Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Mekanisme Infeksi Virus Laten

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BANDA ACEH

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan nikmat yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul ”Mekanisme Infeksi Virus Laten”
Terselesainya makalah ini tidak lepas dari dukungan beberapa pihak yang telah
memberikan kepada penulis berupa motivasi, baik materi maupun moril. Oleh karena itu,
penulis bermaksud mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang tak dapat
saya sebutkan satu persatu, semua yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini belum mencapai kesempurnaan,
sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari berbagai
pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Banda Aceh, 24 April 2016

Liza Setia Joni


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit infeksi merupakan ancaman yang mengintai seluruh umat manusia di muka
bumi. Infeksi adalah kolonalisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap organisme
inang, dan bersifat paling membahayakan inang. Organisme penginfeksi atau patogen
menggunakan sarana yang dimiliki inang untuk dapat memperbanyak diri, yang pada
akhirnya merugikan inang. Patogen mengganggu fungsi normal inang dan dapat berakibat
pada luka kronik, gangrene, kehilangan organ tubuh, dan bahkan kematian. Respons inang
terhadap infeksi disebut peradangan. Secara umum, patogen dikategorikan sebagai organisme
mikroskopik, walaupun sebenarnya definisinya lebih luas, mencakup bakteri, parasit, fungi,
virus, prion, dan viroid.
Mekanisme kerusakan jaringan yang diakibatkan organisme infeksius beraneka
ragam. Jadi, sel hospes menerima rangsangan bahan kimia yang mungkin bersifat toksik
terhadap metabolisme atau terhadap keutuhan membran sel. Sebagai tambahan, sering timbul
respon peradangan dari hospes yang dapat menyebabkan kerusakan kimiawi terhadap sel.
Agen intraseluler misalnya virus sering menyebabkan ruptura sel yang terinfeksi. Selanjutnya
terjadi kerusakan jaringan lokal.
Infeksi kronik adalah infeksi  yang virusnya secara kontinu dapat dideteksi, sering
pada kadar rendah, gejala klinis dapat ringan atau tidak terlihat. Terjadi akibat sejumlah virus
hewan, dan persistensi pada keadaan tertentu bergantung pada usia orang saat terinfeksi. Pada
infeksi kronik oleh virus RNA, populasi virus sering mengalami banyak perubahan genetik
dan antigenik.
Infeksi laten adalah infeksi yang virusnya kebanyakan menetap dalam bentuk samar
atau kriptik. Penyakit klinis dapat timbul serangan akut intermiten; virus infeksius dapat
ditemukan selama timbulnya serangan tersebut.
Infeksi subklinik (tidak tampak) adalah infeksi yang tidak memperlihatkan tanda jelas
adanya infeksi.
Hospes yang terpapar dan dihinggapi oleh agen infeksi dapat berkembang menjadi
penyakit klinis. Proses infeksi hingga dapat menimbulkan manifestasi klinis tidak dapat
dipisahkan dengan mekanisme sistem imunitas hospes. Dengan demikian, penyakit infeksi
biasanya merupakan akibat dari interaksi antara agen infeksi yang relatif sangat virulen
(faktor promotif infeksi) dengan hospes normal yang utuh, atau antara agen infeksi yang
kurang virulen dengan hospes pada beberapa tingkat gangguan, baik sementara ataupun
permanen sehingga melemahkan faktor-faktor inhibitor infeksi. Hal tersebut tentu sangat
berkaitan dengan mekanisme pertahanan hospes.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas dapat diambil suatu rumusan permasalahan yaitu
1.     Apa yang dimaksud dengan virus laten?
2.     Bagaimana mekanisme infeksi virus laten?
3. Bagaimana mekanisme penyakit IBR?
4. Bagaimana cara penularan penyakit IBR?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan rumusan masalah diatas,maka tujuan penulisan makalah ini adalah:


1.     Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan virus laten.
2.     Untuk mengetahui mekanisme infeksi virus laten.
3. Untuk mengetahui mekanisme penyakit IBR.
4. Untuk mengetahui bagaimana cara penularan penyakit IBR.

1.4   MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini :


1.     Dapat dijadikan sebagai sumber informasi terkait pemahaman mengenai mekanisme infeksi
virus laten.
2.     Dapat dijadikan sebagai proses pembelajaran di dalam penulisan ilmiah.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1     TINJAUAN PUSTAKA

Virus laten merupakan virus yang inaktif yang terdapat pada sel serangga inang. Virus
inaktif ini disebabkan inang dalam kondisi suhu rendah atau akibat dari perlakuan berbagai
temperatur yang dapat membuat virus menjadi inaktif. Uji pendahuluan yang dilakukan
dengan menginfeksikan virus laten yang diisolasi dari kultur sel midgut larva S. litura pada
10 larva S. litura instar 2, hanya satu larva S. litura yang mati akibat infeksi virus. Hal ini
menujukkan bahwa virus laten yang diisolasi dari kultur sel midgut larva S. litura memilki
patogenesitas sangat rendah (Filayani, 2013).
Peningkatan patogenesitas virus laten melalui penginfeksian berulang bisa dilihat dari
mekanisme infeksi virus laten. Mekanisme infeksi terbagi menjadi dua yaitu infeksi primer
dan infeksi sekunder. Infeksi primer diawali dengan tertelannya Occlusion Bodies (OBs)
yang masuk bersama makanan ke dalam tubuh serangga sampai menembus membran
peritrofik dan menginfeksi sel kolumnar dan sel goblet sedangkan infeksi sekunder oleh
Budded Virus yang menyerang seluruh sel dalam tubuh larva misalnya sel-sel trakea, sel-sel
hemolimfa, badan lemak, epidermis ( Filayani, 2013).
Mekanisme infeksi primer terjadi jika larva memakan pakan alami yang sudah diberi
virus laten dan dicerna sampai pada midgut larva. Calyx (polyhedron envelope) yang
mengelilingi polyhedra (OBs) akan didegradasi oleh enzim proteinase, setelah itu membran
pembungkus Occlusion Bodies (OBs) yang berupa protein polyhedrin akan didegradasi di
dalam midgut serangga dalam suasana alkali sebelum mengeluarkan Occlussion Derivat
Viruses (ODVs) (D’Amico dan Slavicek, 2012). Suasana alkali yang bagus untuk
mendegradasi OBs berada di midgut larva (Filayani, 2013).
Enzim proteinase banyak ditemukan pada saluran pencernaan larva dan pada
polyhedra itu sendiri, sedangkan polyhedra yang diperbanyak pada kultur sel kurang akan
enzim proteinase. Tahap selanjutnya, ODVs menembus membran peritrofik, ODVs
membutuhkan enzim-enzim seperti enzim chitinase dan metalloprotease untuk menembus
membran peritrofik karena dalam membran peritrofik tersusun atas lapisan khitin dan
muchin. Occlusion Derivat Viruses (ODVs) melakukan fusi dengan membran plasma dan
selsel epitel midgut yang merupakan target primer infeksi NPV, ketika sampai pada sel
midgut ODVs akan mengeluarkan virion atau BVs ( Filayani, 2013).
Penyakit IBR merupakan penyakit pada sapi dan kerbau yang disebabkan oleh virus
dari golongan Herpes. Penyakit ini pada hewan yang peka dapat bersifat laten, seperti
kebanyakan penyakit kausa herpesvirus lainnya. Oleh sebab itu, pendekatan penanggulangan
penyakit ini perlu diselaraskan dengan sifat agen penyakit dan perlu penanganan khususuntuk
itu (Sudarisman, 2003).
IBR merupakan penyakit viral yang disebabkan oleh Bovine Herpesvirus Type 1
(BHV-1). Virus termasuk genus Varicellovirus, subfamili alphaherpesvirinae, famili
herpesviridae. Virus termasuk double stranded DNA. Selain FAT dan uji
immunoperoksidase, identifikasi antigen dapat juga dilakukan dengan menguji swab hidung,
mata maupun vagina dengan uji PCR ataupun restriction endonuklease. Identifikasi serologis
dapat dilakukan dengan virus netralisasi, ELISA berupa indirect ELISA dan Blocking ELISA
(Sudarisman, 2003).

2.2 PEMBAHASAN

Infeksi yaitu invasi dan pembiakan mikroorganisme di jaringan tubuh, secara klinis
tidak tampak atau timbul cedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi
intrasel, atau respon antigen-antibodi.
Infeksi laten adalah infeksi yang virusnya kebanyakan menetap dalam bentuk samar
atau kriptik. Penyakit klinis dapat timbul serangan akut intermiten; virus infeksius dapat
ditemukan selama timbulnya serangan tersebut.
Peningkatan patogenesitas virus laten melalui penginfeksian berulang bisa dilihat dari
mekanisme infeksi virus laten. Mekanisme infeksi terbagi menjadi dua yaitu infeksi primer
dan infeksi sekunder. Infeksi primer diawali dengan tertelannya Occlusion Bodies (OBs)
yang masuk bersama makanan ke dalam tubuh serangga sampai menembus membran
peritrofik dan menginfeksi sel kolumnar dan sel goblet sedangkan infeksi sekunder oleh
Budded Virus yang menyerang seluruh sel dalam tubuh larva misalnya sel-sel trakea, sel-sel
hemolimfa, badan lemak, epidermis.
Mekanisme infeksi primer terjadi jika larva memakan pakan alami yang sudah diberi
virus laten dan dicerna sampai pada midgut larva. Calyx (polyhedron envelope) yang
mengelilingi polyhedra (OBs) akan didegradasi oleh enzim proteinase, setelah itu membran
pembungkus Occlusion Bodies (OBs) yang berupa protein polyhedrin akan didegradasi di
dalam midgut serangga dalam suasana alkali sebelum mengeluarkan Occlussion Derivat
Viruses (ODVs) (D’Amico dan Slavicek, 2012). Suasana alkali yang bagus untuk
mendegradasi OBs berada di midgut larva.
Enzim proteinase banyak ditemukan pada saluran pencernaan larva dan pada
polyhedra itu sendiri, sedangkan polyhedra yang diperbanyak pada kultur sel kurang akan
enzim proteinase. Tahap selanjutnya, ODVs menembus membran peritrofik, ODVs
membutuhkan enzim-enzim seperti enzim chitinase dan metalloprotease untuk menembus
membran peritrofik karena dalam membran peritrofik tersusun atas lapisan khitin dan
muchin. Occlusion Derivat Viruses (ODVs) melakukan fusi dengan membran plasma dan
selsel epitel midgut yang merupakan target primer infeksi NPV, ketika sampai pada sel
midgut ODVs akan mengeluarkan virion atau BVs.
IBR merupakan penyakit viral yang disebabkan oleh Bovine Herpesvirus Type 1
(BHV-1). Virus termasuk genus Varicellovirus, subfamili alphaherpesvirinae, famili
herpesviridae. Virus termasuk double stranded DNA. Selain FAT dan uji
immunoperoksidase, identifikasi antigen dapat juga dilakukan dengan menguji swab hidung,
mata maupun vagina dengan uji PCR ataupun restriction endonuklease. Identifikasi serologis
dapat dilakukan dengan virus netralisasi, ELISA berupa indirect ELISA dan Blocking
ELISA.
IBR pada sapi berperan dalam kerugian ekonomi disebabkan oleh menurunnya
produksi susu, kehilangan berat badan dan keguguran/abortus. Secara klinis gejala yang
muncul berupa rhinotracheitis, infectious pustular vulvovaginitis, balanopostitis,
keratoconjunctivitis, abortion, enteritis dan encepahalitis.
IBR dapat mengakibatkan abortus umumnya terjadi antara bulan ke-4 hingga ke-7
masa kebuntingan. Tidak ada tanda sebelumnya untuk kejadian abortus. Beberapa hewan
terlihat sedikit relaksasi vagina dan vulva. Plasenta sering tertarik dan mengkerut. Kotiledon
sering pucat dan degenerasi, tetapi tidak ada lesi yang khas pada foetus. Abortus terjadi
karena foetus mengalami kematian.
Virion atau BVs (Budded viruses) melepaskan nukleokapsid di sitoplasma.
Nukleokapsid yang berada dalam sitoplasma sel midgut selanjutnya akan masuk ke dalam
nukleus sambil melepaskan DNA dan membentuk stroma virogenik, dalam kondisi inilah,
DNA tersebut melakukan replikasi atau memperbanyak diri di dalam inti sel inangnya. Inti
sel yang telah terinfeksi selanjutnya membesar, kemudian budding dan mengeluarkan turunan
virion baru hasil replikasi.
Tahap awal replikasi virion dihasilkan bentukan Budded Viruses (BVs). Budded
Virises (BVs) mempunyai protein untuk mengenali membran sel target yaitu protein gp64.
Gen gp64 merupakan penghasil protein gp64 yang berperan untuk pelekatan Bvs pada
membran sel. Budded Virises (BVs) akan menginfeksi sel-sel trakea, hemolimfa dan seluruh
sel tubuh serangga inang.
Tahap akhir dari replikasi virus dihasilkan ODVs yang akan dibungkus oleh OBs,
semua tahapan replikasi terjadi di nukleus sel serangga inang (D’Amico dan Slavicek, 2012).
Pada saat virus melakukan budding (penguncupan), virus mengambil membran inti sel inang
menjadi selubung virus (envelope). Selanjutnya, untuk membentuk membran virus terluar
(polyhedra), diambil dari membran sel pada sel inang.
IBR umumnya muncul pada 10 hari hingga beberapa minggu setelah diintrodusir
ternak yang terinfeksi pada kelompok tersebut. Pada feedlot (penggemukan) biasanya terjadi
berurutan pada beberapa kandang. Jarang sekali terjadi pada peternakan dengan sistem ranch
atau dilepas. Oleh sebab itu yang sering terjadi hanya pada penggemukan sapi potong. Hal ini
sering disebabkan beberapa kemungkinan, antara lain karena masuknya ternak muda yang
tidak memiliki kekebalan pasif dari induknya ataupun sapi yang digemukkan berasal dari
beberapa sumber, sehingga kekebalan yang dimiliki bervariasi yang memungkinkan ternak
yang satu menularkan kepada yang lainnya. Ataupun sistem dari manajemen penggemukan
yang sering ternaknya berpindah-pindah, yang mengakibatkan seringnya terjadi stress pada
ternak. Oleh sebab itu seharusnya sebelum melakukan koleksi ternak dari beberapa sumber,
hewan divaksinasi secara keseluruhan dengan vaksin BHV−1.
Umumnya IPV/IPB menular lewat perkawinan alam. Oleh sebab itu penyakit IBR
terjadi pada kelompok yang dewasa. Penyebaran penyakit umumnya terjadi karena pejantan
yang telah terinfeksi menularkan kepada beberapa ternak sekaligus karena perkawinan alam.
Hal ini mudah sekali disidik dari pejantan yang terinfeksi. Ataupun karena perkawinan
melalui inseminasi buatan dari semen yang terkontaminasi oleh virus BHV−1. Seperti
diketahui bahwa virus BHV−1 selalu terdapat pada semen, baik dari sapi yang klinis maupun
sub klinis. Adanya virus dalam semen menandakan awal dari terjadinya gejala klinis IBR
pada sapi yang diinseminasi ataupun pada anak.
BAB III
III. PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Infeksi adalah kolonalisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap organisme
inang dan bersifat paling membahayakan inang. Organisme penginfeksi menggunakan sarana
yang dimiliki inang untuk dapat memperbanyak diri, yang pada akhirnya merugikan inang.
Patogen mengganggu fungsi normal inang dan dapat berakibat pada luka kronik, gangrene,
kehilangan organ tubuh, dan bahkan kematian. Respons inang terhadap infeksi disebut
peradangan. Secara umum, patogen umumnya dikategorikan sebagai organisme mikroskopik,
walaupun sebenarnya definisinya lebih luas, mencakup bakteri, parasit, fungi, virus, prion,
dan viroid.

Mekanisme infeksi terbagi menjadi dua yaitu infeksi primer dan infeksi sekunder.
Infeksi primer diawali dengan tertelannya Occlusion Bodies (OBs) yang masuk bersama
makanan ke dalam tubuh serangga sampai menembus membran peritrofik dan menginfeksi
sel kolumnar dan sel goblet sedangkan infeksi sekunder oleh Budded Virus yang menyerang
seluruh sel dalam tubuh larva misalnya sel-sel trakea, sel-sel hemolimfa, badan lemak,
epidermis.

Mekanisme infeksi primer terjadi jika larva memakan pakan alami yang sudah diberi
virus laten dan dicerna sampai pada midgut larva. Calyx (polyhedron envelope) yang
mengelilingi polyhedra (OBs) akan didegradasi oleh enzim proteinase, setelah itu membran
pembungkus Occlusion Bodies (OBs) yang berupa protein polyhedrin akan didegradasi di
dalam midgut serangga dalam suasana alkali sebelum mengeluarkan Occlussion Derivat
Viruses (ODVs) (D’Amico dan Slavicek, 2012). Suasana alkali yang bagus untuk
mendegradasi OBs berada di midgut larva.
3.2 DAFTAR PUSTAKA

Filayani, Muhammad Iqbal; Mahanani Tri Asri dan Isnawati. 2013. Peningkatan
Patogenesitas Virus Laten Hasil Isolasi dari Kultur Sel Midgut Larva Spodoptera litura
terhadap Larva Spodoptera litura melalui Penginfeksian Berulang. LenteraBio Vol. 2 No. 1

Sudarisman. 2003. Penyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) pada Sapi di Lembaga-
Lembaga Pembibitan Ternak di Indonesia. Wartazoa Vol. 13 No. 3

Anda mungkin juga menyukai