Sejarah Pendidikan Islam
Sejarah Pendidikan Islam
Team Editor
Hari :.........................
Tanggal :.........................
PENGESAHAN
ii
PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
MAKALAH
1
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksar, 2011), hal.14-67.
yang dialami umat Islam saat itu. Karena itu, dalam prakteknya tidak saja logis
dan rasional juga secara fitrah dan pragmatis. Hasil dari cara yang demikian itu
dapat dilihat dari sikap rohani dan mental pengikutnya yang dipancarkan
didalam sikap hidup yang bermental dan semangat yang tangguh, tabah, sabar,
tetapi aktif dalam masalah yang dihadapinya. Dalam perkembangan sejarah
selanjutnya ternyata mereka ini merupakan kader inti mubaligh dan pendidik
pewaris nabi yang brilian dan militan dalam menghadapi segala tantangan dan
cobaan.
C. Sistem Pembelajaran pada Masa Nabi Muhammad
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan nabi Muhammad tersebut juga
disokong kepiawaian nabi Muhammad dalam menggunakan metode
pembelajaran untuk menghindari kebosanan dan kejenuhan peserta didik.
Diantara metode yang diterapkan nabi adalah:
a. Metode ceramah
b. Metode dialog
c. Metode diskusi atau tanya jawab
d. Metode diskusi (untuk mengambil keputusan)
e. Metode demonstrasi
f. Metode eksperimen
Metode yang digunakan oleh nabi Muhammad sangat efektif sebab selain
elastisitas penerapan metode pembelajaran nabi Muhammad merupakan sosok
yang memiliki akhlak terpuji, nabi mendapat gelar atau julukan “Al-Amin”.
Keserasian antara metode pembelajaran dan kepribadian agung nabi
Muhammad menjadi pembelajaran fase awal ini sangat efektif2.
D. Lembaga Pendidikan masa Nabi Muhammad
Lembaga pendidikan merupakan suatu wadah berprosesnya suatu
komponen pendidikan secara berkesinambungan dalam mencapai tujuan
pendidikan islam yang sem purna. Lembaga pendidikan pada masa nabi
Muhammad adalah sebagai berikut:
2
Baharuddin, Dikotomi Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011), hlm.
129-134.
1. Kuttab
Kuttab/maktab berasal dari kata dasar yang sama yaitu katab yang
artinya menulis. Maka kattab/maktab adalah tempat menulis atau tempat
dimana dilangsungkannya kegiatan tulis menulis. Kuttab merupakan tempat
dipakai oleh komunitas muslim sebagai lembaga pendidikan dasar, atau
tempat pengajaran anak-anak. Lembaga kuttab ini masih berkutat disekitar
mengenalkan anak dengan ilmu baca dan menulis Al- Qur’an serta prinsip-
prinsip ajaran Islam.
2. Masjid
Ketika nabi dan para sahabatnya hijrah ke Madinah, salah satu
program pertama yang dilakukan nabi Muhammad adalah bangun masjid.
Selain menjadi tempat ibadah, Masjid juga digunakan sebagai institusi
pendidikan. Di Masjid umat muslim mempelajari agama Islam bersama nabi
Muhammad jika terdapat persoalan diantara mereka tentang ajaran Islam,
maka nabi Muhammad menjadi tumpuan pertanyaan mereka. Peserta kajian
dalam masjid adalah orang dewasa karena diberikan kepada orang banyak,
dan tujuan utamanya untuk pengajaran Al-Qur'an dan ajaran agama bukan
ketrampilan baca tulis.
3. Majlis Muhadharoh
Majelis Muhadharoh adalah salah satu lembaga yang berjasa dalam
pendidikan umat Islam, kegiatan yang dilaksanakan dalam majelis
Muhadharoh adalah membahas isu-isu moral dan kontroversi-kontroversi
mengenai masalah teologi, bahasa, filsafat, tafsir dan lainya. Adu
argumentasi yang berlangsung dalam majelis Muhadharoh sangat
demokratis yang dilandasi dengan semangat hormat-menghormati sesama
lawan pendapat. Lembaga ini diikuti oleh orang dewasa karena pada
umumnya hanya orang dewasa yang melakukan perdebatan atau adu
argumentasi.
4. Maktabah (perpustakaan)
Maktabah (perpustakaan) merupakan lembaga yang sangat penting
karena kelancaran proses pendidikan sangat bergantung kepada prasarana-
prasarana yang mendukung. Perpustakaan pada masa itu tidak hanya
berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku tetapi juga sebagai majlis
kajian keilmuan yang berbentuk beberapa guru.
5. Madrasah
Madrasah dikatakan sebagai lembaga pendidikan Islam "par
Exelence", lembaga pendidikan yang sangat menonjol dalam dunia
pendidikan Islam. Pada realitanya madrasah sebagai lanjutan dari lembaga
pendidikan masjid. Dalam kajian materi madrasah menonjolkan kajian
pendidikan hukum sebagai kajian utamanya dengan metode-metode
pengajaran dan menawarkan bidang studi yang telah berkembang. Metode
ini melibatkan penyalinan manuskrip, menghafal, dan keterlibatan dalam
diskusi. Sebuah madrasah adalah bangunan yang dihunakan untuk mengajar
dan tempat tinggal bagi guru dan murid yang pada umumnya dilengkapi
dengan sebuah perpustakaan3.
3
Baharuddin, Dikotomi Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011), hlm.
209-220.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Pendidikan Islam pada masa Rosululloh memiliki landasan dasar wahyu
pertama yang berbunyi "iqro" yang artinya "bacalah", hafalan, mencatat dan
menulis.
2. Pendidikan pada masa Rosululloh menggunakan kurikulum Al-Qur'an yang
Alloh wahyukan sesuai dengan kondisi umat Islam pada saat itu.
3. Metode yang digunakan pada masa Rosululloh yaitu metode ceramah,
dialog, diskusi atau tanya jawab, metode diskusi (untuk mengambil
keputusan), metode demonstrasi dan metode experimen.
4. Sistem dan lembaga pendidikan masa Rosululloh adalah Kuttab, Masjid,
majlis Muhadharoh, Maktabah (perpustakaan) dan Madrasah.
DAFTAR PUSTAKA
Press.
Rosdakarya.
MAKALAH
4
Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada media Group, 2014),
hlm. 20.
Adapun hal tersebut akan dibahas dalam makalah ini dengan judul
“Pendidikan Masa Khulafaur Rasyidin.” Baik dari segi sumbangsihnya bagi
pendidikan Islam maupun dari segi kepemimpinannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dapat menarik rumasan
masalah berupa:
1. Apa definisi dari Khulafaur Rasyidin?
2. Bagaimana sumbangsih dari setiap khalifah yang termasuk dalam Khulafaur
Rasyidin bagi pendidikan Islam?
C. Tujuan Kepenulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulis dapat mengetahui
tujuan dari kepenulisan makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi dari Khulafaur Rasyidin.
2. Untuk mengetahui bagaimana sumbangsih dari setiap khalifah yang
termasuk dalam Khulafaur Rasyidin bagi pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Sosial
Secara harfiah kata khalifah berasal dari kata khalf yang berarti wakil,
pengganti, dan penguasa. Selanjutnya muncul istilah khilafah yang dapat
diartikan sebagai institusi politik Islam, yang bersinonim dengan kata
“imamah” yang berarti pemerintahan.
Oleh sebab itu maka Ibn Khaldun berpendapat, bahwa khilafah adalah
tanggung jawab umum yang sesuai dengan tujuan syara’ (hukum Islam) yang
bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat bagi umat 5. Pada
hakikatnya, khilafah merupakan pengganti fungsi pembuat syara, yakni Nabi
Muhammad SAW, dalam urusan agama dan urusan politik keduniaan.
Selanjutnya Ibn Khaldun mengatakan bahwa khilafah juga merupakan sinonim
istilah imamah, yakni kepemimpinan menyeluruh yang berakiatan dengan
urusan agama dan urusan dunia sebagai pengganti fungsi Rasulullah SAW.
Selanjutnya muncul istilah khalifah dan bentuk jamaknya khulafa’ atau
khalaif yang berarti orang yang menggantikan kedudukan orang lain; dan
seseorang yang mengambil alih tempat orang lain sesudahnya dalam berbagai
persoalan. Khalifah bisa juga berarti al-Sultan al-A’zam (kekuasan paling besar
atau paling tinggi).
Adapun kata al-Rasyidun secara harfiah berasal dari kata rasyada yang
artinya cerdas, jujur, dan amanah. Dari kata rasyada kemudian berubah
menjadi kata benda atau kata nama rasyid dan jamaknya rasyidun yang berarti
orang yang cerdas, jujur, dan amanah. Dengan demikian, secara sederhana
Khulafaur Rasyidun adalah para pimpinan yang menggantikan kedudukan
pimpinan sebelumnya dan menunjukkan sikap yang cerdas, jujur, dan amanah.
Selain itu, khalifah dapat pula diartikan pimpinan yang diangkat sesudah Nabi
Muhammad SAW wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas
sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintihan.
5
Abudin Nata, Sejarah Pendidikan …, hlm. 112.
Di dalam sejarah Khulafaur Rasyidun digunakan untuk para pimpinan
setelah wafatnya Rasulullah SAW. Mereka itu adalah Abu Bakar yang
memerintahkan selama 2 tahun, Umar Ibn Khattab yang memerintah selama 10
tahun (13 SD 23 H/634-644 M), Usman Ibn Affan yang memerintah selama 12
tahun (644-655 M), dan Ali Ibn Abi Thalib yang memerintah selama 6 tahun.
Dan jika dipetakan pada masa Khulafaur Rasyidin ada beberapa tempat
pendidikan, yaitu6:
1. Mekkah
Guru pertama di Mekkah adalah Muaz bin Jabbal yang mengajarkan
Al Qur’an dan hadits.
2. Madinah
Sahabat yang terkenal adalah:
a. Abu Bakar Ash-shiddiq
b. Umar bin Khottob
c. Utsman bin Affan
d. Ali bin Abi Tholib
3. Bashrah
Sahabat yang masyhur di Bashrah adalah Abu Musa Al Asy’ari,
beliau adalah seorang ahli fiqih dan Al Qur’an.
4. Kuffah
Sabahat yang termasyhur di Kuffah yaitu Ali bin Abi Tholib dan
Abdullah bin Mas’ud. Beliau adalah ahli tafsir, hadits dan fiqih
(mengajarkan Al Qur’an).
5. Damsyik (Syam)
Setelah Syam menjadi negara Islam dan pendudukannya banyak
beragama Islam, maka kholifah Umar bin Khottob mengirim 3 guru ke
negara itu, yaitu:
a. Mu’az bin Jabbal (Palestina)
b. Ubaidah (Himz)
6
Baharudin, dkk., Dikotomi Pendidikan Islam, Cet. II., (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya), hlm. 125.
c. Abu Dhardha (Damsyik)
6. Mesir
Sahabat yang mendirikan Madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah
Abdullah bin Amru bin Ash (ahli hadits).
7
Baharudin, dkk., Dikotomi Pendidikan …, hlm. 136.
Wilayah kekuasaan Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab meliputi
Jazirah Arabia, Palestina, Syiria, Persia, dan Mesir. Pada masa Khalifah Umar
bin Khattab juga dilakukan usaha pembagian administrasi negara yaitu dengan
membagi wilayah ke dalam bentuk provinsi, yang mencakup provinsi Mekkah,
Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Selain itu Umar
juga membentuk beberapa departemen, pengaturan sistem pembayaran gaji dan
pajak tanah, mendirikan lembaga pengadilan, membentuk jabatan pekerjaan
umum, mendirikan Bait al-Mal, mencetak mata uang. 8
Dilihat dari sisi kurikulumnya, pada masa Khalifah Umar bin Khattab
ialah belajar tentang membaca dan menulis al-Qur’an dan menghafalnya serta
belajar pokok-pokok agama Islam. Pendidikan pada masa Umar bin Khattab
juga lebih menekankan pada pengajaran bahasa Arab. Orang yang baru masuk
Islam di daerah kekuasaanya diharuskan belajar bahasa Arab terlebih dahulu
jika ingin belajar dan memahami pengetahuan Islam.
Beberapa keistimewaan Umar bin Khattab dengan kreatifitas dan
kecerdasanya dalam berfikir adalah:
1. Kekhawatiran Umar bin Khattab atas keutuhan al-Qur’an akibat banyaknya
penghafal al-Qur’an yang gugur di medan perang. Untuk itu ia mengusulkan
kepada Khalifah Abu Bakar untuk membukukan al-Qur’an yang waktu itu
merupakan catatan-catatan dan hafalan pribadi sahabat. Keduanya
memerintahkan Zayd bin Tsabit untuk untuk mengemban amanat tersebut.9
2. Di antara Khulafa’ al-Rasyidin, yang membangun peradaban Islam adalah
Umar bin Khattab. Ia memperluas wilayah ke tiga arah, ke utara menuju
wilayah Syiria, yang ke arah barat menuju Mesir, dan yang ke arah timur ke
arah Irak.
3. Umar bin Khattab mampu menghadapi masalah-masalah baru yang belum
pernah terjadi sebelumnya, yakni pada masa nabi Muhammad dan Abu
Bakar. Umar bin Khattab melakukan beberapa ijtihad yakni menetapkan
8
Abudin Nata, Sejarah Pendidikan …, hlm. 114.
9
Ash-Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits, Cet II,
(Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2009), hlm. 137-138.
hukum tentang masalah-masalah yang baru seperti memotong tangan
pencuri dan memperbaharui organisasi negara.
10
Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam …, hlm. 115.
mereka yang beragam, hal tersebut yang menimbulkan mereka membaca Al-
Qur’an dengan dialeknya secara spontan dan menyebabkan pembacaan Al-
Qur’an yang mereka bawakan berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan huruf-
huruf Al-Qur’an yang menimbulkan perselisihan antar umat Islam itu sendiri.
Kemudian Utsman bin Affan memerintahkan untuk membentuk tim
pengkodifikasian al-Qur’an yang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah bin
Zubair, Zaid bin Ash, dan Abdurrahman bin Harist. 11
Tujuan dari pengkodifikasian Al-Qur’an pada masa pemerintahan
Utsman bin Affan adalah menyatukan kaum muslim pada satu macam mushaf
yang seragam ejaan dan tulisanya. Menyatukan bacaan, meskipun pada
kenyataanya masih ada perbedaan cara membaca akan tetapi hal tersebut tidak
berlawanan dengan ejaan mushaf Utsmani. Menyatukan tata tertib susunan
surah-surah, menurut tata tertib urut.12
Masa pemerintahan Utsman yang berlangsung selama 12 tahun yang
penuh dengan konflik dan fitnah yang membawa kematiannya. Dikalangan
umat Islam muncul perasaan tidak puas dan kecewa, karena Utsman cenderung
memperkerjakan orang-orang dari kalangan kerabatnya yang kurang
profesional, dan banyak menyerahkan kekuasaan kepada orang-orang yang
tidak cakap. Pada akhirnya Utsman tidak dapat berbuat banyak dan terlalu
lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas dalam kesalahan
bawahannya. Lalu di tahun 35 H atau 655 Masehi Utsman bin Affan meninggal
dunia karena dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang
yang kecewa kepadanya.13
11
Ash-Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2009), hlm. 140.
12
Sharegatwid. Blogspot. Com/2012/10/sejarah-pengkodifikasian-al-qur’an.html?m=1,
diunduh pada tanggal 21 Maret 2016.
13
Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam …, hlm. 115.
Islam diguncang oleh perang saudara yang disebabkan karena kesalah pahaman
dalam menyikapi pembunuhan terhadap Kholifah ketiga (Utsman bin Affan).
Perang tersebut di namakan perang Jamal karena pada waktu perang Aisyah
mengendarai Unta sebagai kendaraan perangnya.
Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah, sehingga masa
kekuasaan Kholifah Ali bin Abi Tholib tidak pernah mendapat ketenangan dan
kedamaian, misalnya dalam kericuhan politik pada masa pemerintahan Ali bin
Abi Tholib berkuasa, kegiatan pendidikan mendapat hambatan dan gangguan
yang sangat tinggi. Jadi, pemerintahan Ali bin Abi Tholib tidak memfokuskan
kegiatan pemerintahannya pada peningkatan pendidikan. Tetapi, memfokuskan
untuk meneruskan pada masa pemerintahan nabi Muhammad SAW yaitu
pengajaran baca tulis dan ajaran Islam yang bersumber pada Al- Quran dan
Hadits.14
14
Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam …, hlm. 116-117.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka penulis makalah dapat menarik
kesimpulan bahwa:
1. Khulafaur Rasyidun adalah para pimpinan yang menggantikan kedudukan
pimpinan Rasulullah SAW dan menunjukkan sikap yang cerdas, jujur, dan
amanah.
2. Pada masa Khilafah Abu Bakar pendidikan Islam lebih mengarah kepada
pembentukkan akhlak peserta didik.
3. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab ialah belajar tentang membaca dan
menulis Al-Qur’an dan menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama
Islam. Pendidikan pada masa Umar bin Khattab juga lebih menekankan
pada pengajaran bahasa Arab.
4. Pada masa Khalifah Utsman bin Affan pengkodifikasian tulisan ayat-ayat
al-Qur’an yang berserakan. Adapun pendidikan Islam hanya meneruskan
yang sudah ada.
5. Pada masa Khalifah Ali bin Abi Tholib tidak memfokuskan kegiatan
pemerintahannya pada peningkatan pendidikan. Tetapi, memfokuskan untuk
meneruskan pada masa pemerintahan nabi Muhammad SAW yaitu
pengajaran baca tulis dan doktrin Islam yang bersumber pada Al Qur’an dan
Hadits.
B. Saran
Setelah melakukan penulisan terkait dengan pendidikan Islam pada masa
Khulafaur Rasyidin, maka penulis memberikan saran penting. Bagi mahasiswa,
mereka disarankan untuk menjadikan makalah ini sebagai referensi.
DAFTAR PUSTAKA
Baharudin, dkk. 2011. Dikotomi Pendididkan Islam. PT. Remaja Rosdakarya.
Hasbi, As-Syiddqy Teungku Muhammad. 2009. Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits.
Group.
Sharegatwid.blogspot.com/2012/10/sejarah-pengkodifikasian-al-qur’an.html?m=1
MAKALAH
A. Latar Belakang
Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib, maka
lahirlah kekuasaan Bani Umayyah. Pada periode Ali dan Khalifah sebelumnya
pola kepemimpinan masih mengikuti keteladanan Nabi. Para khalifah dipilih
melalui proses musyawarah. Hal ini berbeda dengan masa setelah Khulafaur
Rasyidin atau masa dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya, yang dimulai
pada masa Dinasti Umayyah.
Adapun bentuk pemerintahannya adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan
berbentuk feodal (penguasaan tanah, daerah, wilayah, atau turun temurun).
Untuk mempertahankan kekuasaan khalifah berani bersikap otoriter, adanya
unsur kekerasaan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya
musyawarah dalam pemilihan khalifah. Bani Umayyah berkuasa kurang lebih
91 tahun. Reformasi cukup banyak terjadi, terkait pada bidang pengembangan
dan kemajuan pendidikan Islam. Perkembangan ilmu tidak hanya dalam bidang
agama semata melainkan juga dalam aspek teknologinya. Sementara sistem
pendidikan masih sama ketika Rasul dan Khulafaur Rasyidin, yaitu kuttab yang
pelaksanaannya berpusat di masjid.
Berdasarkan hal tersebut, pemakalah bermaksud untuk menyusun
makalah yang berjudul “Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Bani
Umayyah”. Penyusunan makalah ini diharapkan agar kita bisa mengetahui dan
memahami secara mendalam tentang Dinasti Umayyah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan
masalah berupa:
1. Bagaimana situasi politik, sosial, dan keagamaan pada masa Dinasti
Umayyah?
2. Bagaimana keadaan pendidikan pada masa Dinasti Umayyah?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis dapat mengetahui
tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui situasi politik, sosial, dan kegamaan pada masa Dinasti
Umayyah.
2. Untuk mengetahui keadaan pendidikan pada masa Dinasti Umayyah.
BAB II
PEMBAHASAN
15
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Ed. 1. Cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.
127.
Selanjutnya ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman
al-Walid ibn al-Malik. Sejarah mencatat, bahwa masa pemerintahan al-Malik
adalah masa ketentraman, kemakmuran, ketertiban, dan kebahagiaan. Pada
masa pemerintahannya yang berlangsung selama kurang lebih sepuluh tahun
itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah Barat
Daya, Benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah al-Jazair dan Maroko
dapat ditundukkan, Tariq bin Ziyad memimpin pasukan Islam menyeberangi
selat yang memisahkan antara Maroko dengan Benua Eropa, dan mendarat di
suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar. Tentara Spanyol
dapat dikalahkan, dan dengan demikian ibu kota Spanyol, Kordova dengan
cepat dapat dikuasai, dan diikuti dengan kota-kota lain seperti Seville, Elvira,
dan Toledo. Di zaman Umar bin Abd al-Aziz, perluasan wilayah dilanjutkan ke
Perancis melalui pegunungan Piranee, di bawah komandan Abd, al-Rahman
Ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Politiers, dan
terus ke Tours. Namun dalam peperangan yang terjadi di kota Tours, al-
Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol.
Melalui berbagai keberhasilan ekspansi tersebut, maka wilayah
kekuasaan Islam di zaman Bani Umayyah, di samping Jazirah Arabia dan
sekitarnya, juga telah menjangkau Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina,
Irak, Asia Kecil, Persia, Afghanistan, Pakistan, Turkemenia, Uzbek, dan Kirgis
di Asia Tengah. Dalam aspek fisik dan politik, Muawiyah memindahkan ibu
kota daulah Amawiyah ke Damaskus, suatu kota tua di negeri Syam yang
sudah banyak peninggalan kebudayaan sebelumnya. Di dalam daerah
kekuasaannya ada kota-kota sebagai pusat kebudayaan, seperti Yunani
Iskandariyah, Antiokia, Harran dan Yundeshapur.16
Di bidang sosial dan pembangunan, Bani Umayyah berhasil mendirikan
berbagai bangunan di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan
tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan
peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan
16
Baharuddin, Dikotomi Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdkarya, 2011), hlm.
144.
bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang
qadli adalah seorang spesialis di bidangnya. Abd Al-Malik mengubah mata
uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam.
Untuk itu, dia mencetak mata uang tersendiri pada tahun 659 M dengan
memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik juga berhasil
melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan
memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan
Islam. Selanjutnya di zaman al-Walid ibn Abd al-Malik (705-715 M) seorang
yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan
panti-panti untuk orang cacat yang para petugasnya digaji oleh negara. Selain
itu, al-Walid juga membangun jalan raya yang menghubungkan suatu daerah
dengan derah lainnya, pabrik, gedung pemerintahan, dan masjid yang megah.
Salah satu dari aspek kebudayaan yang dimajukan adalah
mengembangkan ilmu pengetahuan. Pada masa Bani Umayyah, sesuai dengan
kebutuhan zaman, mulai tertuju pada ilmu-ilmu yang diwariskan oleh bangsa-
bangsa sebelum Islam. Seperti di kota-kota pusat kebudayaan misalnya,
kemajuan sudah terjadi sebelumnya oleh ilmuwan-ilmuwan Yahudi, Nasrani
dan Zoroaster. Ilmuwan-ilmuwan ini setelah masuk Islam masih tetap
memelihara ilmu-ilmu peninggalan Yahudi dan mendapat perlindungan.
Bahkan, diantara mereka ada yang mendapat jabatan tinggi di Istana khalifah.
Ada yang menjadi dokter pribadi, bendaharawan atau wazir. Sehingga,
kehadiran mereka mempengaruhi perkembangan ilmu para pewaris tahta
khalifah berikutnya, seperti Khalid ibn Yazid, cucu Muawiyah yang tertarik
pada ilmu kimia dan kedokteran. Ia menyediakan harta untuk menyuruh para
sarjana Yunani yang bermukim di Mesir untuk menerjemahkan buku-buku
kimia dan kedokteran ke dalam bahasa Arab dan itu menjadi terjemahan
pertama dalam sejarah.17
Dalam bidang keagamaan, pada masa Bani Umayyah ditandai dengan
munculnya berbagai aliran keagamaan yang bercorak politik ideologis. Mereka
itu antara lain golongan Syi’ah, Khawarij dengan berbagai sektenya: Azariqah,
17
Baharuddin, Dikotomi Pendidikan..., hlm. 144.
Najdat Aziriyah, Ibadiyah, Ajaridah dan Shafariyah, golongan Mu’tazilah,
Maturidiyah, Asy’ariyah, Qadariyah, dan Jabariyah. Berbagai aliran dan
golongan keagamaan ini terkadang melakukan gerakan dan pemberontakan
terhadap pemerintahan yang sah. Dengan terbunuhnya Husein di Karbala,
perlawanan orang-orang Syi’ah tidak pernah padam. Banyak pemberontakan
yang dipelopori kaum Syi’ah. Yang terkenal di antaranya pemberontakan
Mukhtar di Kufah pada tahun 685-687 M. Selain itu, terdapat pula gerakan
Abdullah bin Zubair. Ia membina gerakan oposisinya di Mekkah setelah dia
menolak sumpah setia terhadap Yazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan
dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husein ibn Ali terbunuh.
Selain gerakan di atas, gerakan anarkhis yang dilancarkan kelompok
Khawarij dan Syi’ah juga dapat diredakan. Keberhasilan memberantas gerakan
itulah yang membuat orientasi pemerintahan dinasti ini dapat diarahkan kepada
pengamanan daerah kekuasaan di wilayah timur yang meliputi kota di sekitar
Asia Tengah dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk
menaklukan Spanyol.18
Situasi politik, sosial, dan keagamaan mulai membaik terjadi pada masa
pemerintahan khalifah Umar bin Abd. al-Aziz (717-720). Ketika dinobatkan
sebagai khalifah, dia menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan
negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik dari pada menambah
perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah pembangunan dalam
negeri. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, Umar ibn Abd al-Aziz
dapat dikatakan berhasil menjalin hubungan baik dengan golongan Syi’ah. Dia
juga memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai
dengan keyakinan dan kepercayaannya. Pajak diperringan, dan kedudukan
Mawali (umat Islam yang bukan keturunan Arab, berasal dari Persia, dan
Armenia), disejajarkan dengan Muslim Arab.
18
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), hlm.
46-47.
B. Keadaan Pendidikan
1. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran19
Visi pendidikan pada masa Bani Umayyah secara eksplisit tidak
dijumpai. Namun dari berbagai petunjuk bisa diketahui bahwa visinya
adalah unggul dalam ilmu agama dan umum sejalan dengan kebutuhan
zaman dan masing-masing wilayah Islam.
Adapun misinya antara lain:
a. Menyelenggarakan pendidikan agama dan umum secara seimbang.
b. Melakukan penataan kelembagaan dan aspek-aspek pendidikan Islam.
c. Memberikan pelayanan pendidikan pada seluruh wilayah Islam secara
adil dan merata.
d. Memberdayakan masyarakat agar dapat memecahkan masalahnya sesuai
dengan kemampuan sendiri.
Adapun tujuannya adalah menghasilkan sumber daya manusia yang
unggul secara seimbang dalam ilmu agama dan umum serta mampu
menerapkannya bagi kemajuan wilayah Islam.
Sedangkan sasarannya adalah seluruh umat atau warga yang terdapat
diseluruh wilayah kekuasaan Islam sebagai dasar bagi dirinya dalam
membangun masa depan yang lebih baik.
2. Kurikulum
Kurikulum pada masa dinasti Umayyah meliputi:
a. Ilmu agama: Al-Qur’an, Hadits, dan fiqih.
b. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu sebagai ilmu yang membahas tentang
perjalanan hidup, kisah dan riwayat.
c. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari
bahasa nahwu, sharaf, dan lain-lain.
19
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Ed. 1. Cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.
130-131.
d. Filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing,
seperti ilmu mantik, kimia , astronomi, ilmu hitung, ilmu kedokteran, dan
ilmu yang berhubungan dengan hal tersebut.
3. Kelembagaan
Lembaga-lembaga pendidikan yang berkembang pada zaman Bani
Umayyah, selain Masjid, Kuttab, dan Rumah sebagaimana yang telah ada
sebelumnya juga ditambah dengan lembaga pendidikan Istana, Badiah,
Perpustakaan, dan al-Bimaritsan.20
a. Istana
Pendidikan di Istana bukan saja mengajarkan ilmu pengetahuan
umum, melainkan juga mengajarkan tentang kecerdasan, jiwa, dan raga
anak.
b. Badiah
Secara harfiah Badiah artinya dusun Badui di Padang Sahara yang
di dalam terdapat bahasa Arab yang masih fasih dan murni sesuai kaidah
bahasa Arab. Melalui pendidikan di Badiah ini, maka bahasa Arab dapat
sampai ke Irak, Syria, Mesir, Lebanon, Libia, Tunisia dan sekitarnya.
Dengan demikian, maka banyak para penguasa yang mengirim anaknya
untuk belajar bahasa Arab ke Badiah, bahkan para ulama seperti al-Khalil
ibn Ahmad (160 H atau 776 M).
c. Perpustakaan
Perpustakaan tumbuh dan berkembang seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahiuan serat kegiatan
penelitian dan penulisan karya ilmiah. Pada pendidikan dan pengajaran
yang berbasis penelitian, perpustakaan memegang peranan yang sangat
penting. Ia menjadi jantung sebuah lembaga pendidikan. Perpustakaan
selanjutnya tidak hanya berfungsi sebagai tempat menyimpan buku,
melainkan juga untuk melakukan kegiatan belajar mengajar.
20
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan..., hlm. 135.
d. Al-Bimaristan
Al-Bimaristan adalah rumah sakit tempat berobat dan merawat
orang serta berfungsi sebagai tempat melakukan magang dan penelitian
bagi calon dokter. Pada masa sekarang al-Bimaristan dikenal sebagai
rumah sakit pendidikan. Al-Walid ibn Abd al-Malik memberikan
perhatian pada Bimaristan. Ia dirikan Bimaristan itu di Damaskus pada
tahun 884 M. Konsep rumah sakit ini yang akhirnya membedakan antara
peradaban Islam dengan peradaban manusia sebelum Islam datang.
Sebelum Islam datang dan mencapai masa kejayaannya, dunia ternyata
belum mengenal konsep rumah sakit, seperti saat ini. Bangsa Yunani,
misalnya, merawat orang-orang yang sakit di petirahan yang berdekatan
dengan kuil untuk disembuhkan pendeta. Proses pengobatannya pun
lebih bersifat mistis yang terdiri dari sembahyang dan berkorban untuk
dewa penyembuhan bernama Aescalapius.21
4. Pendidikan
Pendidik adalah seorang yang tugasnya selain mentransfer ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai kepada peserta didik, juga menumbuhkan,
membina dan mengembangkan bakat, minat, dan segenap potensi yang
dimiliki peserta didik, sehingga menjadi aktual dan terberdayakan secara
optimal. Pendidik di Istana adalah orang-orang yang memiliki berbagai
keahlian, yakni pendidik ilmu agama (Al-Qur’an, Al-Hadis, dan Fikih) yang
terdiri dari para ulama, pendidik ilmu bahasa yang terdiri dari para ahli
bahasa, dan pendidik bidang ketrampilan. Pendidikan di Istana selanjutnya
dikenal dengan nama al-Muaddib. Pendidik di badiah adalah para ahli
bahasa dan sastra. pendidik di perpustakaan adalah para penulis buku dan
para penerjemah. Adapun pendidik di al-Bimaritsan adalah para dokter dan
tenaga medis.22
21
Baharuddin, Dikotomi Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdkarya, 2011), hlm.
145.
22
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Ed. 1. Cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.
138.
5. Sarana dan prasarana
Sarana dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang secara langsung
maupun tidak langsung dapat mendukung terlaksananya berbagai kegiatan.
Dalam hal pendidikan sarana yang dibutuhkan antara lain: gedung sekolah,
perpustakaan, tempat praktikum, peralatan belajar mengajar, dan lain-lain.
Adapun yang termasuk prasarana adalah: halaman masjid, lapangan
olahraga, tempat parkir, dan lain-lain. Belum dijumpai informasi tentang
keberadaan sarana prasarana pendidikan pada zaman Bani Umayyah seperti
yang disebutkan ini. Namun dapat diduga sarana prasarana pendidikan
tersebut telah ada, walaupun bentuk dan jenisnya sama. Sarana prasarana
pendidikan tersebut berada pada berbagai lembaga pendidikan yang ada
pada zaman Bani Umayyah sebagaimana tersebut di atas yaitu, sarana
prasarana yanga ada di Istana, Badiah, Perpustakaan, dan al-Bimaritsan.
6. Pembiayaan
Pembiayaan pendidikan diartikan sebagai usaha menyediakan sumber
dana, sistem pengelolaan dan penggunaannya untuk berbagai kegiatan,
termasuk pendidikan. Pembiayaan diperlukan untuk mengadakan atau
membeli segala hal yang dibutuhkan seperti membangun gedung sekolah,
gedung perpustakaan, gedung pimpinan, dan lain-lain. Walaupun belum
dijumpai informasi sejarah yang pasti dan meyakinkan tentang biaya yang
dibutuhkan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berlangsung di
Istana, Badiah, Perpustakaan, al-Bimaristan, di samping yang
diselenggarakan di Kuttab, dan Masjid, jelas membutuhkan pembiayaan.
Karena tidak mungkin kegiatan pendidikan tersebut dapat berjalan tanpa
pembiayaan.
7. Pengelolaan
Pengelolaan pendidikan dapat diartikan sebagai kegiatan
merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), melaksanakan
(actualing), mengawasi (controling), membina (supervising), dan menilai
(evaluating) hal-hal yang berkaitan dengan seluruh aspek pendidikan:
kurikulum, proses belajar mengajar, hasil pembelajaran, kinerja para guru
dan staf, pelayanan administrasi pendidikan, dan respon masyarakat.
Pengelolaan kegiatan pendidikan pada masa Bani Umayyah dilakukan
secara desentralisasi, yakni pemerintah menyerahkan pengelolaan
pendidikan kepada kebijakan masing-masing gubernur di provinsi. Adapun
pemerintah pusat hanya menetapkan kebijakan yang bersifat umum saja,
misalnya kebijakan tentang perlunya program Arabisasi di zaman Khalifah
Abd. al-Malik ibn Marwan. Guna melaksanakan program ini, maka di
masing-masing provinsi menyelenggarakan program tersebut sesuai dengan
kebijakannya.
8. Lulusan
Para lulusan pendidikan dapat diartikan mereka yang telah tamat
mengikuti pendidikan pada jenjang tertentu yang selanjutnya mendapat
gelar atau sebutan yang menunjukkan keahliannya, dan memiliki otoritas
atau kepercayaan untuk mengajarkan ilmunya. Para lulusan di zaman Bani
Umayyah ini terdiri dari para tabi’in, yaitu mereka yang hidup dan berguru
kepada para sahabat Nabi, atau generasi kedua sahabat. Dengan demikian,
hubungan mereka dengan Rasulullah terletak pada hubungan mission,
gagasan, cita-cita, dan semangat, dan bukan pada hubungan persahabatan
atau perkawanan.23
23
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan..., hlm. 140.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Situasi yang terjadi pada masa Dinasti Umayyah antara lain:
a. Situasi Politik
Dinasti Umayyah berdiri pada tahun 41 H dan berakhir pada
tahun132 H dipimpin oleh Muawiyah bin Abi Sofyan membuat Islam
berkembang hingga Eropa dan Afrika. Para ahli sejarah umumnya
mencatat, bahwa proses berdirinya kekhalifahan Bani Umayyah
diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya, tidak melalui
pemilihan yang demokratis berdasarkan suara terbanyak.
b. Situasi Sosial
Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu
dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di
sepanjang jalan. Selain itu, Bani Umayyah mengganti mata uang daerah
yang dikuasainya dengan mata uang baru dan memberlakukan
penggunaan bahasa Arab di semua daerah kekuasaan Bani Umayyah.
c. Situasi Keagamaan
Dalam bidang keagamaan, pada masa Bani Umayyah ditandai
dengan munculnya berbagai aliran keagamaan yang bercorak politik
ideologis. Mereka itu antara lain golongan Syi’ah, Khawarij dengan
berbagai sektenya: Azariqah, Najdat Aziriyah, Ibadiyah, Ajaridah dan
Shafariyah, golongan Mu’tazilah, Maturidiyah, Asy’ariyah, Qadariyah,
dan Jabariyah.
2. Pendidikan pada masa Dinasti Umayyah
Kondisi pendidikan di masa Bani Umayyah mengacu pada
kemampuan ilmu agama dan ilmu umum supaya Dinasti Umayyah dapat
unggul dalam segala bidang. Dalam kurikulum yang diusung dari bidang
agama, sejarah, bahasa, dan filsafat menunjukkan seriusnya dalam
peningkatan ilmu agama dan umum. Lembaga-lembaga yang dibuat oleh
Dinasti Umayyah antara lain: Istana, Badiah, al-Bimaritsan, dan
Perpustakaan.
Pengelolaan pendidikan dapat diartikan sebagai kegiatan
merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), melaksanakan
(actualing), mengawasi (controling), membina (supervising), dan menilai
(evaluating) hal-hal yang berkaitan dengan seluruh aspek pendidikan:
kurikulum, proses belajar mengajar, hasil pembelajaran, kinerja para guru
dan staf, pelayanan administrasi pendidikan, dan respon masyarakat.
B. Saran
Setelah melakukan penulisan terkait pendidikan Islam pada masa Dinati
Umayyah, maka penulis memberikan saran penting bagi mahasiswa, mereka
disarankan untuk menjadikan makalah ini sebagai referensi dalam pembuatan
karya tulis yang bermateri serupa dengan makalah ini. Dan besar harapan
penulis agar para pembaca dapat meneladani perilaku atau keputusan yang
baika dalam bidang pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri. 2015. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
MAKALAH
A. Latar Belakang
Islam mengalami kemajuan pesat dalam bidang pendidikan yaitu pada
masa pemerintahan Bani Abbasiyah merupakan puncak perkembangan
pendidikan Islam di dunia. Pusat perkembangan terdapat dalam bidang
pendidikan agama dan bidang pendidikan umum beserta tokoh-tokoh yang
berperan dalam perkembangan pendidikan tersebut.
Pendidikan Islam berkembang pesat pada masa Bani Abbasyiyah yaitu
pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid. Pada masa pemerintahan Harun Ar-
Rasyid, pendidikan Islam sangat berkembang pesat sehingga banyak ilmu-ilmu
baru yang sampai saat ini terus dikembangkan, misalnya dalam ilmu umum
diantaranya bidang filsafat, astronomi, kedokteran, matematika, dan lain-lain.
Juga dalam ilmu agama diantaranya tafsir, kalam, tasawuf, dan lain-lain.
Pada saat itu, mayoritas umat Muslim sudah bisa membaca, menulis, dan
dapat memahami isi dan kandungan al-Quran dengan baik. Pada masa ini
murid-murid di tingkat dasar mempelajari pokok-pokok umum yang ringkas,
jelas dan mudah dipahami tentang beberapa masalah.Pendidikan di tingkat
dasar ini diselenggarakan di Masjid, dimana al-Quran merupakan buku teks
wajib. Pada tingkat pendidikan menengah diberikan penjelasan-penjelasan
yang lebih mendalam dan rinci terhadap materi yang sudah diajarkan pada
tingkat pendidikan dasar. Selanjutnya pada tingkat universitas sudah diberikan
spesialisasi, pendalaman dan analisa.
Dalam makalah ini akan membahas mengenai kemajuan-kemajuan
pendidikan yang dicapai pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya,
maka dapat dituliskan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah?
2. Apa saja lembaga-lembaga dan kurikulum pendidikan pada masa Bani
Abbasiyah?
3. Bagaimana kemajuan pendidikan Islam pada masa Bani Abbasiyah?
4. Apa tujuan, metode, dan materi pendidikan pada masa Bani Abbasiyah?
5. Siapa saja tokoh-tokoh atau ilmuwan pada masa Bani Abbasiyah?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka dapat
diperoleh tujuan dari penulisan rumusan masalah tersebut, sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah.
2. Untuk mengetahui lembaga-lembaga dan kurikulum pendidikan pada masa
Bani Abbasiyah.
3. Untuk menjelaskan kemajuan pendidikan Islam pada masa Bani Abbasiyah.
4. Untuk mengetahui tujuan, metode, dan materi pendidikan pada masa Bani
Abbasiyah.
5. Untuk mengetahui tokoh-tokoh atauilmuwan pada masa Bani Abbasiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
29
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan ..., hlm. 13.
30
Zuhairi Muchtarom, Sejarah Pendidikan …, hlm. 92.
Diantara rumah ulama’ terkenal yang menjadi tempat belajar adalah
rumah Ibnu Sina, Al-Gazali, Ali ibnu Muhammad Al-Fasihi, Ya’kub Ibni
Killis, Wazir khalifah Al-Aziz Billah Al-fatimy, dan lain-lainnya.
4) Toko-toko kitab
Pada permulaan masa Dinasti Abbasiyah, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan Islam sudah tumbuh dan berkembang dan diikuti oleh penulisan
kitab-kitab dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, maka berdirilah toko-
toko kitab.
5) Perpustakaan
Para ulama’dan sarjana dari berbagai macam keahlian, pada umumnya
menulis buku dalam bidangnya masing-masing dan selanjutnya untuk
diajarkan atau disampaikan kepada para penuntut ilmu. Bahkan para
ulama’dan sarjana tersebut memberikan kesempatan kepada para penuntut
ilmu untuk belajar diperpustakaan pribadi mereka.
Pada masa itu dibangunlah perpustakaan-perpustakaan di negeri-
negeri Islam. Bangunan-bangunan ini dilengkapi dengan kamar-kamar dan
ruang-ruang yang banyak untuk bermacam-macam keperluan.
Perpustakaan-perpustakaan pada masa ini banyak yang dihasilkan
oleh pemerintah atau merupakan wakaf dari para ulama dan sarjana. Baitul
Hikmah di Baghdad yang didirikan oleh Khalifah Harun al-Rasyid, adalah
salah satu contoh dari perpustakaan Islam yang lengkap, yang berisi buku-
buku islam dan bahasa Arab, bermacam-macam ilmu pengetahuan yang
berkembang pada masa itu, dan berbagai buku terjemahan dari bahasa-
bahasa Yunani, Persia, India, dan Aramy31.
Baitul hikmah di Baghdad yang didirikan khalifah Al-Rasyid adalah
merupakan salah satu contoh dari perpustakaan Islam yang lengkap, yang
berisi ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa Arab, bermacam-macam ilmu
pengetahuan yang telah berkembang pada masa itu.32 Perpustakaan pada
31
Zuhairi Muchtarom, Sejarah Pendidikan ..., hlm. 98
32
Zuhairi Muchtarom, Sejarah Pendidikan…, hlm. 98.
masa itu lebih merupakan sebuah universitas karena disamping terdapat
kitab-kitab, disana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi.33
6) Masjid
Pada masa Bani Abbas dan masa perkembangan kebudayaan Islam,
masjid-masjid yang didirikan oleh para pengusaha pada umumnya di
lengkapi dengan berbagai macam sarana dan fasilitas untuk pendidikan.34
Di dunia Islam, di zaman Dinasti Abbasiyah masjid-masjid
berkembang dengan pesatnya. Di Kota Baghdad saja ada 30.000 masjid, di
Kota Iskandaria 12.000 masjid, Damaskus 500 masjid. Masjid-masjid
tersebut telah berubah fungsi, tidak hanya untuk tempat beribadah juga
dipakai tempat kegiatan sosial kemasyarakatan. Materi pelajaran yang
diajarkan di masjid tidak hanya terbatas kepada ilmu-ilmu naqliyah saja,
tetapi juga mencakup ilmu-ilmu ‘Aqliyah35.
Fungsi masjid pada masa Abbasiyah umumnya dilengkapi dengan
berbagai macam sarana dan fasilitas untuk pendidikan. Tempat pendidikan
anak-anak, tempat-tempat untuk pengajian dari ulama-ulama yang
merupakan kelompok-kelompok halaqah, tempat untuk berdiskusi dan
munazarah dalam berbagai ilmu pengetahuan, dan juga dilengkapi dengan
ruangan perpustakaan dengan buku-buku ilmu pengetahuan dari berbagai
macam ilmu yang cukup banyak.
7) Madrasah
Dalam sejarah, madrasah ini mulai muncul di zaman khalifah Bani
Abbas, sebagai kelanjutan dari pendidikan yang dilaksanakan di masjid dan
tempat lainnya. Minat masyarakat untuk mempelajari ilmu di Halaqah yang
ada di masjid makin meningkat dari tahun ke tahun, dsan menimbulkan
kegaduhan akibat dari suara para pengajar dan siswa yang berdiskusi dan
lainnya yang mengganggu kekhusukan shalat. Selain itu, berdirinya
madrasah ini juga karena ilmu pengetahuan dan berbagai keterampilan
semakin berkembang, dan untuk mengajarkannya diperlukan guru yang
33
Badri Yatim, Sejarah Peradaban …, hlm. 55.
34
Zuhairi Muchtarom, Sejarah pendidikan…, hlm. 99.
35
Zuhairi Muchtarom, Sejarah pendidikan…, hlm. 99.
banyak, peralatan belajar mengajar yang lebih lengkap, serta pengaturan
administrasi yang lebih tertib. Selain itu, madrasah juga didirikan dengan
tujuan untuk memasyarakatkan ajaran atau paham keagamaan dan ideologi
tertentu.
8) Al-Ribath
Secara harfiah al-ribath berarti ikatan yang mudah di buka. Sedangkan
dalam arti yang umum, al ribath adalah tempat untuk melakukan latihan,
bimbingan, dan pengajran bagi calon sufi. Di dalam al-ribath tersebut
terdapat beberapa ketentuan atau komponen yang terkait dengan pendidikan
tasawuf, misalnya komponen guru yang terdiri dari syekh (guru besar),
mursyid (guru utama), mu’id (asisten guru), dan mufid (fasilitator). Murid
pada al-ribath dibagi sesuai dengan tingkatannya, mulai dari ibtidaiyah,
tsanawiyah dan aliyah. Adapun bagi yang lulus diberikan pengakuan berupa
ijazah36.
C. Kurikulum Pendidikan Pada Masa Abbasiyah
Kurikulum yang dikembangkan dalam pendidikan Islam saat itu, yaitu:
1. Kurikulum pendidikan tingkat dasar terdiri dari: pelajaran membaca,
menulis, tata bahasa, hadist, prinsip-prinsip dasar Matematika dan pelajaran
syair. Ada juga yang menambahnya dengan mata pelajaran nahwu dan
cerita-cerita. Ada juga kurikulum yang dikembangkan sebatas menghafal
Al-Quran dan mengkaji dasar-dasar pokok agama.
2. Kurikulum pendidikan menengah terdiri dari: lanjutan dari tingkat dasar
hanya ditambah dengan ilmu nahwu, ilmu-ilmu pasti, mantiq, tarikh, ilmu-
ilmu alam, musik.Di samping itu, ada terdapat mata pelajaran yang bersifat
kejuruan. Misalnya untuk menjadi juru tulis dikantor-kantor. Selain dari
belajar bahasa, murid disini harus belajar surat menyurat, pidato, diskusi,
berdebat, serta tulisan indah.
3. Kurikulum pada pendidikan tinggi. Pada pendidikan tinggi, kurikulum
sejalan dengan fase dimana dunia Islam mempersiapkan diri untuk
36
Nata, Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Perdana Media Group,
2011), hlm.162.
memperdalam masalah agama, menyiarkan dan mempertahankannya. Akan
tetapi bukan berarti pada saat itu, yang diajarkan hanya seputar agama,
karena ilmu yang erat kaitannya dengan agama seperti bahasa, sejarah, tafsir
dan hadis juga diajarkan.37
37
Zuhairi Muchtarom, Sejarah Pendidikan ..., hlm. 103.
38
Baharuddin dkk., Dikotomi Pendidikan ..., hlm. 157.
semua bangsa Arab memahami arti yang terkandung di dalamnya. Maka
bangunlah para sahabat untuk menafsirkan, ada dua cara penafsiran, yaitu:
1. Tafsir bi al ma`tsur, yaitu penafsiran Al-Quran berdasarkan sanad
meliputi al-Qur’an dengan al-Qur’an, al-Qur’an dengan al-Hadits.Ahli
tafsir bi al ma`tsur dipelopori oleh As Subdi (w.127 H.), Muqatil bin
Sulaiman (w.150 H.), dan Muhamad Ishaq
2. Tafsir bi ar ra`yi, yaitu penafsiran Al-Qur’an dengan mempergunakan
akal dengan memperluas pemahaman yang terkandung didalamnya.
Tafsir bi ar ra`yi banyak dipelopori oleh golongan Mu`tazilah.Mereka
yang terkenal antara lain Abu Bakar al Asham (w.240 H.), Abu Muslim
al Asfahani (w.522 H.) dan Ibnu Jarwi al Asadi (w.387 H.).39
c. Ilmu Hadits
Hadis adalah sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an.
Karena kedudukannya itu, maka setiap Muslim selalu berusaha untuk
menjaga dan melestarikannya. Pada masa Abbasiyah, kegiatan
pengkodifikasian atau pembukuan hadits dilakukan dengan giat sebagai
kelanjutan dari usaha para ulama sebelumnya. Sejarah penulisan hadis-hadis
Nabi memunculkan tokoh-tokoh seperti Ibn Juraij, Malik ibn Anas, juga
Rabi` ibn Sabib (w.160 H.) dan ibn Al Mubarak (w.181 H.).
Selanjutnya pada awal-awal abad ketiga, muncul kecenderungan baru
penulisan hadits Nabi dalam bentuk musnad. Di antara tokoh yang menulis
musnad, antara lain Ahmad ibn Hanbal, Ubaydullah ibn Musa al `Absy al
Kufi, Musaddad ibn Musarhad al Basri, Asad ibn Musa al Amawi dan
Nu’aim ibn Hammad al Khuza’i, perkembangan penulisan hadits
berikutnya, masih pada era Abbasiyah, yaitu mulai pada pertengahan abad
ketiga, muncul tren baru yang bisa dikatakan sebagai generasi terbaik
sejarah penulisan hadits, yaitu munculnya kecenderungan penulisan hadits
yang di dahului oleh tahapan penelitian dan pemisahan hadits-hadits sahih
dari yang dha’if sebagaimana dilakukan oleh al Bukhari (w.256 H.), Muslim
(w.261 H.), Ibn Majah (w.273 H.), Abu Dawud (w.275 H.), Al Tirmidzi
39
Baharuddin dkk., Dikotomi Pendidikan..., hlm. 158.
(w.279 H.), serta Al Nasa’I (w.303 H.), yang karya-karya haditsnya dikenal
dengan sebutan Kutubu Al- Sittah.
d. Ilmu Kalam
Lahirnya ilmu kalam karena dua faktor: pertama, untuk membela
Islam dengan bersenjatakan filsafat. Kedua, karena semua masalah termasuk
masalah agama telah berkisar dari pola rasa kepada pola akal dan ilmu.
Diantara tokoh ilmu kalam yaitu: wasil bin Atha’, Baqilani, Asy’ary,
Ghazali, Sajastani dan lain-lain.
e. Ilmu Fiqh
Ilmu Fiqh pada zaman ini juga mencatat sejarah penting, dimana para
tokoh yang disebut sebagai empat imam mazhab fiqh hidup pada era
tersebut, yaitu Abu Hanifah (w.150 H), Malik ibn Anas (w.179 H), Al
Shafi’I (w.204 H), dan Ahmad ibn Hanbal (w.241 H). Dari sini
memunculkan dua aliran yang berbeda dalam metode pengambilan hukum,
yaitu ahli hadits dan ahli ra`yi. Ahli hadits dalam pengambilan hukum,
menggunakan metode yang dipakai adalah mengutamakan hadits-hadits
nabi sebagai rujukan dalam Istinbat al ahkam. Pemuka aliran ini adalah
Imam Malik dengan pengikutnya, pengikut imam Syafi’i, pengikut Sufyan,
dan pengikut Imam Hanbali.Sedangkan ahli ra’yi adalah aliran yang
memepergunakan akal dan fikiran dalam menggali hukum.Pemuka aliran ini
adalah Abu Hanifah dan teman-temannya fuqaha dari Iraq40.
f. Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf yaitu ilmu syariat. Inti ajarannya ialah tekun beribadah
dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, meninggalkan atau
menjauhkan diri dari kesenangan dan perhiasan dunia. Dalam sejarahnya
sebelum muncul aliran tasawuf, terlebih dulu muncul aliran zuhud. Aliran
ini muncul pada akhir abad I dan permulaan abad II H., sebagai reaksi
terhadap hidup mewah khalifah dan keluarga serta pembesar-pembesar
Negara sebagai akibat kejayaan yang diperoleh setelah Islam meluas ke
Syria, Mesir, Mesopotamia, dan Persia. Aliran zuhud mulai nyata kelihatan
40
Baharuddin dkk.,Dikotomi Pendidikan …, hlm. 159.
di Kufah. Sedangkan di Basrah sebagai kota yang tenggelam atas
kemewahan, aliran zuhud mengambil corak yang lebih ekstrim. Zahid yang
terkenal disini adalah Hasan al Bisri dan Rabi’ah al Adawiyah41.
Bersamaan dengan lahirnya ilmu tasawuf muncul pula ahli-ahli dan
ulama-ulamanya, antara lain adalah al Qusyairy (w.465 H.), kitab beliau
yang terkenal adalah Ar risalatul Qusy Airiyah; Syahabuddari, yaitu abu
Hafas Umar ibn Muhammad Syahabuddari Sahrowardy (w.632 H.), kitab
karangannya adalah Awwariffu Ma’arif; Imam Ghazali (w.502 H.), kitab
karangannya antara lain: al Basith, Maqasidul, Falsafah, al Manqizu Minad
Dhalal, Ihya Ulumuddin, Bidayatul Hidayah, Jawahirul Qur’an, dan lain
sebagainya.
g. Ilmu Bahasa
Pada masa bani Abbasiyah, ilmu bahasa tumbuh dan berkembang
dengan suburnya, karena bahasa Arab semakin dewasa dan menjadi bahasa
internasional. Ilmu bahasa memerlukan suatu ilmu yang menyeluruh, yang
dimaksud ilmu bahasa adalah: nahwu, sharaf, ma’ani, bayan, bad’arudh,
qamus, dan insya’.Di antara ulama yang termasyhur pada masa ini adalah42:
1) Sibawaih (w.153 H.)
2) Muaz al Harro (w.187 H.), mula-mula membuat tashrif.
3) Al Kasai (w.190 H), pengarang kitab tata bahasa.
4) Abu Usman al Maziny (w.249 H), karangannya banyak tentang ilmu
nahwu.
E. Tujuan pendidikan pada masa Abbasiyah
Pada masa Nabi masa khulafaur rasyidin dan umayah, tujuan
pendidikan satu saja, yaitu keagamaan semata. Mengajar dan belajar karena
Allah dan mengharap keridhoanNya. Namun pada masaAbbasiyah tujuan
pendidikan itu telah bermacam-macam karena pengaruh masyarakat pada masa
itu. Tujuan itu dapat disimpulkan sebagai berikut:
41
Baharuddin dkk., Dikotomi Pendidikan ..., hlm. 168.
42
Baharuddin dkk., Dikotomi Pendidikan ..., hlm. 170.
a. Tujuan keagamaan dan akhlak
Sebagaiman pada masa sebelumnya, anak-anak dididik dan diajar
membaca atau menghafal Al-Qur’an, ini merupakan suatu kewajiban dalam
agama, supaya mereka mengikut ajaran agama dan berakhlak menurut
agama.
b. Tujuan kemasyarakatan
Para pemuda pada masa itu belajar dan menuntut ilmu supaya mereka
dapat mengubah dan memperbaiki masyarakat, dari masyarakat yang penuh
dengan kejahilan menjadi masyarakat yang bersinar ilmu pengetahuan, dari
masyarakat yang mundur menuju masyarakat yang maju dan makmur.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka ilmu-ilmu yang diajarkan di
Madrasah bukan saja ilmu agama dan bahasa Arab, bahkan juga diajarkan
ilmu duniawi yang berfaedah untuk kemajuan masyarakat.
c. Cinta akan ilmu pengetahuan
Masyarakat pada saat itu belajar tidak mengaharapkan apa-apa selain
dari pada memperdalam ilmu pengetahuan. Mereka merantau ke seluruh
negeri Islam untuk menuntut ilmu tanpa memperdulikan susah payah dalam
perjalanan yang umumnya dilakukan dengan berjalan kaki atau mengendarai
keledai. Tujuan mereka tidak lain untuk memuaskan jiwanya untuk
menuntut ilmu.
d. Tujuan kebendaan
Pada masa itu mereka menuntut ilmu supaya mendapatkan
penghidupan yang layakdan pangkat yang tinggi, bahkan
kalaumemungkinkan mendapat kemegahan dan kekuasaan di dunia ini,
sebagaimana tujuan sebagian orang pada masa sekarang ini43.
43
Mamud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), hlm.
46.
F. Metode Pendidikan Pada Masa Abbasiyah
Dalam proses belajar mengajar, metode pendidikan atau pengajaran
merupakan salah satu aspek yang sangat penting guna mentransfer
pengetahuan atau kebudayaan dari seorang guru kepada para muridnya.
Melalui metode pengajaran terjadi proses internalisasi dan pemilikan
pengetahuan oleh murid hingga murid dapat menyerap dan memahami dengan
baik apa yang telah disampaikan gurunya. Pada masa Dinasti Abbasiyah
metode pendidikan atau pengajaran yang digunakan dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yakni44:
1) Metode Lisan
Metode lisan berupa dikte, ceramah, qira’ah dan diskusi. Metode dikte
(imla’) adalah metode penyampaian pengetahuan yang dianggap baik dan
aman karena dengan imla’ ini murid mempunyai catatan yang akan dapat
membantunya ketika ia lupa. Metode ini dianggap penting, karena pada
masa klasik buku-buku cetak seperti masa sekarang sulit dimiliki.
Dalam metode ceramah, guru menjelaskan isi buku dengan hafalan,
sedangkan murid mendengarkannya.Metode qiro’ah biasanya digunakan
untuk belajar membaca sedangkan diskusi merupakan metode yang khas
pada masa ini.
2) Metode Menghafal
Metode menghafal merupakan ciri umum pendidikan pada masa
ini.Murid-murid harus membaca secara berulang-ulang pelajarannya
sehingga pelajaran tersebut melekat pada benak mereka, sebagaimana yang
dijelaskan oleh Imam Hanafi, seorang murid harus membaca suatu pelajaran
berulang kali sampai dia menghafalnya. Sehingga dalam proses selanjutnya
murid akan mengeluarkan kembali dan mengkontekstualisasikan pelajaran
yang dihafalnya sehingga dalam diskusi dan perdebatan murid dapat
merespons, mematahkan lawan, atau memunculkan sesuatu yang baru.
3) Metode Tulisan
44
Zuhairi Muchtarom, Sejarah Pendidikan …, hlm. 105.
Metode tulisan dianggap metode yang paling penting pada masa
ini.Metode tulisan adalah pengkopian karya-karya ulama. Dalam pengkajian
buku-buku terjadi proses intelektualisasi hingga tingkat penguasaan ilmu
murid semakin meningkat. Metode ini disamping berguna bagi proses
penguasaanilmu pengetahuan juga sangat penting artinya bagi penggandaan
jumlah buku teks, karena pada masa ini belum ada mesin cetak, dengan
pengkopian buku-buku kebutuhan terhadap teks buku sedikit teratasi45.
48
Badri Yatim, Sejarah Peradaban…, hlm. 59.
perbintangan, terbit atau tenggelamnya matahari, dan penentu waktu
shalat).
10) Bidang Optik: Ibnu Haytsam dan Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythani (al-
Hazen), terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata
mengirim cahaya ke benda yang dilihatnya.
11) Bidang Kimia: Jabir ibn Hayyan, ia berpendapat bahwa logam seperti
timah, besi, dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak
12) Bidang Matematika: Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga
mahir dalam bidang astronomi.
13) Bidang Sejarah: Al-Mas’udi, diantara karyanya adalah Muruj al-Zahab
wa Ma’adin al-Jawahir Ibn Sa’ad
14) Bidang geografi ada Al-Khawarizmi, Al-Ya’qubi, dan Al-Mus’udi.
49
Badri Yatim, Sejarah Peradaban…, hlm. 60.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari paparan makalah di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Sejarah Berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah
Dinasti Bani Abbassiyah terbentuk melalui proses perebutan
kekuasaan dari Bani Umayyah. Dengan dasar pemikiran bahwa kekuasaan
harus berasal dari keturunan yang berhubungan dengan Nabi Muhammad
SAW, maka Abu al-Abbas al-Saffah yang masih ada hubungan kekerabatan
dengan Nabi yang didukung oleh seorang panglima yaitu, Abu Muslim al-
Khurasani serta berbagai kelompok pemberontak, seperti kaum Syiah,
oposisi pimpinan al-Mukhtar dan lainnya, berhasil mengalahkan khalifah
Bani Umayyah terakhir, yaitu Khalifah Marwan II pada tahun 750 M/132 H.
2. Lembaga-lembaga pendidikan pada masa Bani Abbasiyah
Sebelum timbulnya sekolah dan universitas yang kemudian dikenal
sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sebenarnya telah
berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bersifat non
fomal.Lembaga-lembaga ini berkembang terus dan bahkan bersamaan
dengannya tumbuh dan berkembang bentuk-bentuk lembaga pendidikan non
formal yang semakin luas.
3. Kurikulum pendidikan pada masa Bani Abbasiyah
Pada masa Abbasiyah ini, kurikulum lebih identik dengan serangkain
mata pelajaran yang harus diberikan pada murid dalam tingkatan tertentu
4. Kemajuan pendidikan Islam pada masa Bani Abbasiyah
Dibidang ilmu pengetahuan masaAbbasiyah mencatat dimulainya
sistemasi beberapa cabang keilmuan seperti Tafsir, Hadits, dan Fiqh.
Khususnya sejak tahun 143 H. para ulama mulai menyusun buku dalam
bentuknya yang sistematis baik dibidang ilmu tafsir, hadits, maupun ilmu
fiqh.
5. Tujuan, metode, dan materi pendidikan pada masa Abbasiyah
MasaAbbasiyah tujuan pendidikan itu telah bermacam-macam karena
pengaruh masyarakat pada masa itu. Pada masa Dinasti Abbasiyah metode
pendidikan atau pengajaran yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi
tiga, yakni: metode lisan, metode menghafal, dan metode tulisan. Materi
pendidikan dasar pada masa daulah Abbasiyah mengandung unsur
demokrasi, disamping materi pelajaran yang bersifat wajib (ijbari) bagi
setiap murid juga ada materi yang bersifat pilihan (ikhtiari).
6. Tokoh-tokoh atauilmuwan pada masa Abbasiyah
Pada masa dinasti Abbasiyah banyak tokoh-tokoh yang muncul sesuai
dengan bidang-bidangnya. Sehingga, bidang-bidang tersebut mampu
mendorong kemajuan pendidikan pada masa itu.
B. Saran
Setelah membuat makalah terkait dengan pendidikan pada masa dinasti
Abbasiyah, maka penulis makalah memberi saran penting. Bagi pemakalah
selanjutnya yang akan membuat makalah serupa, mereka disarankan untuk
menjadikan makalah ini sebagai referensi, kemudian bagi calon guru semoga
bisa sebagai acuan dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Rosdakarya.
Nata, Abuddin. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Perdana Media
Group.
Yunus, Mamud. 1990. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Hidakarya Agung.
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
DI ANDALUSIA DAN SICILIA
MAKALAH
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalahnya
sebagai berikut.
1. Bagaimana lintas sejarah masuknya Islam di Andalusia?
2. Bagaimana pola pendidikan Islam di Andalusia?
3. Bagaimana lintas sejarah masuknya Islam di Sicilia?
4. Bagaimana pola pendidikan Islam di Sicilia?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan sebagai
berikut.
1. Untuk menjelaskan lintas sejarah masuknya Islam di Andalusia.
2. Untuk menjelaskan pola pendidikan Islam di Andalusia.
3. Untuk menjelaskan lintas sejarah masuknya Islam di Sicilia.
4. Untuk menjelaskan pola pendidikan Islam di Sicilia.
BAB II
PEMBAHASAN
50
Siti Maryam, dkk., Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik hingga
Modern, cet. 2, (Yogyakarta: LESFI, 2004), hlm. 69.
51
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah
Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia., (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 77.
52
Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, Cet 1,
(Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 21-25.
Pada periode ini, Spanyol menjadi salah satu provinsi dari
kekhalifahan Bani Umayyah dengan nama Andalusia yang berpusat di
Damaskus. Ketika itu, wali Andalus di bawah gubernur Afrika Utara dan
tidak di bawah kekhalifahan secara langsung, karena komunikasi dan
transportasi yang lama. Wali pertamanya adalah Abd al-Aziz ibn Musa ibn
Nusair. Pada periode ini, stabilitas politik negeri Spanyol belum terkendali
gangguan keamanan masih banyak terjadi di beberapa wilayah, karena pada
masa ini adalah masa peletakan dasar Islam di Spanyol.
2. Masa Pemerintahan Keamiran, Ahd Al-Imarah (756-912)
Pada masa ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang
bergelar Amir (panglima atau gubernur), tetapi tidak tunduk kepada pusat
pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh Kholifah Abbasiyah di
Baghdad. Amir pertama adalah Abd Ar-Rahman Al-Dakhil yang berhasil
mendirikan dinasti Bani Umayyah di Spanyol, Ibu kota negara di Cordova.
Pada masa ini, politik dan peradabannya lebih maju, karena Amirnya
mendirikan masjid di Cordova dan menjadikan Spanyol sebagai pusat
keilmuan dan peradaban di Eropa. Namun demikian, terdapat gangguan
stabilitas politik dengan adanya gangguan dari sejumlah kecil orang-orang
Nasrani di Andalusia yang membenci Islam, seperti gerakan Martyrdom
(kesyahidan) oleh kelompok Kristen fanatik Spanyol, adanya usaha orang-
orang Abbasiyyah pada masa Abu Ja’far Al-Mansur untuk mengambil alih
kekuasaan Andalusia, serta serangan luar negeri dari Norman sampai tiga
kali serangan.
3. Masa Pemerintahan Khalifah, Ahd Al-Khilafah (912-1013 M)
Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa dengan gelar
“kholifah”. Khalifah yang memerintah adalah Abd Ar-Rahman III. Pada
periode ini juga umat Islam di Spanyol mencapai puncak kemajuan dan
kejayaan menyaingi Daulat Abbasiyah di Baghdad. Abd Al-Rahman
mendirikan Universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan
ribu buku. Selain itu, dibangun beberapa kota, yaitu madinah Az-Zahra,
madinah Az-Zahirah, madinah Salim, dan madinah Al-Mariyah. Namun,
pada masa pemerintahan Muhammad Ibn Abdillah Ibn Abi Amir, Islam
Spanyol mulai mengalami kemunduran, karena kualitas pemerintahannya
tidak sebagus pendahulunya.
4. Masa Pemerintahan Raja-raja Golongan, Muluk Al-Tawa’if (1030-1086 M)
Periode ini, Spanyol terpecah sekitar 30 kerajaan kecil dibawah
perintah raja-raja yang berpusat di suatu kota, seperti Seville, Cordova,
Toledo dan sebagainya. Raja-raja kecil mementingkan diri sendiri dan
saling bermusuhan, sehingga mengakibatkan stabilitas negara goyah.
Kelompok Kristen mulai menyerang kerajaan kecil yang lemah, tahun 1085
M, kekuatan Kristen mampu menguasai Toledo.
5. Masa Pemerintahan Murabitun dan Muwahhidun, Ahd Al-Murabitun wa
Ahd Al-Muwahhidun (1086-1248)
Periode ini terdapat gerakan keagamaan yang menjadi gerakan politik.
Dinasti Murabithun (1086-1143) dipimpin oleh Yusuf Ibn Tasyfin yang
berpusat di Maroko. Awalnya, ia diundang Mu’tamid, penguasa Dinasti
Abbadiyah untuk ikut perang melawan Alfonso IV (Raja Kristen dari
Castille), dan berhasil. Undangan kedua untuk melawan Seville dan
berhasil. Dengan tekad yang bulat, Yusuf berusaha merebut wilayah
kekuasaan Islam seperti Badajoz, Valencia dan Saragosa53.
Dinasti Muwahhidun (1146-1248 M) didirikan oleh Muhammad Ibn
Tumart yang berpuat di Afrika Utara. Dinasti ini mengalami kemajuan
kembali, raja terakhir, Muhammad Ibn Nasir mendapat tekanan dari Paus
yang mendapat dukungan dari raja-raja Kristen. Paus menuduh bahwa,
kehadiran umat Islam tidak lain hanya untuk menjajah Spanyol. Akhirnya,
terjadi pertempuran di Las Vanas, 1212 dan Dinasti Muwahhidun direbut
musuh.
6. Masa Pemerintahan Andalus Kecil, Kerajaan Granada (1248-1492 M)
Periode ini , Islam hanya berkuasa di daerah Granada, dibawah
Dinasti Bani Ahmar. Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di
zaman Abd Al- Rahman Al-Nasir. Namun, secara politik Dinasti ini hanya
53
Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam..., hlm. 29-46.
berkuasa di wilayah yang kecil, terjadi perang saudara yang memperebutkan
kekuasaan, sehingga kekuasaan Islam menjadi semakin lemah. Pada
periode ini adalah akhir dari peradaban umat Islam di Spanyol54.
B. Pola Pendidikan Islam Di Andalusia
1. Lembaga – Lembaga, Materi, dan Metode Pendidikan Islam di Andalusia
a. Masjid
Menurut Maulana Shibli Nomani, pendidikan di Spanyol, baik
tingkat dasar maupun menengah, pada umunya diberikan di masjid-
masjid. Masjid menjadi basis sentral dalam pengembangan ilmu
pengetahuan baik pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum.
Di sanalah para pelajar bertemu dengan gurunya (ulama) dan kemudian
melakukan dialog, diskusi, dan bahkan perdebatan-perdebatan akademis.
Guru memegang peranan dominan dalam iklim belajar pada zaman
pertengahan dibandingkan dengan sistem madrasah formal, seperti yang
terjadi saat ini.
Al-Hakam membuka 27 sekolah di Cordoba, yang semuanya
berbasis di masjid, dan membebaskan seluruh siswanya dari biaya, alias
gratis. Sedangkan kesejahteraan guru atau ulama yang mengajar adalah
menjadi tanggung jawabnya. Universitas Cordoba yang didirikan oleh
Abdurrahman III juga mengambil tempat di masjid yang telah dilengkapi
dengan fasilitas asrama untuk siswa dan gurunya, air bersih dan
perlengkapan lainnya yang menghabiskan dana 261.537 dinar55.
b. Istana
Ketika pemerintah Islam Andalusia berganti menjadi pemerintahan
Al-Muluk al-Tawa’if, raja-raja golongan, maka istana raja-raja tersebut
menjadi pusat profesi kesarjanaan, pengkajian filsafat, dan ilmu
pengetahuan.56
c. Kuttab
54
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 260-263.
55
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 112-113.
56
Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam..., hlm. 61.
Di Andalusia menyebar lembaga pendidikan yang dinamakan
Kuttab selain Masjid. Kuttab termasuk lembaga pendidikan terendah
yang sudah tertata dengan rapi dan para siswa mempelajari berbagai
macam disiplin Ilmu Pengetahuan seperti ilmu agama (fikih, bahasa
Arab, dll), seni musik dan sastra.
d. Madrasah
Istilah madrasah tidak dikenal di Andalusia hingga abad ke 13 M.
Baru pada pertengahan abad ke-14, sebuah bangunan madrasah yang
besar didirikan di Granada oleh penguasa Nasrid, yaitu Yusuf Abu al-
Hajjaj pada tahun 750 H (1349 M). Pembangunan madrasah di Granada
tersebut akhirnya menjadi contoh bagi pendirian madrasah-madrasah di
tempat lain di Andalusia.57
e. Pendidikan Tinggi
Andalusia yang pernah menjadi pusat pemerintahan Islam, juga
banyak dibangun banyak perguruan tinggi terkenal seperti Universitas
Cordoba, Sevilla, Malaga, Granada dan yang lainnya. Orang-orang Eropa
yang pertama kali belajar sains dan ilmu pengetahuan banyak tertarik
untuk belajar di berbagai perguruan tinggi di Andalusia. Sehingga,
lahirlah kemudian murid-murid yang menjadi para pemikir dan filosof
terkenal Eropa. Perguruan Tinggi Oxford dan Cambridge di Inggris
merupakan tiruan dari lembaga pendidikan di daerah Andalusia yang
menggabungkan pendidikan, pusat riset, dan perpustakaan.
Sebagaimana halnya siswa belajar pendidikan pada tingkat rendah
(Kuttab) juga mempunyai kesempatan seluas-luasnya melanjutkan
pendidikan pada tingkat tinggi yaitu Universitas Cordova yang berdiri
megah di Andalusia. Unversitas Cordova berdiri tegak bersanding
dengan Masjid Abdurrahman III yang akhirnya berkembang menjadi
lembaga pendidikan tinggi yang terkenal yang setara dengan Universitas
Al-Azhar di Cairo dan Universitas Nizamiyah di Baghdad.58
57
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam..., hlm. 117.
58
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam..., hlm. 99.
e. Perpustakaan
Khalifah Abdurrahman III (912-961 M) membangun perpustakaan
dikota Granada hingga mencapai 600.000 jilid buku. Upaya yang sama
juga dilakukan oleh khalifah Al-Hakam II (961-976 M) membangun
perpustakaan yang terbesar (Greatest Library) di seluruh Eropa pada
masa itu dan pada masa-masa sesudahnya.
Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri lebih dari 70
perpustakaan. Atas inisiatifnya, karya-karya ilmiah dan filosofis
diimmpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga perpustakaan-
perpustakaan dan Universitas Cordoba dapat menyaingi kebesaran
Baghdad sebagai pusat ilmu pengetahuan dan dunia Islam. Ia juga
mempunyai sebuah perpustakaan dengan khazanah 400.000 buku, ada
yang menyatakan 600.000 buku, yang didaftar dalam 44 katalog tebal,
yang secara hati-hati diseleksi oleh para penyalur buku yang ahli dari
semua pasar buku Islam. Perpustakaannya dipimpin oleh sejumlah staf
yang cukup banyak, terdiri dari para pustakawan, penyalin, dan penjilid
dalam Scriptorium.
Perpustakaan lain yang cukup menonjol di kalangan muslim saat
itu adalah perpustakaan yang dibangun oleh Abdul Mutrif, seorang
hakim di Cordoba, kebanyakan berisi buku-buku langka, masterpieces
masterpieces kaligrafi, mempekerjakan enam orang penyalin yang
bekerja penuh waktu. Perpustakaan ini telah terjual dalam suatu lelang
terbuka setelah ia wafat pada tahun 1011 seharga 40.000 dinar.59
Selain itu juga berdiri juga perpustakaan Khazanatul Humits-Tsani
di Andalusia. Perpustakaan ini memiliki buku sebanyak 400.000 jilid.
Disamping perpustakaan-perpustakaan lain yang didirikan oleh
perorangan untuk dimanfaatkan secara umum,bahkan mereka berlomba-
lomba untuk mendirikannya.
2. Kurikulum dan Pembiayaan Pendidikan Islam di Andalusia
59
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam..., hlm. 114.
Fikih merupakan inti kurikulum pada masa ini. Namun, mereka lebih
menekankankepada Mazhab Maliki daripada mazhab-mazab lainnya.
Menurut Hasan Langgulung, kurikulum pada masa ini dikembangkan
sebagai berikut:
a. Pengetahuan dan Syari’ah, yaitu: Ilmu tafsir Al-Qur’an, Ilmu bacaan
(qira’ah), tajwid, dan pemberian baris (dabt), Ilmu Hadits, Ilmu
Musthalah Hadits, Ilmu Fikih, Ilmu Ushul Fikih, Ilmu Kalam dan Ilmu
Tasawuf.
b. Ilmu-ilmu Bahasa dan Sastra, yaitu: Ilmu bahasa, Ilmu Nahu, saraf dan
‘arud, Ilmu Sastra, Ilmu Balaghah dan Ilmu Kritik Sastra.
c. Ilmu-ilmu Sejarah dan Sosial, yaitu: Ilmu sirah, peperangan dan biografi,
Ilmu sejarah, politik adn sosia;, Ilmu jiwa, pendidikan akhlak, sosiologi,
ekonomi dan tata laksanna, yang terdiri dari ilmu-ilmu berikut: Ilmu
jiwa, Ilmu pendidikan, Ilmu akhlak, Ilmu sosiologi, Ilmu ekonomi, Ilmu
politik, dan Ilmu tata laksana, Ilmu-ilmu Geografi dan Perencanaan Kota,
yang terdiri dari ilmu-ilmu berikut: Ilmu geografi dan ilmu perencanaan
kota.
d. Ilmu-ilmu Falsafah, Logika, debat, dan Diskusi.
e. Ilmu-ilmu Tulen (murni), yaitu: Ilmu Matematika, Ilmu Falak, dan Ilmu
Musik.
f. Ilmu-ilmu Kealaman dan Eksperimental, yaitu: Ilmu Kimia, Ilmu Fisika,
dan Ilmu Biologi.
g. Ilmu-ilmu Terapan dan Praktis, yaitu: Ilmu Kedokteran, Ilmu Farmasi
dan Ilmu Pertanian.
Peran khalifah, keluarganya dan penasehat-penasehat dekatnya amat
menentukan dalam penyediaan dana dan arah kegiatan lembaga-lembaga
pendidikan di Andalusia. Termasuk tenaga pengajar dal kurikulum yang
berlaku, sehingga maju mundurnya lembaga-lembaga tersebut amat
bergantung pada penguasanya60.
60
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam..., hlm. 116-118.
C. Lintas Sejarah Masuknya Islam Di Sicilia
1. Masuknya Islam di Sisilia
Sisilia adalah pulau yang terletak di selatan semenanjung Italia dan
dipisahkan oleh Selat Messina. Pulau ini dibagi menjadi tiga bagian: Val di
Mazara di sebelah barat, Val di Noto di sebelah tenggara dan Val Demone
di bagian timur laut. Islam hanya menjadi agama resmi di Val di Mazara
sedangkan di bagian yang lainnya mayoritas beragama kristen.
Usaha untuk menjadikan Sisilia sebagai wilayah Islam telah dimulai
sejak Khalifah Usman bin Affan dengan mengirim gubernur Muawiyah bin
Abi Sufyan pada tahun 652 M. Pada waktu Muawiyah menjadi khalifah, ia
juga menyerang pulau Sisilia pada tahun 667M. Pada zaman Abd Malik dan
Al-Walid bin Abd Malik juga dilakukan serangan. Gubernur Afrika Utara
Musa bin Nuhair setelah berhasil menguasai Andalusia juga menyerang
Sisilia di bawah pimpinan anaknya Abdullah61.
2. Pemerintahan Islam di Sisilia
a. Dinasti Aghlabi
Dinasti ini kecil dan berada di barat Baghdad yang didirikan oleh
Ibrahim bin Aghlab pada tahun 800 M atas restu khalifah Harun Ar-
Rasyid, Khalifah Bani Abbasiyyah pada saat itu. Pusat wilayahnya di
Ifriqiyah, Tunisia. Dinasti ini dikenal dengan armada laut yang kuat,
sehingga bisa memperluas wilayah sampai Italia, Prancis, Corsica, dan
Sardinia.
b. Dinasti Fatimiah
Dinasti ini mengambil nama dari Fatimah Az-Zahra, di Afrika
Utara di bawah pimpinan Ubaidillah Al-Mahdi. Dinasti ini pertama
diperintah oleh Ahmad bin Ali Al-Fawaris. Orang-orang Sisilia kurang
nyaman dengan masa ini, karena mereka beraliran Sunni, sedangkan
penguasanya beraliran Syiah.
c. Dinasti Kalbi
61
Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam..., hlm. 71-73.
Sejarah mencatat, pada dinasti ini umat Islam mengalami kemajuan
sekitar 50 tahun, pada masa pemerintahan Ahmad bin Hasan sampai
masa Abu Al-Futuh.
3. Masa Kemajuan Islam di Sisilia
Selama berkuasa di Sisilia Islam mencapai beberapa kemajuan antara
lain;
a) Kemajuan dalam bidang sains dan berdirinya Universitas di Palermo
yang menjadi pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam.
Pemikiran-pemikiran ulama Islam terdahulu, terutama Ibnu Rusyd
sebagai kontribusi Islam terhadap kebangkitan Eropa (Renaissance). Hal
ini dilakukan melalui penerjemahan karya-karyanya, seperti filsafat,
kedokteran, sufisme, matematika, optik atau astronomi kedalam bahasa-
bahasa Eropa dilakukan lewat Sicilia. kedalam bahasa Latin dan bahasa
Nebraw (Yahudi) di Universitas Teledo dan Palermo sebagai pusat
penerjemahan.
b) Penguasa Islam di Sisilia telah berhasil menghapus secara total pajak
hewan yang sebelumnya di bawah kekuasaan Bizantium.
c) Islam di Sisilia juga berhasil membuat mata uang sendiri dengan
mencantumkan nama gubernur Sisilia dan Amir Bani Aghlab.
d) Di bidang pertanian telah dibangun irigasi yang bermanfaat bagi
peningkatan hasil pertanian sehingga hasil pribumi seperti kapas, tebu,
buah apel, dan lain-lain mencapai hasil yang maksimal.
e) Di bidang pertambangan, emas, perak, timah hitam, air raksa yang
melimpah-limpah dikelola dengan sangat baik oleh penguasa Fatimiah62.
62
Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam..., hlm. 73-81.
4. Masa Kemunduran dan Kehancuran Islam
Mundurnya kekuasaan Islam di Silsilia disebabkan situasi politik umat
Islam yang mudah terpengaruh, sehingga terjadi perpecahan internal, terjadi
persaingan dan pertentangan antara dinasti-dinasti, tenggelamnya sebagian
penguasa Islam dalam kehidupan mewah sehingga lupa pada tugas
utamanya untuk mengurus negara, terjadinya hubungan khsusus antara
penguasa Islam tertentu dengan penguasa Kristen untuk menjatuhkan
saingannya sesama muslim, dan menguatnya kembali kerajaan-kerajaan
Kristen63.
63
Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam..., hlm. 81-84..
dengan pesat dan pembangunan disaksikan dimana-mana. Sisilia juga
kebagian.
Melalui negeri ini, ilmu pengetahuan dan sains mengalir dari dunia
Islam ke Eropa. Transfer ilmu pengetahuan Islam ke Eropa ini mulai
dilakukan oleh Frederick II (1194 M – 1250 M) yang berkuasa di Sicilia.
Frederick yang beragama Kristen sangat terpengaruh oleh ajaran dan
kebudayaan Islam. Ketika berkuasa, raja ini mendirikan University of
Naples pada tahun 1224 M, yang merupakan Universitas Pertama di
Eropa dengan menggunakan sistem pendidikan yang dikembangkan
perguruan tinggi Islam [31].
Sililia merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan dan
kebudayaan Islam yang ditandai bermunculnya ilmuawan Islam. Hal ini
melihat latar belakang sang penakluk sisilia, Asad bin Fhurat yang
merupakan ulama besar [32], sehingga pada masa itu banyak didirikan
perguruan tinggi dan masjid. Salah satu perguruan tinggi yang didirikan
adalah Universitas Kedokteran di Palermo yang menandingi Universitas
Cordova.
Perkembangan sains dan teknologi serta kehidupan intelektual di
Sisilia tidak berbeda dengan gerakan intelektual di Andalusia dan dunia
Islam saat itu pada umumnya. Ada dua jalur utama penyebaran sains dan
teknologi dari dunia Islam ke Eropa yaitu pertama ,melalui jalan Cordova
di Andalusia. Melalui Universitas Cordova banyak mahasiswa Kristen
terutama dari prancis melakukan ahli sains dan teknologi kenegeri
mereka yang pada waktu itu terbelakangan. Kedua melalui jalur
Palermopusat peradaban Islam di Sisilia terjadi transformasi sains dan
teknologi ke Italia secara besar-besaran.
Banyak ilmuan Muslim di bayar mahal untuk mengajar di
Universitas ini dan merupakan bahasa pengantar pertama kali di gunakan
adalah bahasa Arab. [33] Dunia Islam bahkan dikalangan non Muslim
telah mengakui kehebatan seorang panglima perang dalam strategi
militer yang berasal dari sisilia yaitu Jawhar al-Siqli.
Dalam bidang bahasa dan nahwu, ilmu-ilmu al-Qurán dan Hadits
dikenal nama Muhammad bin Khurasania wafat di Sisilia pada tahun 996
M, juga Ismail bin Khalaf, pengarang Kitab al-Uyun fi al-Qiraát, kitab ini
masih terhimpun di sebuah perpustakaan di Berlin dan Istambul, ia wafat
1063 M, sedangkan ahli hadist tekenal adalah Abu al-Abbas, abu Bakar
Muhammad bin Ibrahim al-Tamimi, ia juga murid al-Junaidi dalam
tasawuf.
Tokoh lain dalam bidang hadis adalah ibnu al-Farrah dan Musa bin
Hasan. Dalam Ilmu Kalam tekenal nama abu al-Haqq bin Muhammad
ibnu Zaffar dan Mazari, dalam bidang sastra terkenal nama Ali Hamzah
al-Bashri, pengarang al-Mutanabbi sastrawan arab klasik. [34]
c. Masjid
Masjid sebagai tempat berkumpulnya ulama fikih untuk membuat
buku dan diajarkan kepada masyarakat, salah satunya adalah Ya’qub Ibn
Killis. Dengan itu, lembaga ini sebagai sarana pengembangan ideologi
Islam.
d. Istana
Khalifah mengumpulkan para penulis di istana untuk menyalin
buku-buku seperti Al-Qur’an, Hadits, Fikih, Sastra hingga Kedokteran. Ia
memberi penghargaan khusus bagi para ilmuwan dan menugaskan
mereka untuk menjadi imam di masjid dan istana juga. Perhatian
pemerintah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan sangat tinggi,
sampai kebutuhan untuk penyalinan naskah disiapkan seperti tinta dan
kertas.
e. Madrasah
Madrasah yang dibangun tidak hanya untuk kepentingan
pendidikan dan agama saja, tetapi juga politik dan sosial. Madrasah yang
dibangun di antaranya adalah Madrasah Nizhamiyah dan Madrasah Al-
Mustanshiriyyah.
f. Perpustakaan
Para khalifah memperbanyak pengadaan berbagai buku ilmu
pengetahuan, sehingga perpustakaan istana menjadi perpustakaan
terbesar pada saat itu. Perpustakaan itu milik Dinasti Fatimiyah yang
bernama Dar Al Ulum, didirikan tahun 998 M oleh khalifah Fatimiyah
Al-Aziz yang berisi sebanyak 600.000 jilid buku. Termasuk 2.400 buah
Al-Qur’an berhiaskan emas dan perak dan disimpan di ruang terpisah.
Beberapa bulan selanjutnya, semua buku itu dibakar dan ditimbun oleh
tentara Turki setelah menaklukkan khalifah dan menjarah istananya.
Peristiwa itu dikenal dengan Hill of the Books.
g. Dar Al-‘Ilm
Pada tahun 395 M, atas saran perdana menteri Ya’qub bin Killis,
khalifah Al-Hakim mendirikan Jamiah Ilmiah Akademi (lembaga riset)
yang diberi nama Dar Al-Hikmah. Di sinilah tempat berkumpulnya para
ahli fikih, astronom, dokter, ahli nahwu dan bahasa untuk mengadakan
penelitian ilmiah.
Metode pendidikan Islam di Sicilia tidak jauh beda dengan
Andalusia, yaitu melalui dialog, diskusi, dan perdebatan-perdebatan
akademis.
A. Simpulan
Berdasarkan uraian pada bagian pembahasan, maka dapat disimpulkan
beberapa hal penting berikut ini.
1. Lintas sejarah masuknya Islam di Andalusia melalui enam periode dan
berhasil menyebarkan Islam serta mengembangkan peradaban ilmu.
2. Pola pendidikan Islam di Andalusia terdiri dari lembaga, materi, metode,
kurikulum serta pembiayaannya.
3. Lintas sejarah masuknya Islam di Sicilia melalui tiga periode dan berhasil
menyebarkan Islam serta mengembangkan peradaban ilmu .
4. Pola pendidikan Islam di Sicilia tidak jauh beda dari pola pendidikan Islam
di Andalusia : a. Ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an Al-Karim; b.
Ilmu pengetahuan yang bukan bersumber dari Arab.
B. Saran
Setelah melakukan penulisan terkait dengan “Pendidikan Islam Di
Spanyol dan Italia”, maka penulis memberikan saran penting. Bagi penulis
selanjutnya, yang akan melakukan penulisan serupa, mereka disarankan untuk
menjadikan penulisan ini sebagai referensi. Bagi guru yang aktif mengajar
disarankan untuk menjadikan penulisan ini sebagai bahan ajar di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Fu’adi, Imam. 2012. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. Cet 1.
Yogyakarta: Teras.
Maryam, Siti dkk. 2004. Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik hingga
MAKALAH
A. Latar Belakang
Negara Thailand termasuk salah satu Negara di Asia yang secara resmi
tidak pernah dijajah. Sehingga Negara Thailand lebih bebas menentukan
pilihan bernegara modern dari pada Negara Asia Tenggara lainnya. Awal
masuknya Islam ke Pattani tidak bisa dilepaskan dengan masuknya Islam ke
Asia Tenggara. Proses Isamisasi ini tidak bisa dilepaskan dari peranan
pendidikan.
Penyebaran pendidikan Islam tradisional di Asia Tenggara tidak dapat
diketahui secara pasti, demikian juga di Pattani (Thailand Selatan), tetapi
terdapat beberapa sumber catatan sejarah menurut Ahmad Umar. Bahwa
pendidikan pondok tradisional mulai dari Patani sejak kedatangan agama Islam
di bumi Patani kemudian dikembangkan oleh rakyat Patani selama 300 tahun
sebelum Raja Patani Sultan Ismail Syah memeluk agama Islam (1488-1511).
Setelah beliau dan keluarga memeluk agama Islam mulailah Islam berkembang
di Patani secara terang-terangan.
Sejak pada tahap awal pendidikan yang berkembang adalah pendidikan
informal yaitu kontak informal antara mubaligh dan masyarakat setempat,
selanjutnya ditindak lanjuti dengan munculnya pendidikan nonformal, dan
terakhir pendidikan formal, yang diawali dengan pendidikan pondok dan
kemudian terjadi perubahan, dengan munculnya madrasah. Pada makalah ini
penulis akan membahas tentang pendidikan Islam di Thailand yang berawal
dari pendidikan pondok tradisional, berubah menjadi pondok modern yang
mengadopsi sistem madrasah atau disebut juga sekolah Islam Swasta.
B. Rumusan Masalah
Setelah dilakukan pemaparan pada latar belakang, rumusan masalah dapat
diambil adalah :
1. Bagaimana sejarah masuknya Islam di Thailand dan perkembangannya?
2. Bagaimana kondisi pendidikan di Thailand?
3. Bagaimana kondisi perkembangan pendidikan Islam di Thailand?
C. TujuanPenulisan
Dari rumusan masalah yang kami ajukan, tujuan penulisan dari makalah
ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah masuknya Islam di Thailand dan
perkembangannya.
2. Untuk mengetahui kondisi pendidikan di Thailand.
3. Untuk mengetahui kondisi perkembangan pendidikan Islam di Thailand.
BAB II
PEMBAHASAN
64
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Asia Tenggara, hlm. 446.
kali, berhasil pada tahun 1785 sehingga kerajaan Melayu Patani jatuh di
Thailand.65
B. Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam di Pattani Thailand
Proses Islamisasi di Patani tidak bisa dilepaskan dari peranan pendidikan.
Pada tahap awal pendidikan informal sangat berperan, yaitu kontak informal
antara mubaligh dengan rakyat setempat selanjutnya ditindak lanjuti dengan
munculnya pendidikan non formal dan terakhir pendidikan formal. Pada tahap
awal pendidikan agama Islam di kawasan Thailand Selatan dilaksanakan
pendidikan al-Qur‟an. Pengajian al-Qur’an adalah sesuatu yang mesti
dipelajari oleh setiap muslim. Pengajian al-Qur’an ini dilaksanakan di Masjid
dan di rumah-rumah Tok guru yang dijadikan tempat pengajian al-Qur‟an.
Selanjutnya muncullah pendidikan Pondok. Pondok berposisi sebagai lembaga
pendidikan yang amat penting di Thailand Selatan. Alumnus pondok memiliki
posisi yang sangat penting dan memiliki peranan yang strategis di tengah-
tengah masyarakat, mereka pemimpin masyarakat khususnya dalam bidang
keagamaan menjadi imam, khotib bilal, menjadi ahli jawatan mesjid, paling
tidak menjadi to’lebai. Pendidikan formal yang dilaksanakan pemerintah
dimulai pada masa raja Chalalongkarn atau Rama V pada tahun 1899. Sekolah
ini kurang mendapat sambutan masyarakat. Melihat itu pada tahun 1921
pemerintah mengeluarkan undang-undang yang mewajibkan sekolah mulai
ditingkat sekolah dasar kelas satu sampai kelas empat. Kendatipun undang-
undang tersebut dikeluarkan, namum masyarakat Islam di kawasan Thailand
selatan (khusus di empat wilayah: Patani, Yala, Narathiwat dan Satun) tidak
menyambut dengan baik pemberlakuan undang-undang tersebut. Terbukti
statistik tahun 1960 tamat Sekolah Dasar kelas satu sampai kelas empat di
wilayah tersebut hanya 13,67% masyarakat masih terkait erat dengan
pendidikan pondok. Kebijakan pemerintah Thailand berikutnya pada tahun
1966, adalah mewajibkan seluruhinstitusi pondok untuk mendaftarkan diri ke
pemerintah dibawah Akta Rongrian Rat Son Sasna Islam (Sekolah swasta
65
Siti Fauziyah. Skripsi; Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Thailand Selatan
(Patani) pada abad ke XVII sampai XXM. (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011), hlm. 12.
Mengajar agama Islam). Sejak itu mulai perubahan pendidikan pondok
diSelatan Thailand. Perubahan itu memunculkan timbulnya madrasah-
madrasah yang memiliki ciri sebagai berikut:
a. Madrasah adalah lembaga pendidikan gabungan antara pendidikan agama
dan akademik.
Guru-guru pendidikan akademik disediakan oleh pemerintah.
Pemerintah memberi bantuan terhadap sekolah-sekolah agama yang telah
melaksanakan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
b. Pada akhir tahun 1970-an sekolah-sekolah agama yang telah memiliki dua
aliran ini (agama dan akademik) mendapat sambutan dari masyarakat.
Banyak pelajar-pelajar dikirim untuk menuntut ilmu pengetahuan ke instusi
tersebut. Dengan demikian peranan pondok semakinmengecil.
c. Pada tahun 1981 ada sejumlah 199 sekolah agama, 122 diantaranya yang
melaksanakan pendidikan dan akademik (umum).66
66
Latifah Hanum, Jurnal Penelitian: Modernisasi Pendidikan Islam di Thailand. (FKIP
UISU:Medan) hal 79
67
Anuar Nik Mahmud, Sejarah Perjuangan Melayu Patani 1785-1954. (Universitas
Kebangsaan Malaysia: Malaysia, 2006) hal 116
Sulong mendirikan sekolah modren pertama di Patani sebagaimana ditulis oleh
Chalermkiat Khuntongpech.bahwa : Projek pembangunan sekolah Agama
pertama di Patani mulai dibangunpada penghujung tahun 1933 dengan jumlah
dana 7200 Bath.yang disumbangkan oleh umatMuslim yang berada dikampung
anak dan sekitarnya dengan diberi nama sekolahnya Madrasah Al- Ma‟arif Al
-Wathaniyah Fathani 13 Oleh karena itu maka lembaga pendidikan Pondok
secara bertahap berubah menjadi sekolah swasta Islam (madrasah) dan
terdaftar secararesmi di pemerintah. Sejak tahun 1961 (1961 / 2504 BE) sampai
tahun 1971 (1971 /2514 BE)lebih dari empat ratus pondok yang telah
menerima program pendaftaran tersebut. Dinamika Pondok ini terjadi di Patani
terutama setelah pemerintah ikut serta untukmelaksanakan perubahan di
Pondok, diantaranya adanya usaha memasukkkan mata pelajaran umum. Usaha
itu pada mulanya mendapat tantangan dari kaum ulama, tetapi karena usaha
yang serius dari pemerintah maka usaha tersebut berhasil. Pondok adalah
lembaga pendidikan yang berdiri sebagai pengembangan dari
lembagapendidikan Istana dan Mesjid. Pondok adalah lembaga pendidikan
tertua di Patani dan diantara pondok-pondok tertua itu adalah pondok Dala,
Bermin, Semela, Dual, Kota, Gersih, TelokManok, yang mempunyai pengaruh
besar, bagi pertumbuhan pendidikan Islam didaerah ini,oleh karena pondok-
pondok ini banyak didatangi pelajar-pelajar dari luar Patani Karena itu pondok-
pondok ini banyak sekali pengaruhnya bagi perkembangan bahasa Melayu,
pengaruhnya juga sampai ke Brunai dan Kamboja. Hasan Madmarn,
menjelaskan dalam bukunya “The Pondok and Madrasah in Patani” bahwa
Chana sebuah kota di Provinsi Songkla ditahun 1930–an sampai tahun 1950 –
an, adalah sebuah kota yang amat populer bagi masyarakat muslim, karena
dikota ini ditemukan lembaga pendidikan Islam tradisional, disebut namanya
dengan pondok dan diajar oleh guru. Tempat ini sangat menarik generasi muda
Islam dari berbagai daerah seperti Naharu, Si Thammaraj,Trang, Krabi,
Panganga Surat Thani, Phuket, Patthalung, Chaiya dan Songkla juga dari
empat provinsi di Thailand Selatan. Pada tahun 1955 di daerah tersebut
terdapat sejumlah pondok yangtersebar disekitar Chana. Diantara sekian
banyak pondok yang tersebar di daerah Chana tersebut ada empat buah yang
paling terkenal sekitar tahun 1955. Pondok-pondok tersebut adalah :
a. Pondok Tok Guru Haji Nor: dikenal dengan sebutan ayah Nor (Muhammad
Nur)
b. Pondok Tok Guru Haji Leh (Haji Salih)
c. Pondok Tok Guru Haji Somad (Haji Abd al Samad )
d. Pondok Tok Guru Ghani dikenal sebagai Pondok Padang Langa.16
Pondok Padang Langa melakukan pembaharuan (Memodernisasikan)
sistem Pendidikannya menjadi madrasah yang diberi nama “Madrasah al-
Ftah al Balagh al Mubin“ pondok Padang Langa ini masih tetap eksis
sampai sekarang.
Pada saat sistem pendidikan Pondok di Thailand peroses
pembelajarannya memiliki ciri-ciri:
a. Sistemnya dipengaruhi dengan sistem pendidikan abad pertengahan, yaitu
halaqah, murid-murid duduk melingkari guru.
b. Pendidikannya tidak memakai sistem klasikal (non klasikal).
c. Pelajaran berpedoman pada kitab-kitab yang dibaca disebuah Halaqah
terbuka dikenal namanya dengan sebutan Balaisah, di baca tiga kali sehari.
d. Para murid mencatat penjelasan dan komentar yang mereka dengar dari
guru mereka.
e. Pelajar-pelajar pemula belajar bersama dengan pelajar Senior tidak
diklasifikasi berdasar latar belakang mereka.
f. Tidak ada ujian dan tugas-tugas.
g. Tidak ada batas lamanya study, seseorang bisa saja sampai bermukim
sepuluh tahun di Pondok tersebut.
h. Materi pelajaran yang diutamakan dipondok adalah berdasarkan pada
pembacaan dan pemahaman kitab-kitab klasik, baik dalam bahasa Arab
maupun dalam bahasa Melayu tulisan Jawi.
i. Ciri khas dari pengajaran pondok itu adalah “No syistem of education non
fixed syilabus,Each proffesor (tok guru) is having his own method of teching
and syllabu.68
D. Kurikulum pendidikan Islam di Patani.
Kurikulum pendidikan yang dipakai dalam menyelenggarakan
pendidikan menjadi tiga tingkat yaitu:
a) Kurikulum pendidikan Islam Tingkat Dasar atau Tingkat Ibtidaiyah
b) Kurikulum pendidikan Islam tingkat Menengah Pertama atau tingkat
Mutawasitah (SLTP)
c) Kurikulum pendidikan Islam tingkat Menengah Atas (SLTA)
Secara umum dapat dikatagorikan sebagai berikut:
1. Bagian Agama
a) Kurikulum pendidikan Islam Tingkat dasar (Ibtidaiyah) tahun 1980
b) Kurikulum pendidikan Islam Tingkat Menengah (mutawassithoh) tahun
1980
c) Kurikulum Pendidikan Islam Tingkat Atas (Tsanawiyah) tahun 1980.
2. Bagian Umum
a. Kurikulum Pendidikan Islam Tingkat Umum pertama tahun 1992
b. Kurikulum pendidikan Islam Tingkat Atas tahun 1992
c. Kurikulum pendidikan Umum Tingkat Pertama tahun 1987 (Edisi
Pembaharuan 1990)
d. Kurikulum pendidikan Umum Tingkat Atas tahun 1981 (Edisi
pembaharuan 1990)
e. Kurikulum pendidikan Luar Sekolah.
69
Siti Fauziyah. Skripsi; Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Thailand Selatan
(Patani) pada abad ke XVII sampai XXM. (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011), hal. 23-26
Strategi yang perlu di bangun masyarakat muslim di Thailand Selatan pada saat
ini adalah memajukan pendidikan, mendukung pembangunan nasional, dan
menjaga stabilitas lokal. Namun, sampai saat inipun masyarakat muslim
Pattani Thailand menghadapi diskriminasi komplek dan teror yang berlarut-
larut. Sehingga kehidupan sosial maupun politik menjadi sangat terbatas. Dan
akhirnya pemerintah Thailand juga belum mampu memberi pendidikan merata
terhadap kaum muslim. Tekanan berbasis keamanan selalu mengancam
mereka. Kesenjangan ini menurunkan nasionalisme masyarakat di luar
mayoritas Thai Budha.70
Namun adapula sekolah pondok yang berada di Selatan Thailand mereka
melakukan pembrontakan secara halus kepada pemerintah Thai yaitu dengan
memasukkan sistem pendidikan cara tradisional yang menekankan asas agama
Islam. Nah dengan cara itulah mereka berharap agar pendidikan yang diajarkan
di Sekolah dapat mempertahankan akidah dan anak-anak mereka akan
sepenuhnya penganut agama islam secara menyeluruh, yang akhirnya mereka
akan mendapat kemahiran untuk mencari pekerjaan dengan mudah.
Muslim Thailand sebagai Minoritas Islam di Thailand dikatakan sangat
minoritas yaitu di wilayah Selatan khususnya Pattani, Yala dan Marathiwat
jumlah kaum yang beragama Islam hanya sekitar 5% atau 1,5 juta jiwa. Mereka
kerap terdiskriminasi dalam segala sektor kehidupan. Tercatat pada saat ini
mayoritas penduduk Thailand yang beragama Budha sekitar 80%. Daerah-
daerah di Thailand awalnya merupakan bagian dari sebuah kerajaan Melayu
Islam Pattani Darusalam. Daerah yang sekarang disebut Thailand Selatan pada
masa dahulu berupa kesultanan-kesultanan yang merdeka dan berdaulat, dan
diantara kesultanan yang terbesar adalah Pattani. Thailand sebelumnya
bernama Siam, kemudian pada tahun 1939 M, nama Siam tersebut lalu diganti
menjadi Muangthai. Pada waktu itu Islam di Thailand Selatan sangatlah
minoritas, dan karena sangat minimnya masyarakat yang beragama Islam,
maka banyak derita yang telah dialami masyarakat muslim. Diantaranya yaitu:
70
http://ms.wikipedia.org/w/index.php?title-Sekolah-pondok-Selatan-Thailand&oldid
diakses pada selasa 19/4/2016 pukul 09.02 WIB.
1. Pembatasan-pembatasan terhadap ruang gerak mereka sendiri, misalnya
untuk memperoleh hak-haknya dalam bidang ekonomi, politik dan
keagamaan. Dan karena problematika klasik yang telah berlangsung lama
itulah yang akan menyalahi nilai-nilai keyakinan dan nilai-nilai
keislamannya itu sendiri.
2. Dalam tatanan sosial, muslimin Thailand mendapatkan julukan yang
kurang enak untuk didengar yang datang dari mulut saudara-saudaranya
yang tidak beragama Islam. Misalnya yaitu Kheik atau Khaek yang
berarti orang luar, yang diartikan secara harfiah berarti pendatang atau
orang yang datang hanya menumpang. Istilah seperti itu yang
menyebutkan bahwa orang muslim itu hanyalah sebagai pendatang
ternyata sudah berabad-abad terkenal dalam kalangan masyarakat Thai
itu sendiri. Namun masyarakat Islam di Thai tidak mau menerima begitu
saja tentang sebutan itu, lalu mereka balik menyatakan bahwa
kedatangan mereka itu lebih awal daripada kedatangan orang-orang
Budha di Thai, hingga akhirnya istilah Thai-Islam muncul pada tahun
1940-an. Akan tetapi istilah ini banyak menimbulkan kontradiksi, karena
istilah Thai sebenarnya merupakan sinonim dari kata Budhase, dan
sedangkan Islam identik dengan kaum muslim melayu pada waktu itu.
Jadi bagaimana mungkin seseorang menjadi budha dan muslim pada saat
waktu yang bersamaan? Nah, maka dari itu kaum muslim melayu lebih
suka dipanggil dengan sebutan Malay-Islam.71
Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX, (Jakarta:
71
Ahmad al-Usairy, 2007. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad
XX, Akbar Media Eka Sarana
Anuar Nik Mahmud, 2006. Sejarah Perjuangan Melayu Patani 1785-1954.
Universitas Kebangsaan Malaysia: Malaysia
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Asia Tenggara
Latifah Hanum, Jurnal Penelitian: Modernisasi Pendidikan Islam di Thailand.
(FKIP UISU:Medan)
Siti Fauziyah, 2011. Skripsi; Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Thailand
Selatan (Patani) pada abad ke XVII sampai XXM.Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah.
http://ms.wikipedia.org/w/index.php?title-Sekolah-pondokSelatan.Thailand&oldid
diakses pada selasa 19/4/2016 pukul 09.02
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
MUHAMMADIYAH
MAKALAH
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama
Islam. Salah satu gerakan agama yang berkembang di Indonesia adalah
Muhammadiyah, dimana Muhammadiyah memiliki peran penting dalam
memajukan pendidikan Islam di Indonesia. Berbagai usaha telah dilakukan
mulai dari pembangunan madrasah dan materi yang dikembangkan ketika
kegiatan pembelajaran berlangsung.
Dalam penelitian disertasinya, Shihab72 menyimpulkan bahwa pada
intinya Muhammadiyah memainkan empat peran penting di Indonesia yaitu:
Pertama, sebagai gerakan pembaruan Islam. Kedua, sebagai agen perubahan
sosial dan pendidikan. Ketiga, sebagai kekuatan politik. Keempat, sebagai
pembendung paling aktif misi-misi Kristenisasi di Indonesia.
Oleh karena itu, Muhammadiyah diakui sebagai gerakan yang terkuat di
Asia Tenggara karena pembaruan yang dikemukakan olehnya dapat
mengembangkan pendidikan, kemakmuran masyarakat dan politik khususnya
di Indonesia.
Dalam makalah yang berjudul Perkembangan Pendidikan
Muhammadiyah ini membahas mengenai pencapaian yang dilakukan
Muhammadiyah dalam memajukan pendidikan Islam di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang melatarbelakangi pendirian gerakan Muhammadiyah di
Indonesia?
2. Bagaimana penyelenggaraan pendidikan yang dikemukakan oleh
Muhammadiyah?
3. Bagaimana program pendidikan yang diselenggarakan oleh
Muhammadiyah?
72
Syarif Hidayatullah, Muhammadiyah dan Pluralitas Agama di Indonesia (Yogyakarta:
Pustaka Belajar,2010), hlm. 2.
4. Bagaimana madarasah dan kurikulum yang di kembangkan dalam
pendidikan Muhammadiyah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui hal-hal yang melatar belakangi pendirian gerakan
Muhammadiyah di Indonesia.
2. Untuk mengetahui rencana penyelenggaraan pendidikan yang dikemukakan
oleh Muhammadiyah.
3. Untuk mengetahui program pendidikan yang diselenggarakan oleh
Muhammadiyah.
4. Untuk mengetahui madarasah dan kurikulum yang di kembangkan dalam
pendidikan Muhammadiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
73
Syarif, Hidayatullah, Muhammadiyah dan Pluralitas Agama di Indonesia (Yogyakarta:
Pustaka Belajar,2010), hlm. 38.
Abduh yang tumbuh di Timur Tengah pada akhir abad ke-19 merupakan
lanjutan logis awal pembaruan Wahabiyah.
Ketiga, teori faktor pertentangan internal dalam masyarakat Jawa yakni
antara kaum priayi yang dianggap dangkal dalam komitemen keislamannya
dan kaum santri yang merupakan kaum muslim yang sangat taat dan tinggi
komitmen keislamannya.
Keempat, faktor penetrasi Kristen. Teori ini menyatakan bahwa pada saat
perkembangan kegiatan misi Kristen di Jawa, Muhammadiyah menawarkan
diri untuk mempertahankan keutuhan agama dan generasi Islam mendatang.
B. Penyelenggaraan Pendidikan Muhammadiyah
Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah mengalami perkembangan
yang sangat pesat, terutama dari segi jumlah lembaga pendidikan yang
dibangun. Hanya dalam satu tempo dekade, Muhammadiyah berhasil
mendirikan 8 HIS Muhamadiyah, satu sekolah guru, 32 sekolah dasar lima
tahun, satu buah Schakelschool (sekolah dasar bahasa Belanda), dan 14 buah
Madrasah. Apabila dihitung secara keseluruhan mempunyai 4.000 murid dan
119 guru.74 Hal tersebut merupakan suatu pencapaian yang cukup tinggi dalam
memajukan pendidikan di Indonesia.
Muhammadiyah menawarkan model sekolah Islam yang merupakan
kombinasi antara model pendidikan Belanda dan Islam. Model ini disebut
dengan HIS metode Qur’an.75 Dalam istilah lain, HIS met de Qur’an diartikan
sebagai sekolah umum plus.76 Dengan perpaduan dua model tersebut,
Muhammadiyah merupakan sebuah gerakan modernisasi pendidikan Islam
yang ikut menyumbang eksperimen pendidikan Islam modern. Model sekolah
yang ditawarkan Muhammadiyah menjadi alternatif bagi madrasah disatu sisi
dan sekolah sekuler disisi lain.
74
Arief Subhan, dikutip dari Delian Noer. 1900-1942, The Modernist Muslim Movement
in Indonesia (Kuala Lumpur: Oxford University press, 1973), hlm. 243.
75
Arief Subhan, dikutip dari Alfian, Muhammadiyah: The Political Beharvior of Muslim
Modernist Organization uder Duth Colonialism (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1989), hlm. 229.
76
Arief Subhan. 2012. Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia Abad ke-20: Pergumulan
antara Modernisasi dan identitas. (Jakarta: Kencana). hlm. 151.
Usaha dan kegiatan Muhammadiyah dalam memajukan pendidikan
antara lain:77
1. Mendirikan sekolah-sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia, dari Taman
Kanak-kanak sampai Peguruan Tinggi yang memberikan pelajaran umum
sebagaimana sekolah negri disamping pelajaran agama Islam. Pada zaman
penjajahan, Muhammadiyah mempelopori mendirikan sekolah-sekolah yang
sama dengan yang didirikan oleh Belanda sebagai pembedanya adalah pada
sekolah Muhammadiyah dimasukan pelajaran agama dan sistem penerimaan
siswa tidak ada batasan bangsawan atau rakyat jelata.
Sekolah yang didirikan pada saat itu diantaranya adalah Bustanul
Athfal (Taman Kanak-kanak), sekolah kelas dua, HIS, MULO,
Kweekschool (sekolah guru) dan AMS. Disamping itu juga didirikan
sekolah agama seperti Ibtidaiyyah, Tsanawiyah, Mua’alamin (setara dengan
SLTA), Kuliyatul Mubaligh, Al-Jami’ah al-Islamiyah (Universitas
Muhammadiyah), dan lain-lain.
2. Mendirikan rumah sakit, poliklinik, tempat pemeliharaan yatim piyatu,
penolong kesengsaraan umum dan usaha-usaha lain demi kesejahteraan
umat.
3. Mengingatkan dan memperluas da’wah Islam, mendirikan masjid dan
mushola, madrasah, pesantren, memperluaskan bacaan agama, bimbingan
umat, dan penyuluhan dalam pengalaman ajaran agama.
4. Mengaitkan pembinaan di kalangan kaum wanita, remaja, dan anak-anak
dengan bagian wanita (Aisyah), kepemudaan dan kepramukaan.
77
Rochidin Wahab, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Bandung: CV. Alfabeta,
2004), hlm. 23-24.
Menengah Atas, dan 65 Perguruan Tinggi. Dari data ini dapat diketahui bahwa
Muhammadiyah memiliki peran yang besar sebagai penyerap tenaga kerja
(karyawan, guru, dan dosen) dalam bidang kependidikan, sekaligus penampung
murid, pelajar, dan mahasiswa dengan jumlah yang besar. 78
C. Program Pendidikan Muhammadiyah
Dalam lima belas tahun terakhir (tiga kali muktamar) dapat dilihat
bahwa Muhammadiyah senantiasa memiliki agenda yang jelas berkenaan
dengan program pendidikan, keputusan-keputusan dalam muktamar
sebagaimana dapat kita lihat sebagai berikut:
Rincian program bidang pendidikan keputusan Muktamar 43 Banda Aceh:79
1. Peningkatan kualitas Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah
dilakukan dengan empat tema pokok, yaitu pengembangan kualitas,
pengembangan keunggulan, pengembangan kekhasan program, dan
pengembangan kelembagaan yang mandiri. Empat tema pokok ini
diimplementasikan dalam proses belajar mengajar agar secara terpadu
merupakan aktivitas alih pengetahuan, alih metoda dan alih nilai.
2. Menata kembali kurikulum Pendidikan dasar dan Menengah
Muhammadiyah pada semua jenjang dan jenis sekolah Muhammadiyah
yang meliputi pendidikan al-Islam Kemuhammadiyahan dan sebagai
kekhasan sekolah Muhammadiyah, spesifikasi setiap wilayah sesuai
kebutuhan dan kondisi setempat, pendidikan budaya dan seni yang
bernafas Islam.
3. Menyusun peta Nasional Pendidikan Muhammadiyah yang memuat
spesifikasi tiap wilayah/daerah, agar didapatkan relevansi pendidikan
dengan kebutuhan masyarakat setempat.
4. Merespon secara positif pengembangan sekolah unggulan dengan tetap
mengembangkan kekhasan pendidikan Muhammadiyah, terutama
78
Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam Studi Kritis dan Refleksi Historis
(Yogyakarta: Tititan Ilahi Press,1996), hlm. 37.
79
Siti Chamamah, Muhammadiyah sebagai Gerakan Seni dan Budaya (Yogyakarta:
Pustaka Belajar, 2009), hlm. 192-195.
dalam pengembangan kurikulum dan proses belajar mengajar, sehingga
misi pendidikan Muhammadiyah tetap terlaksana.
5. Dalam pengembangan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM),
penyelenggaraan pendidikan diorientasikan kepada peningkatan
kompetensi lulusan yang elastis dan antisipatif terhadap tuntutan dan
kebutuhan masa depan, yang meliputi kompetensi akademik,
kompetensi professional, kompetensi menghadapi perubahan,
kompetensi kecendekiaan dan kompetensi iman dan taqwa.
6. Mengarahkan program PTM untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat dan kebutuhan
masa depan.
7. Qaidah pendidikan dasar dan menengah serta qaidah PTM perlu
disempurnakan, sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat.
8. Koordinasi dan pengawasan pelaksanaan kaidah pendidikan dasar dan
menengah serta perguruan tinggi perlu ditingkatkan.
9. Meningkatkan dan memantapkan kerjasama antara Majlis Dikdasmen
dan Majlis Dikti.
10. Mengupayakan beasiswa Muhammadiyah bagi para siswa dan atau
mahasiswa yang berprestasi.
11. Melalui amal usaha pendidikan meningkatkan kualitas kader-kader
ulama yang tersebar diseluruh pelosok Indonesia.
12. Mengembangkan berbagai lembaga pendidikan khusus seperti
pesantren dan madrasah diniyah, taman pendidikan al-Qur’an, serta
taman kanak-kanak al-Qur’an. Penanganan pondok pesantren dan
madrasah menjadi tanggungjawab dan wewenang dari Majlis
Dikdasmen.
D. Madrasah dan Kurikulum
1. Madrasah
Pendidikan Islam sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
tidak hanya bertumpu pada aspek akhirat saja, melainkan juga
memperhatikan aspek keduniawiaan. Ajaran Islam yang dikenalkan oleh
Nabi Saw. bertujuan untuk mengatur kehidupan manusia di dunia guna
tercipta keharmonisan antar umat. Pendidikan Islam yang mulanya
diselenggarakan di masjid, kini timbul madrasah sebagai tempat pengajaran
pendidikan agama Islam.
Walaupun pada mulanya madrasah hanya mengajarkan agama, tetapi
sejak tahun 1931 terjadi suatu perubahan dangan dimasukkan pengetahuan
umum sebagai pengajaran. Adapun orgaisasi penyusun madrasah itu
adalah:80
a. Memiliki kurikulum dan daftar pelajaran.
b. Dilakukan secara klasikal dan bertingkat berdasarkan umur dan
kecakapan tertentu.
c. Mempunyai administrasi sekolah.
d. Guru bertanggungjawab akan kemajuan muridnya.
Dalam menyempurnakan pendidikan madrasah, disusunlah tingkatan
madrasah sebagai berikut:
a. Awaliyah khusus mengajarkan pendidikan agama yang dilaksanakan
selama 3 tahun untuk sekolah dasar 1.
b. Ibtidaiyah merupakan sekolah lanjutan yang berlangsung selama 4 tahun.
c. Tsanawiyah sama dengan Awaliyah yang lama belajarnya 3 tahun.
Tetapi setelah kemerdekaan, organisasi-organisasi tersebut mengubah
susanannya menjadi: 1). Raudatul Athfal (TK), 2) Madrasah Ibtidaiyah
(SD), 3) Madrasah Tsanawiyah (SMP), 4) Madrasah Aliyah (SMA), 5).
Universitas atau Akademi.
Peranan Madrasah Diniyah adalah suatu yang menjadi bagian atau
yang memegang pimpinan yang terutama dalam masalah berdirinya
sekolah-sekolah agama. Diniyah mempunyai 7 kelas seperti HIS di Belanda.
Hanya di desa-desa yang mempunyai guru sedikit maka Diniyah hanya
terdiri dari 4-5 kelas dan untuk kelas 6 dan 7 melanjutkan sekolah ke
madrasah yang kelasnya cukup besar.81
80
Rochidin Wahab FZh, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia…, hlm. 24.
81
Rochidin Wahab FZh, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia…, hlm. 27.
Berkenaan dengan subyek studi keislaman, Muhammadiyah tidak
memberikan penekanan kepada mazhab-mazhab dalam syariah (fiqh) dan
teologi Islam sebagaimana dalam pesantren. Sekolah Muhammadiyah lebih
memfokuskan diri kepada upaya mencetak Muslim yang baik daripada
mencetak ulama. 82 Hal inilah yang melatarbelakangi Muhammadiyah dalam
mendirikan Madrasah Diniyah, sebuah metode pendidikan yang
menawarkan materi-materi keislaman pada sekolah umum, terutama
Belanda yang tidak menawarkan mata pelajaran keislaman.
2. Kurikulum
Dalam melaksanakan program pendidikan, Muhammadiyah
menggunakan Kurikulum Berbasis Tauhid (KBT) dengan menjadikan
tauhid sebagai landasan pokok kurikulum yang secara kongkrit
dilaksanakan dalam seluruh proses pembelajaran. Kurikulum yang ada
dimodifikasi, dirancang, dan didesain sedemikian rupa sehingga nilai-nilai
tauhid menjiwai dan mempola seluruh mata pelajaran, seperti pembelajaran
matematika, sains, bahasa dan materi lain yang diorientasikan untuk
mengungkit kembali potensi tauhid, menumbuhkembangkan, dan
mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Rencana pelajaran agama Islam di sekolah lanjutan dalah sebagai
berikut:83
1) Kelas I
a. Keimanan
Iman kepada Allah dan Rasul-Nya, hajat manusia kepada petunjuk
Rasul, mukjizat dan sifat-sifat Rasul.
b. Ibadat
Hikmah sholat lahir, batin, dan cara melaksanakan sesuai dengan
syari’at agama.
c. Sejarah Agama
82
Arif Subhan, Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia Abad ke-20: Pengumulan antara
Modernisasi dan Identitas…, hlm. 154.
83
Rochidin Wahab FZh, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia…, hlm. 25-26.
Riwayat singkat para Nabi sampai Nabi terakhir sebagai Nabi penutup
risalah umum untuk seluruh umat.
d. Ayat-ayat al-Qur’an dan hadist yang bersangkutan dengan kemajuan
seperti kesehatan, kebersihan, pengetahuan dan lain-lain.
2) Kelas II
a. Keimanan
Iman kepada malaikat, kitab suci, hari akhir, dan surga neraka.
b. Sejarah Islam
Wahyu, al-Qur’an yang membahas mengenai turunnya, pembukanya,
mushaf, dan isi al-Qur’an yang bersangkutan dengan kemakmuran
negara.
c. Ibadat
Hakikat, faedah, dan cara melaksanakan zakat mulai dari
mengeluarkan sampai membagikannya, dan hikmah serta cara
melaksanakan haji.
d. Islam dan kemasyarakatan
Pengaruh agama untuk kesejahteraan manusia dan kemakmuran
masyarakat.
e. Ayat-ayat al-Qur’an
Mengajarkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadist yang berkaitan dengan
kemajuan masyarakat.
3) Kelas III
a. Keimanan
Iman kepada takdir
b. Ilmu Fiqh
Lahirnya ilmun fiqh, riwayat madzab, ijma’ dan qiyas.
c. Sejarah Islam
Sunnah, hadist Nabi, riwayat hadist baik dari pembukuannya serta
derajad hadist.
d. Islam dan Kemasyarakatan
Musyawarah kemerdekaan, persamaan, perdamaian, kesosialan, had,
kewajiban laki-laki dan perempuan, pengetahuan dan ketangkasan,
menghargai akal pikian dan menganjurkan menurut berbagai ilmu
pengetahuan, dan bid’ah yang terdapat di masyarakat.
e. Ayat-ayat al-Qur’an dan Hadist.
Arif Subhan, Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia Abad ke-20: Pengumulan antara
84
A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat disimpulkan beberapa
hal berikut:
1. Penyelenggaraan pendidikan Muhammadiyah mengalami perkembangan
yang sangat pesat, terutama dari segi jumlah pendidikan yang dibangun
yang dibangun. Muhammadiyah menawarkan model sekolah Islam yang
merupakan kombinasi antara model pendidikan Belanda dan Islam. Model
ini disebut dengan HIS Met De al-Qur’an (sekolah umum plus). Menurut
Deliar Noer, hanya dalam satu tempo dekade Muhammadiyah berhasil
mendirikan 8 HIS Muhammadiyah, satu sekolah guru, 32 sekolah dasar lima
tahun, satu sekolah schakelschool (sekolah dasar bahasa Belanda), dan 14
buah Madrasah yang secara keseluruhan mempunyai 4.000 murid dan 119
guru. Hal tersebut merupakan suatu pencapaian yang cukup tinggi dalam
memajukan pendidikan di Indonesia.
2. Madrasah dan kurikulum
Dalam menyempurnakan pendidikan madrasah disusunlah tingkatan sebagai
berikut:
a. Awaliyah merupakan sekolah dasar 1 yang berlangsung selama 3 tahun
dan khusus memberikan pelajaran agama.
b. Ibtidaiyah merupakan sekolah lanjutan yang berlangsung selama 4 tahun.
c. Tsanawiyah sekolah yang berlangsung selama 3 tahun.
Setelah kemerdekaan kemerdekaan sekolah tersebut berubah susunannya
menjadi:
1. Raudatul Athfal (Taman Kanak-kanak)
2. Madrasah Ibtidaiyah (Sekolah Dasar)
3. Madrasah Tsanawiyah (Sekolah Menengah Pertama)
4. Madrasah Aliyah (Sekolah Menengah Atas)
5. Universitas/Akademi
Materi penting dalam sekolah-sekolah Muhammadiyah meliputi beberapa
bidang:
a. Bahasa Arab
b. Materi-materi meliputi literatur keislaman, seperti fiqh, ushul fiqh dan
tafsir yang mendapat tempat di sekolah-sekolah Muhammadiyah.
c. Materi-materi sejarah Islam.
Muhammadiyah telah berperan penting dalam memajukan pendidikan Islam
di Indonesia sampai sekarang.
B. Saran
Setelah membuat makalah terkait dengan Perkembangan Pendidikan
Muhammadiyah, maka kami memberikan saran penting untuk pembuat
makalah selanjutnya dengan tema yang sama agar makalah ini dijadikan sebagi
referensi. Kemudian bagi guru diharapkan menjadikan makalah ini sebagai
bahan acuan dalam kegiatan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Ismail, Faisal. 1996. Paradigma Kebudayaan Islam Studi Kritis dan Refleksi
Alfabeta.
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
NAHDLOTUL ULAMA
MAKALAH
Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan NU, (Sala : Jatayu, 1985), hlm. 1.
85
dan menegakkan apa-apa yang menjadikan kemaslahatan untuk agama Islam.
Untuk mencapai maksud itu, maka diadakan usaha-usaha :
1) Mengadakan perhubungan diantara ulama-ulama yang bermadzhab tersebut.
2) Memeriksa kitab-kitab sebelum dipakai untuk mengajar supaya diketahui
apakah kitab itu termasuk kitab-kitab ahlus sunnah wal jama’ah atau kitab-
kitab dari ahlu bid’ah.
3) Menyiarkan agama Islam berasaskan pada madzhab tersebut di atas dengan
jalan apa saja yang baik.
4) Berikhtiar memperbanyak madrasah-madrasah yang berdasarkan Islam.
5) Memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan masjid-masjid, surau-
surau dan pondok-pondok, begitu juga dengan hal ihwalnya anak-anak
yatim dan orang-orang fakir miskin.
6) Mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan pertanian, perniagaan
dan dan perusahaan yang tidak dilarang oleh syara’ agama Islam86.
86
Andree Feillard, NU vis a vis Negara, (Yogyakarta : LkiS, 1999), hlm. 12-13.
pandangan yang benar, mengambil bagian dalam membina masyarakat di
bidang sosial, bidang pendidikan dan bidang perekonomian.87
Dalam perkembangan berikutnya, NU yang didirikan pada tahun 1926 ini
menjadi organisasi sosial keagamaan yang terbesar di Indonesia yang memiliki
kontribusi besar dalam dunia pendidikan. Banyak tokoh-tokoh NU yang cukup
berjasa bukan hanya di bidang pendidikan saja, tetapi juga dalam berbagai
aspek antara lain : KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahid Hasyim (mantan Menteri
Agama), KH. Zainul Arising (mantan ketua DPR - GR), KH. Zainal Mustafa
(tokoh pejuang terhadap Belanda di Tasikmalaya), KH. Saifuddin Zuhri, KH.
Dr. Idham Chalid (mantan ketua DPR/MPR RI) bahkan KH. Abdurrahman
Wahid (mantan RI ke-4). Empat yang disebut pertama bahkan oleh pemerintah
RI diakui sebagai pahlawan nasional.88
87
Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan NU..., hlm. 1.
88
Samsul Munir Amin, “NU dan Perjuangan Nasional”, Ed. Juli, (AULA, 1991), hlm.
72-76.
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : Lkis-Raja Grafindo
89
90
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : Lkis-Raja Grafindo
Persada, 1999), hal. 109.
besar yang berlangsung pada 23-26 februari 1954 telah diambil keputusan
mengenai susunan sekolah / madrasah di lingkungan NU sebagai berikut :
1. Raudhotul Atfal (TK), lama belajar 3 tahun.
2. Sekolah Rakyat (SR), lama belajar 6 tahun.
3. SMP NU, lama belajar 3 tahun.
4. SMA NU, lama belajar 3 tahun.
5. SGB NU, lama belajar 4 tahun.
6. SGA NU, lama belajar 3 tahun.
7. Madrasah Mualimin Pertama (MMP), lama belajar 3 tahun.
8. Madrasah Mualimin Atas (MMA), lama belajar 3 tahun.
9. Mualimin-Mualimat NU, lama belajar 5 tahun91.
Dewasa ini sistem dan jenjang lembaga pendidikan formal di lingkungan
NU menyesuaikan jenjang yang berlaku, baik di lingkungan Departemen
Agama, maupun di Departemen Pendidikan Nasional, termasuk di tingkat
Perguruan Tingginya.
NU bergerak di bidang sosial dan pendidikan agama menurut faham yang
diyakini yaitu ahlus sunnah wal jama’ah. Dengan usaha ini maka NU
mempunyai banyak sekali pondok pesantren dan madrasah yang tersebar di
seluruh pelosok tanah air Indonesia. Pendidikan pesantren menyebar terutama
di pedesaan, dimana pada umumnya terdapat tradisi kegamaan yang sangat
kuat. Hampir semua pesantren besar di Indonesia adalah milik NU. Misalnya
Pondok Pesantren Tebuireng, Tambak beras, Denanyar, Peterongan di
Jombang, Lirboyo Kediri, Kajen Pati, Futuhiyyah Mranggen Demak, Al-
Asy’ariyyah Wonosobo, Tegalrejo Magelang, Al-Hidayah Purwokerto,
Krapyak Jogjakarta, Buntet Corebon, Cipasung Tasikmalaya, Al-Masturiyah
Sukabumi, As-Shidiqiyah Jakarta, Mustafa Purba Tapanuli dan lain-lain.
Di Pesantren-pesantren disamping menggunakan sistem pengajaran
sebagaimana berlangsung selama ini – menggunakan metode sorogan dan
wetonan, juga beberapa pesantren membuka lembaga pendidikan formal
bidang agama, misalnya MI, MTs, MA. Juga membuka pendidikan formal
91
Mahmud Yunus, Op. Cit, hlm. 244.
bidang umum : SD, SLTP, SMU, SMK dan lain-lain. Bahkan sampai
perguruan tinggi dengan berbagai macam disiplin ilmu, seperti Tarbiyah,
Dakwah, Syariah, Ushuluddin, Ekonomi, Hukum, Pertanian, Teknik, dan lain-
lain.
Pembenahan-pembenahan nampaknya dilakukan di lingkungan Ma’arif.
Berdasarkan hasil rapat kerja Ma’arif yang dilaksanakan pada tahun 1978,
disebutkan tentang program-program kerja Ma’arif antara lain :
1. Pemantapan sistem pendidikan Ma’arif meliputi :
1) Tujuan Pendidikan :
a. Menumbuhkan jiwa pemikiran dan gagasan-gagasan yang dapat
membentuk pandangan hidup bagi anak didik sesuai dengan ajaran
ahlus sunnah wal jama’ah.
b. Menanamkan sikap tebuka, watak mandiri, kemampuan bekerja sama
dengan fihak lain untuk lebih baik, keterampilan menggunakan ilmu
dan teknologi yang kesemuannya adalah perwujudan pengabdian diri
kepada Allah SWT.
c. Menciptakan sikap hidup yang berorientasi kepada kehidupan duniawi
dan ukhrawi sebagai sebuah kesatuan.
d. Menanamkan penghayatan terhadap nilai-nilai ajaran agama Islam
sebagai ajaran yang dinamis.
2) Penataan kembali orientasi pendidikan Ma’arif, dari orientasi pencapaian
pengetahuan scholatik yang diakhiri dengan pemberian ijazah ke
orientasi kemampuan melakukan kerja nyata bidang kemanusiaan dan
kemasyarakatan.
3) Mengkaitkan pelajaran agama di sekolah-sekolah Ma’arif dengan
persoalan-persoalan hukum, lingkungan hidup, solidaritas sosial,
wiraswasta dan lain-lain.
4) Mengembangkan watak kultural ke-NU-an.
5) Secara makro, memberikan porsi yang lebih besar terhadap pendidikan
non formal.
2. Peningkatan organisasi Ma’arif.
3. Penyediaan data dan informasi sekolah-sekolah Ma’arif.
4. Penerbitan.
5. Peningkatan mutu guru Ma’arif.92
Selain itu, pendidikan pada Nahdlotul Ulama, dapat dibagi menjadi 2,
yaitu
1. Pendidikan non formal
Pendidikan non formal di Nahdlotul Ulama termasuk didalamnya
ialah pendidikan pesantren dan madrasah.
Karakteristik pendidikan pesantren disesuaikan dengan Mabadi Khaira
Ummah adalah;
a. Asshidqu (memilih Integritas Kejujuran)
b. Al-Amanah Walwafa Bil’ahdi (terpercaya dan taat memenuhi Janji)
c. Al’adalah (tegak Lurus dalam Meneguhkan Rasa adil dan Keadilan)
d. Atta’awun (Saling Menolong)
e. Al-Istiqomah (Konsisten)
Sedangkan pendidikan dimadrasah mengembangkan pendidikan
madrasah dan Sekolah pada umumnya. Pelajaran yang diajarkan pada
Madrasah Nahdlotul Ulama meliputi; Nahwu Sharaf, Mantiq, Fiqh, Usul
Fiqh, Muhadasah, bahasa Arab, dll.
2. Pendidikan formal
Sebagai sebuah Organisasi kemasyarakatan yang turut serta
mencerdaskan bangsa, NU sangat memiliki perhatian besar terhadap
keagamaan saja tetapi juga keduniawian. Pendidikan formal di Nahdlatul
Ulama, yang berada di naungan Lembaga Pendidikan Ma’arif.
Pelajaran yang diajarkan menyesuaikan dengan Dinas Pendidikan
(pemerintah) namun tidak meninggalkan karakteristik masyarakat NU
sebagai pelajaran muatan lokal sehingga didalam pembelajaran masih
menggunakan pembelajaran Ke-NU-an atau ASWAJA.
Data-data tersebut terus meningkat, dan tentu saja telah berkembang pesat
sesuai dengan perkembangan dinamika pendidikan di lingkungan NU. Sebagai
contoh, di LP Ma’arif NU Jawa Timur misalnya, pada tahun 1993 telah
membawahi 4.000 MI, 190 SD, 470 MTs, 325 SMP, 280 MA, 250 SMU, 15
SMEA, 4 STM, dan 15 buah Perguruan tinggi.
Dan diantara perguruan tingginya, terdapat perguruan tinggi yang cukup
terkenal dan berkualitas, antara lain: UNISMA Malang, UNSURI Surabaya,
UNDAR dan UNHASY Jombang, dan lain-lain.93
Lembaga Pendidikan Ma’arif Kabupaten Banyumas tahun 2012 memiliki
lembaga pendidikan sebanyak 277 sekolah, terperinci sebagai berikut; 128 MI, 30
MTs, 10 SMP, 4 SMA, 4 MA, 11 SMK, 1 PT.
Sebagai contoh;
1. MI Ma’arif NU 1 Cilongok.
2. MTs Ma’arif NU 1 Kemranjen.
3. SMA Ma’arif NU 1 Kemranjen.
4. MA Ma’arif NU 1 Kemranjen.
5. SMK Ma’arif Sumpiuh
Demikian peran NU dalam pendidikan demi mengapai cita-cita bengsa yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai dengan karekteristik NU.
93
M. Nasikh Ridwan, “Pendidikan di NU antara Cita dan Fakta”, Ed. No. 5, Juli-Agustus
(Jurnal Bangkit, 1993), hlm. 5.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
NU sebagai organisasi sosial keagamaan, sejak didirikan pada tahun
1926 oleh para ulama, cukup banyak konstribusinya dalam bidang pendidikan,
baik pendidikan di bidang agama dengan melalui lembaga pendidikan
pesantren dan madrasah maupun bidang umum melalui lembaga pendidikan
sekolah formal yang dikelola oleh NU.
Tradisi pendidikan di lingkungan NU yang lebih menitik beratkan
orientasi keagamaan (relligious oriented), disamping tetap perlu dilestarikan
perlu diimbangi dengan orientasi pasar (marketing oriented) sehingga
menghadapi mengahadapi tuntutan masyarakat tetap dibutuhkan
keberadaannya karena dibutuhkan, apalagi memasuki era milenium ketiga ini.
Dengan demikian, perpaduan antara ukhrawi dan duniawi bisa paralel.
Pendidikan di lingkungan NU harus terbuka menjawab tuntutan
masyarakat, dengan mengadaptasi pendidikan modern baik metode,
managemen, sarana dan fasilitas akan tetapi juga harus tetap mengedepankan
nilai-nilai moralitas yang selama ini menjadi khas bagi model pendidikan NU.
B. Saran
Disarankan bagi pembaca yang mengambil tema sejenis untuk
menggunakan makalah ini sebagai referensi, selain itu carilah referensi yang
terbaru. Kami selaku penulis makalah ini meminta maaf jika banyak kekeliruan
dan kesalahan baik dalam kepenulisan, maupun yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Grafindo
Kholis, Nur, dkk. 2009. Ke-NU-an. Semarang; LP. Ma’arif Jawa Tengah.
Samsul, Munir Amin. 1994 “NU dan Perjuangan Nasional Indonesia”, dalam
HIZBUT TAHRIR
MAKALAH
97
Nurjannah, Radikal vs Moderat Atas..., hlm. 28-29.
berpartisispasi dalam proses transformasi yang tengah berlangsung di
masyarakat.98
Hizbut Thrir bertujuan melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban
dakwah Islam keseluruh penjuru dunia. Tujuan ini berarti mengajak kaum
muslimin kembali hidup secara Islami dalam Darul Islam dan masyarakat
Islam. Di mana seluruh kegiatan kehidupanya diatur sesuai dengan hukum-
hukum syara’. Pandangan hidup yang akan menjadi pedoman adalah halal dan
haram, di bawah naungan Daulah Islamiyah yaitu Daulah Khilafah yang
dipimpin oleh seorang Khalifah yang diangkat dan dibai’at oleh kaum
muslimin untuk didengar dan ditaati.99
B. Pendidikan Islam Menurut HTI
Agama Islam adalah agama yang universal dan sempurna, yang
mengajarkan kepada manusia mengenai berbagai aspek kehidupan, baik
duniawi maupun ukhrawi. Pendidikan merupakan salah satu di antara ajaran
Islam yang diwajibkan kepada seluruh umat Islam. Karena menurut ajaran
Islam pendidikan adalah juga merupakan kebutuhan hidup manusia yang
mutlak harus dipenuhi, demi untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan
dunia dan akhirat. Dengan pendidikan pula, manusia akan mendapatkan
berbagai macam ilmu pengetahuan untuk bekal kehidupannya.100
Pendidikan dalam pengertian yang luas adalah meliputi semua perbuatan
atau semua usaha dari generasi tua untuk mengalihkan (melimpahkan)
pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta keterampilannya kepada
generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi
fungsi hidupnya.101 Maka dari itu, Hizbut Tahrir memahami bahwa pendidikan
dalam pandangan Islam merupakan upaya sadar, terstruktur serta sistematis
untuk mensukseskan misi penciptaan manusia sebagai abdullah dan khalifah
98
Jamhari dan Jajang Jahroni, Gerakan Salafi..., hlm. 174-175.
99
Buletin Dakwah Al-Islam. Edisi 287.
100
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 98.
101
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan..., hlm. 92.
Allah di muka bumi.102 Pendidikan Islam harus merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari sistem hidup Islam.
Sebagai bagian integral dari sistem kehidupan Islam, sistem pendidikan
memperoleh masukan dari supra sistem, yakni keluarga dan masyarakat atau
lingkungan, dan memberikan hasil/keluaran bagi suprasistem tersebut.
Sementara sub-sub sistem yang membentuk sistem pendidikan antara lain
adalah tujuan pendidikan itu sendiri, anak didik (pelajar/mahasiswa),
manajemen, struktur dan jadwal waktu, materi, tenaga pendidik/pengajar dan
pelaksana, alat bantu belajar, teknologi, fasilitas, kendali mutu, penelitian dan
biaya pendidikan.
Pendidikan Islam yang merupakan upaya sadar yang terstruktur,
terprogram dan sistematis bertujuan untuk membentuk manusia yang (1)
berkepribadian Islam, (2) menguasai tsaqofah Islam, (3) menguasai ilmu
kehidupan (sains teknologi dan keahlian) yang memadai.103
a. Membentuk Kepribadian Islam (Syakhshiyyah Islamiyyah)
Syakhshiyyah, dalam bahasa Arab berasal dari kata syakhshun (Inggris
= Personality), yang artinya pribadi atau orang. Karena itu, syakhshiyyah
diterjemahkan ke dalam bahas Indonesia menjadi kepribadian.
Menurut Dr. Ibrahim Anis et.al. (1972) dalam kitab Al-Mu'jam Al-
Wasith, syakhshiyyah secara bahasa bermakna "shifatun tumayyizu
alsyakhsha min ghairihim" (sifat atau karakter yang membedakan satu
orang dengan orang lainnya). Dalam pengertian yang bersifat umum ini,
maka syakhshiyyah mengandung arti sebagai jati diri atau identitas
seseorang yang membedakannya dengan orang lain.
Tujuan yang pertama ini pada hakikatnya merupakan perwujudan dari
konsekuensi seorang muslim, yakni bahwa sebagai muslim ia harus
memegang erat identitas kemuslimannya dalam seluruh aktivitas hidupnya.
Identitas itu menjadi kepribadian yang tampak pada pola berpikir (aqliyyah)
dan bersikapnya (nafsiyyah) yang dilandaskan pada ajaran Islam. Dengan
102
Muhammad Ismail Yusanto, dkk, Menggagas Pendidikan Islami, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1995), hlm. 47.
103
Muhammad Ismail Yusanto, dkk, Menggagas Pendidikan..., hlm. 50.
kata lain, kepribadian seseorang merupakan perilaku yang melekat pada diri
seseorang terkait dengan pemahaman.
Pada prinsipnya, ada tiga langkah untuk membentuk dan
mengembangkan kepribadian Islam pada diri seseorang, sebagaimana
dicontohkan Rasulullah SAW.104
1) Menanamkan akidah Islam kepada yang bersangkutan dengan metode
tepat, yakni yang sesuai dengan kategori akidah Islam sebagai aqidah
aqliyyah (akidah yang keyakinannya dicapai melalui proses berfikir).
2) Mengajaknya bertekad bulat untuk senantiasa menegakkan bangunan
cara berpikir dan perilakunya di atas pondasi ajaran Islam semata.
3) Mengembangkan kepribadiannya dengan cara membakar semangatnya
untuk bersungguh-sungguh mengisi pemikirannya dengan tsaqofah
Islamiyyah dan mengamalkan dan memperjuangkannya dalam seluruh
aspek kehidupannya sebagai wujud ketaatan kepada Allah SWT.
b. Menguasai Tsaqofah Islam
Tsaqafah Islam (kebudayaan Islam) adalah pengetahuan yang
menempatkan akidah Islam sebagai induk pembahasan, baik untuk
pengetahuan yang mengandung akidah Islam, seperti ilmu tauhid, maupun
pengetahuan yang dibangun di atas landasan akidah Islam, seperti ilmu fiqh,
tafsir dan hadis, ataupun pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami
apa yang terpancar dari akidah Islam yang berupa hukum-hukum.
c. Menguasai Ilmu Kehidupan (Iptek dan keahlian)
Sementara itu, kewajiban untuk menguasai ilmu kehidupan (iptek dan
keahlian) diperlukan agar umat Islam dapat meraih kemajuan material
sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah SWT. dengan
baik di muka bumi ini. Dorongan Islam untuk menguasai Ilmu kehidupan
(iptek) juga dapat dimengerti dari pengkajian terhadap hakikat ilmu
pengetahuan itu sendiri.
Pada hakikatnya ilmu pengetahuan terdiri atas dua hal, yakni
pengetahuan yang dapat mengembangkan akal pikiran manusia sehingga ia
104
Muhammad Ismail Yusanto, dkk., Mengagas Pendidikan..., hlm. 52-53.
dapat menentukan suatu tindakan (aksi) tertentu dan pengetahuan mengenai
perbuatan itu sendiri.
Berkaitan dengan akal, Allah SWT telah memuliakan manusia dengan
akalnya. Dengan akalnya, manusia dilebihkan atas seluruh makhluk ciptaan
Allah SWT. Akal menjadi sesuatu yang paling berharga yang dimiliki
manusia. Allah SWT menurunkan al-Qur’an dan mengutus Rasul-Nya
Muhammad SAW dengan membawa risalah Islam untuk menuntun akal
manusia dan membimbingnya ke jalan yang benar. Dalam al-Qur’an banyak
sekali ayat-ayat yang membicarakan tentang fungsi dan pentingnya akal.
C. Implementasi Gagasan Pendidikan Islam
Hizbut Tahrir sebagai organisasi politik selalu dan konsen
memperjuangkan tegaknya bangunan sisitem Islam secara menyeluruh dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan bingkai Khilafah
Islamiyyah. Karena bagi Hizbut Tahrir, hanya dengan Khilafah Islamiyyahlah
sistem pendidikan unggulan dan seluruh sistem Islam lainnya bisa diterapkan.
Tanpa Khilafah Islamiyyah, tidak mungkin seluruh sistem Islam bisa
diterapkan, baik dalam bidang ekonomi, pemerintahan, politik, dan tentunya
juga dalam bidang pendidikan yang diatur sesuai dengan Syariah.
Pendidikan yang dilakukan Hizbut Tahrir secara umum dapat dibagi tiga,
yaitu pendidikan dalam ranah keluarga, sekolah dan masyarakat. Namun secara
khusus pendidikan yang dilakukan Hizbut Tahrir lebih terimplementasi dalam
bentuk halqah-halqah,105 karena pendidikan dalam bentuk ini merupakan ujung
tombak dari kegiatan Hizbut Tahrir dalam rangka untuk menegakkan kembali
Khilafah Islamiyyah. Dan dengan pendidikan dalam bentuk halqah itu, Hizbut
Tahrir mampu bertahan dan berkembang di berbagai negara. 106 Dalam kegiatan
halqah ini, Hizbut Tahrir melakukan pembinaan secara intensif kepada kader-
kadernya dan orang-orang yang ingin belajar dan menjadi anggota Hizbut
Tahrir tanpa memandang status pekerjaan maupun warna kulit, apakah ia
seorang pelajar, mahasiswa, pegawai, pekerja buruh harian, orang kulit putih,
105
Jamhari dan Jajang Jahroni, Gerakan Salafi..., hlm. 180.
106
Jamhari dan Jajang Jahroni, Gerakan Salafi..., hlm. 185-186.
orang kulit hitam, orang tua, anak muda dan lain-lain. Artinya, sebelum resmi
menjadi anggota Hizbut Tahrir, maka setiap orang harus melalui proses halqah.
D. Keunggulan-Keunggulan Pendidikan HTI
Pendidikan yang dilakukan oleh hizbut Tahrir dalam bentuk halqah-
halqah tersebut mempunyai beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan
pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah atau organisasi-organisasi lain
seperti Muhammadiyyah dan NU yang mendirikan sekolah-sekolah formal, di
antaranya yang disebutkan oleh Ust. Zainuri107 adalah sebagai berikut:
1. Aplikasi pemahaman. Artinya, apa yang difahamkan kepada peserta halaqah
dituntut untuk mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-harinya. Ini
berbeda dengan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah-sekolah, peserta
didik tidak dituntut untuk melaksanakan apa yang telah dipelajari disekolah.
Contohnya materi shalat, anak-anak hanya diberi ilmu tentang shalat, tapi
tidak dituntut untuk memperaktekkannya. Kalaupun ada hanya sekedarnya
saja.
2. Jumlah pesertanya tidak terlalu banyak. Pesertanya hanya sampai 5 orang
saja, sehingga lebih mudah terkonsentrasi. Adapun kalau lebih, itu
dilakukan sebagai darurat atau sementara saja dan dipertemuan berikutnya
akan dibagi menjadi dua kelompok dan kemudian dicarikan lagi tambahan
musyrif. Atau kalau tidak, tetap dibagi dua kelompok namun berbeda waktu
pertemuannya.
3. Pemikiran dan perasaan yang ingin dibangun dalam kegiatan halqah adalah
sama, yaitu pemikiran keislaman yang sempurna (mencakup segala aspek
kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial, budaya dan lain-lain) dan
memiliki perasaan untuk mereailsasikan, mendakwahkan dan
memperjuangkannya.
4. Waktu dan tempatnya fleksibel, tidak terikat pada waktu dan tempat
tertentu, selama tidak bertentangan dengan syariat Islam dan efektif serta
efisien dalam melaksanakan kegiatan tersebut.
107
Abu Yasin, Strategi Pendidikan Negara Khilafah, Terj. Ahma Fahrurozi, (Bogor: Pustak
Thariqul Izzah, 2007), hlm. 1-2.
5. Biayanya lebih murah dan bahkan bisa dikatakan tidak pakai biaya, karena
hanya dilaksanakan dengan kemauan peserta sendiri untuk belajar dan
mengkaji kitab-kitab yang ditabannat oleh Hizbut Tahrir tanpa harus
membayar. Sedangkan musyrif yang membimbingnya tidak digaji oleh
siapa pun tapi hanya melaksakan kegiatan tersebut sebagai amal dakwah
yang lahir dari diri sendiri, namun tetap ada kontrol dari penanggung jawab
daerah.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hizbut Tahrir berdiri pada tahun 1953 di Al-Quds Palestina. Dipelopori oleh
Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani seorang ulama alumni Al-Azhar Mesir.
Gerakan ini bertujuan untuk melanjutkan kehidupan Islam keseluruh
penjuru dunia.
2. Hizbut Tahrir memahami bahwa pendidikan dalam pandangan Islam
merupakan upaya sadar, terstruktur serta sistematis untuk mensukseskan
misi penciptaan manusia sebagai abdullah dan khalifah Allah di muka bumi.
3. Bagi Hizbut Tahrir, hanya dengan Khilafah Islamiyyahlah sistem
pendidikan unggulan dan seluruh sistem Islam lainnya bisa diterapkan.
Tanpa Khilafah Islamiyyah, tidak mungkin seluruh sistem Islam bisa
diterapkan, baik dalam bidang ekonomi, pemerintahan, politik, dan tentunya
juga dalam bidang pendidikan yang diatur sesuai dengan Syariah.
4. Keunggulan-keunggulan pendidikan HTI antara lain: aplikasi pemahaman,
jumlah pesertanya tidak terlalu banyak, pemikiran dan perasaan yang ingin
dibangun dalam kegiatan halqah adalah sama, waktu dan tempatnya
fleksibel, biayanya lebih murah dan bahkan bisa dikatakan tidak pakai
biaya.
B. Saran
Setelah melakukan penulisan terkait dengan HTI, maka penulis
memeberikan saran penting. Bagi penulis selanjutnya yang akan melakukan
penulisan serupa, maka disarankan agar makalah ini dijadikan sebagai
referensi.
DAFTAR PUSTAKA
Jamhari dan Jajang Jahroni. 2004. Gerakan Salafi Radikal di Indonesia. Jakarta:
Rajawali Pers.
Nurjannah. 2013. Radikal vs Moderat Atas Nama Dakwah Amar Makruf Nahi
Yasin, Abu. 2007. Strategi Pendidikan Negara Khilafah, Terj. Ahma Fahrurozi.
Bumi Aksara.
MAKALAH
A. Latar Belakang
Ahmadiyah dalam Islam adalah suatu organisasi keagamaan dengan
ruang lingkup internasional yang memiliki cabang di 174 negara tersebar di
Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Australasia dan Eropa. Saat ini
jumlah keanggotaannya di seluruh dunia lebih dari 150 juta orang, dan
angkanya terus bertambah dari hari ke hari. Pergerakan ini sebagai perwujudan
dari ajaran dan pesan Islam yang sarat dengan kebajikan, perdamaian,
persaudaraan universal dan tunduk patuh pada kehendak-Nya.
Dengan meyakinkan, dalam satu abad Jemaat Ahmadiyah telah menyebar
ke sudut-sudut penjuru bumi. Dimanapun Jemaat ini berdiri, berusaha untuk
mengerahkan suatu pengaruh yang membangun bagi Islam melalui proyek-
proyek sosial, lembaga-lembaga pendidikan, pelayanan kesehatan, penerbitan
literatur-literatur Islam dan pembangunan mesjid-mesjid, meskipun sedang
mengalami penganiayaan di beberapa negara.
Dalam perkembangannya, masih banyak masyarakat yang memberikan
pandangan negatif terhadap mereka. Padahal perlu kita ketahui Ahmadiyah
memiliki kontribusi penting bagi umat Islam Indonesia, salah satunya lewat
pendidikan. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas lebih dalam tentang
pendidikan Islam yang diselenggarakan Ahmadiyah di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Ahmadiyah?
2. Bagaimana sejarah lahirnya Ahmadiyah?
3. Bagaimana perkembangan Ahmadiyah di Indonesia?
4. Bagaimana penyelenggaraan pendidikan yang dikemukakan Ahmadiyah di
Indonesia?
5. Bagaimana sturktur organisasi Ahmadiyah di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Ahmadiyah.
2. Untuk menjelaskan sejarah lahirnya Ahmadiyah.
3. Untuk menjelaskan perkembangan Ahmadiyah di Indonesia.
4. Untuk menjelaskan penyelenggaraan pendidikan yang dikemukakan
Ahmadiyah di Indonesia.
5. Untuk menjelaskan sturktur organisasi Ahmadiyah di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ahmadiyah
Ahmadiyyah (Urdu: احم\\\دیہAhmadiyyah) atau sering pula ditulis
Ahmadiyah, adalah sebuah gerakan keagamaan Islam yang didirikan oleh
Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada tahun 1889, di sebuah kota kecil
yang bernama Qadian di negara bagian Punjab, India.108
Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Mujaddid, al Masih dan al
Mahdi. Para pengikut Ahmadiyah, yang disebut sebagai Ahmadi atau Muslim
Ahmadi, terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ialah
“Ahmadiyyah Muslim Jama’at” (atau Ahmadiyah Qadian).
Pengikut kelompok ini di Indonesia membentuk organisasi bernama
Jemaat Ahmadiyah Indonesia, yang telah berbadan hukum sejak 1953 (SK
Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-3-1953). Kelompok kedua ialah
“AhmadiyyahAnjuman Isha’at-e-Islam Lahore” (atau Ahmadiyah Lahore). Di
Indonesia, pengikut kelompok ini membentuk organisasi bernama Gerakan
Ahmadiyah Indonesia, yang mendapat Badan Hukum Nomor I tanggal 30
April 1930. Anggaran Dasar organisasi diumumkan Berita Negara tanggal 28
November 1986 Nomor 95 Lampiran Nomor 35.109
108
Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, (Yogyakarta: PT LkiS
Yogyakarta,2006), hlm. 57.
109
Ida Novianti, Kenabian Mirza Ghulam Ahmad, (Purwokerto: STAIN Purwokerto Pres,
2006), hlm. 22.
110
Ida Novianti, Kenabian Mirza Ghulam Ahmad, (Purwokerto: STAIN Purwokerto Pres,
2006), hlm. 23.
tersebut di latar belakangi oleh beberapa sebab yaitu, melemahnya
pemerintahan dikarenakan oleh adanya dekadensi moral dan pola hidup mewah
yang melanda para pejabat kerajaan, selain itu banyak terjadi pemberontakan
yang dilancarkan oleh golongan Hindu dan Sikh, belum lagi campur tangan
Inggris yang datang ke India sejak abad 15 M telah membuat pemerintahan
Mughal ketika itu menjadi mundur. Situasi keagamaan pada tahun-tahun
kelahiran Ghulam ahmad ditandai dengan gencarnya gerakan misionaris
Kristen di seluruh dunia karena sejak pada tahun1814-1815 M ketika
terbentuknya British and foreign Bible Society orang-orangKristen
menganggap tahun itu sebagai The great Century of World
Evangelization(abad agung penginjilan dunia) dan India menjadi salah satu
target Kristenisasi. Jutaan orang India memeluk agama Kristen melalui gerakan
itu.Selain kondisi India sedang mengalami kemunduran dan gencarnya gerakan
Kristenisasi, di India juga muncul gerakan Neo-Hindu yang sangat agresif
danmilitan. Sedangkan kondisi umat Islam saat itu tengah mengalami
keprihatianan, mayoritas dari mereka gemar minum Khamr, melacur,
menghisap candu, danmalas. Umat Islam disana ketika itu mudah berselisih
hanya karena hal-hal sepele,sepi dari majelis-majelis ilmu dan kegiatan di
masjid pun kosong dari jamaah.111
Ghulam Ahmad tidak banyak mendapatkan pendidikan formal semasa
hidupnya. Ia mulai mendapatkan pendidikan ketika berusia 6 tahun di rumah,
dimana ayahnya mendatangkan guru privat untuk mengajarkan Al-Quran dan
kitab-kitab berbahasa Parsi, Nahwu-Sharaf,dan manthiq, sedangkan ilmu
ketabiban ia peroleh dari ayahnya sendiri. 112Setelah berusia 29 tahun, Ghulam
Ahmad menjadi pegawai negeri pemerintahan Inggris di Bupati Sialkot
.Setelah empat tahun bekerja, Ghulam dipanggil ayahnya pulang ke Qadian
untuk bertani, semenjak itu sebagian waktunya ia pergunakan untuk mendalami
al-Quran dan menyepi. Ghulam merasa sangat sedih melihat keadaan umat
Islam yang sangat memprihatinkan. Disisi lain golongan Hindu, Nasrani dan
111
Ida Novianti, Kenabian Mirza Ghulam..., hlm. 24.
112
Ida Novianti, Kenabian Mirza Ghulam..., hlm. 25.
Sikh melancarkan berbagai serangan berupa pemikiran maupunsenjata.
Setelah kematian ayahnya, Ghulam Ahmad lebih memfokuskan diri untuk
menulis beberapa artikel untuk membela ajaran-ajaran Islam dari serangan
yang dilancarkan oleh berbagai golongan khususnya Nasrani dan Arya Samaj
di beberapa media masa.113
Pada tahun 1880, Ghulam Ahmad menerbitkan sebuah buku yang sangat
monumental yaitu Barahiyn Ahmadiyah yang berisi tentang keunggulan-
keunggulan ajaran Islam dan ketinggian Al-Quran dibandingkan agama
Nasrani,Hindu, Arya Samaj, dan agama-agama lainnya. Dengan penerbitan
buku BarahinAhmadiyah itu banyak timbul pro-kontra antar umat beragama di
India. Sedangkanoleh umat Islam sendiri buku itu disambut dengan suka cita
karena telah dianggap membela ajaran agama Islam.Selain berisi tentang
keunggulan-keunggulan Islam dari agama-agama lain, dalam buku Barahiyn
Ahmadiyah terdapat pendakwaan bahwa Ghulam Ahmad adalah seorang
mujaddid abad ke 14 M. Pada tahun 1883 banyak dari kalangan umat
Islamyang ingin melakukan bai’at menjadi muridnya, namun Ghulam
menolaknya dengan alasan belum mendapatkan perintah untuk menerima
bai’at.
Pada tahun1888 M, setelah Ghulam Ahmad mendapatkan ilham untuk
menerima baiatmuridnya, sebanyak 40 orang melakukan baiat kepadanya. Dan
sejak tahun 1889 Al- jamaah Al-Islamiyah Al-Ahmadiyah resmi berdiri. Tidak
lama setelah pengakuan dirinya sebagai seorang mujaddid abad ke 14 M,
Ghulam Ahmad mengaku telah menerima wahyu bahwa Nabi Isa telah
wafat,sedangkan al-Masih yang dijanjikan kedatangannya oleh Nabi
Muhammad adalah Gulam Ahmad sendiri.114Setelah pengakuan dirinya sebagai
Al-Masih al Maud dan pendakwaan dirinya sebagai Imam Mahdi, gemparlah
seluruh umat beragama di India saat itu, baik itu di golongan umat Islam
sendiri maupun kelompok Nasrani. Banyak orang yang mengkritik dan
mengklaim Ghulam sebagai kafir dan sesat,namun di lain pihak banyak pula
113
Ida Novianti, Kenabian Mirza Ghulam..., hlm. 26.
114
Ida Novianti, Kenabian Mirza Ghulam..., hlm. 27.
yang mendukung dan menjadi pengikutnya dengan melakukan bantuan
kepadanya. Penentangan terhadap Ghulam pun semakin menjadi-jadi semenjak
tahun 1901 yaitu ketika dia mendakwakan dirinya sendiri sebagai nabi
bayangan dan nabi umat Muhammad. Umat Islam ketika itu selalu menunggu-
nunggu kedatangan Imam Mahdi yang di percaya akan datang di akhir zaman
untuk menegakkan keadilan, membebaskan manusia dari ketertindasan,
kemiskinan dan kebodohan.115
Beberapa tahun sebelum Ghulam mengaku sebagai Imam Mahdi, telah
terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh seseorang yang mengaku dirinya
sebagai Imam Mahdi terhadap pemerintahan Inggris di Sudan serta telah terjadi
pemberontakan Munity di India, hal itu menimbulkan kecurigaan pemerintahan
Inggris kepada Ghulam bahwa dia berencana melakukan pemberontakan
terhadap pemerintahan Inggris. Belum lagi keadaan mayoritas umat Islam
Ketika itu banyak menganggap bahwa jihad terbesar adalah dengan
mengangkat senjata dan melakukan perlawanan fisik demi menegakkan hukum
Allah, hal itu semakin menguatkan kecurigaan Inggris terhadap Ghulam Untuk
menggugurkan kecurigaan pemerintah Inggris tersebut, Ghulam menegaskan
bahwa meskipun Ghulam mendakwakan dirinya sebagai Imam Mahdi, ia tidak
akan melakukan pemberontakan terhadap Inggris karena Imam Mahdi yang
dijanjikan kedatangannya oleh Nabi Muhammad di akhir zaman adalah sebagai
penegak keadilan dan pembawa Islam secara damai tanpa peperangan.
Meskipun ada beberapa doktrin yang sepertinya melenceng dari ajaran Islam
pada umumnya, sumbangsih Ghulam Ahmad sebagai pendiri aliran Ahmadiyah
tidak bisa dianggap kecil. Selama hidupnya, Ghulam telah banyak melakukan
perjuangan dan pembelaan terhadap umat Islam. Cita-citanya untuk
menegakkan kembali puing-puing kejayaan Islam dengan jalan damai telah
banyak menginspirasi umat Islam baik pada masa dia hidup bahkan sampai
beberapa tahun kemudian dan hingga kini. Namun kesempatannya untuk terus
115
Ida Novianti, Kenabian Mirza Ghulam..., hlm. 27.
memberikan sumbangsih kepada umat harus berakhir karena pada tanggal 26
Mei 1908 Ghulam Ahmad wafat di Lahore dandikebumikan di Qadian.116
117
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, (Jakarta: PRENADAMEDIA
GROUP, 2014), hlm. 169.
5) Sesuai dengan sabda nabi Muhammad SAW bahwa di dalam umat ini
tetap akan datang auliya Allah, para mujaddid dan para muhaddits, tapi
tidak akan datang nabi.
6) Mirza Ghulam Ahmad adalah mujaddid abad 14 H. Dan kepercayaan
kami bahwa ia bukan nabi, tetapi berkedudukan sebagai mujaddid.
7) Percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad bukan bagian dari rukun islam
dan rukun iman. Maka orang yang tidak percaya kepada Mirza Ghulam
Ahmad tidak bisa disebut kafir.118
8) Seorang muslim, apabila mengucapkan kalimat thayibah, dia tidak boleh
disebut kafir. Mungkin dia bisa salah, tetapi seseorang dengan sebab
berbuat salah dan maksiat bisa disebut kafir.
9) Ahmadiyah Lahore berpendapat bahwa Mirza Ghulman Ahmad adalah
pelayanan dan pengembang misi Nabi Muhammad SAW.119
118
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, (Jakarta: PRENADAMEDIA
GROUP, 2014), hlm. 170.
119
Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah..., hlm. 287.
120
IskandarZulkarnain, Gerakan Ahmadiyah..., hlm. 288.
Madrasah Diniyah Wustha yang dimiliki Ahmadiyah Qadian hanya ada
satu buah. Madrasah ini terletak di Wanasigra, kabupaten Tasikmalaya, Jawa
Barat. Demikian juga Jami’ah (Akademi) Ahmadiyah Qadian hanya berjumlah
satu buah. Jamiah ini terletak di Parung, Bogor, Jawa Barat. Jamiah ini
sekarang dikenal dengan Jamiah Ahmadiyah. Jamiah ini muncul pertama kali
pada tahun 1974 di Tasikmalaya dalam bentuk Kursus Kader Pembina
Mubaligh (KKPM). Kursus kader dilakukan dalam jangka waktu satu tahun
dengan diikuti oleh 11 orang.121
Lima tahun kemudian kursus ini dimulai lagi di Tasikmalaya dengan
nama Kursus Mu’alimin yang diikuti 10 orang murid. Seperti kursus
sebelumnya, kursus mu’alimin juga berlangsung selama satu tahun. Setelah
selesai kursus, mereka diangkat menjadi mubaligh di Indonesia.
Pada periode berikutnya (1981/1982), diadakan Kursus Mualimin dan
Mualimat dengan jumlah murid 20 orang yang terdiri atas 15 orang murid
laki-laki dan 5 orang murid perempuan. Pelaksanaan kursus ini tidak lagi di
Tasikmalaya, tetapi di Bandung. Pada 1982/1983, kursus ini namanya diubah
menjadi Kursus Mubaligh dan Mualimat (KM3) dan dilaksanakan di Bandung.
Waktunya tidak lagi satu tahun, tetapi tiga tahun. Jumlah muridnya sama
dengan angkatan sebelumnya yakni 20 orang, yang terdiri dari 15 orang laki-
laki dan 5 orang perempuan. Dalam perkembangannya, KM3 ini diusulkan ke
Thariqul Jadid di Rabwah, Pakistan, untuk diresmikan menjadi Jamiah
Ahmadiyah Indonesia.
Sekolah Taman Kanak-kanak Jemaat Ahmadiyah Indonesia hanya
berjumlah satu buah, yakni sekolah Taman Kanak-kanak Siti Khadijah.
Sekolah ini berada di Tasikmalaya, Jawa Barat. Sekolah Menengah Pertama
juga hanya satu buah, yakni SMP Bakti yang berada di desa Manis Lor,
Kuningan, Jawa Barat. Begitu juga Sekolah Menengah Atas hanya satu buah,
yakni SMU Plus Al-Wahid yang berada di desa Wanasigra, Tasikmalaya, Jawa
Barat.
121
Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah..., hlm. 289.
Ahmadiyah aliran Lahore yang sekarang ini dikenal dengan nama
Gerakan Ahmadiyah Lahore Indonesia mengembangkan lembaga pendidikan
secara terbatas yakni hanya sekolah umum. Sekolah tersebut mencakup Taman
Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah
Atas dan Akademi. Sekolah-sekolah ini dikelola oleh sebuah yayasan bernama
Yayasan Pendidikan Islam Republik Indonesia (PIRI) yang berpusat di
Yogyakarta. Yayasan PIRI mempunyai tiga cabang, yakni di Purwokerto,
Lampung dan Sumatra Selatan.
Sekolah Taman Kanak-kanak yang dimiliki Ahmadiyah Lahore hanya
satu di Yogyakarta. Begitu pula dengan Sekolah Dasarnya. Ahmadiyah Lahore
mempunyai sembilan Sekolah Menengah Pertama terkenal dengan nama SMP
PIRI yang 7 diantaranya terletak di Yogyakarta dengan rincian sebagai berikut:
lima di kota madya Yogyakarta, satu di kabupaten Sleman dan satu di Bantul.
Sedangkan dua lainnya terdapat di Purwokerto dan Lampung.
Ahmadiyah Lahore memiliki lima Sekolah Menengah Umum dan lima
Sekolah Menengah Kejuruan. Sekolah Menengah Kejuruan ini merupakan
peleburan dari SMK, STM dan SMEA. Dilihat dari penyebarannya, sekolah-
sekolah tersebut sebagian besar berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. SMU
PIRI tersebar di 3 daerah, yakni di Yogyakarta tiga sekolah, Lampung satu
sekolah dan Sumatra Selatan juga satu sekolah. Ahmadiyah Lahore juga
memiliki tiga unit SMK yang masing-masing terdapat di kabupaten Sleman,
Yogyakarta dan Purwokerto.122
Mengenai perguruan tinggi, Ahmadiyah Lahore memiliki sebuah
akademi, yakni Akademi Teknik PIRI (ATEKPI) yang memiliki dua program
diploma III, yakni Teknik Sipil D3 dan Teknik Informatika D3. Sejak berdiri
pada 1993, akademi ini telah meluluskan 119 orang untuk jurusan Teknik
Informatika dan 25 orang untuk Jurusan Teknik Sipil.123
122
Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah..., hlm. 290.
123
Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah..., hlm. hlm. 291.
E. Struktur Organisasi Ahmadiyah di Indonesia
Ahmadiyah Qadiyan diperkenalkan ke Indonesia sejak tahun 1925 dan
telah tersebar di beberapa kota, baik di Sumatra maupun di Jawa dengan
beberapa cabang. Akan tetapi sebagai organisasi, pengurus besar baru
terbentuk setelah sepuluh tahun di Indonesia. Sebelum terbentuk pengurus
besar, beberapa cabang telah berdiri, antara lain cabang Ahmadiyah di Padang,
Bogor dan Jakarta.124
Pengurus besar Ahmadiyah Qadian terbentuk pada tahun 1935 melalui
konferensi yang diadakan pada 15 dan 16 Desember 1935. Konferensi tersebut
dihadiri oleh tokoh-tokoh Ahmadiyah di Clubgebouw Kleykampweg No.41
Jakarta dan telah memutuskan terbentuknya struktur kepengurusan, meskipun
masih sangat sederhana. Tokoh-tokoh Ahmadiyah yang hadir antara lain
Maulana Rahmat Ali H.A.O.T., R. Moh. Muhjiddin, R. Kartaatmaja, Taher
Gelar Sultan Tumenggung, Sirati Kohonhia, R. Sumandi Gandakusmah, Moh.
Tajjib, Th. Dengah, Sjagaf Tumalo, R Hidajath, M. Usman Natawijaya,
Sulaiman Effendi dan R. Sudita.125
Konferensi tersebut telah memutuskan untuk membentuk pengurus besar
Ahmadiyah. Mereka yang terpilih sebagai pengurus adalah:
Ketua : R. Moh. Muhjiddin
Sekretaris I : Sirati Konhongia
Sekretaris II : Moh. Usman Natawidjaja
Anggota : R. Markas Atmasasmita
R. Sumadi Gandakusuma
R. Kartaatmaja126
Organisasi ini diberi nama Ahmadiyah Qadian Departemen Indonesia (AQDI).
Susunan pengurus besarnya masih sangat sederhana, di samping statusnya belum
diakui sebagai badan hukum yang disahkan oleh pemerintah. Sejak itu,
penyempurnaan pengurus besar masih terus diusahakan, termasuk membuat
124
Munasir Sidik, Dasar-Dasar Hukum & Legalitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia,
(Jakarta: JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA, 2007), hlm.70
125
Munasir Sidik, Dasar-Dasar Hukum & Legalitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia,
(Jakarta: JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA, 2007), hlm. 71.
126
Munasir Sidik, Dasar-Dasar Hukum..., hlm. 72.
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta pengakuan pemerintah terhadap
Ahmadiyah Qadian sebagai organisasi badan hukum.
Pada masa akhir pemerintahan kolonial Belanda, gerakan Ahmadiyah Indonesia
telah mengalami dua kali periode kepengurusan besar. Periode pertama tahun
1928-1932, sedangkan periode kedua tahun 1932-1942. Struktur kepengurusan
Ahmadiyah periode pertama masih terlihat sangat sederhana, yakni terdiri atas
seorang ketua, seorang wakil ketua, seorang sekretaris, seorang wakil sekretaris,
seorang bendahara dan enam orang anggota. Adapun tokoh-tokoh Ahmadiyah
yang menjadi pengurus pada periode ini adalah:
Ketua : R. Ng. Djojosugoto
Wakil Ketua : KH. Sja’rani
Sekretaris : Muhammad Husni (merangkap bendahara)
Wakil Sekretaris : Sudewo P.K
Bendahara : Muhammad Husni (merangkap sekretaris)
Anggota : Muhammad Irsyad
Muhammad Sabitun
Muhammad Idris L. Latjuba
KH. Abdurrahman
R. Supratolo127
Pada periode kedua, strukturnya mengalami sedikit perubahan. Sekretaris
tidak lagi menggunakan wakil, tetapi ditambah menjadi empat. Pada periode ini,
R. Ng. Djojosugito masih terpilih sebagai ketua. Kepengurusan yang terbentuk
sebagai salah satu hasil Kongres ke-3 yang diadakan pada 1932 di Purwokerto
dengan susunan pengurus besar sebagai berikut:
Ketua : Ng. Djojosugito (Malang)
Wakil Ketua : KH. Sja’roni (Purbalingga)
Sekretaris I : Muhammad Husni (Batavia Centrum)
Sekretaris II : Sudewo (Bandung)
Sekretaris III : Subadar (Surakarta)
Sekretaris IV : Sosrosutantijo (Surakarta)
127
Munasir Sidik, Dasar-Dasar Hukum..., hlm. 73.
Penningmeester : Muhammad Sapari (Surakarta)
Komensaris : 1. Ny. Djojosugito (Malang)
2. Ny. Sosrosutantijo (Surakarta)
3. Ny. Sumarni (Purwokerto)
4. R. Pringgonoto (Batavia Centrum)
5. Hadjosubroto (Purwokerto)
6. Mufti Sjarif (Surakarta)
7. Muhammad Kusban (Surakarta)
8. Muhammad Usman (Madiun)128
Sejak berdiri, gerakan ini menjadi sebuah organisasi yang sampai akhir
pemerintahan kolonial Belanda tidak mengalami perubahan ketua. Bahkan Ng.
Djojosugito memimpin gerakan ini hingga tahun 1966. Dengan kata lain, R. Ng.
Djojosugito menjadi pemimpin Ahmadiyah selama 38 tahun dan setelah itu
kepemimpinan Ahmadiyah dipegang oleh H.M. Bachrudin (1966-1979), H.
Ahmad Muhammad (1979-1990), Iwan Yusuf Bambang Lelono (1990-1994) dan
S. Ali Yasir (1995-2000).129
128
Munasir Sidik, Dasar-Dasar Hukum..., hlm. 74.
129
Munasir Sidik, Dasar-Dasar Hukum..., hlm. 75.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ahmadiyyah (Urdu: احم\\\\دیہAhmadiyyah) atau sering pula ditulis
Ahmadiyah, adalah sebuah gerakan keagamaan Islam yang didirikan oleh
Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada tahun 1889.
2. Sejarah berdirinya Ahmadiyah tidak terlepas dari sejarah Mirza Ghulam
Ahmad sebagai pendiri gerakan ini. Mirza Ghulam Ahmad lahir pada
tanggal 13 Februari 1835 di desa Qadian Punjab, India. Cita-citanya untuk
menegakkan kembali puing-puing kejayaan Islam dengan jalan damai telah
banyak menginspirasi umat Islam baik pada masa dia hidup bahkan sampai
beberapa tahun kemudian dan hingga kini.
3. Terdapat dua kelompok Ahmadiyah di Indonesia, yaitu: Ahmadiyah Qadian
dan Lahore.
4. Ahmadiyah, baik aliran Qadian maupun Lahore, telah mengembangkan
bidang pendidikan. Sekolah agama Ahmadiyah Qadian terdiri atas tiga
tingkatan madrasah, yakni Madrasah Diniyah Awaliyah (tingkatan dasar),
Madrasah Diniyah Wustha (tingkat menengah) dan Jami’ah (akademi).
Sedangkan sekolah umumnya hanya berupa Taman Kanak-kanak (TK).
5. Pengurus besar Ahmadiyah Qadian terbentuk pada tahun 1935 melalui
konferensi yang diadakan pada 15 dan 16 Desember 1935. Konferensi
tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh Ahmadiyah di Clubgebouw
Kleykampweg No.41 Jakarta.
KEPUSTAKAAN
Ahmad al-Usairy, 2007. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad
XX, Akbar Media Eka Sarana
Amin, Muhammad Rusli.2013. Rosululloh Sang Pendidik. Jakarta: AMP Press.
Anam, Choirul, Pertumbuhan dan Perkembangan NU, Sala : Jatayu, 1985.
Anuar Nik Mahmud, 2006. Sejarah Perjuangan Melayu Patani 1785-1954.
Universitas Kebangsaan Malaysia: Malaysia
Badri Yatim. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Press.
Baharudin, dkk. 2011. Dikotomi Pendididkan Islam. PT. Remaja Rosdakarya.
Buletin Dakwah Al-Islam. Edisi 287.
Chamamah, Siti. 2009. Muhammadiyah sebagai Gerakan Seni dan Budaya.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Asia Tenggara
Fiellard, Andree. 1999. NU vis a vis Negara, Yogya : LkiS.
Fu’adi, Imam. 2012. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. Cet 1.
Yogyakarta: Teras.
Hasbi, As-Syiddqy Teungku Muhammad. 2009. Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits.
PT. Pustaka Rizki Putra.
Hasbullah,1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Lkis-Raja
Grafindo
Hidayatullah, Syarif. 2010. Muhammadiyah dan Pluralitas Agama di Indonesia.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Ismail, Faisal. 1996. Paradigma Kebudayaan Islam Studi Kritis dan Refleksi
Historis. Yogyakarta: Tititan Ilahi Press.
Jamhari dan Jajang Jahroni. 2004. Gerakan Salafi Radikal di Indonesia. Jakarta:
Rajawali Pers.
Kholis, Nur, dkk. 2009. Ke-NU-an. Semarang; LP. Ma’arif Jawa Tengah.
Latifah Hanum, Jurnal Penelitian: Modernisasi Pendidikan Islam di Thailand.
(FKIP UISU:Medan)
Maryam, Siti dkk. 2004. Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik hingga
Modern. Cet. 2. Yogyakarta: LESFI.
Muchtar, Masyhudi, dkk. 2007. Aswaja An-Nahdliyin. Surabaya: Khalista.
Nata, Abuddin. 2010. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pres.
Nata, Abuddin. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Perdana Media
Group.
Nata, Abudin. 2014. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Nizar, Samsul. 2009. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah
Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia, Jakarta: Kencana.
Novianti, Ida. 2006. Kenabian Mirza Ghulam Ahmad. Purwokerto: STAIN
Purwokerto Press.
Nurjannah. 2013. Radikal vs Moderat Atas Nama Dakwah Amar Makruf Nahi
Mungkar dan Jihad. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Ridwan, M. Nasikh. 1993. “Pendidikan di NU antara Cita dan Fakta”. dalam
Bangkit Edisi no. 5, Juli-Agustus,.
Samsul, Munir Amin. 1994 “NU dan Perjuangan Nasional Indonesia”, dalam
AULA No. 76, Edisi Agustus.
Sidik, Munasir. 2007. Dasar-Dasar Hukum & Legalitas Jemaat Ahmadiyah
Indonesia. Jakarta: JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA.
Siti Fauziyah, 2011. Skripsi; Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Thailand
Selatan (Patani) pada abad ke XVII sampai XXM.Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah.
Subhan, Arief. 2012. Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia Abad ke-20:
Pergumulan antara Modernisasi dan Identitas. Jakarta: Kencana.
Suwito. 2008. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Wahab, Rochidin. 2004. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung: CV
Yasin, Abu. 2007. Strategi Pendidikan Negara Khilafah, Terj. Ahma Fahrurozi.
Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.
Yatim, Badri. 2015. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Yunus, Mamud. 1990. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Hidakarya Agung.
Yusanto, Muhammad Ismail, dkk. 1995. Menggagas Pendidikan Islami. Jakarta:
Bumi Aksara.
Yusuf, Yunan. 2014. Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam. Jakarta:
PRENADAMEDIA GROUP.
Zuhairi Muchtarom. 1995. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Zuhairini, dkk. 1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Zuhairini.2011. Sejarah Pendidikan Islam.Jakarta : Bumi Aksara
Zulkarnain, Iskandar. 2006. Gerakan Ahmadiyah di Indonesia. Yogyakarta: PT
LkiS Yogyakarta.
http://ms.wikipedia.org/w/index.php?title-Sekolah-pondokSelatan.Thailand&oldid
diakses pada selasa 19/4/2016 pukul 09.02
Sharegatwid.blogspot.com/2012/10/sejarah-pengkodifikasian-al-qur’an.html?m=1
, diunduh pada tanggal 21 Maret 2016
DATA PENULIS
Kelompok 1 :
Nama : Hana Margi Widadi
NIM : 1423305059
Alamat : Rejasari Rt 03/05 Purwokerto Barat
CP : 085742036209
Nama : Ngafiatu Imroatun D. R.
NIM : 1423305160
Alamat :-
CP : 085726500943
Nama : Rifqi Nur Amalia
NIM : 1423305076
Alamat : Padangsari Rt. 02/08 Majenang Cilacap
CP :085600887541
Nama : Riqma
NIM : 1423305078
Alamat : Karangrau Rt 04/03 Banyumas
CP :085747380344
Nama : Saeful Ridlo A
NIM : 1423305079
Alamat : Banjarsari Wetan Rt. 01/02 Sumbang Banyumas
CP :085786060442
Nama : Umi Rofiqoh
NIM : 1423305087
Alamat : Kebasen Rt 08/04 Kebasen Banyumas
CP :085747002530
Kelompok 2.
Nama : Aprilliani Zulaikha
NIM : 1423305046)
Alamat : Padangsari Rt. 01/08 Majenang Cilacap
CP :085727306143
Nama : Ajeng Tria Permatasari
NIM : 1423305051
Alamat :Jln. Bunga Rampai VII no. 23 Rt. 05/03 Perumnas Karang
Manyar, Kalimanah
CP : 085799256800
Nama : Farida Umu Ma’sifah
NIM : 1423305057)
Alamat : Jl. Kali Donan No. 33 Rt 01/ 024 Donan, Cilacap Tengah
CP :085747209101
Nama : Nur Mustangin
NIM : 1423305075
Alamat : Kalisalak Rt. 03/05 Kebasen Banyumas
CP :085641417032
Kelompok 3
Nama : Sefi Khasanah
NIM : 1423305083
Alamat : Kebondalem Rt. 05/03 Pasinggangan, Banyumas
CP :085773893817
Nama : Agustiani Rohmawati
NIM : 1423305050
Alamat : Kaliwedi Rt. 01/06 Kebasen Banyumas
CP :087649262812
Nama : Imron Syafa’at
NIM : 1423305062
Alamat : Cipawon Rt. 02/03 Bukateja Purbalingga
CP : 085641967954
Nama : Nadhifatul Khusna
NIM : 1423305070
Alamat : Bogangin Rt. 02/04 Sumpiuh Banyumas
CP :085640800208
Kelompok 4 :