat radioaktif atau radiasi lainnya, keselamatan kerja
terhadap dan pengangkutan zat radioaktif.
29

-
K3 di rumah sakit atau lebih terkait pada aspek kesehatan kerja
dibandingkan dengan keselamatan kerja. Hal tersebut disesuaikan terhadap
tugas dan fungsi dari Departemen Kesehatan.
30

PEMBELAJARAN II

SAFETY MANAGEMENT

A) TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Instruksional Umum:
Memahami penerapan safety management di lingkungan kerja

Tujuan Instruksional Khusus:


Setelah mempelajari modul Pembelajaran II ini, mahasiswa diharapkan:
1. Mampu menjelaskan tentang safety management system evaluation
2. Mampu menjelaskan tentang safety supervision and leadership
3. Mampu menjelaskan tentang Effective Safety Committe
4. Mampu menjelaskan tentang work permit dan fleet safety management
5. Mampu menjelaskan perencanaan program promosi K3
6. Mampu menjelaskan sistem pelaporan dan dokumentasi kegiatan K3

B) AKTIVITAS
1. Bacalah dengan cermat materi dalam modul ini
2. Sebaiknya modul ini dipelajari secara berkelompok, tetapi jika
tidak memungkinkan sadara dapat mempelajari sendiri
3. Sebelum membaca modul ini perlu difahami terlebih dahulu
indikator pembelajaran
4. Kerjakan semua evaluasinya
31

C) MATERI

SAFETY MANAJEMENT

1. Safety Management System Evaluation


Penerapan safety management terlihat jelas pada penerapan SMK3.
Sistem Manajemen K3 (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen
secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,
tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya yang
dibutuhkan bagi pengembangan penerapan,pencapaian, pengkajian dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka
pengendalian risiko, yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Salah satu
peraturan perundangan yang mengatur mengenai SMK3 adalah Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor 05 Tahun 1996 Tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Gambar 2.1 Logo SMK3

SMK3 merupakan sistem manajemen yang terintegrasi dengan


sistem manajemen perusahaan lainnya seperti sistem manajemen mutu dan
lingkungan. Peranan SMK3 di perusahaan dapat menjadi pembuat
keputusan perusahaan dalam melakukan aktivitas dan pembelian barang
dan jasa. Tujuan dan saran SMK3 adalah menciptakan suatu sistem
32

keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur


manajemen, tenaga kerja dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam
rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja
serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.

Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak


seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang
ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran,
pencemaran, dan PAK wajib menerapkan sistem manajemen K3. SMK3
wajib dilaksanakan oleh pengurus, pengusaha, dan seluruh tenaga kerja
sebagai satu kesatuan. Karena SMK3 bukan hanya tanggung jawab
pemerintah, masyarakat, pasar atau dunia internasional saja tetapi juga
tanggung jawab pengusaha untuk menyediakan tempat kerja yang aman
bagi pekerjanya.

Berikut ini manfaat dari penerapan SMK3 seperti berikut.

a. Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja


b. Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja.
c. Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerja
merasa aman dalam bekerja.
d. Meningkatkan image market terhadap perusahaan.
e. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi pekerja dan perusahaan.
f. Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik sehingga membuat
umur semakin lama dan tahan lama.
Berikut ini merupakan diagram yang menunjukkan lima prinsip
penerapan SMK3 sesuai Permenaker No. 05/MEN/1996. Tahap pertama
dalam SMK3 yaitu adanya komitmen dan kebijakan mengenai SMK3 baik
secara internal di dalam perusahaan maupun eksternal di luar perusahaan
seperti peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai SMK3.
Tahap kedua yaitu perencanaan SMK3 di mana komponen-komponen yang
terdapat dalam perencanaan yaitu hasil dari analisa risiko, persyaratan hukum,
33

rekaman kecelakaan, hasil audit yang dilakukan sebelumnya, persyaratan


internal perusahaan, dan hasil investigasi yang dilakukan sebelumnya. Tahap
selanjutnya setelah perencanaan dilakukan yaitu penerapan SMK3 di
perusahaan.

Gambar 2.2 Prinsip penerapan SMK3

a. Langkah-langkah penerapan SMK3


Dalam menerapkan SMK3 ada beberapa tahapan yang harus dilakukan
agar SMK3 tersebut menjadi efektif, karena SMK3 mempunyai elemen-
elemen atau persyaratan tertentu yang harus dibangun di dalam suatu
organisasi atau perusahaan. Sistem Manajemen K3 juga harus ditinjau
ulang dan ditingkatkan secara terus menerus di dalam pelaksanaannya
untuk menjamin bahwa sistem tersebut dapat berperan dan berfungsi
dengan baik serta berkontribusi terhadap kemajuan perusahaan. Untuk
34

lebih memudahkan penerapan SMK3 berikut ini merupakan langkah dan


tahapannya. Tahapan dan langkah tersebut di bagi menjadi 2 bagian besar
a. Tahap persiapan Merupakan tahapan atau langkah awal yang harus
dilakukan suatu organisasi/perusahaan. Langkah ini melibatkan lapisan
manajemen dan sejumlah personel, mulai dari menyatakan komitmen
sampai dengan kebutuhan sumber daya yang diperlukan, adapun tahap
persiapan ini antara lain:
1) komitmen manajemen puncak
2) menentukan ruang lingkup
3) Menetapkan cara penerapan
4) Membentuk kelompok penerapan
5) Menetapkan sumber daya yang diperlukan.
Tahap pengembangan dan penerapan Dalam tahapan ini berisi
langkah-langkah yang harus dilakukan oleh organisasi/perusahaan
dengan melibatkan banyak personel, mulai dari menyelenggarakan
penyuluhan dan melaksanakan sendiri kegiatan audit internal serta
tindakan perbaikannya sampai melakukan sertifikasi.

b. Kebijakan SMK3
Langkah awal untuk mengimplementasikan SMK3 adalah
dengan menunjukkan komitmen serta kebijakan K3 yaitu suatu
pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh pengusaha dan atau
pengurus yang memuat keseluruhan visi dan tujuan perusahaan,
komitmen dan tekad melaksanakan K3, kerangka dan program kerja
yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat
umum dan/atau operasional. Kebijakan K3 dibuat melalui proses
konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang kemudian
harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada semua tenaga kerja,
pemasok dan pelanggan. Kebijakan K3 bersifat dinamik dan selalu
ditinjau ulang dalam rangka peningkatan kinerja K3. Menetapkan
kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan SMK3
35

pengusaha/pengurus tempat kerja harus menetapkan kebijakan K3


serta menunjukkan komitmennya terhadap K3 dengan cara berikut ini.
 Mewujudkan organisasi K3
 Menyediakan anggaran.
 Menyediakan tenaga kerja di bidang K3.
 Melakukan koordinasi terhadap perencanaan K3.
 Melakukan penilaian kerja.
 Melakukan tindak lanjut pelaksanaan K3. Menerapkan K3 secara
efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme
pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan
sasaran K3.

Evaluasi Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja


a. OHSAS 18001
Dalam persyaratan OHSAS 18001, disebutkan bahwa untuk
pengelolaan operasi/ pengendalian operasi manajemen K3, beberapa hal
yang harus dipenuhi seperti berikut.
1) Identifikasi keseluruhan operasi dan aktivitas yang terkait dengan
penilaian risiko.
2) Aktivitas tersebut harus dilakukan dalam kondisi yang ditetapkan,
dengan
a) menetapkan dan memelihara prosedur terdokumentasi untuk
mengakomodasi perbedaan/deviasi sasaran K3,
b) ketentuan kriteria operasi dalam prosedur, menetapkan dan
memelihara prosedur terkait untuk risiko-risiko K3 yang telah
teridentifikasi.
c) Menetapkan dan memelihara prosedur untuk desain tempat
kerja, proses instalasi, mesin-mesin, prosedur operasi dan
organisasi kerja.
36

b. Permenaker 05/MEN/1996
Beberapa yang harus diperhatikan untuk pengelolaan operasi yang
disyaratkan dalam Permenaker 05/MEN/1996 seperti berikut.
1) Perancangan dan rekayasa Pengendalian risiko kecelakaan dan
penyakit akibat kerja (PAK) dalam proses rekayasa harus dimulai
sejak tahap perancangan dan perencanaan
2) Tinjauan ulang kontrak Pengadaan barang dan jasa yang melalui
kontrak harus ditinjau ulang untuk menjamin kemampuan
perusahaan dalam memenuhi persyaratan K3 yang telah ditentukan.
Pembelian System pembelian barang dan jasa beserta prosedur
pemeliharaannya harus terintegrasi dalam strategi penanganan pencegahan
risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
2. Safety Supervision and Leadership

Membangun Budaya Safety : SMART Safety


• Safety Management and Attitude Reinforcement Techniques
(SMART) adalah pendekatan K3 dengan mensinergikan
pendekatan Kesisteman, Operasional Safety dan Human
Factors.
• SMART Safety berdasarkan pendekatan kultur atau budaya
lokal dengan mengadopsi pendekatan K3 yang sudah
berkembang seperti OHS Management System, BBS dan
Process Safety Management.

SAFETY LEADERSHIP
Tujuan :
1. Budaya HSSE dibangun dan tumbuh melalui komitmen nyata dan
keteladanan dari jajaran manajemen ke seluruh jajaran pekerja dan mitra
kerja.
2. Upaya HSSE didukung oleh jajaran manajemen melalui keterlibatannya
37

secara personal dalam proses atau siklus SUPREME


3. Para pekerja akan mengikuti (follow) karena mereka percaya pada komitmen
nyata terhadap sasaran-sasaran yang ingin dicapai serta semangat dan
motivasi yang dimiliki pimpinannya.

Akuntabilitas sebagai tolok ukur peningkatan kinerja K3.


Akuntabilitas aspek K3 harus jelas mencerminkan kinerja yang terukur, dimana
perencanaan dan sasaran K3 memliliki prioritas yang sama dengan aspek
operasional dan aspek keuangan perusahaan.

Peran Kepemimpinan diwujudkan :


a. Komitmen nyata dan Keteladanan
• Sikap dan tindakan nyata dalam kegiatan K3 eksekusi program yang
direncanakan.
• Melakukan pekerjaan atau tugas yang terkait dengan K3 dengan terjun
langsung untuk memberi contoh (Lead by example).
• Memberdayakan dan memberi motivasi kepada pekerja untuk peningkatan
kepedulian K3
b. Keterlibatan Manajemen secara Personal
• Memimpin sendiri kegiatan HSSE sebagai pimpinan, seperti HSSE
meeting dan ERP
• Memiliki sasaran-sasaran pribadi dalam aspek HSSE
• Melakukan SWAT ke lokasi kerja
• Memimpin sendiri dalam menyusun program dan sasaran HSSE
• Aktif terlibat dalam pelatihan, peningkatan kepedulian dan sosialisasi,
peningkatan budaya, reward.

KEPEMIMPINAN TRANSFORMATIF
1. Role model yang sejati
2. Menginspirasi orang lain dengan menciptakan saling berbagi dan fokus
goalnya
38

3. Menstimulasi kecerdasan
4. Memberikan perhatian individu, melihat manusia sebagai maklhuk hidup
5. Ke-manusiawi-an

KARAKTERISTIK PEMIMPIN YANG LUAR BIASA


(EXTRAORDINARY LEADER)

GOOD LEADER
1. Good Leader adalah seseorang yang baik, menghargai dan mendengarkan
apa yang orang lain katakan, percaya diri, dan pintar.
2. Kita semua adalah pemimpin. Kita semua bisa menjadi pemimpin masa
depan jika kita menggunakan potensi kita secara maksimal.
3. Hanya ada satu orang yang bisa menghalangi Anda untuk menjadi versi
terbaik diri Anda Orang itu adalah Anda.
4. Hanya Anda yang bisa mengubah hidup Anda dan hanya Anda yang bisa
mempengaruhi kebahagiaan dan kesuksesan Anda.
5. Hidup Anda tidak berubah ketika bos Anda dan karir Anda berubah.
Hidup Anda berubah jika Anda berubah.
6. Ketika Anda yakin pada diri Anda, ketika Anda menyadari bahwa hanya
Andalah yang bertanggungjawab atas diri Anda. Buatlah diri Anda untuk
39

menjadi versi terbaik dari diri Anda.


7. Saat ini dunia butuh pemimpin hebat lebih dari masa sebelumnya
8. Percayalah bahwa sekarang adalah waktunya Anda semua percaya pada
diri Anda sendiri.

KEPEMIMPINAN DALAM MEMBANGUN BUDAYA HSSE :


Menentukan dan menekankan tanggungjawab K3 :
 K3 harus dilakukan oleh semua level dalam organisasi
 Tanggung jawab membangun Budaya K3 harus diyakinkan tertuang dalam
Kebijakan K3, Goal dan Perencanaan K3

TIPS OSHA UNTUK KEPEMIMPINAN DALAM MEMBANGUN


BUDAYA HSSE sebagai berikut :
1. Menyampaikan secara rutin Visi K3 untuk mewujudkan keselarasan tiap
pekerja pada pemahaman ketika membuat target pencapaian Budaya K3.
2. Menciptakan proses agar setiap orang memikul kewajiban untuk terlibat
secara nyata, khususnya untuk para manajer dan pengawas. Para manajer dan
pengawas adalah Leader untuk perubahan attitude.
3. Menciptakan agar para pekerja punya rasa saling bertanggungjawab untuk
mengatasi isu-isu yang dihadapi
4. Mengerakkan kebiasaan untuk melaporkan bahaya, nearmiss dan accident.
Didiklah para pekerja agar paham akan pentingnya melaporkan cidera, First
aid dan nearmiss yang ditemukan di tempat Kerja.
5. Membangun sistem Investigasi insiden. Harus dilakukan evaluasi sistem
investigasi untuk meyakinkan Investigasi Insiden sudah dilakukan secara
efektif dan mendapatkan akar permasalahan terjadinya accident atau incident.
6. Membangun kepercayaan sehingga setiap orang bekerjasama untuk mencapai
peningkatan budaya K3 yang diinginkan.
7. Merayakan sukses agar setiap orang termotivasi, dan mengikuti
perkembangan proses perubahan budaya K3.
40

3. SAFETY COMMITE
Panitia Pembina K3 (P2K3)
• Tujuan:
Mengembangkan keterlibatan semua unsur dalam program HSE
Membantu Manajemen dalam mengimplementasikan program HSE
dalam perusahaan.

• Implementasi :
a. Membentuk komite HSE dalam setiap unit kegiatan.
b. Menyelenggarakan kegiatan Komite HSE secara berkala dengan
melibatkan semua unsur terkait dalam perusahaan.
c. Menyelenggarakan rapat Panitia secara berkala dan memberikan
masukan kepada manejemen tentang upaya peningkatn HSE dalam
perusahaan.
DASAR PEMBENTUKAN PANITIA PEMBINA K3 (P2K3)
• UU no 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, bab VI, pasal 10
• Permeneaker No 04/1987 tentang P2K3 dan tata cara penunjukan
Ahli K3
Tugas
• Membangun dan mengembangkan kerja sama dalam bidang K3
antara pengurus/pengusaha dan tenaga kerja
• Membangun dan mengembangkan saling pengertian dalam bidang
K3
• Membangun dan mengembangkan partisipasi efektif

KEWAJIBAN PENGURUS (BAB V, Pasal 9)


Menunjukan dan menjelaskan tentang :
• Kondisi dan bahaya yang dapat timbul
• Semua pengamanan dan alat perlindungan yang diharuskan
• Alat Pelindung Diri
• Cara dan sikap aman dalam melakukan pekerjaan.
41

Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja :


• Memberikan keterangan bila diminta oleh pegawai pengawas/Ahli K3
• Memakai APD yang diwajibkan
• Memenuhi dan mentaati semua syarat k3 yang diwajibkan
• Meminta pengurus agar dilaksanakan semua syarat K3 yang diwajibkan
• Menyatakan keberatan kerja dimana syarat K3 serta APD yang diwajibkan
diragukan, kecuali dalam hal khusus ditentukan lain oleh pegawai
pengawas
42

RANGKUMAN

1.Sistem Manajemen K3 (SMK3) adalah suatu sistem yang mengatur


mengenai K3 di perusahaan, yang bertujuan untuk mengendalikan risiko
pekerjaan.
2.Penyediaan informasi yang sesuai bagi tenaga kerja dan semua pihak yang
terkait dapat dipergunakan untuk memotivasi dan mendorong penerimaan
serta pemahaman umum dalam upaya perusahaan untuk meningkatkan
kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.
3.Pengelolaan komunikasi bertujuan agar semua personel perusahaan
memahami dan mendukung SMK3
4.Dalam pengelolaan operasi manajemen K3 terdapat beberapa persyaratan
yang dapat dijadikan suatu rujukan yaitu dari OHSAS 18001 dan
Permenaker 05/MEN/1996.

.
43

E.REFERENSI

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per. 01/MEN/1981

Rejeki, Sri. 2015. Sanitasi Hygene dan K3 (Kesehatan dan Keselamatan


Kerja). Bandung: Penerbit Rekayasa Sains.

Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/MEN/1996


Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:
Kementrian Tenaga Kerja Republik Indonesia.
Ridley, John. 2008. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Ikhtisar. Jakarta:
Penerbit Erlangga.

Stranks, Jeremy 2003. The Handbook of Health and Safety Practice, 6th ed.
Great Britain Pearson Education Limited 2003: Prentice Hall.

Su‟mamur. 1967. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta, Indonesia.


PT. Toko Gunung Agung.

Sucipto, Cecep Dani. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta:


Gosyen Publishing
44

Latihan Soal

Pilihlah jawaban yang benar!


1. Mengacu pada peraturan perundangan, khususnya UU No.1 tahun 1970,
tujuan Keselamatandan Kesehatan Kerja (K3) dijelaskan untuk:
a. Melindungi para pekerja dan orang lain di tempat kerja
b. Menjamin agar setiap sumber produksi dapat dipakai secara aman dan
efisien
c. Menjamin proses produksi berjalan lancer
d. Jawaban a, b, dan c benar
e. Jawaban a, b, dan c salah
2. Audit SMK3, menurut acuan PP 50 tahun 2012, dilaksanakan sekurang-
kurangnya:
a. Setiap 6 bulan.
b. Satu kali setahun.
c. Satu kali dalam 2 tahun
d. Satu kali dalam 3 tahun
e. Satu kali dalam 4 tahun
3. Menurut teori Frank Bird, atau dikenal dengan teori domino, bahwa
kecelakaan kerja yangterjadi, disebabkan oleh:
a. Penyebab langsung (Immediate causes)
b. Penyebab dasar (basic causes)
c. Lemahnya pengendalian (lack of control)
d. Jawaban a dan b benar
e. Jawaban a, b dan c benar
4. Seorang pekerja patah tulang pergelangan tangan kirinya akibat
terlepeset dan jatuh darilantai dua dari pekerjaan konstruksi. Hal ini terjadi
karenapermukaan lantai tersebut berserakandengan kabel-kabel dan selang-
selang serta benda kerja lain. Lingkungan tidak teratur tersebuTdisebut
sebagai:
a. Penyebab langsung (Immediate causes)
45

b. Penyebab dasar (basic causes)


c. Lemahnya pengendalian (lack of control)
d. Jawaban a dan b benar
e. Jawaban a, b dan c benar
5. Salah satu peraturan perundangan yang mengatur mengenai SMK3 adalah
a. Permenaker No. 02/MEN/1992
b. Permenaker No. 04/MEN/1967
c. Permenaker No. 05/MEN/1996
d. Permenaker No. 03/MEN/1998
6. Berikut ini adalah prinsip dalam penerapan SMK3 yaitu
a. Penerapan.
b. Perencanaan.
c. Peninjauan dan peningkatan berkesinambungan.
d. semua benar.
7. Peninjauan sistem SMK3 dapat dilakukan dengan cara
a. dokumen prosedur.
b. Identifikasi bahaya.
c. Penilaian risiko.
d. Tinjauan pustaka.
8. Berikut ini tujuan komunikasi, kecuali:
a. Mencegah agar tidak terjadi kesalahpahaman informasi di dalam
perusahaan.
b. Mengantisipasi ketidaktahuan.
c. Uraian jabatan.
d. Bentuk partisipasi perusahaan dalam menerapkan SMK3.
9. Komitmen tertulis dan ditandatangani oleh
a. karyawan.
b. pengurus tertinggi tempat kerja.
c. Konsultan.
d. Tenaga ahli.
10. Manfaat dari penerapan SMK3 kecuali
46

a. menciptakan tempat kerja yang aman


b. mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja
c. menurunkan image market terhadap perusahaan
d. menghindari kerugian material

II. Jawablah pertanyaan dibawah ini !

1. Jelaskan definisi SMK3!


2. Apakah peranan SMK3 di dalam perusahaan?
3. Apakah persyaratan diberlakukan SMK3 di perusahaan?
4. Apa saja manfaat penerapan SMK3?
5. Sebutkan prinsip-prinsip SMK3!

III Jawablah pertanyaan-pertanyan berikut ini dengan singkat dan jelas!

1. Budaya HSSE dibangun dan tumbuh melalui komitmen nyata dan keteladanan
dari jajaran manajemen ke seluruh jajaran pekerja dan mitra kerja.
BENAR/SALAH

2. Akuntabilitas aspek K3 meliputi berikut ini, kecuali…


a. Sebagai tolok ukur peningkatan kinerja K3
b. Kinerja yang terukur
c. Kinerja yang tak terbatas
d. Perencanaan dan sasaran K3 memliliki prioritas yang sama dengan aspek
operasional dan keuangan perusahaan

3. Peran kepemimpinan dalam bentuk komitmen nyata dan keteladanan dapat


diwujudkan dengan cara…
a. Melakukan pekerjaan atau tugas yang terkait dgn K3 dengan terjun
langsung untuk memberi contoh (Lead by example).
b. Melakukan SWAT ke lokasi kerja
47

c. Memimpin sendiri dalam menyusun program dan sasaran HSSE


d. Aktif terlibat dalam pelatihan, peningkatan kepedulian dan sosialisasi,
peningkatan budaya, reward
4. Karakteristik pemimpin yang luar biasa (extraordinary leader), kecuali…
a. Fokus pada hasil
b. Pemimpin perubahan
c. Protektif dan ambisius
d. Kemampuan pribadi
5. Sebutkan dasar pembentukan Panitia Pembina K3 (P2K3) dan jelaskan tugas
serta fungsinya!

Masing-masing soal memiliki bobot 20%,


total 100

STOP
SELESAIKAN SOAL EVALUASI DULU
SEBELUM KE HALAMAN BE RIKUTNYA
48

PEMBELAJARAN III

HYGIENE INDUSTRY

B) TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Instruksional Umum:
Memahami penerapan hygiene industri

Tujuan Instruksional Khusus:


Setelah mempelajari modul Pembelajaran II ini, mahasiswa diharapkan:
1. Mampu menjelaskan tentang ergonomi sebagai hygiene industri
2. Mampu menjelaskan konsep penyediaan dan pemantauan alat pelindung
diri (APD)
3. Mampu menjelaskan konsep hygiene industri teknik pengukuran bahaya
4. Mampu menyebutkan peralatan dan pengukuran bahaya sebagai
industrial hygiene

B) AKTIVITAS
1. Bacalah dengan cermat materi dalam modul ini
2. Sebaiknya modul ini dipelajari secara berkelompok, tetapi jika
tidak memungkinkan sadara dapat mempelajari sendiri
3. Sebelum membaca modul ini perlu difahami terlebih dahulu
indikator pembelajaran
4. Kerjakan semua evaluasinya
49

C) MATERI

HYGIENE INDUSTRI

1. Ergonomi sebagai Hygiene Industri


Seiring dengan kemajuan industri, menimbulkan dampak terhadap
pekerja dan masyarakat di sekitarnya baik dampak positif atau dampak
negatif. Banyak perusahaan industri menggunakan bahan berbahaya yang
mana dapat menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat dan
selanjutnya menimbulkan gangguan kesehatan. Penanggulangan dan
penanganan dampak yang ditimbulkan belum dilakukan secara baik
sehingga perusahaan akan mengalami kerugian yang tidak ternilai
besarnya, jika terjadi penyakit akibat kerja dan meningkatnya ketidak
hadiran pekerja karena sakit akibat bahaya di tempat kerja. Oleh sebab itu,
diperlukan higiene industri.
Higiene industri adalah ilmu dan seni yang terfokus pada
antisipasi, rekognisi, evaluasi, dan pengendalian faktor-faktor lingkungan
kerja atau stress yang timbul di atau dari tempat kerja yang dapat
menyebabkan sakit, gangguan kesehatan, dan kesejahteraan atau
ketidaknyamanan pada pekerja maupun masyarakat. Tujuan dari hygiene
industri adalah mencegah timbulnya kecederaan dan penyakit akibat kerja
melalui usaha, mengantisipasi (anticipation), mengenal (recognition),
menilai (evaluation), dan mengendalikan (control) bahaya kesehatan di
lingkungan kerja (Occupational health hazards) serta menciptakan kondisi
tempat dan lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman, memberikan
keuntungan kepada perusahaan dan pekerja, guna meningkatkan derajat
kesehatan atau moral pekerja dan produktivitas kerja.
Bahaya Kesehatan di Lingkungan Kerja Bahaya kesehatan dibagi
menjadi 5 (lima) kelompok, yaitu. a. Kelompok fisik yang meliputi
kebisingan, penerangan, cuaca kerja, kelembapan, getaran, radiasi, dan
50

tekanan udara. b. Kelompok kimia yang meliputi gas, uap, debu, kabut,
fume, asap, awan, cairan dan benda padat. c. Kelompok biologi meliputi
baik dari golongan hewan ataupun tumbuhan baik yang bersel satu atau
lebih. d. Kelompok fisiologi atau ergonomic, seperti konstruksi mesin,
sikap dan cara kerja yang salah, dan hubungan pekerjaan dengan
lingkungan kerja yang tidak sesuai. e. Kelompok psikologi, seperti
suasana kerja yang tidak baik, hubungan antar pekerja yang kurang
harmonis, pemilihan kerja yang tidak sesuai dan lain-lain.
Mengantisipasi Bahaya (Hazards Anticipation) dengan beberapa
langkah. Beberapa langkah dalam mengantisipasi bahaya (hazards
anticipation), yaitu. a. Melakukan pemetaan bahaya kesehatan kerja. b.
Mengadakan inventarisasi Occupational Health Hazard (fisik, kimia,
biologi, ergonomic dan psikologi). c. Mengidentifikasi Occupational
Health Hazard (fisik, kimia, biologi, ergonomi, dan psikologi). d.
Melakukan walkthrough survey. e. Mempelajari proses alur produksi f.
Mempelajari referensi unit kerja terkait. 3.1.4 Mengenal Bahaya (Hazards
Recognition) Beberapa langkah dalam mengenal bahaya (hazard
recognition), yaitu. a. Mengenal bahaya kesehatan kerja. b. Membangun
file MSDS (Material Safety Data Sheet) dan membantu pembuatan MSDS
utnuk produk perusahaan. c. Mengenal production flow dengan berbagai
permasalahan industrial hygiene-nya. d. Mengenal peralatan keselamatan
kerja guna penyesuaian pemakaian dan pemeliharaannya. e. Membuat self-
assessment kondisi industrial hygiene di unit operasi secara berkala. f.
Mengetahui atau memahami peraturan atau perundangan
Menilai Bahaya (Hazards Evaluation) pun dengan beberapa
langkah. Beberapa langkah dalam menilai bahaya (hazards evaluation),
yaitu. a. Mengumpulkan data kualitatif lingkungan kerja (sistem
pencacatan dan pelaporan hazards identification). b. Mengadakan
pemantauan atau monitoring terhadap potensi bahaya kesehatan
(kuantitatif). c. Mengadakan analisa data untuk penetapan suatu
rekomendasi. d. Melaksanakan audit terhadap upaya hygiene industri. e.
51

Membuat rekomendasi terhadap hasil analisa / pemantauan kondisi


lingkungan kerja. f. Industrial Hygiene Risk Assessment. 3.1.6
Mengendalikan Bahaya (Hazards Control) Beberapa langkah dalam
mengendalikan bahaya (hazards control), yaitu. a. Memonitor pengadaan
alat pengendali bahaya kesehatan kerja. b. Membuat prosedur untuk upaya
pencegahan penyakit akibat kerja. c. Memantau realisasi rekomendasi
untuk meningkatkan kondisi lingkungan kerja. d. Membuat program
komunikasi bahaya. e. Menjembatani pemecahan masalah antara unit kerja
dan permasalahan kesehatan karyawan. f. Melaksanakan program
perlindungan saluran pernapasan. g. Pengawasan penggunaan APD. 3.1.7
Manfaat Program Higiene Industri Berikut beberapa manfaat dari program
hygiene industri, yaitu. a. Menjembatani pemecahan masalah antar unit
kerja atau lingkungan kerja dengan bagian kesehatan dalam mencegah
penyakit akibat kerja. b. Memberikan data yang dibutuhkan bagi dokter
perusahaan untuk mengambil keputusan yang berkenaan dengan
mendiagnosa penyakit akibat kerja. c. Melindungi pekerja dari paparan
bahaya kesehatan dan merekomendasikan pengendalian yang dibutuhkan.
d. Menekan biaya kompensasi yang dikeluarkan perusahaan dikarenakan
adanya tuntutan atau keluhan pekerja. e. Meningkatkan produktivitas,
karena meningkatnya kualitas lingkungan kerja. f. Meningkatkan efisiensi
kerja pekerja dikarenakan adanya penyesuaian mesin produksi dengan
kapasitas dan antropometri pekerja. g. Berkurangnya jumlah pekerja yang
absen karena sakit dan kecelakaan.
Ergonomi adalah ilmu tentang menyesuaikan kondisi tempat kerja
serta pekerjaan dengan kemampuan pekerja. Sebagai contohnya, risiko
ergonomis pada pekerjaan yang membutuhkan pengerahan tangan yang
berulang, kuat atau berkepanjangan seperti mengangkat, mendorong,
menarik atau membawa benda berat dan postur janggal yang terus
menerus. Tingkat risiko berdasarkan pada intensitas, frekuensi, dan durasi
paparan, oleh karena itu, pekerjaan ini dapat menimbulkan risiko
gangguan musculoskeletal.
52

Muskoloskeletal Disorders (MSDs) Muskuloskeletal disorders


(MSDs) itu sendiri merupakan gangguan pada otot, saraf, tendon,
ligament, sendi, tulang rawan atau cakram tulang belakang. Contohnya
meliputi nyeri punggung bawah, nyeri leher, carpal tunnel syndrome dan
tendinitis. Gangguan ini berkembang secara bertahap dari waktu ke waktu,
bukan akibat kejadian secara instan seperti terpleset, tersandung dan
terjatuh. Diagnosa gangguan ini dapat bervariasi mulai dari ringan,
intermiten hingga melemahkan dan kronis.
Ciri khasnya dapat dilihat terutama dari lokasi nyeri seperti LBP
dan carpal tunnel syndrome. Tanda dan gejala MSDs dapat berupa rasa
sakit, pembengkakan, peradangan, kesemutan atau mati rasa, sensasi
terbakar, kekakuan sendi, dan menjadi putih. Pengenalan dan pelaporan
dini merupakan kunci untuk mencegah MSD di lingkungan kerja.
Beberapa pekerjaan seperti lingkungan kerja dan kinerja yang memberikan
kontribusi yang signifikan serta kondisi kerja dapat mengakibatkan
gangguan muskuloskeletal.
Segala gangguan dapat diatasi dengan pengendalian yang tepat saat
bekerja, seperti pengendalian teknik, pengendalian administratif, dan
peralatan perlindungan diri APD. a. Pengendalian teknik dapat berupa
meningkatkan desain workstation serta menggunakan peralatan dan
perlengkapan yang lebih baik. b. Pengendalian administrative dapat berupa
istirahat atau jeda kerja yang cukup, rotasi pekerja, pengurangan kecepatan
kerja, dan pelatihan kesadaran ergonomic. c. Peralatan perlindungan diri
(APD) dapat berupa menggunakan knee pads untuk melindungi lutut.
Higiene industri merupakan kegiatan yang terpadu komponen
penting dalam progran k3dalam program k3 program higiene industri
mencakup kegiatan antisipasi, rekognisi, evaluasi, dan pengendalian,
higiene industri bertujuan mencegah penyakit akibat kerja dan kecederaan
karena kec. Kerja program higiene industri perlu di standarisasi, sesuai
kebutuhan manfaat program higiene industry Menjembatani pemecahan
masalah antara unit kerja atau tempat/ Iingkungan kerja dengan bagian
53

kesehatan dalam mencegah penyakit akibat kerja.


Memberikan data yang diperlukan bagi dokter perusahaan guna
mengambil keputusan yang berkenaan dengan diagnose penyakit akibat
kerja. Melindungi pekerja dan paparan bahaya kesehatan dan
merekomendasikan pengendalian yang diperlukan. Menekan biaya
kompensasi yang dikeluarkan perusahaan akibat adanya tuntutan atau
keluhan pekerja Meningkatkan produktMtas, karena meningkatnya
kualitas Iingkungan kerja Meningkatkan efisiensi kerja pekerja karena
adanya penyesuaian mesin produksi dengan kapasitas dan antropometn
pekerja. Berkurangnya jumlah pekerja yang absen karena sakit dan
kecelakaan. Pengenalan Lingkungan Kerja
a. Secara kualitatif mengetahui kemungkinan bahaya potensial dari
proses produksi
b. Menentukan lokasi potensi bahaya , alat, metode pengujian
c. Mengetahui jumlah pekerja terpapar
Penilaian Lingkungan Kerja Dapat dilakukan pengukuran,
pengambilan sampel, analisis di laboratorium. Sehingga dapat ditentukan :
Penerapan metode teknik tertentu untuk menurunkan tingkat faktor
bahaya lingkungan Sampai batas ditolerir bagi pekerja. Pengujian
lingkungan Kerja, tujuan :
a. Menentukan paparan pekerja oleh faktor lingkungan Kerja
b. Efektivitas alat pengendali di perusahaan
c. Meneliti tempat kerja dg memperhatikan keluhan tenaga kerja dan
gangguan kesehatan pekerja
d. Untuk riset pengembangan ilmu
e. Tercapai upaya peningkatan derajat kesehatan pekerja dan
produktifitas pekerja.

2. Penyediaan dan Pemantauan Alat Pelindung Diri (APD)


Kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian yang tidak terduga
dan tidak diharapkan. Jika petugas laboratorium tidak menggunakan alat
54

pengaman, maka akan semakin besar kemungkinan terjadinya risiko


kecelakaan Pada umumnya, kecelakaan menyebabkan kerugian material
dan penderitaan dari yang paling ringan sampai dengan yang paling berat.
Untuk menghindari risiko dari kecelakaan sebaiknya dilakukan tindakan
pencegahan seperti pemakaian Alat Pelindung Diri atau biasa disingkat
dengan APD. Alat Pelindung diri merupakan kelengkapan yang wajib
dipakai saat bekerja disesuaikan dengan bahaya dan risiko kerja dengan
tujuan untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang yang
berada di sekelilingnya. Kewajiban ini telah disepakati oleh pemerintah
melalui Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia.
Alat Pelindung Diri Jenis APD ada banyak macamnya
berdasarkan bagian tubuh yang dilindunginya. Penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) di laboratorium/perusahaan ditentukan berdasarkan kesesuaian
dengan potensi bahaya yang ada di sekelilingnya. Beberapa Alat
Pelindung Diri (APD) yang dapat dipilih sesuai dengan jenis dan tempat
kerja, yaitu.
a. Kacamata pengaman (safety glasses), berfungsi untuk melindungi
mata ketika bekerja.
b. Penutup telinga (earplug / earmuff) berfungsi untuk melindungi
telinga di tempat yang bising saat bekerja.
c. Helm pengaman (safety helmet) berfungsi untuk melindungi kepala
dari benda yang bisa menghantam kepala secara langsung.
d. Tali pengaman (safety harness) berfungsi sebagai alat pengaman
supaya tidak terjatuh saat bekerja di tempat yang tinggi.
e. Sepatu pelindung (safety shoes) berfungsi sebagai alat pelindung kaki
akibat tertusuk atau tertimpa benda berat, panas dan cairan kimia.
Biasanya safety shoes dibuat dengan menggunakan bahan yang tebal
dan kuat serta dilapisi dengan logam.
f. Sarung tangan berfungsi sebagai alat pelindung tangan ketika bekerja
di tempat atau pada kondisi yang dapat mengakibatkan cedera pada
tangan. g. Masker (respirator) berfungsi untuk menyaring udara yang
55

akan dihirup saat bekerja di tempat yang berpolusi (misalnya berdebu


dan beracun).
g. Pelindung wajah (face shield) berfungsi untuk melindungi wajah dari
percikan benda asing seperti saat menggerinda dan mengelas.
h. Jas hujan (rain coat) berfunsi untuk melindungi badan dari percikan
air ketika bekerja.
Alat Pelindung Kepala Persyaratan safety helmet dengan
mengacu pada standar Ansi Z89.1-1981, yaitu.
a. Tipe helmet dengan bentuk konstruksi cetakan atau tanpa adanya
sambungan.
b. Memiliki penyangga yang disebut dengan Ratchet.
c. Dapat disesuaikan atau diatur.
d. Memiliki sweatband baik secara permanen atau dapat ditukar atau
dapat diganti.
Helm Tipe I Helm Tipe II Bentuk pinggiran Pinggiran kontinu
dengan lebar sedikitnya 1.25 inci Tanpa pinggiran tetapi dengan ujung
bagian depan yang melebar maju dari cangkangnya. Kriteria Memenuhi
persayaratan ANSI terhadap tumbukan dari atas dan persyaratan daya
tahan tembus. Memenuhi persyaratan baik tumbukan dari atas maupun
dari samping. Bagian dalamnya terbuat dari Expanded Polystyrene (EPS)
Alat Pelindung Telinga Alat pelindung telinga digunakan untuk
mengurangi intensitas suara yang masuk ke dalam telinga (melindungi dari
kebisingan saat bekerja). Disamping itu, dapat juga berfungsi untuk
melindungi pemakainya dari bahaya percikan api atau logam panas
terutama pada alat pelindung telinga jenis tutup telinga, earmuff. Terdapat
2 (dua) jenis alat pelindung telinga yaitu penyumbat telinga (earplug) dan
tutup telinga (earmuff) yang lebih efektif dibandingkan penyumbat telinga.
Alat Pelindung Badan Pakaian pelindung khusus biasanya
digunakan untuk meminimalisir dampak dari bahan kimia berbahaya,
panas berlebihan, temperature yang dingin, benturan, benda tajam dan
radiasi.
56

Berikut penjelasan bahan yang digunakan untuk pelindung badan


berdasarkan potensi bahaya.
a. Baju berbahan kulit : memberikan perlindungan terhadap panas dan
percikan-percikan dari logam panas, dan juga perlindungan terhadap
benturan, radiasi ultraviolet dan inframerah.
b. Penutup badan dari bahan wool : terhadap logam panas, radiasi panas,
atau bahaya lidah api yang disebabkan oleh pekerjaan pengelasan.
c. Alumunium : memantulkan kembali panas dan mengisolasi panas dari
luar yang mana penting untuk pelapis pakaian pekerja yang bekerja
pada temperature tinggi.
d. Pakaian kerja dengan bahan tahan api : baik untuk lingkungan kerja
yang memiliki bahan mudah terbakar seperti minyak dan gas bumi.
e. Pakaian kerja dari bahan katun : dapat melindungi terhadap nyala api
atau percikan api.
Alat Pelindung Kaki dapat terbuat dari kulit yang dilapisi asbes
atau krom. Sepatu keselamatan pada umumnya dilengkapi dengan baja
diujungnya dan sepatu karet anti listrik. Sepatu pelindung (safety shoes)
ini berfungsi untuk melindungi kaki dari benturan atau tusukan atau irisan
atau goresan benda tajam, larutan bahan kimia, temperatur yang ekstrim
baik terlalu tinggi maupun rendah, kumparan kawat-kawat yang beraliran
listrik, serta lantai licin agar tidak jatuh (terpeleset).
Alat pelindung tangan seperti sarung tangan/gloves, mitten/holder,
pads dapat terbuat dari bahan karet, kulit, dan kain katun. Sedangkan
manfaat dari alat pelindung tangan adalah melindungi tangan dari
temperatur atau suhu yang ekstrim panas/terlalu dingin, zat kimia yang
berbahaya, benda-benda berat atau tajam dan kontak listrik.
Alat Pelindung Muka dan Mata Persyaratan dari OSHA mengenai
alat pelindung muka dan mata, antara lain sebagai berikut.
a. Menggunakan pelindung muka atau mata yang tepat.
b. Perlindungan mata juga harus dapat memberikan perlindungan pada
bagian samping.
57

c. Menggunakan perlengkapan yang mempunyai perlindungan atau


tingkat kegelapan yang sesuai dengan pekerjaan.
Google, pengikat fleksibel, ventilasi regular, google, pengikat
fleksibel, ventilasi bertudung.google, pengikat bisa diatur, body kaku,
kacamata, kerangka logam, dengan pelindung samping, kacamata,
kerangka plastik, dengan pelindung samping, kacamata, kerangka
campuran plastic-logam, dengan pelindung samping, google las, lensa
gelap, google las, tipe coverspec, dan berlensa gelap, google las, tipe
coverspec, lensa gelap, pelindung muk, Face shield untuk mengelas.
Alat Pelindung Tali Pengaman Tali pengaman (safety harness)
merupakan sebuah alat yang dipersyaratkan OSHA, tidak mencegah
seseorang terjatuh akan tetapi menahan korban bergantung di atas ketika ia
jatuh dari ketinggian sehingga tidak sampai atau menyentuh permukaan
lantai atau tanah.
Alat pelindung pernapasan termasuk ke dalam tiga kelas, yaitu. a.
Kelas 1 : masker penyaring udara Pembersih penyaring mekanis Alat
pernapasan dengan catridge kimia Kombinasi filter mekanik dan filter
kimia  Masker gas. b. Kelas 2 : alat bantu pernapasan dengan suplai
udara. Airline respirator. Respirator – aliran konstan Respirator –
aliran yang dibutuhkan. Respirator – tekanan yang dibutuhkan. c. Kelas
3 : alat bantu pernapasan dengan tabung udara.

3. Hygiene Industri Teknik Pengukuran Bahaya

4. Peralatan dan Pengukuran Bahaya sebagai Industrial Hygiene

Alat Higiene Industri menurut keperluan dan pembacaannya yaitu :


a. Peralatan yang hasilnya bisa dibaca secara langsung (direct reading).
b. Peralatan yang masih memerlukan media/analysis sebagai pembantu untuk
penilaian (indirect reading).
c. Peralatan untuk mengambil sample saja, pembacaan dan analisis dilakukan
di lab
58

DIRECT MEASUREMENT (CONTOH)


Hazards General air Pekerja
Kebisingan SLM NDM
Heat WBGT PHM
Radiasi Survey Meter TLD. Dosepen.dll
Pencahayaan Lux meter -
Chemicals Ch. Detector -
Keterangan :
NDM = Noice Dosimeter
WGBT = Wet Bulb Globe Temperature)
PHM = Personal Heat Monitor
TLD = Termoluminesensi Dosimeter
Berikut alat pengukuran faktor lingkungan :
a. Kebisingan
1) Sound Level Meter & Analyzer
2) Noise Dossimeter
3) Level Recorder

b. Getaran

1) Vibrasi meter yang setara dengan Sound Level Meter & Analyzer
2) Vibratometer

c. Cuaca kerja • Whirling psychrometer (Casella).

1) Psychrometer motor driven.


2) Silver kata thermometer.
3) Thermometer bola basah & kering.
4) Globe thermometer
5) Weather station & Mini anemo meter.

d. Radiasi • Survey meter.

1) Film Badge Monitoring.


2) Pen dossimeter.
3) Ultra violet exposuremeter
59

4) Microwave survey meter.


e. Penerangan
1) Light meter (lux meter)
2) Photo meter
3) Brightness meter
f. Gas

1) Kitagawa/drager/gastec Gas Detector.


2) Oxigen,CO,C02,H2S Indicator (direct reading).
3) Organic Vapor Monitor
4) Charcoal tube
5) Impinger.
6) Vacuum pump dan assesorisnya.
7) Lead in air kit analyzer.
8) Portable Gas Chromatography

g. Ventilasi

1) Fane anemometer
2) Mini anemometer
3) Incline Manometer
4) Gas Analyzer.

h. Dust/ Debu/Asbest

1) Grafimetric dust sampler dan asesoris (cyclone, sample head dan filter).
2) Dust counter.
3) Timbangan.
4) Stereo microscope
5) Polaryze microscope
i Mikrobiologi
1) Active Sampler with Cascade Impacter.
2) Membrane filter
3) Mikroscope
60

Soal latihan :
1. Bagaimana cara mengatasi resiko kebisingan saat bekerja ?
2. Bagaimana cara mengatasi stress saat bekerja ?
3. Bagaimana cara mengatur posisi kerja yang nyaman ?

Jawaban:

STOP
SELESAIKAN SOAL EVALUASI DULU
SEBELUM KE HALAMAN BE RIKUTNYA
61

Kunci Jawaban
1. Cara mengatasi kebisingan saat kerja

a. Memulai Hearing Conservation Program

1) Memantau Paparan kebisingan : Pengukuran kebisingan periodic,


paling sediit tahunan
2) Engineering and administrative control

b. Memasang insulator jika memungkinkan


c. Membuat peraturan yang yang sesuai terkait jam kerja,, PPE, and MCU

d. Audiometry Evaluation
1) Konduksi udara diikuti oleh Air bone conduction untuk diagnose
2) Paling sedikit dilakukan ahunan
e. Pendidikan dan Motivasi

1) Promosi pendidikan untuk para pekerja


2) Memanmbah kepedulian
3) Program Evaluation/audit program

2. Mengatasi stress saat kerja


a. Sediakan air minum yang cukup untuk pekerja dengan kegiatan di luar
ruangan Minum sedikit tapi sering
b. Kegiatan di plant gas lebih dari 2 jam harus menyediakan air minum
minimal 1400 - 1500 cc (minum 130 - 140 cc tiap 20 menit)
c. Air minum dingin (<15 derajat celcius)
d. Hindari kafein sebelum dan selama aktivitas
3. Mengatur poisisi kerja yang nyaman
a. Aklimatisasi dan Istirahat Istirahat
b. Pekerja baru harus menghindari bekerja di luar ruangan dengan 100%
beban kerja pada hari pertama (lakukan program peningkatan bertahap
untuk meminimalkan risiko dehidrasi)
62

c. Istirahat harus dilakukan setiap 4 jam tanpa terpapar panas saat istirahat
Pemantauan keluhan kesehatan
d. Promosi kesehatan keluhan kesehatan yang berhubungan dengan stres
panas kepada pekerja
e. Jaminan status kesehatan sebelum bekerja di luar ruangan
f. Alarm keluhan kesehatan individu saat bekerja di luar ruangan
g. Mendidik posisi kerja yang baik 9. Didik bagaimana mengatur kursi dan
meja 10. Istirahat singkat 11. Minimalkan silau 12. Organisasi meja
63

PEMBELAJARAN IV

RISIKO DAN BAHAYA LINGKUNGAN KERJA

A) TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Instruksional Umum:
Memahami tentang risiko dan bahaya lingkungan kerja

Tujuan Instruksional Khusus:


Setelah mempelajari modul Pembelajaran IV ini, mahasiswa diharapkan:
4. 1. Mampu menjelaskan tentang implementasi health risk
5. 2. Mampu mengidentifikasi bahaya
6. 3. Mampu melakukan isolasi energi

B) AKTIVITAS
1. Bacalah dengan cermat materi dalam modul ini
2. Sebaiknya modul ini dipelajari secara berkelompok, tetapi jika
tidak memungkinkan sadara dapat mempelajari sendiri
3. Sebelum membaca modul ini perlu difahami terlebih dahulu
indikator pembelajaran
4. Kerjakan semua evaluasinya
64
65

C) MATERI

RISIKO DAN BAHAYA LINGKUNGAN KERJA

1. Implementasi Health Risk

"Risiko" adalah akibat atau konsekuensi dari bahaya dan paparan.


Dengan demikian risiko dapat dikurangi dengan mengendalikan atau
menghilangkan bahaya atau dengan mengurangi paparan yang mengenai
pekerja. Penilaian risiko membantu pengurus memahami bahaya yang
ada di tempat kerja mereka dan memprioritaskan bahaya untuk segera
dilakukan pengendalian secara permanen.
Manajemen Risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
adalah suatu upaya mengelola risiko untuk mencegah terjadinya
kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehensif, terencana dan
terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik. Secara umum, manajemen
Risiko didefinisikan sebagai proses, mengidentifikasi, mengukur dan
memastikan risiko dan mengembangkan strategi untuk mengelolah risiko
tersebut. Dalam hal ini manajemen risiko akan melibatkan proses-proses,
metode dan teknik yang membantu manajer proyek maksimumkan
probabilitas dan konsekuensi dari event positif dan minimasi probabilitas
dan konsekuensi event yang berlawanan. Dalam manajemen proyek,
yang dimaksud dengan manajemen risiko proyek adalah seni dan ilmu
untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan merespon risiko selam umur
proyek dan tetap menjamin tercapainya tujuan proyek. Proses
Manajemen Risiko Proses yang dilalui dalam manajemen risiko adalah:
1. Perencanaan Manajemen Risiko, perencanaan meliputi langkah
memutuskan bagaimana mendekati dan merencanakan aktivitas
manajemen risiko untuk proyek. 2. Identifikasi Risiko, tahapan
selanjutnya dari proses identifikasi risiko adalah mengenali jenis-jenis
risiko yang mungkin (dan umumnya) dihadapi oleh setiap pelaku bisnis.
3. Analisis Risiko Kualitatif, analisis kualitatif dalam manajemen risiko
66

adalah proses menilai (assessment) impak dan kemungkinan dari risiko


yang sudah diidentifikasi. Proses ini dilakukan dengan menyusun risiko
berdasarkan efeknya terhadap tujuan proyek. Skala pengukuran yang
digunakan dalam analisa kualitatif adalah Australian Standard/New
Zealand Standard (AS/NZS) 4360:2004.
Skala pengukurannya sebagai berikut: A : Hampir pasti terjadi
dan akan terjadi di semua situasi (almost certain) B : Kemungkinan akan
terjadi di semua situasi (likely) C : Moderat, seharusnya terjadi di suatu
waktu (moderate) D : Cenderung dapat terjadi di suatu waktu (unlikely)
E : Jarang terjadi (rare) Skala pengukuran analisa konsekuensi menurut
NA/NZS 4360:2004 Tidak Signifikan : tanpa kecelakaan manusia dan
kerugian materi. Minor : bantuan kecelakaan awal, kerugian materi yang
medium. Moderat : diharuskan penanganan secara medis, kerugian materi
yang cukup tinggi. Major : kecelakaan yang berat, kehilangan
kemampuan operasi/ produksi, kerugian materi yang tinggi. Bencana
kematian : bahaya radiasi dengan efek penyebaran yang luas, kerugian
yang sangat besar. Evaluasi tingkatan resiko ditabelkan dan dapat dilihat
pada Tabel 1. 4. Analisis Risiko Kuantitatif adalah proses identifikasi
secara numeric probabilitas dari setiap risiko dan konsekuensinya
terhadap tujuan proyek. 5. Perencanaan Respon Risiko, Risk response
planning adalah proses yang dilakukan untuk meminimalisasi tingkat
risiko yang dihadapi sampai batas yang dapat diterima. 6. Pengendalian
dan Monitoring Risiko, langkah ini adalah proses mengawasi risiko yang
sudah diidentifikasi, memonitor risiko yang tersisa, dan
mengidentifikasikan risiko baru, memastikan pelaksanaan risk
management plan dan mengevaluasi keefektifannya dalam mengurangi
risiko. Manajemen Risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Manajemen Risiko K3 adalah suatu upaya mengelola risiko untuk
mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara
komprehensif, terencana dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang
baik. Sehingga memungkinkan manajemen untuk meningkatkan hasil
67

dengan cara mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang ada. untuk


meningkatkan hasil dengan cara mengidentifikasi dan menganalisis risiko
yang ada (Soputan, GEM., 2014).
Identifikasi resiko para pekerja dengan cara khusus aspek Kesehatan untuk
mengatasinya menggunakan beberapa standards :
a. Permenaker
b. ACGIH
c. OGP
d. SIPL
e. Permenaker No. 13 year 2011
f. Semi Quantitative analysis method
Monitoring didefenisikan sebagai aktivitas yang terkait dengan
kesehatan pekerja, yang dilakukan secara sistematis atau berulang -ulang yang
dirancang untuk kemudian dapat dilakukan tindakan perbaikan atau koreksi
batasan yang dipakai, sesuai:
a. Batasan-batasan ditentukan oleh NIOSH, atau
b. Sesuai batasan-batasan ditentukan oleh OSHA, atau
c. Sesuai batasan-batasan ditentukan oleh CAOHC, atau
d. Sesuai batasan-batasan ditentukan oleh NAB yang dtetapkan oleh
Pemerintah RI (Menteri Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI)

2. Identifikasi Bahaya

Sebagai seorang pekerja kita yang peduli tentang Keselamatan dan


Kesehatan Kerja, kemampuan untuk identifikasi bahaya dan resiko adalah
kemampuan wajib. Dengan mengidentifikasi bahaya dan resiko, kita dapat
menawarkan pengendalian agar bahaya tersebut tidak menimbulkan kerugian bagi
pekerja.
Salah satu "penyebab utama" kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
adalah kegagalan untuk mengidentifikasi atau mengenali bahaya yang ada, atau
bahaya yang sebenarnya dapat dicegah di tempat kerja.─ Occupational Safety and
Health Administration (OSHA)
68

Gambar 4.1 Pekerja berada dalam lingkungan kerja yang memiliki resiko bahaya
Menurut OSHA, unsur penting dalam setiap program keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) yang efektif adalah melaksanakan identifikasi bahaya dan
penilaian risiko yang proaktif dan berkelanjutan.
Identifikasi bahaya dan penilaian risiko merupakan salah satu tahap
perencanaan dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3)
yang diwajibkan dalam standar ISO 45001:2018 maupun standar PP No.50 Tahun
2012 terkait SMK3.
Identifikasi bahaya adalah upaya untuk mengetahui, mengenal, dan
memperkirakan adanya bahaya pada suatu sistem, seperti peralatan, tempat kerja,
proses kerja, prosedur, dll.
Penilaian risiko adalah proses penilaian suatu risiko dengan
membandingkan tingkat/kriteria risiko yang telah ditetapkan untuk menentukan
prioritas pengendalian bahaya yang sudah diidentifikasi.
Sesuai ISO 45001:2018, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan
pengurus dan pekerja dalam melakukan identifikasi bahaya dan penilaian risiko di
tempat kerja, di antaranya:
a) Aktivitas rutin dan non-rutin di tempat kerja

b) Aktivitas semua pihak yang memasuki tempat kerja termasuk kontraktor,


pemasok, pengunjung, dan tamu

c) Perilaku manusia, kemampuan, dan faktor manusia lainnya

d) Bahaya dari luar lingkungan tempat kerja


69

e) Bahaya yang timbul di tempat kerja, meliputi:

Tabel 1 Potensi bahaya didasarkan pada dampaknya terhadap pekerja


Kategori A Kategori B Kategori C Kategori D
Potensi bahaya yang Potensi bahaya yang Risiko terhadap Potensi bahaya yang
menimbulkan risiko jangka menimbulkan risiko kesejahteraan atau menimbulkan risiko
panjang pada kesehatan. langsung pada kesehatan sehari-hari. pribadi dan psikologis.
keselamatan.
Bahaya kimia Kebakaran Air Minum Pelecehan, termasuk
(debu, uap, gas, asap) Listrik Toilet dan fasilitas intimidasi dan
Bahaya biologis (penyakit Potensi bahaya mencuci pelecehan seksual
dan gangguan oleh virus, mekanik (tidak adanya Ruang makan atau kantin Terinfeksi HIV/AIDS
bakteri, binatang dsb.) pelindung mesin) P3K di tempat kerja Kekerasan di tempat
Bahaya fisik (kebisingan, Tata graha/ house Transportasi kerja
penerangan, getaran, iklim keeping (penataan dan Stres
kerja, terpeleset, tersandung, perawatan buruk pada Narkoba di tempat kerja
dan jatuh) peralatan dan
Bahaya ergonomi (posisi lingkungan kerja)
duduk, pekerjaan berulang-
ulang, jam kerja yang lama)
Potensi bahaya lingkungan
yang diakibatkan oleh
polusi/limbah yang
dihasilkan perusahaan.
Sumber: ilo.org
f) Infrastruktur, peralatan dan material, baik yang disediakan perusahaan
maupun pihak lain yang berhubungan dengan perusahaan
g) Perubahan pada organisasi, aktivitas atau material yang digunakan
h) Perubahan pada sistem manajemen K3 termasuk perubahan yang bersifat
sementara dan berdampak terhadap operasi, proses, dan aktivitas kerja
i) Kewajiban perundangan-undangan terkait penilaian risiko dan tindakan
pengendalian
j) Desain tempat kerja, proses, instalasi mesin/peralatan, prosedur
operasional, dan organisasi kerja.
Beberapa bahaya, seperti tata graha dan bahaya tersandung, harus
segera dilakukan tindakan pengendalian ketika bahaya ditemukan. Tindakan
pengendalian ini bertujuan untuk meminimalkan bahaya dan risiko di tempat
kerja, serta memastikan keselamatan dan kesehatan semua orang yang terlibat
dalam kegiatan organisasi.
Dalam sistem manajemen K3 yang baik tidak hanya melihat salah satu
bahaya dan pengendalian saja, tapi membuat sebuah sistem atau prosedur
70

yang tepat yang memungkinkan semua bahaya dan risiko di tempat kerja
teridentifikasi dan pengendaliannya dilaksanakan secara berkelanjutan.

Berikut langkah-langkah identifikasi bahaya dan penilaian risiko


berdasarkan standar OSHA, di antaranya:
a. Kumpulkan semua informasi mengenai bahaya yang ada di tempat kerja

Kumpulkan, atur, dan tinjau segala informasi tentang bahaya di


tempat kerja untuk menentukan potensi bahaya yang mungkin ada atau
kemungkinan pekerja terpapar atau berpotensi terpapar bahaya tersebut.

Gambar 4.2 Dokumen informasi bahaya

Informasi terkait bahaya yang tersedia di tempat kerja biasanya meliputi:


1) Panduan manual pengoperasian mesin dan peralatan

2) Material Safety Data Sheet (MSDS) yang disediakan oleh produsen bahan
kimia

3) Laporan inspeksi langsung di lapangan dan laporan inspeksi dari lembaga


pemerintah atau tim audit

4) Catatan kecelakaan dan penyakit akibat kerja sebelumnya, serta laporan


investigasi kecelakaan kerja

5) Catatan dan laporan kompensasi pekerja yang mengalami kecelakaan atau


terkena penyakit akibat kerja
71

6) Pola kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang sering terjadi

7) Hasil pemantauan terkait paparan, penilaian kebersihan industri (industrial


hygiene), dan rekam medis pekerja

8) Program K3 yang ada mencakup lockout/tagout, ruang terbatas, proses


manajemen keselamatan, alat pelindung diri (APD) dll.

9) Saran dan masukan dari pekerja, survei atau notulen pada pertemuan
komite K3

10) Hasil analisis Job Hazard Analysis (JHA), juga dikenal sebagai Job Safety
Analysis (JSA).

b. Lakukan inspeksi secara langsung untuk menemukan potensi bahaya


yang ada di tempat kerja

Kemungkinan besar bahaya akan muncul seiring dengan adanya


perubahan area/proses kerja, mesin atau peralatan tidak memadai, pengabaian
tindakan pemeliharaan/perbaikan, atau tata graha yang tidak terlaksana dengan
baik.
Meluangkan waktu untuk memeriksa area kerja secara langsung dan
berkala dapat membantu Anda mengidentifikasi adanya bahaya baru atau
bahaya yang timbul berulang kali, untuk segera dilakukan pengendalian
sebelum terjadi kecelakaan kerja.
1) Lakukan inspeksi rutin terhadap semua operasi kerja, peralatan, area kerja,
dan segala fasilitas yang terdapat di area kerja

2) Libatkan pekerja untuk ikut berpartisipasi dalam inspeksi dan lakukan


diskusi dengan para pekerja tentang bahaya apa saja yang mereka temukan
di tempat kerja atau yang mereka laporkan

3) Dokumentasikan setiap inspeksi yang dilakukan untuk mempermudah


verifikasi bahaya yang sudah dikendalikan atau diperbaiki. Hasil
72

dokumentasi dapat berupa form, foto atau video pada area kerja yang
terdapat potensi bahaya

4) Inspeksi yang dilakukan mencakup semua bidang dan kegiatan, seperti


penyimpanan dan pergudangan, pemeliharaan fasilitas dan peralatan, dan
kegiatan kontraktor, subkontraktor dan pekerja sementara di tempat kerja

5) Periksa alat-alat berat/ transportasi yang digunakan secara rutin

Gunakan formulir inspeksi potensi bahaya yang telah disediakan. Inspeksi


biasanya mencakup potensi bahaya yang sering terjadi di area kerja, di
antaranya:
a) Tata graha secara umum
b) Terpeleset, tersandung, dan jatuh
c) Bahaya listrik
d) Bahaya dari peralatan
e) Kebakaran dan ledakan
f) Bahaya dari proses/praktik kerja
g) Kekerasan di tempat kerja
h) Ergonomi
i) Prosedur tanggap darurat yang tidak memadai atau bahkan tidak
tersedia.

6) Sebelum mengubah operasi, lokasi kerja, atau alur kerja; membuat


perubahan besar pada organisasi; atau memperkenalkan peralatan,
material, atau proses kerja yang baru, sebaiknya diskusikan dengan
pekerja dan lakukan evaluasi perubahan yang direncanakan dengan
mempertimbangkan bahaya dan risiko terkait.

Banyak bahaya yang dapat diidentifikasi menggunakan metode sederhana.


Pekerja dapat menjadi sumber informasi utama dan sangat berguna dalam
identifikasi bahaya, terutama jika mereka dilatih tentang cara mengidentifikasi
bahaya dan menilai resiko.
73

Bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau tindakan yang


berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cedera pada manusia, kerusakan atau
gangguan lainnya.
Risiko adalah kombinasi atau konsekuensi suatu kejadian yang berbahaya
dan peluang terjadinya kejadian tersebut.

c. Lakukan identifikasi bahaya terhadap kesehatan kerja

Suatu bahaya kesehatan akan muncul bila seseorang kontak dengan


sesuatu yang dapat mengakibatkan gangguan/kerusakan bagi tubuh ketika
terjadi paparan yang berlebihan. Bahaya kesehatan dapat menimbulkan
penyakit yang diakibatkan oleh paparan suatu sumber bahaya di tempat kerja.

Gambar 4.3 Potensi bahaya kesehatan kerja

Potensi bahaya kesehatan tersebut mencakup :


a) faktor kimia (pelarut, perekat, cat, debu beracun, dan lain-lain),
b) faktor fisik (kebisingan, penerangan, getaran, iklim kerja, dan lain lain),
c) bahaya biologis (penyakit menular), dan
d) faktor ergonomi (tugas monoton/berulang,postur canggung, angkat berat,
dan lain lain)
Meninjau rekam medis pekerja dapat membantu Anda dalam
mengidentifikasi bahaya kesehatan yang terkait dengan paparan di tempat kerja.
74

a) Identifikasi bahaya kimia. Lakukan peninjauan pada MSDS dan label


produk untuk mengidentifikasi bahaya bahan kimia yang digunakan di
tempat kerja Anda

b) Identifikasi seluruh aktivitas yang dapat mengakibatkan luka pada kulit


akibat paparan bahan kimia berbahaya/ bahan kimia masuk ke dalam
tubuh melalui penyerapan pada kulit

c) Identifikasi bahaya fisik. Mengidentifikasi paparan kebisingan yang


berlebihan (di atas 85dB), suhu ekstrem (dalam atau luar ruangan), atau
sumber radiasi (bahan radioaktif, sinar-X, atau radiasi frekuensi radio)

d) Identifikasi bahaya biologis. Perhatikan apakah pekerja berpotensi terkena


sumber-sumber penyakit menular, jamur, bersumber dari hewan (bulu atau
kotoran) yang mampu menimbulkan reaksi alergi atau asma akibat kerja

e) Identifikasi bahaya ergonomi. Memeriksa seluruh tahapan aktivitas kerja


yang membutuhkan pengangkatan berat, pengangkatan manual, gerakan
berulang, atau tugas yang berpotensi menimbulkan getaran yang signifikan

f) Lakukan penilaian paparan secara kuantitatif. Bila memungkinkan,


gunakan pemantauan dan pengukuran paparan secara langsung
menggunakan alat khusus

g) Lakukan peninjauan rekam medis untuk mengidentifikasi kasus cedera


pada muskuloskeletal, iritasi kulit atau dermatitis, gangguan pendengaran
akibat bising (GPAB), atau penyakit paru-paru yang terkait dengan
paparan di tempat kerja.

d. Lakukan investigasi pada setiap insiden yang terjadi

Insiden di tempat kerja termasuk kecelakaan kerja, penyakit akibat


kerja, near-misses dan laporan tentang bahaya lainnya, memberikan indikasi yang
jelas tentang di mana bahaya berada.
75

Dengan menyelidiki insiden dan membuat laporan secara menyeluruh,


Anda akan dengan mudah mengidentifikasi bahaya yang kemungkinan besar akan
mengakibatkan sesuatu yang fatal di masa mendatang. Tujuan investigasi adalah
untuk menemukan akar penyebab insiden atau faktor-faktor yang memengaruhi
bahaya, agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
a) Kembangkan rencana dan prosedur yang jelas untuk melakukan investigasi
insiden, sehingga penyelidikan dapat dimulai dengan segera ketika terjadi
insiden. Rencana-rencana tersebut harus mencakup ha-hal seperti:

1) Siapa yang akan terlibat


2) Bagaimana alur komunikasinya
3) Bahan, peralatan, dan perlengkapan apa saja yang dibutuhkan
4) Bagaimana dengan formulir dan template laporan investigasinya
b) Latih tim investigasi tentang teknik investigasi insiden, pemahaman yang
menekankan objektivitas, dan keterbukaan pikiran selama proses
penyelidikan

c) Lakukan investigasi bersama dengan tim yang kompeten, mencakup


perwakilan dari manajemen dan pekerja

d) Lakukan investigasi pada setiap near-misses atau kejadian hampir celaka


yang terjadi

e) Identifikasi dan analisis akar penyebab untuk mengetahui kelemahan


program K3 yang menjadi dasar kemungkinan terjadinya insiden

f) Komunikasikan hasil investigasi kepada manajer, supervisor, dan pekerja


untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali

g) Investigasi insiden yang efektif tidak berhenti pada identifikasi satu faktor
pemicu insiden saja. Tim investigasi biasanya akan mengajukan
pertanyaan, "Kenapa?" dan "Apa yang menjadi penyebab insiden?".
76

Misalnya jika ditemukan akar penyebab kecelakaan ada pada peralatan,


penyelidikan yang baik tentu akan menimbulkan pertanyaan: "Mengapa peralatan
tidak memadai?", "Apakah peralatan dipelihara dengan baik?" dan "Bagaimana
kecelakaan serupa seharusnya dapat dicegah?"
Demikian pula, investigasi kecelakaan yang baik bukan mencari siapa
yang salah dalam insiden, tetapi bagaimana memperbaiki kesalahan tersebut agar
kejadian serupa tidak terulang kembali.
Sesuai regulasi PERMENAKER No. PER.03/MEN/1998 tentang tata cara
pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan, laporan kecelakaan kerja dari pimpinan
unit perusahaan selanjutnya disampaikan kepada Departemen Tenaga Kerja
setempat dalam waktu 2x24 jam. Dapat disampaikan secara lisan sebelum
dilaporkan secara tertulis.

e. Lakukan identifikasi bahaya yang terkait dengan situasi darurat dan


aktivitas non-rutin

Perlu Anda pahami, keadaan darurat dapat menghadirkan bahaya yang


bisa menimbulkan risiko serius bagi pekerja. Aktivitas non-rutin, seperti inspeksi,
pemeliharaan, atau perbaikan juga dapat menghadirkan potensi bahaya. Rencana
dan prosedur perlu dikembangkan untuk merespons secara tepat dan aman
terhadap bahaya yang dapat diduga terkait dengan keadaan darurat dan aktivitas
non-rutin.

Gambar 4.4 identifikasi kemungkinan keadaan darurat


77

Identifikasi kemungkinan bahaya yang dapat timbul dari setiap tahapan


aktivitas ketika keadaan darurat dan aktivitas non-rutin, dengan
mempertimbangkan jenis material dan peralatan yang digunakan serta lokasi
kerjanya. Potensi bahaya biasanya timbul ketika:
a. Kebakaran dan ledakan
b. Penggunaan bahan kimia berbahaya
c. Tumpahan bahan kimia berbahaya
d. Start up (menghidupkan mesin) setelah shut down (mematikan mesin)
yang direncanakan atau tidak direncanakan
e. Aktivitas-aktivitas non-rutin, seperti jarang melakukan aktivitas
pemeliharaan
f. Wabah penyakit
g. Keadaan darurat akibat cuaca atau bencana alam
h. Darurat medis
i. Kekerasan di tempat kerja.

f. Kelompokkan sifat bahaya yang teridentifikasi, tentukan langkah-langkah


pengendalian sementara, dan tentukan prioritas bahaya yang perlu
pengendalian secara permanen

Langkah berikutnya adalah menilai dan memahami bahaya yang


teridentifikasi dan jenis-jenis kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang dapat
timbul akibat bahaya tersebut. Informasi ini dapat digunakan untuk
mengembangkan tindakan pengendalian sementara dan menentukan prioritas
bahaya mana saja yang butuh tindakan pengendalian permanen.
1) Evaluasi setiap bahaya dengan mempertimbangkan tingkat keparahan.
Perhatikan apa saja dampak dari paparan bahaya dan jumlah pekerja yang
mungkin terpapar

2) Gunakan tindakan pengendalian sementara untuk melindungi pekerja


sampai program pencegahan dan pengendalian bahaya secara permanen
dapat diimplementasikan
78

3) Perhatikan tingkat kemungkinan dan tingkat keparahan bahaya untuk


memprioritaskan bahaya atau risiko mana yang harus ditangani terlebih
dahulu. Dalam hal ini, pengurus memiliki kewajiban untuk mengendalikan
semua bahaya yang dapat menimbulkan dampak serius dalam jangka
waktu yang panjang bagi pekerja.

3. Isolasi Energi Berbahaya

Gambar 4.5 Implementasi isolasi energi berbahaya


Sumber : http://www.lotosafetyproducts.com

Energi merupakan hal yang sangat bermanfaat bagi kehidupan


manusia. baik dalam hal makanan bergerak hingga tidur pada saat
sekarang ini tidak dapat dilepaskan dengan energi. Terus kenapa energi
harus diisolasi apa tujuannya?
Isolasi energi sering kita lakukan namun kita kebanyakan tidak
sadar karena sudah jadi kebiasaan saja. contohnya saat mengganti bola
lampu di rumah yang pertama kali kita lakukan adalah memutus saklar
lampu agar tidak kesetrum sama halnya jika kita mau memperbaiki pipa
air yang rusak yang dilakukan pertama-tama tentu menutup kerangan agar
air tidak keluar saat pipanya di perbaiki. Menutup saklar lampu saat
perbaikan lampu ataupun menutup keran saat memperbaiki pipa
79

merupakan tindakan untuk mengisolasi energi berbahaya. Disebut energi


berbahaya karena dapat membahayakan keselamatan seseorang.
Selain dirumah lebih banyak lagi potensi kecelakaan di industri hilir
migas seperti Depot Pengisian Pesawaat Udara (DPPU), Terdapat beberapa
penyebab kecelakaan sehubungan dengan isolasi energi berbahaya, antara
lain:
a. Kesalahan karena tidak mematikan sumber energi.

b. Ketidak sengajaan menghidupkan mesin atau peralatan

c. Ketidak-akuratan pemasangan isolasi terhadap proses fluida (gas atau


cairan).

d. Terlupakannya atau tidak dilakukannya pembuangan sisa-sisa energi


(listrik statik, tekanan sisa dalam peralatan proses gas atau cairan).

e. Area kerja yang belum bebas dari pekerja atau peralatan ringan.

Beberapa contoh pekerjaan yang dapat terpapar dengan energi berbahaya :


a. Pekerjaan perbaikan pompa / kompresor.

b. Pekerjaan penggantian gasket atau filter pada sistem perpipaan yang


dilakukan pada penyaluran bahan bakar avtur tetap disalurkan.

c. Pekerjaan listrik (boks sambungan listrik “Junction Box” panel listrik,


motor listrik, dan lain sebagainya)

Pekerjaan-pekerjaan yang dapat terpapar energi berbahaya seperti


tersebut di atas harus dilakukan isolasi energi berbahaya. Isolasi energi
berbahaya dilakukan sedekat mungkin dengan sumber energi tersebut dan
sejauh mungkin dari tempat dilakukannya pekerjaan perawatan atau perbaikan
mesin.
Isolasi energi berbahaya adalah pengamanan suatu pekerjaan dari
sumber energi berbahaya. Mencegah ketidaksengajaan dalam mengaktifkan
sumber energi berbahaya dengan cara penguncian dan pelabelan (Lock Out
80

Tag-Out). Tujuan dari isolasi energi bahaya dan lock-out tag out (LOTO)
antara lain adalah untuk:
a) Pencegahan kecelakan karena paparan energ berbahaya dengan melakukan
isolasi energi berbahaya yang sesuai.

b) Alat bukti bahwa pelaksanaan isolasi energi berbahaya telah dilakukan


dengan benar.

c) Dihilangkannya kemungkinan terjadinya ketidak sengajaan atas


pengaktifan energi berbahaya yang dapat berkontak langsung dengan
pekerja.

Aturan dan kode industri seperti ANSI 7244.1 mensyaratkan bahwa


suatu sistem isolasi energi setidaknya mempunyai:
a) Sistem identifikasi energi yang harus diisolasi (Penguncian “Lock” dan
Pelabelan “Tag”)

b) Sistem dan prosedur untuk proses isolasi energi sampai dengan aktivasi
energi kembali dengan aman.

c) Tugas dan tanggung jawab yang jelas terhadap isolasi energi.

Prosedur Pelaksanaan Isolasi Energi

Isolasi energi tidak dalam berdiri sendiri pelaksanaannya. Kebutuhan


akan isolasi energi selalu ada ketika akan dilakukan pekerjaan perawatan atau
perbaikan mesin, penggantian katup, atau lain sebagainya. Oleh sebab itu
pelaksanaan isolasi energi selalu diikuti dengan pengajuan surat ijin kerja.
Surat ijin kerja yang diajukan adalah surat ijin kerja untuk perbaikan atau
perawatan mesin, atau penggantian katup, atau pekerjaan lainnya yang
memerlukan isolasi energi berbahaya.
Pelaksanaan isolasi energi berbahaya yang harus disiapkan mencakup:
a) Pemutusan Sumber Energi (Shut-down)

b) Isolasi sumber energi melalui alat isolasi energi


81

c) Penguncian dan pelabelan (Lock-Out Tag-Out) pada alat isolasi energi.


d) Pembuangan energi sisa seperti pembumian (grounding) saluran listrik,
pembuangan sisa tekanan dalam perpipaan “bleed off”
e) Pengujian Isolasi
Sebelum mematikan sumber energi suatu mesin atau peralatan, pekerja
yang melakukan pematian sumber energi harus mengikuti ketentuan berikut ini:

a. Pemutusan Sumber Energi

1) Memahami besar dan tipe energi serta energi yang akan diisolasi.
2) Memastikan alat isolasi yang diperlukan dan ketersediaan alat tersebut di
tempat.
3) Memberi tahu pekerja yang terkait dengan sumber energi tersebut
4) Memahami pengaruh dari pemutusan sumber energi dan dimatikannya
operasi peralatan tersebut
5) Memahami prosedur “shut-down” normal untuk peralatan /mesin.

b. Isolasi Sumber Energi

Isolasi sumber energi dilakukan dengan alat isolasi energi misalnya:


menggunakan penutupan katup, pencabutan sikring, pemasangan pelat penutup
(“blind flange”, “spade”) dan lain sebagainya.
Alat Isolasi energi yang diperlukan untuk mengendalikan energi atau
operasi peralatan/ mesin proses (pompa, kompresor, boiler, heater dan lain
sebagainya) harus diidentifikasi dan dapat digunakan untuk mengisolasi mesin
tersebut dari sumber energi berbahaya (listrik, tekanan gas temperatur gas, sumber
suplai bahan bakar, dan lain sebagainya).
Potensi bahaya yang berkaitan dengan isolasi proses seperti semburan
bahan kimia, semburan api, atau pelepasan gas mudah terbakar atau gas beracun
harus terlebih dahulu diidentifikasi dan dihilangkan. Alat pelindung diri yang
sesuai dengan resiko pekerjaan dalam mengisolasi sumber energi harus ditetapkan
dalam sistem ijin kerja, tersedia di tempat sebelum memulai pekerjaan dan
digunakan ketika akan bekerja.
82

Tindakan tambahan perlu dilakukan untuk sepenuhnya melindungi pekerja


yang melaksanakan tugas mengisolasi sumber energi. Tindakan ini termasuk
melepaskan/mengisolasikan terlebih dahulu elemen sirkuit pengaktif, menutup
saklar pengendalian, menghilangkan pegangan katup untuk mengurangi
kemungkinan kecelakaan kerja.

c. Penguncian dan Pelabelan Alat Isolasi Energi

Penguncian dan pelabelan (Lock-Out Tag-Out) pada alat isolasi energi


untuk mencegah ketidak-sengajaan pekerja lain mengoperasikan/membuka
kembali energi seperti pembukaan katup, pemasangan sekring, atau menyalahkan
listrik melalui stop kontak.
Hanya pekerja yang mempunyai kewenangan dan mengenal/ mengetahui
dengan baik fasilitas, situasi, dan pekerjaan yang akan dilakukan, yang memasang
atau melakukan penguncian dengan peralatan penguncian. Pekerja ini juga yang
boleh memasang label (tag) pada peralatan isolasi.

Gambar 4.6 Peralatan pengunci dan label berbagai macam sumber energi LOTO
83

Gambar 4.7 Peralatan yang telah di isolasi energi dengan LOTO

d. Pembuangan Sisa Energi

Ketika alat penguncian telah terpasang ke semua alat isolasi energi, semua
potensi bahaya energi yang tersimpan dan sisa energi harus dilepaskan, dibuang
agar tidak mencelakakan pekerja. Beberapa contoh pelepasan energi sisa melalui:
a) Membuang energi dalam kapasitor (discharging capacitor).

b) Membuang sisa tekanan gas (bleed off)

c) Membuang sisa listrik statik dengan pembumian (grounding)

d) Pengamanan berat atau kemungkinan gerakan karena energi potensial


(pipa dengan pengganjal atau stopper).

e) Melepaskan tensi dari pegas (spring) dengan membebaskan posisi pegas.

Energi yang tersimpan ini harus dilepas sedemiki hingga tidak ada potensi
sisa energi pada bagian hilir dari titik isolasi. Jika ada kemungkinan ener untuk
kembali terakumulasi sampai tingkat yang membahayakan, verifikasi isolasi harus
diteruskan hingga perbaikan atau perawatan mesin telah selesai atau sampai
kemungkinan terakumulasinyo energi tidak menjadi bahaya lagi.
84

e. Pengujian / Test Isolasi

Pengujian harus dilakukan untuk menetukan apakah energi masih ada,


misalnya dengan mencoba menekan tombol “start” atau pengetesan dengan alat
pengukur listrik (test pen).
Sebelum memulai pekerjaan terhadap mesin atau peralatan yang telah
dikunci dan diberi label (tag), pekerja yang berwenang terlebih dahulu memeriksa
fisik, apakah isolasi dan pemutusan energi telah tercapai untuk memastikan bahwa
peralatan tidak dapat dijalankan atau dinyalakan. Contoh pembuktian termasuk
penyalaan saklar atau tombol “start” memeriksa dengan pengukur tegangan
(voltmeter), membuka katup pembuangan, atau membuat lubang dalam pipa
sebelum melakukan pemotongan pipa. Pekerja yang bekerja pada peralatan yang
telah diisolasi harus secara rutin dan periodik memeriksa energi termasuk
kemungkinan terakumulasinya kembali energi. Hal ini setidaknya harus dilakukan
di awal pekerjaan, di tengah pekerjaan sesaat setelah istirahat dan memulai
pekerjaan pada hari berikutnya
Setelah semua tahapan isolasi energi terlaksana dengan baik, pekerjaan
perbaikan/ perawatan pada peralatan atau mesin yang telah diisolasi tersebut dapat
dimulai.
85

D. Rangkuman
1) Langkah-langkah identifikasi bahaya dan penilaian risiko menurut OSHA:
a) Kumpulkan semua informasi mengenai bahaya yang ada di tempat kerja
b) Lakukan inspeksi secara langsung untuk menemukan potensi bahaya
yang ada di tempat kerja
c) Lakukan identifikasi bahaya terhadap kesehatan kerja
d) Lakukan investigasi pada setiap insiden yang terjadi
e) Lakukan identifikasi bahaya yang terkait dengan situasi darurat dan
aktivitas non-rutin
f) Kelompokkan sifat bahaya yang teridentifikasi, tentukan langkah-
langkah pengendalian sementara, dan tentukan prioritas bahaya yang
perlu pengendalian secara permanen
2) Terdapat beberapa penyebab kecelakaan sehubungan dengan isolasi energi
berbahaya, antara lain:
a) Kesalahan karena tidak mematikan sumber energi.
b) Ketidak sengajaan menghidupkan mesin atau peralatan
c) Ketidak-akuratan pemasangan isolasi terhadap proses fluida (gas atau
cairan).
d) Terlupakannya atau tidak dilakukannya pembuangan sisa-sisa energi
(listrik statik, tekanan sisa dalam peralatan proses gas atau cairan).
e) Area kerja yang belum bebas dari pekerja atau peralatan ringan

3) Tujuan dari isolasi energi bahaya dan lock-out tag out (LOTO) antara lain
adalah untuk:
a) Pencegahan kecelakan karena paparan energ berbahaya dengan melakukan
isolasi energi berbahaya yang sesuai.
b) Alat bukti bahwa pelaksanaan isolasi energi berbahaya telah dilakukan
dengan benar.
86

c) Dihilangkannya kemungkinan terjadinya ketidak sengajaan atas


pengaktifan energi berbahaya yang dapat berkontak langsung dengan
pekerja.
4) Pelaksanaan isolasi energi berbahaya yang harus disiapkan mencakup:
a) Pemutusan Sumber Energi (Shut-down)
b) Isolasi sumber energi melalui alat isolasi energi
c) Penguncian dan pelabelan (Lock-Out Tag-Out) pada alat isolasi energi.
d) Pembuangan energi sisa seperti pembumian (grounding) saluran listrik,
pembuangan sisa tekanan dalam perpipaan “bleed off”
e) Pengujian Isolasi
87

E. Referensi
1. National Vet. (n.d.). Spot The Hazard In Workplace. Retrieved 6 13, 2015,
from National Vet
Content: https://nationalvetcontent.edu.au/alfresco/d/d/workspace/SpacesS
tore/bd
2. Ismet Somad, “Identifikasi Bahaya”, Materi Training Occupational Safety
Health dan Administration, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, PPNS
2020
3. Ismet Somad, “Isolasi Energi Berbahaya”, Materi Training Occupational
Safety Health dan Administration, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya,
PPNS 2020
4. Kumpulan Modul K3, Direktorat Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3,
Kemenaker, 2017.
5. Ismed Somad, Teknik Efektif dalam membudayakan Keselamatan
Kesehatan Kerja, 2019
6. SKKNI Nomor : Kep.42/MEN/III/2008 tentang Penetapan Standar
Kompetensi Nasional Indonesia Sektor Ketenagakerjaan Bidang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
88

F. Evaluasi
Pada Gambar di bawah terdapat setidaknya 8 bahaya dan resiko keselamatan dan
kesehatan kerja. Silakan Anda identifikasi dan tentukan pengendaliannya

Kunci jawaban soal Modul K3 Pembelajaran IV

STOP
SELESAIKAN SOAL EVALUASI
DULU SEBELUM KE HALAMAN BE
RIKUTNYA
89

Setelah dapat menemukan bahaya, kita bisa melanjutkan dengan


pembuatan job safety analysis sebagai berikut:
90

PEMBELAJARAN V

KECELAKAAN KERJA

B) TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Instruksional Umum:
Memahami konsep kecelakaan kerja

Tujuan Instruksional Khusus:


Setelah mempelajari modul Pembelajaran IV ini, mahasiswa diharapkan:
1. Mampu menjelaskan prinsip accident investigation
2. Mampu menjelaskan konsep praktik penyelidikan kecelakaan
3. Mampu menjelaskan tentang prosedur cara kerja aman

B) AKTIVITAS
1. Bacalah dengan cermat materi dalam modul ini
2. Sebaiknya modul ini dipelajari secara berkelompok, tetapi jika
tidak memungkinkan sadara dapat mempelajari sendiri
3. Sebelum membaca modul ini perlu difahami terlebih dahulu
indikator pembelajaran
4. Kerjakan semua evaluasinya
91

C.MATERI

V. KECELAKAAN KERJA

1. Prinsip Accident Investigation


Kecelakaan kerja merupakan kejadian yang tidak diinginkan oleh setiap
perusahaan. Menurut ISO 45001 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3), kecelakaan kerja didefinisikan sebagai kejadian yang
muncul dari atau berkaitan dengan pekerjaan yang menghasilkan luka atau
penyakit akibat kerja, sedangkan menurut undang undang No 40 tahun 2004
Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Kecelakaan kerja adalah
kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi
dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit
yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
Kecelakaan kerja mengakibatkan kerugian baik materi, cedera pada
manusia dan lingkungan. Berdasarkan Data dari Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) ketenagakerjaan Tenaga kerja (2020) Kasus Kecelakaan Kerja
Tingkat Nasional pada tahun 2017 mengalami peningkatan menjadi 123.000
kasus, dimana pada tahun sebelumnya pada tahun 2016 sebanyak 105.182 kasus
dan tahun 2015 sebanyak 110.283 kasus. Bahkan data terbaru dari BPJS
ketenagakerjaan (2019) bahwa terdapat 147.000 kasus kecelakaan kerja sepanjang
2018, atau 40.273 kasus setiap hari dan dimana dari jumlah itu, sebanyak 4.678
kasus (3,18 persen) berakibat kecacatan, dan 2.575 (1,75 persen) kasus berakhir
dengan kematian (Wartakota, 2019).
Tabel 5.1. Kasus Kecelakaan Kerja Tingkat Nasional
TAHUN KECELAKAAN MENINGGAL
2010 98.712 2.191
2011 94.491 -
2012 103.074 2.332
2013 103.235 2.438
2014 105.383 2.375
2015 110.285 2.308
2016 105.182 2.382
2017 123.000 -
92

2018 147.000 2.575


Sumber : Modul Pelatihan OSHAcademy (2020) dan Wartakota (2019)

Kecelakaan kerja berpotensi terjadi di setiap bidang kegiatan manusia


yang dapat disebabkan oleh suatu aturan dan kondisi kerja yang tidak aman.
Kecelakaan tidak terjadi kebetulan melainkan ada sebabnya, oleh karena itu
kecelakaan dapat dicegah asal memiliki komitmen dan kemauan untuk
mencegahnya. Sebab apabila tidak dicegah atau dibiarkan maka akan menyebakan
kelambatan produksi, padahal ketepatan waktu dapat menghemat biaya yang
besar, sebaliknya ketidaktepatan dalam memenuhi jadwal dapat berakibat
kerugian yang besar pada perusahaan dan pelanggan bahkan lebih dari itu akan
mengakibat korban manusia seperti cedera, sakit atau bahkan kematian. Menurut
Silaban (2014) kerugian-kerugian yang disebabkan kecelakaan akibat kerja yaitu:
kerusakan (damage), kekacauan organisasi (disorganization), keluhan dan
kesedihan (distress), kelainan dan cacat (disability), dan kematian (death).
Menurut Heinrich dalam Silaban (2014) secara umum penyebab langsung
kecelakaan kerja terbagi atas dua golongan, yaitu unsafe action (faktor manusia)
dan unsafe condition (faktor lingkungan). Unsafe action dapat disebabkan oleh
faktor manusia itu sendiri seperti: ketidakseimbangan fisik tenaga kerja, kurang
pendidikan, bekerja melebihi jam kerja, menjalankan pekerjaan tidak sesuai
keahliannya dan mengangkut beban yang berlebihan, sedangkan kecelakaan yang
disebabkan oleh keadaan yang tidak aman (unsafe condition) disebabkan karena
tempat kerja yang tidak sesuai dengan aturan kesehatan dan keselamatan kerja
yang telah ditentukan. Penyebab kecelakaan sekitar 80-85% disebabkan oleh
kelalaian atupun kesalahan manusia.
Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah
dengan menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3)
di perusahaan. Menurut Heinrich (1986) mendefiniskan pencegahan kecelakaan
sebagai suatu program terintegrasi dengan sejumlah aktivitas yang
dikoordinasikan berdasarkan pengetahuan, sikap, dan kemampuan, dimana
bertujuan untuk mengendalikan tindakan dan kondisi bahaya. Untuk itu, salah
satu elemen penting dalam SMK3 (HSE Management System) adalah Accident
93

Investigation and Accident Analysis. Adanya penyelidikan dan analisis kecelakaan


kerja akan membantu mengungkapkan dengan tepat bagaimana dan mengapa
kecelakaan kerja terjadi, sehingga upaya pencegahan dapat dilakukan dengan
efektif. Selain itu, penyelidikan dan analisis kecelakaan juga bertujuan untuk
mengumpulkan dan mencatat data kecelakaan sebagai informasi yang lengkap
guna upaya pencegahan kecelakaan tersebut dilain waktu.
Dasar Hukum
Terkait terjadinya kecelakaan kerjadi perusahaan, maka perusahaan wajib
melaporkan kejadian kecelakaan kerja tersebut sebagaimana tercantum dalam
undang undang nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Berikut adalah
dasar hukum terkait pelaksanaan investigasi dan pelaporan kecelakaan kerja :
a. Undang undang Nomor 1 tahun 1970 pada pasal 11 yang menyatakan bahwa :
1. Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat
kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga
Kerja.
2. Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud
dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.
b. Peraturan Menteri Tenag Kerja (Permenaker) Nomor 3 tahun 1998 tentang
Tatacara Pelaporan Kecelakaan pada Pasal 2 yang menyatakan bahwa :
1. Pengurus atau pengusaha wajib melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi di
tempat kerja pimpinannya.
2. Kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a. Kecelakaan Kerja;
b. Kebakaran atau peledakan atau bahaya pembuangan limbah;
c. Kejadian berbahaya lainnya.
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 3 tahun 1998 tentang
Tatacara Pelaporan Kecelakaan pada Pasal 4 yang menyatakan bahwa :
1. Pengurus atau pengusaha wajib melaporkan secara tertulis kecelakaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, b, c dan d kepada
Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat dalam waktu tidak lebih
dari 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam terhitung sejak terjadinya
94

kecelakaan dengan formulir laporan kecelakaan sesuai contoh bentuk 3 KK2


A lampiran I.
2. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
secara lisan sebelum dilaporkan secara tertulis.
d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 01 tahun 1981
Kewajiban Melaporkan Penyakit akibat kerja pada Pasal 2 yang menyatakan
bahwa :
1. Apabila dalam pemeriksaan kesehatan bekerja dan pemeriksaan kesehatan
khusus sebagaimana ditetapkan dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. Per. 02/Men/1980 ditemukan penyakit kerja yang diderita
oleh tenaga kerja, pengurus dan Badan yang ditunjuk wajib melaporkan
secara tertulis kepada Kantor Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan
Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja setempat.
2. Penyakit akibat kerja yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pasal ini adalah sebagaimana ditetapkan dalam lampiran Peraturan
Menteri ini.
e. Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 01 tahun 1981
Kewajiban Melaporkan Penyakit akibat kerja pada Pasal 3 yang menyatakan
bahwa :
1. Laporan sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (1) harus dilakukan dalam
waktu paling lama 2 x 24 jam setelah penyakit tersebut dibuat
diagnosanya.
2. Bentuk dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan dan Perlindungan
Tenaga Kerja.

Teori Kecelakaan Kerja


Teori kecelakaan kerja atau bisa juga disebut teori penyebab kecelakaan
kerja merupakan teori-teori yang menguraikan penyebab dari kecelakaan di
tempat kerja agar dapat disusun tindakan pengendalian. Pengetahuan terhadap
penyebab kecelakaan kerja K3 sangat penting untuk mencegah kecelakaan yang
95

sama agar tidak terulang kembali. Jika manajemen keselamatan kerja efektif maka
seharusnya tidak ada kecelakaan kerja yang terjadi. Berdasarkan asalnya,
penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Teknikal, yaitu segala hal yang berkaitan dengan perangkat keras seperti
mesin, alat, transportasi, dan lain-lain
2. Organisasional, yaitu segala hal yang berkaitan dengan sistem manajemen
seperti prosedur, instruksi kerja, rambu-rambu, dan lain-lain
3. Personel, yaitu segala hal yang berkaitan dengan sifat manusia seperti sifat
tergesa-gesa, sifat pelupa, menegur ketika tidak aman, dan lain-lain.

Menurut OHS Body of Knowledge dalam seri Models of Causation : Safety, 8


teori penyebab kecelakaan kerja menjadi contoh dari 3 fase perkembangan teori,
yaitu :
1. Fase Model Simpel Linear : model ini beranggapan bahwa kecelakaan
merupakan gabungan dari rangkaian kejadian yang berinteraksi secara
berurutan dengan yang lain sehingga kecelakaan bisa dihindari dengan
menghilangkan salah satu penyebab dalam urutan linear tersebut.
2. Fase Model Kompleks Linear : model ini berdasarkan dari anggapan bahwa
kecelakaan merupakan hasil dari kombinasi tindakan tidak aman dan kondisi
bahaya laten dalam sistem yang mengikuti garis lurus. Faktor yang terletak
paling jauh dari kecelakaan dijadikan sebagai perilaku dari organisasi atau
lingkungan dan faktor di sisi lainnya sebagai perilaku manusia di mana pada
titik itu manusia memiliki interaksi paling dekat kepada kecelakaan. Model ini
berpendapat bahwa kecelakaan dapat dicegah dengan fokus kepada
memperkuat penghalang dan pertahanan.
3. Fase Model kompleks non-linear: model ini menyatakan bahwa kecelakaan
sebagai hasil dari kombinasi berbagai macam variable yang berinteraksi secara
mutual dan terjadi dalam lingkungan dunia yang nyata. Menurut Hollnagel,
hanya dengan melalui pengertian terhadap kombinasi dan interaksi dari
beberapa faktor ini, kecelakaan dapat dimengerti dan dicegah.
96

Sejarah dari Fase Teori Kecelakaan

Gambar 5.1. Sejarah perkembangan Teori Kecelakaan

Model Simple Linear


1. Teori Domino Heinrich
Teori Domino Heinrich merupakan teori penyebab kecelakaan pertama
yang menggunakan prinsip sekuensial (berurutan). Model ini menyatakan
bahwa faktor-faktor penyebab kecelakaan tersusun secara berurutan dalam satu
garis seperti domino. Menurut Heinrich, kecelakaan adalah salah satu faktor
dari 5 faktor yang akan membawa kepada luka. Adapun faktor-faktor tersebut
adalah :
1. Ancestry and social environment (Kondisi Kerja)
2. Fault of person (Kelalaian Manusia)
3. Unsafe act together with mechanical and physical hazard (Tindakan Tidak
Aman)
4. Accident (kecelakaan)
5. Damage/ injury (Cidera/ Kerusakan)
97

Gambar 5.2. Ilustrasi Teori Domino Kecelakaan Kerja

Kelima faktor ini tersusun layaknya kartu domino yang diberdirikan. Jika
satu kartu jatuh, maka kartu ini akan menimpa kartu lain hingga kelimanya
akan roboh secara bersama.Ilustrasi ini mirip dengan efek domino yang telah
kita kenal sebelumnya, jika satu bangunan roboh, kejadian ini akan memicu
peristiwa beruntun yang menyebabkan robohnya bangunan lain.
Fenomena ini yang oleh Heinrich digambarkan sebagai domino effects
dimana setiap faktor dapat mendorong/ berkontribusi terhadap terjadinya
kecelakaan hal yang sama bahwa menghilangkan satu faktor tersebut didalam
barisan domino akan memutus urutan tersebut.
Teori ini menjelaskan bahwa kunci untuk mencegah kecelakaan adalah
dengan menghilangkan tindakan tidak aman sebagai poin ketiga dari lima
faktor penyebab kecelakaan. Sesuai dengan analogi efek domino, jika kartu
ketiga tidak ada lagi, seandainya kartu kesatu dan kedua jatuh, ini tidak akan
menyebabkan jatuhnya semua kartu. Adanya Gap atau jarak dari kartu kedua
dengan kartu keempat, jika kartu kedua jatuh, ini tidak akan sampai
meruntuhkan kartu keempat. Pada akhirnya, kecelakaan (kartu keempat) dan
dampak kerugian (kartu kelima) dapat dicegah.
98

Teori Bird and Germain‟s Loss Causation


Teori Bird dan Germain‟s Loss Causation (1985) merupakan
pengembangan dari teori Domino. Pada teori Bird dan Germain‟s Loss
Causation ditambahkan dengan hubungan manajemen kepada penyebab dan
efek kecelakaan. Teori ini dilengkapi dengan tanda-tanda panah untuk
menjelaskan interaksi multi linear dari penyebab dan efek dari urutan. Model
ini kemudian disebut dengan model loss causation yang dijelaskan juga dalam
garis lurus dari 5 domino yang dihubungkan satu sama lain dalam urutan
linear.

Gambar 5.3. Ilustrasi Teori Loss & Causation

Model Kompleks Linear


3. Model Energy–Damage
Model energy–damage ini banyak disebutkan telah dibuat oleh Gibson
(1961) tetapi Viner (1991) mengerti bahwa model ini merupakan hasil diskusi
dari Gibson, Haddon dan yang lain. Model energy -damage ini berdasarkan
pemikiran bahwa damage (luka) adanya energy yang lepas yang menuju
penerima (pekerja) dengan daya rusak yang tidak bisa diterima oleh penerima
energi.
99

Gambar 5.4. Energy Damage Model

Pada model energy-damage, “the hazard” sebagai sumber energi


potensial yang dapat merusak dan menimbulkan kecelakaan yang merupakan
hasil dari ketidakmampuan untuk mengendalikan energi. Pengendalian energi
ini dapat saja berupa penghalang fisik atau struktural, pengaman, proses dan
prosedur. Bagian “space transfer mechanism” adalah sarana dimana energi dan
penerima dibawa bersama dengan asumsi bahwa mereka pada awalnya jauh
dari satu sama lain. “Recipient boundary” adalah permukaan yang terpapar dan
rawan terhadap energi.

Model Urutan Waktu (time sequential model)


Benner (1975) menyatakan terdapat 4 isu yang tidak diperhitungkan
dalam model domino :
1. Kebutuhan untuk menetapkan awal dan akhir dari kecelakaan;
2. Kebutuhan untuk menjelaskan kejadian yang terjadi pada urutan waktu;
3. Kebutuhan untuk metode yang terstruktur untuk menjelaskan faktor-faktor
relevan yang terlibat; dan
4. Kebutuhan untuk menggunakan metode pemetaan untuk menjelaskan
kejadian dan kondisi.
100

Gambar 5.5. Model urutan waktu

Model Epidemiologikal
Model kecelakaan epidemiologikal dapat dilacak dari studi epidemiologi
penyakit dan penelitian dari faktor penyebab pada perkembangan mereka.
Gordon (1949) menyadari bahwa “Luka, meskipun berbeda dari penyakit,
sebenarnya sama-sama rentan dengan menggunakan pendekatan ini, berarti
pengertian kita terhadap kecelakaan dapat ditingkatkan dengan menganggap
bahwa kecelakaan disebabkan oleh kombinasi dari 3 sumber: manusia, agen,
dan lingkungan. Benner (1975) seorang praktisi faktor manusia pada psikologi
mengajukan model penyebab kecelakaan dengan prinsip epidemiologikal.
Model ini menyatakan bahwa kecelakaan merupakan kombinasi dari faktor
lingkungan dan agen yang memiliki efek negatif kepada organisme.
101

Gambar model epidemiological

Gambar 5.6. Model urutan waktu

Model Sistemik
Pada tahun 1980, peneliti-peneliti di bidang keselamatan kerja menyadari
bahwa model kecelakaan yang sebelumnya tidak mencerminkan realitas dari
fenomena kecelakaan. Banner (1984) menyatakan bahwa realitas yang ada
harusnya juga mengakomodasi kejadian yang non-linear.
Model kecelakaan sistemik menguji ide bahwa kegagalan sistem lebih
berkontribusi terhadap kegagalan manusia dalam kecelakaan kerja. Model ini
menyatakan bahwa kecelakaan tidak terjadi dalam lingkungan sistemik yang
terisolasi.
James Reason (1990) menerima bahwa kecelakaan tidak melulu
disebabkan oleh kesalahan individu (active errors) tetapi juga terletak pada
faktor organisasional yang sistemik dan lebih luas (latent condition). Reason
mengeluarkan model yang disebut Swiss Cheese Model.
102

Gambar 5.7. Swiss Cheese Model

Model Swiss Cheese kemudian dikembangkan menjadi “Reason model


on Systems Safety”. Model ini memberikan dampak besar dalam dunia
keselamatan dan kesehatan kerja karena telah membuat fokus investigasi
berubah dari menyalahkan individu kepada pendekatan yang tidak
menyalahkan; dari pendekatan personel ke pendekatan sistem; dari kesalahan
aktif ke laten; dan dia fokus kepada bahaya, pertahanan, serta kerugian.

Gambar 5.5. Reason Model on System Safety


103

Model Kompleks Non Linear


System Theoretic Accident Model and Process (STAMP)
STAMP merupakan model investigasi kecelakaan yang dicetuskan oleh
Leveson. Model ini fokus terhadap penyebab pengendalian risiko gagal untuk
mendeteksi atau mencegah perubahan yang kemudian membawa kepada
kecelakaan. Leveson mengembangkan metode klasifikasi untuk membantu
mengidentifikasi faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan dilihat dalam
sebuah sistem yang berkaitan. Model ini menggunakan
pendekatan barriers dan defences kepada pencegahan kecelakaan dan didesain
sebagai indikator performa keselamatan kerja yang proaktif dan leading.
Model ini ternyata hanya memberikan efek sedikit dalam komunitas
keselamatan kerja. Roelen, Lin dan Hale (2010) menyebutkan hal tersebut
terjadi karena STAMP tidak memberikan jembatan antara praktek
pengumpulan data keselamatan kerja saat ini dengan metode STAMP.
Functional Resonance Accident Model (FRAM )
FRAM (Functional Resonance Accident Model) dicetuskan oleh Erik
Hollnagel. FRAM merupakan model investigasi kecelakaan pertama yang
mengggunakan 3 dimensi, bergerak menjauh dari model linear yang berurutan.
Model ini menyadari bahwa faktor-faktor yang ada seperti manusia, teknologi,
kondisi laten dan penghalang tidak dengan sederhana berkontribusi terhadap
kecelakaan.
Model Fram ini menyajikan pandangan tentang bagaimana beragam
fungsi dalam organisasi dapat dihubungkan dengan fungsi lain yang bertujuan
untuk mengerti variabilutas dari setiap fungsi dan bagaimana variabilitas
tersebut dapat dimengerti dan diatur. Fungsi dalam FRAM dikategorisasi
dalam inputs, outputs, preconditions, resources, time dan control. Variasi
dalam sebuah fungsi dapat berdampak pula pada fungsi lain.
104

2.Praktik Investigasi Kecelakaan


Investigasi kecelakaan adalah suatu cara untuk mencari fakta-fakta yang
berkaitan dengan kecelakaan terutama mencari sebab-sebab dasar dari suatu
kecelakaan sehingga dapat dijadikan dasar untuk menetapkan tindakan
perbaikan yang dapat dilakukan agar kecelaakan serupa tidak terulang.
Investigasi biasanya dilakukan dengan wawancara terhadap korban, saksi-saksi
serta rekonstruksi atau pengulangan kejadian guna mendapatkan data-data
fakta proses terjadinya kecelakaan, dimana data-data tersebut akan digunakan
sebagai bahan untuk menganalisa dalam mencari sebab dasar dari suatu
kecelakaan. Adapun tahapan-tahapan investigasi kecelakaan adalah sebagai
berikut:

Gambar 5.6. Tahapan Investigasi Kecelakaan Kerja


a. Respon Awal (Intial Response)
1) Tugas yang harus segera dilakukan
- Pertolongan medis dan cegah cidera lanjutan (Rescue)
- Lakukan skala prioritas serta kegiatan campur tangan lainnya.
2) Eliminasi tempat kejadian.
105

3) Eliminasi bahaya (kontrol bahan kimia, de-energize, de-pressurezed,


penerangan, ventilasi)
4) Isolasi tempat kejadian (hanya pihak terkait yang di izinkan masuk) dan
pasang barricade.
5) Lindungi keberadaan barang bukti sampai penyelidikan selesai.
6) Laporkan kejadian pada pihak-pihak terkait.

b. Pemeriksaan Awal (Intial Walk Through)


7) Jangan buang-buang waktu, lakukan segera pemeriksaan awal
8) Tanyakan apa yang terjadi (Dapatkan penjelasan singkat dari saksi maupun
korban)
9) Belum laporan rinci, sekedar cukup untuk mengetahui secara basic apa yang
terjadi.
10) Kebutuhan yang diperlukan segera (Alat tulis/ menulis, kamera, meteran).

Setelah mendapatkan informasi awal, selanjutnya :


11) Laporkan kejadian segera kepada pihak atau pejabat yang berkepentingan
di tempat masing-masing atau area kerja.
12) Informasikan secara singkat apa yang terjadi, apakah perlu bantuan lebih
lanjut.
13) Jika ada korban segera infokan.
14) Jika kejadian berkembang atau tidak dapat dikendalikan, infokan apakah
perlu diberlakukan keadaaan darurat.

c. Mengumpulkan Informasi dan Barang Bukti (Gather Information Evidance)


Kegiatan pengumpulan informasi dan barang bukti dapat dilakukan
berdasarkan konsep 4P (Position, People, Part dan Papers) untuk mendapatkan
fakta kejadian kecelakaan. Informasi-informasi tersebut seperti:
1) Posisi pekerja yang cidera.
2) Peralatan yang sedang digunakan.
3) Material yang sedang digunakan.
106

4) Perlengkapan keselamatan yang digunakan.


5) Posisi guard yang layak.
6) Posisi kontrol peralatan.
7) Kerusakan pada peralatan.
8) Housekeeping.
9) Kondisi cuaca.
10) Level Penerangan
11) Level Kebisingan.

Penjelasan konsep 4P :
a. Position
- Posisi dapat berarti orang,peralatan, material, bagian-bagian lain dari
lingkungan ditempat kejadian.
- Posisi orang dicatat/ sket untuk analisis selanjutnya
- Lakukan pengukuran dari sket/ gambar
b. People
Setiap orang yang secara langsung melihat atau yang terkena dampaknya
atau orang yang terlibat dalam proses, peralatan atau system. Bisa juga setiap
orang yang dapat memberikan informasi mengenai kejadian, seperti : korban
langsung, saksi mata, teman sekerja, pimpinan dan ahli.
c. Part
Peralatan atau semua benda yang terkait dengan kejadian atau kecelakaan
seperti: komponen mesin yang pecah, alat angkat yang digunakan, Peralatan
keselamatan, Instrumen dan lain-lain.
d. Papers
Semua informasi atau dokumen yang berkaitan dengan kejadian seperti:
Ijin kerja, dokumen data korban, dokumen kerja, SOP terkait, sertifikat, data-
data korban, pemeriksaan lingkungan kerja dan lain sebagianya.

d. Analisa Kecelakaan (Analiyze Evidance)


Beberapa metode (tools) yang digunakan dalam analisa kecelakaan untuk
107

mencari akar penyebab kecelakaan yaitu Why Tree Analysis,Fault Tree


Analysis (FTA), Comprehensiv List of Causes, Systematic Causal Analysis
Technique (SCAT), Tap Root Causes Tree, FMEA dan Event Tree Analysis.
Dari beberapa teknik analisa kecelakaan tersebut yang paling umum dilakukan
adalah teknik investigasi SCAT.
Systematic Causal Analysis Technique (SCAT) merupakan salah satu
Metoda Analisa Penyebab yang dikembangkan oleh ILCI (International Loss
Control Institute). Metode penyelidikan tersebut cukup praktis, mudah
dikerjakan, sangat mendalam sampai menjangkau ke akar permasalahan dan
menghasilkan rekomendasi tindak perbaikan yang bersifat tuntas dan
permanen.
SCAT ini dapat dikembangkan sesuai kebutuhan perusahaan dengan
tetap mengacu pada system ISRS yang memiliki 20 elemen atau disesuaikan
dengan sistem manajemen HSE yang memiliki elemen berbeda, Alat bantu
SCAT memudahkan investigator dan manajemen menelusuri kelemahan
sistem. Langkah-langkah analisis dengan menggunakan metode SCAT adalah
sebagai berikut :
1) Deskripsi Kejadian (Description of Accident /Incident)
2) Evaluasi Potensi Kerugian dan resiko (Evaluation of Loss Potential if Not
Controlled)
3) Tentukan Tipe kejadian (Define Type of Contact)
4) Tentukan Penyebab Antara/ Penyebab Langsung (Define
Immediate/Directs Causes)
5) Tentukan Dasar/ Penyebab Utama Kejadian (Define Basic Causes)
6) Tentukan Tindakan Perbaikan yang Harus Dilakukan (Define Control
Action Needed)
7) Pelaporan (Prepare Reporting System)

Beberapa keuntungan yang bisa didapatkan lewat investigasi dengan


metode SCAT yakni:
1) SCAT merupakan metode yang tepat dan sederhana dalam memeriksa
108

efektivitas investigasi kecelakaan


2) Dapat digunakan untuk menganalisis sekaligus mengevaluasi penyebab
terjadinya kecelakaan
3) Dapat digunakan untuk pengembangan efektivitas dalam pengendalian
kecelakaan
4) Dapat digunakan sebagai pengingat sehingga di masa depan kecelakaan
serupa dapat dikendalikan dan dicegah.

e. Rekomendasi (Recommandation)
Rekomendasi merupakan langkah-langkah perbaikan yang diusulkan
berdasarkan hasil analisa kejadian dengan harapan kejadian tersebut tidak terulang
kembali di kemudian hari. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam membuat
rekomendasi perbaikan adalah :
- Membedakan antara Intermediate dan underlying/ root causes
- Rekomendasi berdasarkan faktor-faktor pendukung kunci dan underlying/root
causes
- Rekomendasi harus dapat dikomunikasikan secara jelas dan objektif.
- Konsisten dengan jadwal yang ditetapkan.
- Follow-up dengan langkah tindak lanjut yang dapat mencegah terulangnya
kembali secara langsung maupun tidak langsung.

f. Menyelesaikan Laporan (completion of report)


Laporan merupakan catatan peristiwa kecelakaan yang akan digunakan
didalam program pengendalian kerugian. Setiap kegiatan investigasi harus dibuat
laporan secara tertulis dan disampaikan kepada pimpinan perusahaan. Selanjutnya
pengurus atau pimpinan perusahaan melaporkan kejadian kecelakaan kepada
Dinas Tenaga Kerja setempat dan Perusahaan Jamsostek dan pihak terkait
lainnya.
Untuk memudahkan pemahaman terhadap isi laporan kecelakaan dan
analisa atau kajian penyebab kecelakaan, maka sebaiknya menggunakan standar
formulir yang baku. Penulisan laporan hasil investigasi kecelakaan dan analisanya
109

dengan menggunakan standar formulir isian mempunyai beberapa keuntungan,


antara lain :
a. Formulir laporan dapat memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang harus
dijawab pada waktu investigasi.
b. Formulir laporan menyediakan konsistensi data yang dilaporkan.
c. Formulir laporan menyediakan tindak lanjut rencana aksi.
d. Formulir laporan yang didesain secara baik akan mampu menjelaskan seluruh
jenis kerugian yang terjadi, dengan demikian semakin sederhana formulir
laporan, akan semakin baik dan memudahkan didalam pencapaian tujuan
investigasi atau pemeriksaan

g. Dokumentasi dan Komunikasi (document and communicate the finding)


Dokumentasi diperlukan dalam proses pencegahan kecelakaan karena
suatu kejadian akan menjadi lesson learning, untuk itu laporan penyelidikan
kecelakaan harus di dokumentasikan dengan baik, guna pencegahan kecelakaan
dengan pendekatan sains. Selain di dokumentasikan dengan baik, hasil
penyelidikan serta langkah perbaikan perlu dikomunikasikan sebagai lesson
learning kepada semua pihak termasuk para pekerja agar semua dapat melakukan
upaya pencegahan dan peningkatan awareness dalam bekerja. Komunikasi dapat
dilakukan dalam berbagai bentuk dan cara seperti buletin, informasi kecelakaan
dan studi kasus.

h. Tindaklanjut (follow up action)


Tindaklanjut dari hasil investigasi yang telah dilaporkan dan
dikomunikasikan menjadi tanggungjawab manajemen untuk dapat dilaksanakan.
Tindak lanjut dapat dilakukan sesuai batas waktu yang telah ditetapkan
sebagaimana dalam rekomendasi yang di berikan tim investigasi. Adapun
tanggungjawab manajemen terhadap tindaklanjut investigasi adalah sebagai
berikut :
- Meyakinkan semua insiden dilaporkan.
- Menumbuhkan kepercayaan dan menghormati
110

- Menetapkan sistem dan prosedur


- Mengkomunikasikan lesson learn kepada semua yang berkepentingan.
- Memberikan sumber daya dan prioritas.
- Melaksanakan sistem tindak lanjut untuk mencegah terulangnya kembali

Studi Kasus Kecelakaan Kerja


Uraian Insiden:
• Pada tanggal 27 April 2009 jam 15.30 telah terjadi kecelakaan kerja di Engine
room pada proyek Offshore. Kecelakaan ini dilaporkan oleh Mardi dan
sebagai saksi adalah Ratih. Nama korban adalah Rudi berumur 30 tahun jenis
kelamin laki-laki. Korban cidera pada bahu kanan karena ketimpa palu.
Korban bekerja di Departemen Mekanik. Alamat korban adalah di jalan A
Yani No 5, dan sudah bekerja selama 2 tahun 6 bulan. Nama perusahaan
tempatnya bekerja adalah PT Alfa.
• Uraian kecelakaan: Pada saat bekerja diatas engine room, ada palu besar
terjatuh dan menimpa bahu korban yang bernama Rudi, dimana orban saat itu
sedang melintas di Engine room. Korban mera sakit di bekas kejatuhan palu
tersebut. Kasus ini tergolong Medical Treatment Case (MTC). Korban segera
dibawa ke ruangan P3K terlebih dahulu dan dibawa kerumah sakit.
• Pekerjaan dihentikan sementara. Membawa korban ke rumah sakit.
Mengamankan lokasi area dengan safety line. Melaporkan insiden kepada
Safety officer.
111

Analisa Kecelakaan dengan Metode Domino


LOSS/ INJURY : - Manusia - Peralatan - Material - Lingkungan

Fakta yang ditemukan :


Korban (Rudi) berumur 30 tahun jenis kelamin laki-laki mengalami cidera bahu akibat tertimpa
palu besar.

JENIS ACCIDENT : Kejatuhan Palu (Struck by hammer)

Fakta yang ditemukan :


Cidera Bahu yang dialami Korban (Rudi), Korban menyatakan “Meras sakit pada bagian bahu yang
terkena jatuhan Palu”.
PENYEBAB LANGSUNG
PERBUATAN TIDAK AMAN KONDISI TIDAK AMAN
1. Posisi Tidak Aman 1. Tidak ada pelindung di area kerja
Fakta : Fakta :
- Berjalan di area ruang engine room tanpa - Tidak terpasang pengaman atau jaring
memperhatikan K3 ketika bekerja di atas engine room .
2. Gagal mengikuti prosedur 2. Sistem Peringatan
Fakta : Fakta :
- Meletakan tool (Palu) tidak sesuai pada - Tidak ada rambu-rambu bahaya atau
tempatnya. tidak ada tanda “ada pengerjaan” atau
LOTO.
PENYEBAB DASAR
FAKTOR PRIBADI FAKTOR KERJA
1. Kurang Pengetahuan 1. Pengawasan Kurang
Fakta : Fakta :
- Tidak pernah mengikuti pelatihan terkait - Tidak ada petugas pengawas pada saat
K3 dan tidak pernah diberikan kejadian.
pemahaman tentang keutamaan
keselamatan dalam bekerja. 2. Standar Kerja
- Mengabaikan rambu-rambu K3 dan tidak Fakta :
menggunakan APD - Tidak menaati Prosedur Kerja yang telah
ditetapkan.

LEMAHNYA KONTROL
1. Program tidak sesuai
Fakta :
- Tidak ada program kampanye, sosialisasi, dan pelatihan K3 yang terjadwal secara periodik
oleh manajemen/ pengurus.
2. Kepatuhan
Fakta :
- Lemahnya system pengawasan penerapan K3 di lingkungan kerja
- Kesadaran tentang keselamatan rendah.
- Tidak mematuhi prosedur kerja yang telah ditetapkan.
3. Standar
Fakta :
- Tidak ada SOP kerja yang baku dalam melaksaakan pekerjaan
- Tidak ada SOP tentang penyimpanan alat kerja pada saat bekerja di atas pada area kerja.
112

REKOMENDASI
1. Menyelenggarakan Kamapanye, Promosi dan Pelatihan K3 secara berkala pada setiap orang
yang berada dilingkungan kerja.
2. Melakukan Inspeksi secara periodik pada tiap unit dan proses dan memberikan laporan serta
rekomendasi perbaikan pada pimpinan terkait K3 dilingkungan kerja.
3. Membuat Standar Kerja untuk pekerjaan yang dilakukan di bagian atas tempat kerja dan
mengidentifikasi bahaya yang ada pada tiap unit kerja dan disosialisasikan.
4. Melakukan eliminasi, subsitusi, rekayasa engineering, pengendalian administrasi dan
penggunaan APD.
Latihan Praktek Investigasi Kecelakaan Kerja :

KASUS INSIDEN

Pada tanggal 21 Maret 2019 jam 17.25 WIB telah terjadi kebakaran pada SPBU Cemara,
kebakaran dan ledakan telah mengakibatkan 2 orang mengalami luka bakar bakar dan mengalami
kerusakan properti pengisian minyak. Tidak ada korban manusia.

Hasil Analisa :
Dari hasil analisa pemeriksaan lapangan, diskusi dengan semua pihak terkait, pemeriksaan
prosedur kerja, bahan dari youtube dan lainnya, maka tim menyimpulkan sebagai berikut :

Penyebab Langsung:
• Sumber bahan bakar: berasal dari uap BBM jenis Premium yang sudah terakumulasi didalam
Jirigen 20 L yang sudah berisi 10%. Pada saat pengisian jirigen juga sedang dilakukan
pengisian Tanki timbun sehingga uap HC yang terbentuk bisa mempengaruhi jumlah uap HC
yang dimasukkan kedalam Jerigen.
• Sumber panas : adalah timbulnya listrik statis saat nozzle mengisi Premium kedalam Jerigen.
Listrik statis sangat berpotensi bisa timbul karena jerigen tidak dalam posisi pembumian
sehingga terjadi beda muatan listrik, yang menimbulkan loncatan bunga api.
• Kejadian terjadi diruang terbuka sehingga Oksigen berasal dari udara yang ada diruang
terbuka.

Penyebab Dasar:
Personal Factors
• Lack Of Knowledge: Dari data personil yang bekerja telah mendapatkan training HSE. Namun
dari hasil wawancara, pemahaman pekerja tentang aspek keselamatan dalam operasi masih
belum lengkap, misalnya ketika ditanyakan bagaimana proses timbulnya listrik statis pada saat
pengisian Jerigen pihak pengawas dan pekerja kurang memahaminya. Disamping itu,
pengetahuan pekerja mengenai cara berkeja yang aman masih belum memadai.
• Lack of skill : Para pekerja tidak mengetahui cara bekerja yang aman untuk pengisian BBM
dan bahaya pengisian BBM ke jerigen.

Job Factors
• Inadequate leadership:
- Inadequate standard: Pengisian BBM ke Jerigen tidak diperbolehkan karena tidak memenuhi standard
- Inadequate policy/procedure/practice: Prosedur yang ada dilapangan tidak secara jelas menyebutkan larangan
penggunaan jerigen untuk mengisi BBM.
• Inadequate Supervison/ coaching
- Tidak ditemukan prosedur dan training pekerja yang spesifik pada pengisian BBM ke jerigen dan pelarangan
aktifitas pengisian selama proses unloading BBM dari Truk Tanki BBM ke Tanki Pendam.
113

- Kurangnya pemahaman pekerja terhadap bahaya proses safety


• Inadequate work standard
- Para pekerja tidak melakukan identifkasi resiko terhadap aktifitas unloading BBM dan pengisian BBM ke Jerigen
- Standard yang tersedia tidak terpublikasi sampai ke SPBU
- Tidak ditemukan adanya standard pengisian BBM ke jerigen di SPBU
- Pekerja tidak mendapatkan training yang memadai tentang standar kerja yang aman
- Kurangnya tanda instruksi kerja dan kondisi aman dilapangan.
- Tidak ditemukan bukti inspeksi dan MWT (management walk through) terkait bahaya process safety di SPBU

Berdasarkan Keterangan dan Informasi di atas,isi form investigasi dibawah ini :

No. Formulir :
LAPORAN PENYELIDIKAN KEJADIAN Revisi :
T.M.T :
Halaman :

HARI, TANGGAL DAN JAM KEJADIAN LOKASI - FASILITAS PRIORITAS*

PENANGGUNGJAWAB KEGIATAN KONTRAKTOR RISIKO


PEKERJAAN

KEJADIAN

● Diisi „TINGGI” jika kejadian merupakan major event (lihat Bagian 1.4)

BAGIAN 1
1. Jenis Kejadian
□ Kecelakaan fatal / mati □ Kerusakan properti □ Gangguan Keamanan
□ Lost Time Incident (LTI) □ Kerugian proses melebihi ambang □ Kondisi tidak aman
□ Restricted Work Incident (RWI) batas □ Keluhan
□ Penyakit akibat kerja □ Parameter proses melebihi □ SSD (Safety Stand Down)
□Medical Treatment Incident (MTI) ambang batas □ Kecelakaan diluar jam kerja
□ Absen tanpa laporan □ Kegagalan aset □ Kejadian yang menarik media
□ Kecelakaan lalu lintas □ Insiden lingkungan □ Demonstrasi
□ First Aid Incident (FAI) □ Ketidaksesuaian produk □ Pembobolan keamanan
□ Penyimpangan higiene industri □ Hampir celaka (Near Miss) □ Lainnya…………………….
*pengertian istilah mengacu kepada TKO Penyelidikan Kejadian No: B-001/p/A3/EP8000/2020

2. Jenis Kegiatan
Transportasi: □ Darat; □ Udara; □ Air;
□ Kerja sipil; □ Kerja mekanik; □ Kerja elektrik; □ Kerja Instrumen; □ Peralatan; □ Perpipaan; □ Pengangkatan;
□ Kerja galian; □Normal proses; □ Comissioning; □ Inspeksi; □ Ruang terbatas;
□ Kantor; □ Workshop; □ Warehouse; □ Perumahan □ Luar jam kerja; □ Lainnya:_____________

3. Konsekuensi Kejadian

□ Manusia (M) □ Alat (A) □ Lingkungan (L) □ Citra (C)

4. Kronologis Kejadian
114

5. Temuan Fakta
- Dari data personil yang bekerja telah mendapatkan training HSE. Namun dari hasil wawancara, pemahaman pekerja tentang aspek
keselamatan dalam operasi masih belum lengkap, misalnya ketika ditanyakan bagaimana proses timbulnya listrik statis pada saat pengisian
Jerigen pihak pengawas dan pekerja kurang memahaminya. Disamping itu, pengetahuan pekerja mengenai cara berkeja yang aman masih
belum memadai.
- Para pekerja tidak mengetahui cara bekerja yang aman untuk pengisian BBM dan bahaya pengisian BBM ke jerigen.
- Pengisian premium ke dalam jerigen tidak memenuhi standard
- Tidak ada kebijakan yang secara jelas melarang menggunakan jerigen.
- Tidak terdapat prosedur dan record training pekerja terkait aktivitas pengisian selama proses unloading BBM dari truk tanki BBM ke tangki
pendam.
- Para pekerja tidak melakukan identifkasi resiko terhadap aktifitas unloading BBM dan pengisian BBM ke Jerigen
- Standard yang tersedia tidak terpublikasi sampai ke SPBU
- Tidak ditemukan adanya standard pengisian BBM ke jerigen di SPBU
- Pekerja tidak mendapatkan training yang memadai tentang standar kerja yang aman
- Kurangnya tanda instruksi kerja dan kondisi aman dilapangan.
- Tidak ditemukan bukti inspeksi dan MWT (management walk through) terkait bahaya process safety di SPBU

Bagian 2 ANALISIS PENYEBAB KEJADIAN


1. Tipe Kejadian
□ Menghantam/ menabrak □ Terpapar kebisingan □ Kebakaran
□ Terhantam/ tertabrak □ Terpapar vibrasi □ Ledakan
□ Jatuh dari ketinggian (personil/ material/ □ Terpapar radiasi □ Kegagalan peralatan mekanikal
peralatan) □ Kegagalan fungsi organ tubuh □ Kegagalan system listrik
□ Jatuh pada ketinggian yang sama □ Overstress (overload/ overpressure) □ Kegagalan instrumentasi
□ Terjepit □ Kontak dengan material berbahaya (beracun/ □ Kegagalan struktur
□ Kontak dengan suhu extreme (dingin/ korosif/ karsinogen/ biologis/ virus) □ Abnormal operation/ gangguan operasi
panas) □ Loss of containment
□ Kontak dengan listrik
2. Penyebab Langsung
Tindakan Tidak Aman Kondisi Tidak Aman

1. □ Mengoperasikan tanpa ijin 21. □ Kondisi lantai/ permukaan yang tidak layak
2. □ Gagal untuk mengingatkan 22. □ Peralatan yang rusak
3. √ Gagal untuk mengamankan 23. □ Peralatan/ perkakas yang tidak tepat
4. □ Operasional dengan kecepatan yang tidak sesuai 24. □ Integritas peralatan yang kurang
5. □ Membuat peralatan safety tidak bekerja sesuai fungsinya 25. □ Mode/ system operasi yang tidak memadai
6. □ Memakai Peralatan Yang Rusak 26. □ Gagal untuk mendeteksi/ mengukur
7. □ Cara penggunaan peralatan yang tidak tepat 27. □ Sinyal yang tidak tepat
8. □ Pemeliharaan peralatan yang tidak memadai 28. √ Material yang tidak tepat
9. □ Penggunaan material/ bahan yang tidak tepat 29. □ Komposisi material/ gas yang tidak tepat
10. □ Gagal untuk Memakai APD secara tepat 30. □ Kurang penghalang/ pengaman
11. √ Pemuatan yang tidak tepat 31. □ APD yang kurang/ tidak layak
12. □ Penempatan yang tidak tepat 32. □ Tempat kerja yang terbatas
13. □ Pengangkatan yang tidak tepat 33. □ Sistem peringatan kurang
14. □ Salah Posisi dalam kaitan dengan posisi kerja 34. □ Adanya gas mudah terbakar/ meledak
15. □ Tingkah laku/ kebiasaan yang tidak tepat 35. □ Penggunaan material berbahaya tanpa ijin
16. □ Dibawah pengaruh alkohol / obat terlarang 36. □ Housekeeping yang buruk
17. □ Gagal untuk mengikuti prosedur/ instruksi 37. □ Kebisingan
18. √ Gagal untuk mengidentifikasi bahaya 38. □ Bahaya radiasi
19. □ Gagal mengalokasikan sumber daya 39. □ Pencahayaan yang kurang/ berlebih
20. □ Unsafe act oleh pihak external yang tidak di bawah 40. □ Bahaya getaran
pengawasan sendiri 41. □ Temperatur extreme
21. □ Lainnya : ___________________ 42. □ Tekanan extreme
43. √ Informasi tidak memadai
44. □ Kondisi/ lingkungan kerja yang berbahaya
45. □ Bahaya dari sumber external
115

46. □ Cuaca buruk


47. □ Lainnya : ___________________

3. Penyebab Dasar
Faktor Personal Faktor Pekerjaan

1. Kemampuan fisik tidak memadai: 9. Rekayasa tidak memadai : ____________


2. Kemampuan mental tidak memadai: 10. Struktur komando yang tidak jelas: ____________
3. Tekanan fisik : 11. Kepemimpinan tidak memadai: ____________
4. Tekanan mental atau psikologi : 12. Pengawasan/ coaching tidak memadai: _______
5. Kurangnya pengetahuan : 13. Perubahan tidak memadai: ____________
6. Kurangnya ketrampilan : 14. Sistem pembelian tidak memadai : ____________
7. Motivasi yang tidak tepat : 15. Inspeksi, kontrol dan pemeliharaan tidak
8. Konflik tujuan (jalan pintas untuk selesaikan pekerjaan) : memadai :
16. Aus yang berlebih: ____________
17. Material dan peralatan kerja tidak memadai : ____
18. Produk tidak memadai: ____________
19. Standar kerja tidak memadai : ____________
20. Komunikasi/ informasi yang tidak memadai : _____

3. Lack of Control

1. PROGRAM TIDAK SESUAI


a. Pelatihan HSE masih belum mencakup detail tentang aspek keselamatan dalam operasi pengisian premium selama unloading BBM.
b. Tidak ditemukan bukti inspeksi dan MWT (management walk through) terkait bahaya process safety di SPBU
2. STANDARD TIDAK SESUAI
a. Tidak ditemukan adanya standard pengisian BBM ke jerigen di SPBU
b. Tidak ada prosedur yang jelas dalam pengisian BBM ke jerigen dan unloading BBM.
3. KEPATUHAN TERHADAP STANDAR
a. Tidak memperhatikan prosedur K3
b. Tidak adanya pengawasan dan inspeksi secara berkala terhadap aspek keselamatan dalam operasi.

Bagian 3 REKOMENDASI UNTUK TINDAKAN PERBAIKAN DAN PENCEGAHAN


No. Tindakan Penanggung Jawab Due Date

Didistribusikan kepada:
□ Ditjend Migas □ Depnaker/Disnaker □ KLH / BLHD √ SKK Migas
□ General Manager …….. √ Manajer HSSE □ Lainnya: ........

Tanggal : Tanda Tangan,

Jabatan
116

3.Prosedur Cara Kerja Aman


Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
kecelakaan pada saat mengoperasikan mesin dan peralatan secara umum dapat
diuraikan, antara lain sebagai berikut :
Persyaratan umum
a) Pekerjaharus mengetahui prinsip kerja mesin dan peralatan sebelum
mengoperasikannnya;
b) Pastikan suatu mesin dan peralatan dalam kondisi baik pada saat hendak
dioperasikan;
c) Gunakanlah mesin dan peralatan sesuai dengan fungsinya dan pada batas-
batas yang diizinkan;
d) Demi keselamatan dan keamanan pada waktu bekerja, gunakan pakaian
kerja dan alat lindung diri dengan lengkap;
e) Lingkungan kerja harus bersih dan terhindar dari tumpahan oli;
f) Jangan mencoba untuk membuka pengaman mesin dan peralatan;
g) Jangan menyentuh atau mengukur benda kerja (produk) pada saat mesin
sedang beroperasi;
h) Periksalah kedudukan alat-alat bantu dan perkakas mesin dengan benar
dan pastikan sudah terkunci dengan baik;
i) Pastikan kondisi anda dalam keadaan fit untuk mengoperasikan suatu
mesin dan peralatan;
j) Demi keselamatan dan kesehatan, dilarang merokok pada saat
mengoperasikan suatu mesin dan peralatan. Hal ini sangat ditekankan pada
mesin-mesin, pelaratan dan lingkungan kerja yang dapat menimbulkan
bahaya kebakaran dan peledakan;
k) Konsentrasikan diri anda pada pekerjaan yang sedang dilakukan;
l) Pastikan ketersediaan cairan pendingin dan oli mesin dan peralatan;
m) Bila anda merasa ragu-ragu tanyakanlah kepada yang lebih mengetahui
117

dan berhak;
n) Biasakan anda berdoa sebelum mengoperasikan suatu mesin dan peralatan;
o) Isilah kartu pemakaian mesin dan peralatan, jika disediakan;
p) Jangan menyentuh unsur-unsur kimia yang berbahaya dengan tangan
telanjang;
q) Kecerobohan seorang pekerja akan berakibat fatal terhadap mesin dan
peralatan, diri sendiri, orang lain di sekitarnya, atau ketiga-tiganya.

Kenyamanan bekerja
a) Pakailah pakaian kerja yang terkancing rapat, rapi dan tidak kedodoran;
b) Gunakan alat lindung diri sesuai dengan porsinya;
c) Jagalah agar rambut dan kuku tetap pendek. Kalaupun memang rambut
agak panjang, usahakan untuk mengikatnya dengan rapi;
d) Jangan meletakkan alat-alat bantu, perkakas dan alat pengukuran di
sembarang tempat;
e) Jangan merubah posisi atau kedudukan mesin dan peralatan yang
menyulitkan untuk ditata kembali hanya untuk kepentingan sesaat;
f) Jangan menyimpan alat-alat yang tajam dan berbahaya dalam saku
pakaian kerja;
g) Usahakan untuk menemukan suatu metode kerja yang lebih baik, nyaman
dan efesien;
h) Buanglah sampah pada tempatnya;
i) Dan lain-lain.
Perawatan mesin dan peralatan
a) Peliharalah mesin dan peralatan agar selalu berada dalam kondisi baik;
b) Gantilah alat-alat atau perlengkapan mesin yang telah rusak dengan yang
baru;
c) Penempatan kartu perawatan harus terlihat jelas pada suatu mesin dan
peralatan;
d) Bersihkan mesin, peralatan, dan lingkungannya setelah menggunakannya.
Jangan lupa untuk memberikan oli pada bagian-bagian yang diperlukan;
118

e) Lakukan pengujian terhadap mesin dan peralatan secara berkala untuk


mengetahui kehandalannya;
f) Kalibrasi alat-alat bantu pengukuran untuk mengetahui ketelitiannya.
D. RANGKUMAN
▪ Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja,
termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat
kerja atau sebalikQnya, dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
▪ Kecelakaan kerja mengakibatkan kerugian baik materi, cedera pada manusia
dan lingkungan.
▪ Penyebab langsung kecelakaan kerja terbagi atas dua golongan, yaitu unsafe
action (faktor manusia) dan unsafe condition (faktor lingkungan). Unsafe
action dapat disebabkan oleh faktor manusia itu sendiri seperti:
ketidakseimbangan fisik tenaga kerja, kurang pendidikan, bekerja melebihi jam
kerja, menjalankan pekerjaan tidak sesuai keahliannya dan mengangkut beban
yang berlebihan, sedangkan kecelakaan yang disebabkan oleh keadaan yang
tidak aman (unsafe condition) disebabkan karena tempat kerja yang tidak
sesuai dengan aturan kesehatan dan keselamatan kerja yang telah ditentukan.
▪ Salah satu teori dasar yang menyatakan penyebab kecelakaan kerja adalah teori
Domino, teori ini menyatakan bahwa faktor-faktor penyebab kecelakaan
tersusun secara berurutan dalam satu garis seperti domino. Adapun faktor-
faktor tersebut adalah : Ancestry and social environment; Fault of person;
Unsafe act together with mechanical and physical hazard; Accident; Damage/
injury.3333
▪ Perusahaan wajib melaporkan kejadian kecelakaan kerja tersebut sebagaimana
tercantum dalam undang undang nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja.
▪ Pengetahuan terhadap penyebab kecelakaan kerja K3 sangat penting untuk
mencegah kecelakaan yang sama agar tidak terulang kembali.
▪ Investigasi kecelakaan adalah suatu cara untuk mencari fakta-fakta yang
berkaitan dengan kecelakaan terutama mencari sebab-sebab dasar dari suatu
kecelakaan sehingga dapat dijadikan dasar untuk menetapkan tindakan
119

perbaikan yang dapat dilakukan agar kecelaakan serupa tidak terulang.


▪ Systematic Causal Analysis Technique (SCAT) merupakan salah satu teknik
investigasi yang biasa digunakan untuk analisa penyebab kecelakaan yang
dikembangkan oleh ILCI (International Loss Control Institute).
▪ Langkah-langkah analisis SCAT adalah sebagai berikut : Deskripsi Kejadian
(Description of Accident /Incident); Evaluasi Potensi Kerugian dan resiko
(Evaluation of Loss Potential if Not Controlled); Tentukan Tipe kejadian
(Define Type of Contact); Tentukan Penyebab Antara/ Penyebab Langsung
(Define Immediate/Directs Causes); Tentukan Dasar/ Penyebab Utama
Kejadian (Define Basic Causes); Tentukan Tindakan Perbaikan yang Harus
Dilakukan (Define Control Action Needed) dan Pelaporan (Prepare Reporting
System).
120

D. REFERENSI
British Standard Institution. 2018. ISO 45001:2018 Occupational Health &
Safety management systems Requirements with guidance for use. Geneva,
March 31.
Safe Institute of Australia. 2013. Model of Causation Safety. OHSBOK. Dec.
Accessed Oct 10, 2018. http://www.ohsbok.org.au/wp-
content/uploads/2013/12/32-Models-of-causation-Safety.pdf. m
Wartakota, 2019. Data BPJS Ketenagakerjaan, Setiap Hari Terjadi 40.273
Kasus Kecelakaan Kerja. Diakses di
https://wartakota.tribunnews.com/2019/08/28/data-bpjs-ketenagakerjaan-
setiap-hari-terjadi-40273-kasus-kecelakaan-kerja?page=2.
121

F.EVALUASI

Latihan Soal

1. Mengapa analisa kecelakaan kerja harus dilakukan?


2. Apa saja yang menyebabkan terjadinya kecelakaan?
3. Jelaskan konsep teori domino?
4. Jelaskan tahapan-tahapan teknik investigasi kecelakaan kerja?
5. Jelaskan tahapan analisa kecelakaan dengan menggunakan SCAT?

STOP
SELESAIKAN SOAL EVALUASI DULU
SEBELUM KE HALAMAN BERIKUTNYA
122

Kunci Jawaban

1. Untuk mendapatkan penyebab dasar kecelakaan dan dilakukan pengendalian


agar tidak terjadi kembali kecelakaan yang sama.
2. Penyebab langsung kecelakaan kerja terbagi atas dua golongan, yaitu unsafe
action (faktor manusia) dan unsafe condition (faktor lingkungan).
3. Salah satu teori dasar yang menyatakan penyebab kecelakaan kerja adalah
teori Domino, teori ini menyatakan bahwa faktor-faktor penyebab kecelakaan
tersusun secara berurutan dalam satu garis seperti domino. Adapun faktor-
faktor tersebut adalah : Ancestry and social environment; Fault of person;
Unsafe act together with mechanical and physical hazard; Accident; Damage/
injury.
4. Adapun tahapan investigasi yaitu: Intial Response, Intial Walk Through,
Gather Information Evidance, Analiyze Evidance, Recommandation,
completion of report, document and communicate the finding,follow up action
5. Tahapan-tahapan analisis SCAT adalah sebagai berikut : Deskripsi Kejadian
(Description of Accident /Incident); Evaluasi Potensi Kerugian dan resiko
(Evaluation of Loss Potential if Not Controlled); Tentukan Tipe kejadian
(Define Type of Contact); Tentukan Penyebab Antara/ Penyebab Langsung
(Define Immediate/Directs Causes); Tentukan Dasar/ Penyebab Utama
Kejadian (Define Basic Causes); Tentukan Tindakan Perbaikan yang Harus
Dilakukan (Define Control Action Needed) dan Pelaporan (Prepare Reporting
System).
123

PEMBELAJARAN VI

KESIAPSIAGAAN KEADAAN DARURAT

A) TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Instruksional Umum:
Memahami tentang kesiapsiagaan keadaan darurat

Tujuan Instruksional Khusus:


Setelah mempelajari modul Pembelajaran VI ini, mahasiswa diharapkan:
1. Mampu menjelaskan emergency action plan
2. Mampu mempraktikkan simulasi keadaan darurat
3.Mampu menjelaskan fire prevention plan
4. Mampu menjelaskan taktik dan strategi pemadaman kebakaran

B) AKTIVITAS
1. Bacalah dengan cermat materi dalam modul ini
2. Sebaiknya modul ini dipelajari secara berkelompok, tetapi jika
tidak memungkinkan sadara dapat mempelajari sendiri
3. Sebelum membaca modul ini perlu difahami terlebih dahulu
indikator pembelajaran
4. Kerjakan semua evaluasinya
124

C.MATERI

KESIAPSIAGAAN KEADAAN DARURAT

1. Emergency Action Plan

2. Simulasi Keadaan Darurat

3. Fire Prevention Plan


a. Api
Setiap orang membutuhkan api untuk memenuhi kebutuhan. Namun api
yang tidak terkendali keberadaannya dapat membahayakan manusia dan
lingkungan. Api yang tidak terkendali tersebut akan menyebabkan kebakaran
sehingga mengakibatkan kerugian dan menggangu kegiatan usaha. Kegiatan
yang paling memiliki resiko kebakaran adalah lingkungan kegiatan yang erat
kaitannya dengan minyak dan gas. Kegiatan tersebut memiliki resiko tinggi
karena memicu adanya api.
Api merupakan proses kimia yang memerlukan oksigen dan
menghasilkan energi panas (eksotermis). Api dalam jumlah besar dan tidak
terkendali, tidak bermanfaat dan merugikan sering disebut kebakara. Definisi
kebakaran lainnya adalah proses reaksi kimia/oksidasi yang sangat cepat
diikuti dengan timbulnya nyala, cahaya, asap, gas dan energi panas. Berikut ini
adalah reaksi yang terjadi pada kebakaran :
125

Kebakaran terjadi jika ada tiga unsur yang disebut segitiga api yaitu bahan
bakar, sumber panas dan oksigen. Tanpa salah satu unsur tersebut api tidak
terjadi. Segitiga api digambarkan pada gambar 12.1.

Gambar 6.3 Segitiga api

Panas dapat dihasilkan dari energi (energi mekanik, energi listrik, energi kimia,
energi surya, energi nuklir), kondisi alam maupun lingkungan (listrik,
sambaran petir, listrik statis, rokok, api terbuka, pemotongan/pengelasan,
permukaan panas, gesekan, bunga api pembakaran, bunga api mekanik, dan
reaksi kimia). Jenis bahan yang mudah terbakar adalah combustable material,
flammable material (mudah nyala). Sedangkan jenis bahan bakar dapat berupa
padat (solid material), cair (liquid material), gas. Pada dasarnya semua bahan
bakar bisa terbakar harus dalam bentuk uap, kecuali logam atau bahan padat
yang dibuat dalam bentuk partikel yang halus/kabut. Bahan bakar padat dapat
berubah dalam bentuk gas melalui proses pirolisis. Pirolisis adalah
dekomposisi termokimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau
sedikit oksigen atau pereaksi kimia lainnya, di mana material mentah akan
mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas. Titik nyala (Flash
Point) dipakai sebagai ukuran kemudahan bahan dapat terbakar. Unsur ketiga
dari segitiga api adalah oksigen. Oksigen di udara sebanyak 21 % dari jumlah
udara yang ada di atmosfer. Oksigen dapat berupa oksigen murni maupun zat-
126

zat kimia penghasil oksida (oksidator). Oksigen yang diperlukan untuk proses
pembakaran paling sedikit sekitar 16 %. Api dapat menjadi kebakaran dalam
waktu 3-10 menit. Ketiga unsur tersebut dapat menjadi api apabila memiliki
perbandingan yang optimum. Hal ini digambarkan pada gambar 12.2.

Gambar 6.4 Ilustrasi Kebakaran


127

Flammabilitas (kemudahan suatu bahan dapat menyala / terbakar


( faktor terjadinya api) ditentukan oleh parameter berikut :
1) Titik Nyala ( Flash Point )
Suhu terendah dimana senyawa / bahan bakar mengeluarkan uap yang cukup,
dan apabila bercampur dengan udara akan dapat menyala sesaat / flash jika
diberikan sumber panas yang cukup.

2) Titik Bakar ( Fire Point )


Hampir sama dengan titik nyala namun pada fire point api akan menyala terus
menerus sampai bahan bakar habis. Fire Point adalah suhu terendah dimana
suatu zat (bahan bakar) cukup mengeluarkan uap dan terbakar secara terus
menerus bila diberi sumber penyalaan yang cukup. titik bakar suatu zat
beberapa derajat lebih tinggi dari titik nyalanya / flash point.
3) Flammable Range (FR) / Daerah Bisa Terbakar.
Flammable range atau daerah bisa terbakar adalah batas konsentrasi campuran
antara uap bahan bakar dengan udara yang dapat terbakar / menyala apabila
mendapatkan sumber panas yang cukup. Daerah tersebut dapat dijelaskan
pada gambar 12.3.
128

Gambar 6.5 Daerah bisa terbakar


Beberapa bahan bila disimpan akan terjadi kebakaran bila uap yang dihasilkan
bahan tersebut tercampur dengan udara dengan adanya percikan sumber api.
Campuran uap bahan bakar dan udara yang mengandung oksigen pada
konsentrasi tertentu dapat terbakar bila ada sumber api. Daerah konsentrasi
campuran uap dengan udara dibatasi oleh konsentrasi terendah dan konsentrasi
tertinggi yang dikenal sebagai Lower Flammability Limits (LFL) dan Upper
Flammability Limits (UFL). LFL dan UFL sangat penting dalam upaya
pencegahan bahaya yang dapat timbul karena adanya pelepasan bahan yang
mudah menguap.

4) Autoignition temperature.
Titik bakar dari suatu zat dimana ia menyala secara spontan di atmosfer normal
tanpa sumber pengapian external / tanpa adanya sumber api.
5) Activation Heat Energy.
Energi panas suatu zat tidak terdistribusi secara merata di antara atom, ion atau
molekulnya. sehingga beberapa diantaranya membawa energi panas yang
cukup untuk menghasilkan reaksi
b. Penyebaran Panas
Panas dapat menyebar, melalui empat cara. Empat cara tersebut
adalah radiasi, konveksi, konduksi, dan kontak langsung. Radiasi adalah
penyebaran melalui gelombang panas. Konveksi adalah penyebaran panas
129

tersebut melalui fluida/gas. Konduksi pernyebaran panas melalui benda padat.


Kontak langsung merupakan penyebaran panas melalui kontak secara
langsung. Perpindahan/penyebaran panas tersebut dapat dilihat dari gambar
12.4.

Gambar 6.5 Ilustrasi Perpindahan Panas

Kebarakaran yang terjadi pada ruang tertutup (vakum) apabila ada udara yang
masuk dapat menyebabkan terjadi ledakan. Hal ini sering disebut dengan
back draft.

c. Klasifikasi Kebakaran
Klasifikasi kebakaran menurut kepmenaker No. PE-04/MEN/1980
tentang “ syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam api
ringan” kebakaran dibagi menjadi 4 yaitu:
1) klas-a : kebakaran bahan padat bukan logam. Bahan padat bukan logam
contohnya kayu, pakaian, kertas, karet dan dari bahan plastic.
2) klas-b : kebakaran bahan cair atau gas mudah terbakar. Bahan cair atau gas
mudah terbakar misalnya minyak bumi, oli, lemak, tar, cat pelapis, dan gas
mudah meledak.
130

3) klas-c : kebakaran instalasi listrik bertegangan. Kebakaran instalasi listrik


bertegangan adalah kebakaran yang disebabkan oleh arus listrik.
4) klas-d : kebakaran logam. Logam yang dapat mudah menimbulkan
kebakaran adalah magnesium, sodium, potassium, titanium, zirconium,
dan logam lainnya.
Pembagian / penggolongan kebakaran berdasarkan jenis bahan bakar
yang terbakar memiliki tujuan agar dapat memilih dengan cepat dan tepat
media pemadam yang akan dipakai untuk memadamkan kebakaran
(OSHAcademy, 2020).

4. Taktik dan Strategi Pemadaman Kebakaran

Prinsip utama dalam memadamkan kebakaran adalah menghilangkan


bahan bakar, memisahkan uap bahan bakar dengan udara, mendinginkan atau
menurunkan suhu, serta memutus rantai reaksi kimia. Prinsi tersebut dapat
dijelaskan pada gambar 6.6.

Gambar 6.6 Teknik Pemadaman Kebakaran

Teknik pemadaman kebakaran dibagi menjadi empat, yaitu:


a. Starving/Starvation adalah teknik pemadaman dengan cara mengambil /
mengurangi konsentrasi dari bahan bakar yang terbakar sampai batas bisa
terbakar bawah. Misalnya ada kebakaran pipa gas, maka dengan menutup
Valve dari aliran gas tersebut akan menurunkan kadar uap bahan bakar
131

sehingga api padam.


b. Smothering adalah teknik pemadaman dengan cara membatasi kontak antara
udara dengan bahan bakar yang terbakar hingga api padam. Misalnya
memadamkan kebakaran minyak dengan Dry Chemical atau dengan cara
lain, misalnya dengan menutup permukaan bahan bakar dengan selimut api
( Fire Blanket ) atau dengan busa ( Foam )
c. Cooling adalah teknik pemadaman dengan cara mengambil jumlah panas
dari bahan bakar yang terbakar sampai di bawah Titik Nyalanya (Flash
Point). Misalnya teknik pemadaman dengan cara menyemprotkan air pada
kebakaran bahan bakar Klas A (kayu).
d. Dillution adalah teknik Pemadaman dengan cara melukukan pengenceran
Oksigen / mengurangi kadar oksigen di udara pada daerah yang terbakar.
Misalnya pemadaman dengan cara menyemprotkan CO2 pada daerah yang
terbakar, hingga api padam.

Media pemadam kebakaran berbentuk padat, cair, dan gas. Media


pemadam kebakaran berbentuk padat misalnya tanah, pasir, fire blanket, dry
chemical, dan dry powder. Media pemadam kebakaran berbentuk cair misalnya
air dan busa. Teknik yang perlu diperhatikan dalam memadamkan api adalah:
a. Pilihlah pemadam yang sesuai dengan jenis api.
b. Ujilah pemadam api anda sebelum bergerak menuju yang terdapat titik
apinya
c. Perhatikan garis ancaman
d. Berdiri tidak melawan arah angin untuk menghindari asap, uap/gas, dan
jilatan lidah api
e. Jangan membungkukkan badan, agar tetap dapat melihat asap dan jilatan
lidah api dengan jelas
Selain itu juga harus memperhatikan faktor-faktor penting dalam proses
pemadaman antara lain arah angin, jenis benda yang terbakar, volume benda
yang terbakar, berapa lama telah terbakar, situasi, kondisi dan lingkungan, dan
keselamatan diri.
132

Proteksi kebakaran dibagi menjadi dua yaitu aktif dan pasif. Proteksi
kebakaran aktif yaitu sistim proteksi kebakaran yang digerakkan secara
aktif baik manual atau otomatis untuk memadamkan kebakaran. Proteksi
kebakaran aktif antara lain deteksi, alarm, APAR, sprinkler, hydrant.
Proteksi kebakaran pasif yaitu sistem, alat atau bagian dari suatu
bangunan, peralatan atau sistim yang berfungsi untuk melindunginya dari
kebakaran. Proteksi kebakaran pasif antara lain kompartemen, smoke
control, fire damper, fire retardant/ treatment. Gambar 12.6 merupakan
contoh proteksi kebakaran aktif.

Gambar 6.7 Proteksi Kebakaran Aktif

Peralatan pokok pemadam kebakaran :


1) Selang pemadam (Fire Hose)
2) Penyambung selang (Hose Fitting)
3) Penyemprot (Nozzle)
133

Contoh alat proteksi kebakaran adalah Apar. Alat Pemadam Api


Ringan (APAR) adalah peralatan yang ringan yang berisi tepung, cairan atau
gas yang dapat disemprotkan karena memiliki tekanan untuk tujuan
pemadaman kebakaran berdasarkan National Fire Protection Association
(NFPA). Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
04/1980 APAR diartikan sebagai alat yang ringan yang mudah dilayani oleh
satu orang saja untuk tujuan pemadaman pada mula terjadinya kebakaran.
Bagian-bagian APAR dapat dilihat pada gambar 12.7. APAR dibagi menjadi
lima golongan. Penggolongan jenis APAR berdasarkan medianya, antara lain:
a. Jenis medianya Cairan / Water
APAR jenis air (water) adalah Jenis APAR yang menggunakan media air
dengan tekanan tinggi. APAR jenis ini merupakan APAR dengan harga yang
paling terjangkau dan cocok untuk memadamkan api yang dikarenakan oleh
bahan-bahan padat non-logam seperti Kertas, Kain, Karet, Plastik dan lain
sebagainya (Kebakaran Kelas A). Tetapi akan sangat berbahaya jika
dipergunakan pada kebakaran yang dikarenakan Instalasi Listrik yang
bertegangan (Kebakaran Kelas C). APAR jenis air hanya untuk kasus
kebakaran kelas “A”. Jumlah yang digunakan 2,5 gal air 150-175 psi (sampai 1
menit). Memiliki alat pengukur tekanan untuk memungkinkan pemeriksaan
kapasitas visual. Jangkauan efektif maksimum 30-40 kaki. Bisa di mulai dan
berhenti seperlunya. Teknik pemadaman dengan smoothering bahan bakar di
bawah titik nyala.
b. Jenis medianya busa / foam.
APAR Jenis Busa ini adalah Jenis APAR yang terdiri dari bahan kimia yang
dapat membentuk busa. Busa AFFF (Aqueous Film Forming Foam) yang
disembur keluar akan menutupi bahan yang terbakar sehingga Oksigen tidak
dapat masuk untuk proses kebakaran. APAR Jenis Busa AFFF ini efektif untuk
memadamkan api yang ditimbulkan oleh bahan-bahan padat non-logam seperti
Kertas, Kain, Karet dan lain sebagainya (Kebakaran Kelas A) serta kebakaran
yang dikarenakan oleh bahan-bahan cair yang mudah terbakar seperti Minyak,
Alkohol, Solvent dan lain sebagainya (Kebakaran Jenis B).
134

c. Jenis medianya serbuk kimia / Dry Chemical Powder


APAR Jenis Serbuk Kimia atau Dry Chemical Powder Fire Extinguisher
terdiri dari serbuk kering kimia yang merupakan kombinasi dari Mono-
amonium dan ammonium sulphate. Serbuk kering Kimia yang dikeluarkan
akan menyelimuti bahan yang terbakar sehingga memisahkan Oksigen yang
merupakan unsur penting terjadinya kebakaran. APAR Jenis Dry Chemical
Powder ini merupakan Alat pemadam api yang serbaguna karena efektif untuk
memadamkan kebakaran di hampir semua kelas kebakaran seperti Kelas A, B
dan C. APAR Jenis Dry Chemical Powder tidak disarankan untuk digunakan
dalam Industri karena akan mengotori dan merusak peralatan produksi di
sekitarnya. APAR Dry Chemical Powder umumnya digunakan pada mobil.
d. Jenis medianya karbondioksida / CO2.
APAR Jenis Karbon Dioksida (CO2) adalah Jenis APAR yang menggunakan
bahan Karbon Dioksida (Carbon Dioxide / CO2) sebagai bahan pemadamnya.
APAR Karbon Dioksida sangat cocok untuk Kebakaran Kelas B (bahan cair
yang mudah terbakar) dan Kelas C (Instalasi Listrik yang bertegangan).
e. Jenis medianya Gas pengganti Halon
Tingkat Efektifitas Pemadaman dari jenis pemadam yang digunakan adalah
seperti pada tabel 12.1.

Tabel 12 1 Tingkat Efektifitas Pemadaman

Pemasangan dan penempatan APAR harus memperhatikan :


a. Setiap APAR di pasang pada posisi yang mudah dilihat dan dijangkau
b. Setiap APAR di pasang harus sesuai dengan jenis benda/ tempat yang
dilindungi
c. Setiap APAR harus dipasang menggantung, dengan ketinggian max 1,2 M.
d. Pemasangan apar tidak boleh diruangan yang mempunyai suhu lebih dari 49
⁰ C dan dibawah 4 ⁰ C
Perawatan APAR harus memperhatikan:
135

1) Cek apakah terdapat kebocoran pada tabung dan pastikan gas pendorong tidak
bocor, indikasinya adalah keberadaan posisi jarum yg terletak di pressure
gauge tepat berada di posisi 15 s/d 20 Bar.
2) Cek segel di tabung Cartridge yg berada di leher tabung, apakah masih dalam
keadaan utuh, lalu kembalikan pada posisi semula. (Berlaku untuk tabung type
Cartridge)
3) Bersihkan tabung dari debu, air, maupun korosi. Caranya gosok tabung dgn
kain basah hingga tak ada lagi debu, lalu gosok lagi dgn kain kering. Setelah
itu oleskan sedikit solar pada body tabung secara merata, lalu akhiri dgn
penggosokan menggunakan kain kering.
4) Bolak-balikan tabung guna menghindari pembekuan pada cairan dalam
tabung. Caranya, satu tangan memegang bagian atas tabung, dan tangan
satunya lagi memegang bagian bawah tabung. Lalu bagian atas tabung dibalik
ke bawah dan sebaliknya, bagian bawah tabung dibolak ke atas. Lakukan
hingga 3 sampai 5 kali secara perlahan.
5) Pastikan Valve, Selang, Meter Pressure dan Segel dalam keadaan baik.
6) Yakinkan posisi Bracket dalam keadaan kuat dan melekat sempurna dgn
dinding.
7) Jangan hadapkan tabung pemadam api ringan dengan sinar matahari dan hujan
8) Usahakan agar tabung APAR terhindar dari kontak langsung matahari dan
disarankan untuk memberi penutup / canopy / pelindung pada tabung demi
menjaga kualitas tabung lebih tahan lama.
9) Buatlah Kartu Check List Perawatan Bulanan dan Tahunan untuk mengecek
kondisi tabung sebagai bahan laporan dan evaluasi.

Selain kelebihan yang dimiliki APAR, APAR juga memiliki keterbatasan


yakni:
a) Kapasitasnya terbatas.
b) Jarak semprotnya terbatas.
c) Lama semprotnya (Duration) terbatas
136

Cara memadamkan api dengan menggunakan APAR :


a) Cabut PIN APAR
b) Arahkan selang APAR ke titik api
c) Tekan Tuas/handle APAR
d) Sapukan APAR ke titik api dari satu titik ke titik yang lain

Gambar 6.8 Cara Penggunaan APAR

Alarm Kebakaran (Fire Alarm Protection)


Alarm kebakaran merupakan salah satu alat pemadam kebakaran yang
akan berbunyi ketika terjadi kebakaran. Semua komponen dari alarm kebakaran
harus diperiksa secara teratur untuk memastikan bahwa peralatan tersebut bekerja
dengan baik. Bagian-bagian yang terdapat pada alarm kebakaran, antara lain:
pendeteksi (detektor), bel dan suara/sirine, lampu tanda (healthy indicator and fire
indicator), sinyal pengendali (remote signalling), tombol reset, dan name plate.
Alarm ada beberapa jenis salah satunya rotary Hand Bell alarm ini ideal
digunakan di lokasi untuk kemah, taman kota, dan kawasan penumpukan barang
di luar ruangan. Jika terjadi kebakaran maka kaca penutup tombol alarm harus
dipecah dan sirine tanda kebakaran akan berbunyi.

Gambar 6.9 Rotary Hand Bell


137

Jenis alarm lainnya adalah Smoke detectors. Alarm ini lebih tahan lama dibanding
alat lain. Kekuatan suara hingga 85db, mampu bertahan hingga 2 tahun, dengan
supply baterei sekitar 9 volt. Detektor asap memiliki dua sensor yang berbeda.
Pertama yang berhubungan dengan mata detektor, dan yang kedua melalui
ionisasi. Adanya asap akan dideteksi melalui mata detektor menggunakan
inframerah untuk mendeteksi partikel unsur/butir di dalam atmospir, sedangkan
ionisasi detektor menggunakan komponen elektrik untuk menentukan kehadiran
asap.

Gambar 6.10 Smoke Detector

Jenis alarm yang ketiga adalah stand Alone Alarm. Alarm ini memiliki kekuatan
suara hingga 105 db dan dilengkapi strobe biru ekstra terang [cahaya/ ringan].
Biaya lebih rendah. Stand Alone Alarm ini ideal digunakan untuk kerja dan
gudang tempat terisolasi (Fakultas Teknik, 2003)
138

Gambar 12. 11 Stand Alone Alarm

D.RANGKUMAN

Kebakaran adalah api yang tidak dapat dikendalikan, tidak bermanfaat,


dan merugikan. Alat proteksi kebakaran dapat menggunakan proteksi aktif dan
pasif. Proteksi kebakaran aktif yaitu sistim proteksi kebakaran yang digerakkan
secara aktif baik manual atau otomatis untuk memadamkan kebakaran sedangkan
proteksi kebakaran pasif yaitu sistem, alat atau bagian dari suatu bangunan,
peralatan atau sistim yang berfungsi untuk melindunginya dari kebakaran. Prinsip
utama dalam memadamkan kebakaran adalah menghilangkan bahan bakar,
memisahkan uap bahan bakar dengan udara, mendinginkan atau menurunkan
suhu, serta memutus rantai reaksi kimia. Pentingnya mengetahui jenis bahan yang
terbakar agar dapat memilih dengan cepat dan tepat media pemadam yang akan
dipakai untuk memadamkan kebakaran.
139

E.REFERENSI

Fakultas Teknik, U.N.Y., 2003. Teknik Pemadam Kebakaran. Yogyakarta.


OSHAcademy, 2020. Fire Prevention Plans.
Ramli, Soehatman. 2011. Fire Preventive Plan (Presentasi pada Training OSHA
management November 2020)
140

F) EVALUASI

I. Pilihlah jawaban yang benar!

1. Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam rangka memadamkan


kebakaran antara lain :
a. Mengetahui arah angin
b. Mengetahui jenis benda yang terbakar
c. Mengetahui kondisi bangunan
d. Jawaban a, b dan c benar.

2. Produk dari kebakaran dapat berupa :


a. Termal
b. Non termal
c. CO2 dan CO
d. Jawaban a, b dan c benar.

3. Dibawah ini cara pemadam api yang dilakukan oleh petugas pemadam kebakaran
kecuali :
a. Starvation
b. Cooling
c. Conduction
d. Smothering

4. Salah satu system Pasif Fire Protection adalah Fire/smoke damper. Yang
dimaksud dengan Fire/Smoke damper adalah :
a. Damper pada koridor
b. Damper pada ducting AC Sentral
c. Damper pada setiap bukaan
d. Jawaban a, b dan c benar.

5. Kebakaran adalah proses kimiawi yang dapat terjadi karena bersatunya tiga
unsur segitiga apiyang terdiri atas :
a. Sumber panas, bahan bakar dan minyak
b. Sumber minyak oksigen dan listrik
c. Bahan bakar, panas dan oksigen
d. Semuanya benar

6. Terdapat beberapa cara perpindahan panas pada kejadian kebakaran seperti dibawah
ini kecuali :
a. Radiation
b. Reduction
141

c. Convection
d. Conduction

7. Pasif Fire protrection antara lain sebagaimana tertera dibawah ini, kecuali:
a. Kompartemen
b. Fire/smoke damper
c. Fire Extinguisher
d. Fire Reterdant

8. Flammable range sangat penting dalam pencegahan kebakaran. Apa


pernyataan berikut ini yang paling tepat? :
a. Flammable range adalah campuran bahan bakar dengan oksigen diudara
b. Flammable range adalah batas campuran bahan bakar dengan oksigen
diudara yang dapat terbakar atau meledak
c. Flammable Range adalah batas terendah konsentrasi bahan bakar di udara
yang dapat meledak
d. Flammable Range adalah batas yang aman untuk pekerjaan pengelasan

9. Passive Protection System terdiri dari antara lain (kecuali) :


a. fire proofing, fire barrier, fire stop,
b. tanggul, drainage, sub-dike.
c. APAR
d. dinding tahan api

10. Pilih salah satu jawaban yang paling tepat sebagai perlindungan terhadap
bahaya kebakaran listrik akibat beban arus listrik yang berlebihan :
a. Sistem Isolator (Electrical protection)
b. Sistem proteksi/ penangkal petir (Lightning protection)
c. Sistem Pengaman (Switch breaker/ Sekering))
d. Sistem Grounding/ Bounding

II. Jawablah pertanyaan-pertanyan berikut ini dengan singkat dan jelas!


1) Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya kebakaran akibat arus
listrik !

2) Jenis pemadam kebakaran apa yang harus digunakan jika terjadi kebakaran
pada kondisi berikut :

a. Kebakaran akibat hubung pendek arus listrik

b. Kebakaran akibat bahan bakar minyak (BBM)

c. Kebakaran di pabrik kimia


142

3) Uraikan bagaimana Fire Alarm Protection bekerja saat terjadi kebakaran !

III. PRAKTEK

1) Tentukan sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif yang ada di gedung
kampus!
2) Gambar dan amati bentuk serta spesifikasi dari sistem proteksi kebakaran
yang anda temukan!

3) Catatlah spesifikasi, fungsi dan cara penggunaan masing-masing dari sistem


proteksi kebakaran yang anda temukan!

4) Masukkanlah semua hasl pengamatan dalam tabel pengamatan!

Tabel 1 Pengamatan Alarm Pemadam Kebakaran


Cara
No Type Spesifikasi Fungsi
Penggunaan
1
2
3
4
5

STOP
SELESAIKAN SOAL EVALUASI
DULU SEBELUM KE HALAMAN BE
RIKUTNYA
143

Kunci Jawaban

1. C. 6. B

2. D 7. A

3. C 8. B

4. D 9. C

5. C 10. C
187

1) Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya kebakaran akibat arus listrik


antara lain :
a. Instalasi tidak memakai sekering atau sekering diganti dengan kawat.
b. Pemasangan kabel-kabel yang tidak tepat sehingga terjadi hubung
pendek.
c. Keadaan kabel-kabel, baik dalam instalasi maupun dalam peralatan
listrik yang sudah usang atau rusak.
2) Jenis pemadam yang digunakan :
a. karbon dioksida (CO2) dalam alat pemadam tangan

b. busa zat kimia

c. busa zat kimia

3) Saat terjadi kebakaran atau bahaya kebakaran smoke detector dan atau

heat detector akan merespon adanya bahaya kebakaran. Pada batas

ketebalan asap tertentu/ temperatur tertentu yang telah disetting smoke

detector/heat detector tersebut akan mengirimkan sinyal ke alarm

Audible dan visible alarm-indicating devices sehingga sirine akan

berbunyi, lampu tanda menyala dan announciator bekerja sehingga

dapat diketahui zona bagian mana yang terjadi kebakaran sehingga bisa

segera ditangani. Setelah penanganan selesai dan kondisi kembali

normal fire alarm protection akan kembali ke posisi siaga (atau operator

dapat mereset kembali menjadi posisi normal).


188

BAB III
EVALUASI

A. TES KEMAMPUAN AKHIR

Bagian 1. Soal Pilihan Ganda


Soal pilihan ganda terdiri atas 20 soal yaitu soal no. 1 hingga 20.
Kerjakanlah semua soal tersebut pada lembar jawaban yang telah
disediakan. Pilihlah salah satu jawaban yang benar dengan cara
memberi tanda silang (x) pada huruf a, b, c atau d di lembar
jawaban. Skor untuk tiap jawaban yang benar adalah 1, dan 0
untuk tiap jawaban yang salah.

1. Suatu usaha/industri menerapkan Sistem Manajemen


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) karena beberapa
pertimbangan berikut, kecuali:
a. untuk menjaga reputasi perusahaan
b. karena dipaksa oleh Undang-Undang
c. karena kelebihan keuntungan usaha
d. membiarkan terjadinya kecelakaan kerja merupakan suatu
tindakan yang tidak manusiawi.

2. Berikut ini hal yang tidak termasuk dalam sasaran


diterapkannya K3 di suatu usaha/industri/laboratorium:
a. Menjamin keselamatan operator dan orang lain,
b. Menjamin penggunaan peralatan aman dioperasikan,
c. Menjamin proses produksi aman dan lancar,
d. Menjamin terlaksananya perintah UU
189

3. Pola hidup sehat adalah ……


a. perilaku positif dalam kebiasaan hidup sehari-hari yang berpengaruh
baik terhadap kesehatan individu
b. penampilan (performance) setiap individu dalam melakukan aktivitas
sehari hari
c. ilmu yang mempelajari cara-cara yang berguna bagi kesehatan
d. sehat jasmani dan rohani

4. Pengertian sehat menurut WHO (1950) adalah ……


a. usaha untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan
b. sehat jasmani dan rohani sehingga tubuh sehat dan ideal dari segi
kesehatan meliputi aspek fisik, mental dan sosial serta tidak hanya
bebas dari penyakit
c. suatu upaya untuk memelihara kebersihan tubuh
d. usaha untuk memelihara, menjaga dan mempertinggi derajat kesehatan
individu mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki

5. Perilaku yang disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk


mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan
buangan berbahaya lainnya, dengan harapan dapat menjaga dan
meningkatkan kesehatan manusia disebut ……
a. Hazard c. Sanitasi
b. Hygiene d. Safety

6. Induk dari peraturan perundang-undangan K3 adalah ……


a. UU No. 1 Tahun 1970 c. UU No. 13 Tahun 2003
b. UU No. 14 Tahun 1969 d. Permenaker No. Per.05/MEN/1996
190

7. Berikut ini adalah kewajiban pengusaha/pengurus terkait dengan K3


berdasar UU K3, kecuali ……
a. Memeriksa kesehatan badan, kondisi mental, dan kemampuan fisik
dari tenaga kerja
b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan
c. Menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada
dibawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan
d. Melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja

8. Berikut ini adalah manfaat dari alat pelindung kepala kecuali ......
a. Melindungi rambut pekerja supaya tidak terjerat mesin yang berputar
b. Melindungi kepala dari panas radiasi, api, percikan bahan kimia
c. Melindungi kepala dari benturan dan tertimpa benda
d. Melindungi dari temperatur yang ekstrim baik terlalu panas/ dingin

9. Berikut ini adalah prinsip-prinsip dasar dalam menangani suatu keadaan


darurat, kecuali ……
a. Memeriksa pernafasan dan denyut jantung korban
b. Memastikan kita bukan menjadi korban berikutnya
c. Menggunakan metode atau cara pertolongan yang cepat, mudah dan
efesien
d. Mencatat usaha-usaha pertolongan yang telah kita lakukan
191

10. Makna yang terkandung dalam Pertolongan Pertama adalah ……


a. Pertolongan Pertama harus tepat sehingga meringankan sakit korban
b. Pertolongan Pertama harus diberikan oleh dokter
c. Pertolongan Pertama harus menyembuhkan
d. Pertolongan Pertama hanya diberikan pada korban kecelakaan

11. Tindakan preventif mencegah terjadinya kebakaran adalah dengan ……


a. mencegah bertemunya oksigen (O2), karbondioksida (CO2), dan panas
b. mencegah bertemunya oksigen (O2), bahan bakar, dan panas
c. mencegah bertemunya karbondioksida (CO2), bahan bakar, dan panas
d. mencegah bertemunya oksigen (O2), bahan bakar, dan air

12. Apabila terjadi kebakaran pada bahan baku busana, maka media yang
dapat dipilih untuk memadamkan kebakaran adalah ……
a. debu, busa, gas CO2 c. air, debu
b. air, gas CO2 d. busa, gas CO2
13. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cara bekerja yang
aman sehingga penampilan diri ketika kerja selalu baik, kecuali ……
a. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
b. Menerapkan Konsep 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin)
dalam bekerja terutama setelah selesai melakukan pekerjaan
c. Memposisikan badan sewaktu bekerja sesuai prinsip ergonomis
d. Langkah dan urutan kerja dibuat fleksibel serta tidak selalu mengikuti
prosedur operasi baku (SOP)

.
192

Bagian 1. Soal Pilihan Ganda


1. A B C D 11. A B C D
2. A B C D 12. A B C D
3. A B C D 13. A B C D
4. A B C D 14. A B C D
5. A B C D 15. A B C D
6. A B C D 16. A B C D
7. A B C D 17. A B C D
8. A B C D 18. A B C D
9. A B C D 19. A B C D
10. A B C D 20. A B C D
193

BAB IV
PENUTUP

Setelah mahasiswa mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran dan


mempunyai pengetahuan dan kemampuan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, maka mahasiswa berhak mengikuti tes untuk menguji kompetensi
yang telah dipelajari.
Untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, disarankan untuk mempelajari materi
dari buku, jurnal, artikel online yang relevan serta senantiasa mengikuti
perkembangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
194

Daftar Pustaka

Jerusalem, M. dan Enny Zuhny Khayati. 2010. Modul K3 Busana.Univ. Negeri


Jogjakarta.

Fakultas Teknik, U.N.Y., 2003. Teknik Pemadam Kebakaran. Yogyakarta.


OSHAcademy, 2020. Fire Prevention Plans.

Ramli, Soehatman. 2011. Fire Preventive Plan (Presentasi pada Training OSHA
management November 2020

Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2019


tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

Undang-undang RI No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

Somad, Ismet. Modul Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja

British Standard Institution. 2018. ISO 45001:2018 Occupational Health &


Safety management systems Requirements with guidance for use. Geneva,
March 31.
Safe Institute of Australia. 2013. Model of Causation Safety. OHSBOK. Dec.
Accessed Oct 10, 2018. http://www.ohsbok.org.au/wp-
content/uploads/2013/12/32-Models-of-causation-Safety.pdf. m
Wartakota, 2019. Data BPJS Ketenagakerjaan, Setiap Hari Terjadi 40.273
Kasus Kecelakaan Kerja. Diakses di
https://wartakota.tribunnews.com/2019/08/28/data-bpjs-ketenagakerjaan-
setiap-hari-terjadi-40273-kasus-kecelakaan-kerja?page=2.
POLITEKNIK NEGERI MEDIA KREATIF
JURUSAN TEKNIK GRAFIKA
PROGRAM STUDI TEKNIK GRAFIKA
2019-2020
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)
Nama Mata Kuliah Kode Semester Tgl Penyusunan
Bobot (sks)
Mata Kuliah
K3 dan Manajemen Lingkungan TCG-5228 2 5 November 2020
Kedudukan Matakuliah sebagai penciri Nama Koordinator Pengembang Koordinator Bidang
Ka PRODI
Polimedia RPS Keahlian (Jika Ada)

Besse Irna Tawaddud, SKM.,M.Kes. Drs. H.Abdu Rahman M.,M.Pd.

Capaian Pembelajaran (CP) CPL-PRODI (Capaian Pembelajaran Lulusan Program Studi) yang Dibebankan pada Mata Kuliah

S5 Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan

P5 Menguasai sistem perencanaan, pelaksanaan, pengarahan, pemantauan, evaluasi, dan pengendalian produk
cetak;
KU2
Mampu menunjukkan kinerja bermutu dan terukur;
KK4
Mampu mengelola proses produksi cetak;
CPMK (Capaian Pembelajaran Mata Kuliah)
CPMK1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar dan perundang-undangan K3L
CPMK2 Mahasiswa mampu menganalisis risiko dan bahaya di lingkungan kerja grafika
CPMK3 Mahasiswa mampu menyebutkan penyakit akibat kerja di lingkungan kerja grafika
CPMK4 Mahasiswa mampu menganalisis kecelakaan kerja di lingkungan kerja grafika
CPMK5 Mahasiswa mampu menjelaskan hygiene industri ergonomi di lingkungan kerja grafika
CPMK6 Mahasiswa mampu mempraktikkan penggunaan APD yang digunakan dalam produksi cetak/manufaktur
CPMK7 Mahasiswa mampu mempraktikkan kesiapsiagaan keadaan darurat
CPMK8 Mahasiswa mampu mempraktikkan P3K dari berbagai cedera dalam produksi cetak/manufaktur
CPMK9 Mahasiswa mampu menerapkan metode 5R dalam lingkungan kerja grafika
CPMK10 Mahasiswa mampu menjelaskan cara pengelolaan limbah produksi cetak,manufaktur
CPMK11 Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip safety management
POKOK BAHASAN
1. Konsep Dasar K3
2. Risiko dan Bahaya Lingkungan Kerja
3. Penyakit Akibat Kerja
4. Kecelakaan Kerja
5. Hygiene Industri Ergonomi
6. Alat Pelindung Diri
7. Kesiapsiagaan Keadaan Darurat
8. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
9. Metode 5R
10. Limbah
11. Safety Management
Mata kuliah K3 dan Manajemen Lingkungan akan membekali mahasiswa dengan pengetahuan tentang Konsep Dasar K3 dan
Deskripsi Singkat MK Undang-Undang, Risiko dan Bahaya Kerja, Penyakit Akibat Kerja, air, Kecelakaan Kerja, ergonomi, APD, kesiapsiagaan
keadaan darurat , P3K, metode 5R, pengelolaan limbah, dan safety management di lingkungan kerja grafika

Bahan Kajian / 1. Konsep dasar K3


Materi 2. SKKNI K3 Umum dan Unit
Pembelajaran 3. Undang-Undang dan Peraturan K3
4. Implementasi risiko kesehatan
5. Identifikasi bahaya
6. Pengenalan hygiene industri pengukuran bahaya
7. Peralatan dan pengukuran bahaya
8. Penyakit akibat kerja di lingkungan kerja grafika
9. Prosedur cara kerja aman
10. Investigasi kecelakaan
11. Kecelakaan kerja di lingkungan kerja grafika
12. Praktik penyelidikan kecelakaan
13. Industrial hygiene dan ergonomi di lingkungan kerja grafika
14. Penyediaan dan pemantauan APD
15. APD yang digunakan dalam produksi cetak/manufaktur
16. Emergency action plan
17. Simulasi keadaan darurat
18. Fire prevention plan
19. Taktik dan strategi pemadaman kebakaran
20. P3K dari berbagai cedera dalam produksi cetak/manufaktur
21. Metode 5R dalam lingkungan kerja grafika
22. Pengelolaan limbah produksi cetak,manufaktur
23. Introduction to safety management
24. Effective safety committe (P2K3)
Daftar Referensi Utama:
1. Ismara KI, dkk. 2014. Buku Ajar K3 FT UNY. Yogyakarta
2. Sholihah Q, Kuncoro W. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Konsep Perkembangan dan Implementasi
Budaya Keselamatan. EGC: Jakarta.
3. Sujoso, ADP. 2012. Dasar-Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jember University Press:Jember.
4. Steven, Gergle. 2011. Safety Management System Evaluation.. OSHAcademy Course 716 Study Guide
5. Buntarto. 2015. Panduan Praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk Industri.Pustaka Baru: Yogyakarta.
6. Konradus, D. 2012. Keselamatan dan KesehatanKerja: membangun SDM Pekerja yang sehat, produktif dan
kompetititf. Bangka Adinatha Mulia:Jakarta.
7. Kurniawidjaja, LM. 2015. Teori dan Aplikasi KesehatanKerja. UI Press: Jakarta.
8. Ramli, S. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Dian Rakyat: Jakarta
9. Santoso, G. 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. PrestasiPustaka:Jakarta
10. Suma’mur. 1989. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. CV Haji Masagung: Jakarta
11. Djonaedi, E.,. 2019. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Cetak (K3 Grafika). Depok. PNJ Press..
12. Perpres Nomor 7 Tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2016 . Tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Penyakit Akibat Kerja
14. Soemarko.2012. “Identifikasi dan Rehabilitasi Kerja”. K3 Expo Seminar SMESCO 26 April 2012.
15. Muflihah, Naiem, Rahim,. 2013. Pola Kejadian Cedera Akibat Kecelakaan Kerja pada Karyawan Industri
Percetakan di Kota Makassar Tahun 2013. Artikel FKM Unhas. Makassar.
16. Steven, Gergle. 2011. Effective Accident Investigation. OSHAcademy Course 702 Study Guide
17. Silalahi, BNB, Silalahi RB. 1985. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja: seri manajemen No. 112. PT
Pertja: Jakarta.
18. Tarwaka, Solichul, Bakri, Sudiajeng, L. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas
Ed 1. Surakarta: UNIBA PRESS.
19. Steven, Gergle. 2011. Introduction to Ergonomic. OSHAcademy Course 711 Study Guide
20. Redjeki,S.2016.Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Modul Cetak Bahan Ajar Farmasi. Pusdik SDM Kesehatan RI.
Jakarta
21. Rijanto, BB.2011. Pedoman Pencegahan Kecelakaan di industri. Mitra Wacana Media. Jakarta.
22. Steven, Gergle. 2011. Introduction to Fire Prevention Plans. OSHAcademy Course 718 Study Guide
23. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2013. Panduan Pelaksanaan P3K di Tempat Kerja. Direktorat
Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
24. Farihah, Tutik dan Didik. 2018. Penerapan 5S (Seiri, Seis, Seiton, Sheiketsu, Shitsuke) pada UKM olahan
Makanan di Dusun Sempu Desa Wonokerto. Jurnal Bakti Saintek. Vol2 Nomor 2 hlm.43-49 ISSN 2548-9593
25. https://isoindonesiacenter.com/perbedaan-iso-45001-dan-ohsas-18001/
26. PP RI NO 50 Tahun 2012 TentangPenerapanSistemManajemen K3.
27. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.5 Tahun 1996 tentangSistemManajemen. Keselamatan dan KesehatanKerja.
Jakarta: Depnaker.
28. Saputro, EW. 2015. Penerapan SMK 3 Sebagai Upaya Pencegahan Kejadian Kecelakaan Kerja Bengkel Otomotif
di FT UNY. Skripsi
Pendukung:

Media Pembelajaran Perangkat lunak: Perangkat keras :


Powerpoint Notebook & LCD Projector , bahan ajar
Nama Dosen Pengampu Besse Irna Tawaddud, SKM.,M.Kes.
Matakuliah prasyarat Tidak ada
(Jika ada)
Minggu Sub-CPMK Bahan Kajian Bentuk dan Penilaian
Ke- (Kemampuan (Materi Metode Estimasi Pengalaman Belajar Kriteria & Indikator Bobot
akhir yg Pembelajaran) Pembelajaran Waktu Mahasiswa Bentuk (%)
direncanakan)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1-2 Mahasiswa 1. Ceramah, 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Bentuk
mampu  SKKNI K3 2. Diskusi Menyusun paper menjawab Tulisan
menjelaskan Umum dan Unit kelompok, 2. Presentasi soal (test
konsep dasar K3  Undang-Undang 3. Belajar tulis)
dan peraturan K3 mandiri 2X2x50’ 2. Ketepatan
 Dasar K3 (BM) (TM) waktu
14%
2X2x60’(B penyelesaia
T) n tugas
3. Kemampuan
/ ketepatan
komunikasi

1. Ceramah, 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Bentuk


Mahasiswa  Implementasi Health 2. Diskusi Menyusun paper menjawab Tulisan ilmiah
Risk kelompok 2. Presentasi soal (test  Isi Makalah
mampu
menganalisis  Identifikasi Bahaya 3. Problem tulis)
risiko dan  Pengenalan teknik Base 1X2x50’(T 2. Ketepatan
bahaya di pengukuran bahaya Learning M) waktu
3 7%
lingkungan kerja 4. Belajar 1X2x60’(B penyelesaia
grafika mandiriri T) n tugas
(BM) 3. Kemampuan
/ ketepatan
komunikasi
Minggu Sub-CPMK Bahan Kajian Bentuk dan Penilaian
Ke- (Kemampuan (Materi Metode Estimasi Pengalaman Belajar Kriteria & Indikator Bobot
akhir yg Pembelajaran) Pembelajaran Waktu Mahasiswa Bentuk (%)
direncanakan)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
4 Mahasiswa  Penyakit Akibat 1. Ceramah 1X2x50’ 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Bentuk
mampu Kerja 2. Belajar (TM) 2. Menyusun paper menjawab Tulisan ilmiah
menyebutkan  Prosedur cara mandiri 1X2x60’(B soal (test  Isi Makalah
penyakit akibat kerja aman T) tulis)
kerja di 2. Ketepatan
lingkungan kerja waktu 7%
grafika penyelesaia
n tugas
3. Kemampuan
/ ketepatan
komunikasi

1. Ceramah, 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Bentuk


2. Problem 2. Menyusun paper menjawab Tulisan ilmiah
Base soal (test  Isi Makalah
Mahasiswa Learning tulis)
mampu 3. Belajar 1X2x50’ 2. Ketepatan
menganalisis mandiri (TM) waktu
5  Investigasi 7%
kecelakaan kerja 1X2x60’(B penyelesai-
di lingkungan kecelakaan T) an tugas
kerja grafika 3. Kemampuan
/ ketepatan
komunikasi
Minggu Sub-CPMK Bahan Kajian Bentuk dan Penilaian
Ke- (Kemampuan (Materi Metode Estimasi Pengalaman Belajar Kriteria & Indikator Bobot
akhir yg Pembelajaran) Pembelajaran Waktu Mahasiswa Bentuk (%)
direncanakan)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1. Ceramah, 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Bentuk
Mahasiswa 2. Diskusi 2. Menyusun paper menjawab Tulisan ilmiah
mampu kelompok 3. Presentasi soal (test Isi Makalah
1X2x50’
menjelaskan 3. Belajar tulis)
(TM)
6 Hygiene  Ergonomi mandiri 2. Ketepatan
1X2x60’(B
industry waktu
T) 7%
Ergonomi di penyelesai-
lingkungan kerja an tugas
grafika 3. Kemampuan
/ ketepatan
komunikasi

1. Ceramah 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Bentuk


2. Belajar 2. Menyusun paper menjawab Tulisan
Mahasiswa
mandiri soal (test ilmiah
mampu
mempraktikkan
3. Demons-
1X2x50’
tulis)  Demonstrasi
trasi 2. Ketepatan
penggunaan (TM)
7  Penyediaan dan waktu 7%
APD yang 1X2x60’(B
pemantauan APD penyelesaia
digunakan dalam T)
n tugas
produksi cetak
3. Kemampuan
manufaktur
/ ketepatan
komunikasi
Minggu Sub-CPMK Bahan Kajian Bentuk dan Penilaian
Ke- (Kemampuan (Materi Metode Estimasi Pengalaman Belajar Kriteria & Indikator Bobot
akhir yg Pembelajaran) Pembelajaran Waktu Mahasiswa Bentuk (%)
direncanakan)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1. Ceramah 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Bentuk
2. Belajar 2. Melakukan menjawab Tulisan ilmiah
mandiri simulasi soal (test  Simulasi
Mahasiswa 3. Demons- tulis)
mampu trasi 1X2x50’ 2. Ketepatan
8
mempraktikkan  Emergency action (TM) waktu 7%
kesiapsiagaan plan 1X2x60’(B penyelesaia
keadaan darurat  Taktik dan strategi T) n tugas
Pemadaman 3. Kemampuan
Kebakaran / ketepatan
komunikasi
Ujian Tengah Semester (UTS)
Mahasiswa 1. Ceramah 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Demonstrasi
mampu 2. Belajar 1X2x50’ 2. Melakukan menjawab
mempraktikkan mandiri (TM) demonstrasi soal (test
9  P3K
P3K dari 3. Demonstr 1X2x60’(B tulis)
berbagai cedera asi T) 2. Ketepatan
dalam produksi waktu 7%
cetak/manufaktur penyelesaia
n tugas
3. Kemampuan
/ ketepatan
komunikasi
Minggu Sub-CPMK Bahan Kajian Bentuk dan Penilaian
Ke- (Kemampuan (Materi Metode Estimasi Pengalaman Belajar Kriteria & Indikator Bobot
akhir yg Pembelajaran) Pembelajaran Waktu Mahasiswa Bentuk (%)
direncanakan)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1. Ceramah 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Bentuk
2. Diskusi 2. Menyusun paper menjawab Tulisan
Mahasiswa kelompok 3. Presentasi soal (test ilmiah
mampu 3. Belajar
1X2x50’
tulis)  Isi
menerapkan mandiri 2. Ketepatan Makalah
(TM)
10 metode 5R  Defenisi Metode 5R waktu 7%
1X2x60’(B
dalam penyelesaia
lingkungan  Penerapan Metode T)
n tugas
kerja grafika 5R 3. Kemampuan
/ ketepatan
komunikasi
1. Ceramah 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Bentuk
2. Project 2. Menyusun paper menjawab Tulisan ilmiah
Base 3. Presentasi soal (test  Isi Makalah
Mahasiswa
Learning tulis)
mampu
3. Diskusi 2X2x50’ 2. Ketepatan
menjelaskan cara
11- kelompok (TM) waktu
12
pengelolaan  Deskripsi Limbah 4. Belajar 2X2x60’(B
14%
penyelesaia
limbah dalam industri /usaha mandiri T) n tugas
produksi grafika
3. Kemampuan
cetak/manufaktur  Klasifikasi Limbah
/ ketepatan
komunikasi
Minggu Sub-CPMK Bahan Kajian Bentuk dan Penilaian
Ke- (Kemampuan (Materi Metode Estimasi Pengalaman Belajar Kriteria & Indikator Bobot
akhir yg Pembelajaran) Pembelajaran Waktu Mahasiswa Bentuk (%)
direncanakan)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Mahasiswa 1. Ceramah 2x2x50’ 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Bentuk
13- mampu 2. Project (TM) 2. Menyusun paper menjawab soal Tulisan ilmiah
 Safety management  Isi Makalah
14 menjelaskan Base 2X2x60’(B 3. Presentasi (test tulis)
safety  P2K3 Learning T) 2. Ketepatan
management 3.Diskusi waktu
kelompok penyelesaian
4.Belajar tugas 14%
mandiri 3.
Kemampuan/
ketepatan
komunikasi

Ujian Akhir Semester (UAS)

Catatan:
1. Capaian Pembelajaran Lulusan PRODI (CPL-PRODI) adalah kemampuan yang dimiliki oleh setiap lulusan PRODI yang merupakan
internalisasi dari sikap, penguasaan pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan jenjang prodinya yang diperoleh melalui proses
pembelajaran.
2. CPL yang dibebankan pada mata kuliah adalah beberapa capaian pembelajaran lulusan program studi (CPL-PRODI) yang digunakan untuk
pembentukan/pengembangan sebuah mata kuliah yang terdiri dari aspek sikap, ketrampulan umum, ketrampilan khusus dan pengetahuan.
3. CP Mata kuliah (CPMK) adalah kemampuan yang dijabarkan secara spesifik dari CPL yang dibebankan pada mata kuliah, dan bersifat
spesifik terhadap bahan kajian atau materi pembelajaran mata kuliah tersebut.
4. Sub-CP Mata kuliah (Sub-CPMK) adalah kemampuan yang dijabarkan secara spesifik dari CPMK yang dapat diukur atau diamati dan
merupakan kemampuan akhir yang direncanakan pada tiap tahap pembelajaran, dan bersifat spesifik terhadap materi pembelajaran mata
kuliah tersebut.
5. Kriteria Penilaian adalah patokan yang digunakan sebagai ukuran atau tolok ukur ketercapaian pembelajaran dalam penilaian berdasarkan
indikator-indikator yang telah ditetapkan. Kreteria penilaian merupakan pedoman bagi penilai agar penilaian konsisten dan tidak bias.
Kriteria dapat berupa kuantitatif ataupun kualitatif.
6. Indikator penilaian kemampuan dalam proses maupun hasil belajar mahasiswa adalah pernyataan spesifik dan terukur yang mengidentifikasi
kemampuan atau kinerja hasil belajar mahasiswa yang disertai bukti-bukti.
POLITEKNIK NEGERI MEDIA KREATIF
JURUSAN TEKNIK GRAFIKA
PROGRAM STUDI TEKNIK GRAFIKA
2019-2020
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)
Nama Mata Kuliah Kode Semester Tgl Penyusunan
Bobot (sks)
Mata Kuliah
K3 dan Manajemen Lingkungan TCG-5228 2 5 November 2020
Kedudukan Matakuliah sebagai penciri Nama Koordinator Pengembang Koordinator Bidang
Ka PRODI
Polimedia RPS Keahlian (Jika Ada)

Besse Irna Tawaddud, SKM.,M.Kes. Drs. H.Abdu Rahman M.,M.Pd.

Capaian Pembelajaran (CP) CPL-PRODI (Capaian Pembelajaran Lulusan Program Studi) yang Dibebankan pada Mata Kuliah

S5 Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan

P5 Menguasai sistem perencanaan, pelaksanaan, pengarahan, pemantauan, evaluasi, dan pengendalian produk
cetak;
KU2
Mampu menunjukkan kinerja bermutu dan terukur;
KK4
Mampu mengelola proses produksi cetak;
CPMK (Capaian Pembelajaran Mata Kuliah)
CPMK1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar dan perundang-undangan K3L
CPMK2 Mahasiswa mampu menganalisis risiko dan bahaya di lingkungan kerja grafika
CPMK3 Mahasiswa mampu menyebutkan penyakit akibat kerja di lingkungan kerja grafika
CPMK4 Mahasiswa mampu menganalisis kecelakaan kerja di lingkungan kerja grafika
CPMK5 Mahasiswa mampu menjelaskan hygiene industri ergonomi di lingkungan kerja grafika
CPMK6 Mahasiswa mampu mempraktikkan penggunaan APD yang digunakan dalam produksi cetak/manufaktur
CPMK7 Mahasiswa mampu mempraktikkan kesiapsiagaan keadaan darurat
CPMK8 Mahasiswa mampu mempraktikkan P3K dari berbagai cedera dalam produksi cetak/manufaktur
CPMK9 Mahasiswa mampu menerapkan metode 5R dalam lingkungan kerja grafika
CPMK10 Mahasiswa mampu menjelaskan cara pengelolaan limbah produksi cetak,manufaktur
CPMK11 Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip safety management
POKOK BAHASAN
1. Konsep Dasar K3
2. Risiko dan Bahaya Lingkungan Kerja
3. Penyakit Akibat Kerja
4. Kecelakaan Kerja
5. Hygiene Industri Ergonomi
6. Alat Pelindung Diri
7. Kesiapsiagaan Keadaan Darurat
8. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
9. Metode 5R
10. Limbah
11. Safety Management
Mata kuliah K3 dan Manajemen Lingkungan akan membekali mahasiswa dengan pengetahuan tentang Konsep Dasar K3 dan
Deskripsi Singkat MK Undang-Undang, Risiko dan Bahaya Kerja, Penyakit Akibat Kerja, air, Kecelakaan Kerja, ergonomi, APD, kesiapsiagaan
keadaan darurat , P3K, metode 5R, pengelolaan limbah, dan safety management di lingkungan kerja grafika

Bahan Kajian / 1. Konsep dasar K3


Materi 2. SKKNI K3 Umum dan Unit
Pembelajaran 3. Undang-Undang dan Peraturan K3
4. Implementasi risiko kesehatan
5. Identifikasi bahaya
6. Pengenalan hygiene industri pengukuran bahaya
7. Peralatan dan pengukuran bahaya
8. Penyakit akibat kerja di lingkungan kerja grafika
9. Prosedur cara kerja aman
10. Investigasi kecelakaan
11. Kecelakaan kerja di lingkungan kerja grafika
12. Praktik penyelidikan kecelakaan
13. Industrial hygiene dan ergonomi di lingkungan kerja grafika
14. Penyediaan dan pemantauan APD
15. APD yang digunakan dalam produksi cetak/manufaktur
16. Emergency action plan
17. Simulasi keadaan darurat
18. Fire prevention plan
19. Taktik dan strategi pemadaman kebakaran
20. P3K dari berbagai cedera dalam produksi cetak/manufaktur
21. Metode 5R dalam lingkungan kerja grafika
22. Pengelolaan limbah produksi cetak,manufaktur
23. Introduction to safety management
24. Effective safety committe (P2K3)
Daftar Referensi Utama:
1. Ismara KI, dkk. 2014. Buku Ajar K3 FT UNY. Yogyakarta
2. Sholihah Q, Kuncoro W. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Konsep Perkembangan dan Implementasi
Budaya Keselamatan. EGC: Jakarta.
3. Sujoso, ADP. 2012. Dasar-Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jember University Press:Jember.
4. Steven, Gergle. 2011. Safety Management System Evaluation.. OSHAcademy Course 716 Study Guide
5. Buntarto. 2015. Panduan Praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk Industri.Pustaka Baru: Yogyakarta.
6. Konradus, D. 2012. Keselamatan dan KesehatanKerja: membangun SDM Pekerja yang sehat, produktif dan
kompetititf. Bangka Adinatha Mulia:Jakarta.
7. Kurniawidjaja, LM. 2015. Teori dan Aplikasi KesehatanKerja. UI Press: Jakarta.
8. Ramli, S. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Dian Rakyat: Jakarta
9. Santoso, G. 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. PrestasiPustaka:Jakarta
10. Suma’mur. 1989. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. CV Haji Masagung: Jakarta
11. Djonaedi, E.,. 2019. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri Cetak (K3 Grafika). Depok. PNJ Press..
12. Perpres Nomor 7 Tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2016 . Tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Penyakit Akibat Kerja
14. Soemarko.2012. “Identifikasi dan Rehabilitasi Kerja”. K3 Expo Seminar SMESCO 26 April 2012.
15. Muflihah, Naiem, Rahim,. 2013. Pola Kejadian Cedera Akibat Kecelakaan Kerja pada Karyawan Industri
Percetakan di Kota Makassar Tahun 2013. Artikel FKM Unhas. Makassar.
16. Steven, Gergle. 2011. Effective Accident Investigation. OSHAcademy Course 702 Study Guide
17. Silalahi, BNB, Silalahi RB. 1985. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja: seri manajemen No. 112. PT
Pertja: Jakarta.
18. Tarwaka, Solichul, Bakri, Sudiajeng, L. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas
Ed 1. Surakarta: UNIBA PRESS.
19. Steven, Gergle. 2011. Introduction to Ergonomic. OSHAcademy Course 711 Study Guide
20. Redjeki,S.2016.Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Modul Cetak Bahan Ajar Farmasi. Pusdik SDM Kesehatan RI.
Jakarta
21. Rijanto, BB.2011. Pedoman Pencegahan Kecelakaan di industri. Mitra Wacana Media. Jakarta.
22. Steven, Gergle. 2011. Introduction to Fire Prevention Plans. OSHAcademy Course 718 Study Guide
23. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2013. Panduan Pelaksanaan P3K di Tempat Kerja. Direktorat
Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
24. Farihah, Tutik dan Didik. 2018. Penerapan 5S (Seiri, Seis, Seiton, Sheiketsu, Shitsuke) pada UKM olahan
Makanan di Dusun Sempu Desa Wonokerto. Jurnal Bakti Saintek. Vol2 Nomor 2 hlm.43-49 ISSN 2548-9593
25. https://isoindonesiacenter.com/perbedaan-iso-45001-dan-ohsas-18001/
26. PP RI NO 50 Tahun 2012 TentangPenerapanSistemManajemen K3.
27. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.5 Tahun 1996 tentangSistemManajemen. Keselamatan dan KesehatanKerja.
Jakarta: Depnaker.
28. Saputro, EW. 2015. Penerapan SMK 3 Sebagai Upaya Pencegahan Kejadian Kecelakaan Kerja Bengkel Otomotif
di FT UNY. Skripsi
Pendukung:

Media Pembelajaran Perangkat lunak: Perangkat keras :


Powerpoint Notebook & LCD Projector , bahan ajar
Nama Dosen Pengampu Besse Irna Tawaddud, SKM.,M.Kes.
Matakuliah prasyarat Tidak ada
(Jika ada)
Minggu Sub-CPMK Bahan Kajian Bentuk dan Penilaian
Ke- (Kemampuan (Materi Metode Estimasi Pengalaman Belajar Kriteria & Indikator Bobot
akhir yg Pembelajaran) Pembelajaran Waktu Mahasiswa Bentuk (%)
direncanakan)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1-2 Mahasiswa 1. Ceramah, 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Bentuk
mampu  SKKNI K3 2. Diskusi Menyusun paper menjawab Tulisan
menjelaskan Umum dan Unit kelompok, 2. Presentasi soal (test
konsep dasar K3  Undang-Undang 3. Belajar tulis)
dan peraturan K3 mandiri 2X2x50’ 2. Ketepatan
 Dasar K3 (BM) (TM) waktu
14%
2X2x60’(B penyelesaia
T) n tugas
3. Kemampuan
/ ketepatan
komunikasi

1. Ceramah, 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Bentuk


Mahasiswa  Implementasi Health 2. Diskusi Menyusun paper menjawab Tulisan ilmiah
Risk kelompok 2. Presentasi soal (test  Isi Makalah
mampu
menganalisis  Identifikasi Bahaya 3. Problem tulis)
risiko dan  Pengenalan teknik Base 1X2x50’(T 2. Ketepatan
bahaya di pengukuran bahaya Learning M) waktu
3 7%
lingkungan kerja 4. Belajar 1X2x60’(B penyelesaia
grafika mandiriri T) n tugas
(BM) 3. Kemampuan
/ ketepatan
komunikasi
Minggu Sub-CPMK Bahan Kajian Bentuk dan Penilaian
Ke- (Kemampuan (Materi Metode Estimasi Pengalaman Belajar Kriteria & Indikator Bobot
akhir yg Pembelajaran) Pembelajaran Waktu Mahasiswa Bentuk (%)
direncanakan)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
4 Mahasiswa  Penyakit Akibat 1. Ceramah 1X2x50’ 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Bentuk
mampu Kerja 2. Belajar (TM) 2. Menyusun paper menjawab Tulisan ilmiah
menyebutkan  Prosedur cara mandiri 1X2x60’(B soal (test  Isi Makalah
penyakit akibat kerja aman T) tulis)
kerja di 2. Ketepatan
lingkungan kerja waktu 7%
grafika penyelesaia
n tugas
3. Kemampuan
/ ketepatan
komunikasi

1. Ceramah, 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Bentuk


2. Problem 2. Menyusun paper menjawab Tulisan ilmiah
Base soal (test  Isi Makalah
Mahasiswa Learning tulis)
mampu 3. Belajar 1X2x50’ 2. Ketepatan
menganalisis mandiri (TM) waktu
5  Investigasi 7%
kecelakaan kerja 1X2x60’(B penyelesai-
di lingkungan kecelakaan T) an tugas
kerja grafika 3. Kemampuan
/ ketepatan
komunikasi
Minggu Sub-CPMK Bahan Kajian Bentuk dan Penilaian
Ke- (Kemampuan (Materi Metode Estimasi Pengalaman Belajar Kriteria & Indikator Bobot
akhir yg Pembelajaran) Pembelajaran Waktu Mahasiswa Bentuk (%)
direncanakan)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1. Ceramah, 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Bentuk
Mahasiswa 2. Diskusi 2. Menyusun paper menjawab Tulisan ilmiah
mampu kelompok 3. Presentasi soal (test Isi Makalah
1X2x50’
menjelaskan 3. Belajar tulis)
(TM)
6 Hygiene  Ergonomi mandiri 2. Ketepatan
1X2x60’(B
industry waktu
T) 7%
Ergonomi di penyelesai-
lingkungan kerja an tugas
grafika 3. Kemampuan
/ ketepatan
komunikasi

1. Ceramah 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Bentuk


2. Belajar 2. Menyusun paper menjawab Tulisan
Mahasiswa
mandiri soal (test ilmiah
mampu
mempraktikkan
3. Demons-
1X2x50’
tulis)  Demonstrasi
trasi 2. Ketepatan
penggunaan (TM)
7  Penyediaan dan waktu 7%
APD yang 1X2x60’(B
pemantauan APD penyelesaia
digunakan dalam T)
n tugas
produksi cetak
3. Kemampuan
manufaktur
/ ketepatan
komunikasi
Minggu Sub-CPMK Bahan Kajian Bentuk dan Penilaian
Ke- (Kemampuan (Materi Metode Estimasi Pengalaman Belajar Kriteria & Indikator Bobot
akhir yg Pembelajaran) Pembelajaran Waktu Mahasiswa Bentuk (%)
direncanakan)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1. Ceramah 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Bentuk
2. Belajar 2. Melakukan menjawab Tulisan ilmiah
mandiri simulasi soal (test  Simulasi
Mahasiswa 3. Demons- tulis)
mampu trasi 1X2x50’ 2. Ketepatan
8
mempraktikkan  Emergency action (TM) waktu 7%
kesiapsiagaan plan 1X2x60’(B penyelesaia
keadaan darurat  Taktik dan strategi T) n tugas
Pemadaman 3. Kemampuan
Kebakaran / ketepatan
komunikasi
Ujian Tengah Semester (UTS)
Mahasiswa 1. Ceramah 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Demonstrasi
mampu 2. Belajar 1X2x50’ 2. Melakukan menjawab
mempraktikkan mandiri (TM) demonstrasi soal (test
9  P3K
P3K dari 3. Demonstr 1X2x60’(B tulis)
berbagai cedera asi T) 2. Ketepatan
dalam produksi waktu 7%
cetak/manufaktur penyelesaia
n tugas
3. Kemampuan
/ ketepatan
komunikasi
Minggu Sub-CPMK Bahan Kajian Bentuk dan Penilaian
Ke- (Kemampuan (Materi Metode Estimasi Pengalaman Belajar Kriteria & Indikator Bobot
akhir yg Pembelajaran) Pembelajaran Waktu Mahasiswa Bentuk (%)
direncanakan)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1. Ceramah 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Bentuk
2. Diskusi 2. Menyusun paper menjawab Tulisan
Mahasiswa kelompok 3. Presentasi soal (test ilmiah
mampu 3. Belajar
1X2x50’
tulis)  Isi
menerapkan mandiri 2. Ketepatan Makalah
(TM)
10 metode 5R  Defenisi Metode 5R waktu 7%
1X2x60’(B
dalam penyelesaia
lingkungan  Penerapan Metode T)
n tugas
kerja grafika 5R 3. Kemampuan
/ ketepatan
komunikasi
1. Ceramah 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Bentuk
2. Project 2. Menyusun paper menjawab Tulisan ilmiah
Base 3. Presentasi soal (test  Isi Makalah
Mahasiswa
Learning tulis)
mampu
3. Diskusi 2X2x50’ 2. Ketepatan
menjelaskan cara
11- kelompok (TM) waktu
12
pengelolaan  Deskripsi Limbah 4. Belajar 2X2x60’(B
14%
penyelesaia
limbah dalam industri /usaha mandiri T) n tugas
produksi grafika
3. Kemampuan
cetak/manufaktur  Klasifikasi Limbah
/ ketepatan
komunikasi
Minggu Sub-CPMK Bahan Kajian Bentuk dan Penilaian
Ke- (Kemampuan (Materi Metode Estimasi Pengalaman Belajar Kriteria & Indikator Bobot
akhir yg Pembelajaran) Pembelajaran Waktu Mahasiswa Bentuk (%)
direncanakan)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Mahasiswa 1. Ceramah 2x2x50’ 1. Membuat Tugas 1. Ketepatan  Bentuk
13- mampu 2. Project (TM) 2. Menyusun paper menjawab soal Tulisan ilmiah
 Safety management  Isi Makalah
14 menjelaskan Base 2X2x60’(B 3. Presentasi (test tulis)
safety  P2K3 Learning T) 2. Ketepatan
management 3.Diskusi waktu
kelompok penyelesaian
4.Belajar tugas 14%
mandiri 3.
Kemampuan/
ketepatan
komunikasi

Ujian Akhir Semester (UAS)

Catatan:
1. Capaian Pembelajaran Lulusan PRODI (CPL-PRODI) adalah kemampuan yang dimiliki oleh setiap lulusan PRODI yang merupakan
internalisasi dari sikap, penguasaan pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan jenjang prodinya yang diperoleh melalui proses
pembelajaran.
2. CPL yang dibebankan pada mata kuliah adalah beberapa capaian pembelajaran lulusan program studi (CPL-PRODI) yang digunakan untuk
pembentukan/pengembangan sebuah mata kuliah yang terdiri dari aspek sikap, ketrampulan umum, ketrampilan khusus dan pengetahuan.
3. CP Mata kuliah (CPMK) adalah kemampuan yang dijabarkan secara spesifik dari CPL yang dibebankan pada mata kuliah, dan bersifat
spesifik terhadap bahan kajian atau materi pembelajaran mata kuliah tersebut.
4. Sub-CP Mata kuliah (Sub-CPMK) adalah kemampuan yang dijabarkan secara spesifik dari CPMK yang dapat diukur atau diamati dan
merupakan kemampuan akhir yang direncanakan pada tiap tahap pembelajaran, dan bersifat spesifik terhadap materi pembelajaran mata
kuliah tersebut.
5. Kriteria Penilaian adalah patokan yang digunakan sebagai ukuran atau tolok ukur ketercapaian pembelajaran dalam penilaian berdasarkan
indikator-indikator yang telah ditetapkan. Kreteria penilaian merupakan pedoman bagi penilai agar penilaian konsisten dan tidak bias.
Kriteria dapat berupa kuantitatif ataupun kualitatif.
6. Indikator penilaian kemampuan dalam proses maupun hasil belajar mahasiswa adalah pernyataan spesifik dan terukur yang mengidentifikasi
kemampuan atau kinerja hasil belajar mahasiswa yang disertai bukti-bukti.

Anda mungkin juga menyukai