PERCOBAAN VIII
DISUSUN OLEH :
Nama : Oktasari
NIM : 61608100819070
Semester: III
BATAM
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Kimia klinik adalah ilmu yang mempelajari teknik terhadap darah, urin, sputum
(ludah, dahak), cairan otak, ginjal, sekret2 yang dikeluarkan.Bahan klinik dalam arti
sempit laboratorium adalah semua bahan-bahan berupa spesimen yang diperoleh dari
pasien, baik dengan menampung, melakukan pungsi maupun dengan teknik khusus cara
pengumpulannya yang digunakan untuk bahan pemeriksaan laboratorium.
Bahan klinik dapat juga disebut dengan istilah material medik.Bahan klinik
sebaiknya diperlakukan sebagai bahan infeksius sehingga saat pengambilan, penanganan,
penyimpanan hingga pemeriksaan harus menggunakan alat pelindung diri (APD). Teknik
pengumpulan yang tepat dan baik, akan menentukan kualitas bahan klinik sebagai
spesimen di laboratorium.
1.2 Tujuan
Untuk menentukan adanya bilirubin dalam urine.
1.3 Prinsip
BaCl2 bereaksi dengan sulfat dalam urine membentuk endapan BaSO4 dan
bilirubin menempel pada molekul ini. FeCl3 mengoksidasi bilirubin menjadi :
1. Bilivardin warna hijau
2. Bilicyanin warna biru
3. Cholatelen warna kuning
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bilirubin terdiri dari sebuah rantai terbuka dari empat pirol -seperti cincin ( tetrapyrrole ).
Dalam heme , sebaliknya, keempat cincin yang terhubung ke sebuah cincin yang lebih besar,
yang disebut porfirincincin. Bilirubin adalah sangat mirip dengan pigmen phycobilin digunakan
oleh ganggang tertentu untuk menangkap energi cahaya, dan untuk pigmen fitokrom digunakan
oleh tanaman untuk merasakan cahaya.Semua ini mengandung rantai terbuka empat cincin
pyrrolic.
Seperti ini pigmen lainnya, beberapa ganda obligasi di bilirubin isomerize ketika terkena
cahaya. Ini digunakan dalam fototerapi dari bayi kuning:. E, Z-isomer bilirubin yang terbentuk
setelah terpapar cahaya lebih larut daripada, Z unilluminated Z-isomer, sebagai kemungkinan
ikatan hidrogen intramolekul akan dihapus Hal ini memungkinkan ekskresi bilirubin tak
terkonjugasi dalam empedu.
Fungsi bilirubin :
Bilirubin dibuat oleh aktivitas reduktase biliverdin pada biliverdin , pigmen empedu hijau
tetrapyrrolic yang juga merupakan produk katabolisme heme.Bilirubin, ketika teroksidasi,
beralih menjadi biliverdin sekali lagi. Siklus ini, selain demonstrasi aktivitas antioksidan ampuh
bilirubin, telah menyebabkan hipotesis bahwa peran utama fisiologis bilirubin adalah sebagai
antioksidan seluler
Pemeriksaan bilirubin :
Pemeriksaan bilirubin dalam urin berdasarkan reaksi antara garam diazonium dengan
bilirubin dalam suasana asam, yang menimbulkan warna biru atau ungu tua. Garam diazonium
terdiri dari p-nitrobenzene diazonium dan p-toluene sulfonate, sedangkan asam yang dipakai
adalah asam sulfo salisilat.
Adanya bilirubin 0,05-1 mg/dl urin akan memberikan basil positif dan keadaan ini
menunjukkan kelainan hati atau saluran empedu. Hasil positif palsu dapat terjadi bila dalam urin
terdapat mefenamic acid, chlorpromazine dengan kadar yang tinggi sedangkan negatif palsu
dapat terjadi bila urin mengandung metabolit pyridium atau serenium.
Di hati, bilirubin I (indirek) yang terikat pada albumin diambil pada permukaan sinusoid
hepatosit oleh suatu protein pembawa yaitu ligandin. Sistem transport difasilitasi ini mempunyai
kapasitas yang sangat besar tetapi penggambilan bilirubin akan tergantung pada kelancaran
proses yang akan dilewati bilirubin berikutnya. Bilirubin nonpolar (I / indirek) akan menetap
dalam sel jika tidak diubah menjadi bentuk larut (II / direk). Hepatosit akan mengubah bilirubin
menjadi bentuk larut (II / direk) yang dapat diekskresikan dengan mudah ke dalam kandung
empedu. Proses perubahan tersebut melibatkan asam glukoronat yang dikonjugasikan dengan
bilirubin, dikatalisis oleh enzym bilirubin glukoronosiltransferase. Hati mengandung sedikitnya
dua isoform enzym glukoronosiltransferase yang terdapat terutama pada retikulum
endoplasma.Reaksi konjugasi ini berlangsung dua tahap, memerlukan UDP asam glukoronat
sebagai donor glukoronat. Tahap pertama akan membentuk bilirubin monoglukoronida sebagai
senyawa antara yang kemudian dikonversi menjadi bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap
kedua.
Eksresi bilirubin larut ke dalam saluran dan kandung empedu berlangsung dengan
mekanisme transport aktif yang melawan gradien konsentrasi. Dalam keadaan fisiologis, seluruh
bilirubin yang diekskresikan ke kandung empedu berada dalam bentuk terkonjugasi (bilirubin II).
Masalah Klinis :
1. Bilirubin Total, Direk
• Peningkatan Kadar : ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma,hepatitis , sirosis hati,
mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson. Pengaruh obat : antibiotic
(amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, oksasilin, tetrasiklin),
sulfonamide, obat antituberkulosis ( asam para-aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic
(asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium), barbiturate, narkotik
(kodein, morfin, meperidin), flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin,
prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K.
• Penurunan Kadar : anemia defisiensi besi. Pengaruh obat : barbiturate, salisilat (aspirin),
penisilin, kafein dalam dosis tinggi.
2. Bilirubin indirek
• Peningkatan Kadar : eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia
pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis terdekompensasi, hepatitis.
Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin (lihat biliribin total, direk)
• Penurunan Kadar : pengaruh obat (lihat bilirubin total, direk).
2.2 Uraian Bahan
3.1 Alat :
• Tabung
• Corong
• Kertas saring
• Pinset
• Pipet tetes
• Pipet takar
3.2 Bahan :
• FeCl3
• Trikhloracetat
• BaCl2
• Urine segar (urine sewaktu)
Ditimbang 0.9 g FeCl3 di larutkan dalam trikhloracetat 25% sampai 100 ml.
1. Pembuatan Reagen
Ditambahkan 2,5 ml BaCl2 10%, campur, kemudian saring dengan kertas saring.
3. Percobaan Hawkinson
Cara ini menggunakan kertas saring yang tebal (shlesinger atau schull nomor 470) yang
direndam dalam BaCl2 jenuh, kemudian kertas saring di keringkan. Potong kertas saring
berukuran 4 x ½ inci
Pada potongan kertas saring yang mengandung BaCl2 di teteskan urine beberapa tetes.
4.1 Hasil
Pada praktikum pemeriksaan urine atas indikasi bilirubin ini harus menggunakan urine
sampel segar yang kurang dari 4 jam, hal ini dikarenakan bilirubin akan teroksidasi jika terlalu
lama dan apalagi terpapar oleh cahaya. Sehingga akan menghasilkan nilai yang falsa negatif.
Pada percobaan Harrison ini mula-mula sampel urine coba (yang mengandung sulfat
didalamnya) diberikan dahulu BaCl2, hingga BaCl2 bereaksi dengan sulfat dalam urine hingga
membentuk endapan BaSO4.Kemudian disaring dengan kertas saring untuk memperoleh
presipitat.Setelah itu presipitat di atas kertas saring dibiarkan mengering dan bilirubin menempel
pada molekul ini.Baru diberikan reagen fauchet yang terkandung FeCl3 didalam larutannya.
Untuk mengamati warna positif bilirubin kita dapat membandingkan dengan hasil punya
teman yang positif. Hal ini akan mendapatkan perbedaan warna yang signifikan.
Pemeriksaan Harrison sangatlah lama dikarenakan menunggu presipitat nya mengering barulah
ditetesi oleh reagen fauchet.Tapi tidak pada Hawkinson karena kertas saring ini sudah didapat
kertas saring yang jenuh dengan BaCl2.
Kenaikan ringan pada bilirubin dapat disebabkan oleh:
• Hemolisis atau pemecahan peningkatan sel darah merah
• Sindrom Gilbert – kelainan genetik metabolisme bilirubin yang dapat mengakibatkan penyakit
kuning yang ringan, ditemukan pada sekitar 5% dari populasi
• Rotor sindrom : non-gatal sakit kuning, dengan kenaikan bilirubin dalam serum pasien,
terutama dari jenis yang terkonjugasi.
Kesimpulan
1. Percobaan harrison dan hawkinson tidak ditemukan adanya bilirubin karena hasil yang
didapat tidak menunjukkan warna kehijauan. Negatif bilirubin
2. Bilirubin ( sebelumnya disebut sebagai hematoidin ) adalah produk rincian kuning
normal hemekatabolisme.
3. Tujuan pada praktikum kali ini adalah untuk menentukan adanya bilirubin dalam urine.
4. Percobaan hawkinson lebih cepat dan sederhana dibandingkan percobaan Harrison
DAFTAR PUSTAKA
Baron, D.N, 1990, Patologi Klinik, Ed IV, Terj.Andrianto P dan Gunakan J, Penerbit EGC,
Jakarta.
Guyton, A.C, 1983, Buku Teks Fisiologi Kedokteran, edisi V, bagian 2, terjemahan Adji Dharma
et al.,E.G.C., Jakarta.
LAMPIRAN