Disusun oleh :
Khairunnisa Mahirah (200308042)
Paskalis Fautasionil Dakhi (200308046)
Priya Mohanisyah Putri (200308047)
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
1. Pengertian
Sistem pertanian adalah sebuah proses yang meliputi penanaman, budidaya,
pemanenan yang kemudian membentuk suatu rangkaian yang terikat di segala aspek
pertanian.
B. Teknologi
Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apapun tidak dapat dilepaskan dari
kemajuan teknologi. Revolusi pertanian didorong oleh penemuan mesin-mesin dan cara-cara
baru dalam bidang pertanian. A.T Mosher (Mubyarto, 1989;235) menganggap teknologi yang
senantiasa berubah itu sebagai syarat mutlak adanya pembangunan pertanian. Apabila tidak
ada perubahan dalam teknologi maka pembangunan pertanian pun terhenti. Produksi terhenti
kenaikannya, bahkan dapat menurun karena merosotnya kesuburan tanah atau karena
kerusakan yang makin meningkat oleh hama penyakit yang semakin merajalela.
Teknologi baru yang diterapkan dalam bidang pertanian selalu dimaksudkan untuk
menaikkan produktivitas, apakah ia produktivitas tanah, modal atau tenaga kerja. Seperti
halnya traktor lebih produktif daripada cangkul, pupuk buatan lebih produktif daripada pupuk
hijau dan pupuk kandang, menanam padi dengan baris lebih produktif daripada menanamnya
tidak teratur.
Dalam menganalisa peranan teknologi baru dalam pembangunan pertanian, digunakan
dua istilah lain yang sebenarnya berbeda namun dapat dianggap sama yaitu perubahan teknik
(technical change) dan inovasi (inovation) menurut Mubyarto (1989;235). Istilah perubahan
teknik jelas menunjukkan unsur perubahan suatu cara baik dalam produksi maupun dalam
distribusi barang-barang dan jasa-jasa yang menjurus ke arah perbaikan dan peningkatan
produktivitas. Sedangkan inovasi berarti pula suatu penemuan baru yang berbeda dari yang
sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya, artinya selalu bersifat baru.
Widiarto et al,(2013) mengemukakan bahwa tambak adalah kolam air payau yang di
gunakan untuk budidaya, sedangkan tambak garam adalah usaha memanfaatkan air laut untuk
dialirkan kedalam petak-petak tambak melalui proses evaporasi, sehingga dapat
menghasilkan garam. Tambak garam yang ada di Indonesia sebagian besar masih
menggunakan metode tambak garam tradisonal, garam yang di hasilkan belum mampu
memenuhi kebutuhan garam nasional. namun, Para petani garam di Kabupaten Pamekasan,
Madura, tak lagi menggunakan metode tradisional untuk memproduksi garam. Mereka kini
sudah menerapkan lima jenis teknologi untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas hasil
produksi garam rakyat.Masing-masing yakni teknologi produksi garam Maduris Tradional,
pro duksi garam Potugis, Geomimbran, produksi garam dengan sistem ulir filter, dan
produksi garam dengan sistem teknologi rumah kaca,teknologi geoiso lator untuk produksi
garam dan teknologi bestekin.
Teknologi yang digunakan untuk pembuatan garam juga beragam dan didasarkan oleh
sumber dimana garam tersebut berasal. Proses pembuatan garam tersebut antara lain (Puska
PDN, 2011):
1. Garam dari tambang
Pembuatan garam dari tambang dapat dilakukan melalui dua proses, yaitu :
Proses 1: Penambangan langsung, kemudian dicuci (washing plant),dihilangkan airnya
sampai kadar air mencapai 3-5% dengan centrifuge (untuk menghasilkan jenis garam
bahan baku/garam kasar) dan dilanjutkan dengan pengeringan (drying) dan penggilingan
(crushing) untuk menghasilkan garam halus atau garam meja.
Proses 2: Garam hasil penambangan dilarutkan dalam air (dapat ditambang dahulu
kemudan dicairkan atau dicairkan di bawah permukaan tanah dengan sedikit air dengan
tekanan yang sangat tinggi). Larutan garam ini kemudian diberikan perlakuan khusus agar
jernih dan seminimum mungkin mengandung kotoran (baik lumpur maupun senyawa
kimia yang tidak dikehendaki), kemudian dikristalkan kembali dalam kolom Kristalisasi
(crystallization column). Hasil re-kristalisasi kemudian dikeringkan, diayak (sleving) dan
terakhir dikantongi (packing).
2. Garam dari Air Laut
Garam dari air laut dapat dibuat melalui dua proses, yaitu:
Proses 1: Penguapan air Laut di ladang garam dengan tenaga sinar matahari (Solar
Evaporation). Air laut diuapkan di ladang-ladang garam dengan tenaga sinar matahari.
Hasil garam diambil, kemudian dicuci agar bersih serta sesedikit mungkin mengandung
senyawa lain yang tidak dikehendaki dan lumpur.
Proses 2: Pemisahan NaCl dengan aliran listrik (Elektrodialisa) Air laut dimasukkan dalam
sel-sel elektrolisa yang dialiri listrik sehingga didapatkan larutan NaCl jernih. Larutan ini
kemudian dikristalisasi dalam kolom kristalisasi. Hasil re-kristalisasi dikeringkan, diayak
dan terakhir dikantongi (packing).
3. Garam dari Air Danau Garam(Salt Lake) Pada prinsipnya proses pembuatan garam yang
berasal dari air danau sama dengan garam dari air laut, hanya karena kadar garamnya relatif
lebih tinggi maka hasil garam per satuan lahan maupun per satuan utility (listrik,bahan bakar)
hasilnya menjadi lebih besar dibandingkan dengan penguapan air laut.
C. Sarana Produksi
Jenis-jenis usaha yang terkait dalam kegiatan pembuatan garam di kawasan pesisir
penambangan akan diidentifikasi menurut tahapan dalam rangkaian sistem bisnis garam yang
meliputi; Tahapan Produksi dan Tahapan Pasca Produksi. 1. Tahapan Produksi Kegiatan
Pembuatan Garam Tahapan aktivitas produksi dalam kegiatan pembuatan garam diawali
dengan persiapan diperlukannya sarana alat untuk pembuatan lahan garam dan perbaikan
lahan garam karena sebagian besar lahan garam ketika musim hujan difungsikan sebagai
tambak ikan berupa cangkul,sekop,kincir, pipa-pipa untuk saluran air, dan kemudian
keperluan kebutuhan logistik selama perbaikan lahan berlangsung. Hasil pemetaan di
lapangan, keterkaitan dalam tahapan produksi kegiatan pembuatan garam terdapat beberapa
pelaku usaha, diantaranya (1) petani garam, (2) pedagang atau tengkulak . Hasil pembuatan
garam yang dihasilkan oleh petani garam penambangan setiap hasil pemanenan yang terjadi 4
hari sekali tersebut di masukkan ke dalam gudang penyimpanan tapi sebagian besar yang
dijual langsung kepada tengkulak dimasukkan ke dalam kantong sak untuk langsung dijual.
Bagi petani garam yang memiliki lahan yang luas biasanya tidak menjual secara langsung
akan tetapi menyimpan garam terlebih dahulu baru menjualnya ketika harga jualnya
mengalami kenaikan,karena umumnya ketika panen raya pada musim kemarau harga garam
jatuh pada titik termurah. Ada juga petani yang menjual sebagian dan menyimpan sebagian
karena terbentur kebutuhan untuk menutupi biaya operasional selama kegiatan produksi
garam. 2. Tahapan Pasca Produksi Kegiatan Garam Hasil pemetaan di lapangan tahapan
pasca produksi kegiatan pembuatan garam di Penambangan. Terdapat pelaku usaha dalam
proses pasca produksi (hilir), di antaranya; (1) tengkulak, (2) usaha pengepakan garam, (3)
pembeli perantara dan pembelian akhir. Terkait dalam tahapan aktivitas pasca produksi
kegiatan petani garam pemasaran hasil produksi petani garam dan pengolahan garam hasil
pemanenan. Keterkaitan tersebut memberikan dampak secara ekonomi terhadap para pelaku
usaha di sektor masing-masing. Hubungan keterkaitan yang kuat pada pelaku usaha,
mencerminkan bahwa sistem bisnis garam dalam menghasilkan produk garam sangat
terkait oleh keberadaan petani garam yang dapat memberikan dampak pada beberapa
pelaku usaha lainnya.
Dampak ini direpresentasikan dalam penciptaan pendapatan dan membuka lapangan
kerja yang mempunyai keterkaitan dalam kegiatan pergaraman pada produksi (hulu) sampai
dengan pasca produksi (hilir). Rantai nilai pada sektor hulu kegiatan pergaraman
Penambangan merupakan penciptaan nilai pendapatan yang diperoleh petani garam sebagai
pelaku pembuatan garam. Aktivitas pembuatan garam (produksi) merupakan bagian dari
aktivitas sektor hulu di kawasan pesisir Penambangan. Tahapan aktivitas produksi petani
garam di antaranya
Petani garam membuat garam di tambak -tambak garam. Setelah diperoleh hasil
pembuatan garam selanjutnya dikumpulkan di tempat penampungan garam untuk dilakukan
transaksi penjualan. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa kegiatan pembuatan garam
yang terjadi di kawasan Penambangan saat ini telah mendorong pertumbuhan ekonomi lokal
melalui rantai nilai kegiatan usaha garam yaitu tumbuhnya kewirausahaan dan dapat
membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal yang didasari oleh adanya pemanfaatan
sumber daya pesisir kelautan (alam, manusia, kelembagaan dan modal), yang dapat
menciptakan aktivitas pada pelaku usaha dalam keterkaitan kegiatan pembuatan garam.
Kebutuhan garam nasional ± 3 juta ton/tahun sedangkan produksi garam nasional ± 2
Juta ton/tahun. Salah satu faktor industri garam nasional yang menurun adalah kurangnya
penerapan teknologi tepat guna yang digunakan petani garam.
Mayoritas tambak garam di Indonesia sampai saat ini masih menggunakan teknologi
tambak garam tradisonal, dibandingkan dengan tambak garam yang ada diluar negeri.
Salah satu contoh di Indramayu rata-rata produksi garam pada tahun 2000 - 2010
sebesar 56 Ton/Ha/tahun (KKP, 2011), cukup rendah dibandingkan dengan Australia atau
India mencapai 200 ton/Ha/Tahun. Tambak garam dengan metode tradisional mempunyai
mutu yang rendah dan masih belum memenuhi SNI.Garam yang dihasilkan petambak
mempunyai kandungan NaCl dibawah 94%, sedangkan garam konsumsi memerlukan kadar
NaCl yang lebih besar dari 94, 7% dan garam industri memerlukankadar NaCl diatas 94%
(Widiarto,2013)
D. Insentif
Sebagai salah satu komoditas strategis nasional, pemerintah telah berupaya
untuk dapat mendorong produksi garam nasional melalui kebijakan kebijakan yang
dikeluarkan, salah satunya adalah Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR)
melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.41/MEN/2011 tentang Pedoman
Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan
Tahun 2011.
Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam program PUGAR adalah untuk memacu
produksi baik dari segi kuantitas maupun kualitas garam melalui penguatan kapasitas petani
garam (Neraca, 2012). Penguatan kapasitas tersebut dilakukan melalui sosialisasi, pelatihan
dan pendampingan serta dengan tersedianya tambahan dana berupa bantuan dana langsung
masyarakat atau Bantuan Langsung Mandiri (BLM) yang diterimakan melalui Kelompok
Usaha Kelautan dan Perikanan (KUKP).
Dalam pelaksanaan program PUGAR, KKP menetapkan lokasi yang dipilih untuk
menjadi sentra PUGAR dan lokasi yang menjadi penyangga PUGAR. Lokasi sentra PUGAR
biasanya merupakan sentra produksi garam. Di tahun 2014, KKP menetapkan 7 lokasi
sebagai sentra PUGAR antara lain: Cirebon, Indramayu, Rembang, Pati, Pamekasan,
Sampang dan Sumenep, sementara lokasi yang terpilih sebagai peyangga PUGAR sebanyak
33 lokasi seperti Karangasem, Buleleng, Bima, Sumbawa, Kota Bima, Lombok Timur,
Lombok Barat, Lombok Tengah, dll (BKIPM, KKP, 2014). Pada tahun 2015, pola kegiatan
dan bantuan yang biasanya diterima oleh petani garam atau kelompok petani garam melalui
program PUGAR mengalami perubahan. Program PUGAR di tahun 2015 tidak lagi
memberikan Bantuan Langsung Mandiri (BLM) kepada petani garam akan tetapi dirubah
menjadi bantuan pembangunan infrastruktur bagi para petani garam. Pembangunan
infrastruktur tersebut berupa pembangunan jalan di sekitar areal tambak garam serta saluran
air (Koran Kabar, 2015).
Berdasarkan hasil wawancara dengan KKP, program PUGAR di tahun 2016 juga
sudah mulai menyasar pada penerapan teknologi-teknologi baru bagi para petani garam
sehingga dapat mengoptimalkan dan mengupayakan peningkatan produksi dan produktivitas
garam dalam negeri serta sebagai antisipasi apabila terjadi anomali cuaca, seperti
pengimplementasian teknologi geomembrane1. Geomembrane adalah sebuah lembaran yang
terbuat dari High Density Polyetylene (HDPE) yang berfungsi untuk mencegah merembesnya
air ke dalam pori-pori tanah sehingga dapat memperbaiki tekstur tanah di tambak garam.
Tekstur tanah dengan tingkat permeabilitas yang rendah merupakan lokasi yang baik untuk
memproduksi garam (Efendy, Zainuri dan Hafiluddin, 2014).
Selain perbaikan dalam hal infrastruktur dan teknologi yang digunakan, KKP melalui
program PUGAR juga saat ini fokus pada pembenahan kelembagaan petani garam melalui
rencana korporatisasi garam rakyat. Korporatisasi garam rakyat didefinisikan sebagai
sejumlah areal garam yang kemudian pengelolaanya dilakukan secara kolektif berdasarkan
ikatan komunal sehingga dapat mencapai skala ekonomis dalam pengelolaannya (Efendy, et
al., 2016). Dengan perbaikan kelembagaan itu diharapkan para petani garam dapat
memperoleh akses yang lebih mudah untuk mengakses sumber daya yang dibutuhkan
sehingga dapat mengoptimalkan kapasitas usahanya serta meningkatkan kemampuan sumber
daya manusia petani garam melalui komunitas yang terorganisasi dengan baik.
E. Transportasi/ Pengangkutan
Menurut Mosher, Transportasi / pengangkutan menjadi faktor terakhir yang dianggap
esensial dalam sistem pertanian. Hal ini dikarenakan alat transportasi adalah satu benda yang
dapat memperlancar sistem distribusi.
1.Terdapat sejumlah sumber dan sejumlah tujuan tertentu
Saluran : Petani –– Pedagang Pengumpul –– Bandul –– Pabrik Garam –– Agen –– Pedagang-
Pengecer – Konsumen
2.Kuantitas komoditas atau barang yang didistribusikan dari setiap sumber dan yang diminta
oleh setiap sumber dan yang diminta oleh setiap tujuan, besarnya tertentu .
3 Komoditas yang dikirim atau diangkut dari suatu sumber ke suatu tujuan, besarnya sesuai
dengan permintaan dan atau kapasitas sumber
4.Ongkos pengangkutan komoditas dari suatu sumber ke suatu tujuan, besarnya tertentu
Daftar Pustaka
Asmarantaka, R W. 2012. Pemasaran Agribisnis (Agrimarketing). Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Dahl, D. C and J. W. Hammond. 1977. Market and price Analysis The Agricultural
Industries, Mc Graw,.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 2010. Kelautan dan Perikanan Dalam Angka
2010.
Pusat Data Statistik dan Informasi (Pusdatin), Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Jakarta.
KKP. 2013. Neraca Garam Nasional 2011. Jakarta: Direktorat KP3K. Kementerian
Kelautan dan
Perikanan RI.
Limbong, W.M dan P. Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Bahan Kuliah. Jurusan
Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
(terhubung berkala).
Pemikiran dan Peluang Pembangunan Masa Depan Bangsa. Departemen Kehutanan dan
Perkebunan RI. Jakarta.
Suherman T, Fauziah E dan Hasan F. 2011. Analisis Pemasaran Garam Rakyat (Studi
Kasus Desa
EMBRYO. Vol 8. No 2
http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/1048/Garis-PantaiIndonesia-Terpanjang-Keempatdi-
Dunia/. [28 Februari 2013]
https://arioneuodia.wordpress.com/2012/10/27/aspek-teori-mosher