Anda di halaman 1dari 29

RESUME

KB DAN GIZI KURANG BALITA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Antropologi

Dosen Mata Kuliah : : Hj. Lindawati, S.Kep, Ners, M.KM

NAMA : DESTI LESTARI

NIM : P27901119011

1A D3KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES BANTEN

JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

TAHUN 2019/2020
A. Keluarga Berencana atau KB
1. Pengertian

Pengertian Keluarga Berencana (KB) menurut UU No 10 tahun 1992


(tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga
sejahtera) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat
melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran,
pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil,
bahagia dan sejahtera.
Program KB adalah bagian yang terpadu (integral) dalam program
pembangunan nasional dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan
ekonomi, spiritual dan sosial budaya penduduk Indonesia agar dapat dicapai
keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi nasional.
Secara umum keluarga berencana dapat diartikan sebagai suatu usaha
yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak
positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan
menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut.
Diharapkan dengan adanya perencanaan keluarga yang matang kehamilan
merupakan suatu hal yang memang sangat diharapkan sehingga akan
terhindar dari perbuatan untuk mengakhiri kehamilan dengan aborsi.

2. Tujuan keluarga berencana (KB)


Pasangan yang menggunakan KB tentu memiliki tujuan masing-masing.
KB tidak hanya dilakukan untuk menekan jumlah kelahiran bayi. Tujuan
KB terbagi menjadi dua bagian, di antaranya:

A. Tujuan umum

Meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam rangka mewujudkan


NKKBS (Normal Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) yang menjadi
dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan
kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya pertambahan penduduk.

B. Tujuan khusus

a. Meningkatkan jumlah penduduk untuk menggunakan alat kontrasepsi.

b. Menurunnya jumlah angka kelahiran bayi.


c. Meningkatnya kesehatan keluarga berencana dengan cara penjarangan
kelahiran.

3. Manfaat KB bagi Pasangan Suami Istri

Menjalani program KB sangat bermanfaat bagi pasangan suami istri, selain


membatasi kelahiran, juga bermanfaat mengurangi risiko penyakit hingga
gangguan mental.

Beberapa manfat KB untuk pasangan suami istri:

a. Menurunkan risiko kehamilan

Alat kontrasepsi berfungsi untuk mencegah kehamilan yang tidak


diinginkan. Alat kontrasepsi juga berfungsi untuk menurunkan risiko
melahirkan terlalu muda atau terlalu tua.

b. Menurunknan risiko kanker pada wanita

Kontrasepsi hormonal yang digunakan wanita, seperti jenis suntik, pil,


atau IUD biasanya mengandung progesteron dan estrogen. Hormon ini
dapat membantu wanita mengendalikan kehamilan dan menurunkan risiko
kanker pada sistem reproduksi.
c. Tidak mengganggu tumbuh kembang anak

Jika anak belum satu tahun sudah memiliki adik, tumbuh kembang anak
akan terganggu. Normalnya jarak anak pertama dan kedua antara 3-5
tahun. Jika anak belum berusia 2 tahun sudah mempunyai adik, ASI untuk
anak tidak bisa penuh 2 tahun sehingga kemungkinan mengalami
gangguan kesehatan.

d. Risiko radang panggul menurun

Hormon untuk KB adalah bermanfaat menurunkan radang panggul.


Radang pada panggul akan menyerang area rahim, ovarium, dan area
sekitar vagina lainnya.

Risiko terkena radang panggul menurun jika wanita menggunakan


program KB jenis implan. Tubektomi juga menurunkan risiko gangguan
pada panggul yang dapat membahayakan nyawa wanita.

e. Menjaga kesehatan mental

Sebagian wanita kemungkinan mengalami depresi yang cukup hebat


setelah melahirkan. Depresi biasanya hilang jika mendapatkan dukungan
dari pasangan. Jika terjadi kelahiran anak dengan jarak yang dekat,
kemungkinan risiko depresi semakin besar. Depresi juga dapat terjadi
pada ayah karena tidak siap secara fisik dan mental.

Dua kondisi tersebut bisa dihilangkan dengan melakukan program


Keluarga Berencana. Jika melakukan pengaturan kehamilan, pasangan
suami istri bisa hidup lebih sehat. Bahkan anak bisa tumbuh secara
maksimal dan perencanaan kehamilan akan berjalan matan
4. Jenis-jenis alat kontrasepsi wanita

Alat kontrasepsi wanita memang lebih banyak daripada alat kontrasepsi


pria. Beberapa yang umum digunakan di Indonesia, yakni pil kombinasi,
suntik progestin, implan progestin, kondom wanita, serta alat kontrasepsi
bawah rahim.
1. Pil kombinasi

Pil kombinasi merupakan kontrasepsi oral, yang mengandung hormon


progestin dan estrogen. Pil kombinasi ini mencegah kehamilan, dengan
cara menghambat indung telur atau ovarium, untuk melepaskan sel
telur. Selain itu, pil ini juga menebalkan lendir serviks, sehingga
menghambat pembuahan dari sel sperma.

Berkonsultasilah dengan dokter, untuk mendapatkan pil kombinasi


hormon ini. Sebelum pemberian resep, dokter akan melakukan
pengecekan tekanan darah, serta mengkaji riwayat kesehatan dan obat
yang dikonsumsi.

2. KB Suntik

Pilihan lain untuk alat kontrasepsi wanita, yakni suntik progestin.


Suntik progestin, yang juga membantu menghambat pembuahan dan
penebalan lendir serviks, memiliki efektivitas sebesar 99% dalam
mencegah kehamilan. Untuk hasil yang optimal, Anda bisa melakukan
suntik progestin sekali 3 bulan.

3. Alat kontrasepsi bawah kulit

Alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK) atau implan progestin,


merupakan metode pencegah kehamilan, yang dilakukan dengan
memasukkan tabung plastik kecil di bawah kulit lengan atas. Tabung
tersebut berisi hormon progestin, yang dilepaskan dengan perlahan
untuk menebalkan lendir serviks.

4. Kondom wanita

Tak hanya pria, wanita juga memiliki kondom yang dapat menghambat
pembuahan sel telur untuk pencegahan kehamilan. Kondom wanita
berbentuk kantong lembut yang memiliki cincin di kedua ujungnya
Cincin yang tertutup ditempatkan di dalam vagina, dan yang terbuka
berada di luar vagina. Penggunaan kondom wanita mirip dengan
pemakaian tampon. Jika belum terbiasa, Anda bisa berkonsultasi
dengan dokter mengenai penggunaan kondom ini.

5. Alat kontrasepsi bawah rahim

Alat kontrasepsi bawah rahim (AKDR), atau sering disebut sebagai


intrauterine devices (IUD), juga menjadi pilihan alat kontrasepsi
wanita non-hormonal. Alat ini berbentuk tabung yang ditempatkan di
dinding rahim, untuk mencegah terjadinya pembuahan. Terdapat dua
jenis IUD, yakni yang bersifat hormonal, dan non-hormonal. IUD
hormonal mengeluarkan hormon progestin. Sementara itu, IUD non-
hormonal memiliki bentuk tertutup, dengan logam tembaga. Keduanya
sama-sama efektif dalam mencegah kehamilan, dengan efektivitas
99%.

Penting untuk diingat, pemasangan kontrasepsi IUD hanya boleh


dilakukan oleh tenaga medis profesional. Selain itu, Anda bisa
menjalani pemasangan IUD, saat sedang tidak hamil.

5. Tempat Pelayanan KB
1. Fasilitas kesehatang tingkat pertama/FKTP
Puskesmas, dokter keluarga, klinik pratama dan rumah sakit kelas D
pratama
2. Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan/FKTL
Klinik utama, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus

6. Faktor penyebab gagalnya programkeluarga berencana (KB)


Berikut ini adalah beberapa faktor penyebab kemungkinan gagalnya
program keluarga berencana Anda :
1. Salah menghitung masa subur. Jika Anda memilih alat kontrasepsi alami
seperti metode kalender, salah perhitungan masa subur dapat meningkatkan
peluang hamil. Jika Anda ingin memakai metode kalender, pastikan haid
Anda teratur setiap bulannya, sehingga masa subur bisa diperkirakan juga
setiap bulannya.
2. Lupa dengan jadwal kontrasepsi. Jika Anda memilih alat kontrasepsi
seperti pil KB atau KB suntik, Anda harus mengonsumsinya tepat waktu
dan sesuai dengan aturan. Hati-hati, ketidakdisiplinan dalam menjalankan
program dapat meningkatkan peluang untuk hamil. Hal ini dapat terjadi
karena terjadi ketidakseimbangan hormon dalam tubuh.
3. Alat kontrasepsi yang rusak
Jika Anda menggunakan alat kontrasepsi yang rusak tentunya dapat
meningkatkan peluang untuk hamil. Contohnya saja jika Anda memakai
alat kontrasepi seperti kondom yang sudah kedaluwarsa atau rusak. Untuk
mencegah hal ini, pastikan sebelum menggunakan alat kontrasepsi, Anda
memeriksa kondisi serta tanggal kedaluwarsanya.
4. Konsumsi obat yang berinteraksi dengan alat kontrasepsi. Terdapat
beberapa jenis obat yang dapat berinteraksi dengan alat kontrasepsi,
misalnya saja yang berbentuk pil. Konsumsi obat seperti antibiotik dapat
berisiko membuat pil KB tidak dapat berfungsi dengan baik.
5. Menyimpan alat kontrasepsi di tempat yang tidak seharusnya.Jika Anda
menyimpan alat kontrasepsi di rumah, pastikan tersimpan di tempat yang
sesuai dengan aturannya, baik itu dari suhu tertentu atau kondisi ruang
penyimpanannya. Karena jika tidak, alat kontrasepsi akan rusak dan tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
6. Pasutri (pasangan suami istri) masih berusia muda
Jika Anda termasuk pasutri yang masih berusia muda dan termasuk
kategori usia subur, penggunaan alat kontrasepsi biasanya kurang berhasil
untuk menghalangi terjadinya pembuahan. Jadi, wajar jika program KB
Anda pun gagal.
Jika memang ingin berhasil dalam menjalankan program keluarga
berencana, Anda dapat melakukan perlindungan ganda. Contohnya jika
Anda sudah memakai pil KB, saat berhubungan seksual cobalah untuk
tetap menggunakan kondom.
Selain itu, pastikan untuk memeriksakan alat kontrasepsi Anda ke dokter
atau bidan yang biasa dikunjungi secara rutin. Jika saat ini Anda kesulitan
menentukan alat kontrasepsi apa yang sesuai, konsultasikan lebih lanjut
dengan dokter agar program KB bisa berhasil dengan baik dan sesuai
dengan harapan Anda.

B. Kurang Gizi balita


1. Pengertian
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan
yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi,
transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang
tidak dipergunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan
dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi.
(Proverawati, 2009)
Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau
ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan,
aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan.
Kekurangan zat gizi adaptif bersifat ringan sampai dengan berat. Gizi
kurang banyak terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun.
2. Penyebab gizi kurang
Pada umumnya kekurangan gizi sering diidentikkan dengan
konsumsi makanan yang tidak mencukupi kebutuhan atau anak sulit
untuk makan. Sebenarnya, ada berbagai penyebab yang menjadikan
seorang anak dapat mengalami kekurangan gizi. Berikut ini penyebab
kekurangan gizi yang biasa terjadi. (Widodo, 2009)
Lima penyebab anak Anda dapat mengalami kurang gizi:
a. Kurangnya asupan makanan
Ini merupakan penyebab yang paling lazim ditemui. Faktor-faktor
seperti kemiskinan dan rendahnya kebersihan membuat asupan
nutrisi anak tidak optimal.
b. Penyakit ginjal kronik
Anak dengan penyakit ginjal kronik dapat mengalami gejala
anoreksia atau penurunan nafsu makan. Hal ini tentu memicu
kurangnya asupan nutrisi.
c. Adanya penyakit ganas
Pada kondisi seperti leukemia, kebutuhan metabolisme anak akan
meningkat. Peningkatan tersebut membutuhkan lebih banyak
kalori. Apabila asupan tidak mencukupi, maka dapat terjadi
kekurangan gizi.
d. Penyakit jantung bawaan
Anak dengan kondisi kelainan jantung juga membutuhkan kalori
yang lebih tinggi. Hal ini terkait dengan peningkatan beban
jantung.
e. Alergi
Anak-anak yang mengalami alergi perlu menghindari bahan
makanan yang menjadi alergen atau penyebab timbulnya reaksi
alergi.

3. Tanda Dan Gejala gizi kurang


Sebenarnya tanda dan gejala kurang gizi pada balita
tergantung pada jenis kekurangan gizi yang dimiliknya. Namun
beberapa tanda dan gejala gizi kurang yang mudah dikenali,
antara lain:
a. Kelelahan
b. Sifat lekas marah
c. Sistem kekebalan tubuh yang buruk meningkatkan kerentanan
infeksi
d. Kulit kering dan bersisik
e. Pertumbuhan terhambat
f. Perut kembung
g. Waktu pemulihan yang lebih lama dari luka, infeksi, dan
penyakit
h. Massa otot berkurang
i. Perkembangan perilaku dan intelektual yang lambat
j. Gangguan fungsi mental dan masalah pencernaan

4. Faktor penyebab kurangnya gizi pada balita


1. Faktor sosial, yang dimaksud di sini adalah rendahnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya makanan bergizi bagi pertumbuhan
anak. Sehingga banyak balita yang diberi makan “sekadarnya” atau
asal kenyang padahal miskin gizi.
2. Kemiskinan, sering dituding sebagai biang keladi munculnya
penyakit ini di negara-negara berkembang. Rendahnya pendapatan
masyarakat menyebabkan kebutuhan aling mendasar, yaitu pangan
pun seringkali tak bisa terpenuhi.
3. Laju pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan
bertambahnya ketersediaan bahan pangan akan menyebabkan krisis
pangan. Ini pun menjadi penyebab munculnya penyakit KEP.
4. Infeksi. Tak dapat dipungkiri memang ada hubungan erat antara
infeksi dengan malnutrisi. Infeksi sekecil apa pun berpengaruh
pada tubuh. Sedangkan kondisi malnutrisi akan semakin
memperlemah daya tahan tubuh yang pada giliran berikutnya akan
mempermudah masuknya beragam penyakit.
5. Tindak pencegahan otomatis sudah dilakukan bila faktor-faktor
penyebabnya dapat dihindari. Misalnya ketersediaan pangan yang
tercukupi, daya beli masyarakatuntuk dapat membeli bahan
pangan, serta pentingnya sosialisasi makanan bergizibagi balita.

5. Upaya mengatasi gizi kurang


a. pemberian nutrisi berupa kalori dan protein yang cukup untuk anak.
Ini harus dilakukan secara bertahap. Apabila kebutuhan kalori anak
sudah tercukupi dengan baik, barulah asupan protein lain dapat
diberikan dari kadar yang rendah terlebih dahulu.
b. orang tua harus bijak memilih sumber makanan bergizi lengkap
untuk anak. Bahkan kalau perlu, sesuai dengan pedoman gizi
seimbang. Dengan catatan, sumber makanan ini tidak melulu harus
mahal, yang terpenting adalah kebersihan makanan itu tetap terjaga.
LAPORAN STUDI KASUS PASANGAN USIA SUBUR (PUS) YANG
TIDAK KB
1.Metode Penelitian
1.1Metodologi penelitian
merupakan konsep teoritik yang membahas mengenai berbagai metode
atau ilmu metode-metode yang dipakai dalam penelitian. Sedangkan metode
merupakan bagian dari metodologi, yang diinterpretasikan sebagai teknik dan cara
dalam penelitian, misalnya teknik observasi, metode pengumpulan sumber
(heuristik), teknik wawancara, analisis isi, dan lain sebagainya. Berbagai hal yang
berkaitan dengan metodologi penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini
dapat dijelaskan sebagai berikut.
1.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Tanjung Belit Kecamatan Siak
Kecil Kabupaten Bengakalis, dan difokuskan pada tingkat partisipasi pasangan
usia subur terhadap program Keluarga Berencana yang merupakan program
pemerintah untuk memberi pelayanan sosial terhadap masyarakat secara
menyeluruh.
1.3. Populasi dan Sampel
a. Populasi
dalam penelitian ini adalah Pasangan Usia Subur yang mempunyai anak lebih 2
orang yang jumlahnya sebanyak 234 PUS di Desa Tanjung Belit Kecamatan Siak
Kecil Kabupaten Bengkalis. Dari seluruh responden yang berjumlah 234 PUS,
140 PUS diantaranya merupakan PUS yang tidak ikut program KB sedangkan 94
PUS adalah peserta program KB. Karena keterbatasan waktu dan tenaga maka
sampel ditetapkan sebagai wakil dari populasi dengan penghitungan jumlah
sampel sebagai berikut: Untuk PUS yang bukan peserta KB:
140 x 43% = 60 PUS Untuk PUS yang peserta KB : 94 x 43% = 40 PUS
b. Sampel
Pemilihan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu memilih
secara sengaja subjek yang akan diteliti dengan menetapkan kriteria yang sesuai
dengan kebutuhan penelitian. Adapun kriteria yang ditetapkan adalah Ibu rumah
tangga dari pasangan usia subur yang memiliki anak diatas 2 orang. kriteria ini di
tetapkan agar dapat terlihat bagaimana program KB yang dicanangkan oleh
pemerintah tidak diadopsi dengan baik oleh masyarakat Pasangan Usia Subur di
Desa Tanjung Belit Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis.
1.4. Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder.
a. Data Primer Yaitu data penelitian yang diperoleh langsung dari
responden dengan cara melakukan wawancara secara mendalam dan hasil
wawancara di interprestasikan sesuai dengan pemahaman penulis.
b. Data Sekunder Yaitu data yang sudah ada dan diperopleh langsung dari
Desa Tanjung Belit yang berupa dokumen-dokumen, laporan atau buku-buku
mengenai gambaran umum Desa Tanjung Belit, gambaran umum Desa Tanjung
Belit baik dari segi ekonomi, pendidikan, agama, sosial buadaya dan data peserta
KB di Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis.
1.5. Teknik Pengumpulan
Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunaklan adalah :
a. Observasi yaitu cara menghimpun data atau keterangan yang dilakukan
dengan cara mengadakan pengumpulan data secara sistematis terhadap fenomena-
fenomena yang terjadi dilapangan yang dilakukan secara langsung kelapangan
untuk melihat kondisi kehidupan orang-orang yang akan di observasi dengan cara
terjun langsung mewawancarai responden. Dalam menggunakan metode ini,
peneliti langsung berinterkasi dengan para responden dan melakukan observasi
secera langsung untuk melihat bagaimana kondisi keluarga subjek penelitan.
b. Wawancara mendalam yaitu melakukan wawancara dengan responden
yang mana sebelum wawancara dimulai, terlebih dahulu membuat daftar
pertanyaan yang digunakan sebagai pedoman wawancara. Peneliti langsung
memberikan beberapa pertanyaan kepada responden yang mana daftar
pertanyaannya telah disiapkan terlebih dahulu.
1.6. Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan dalam penulisan adalah deskriptif kuantitatif
dimana data yang diperoleh dari hasil wawancara kemudian dilakukan tabulasi
yang kemudian di analisis dengan analisis deskriptif, data dari instansi-instansi,
pengamatan atau sumber lainnya masing-masing data tersebut di olah dalam
bentuk tabel.
2. Pelaksanaan Program Keluarga Berencana Di Desa Tanjung Belit
2.1. Pengetahuan Responden
Tentang Adanya Program KB Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang
diketahui atau disadari oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah
berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan panca
inderanya. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya
untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau
dirasakan sebelumnya Responden tidak semuanya mengetahui tentang adanya
program KB yang terdapat di Desa Tanjung Belit. Dari 60 responden terdapat 33
orang responden atau 55% dari seluruh subjek yang ada mengaku bahwa mereka
mengetahui adanya program KB yang ada di Desa Tanjung Belit. Sementara 27
orang responden atau 45% dari seluruh subjek yang ada mengaku tidak
mengetahui bahwa ada program KB di Desa mereka.
2.2. Alasan Responden
Tidak Mengikuti Program KB Ada berbagai alasan yang mendasari seseorang
dalam mengambil sikap, begitu juga terhadap program KB. Alasan responden
tidak mengikuti program KB dapat dilihat secara internal dan eksternal. Faktor
internal yaitu pendapatan, jumlah anak, kondisi kesehatan sedangkan faktor
eksternal misalnya pengetahuan dan sosialisasi tentang program KB itu sendiri.
2.2.1. Alasan Ekonomi
Persoalan ekonomi merupakan factor yang sangat dominan dalam rumah tangga
sehingga banyaknya Ibu rumah tangga yang tidak mengikuti program KB yang di
sebabkan oleh factor ekonomi keluarganya, padahal yang di selenggarakan oleh
pemerintah agar mengatur jarak anak dan mengatasi kehamilan yang tidak
diinginkan. Dengan adanya program Pemerintah ini dapat meringankan
perekonomian dalam keluarga. Sementara tanggapan mereka tentang program KB
tersubut justru menambah beban keuangan atau beban kebutuhan kehidupan
keluarga, sehingga untuk mengikuti program KB yang di usulkan oleh pemerintah
mereka memiliki banyak pertimbangan dengan pendapatan ekonomi keluarga
mereka yang tidak tinggi. Dapt dilihat pada tbel diatas bahwa responden yang
beralasan tidak memiliki biaya untuk memiliki KB yang berjumlah 43 orang atau
71,67%.
2.2.2. Alasan Pengetahuan
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh
seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang
ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan panca inderanya. Pengetahuan
muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau
kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Persoalan
pengetahuan tidak terlepas dari ekonomi keluarga yang terdapat di Desa Tanjung
Belit, dengan rendahnya pendidikan maka masyarakat sangat berpengaruh
terhadap pengetahuan yang di dimilikinya. Rendahnya pendidikan juga
mempengaruhi pengetahuan seseorang untuk mengetahui program-program yang
telah di adakan oleh pemerintah, seperti halnya program KB yang sudah lama di
adakan Pemerintah tapi masih banyak juga masyarakat yang masih belum
mengetahui program KB tersebut. Ini semua di pengaruhi oleh faktor pendidikan
yang rendah. Adapun alasan dari responden yang tidak mengikuti KB dimana
responden yang mengetahui sebanyak 33 orang dan yang tidak mengetahui
sebanyak 27 responden.
2.2.3. Alasan Umur
Umur merupakan salah satu hal penting yang menjadi alasan seseorang dalam
menerima sesuatu hal atau dalam merespon suatu permasalahan. Begitu juga
dalam berKB. Umur sangat berpengaruh dalam mengikuti peogram pemerintah,
karena dengan umur yang lanjut sangat rentan dengan kesehatan ibu untuk
menggunakan alat kontrasepsi dan beresiko tinggi terhadap kesehatan kandungan
juga. Maka dari itu umur menjadi alasan tersendiri dalam mengikitu KB.
2.2.4. Alasan Budaya
Masyarakat tidak terlepas dari Budaya yang terdapat atau melekat pada dirinya,
sehingga kepercayaan yang lama susah untuk dirubah. Sampai-sampai tidak
dihiraukan dengan kemajuan teknologi dan zaman, seperti halnya program KB ini
sudal lam pemerintah terapkan tetapi msayarakat tidak menghiraukannya.
Berdasarkan temuan dan hasil analisis data dalam penelitian menjelaskan bahwa
data responden berdasarkan agama menunjukkan bahwa mayoritas responden
adalah beragama Islam sebanyak 56 orang (93,80%). Sedangkan responden
lainnya adalah beragama Budha yaitu berjumlah 4 orang (6,20%).
2.3.Alasan Responden
Mengikuti Program KB Sebanyak 25% responden yang menggunakan alat KB
dengan alasan dikarenakan faktor usia lanjut, sebesar 5% karena sudah steril,
sebesar 15% karena faktor ekonomi jika banyak anak takut tidak bisa memenuhi
kebutuhan anak, kemudian sebanyak 5% karena ingin menjaga jarak kelahiran
anak, 20% menyatakan karena anak sudah besar dan sebanyak 10% menyatakan
karena kondisi fisik/kesehatan tidak memungkinkan lagi untuk melahirkan.
Responden yang ingin menekan jumlah anak sebesar 20% karena merasa bahwa
jumlah anak mereka telah cukup dan kondisi ekonomi tidak memungkinkan untuk
memiliki anak yang banyak karena perlunya mengeluarkan biaya yang besar
dengan semakin banyaknya jumlah anak, termasuk biaya pendidikan sekolah.
Dari kecenderungan tersebut dapat ditarik informasi bahwa mayoritas responden
yang merupakan masyarakat desa hanya berpikir tentang jangka pendek, sebab
hanya 5 % dari mereka yang berpikir untuk meningkatkan kualitas hidup anak
melalui pendidikan sekolah dalam jangka panjang.
2.3.1. Alat KB yang Digunakan
Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada tabel 6.9, mayoritas responden
yakni sebesar 60% menggunakan alat suntik KB yang disuntikkan sekali tiap tiga
bulan, hal ini dikarenakan penggunaan alat suntik KB yang mudah dan murah.
Mayoritas responden yaitu sebesar 16% mengaku cocok menggunakan alat suntik
KB, ini berarti efek negatif yang dirasa responden lebih kecil dibandingkan
manfaat yang diperolehnya. responden yang tidak cocok baik karena mengalami
pendarahan, mual, obesitas ringan, dan tidak enak badan, persentase responden
yang cocok jauh lebih besar, hal ini membuktikan bahwa alat KB cocok untuk
digunakan. Responden yang memberikan jawaban tidak tahu sebanyak 11 %
dikarenakan baru menikah dan belum pernah memakai alat KB.
2.3.2 Lama Penggunaan KB
Mayoritas 40% responden menggunakan alat KB selama 1-5 tahun dan
pemakaiannya dilakukan secara bertahap. Setelah mempunyai anak, responden
memakai alat KB dan jika ingin mempunyai anak lagi maka pemakaian alat KB
dihentikan. Sebagian besar responden yaitu 35% baru kurang dari 1 tahun yang
menggunakan alat KB dan sebagian kecil yaitu 5% sudah lebih 10 tahun
menggunakan alat KB. Maka dapat dikatakan bahwa kesadaran masyarakat
menggunakan KB masih rendah karena mayoritas penggunaan KB masih di
bawah 1 tahun.
2.3.3 Peserta KB
Sebagian besar responden yaitu 85% menyatakan yang menggunakan alat KB
adalah istri dan sebagian kecil yaitu 15% yang menggunakan alat KB adalah
suami. Maka dapat dikatakan bahwa partisipasi suami dalam menggunakan alat
KB masih rendah karena mayoritas yang menggunakan KB adalah istri.
2.4. Respon Terhadap Sosialisasi Program KB
Tanggapan masyarakat tentang diadakannya program KB mendapat respon yang
positif dari masyarakat, dan hanya sebagian kecil masyarakat yang menolak
adanya program KB, hanya saja kurangnya perhatian pemerintah terhadap
berjalannya sosialisasi yang seharusnya diberikan secara maksimal terhadap
masyarakat yang semestinya sudah menjalankan program KB tersebut, tetapi
hingga saat ini masyarakat masih banyak yang belum mendapat sosialisasi dari
pemerintah desa.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respon Negatif Masyarakat
Terhadap Keluarga Berencana Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
Pasangan Usia Subur terhadap Program Keluarga Berencana yaitu:
1. faktor Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi respon seseorang, pendidikan yang rendah cenderung memiliki
respon yang lambat dibandingkan seseorang dengan pendidikan yang lebih tinggi
2. Faktor Pekerjaan Pekerjaan seseorang juga merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi respon seseorang, pekerjaan dengan penghasilan yang
rendah cenderung memiliki respon yang kurang baik dibandingkan dengan
seseorang yang bekerja pada posisi yang lebih baik.
3. Faktor Umur Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi respon seseorang, pendidikan yang rendah cenderung memiliki
respon yang lambat dibandingkan seseorang dengan pendidikan yang lebih tinggi.
3. Kesimpulan
1. Kesimpulan
a. Faktor yang mempengaruhi responden untuk tidak ikut KB adalah karena
tingkat pendidikan mereka yang rendah, pekerjaan mereka sebagian besar adalah
petani dan merupakan pasangan berusia 36 hingga 40 tahun yaitu usia yang sudah
tidak subur lagi.
b. Pada desa Tanjung Belit, faktor pendidikan terakhir orang tua cukup
berpengaruh terhadap jumlah anak yang dimiliki. Hal ini ditunjukkan dengan 60%
responden yang berpendidikan terakhir SD memiliki lebih dari dua orang anak
Pendidikan sebagai aspek yang penting belum diprioritaskan oleh sebagian besar
masyarakat, sehingga pola pikir tersebut perlu untuk diubah, termasuk partisipasi
masyarakat dalam program KB, sehingga program KB tidak hanya dipandang
sebagai cara untuk membatasi jumlah anak, tetapi juga bertujuan untuk
meningkatkan kualitas SDM, karena pada dasarnya anak merupakan investasi
yang bernilai ekonomis bagi orang tua di masa yang akan datang.
c. Responden tidak semuanya mengetahui tentang adanya program KB yang
terdapat di Desa Tanjung Belit. Dari 60 responden terdapat 33 orang responden
atau 55% dari seluruh subjek yang ada mengaku bahwa mereka mengetahui
adanya program KB yang ada di Desa Tanjung Belit. Sementara 27 orang
responden atau 45% dari seluruh subjek yang ada mengaku tidak mengetahui
bahwa ada program KB di Desa mereka.
d. Berdasarkan hasil analisis faktor diketahui bahwa faktor yang mmepengaruhi
respon masyarakat desa Tanjung Belit kecamatan Siak Kecil terhadap program
KB adalah faktor pendidikan, pekerjaan, jumlah anak dan usia sedangkan faktor
pendapatan tidak terlalu berpengaruh. Adapun faktor yang paling dominant
mempengaruhi adalah faktor pendidikan responden.
LAPORAN STUDI KASUS KURANG GIZI PADA BALITA
1. METODE PENELITIAN
Jenis dan rancangan penelitian ini termasuk penelitian survei
dengan desain penelitian bilah lintang. Populasi yang dimaksud adalah
seluruh balita dari keluarga nelayan usia 1-5 tahun yang ada di Desa
Bajomulyo Kabupaten Pati Sejumlah 50 balita (Data Desa Bojomulyo
bulan juli 2009). Sampel penelitian ini adalah mencakup seluruh anak
balita dari keluarga nelayan usia 1-5 tahun atau total sampling
sejumlah 50 balita. Sebagai responden dalam penelitian ini adalah ibu
dari anak balita yang menjadi sampel.

2. HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Uji Hubungan antara Variabel
Bebas dengan Kejadian Gizi Kurang
Variabel penelitian Kejadian gizi kurang Jmlh Nilai p
Kurang baik
N % N % n %
Tingkat Konsumsi Energi kurang 19 70,4 8 29,6 27 100,0 0,001
*
Baik 3 13,0 20 87,0 23 100,0
Tingkat konsumsi protein kurang 20 95,2 1 11,8 21 100,0 0,001
*
Baik 2 6,9 27 93,1 29 100,0
Penyakit infeksi Tidak 6 21,4 22 78,6 28 100,0 0,001
terkena *
terkena 16 72,7 6 27,3 22 100,0
Tingkat pengetahuan kurang 15 68,2 7 31,8 22 100,0 0,001
*
Baik 7 25,0 21 75,0 28 100,0
Tingkat pendidikan Tidak 16 69,9 7 30,4 23 100,0 0,001
sekolah *
Menen 6 22,2 21 77,8 27 100,0
gah
Tingkat pendapatan kurang 16 66,7 8 33,3 24 100,0 0,002
Cukup 6 23,1 20 76,9 26 100,0
Jumlah anggota keluarga Catur 12 40,0 18 60,0 30 100,0 0,485
warga
Tidak 10 50,0 10 50,0 20 100,0
catur
warga
Pola asuh kurang 17 45,9 20 54,1 37 100,0 0,640
Baik 5 38,5 8 61,5 13 100,0
Kontribusi protein ikan kurang 8 44,4 10 55,6 18 100,0 0,962
Baik 14 43,8 18 56,3 32 100,0

Keterangan *=berhubungan
Hasil
Pada Tabel 1 disajikan rekapitulasi hasil analisis bivariat.

3. PEMBAHASAN
 Faktor Risiko tinngkat konsumsi energi dengan status gizi balita
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara tingkat konsumsi
energi dengan status gizi balita menggunakan uji chi square didapatkan
nilai p sebesar = 0,001 (nilai p < 0,05) yang berarti ada hubungan antara
tingkat konsumsi energi dengan status gizi balita pada keluarga nelayan
di Desa Bajomulyo Kecamatan Juwana Kabupaten Pati Tahun 2009.
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Wage (2007).
Teori Almatsier (2003) menyatakan bahwa gizi buruk dan gizi kurang
pada anak dapat terjadi karena kekurangan makanan sumber energi
secara umum. Apabila sumber energi yang masuk ke dalam tubuh
melebihi energi yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan maka akan
terjadi status gizi lebih sebaliknya status gizi baik merupakan suatu
keadaan dimana terjadi suatu keseimbangan antara zatzat gizi yang
masuk ke dalam tubuh, sedangkan status gizi buruk dan status gizi
kurang merupakan akibat kurang terpenuhinya kebutuhan dalam waktu
yang lama. Berdasarkan hasil analisis hubungan diketahui ada
hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan status gizi balita.
Dari 21 balita yang tingkat konsumsi protein kurang, 20 (95,2%) balita
mengalami gizi kurang. Sedangkan dari 29 balita yang tingkat
konsumsi protein baik, 2 (6,9%) balita mengalami gizi kurang. Hasil
penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan
oleh Rosita (2001) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
bermakna dari konsumsi protein dengan status gizi. Namun hasil
penelitian ini senada dengan hasil penelitian Firdaus (2003), Wage
(2007) asupan energi dan protein kurang (34,8% dan 31,5%). Konsumsi
protein berpengaruh terhadap status gizi balita. Balita membutuhkan
protein dalam jumlah yang cukup tinggi. Menurut Sediaoetama (2000),
mencukupi kebutuhan protein sangatlah penting untuk mencegah
gangguan protein. Gangguan protein sesungguhnya berpeluang
menyerang siapa saja terutama bayi dan balita yang tengah tumbuh dan
berkembang (Anderson et al, 2008).
 Faktor risiko pennyakit infeksi dengan status gizi balita
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara penyakit infeksi
dengan status gizi balita nilai p sebesar = 0,001 (0,001<0,05) berarti ada
hubungan. Dari 28 balita yang tidak terkena penyakit infeksi, 6
daiantaranya mengalami gizi kurang. Dan 22 balita yang terkena
penyakit infeksi, 16 mengalami gizi kurang. Hasil penelitian tersebut
sejalan dengan hasil penelitian Yakub (2003) yang menyatakan bahwa
ada hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi balita
(x2=12.549, p=0,0001). Penyakit infeksi mempunyai peranan yang kuat
terhadap terjadinya gizi kurang pada balita. Menurut teori Moehdji
(2003), terjadinya penyakit infeksi akan mempengaruhi status gizi dan
mempercepat malnutrisi. Penyakit infeksi menyebabkan penyerapan zat
gizi dari makanan juga terganggu, sehingga nafsu makan hilang dan
mendorong terjadinya gizi kurang atau gizi buruk bahkan kematian
(Cundiff and Harris, 2006). Terdapat 15 balita yang mengalami gizi
kurang dari 22 balita dimana sang ibu memiliki tingkat pengetahuan
yang kurang. Sementara, hanya 7 balita yang mengalami gizi kurang
dari 28 balita yang mempunyai ibu berpengetahuan baik. Hasil
penelitian ini sesuai dengan teori Sediaoetama (2000) bahwa semakin
tinggi pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan maka penilaian
terhadap makanan semakin baik, artinya penilaian terhadap makanan
tidak terpancang terhadap rasa saja, tetapi juga memperhatikan hal-hal
yang lebih luas. Pengetahuan tentang gizi memungkinkan seseorang
memilih dan mempertahankan pola makan berdasarkan prinsip ilmu
gizi. Pada keluarga dengan tingkat pengetahuan yang rendah seringkali
anak harus puas dengan makan seadanya yang tidak memenuhi
kebutuhan gizi. Pengetahuan gizi yang diperoleh ibu sangat bermanfaat
bagi balita apabila ibu berhasil mengaplikasikan pengetahuan gizi yang
dimilikinya (Farida, 2004). Berdasarkan hasil penelitian ada hubungan
antara tingkat pendidikan dengan kejadian kurang gizi balita, dari 23
ibu balita yang memiliki pendidikan tidak tamat SD sampai tamat SMP
terdapat 16 balita (69,9%) mengalami kurang gizi. Sedangkan dari 27
ibu balita yang memiliki pendidikan menengah sampai perguruan
tinggi, hanya 6 balita mengalami gizi kurang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu yang lebih tinggi
cenderung mempunyai anak dengan status gizi yang lebih baik. Namun
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wage
(2007) bahwa tidak ada hubungan antara status gizi balita dengan
tingkat pendidikan (p=0,53). Menurut teori Sediaoetama (2000), tingkat
pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan
memahami pengetahuan gizi dan kesehatan. Selain itu pendidikan orang
tua merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak,
karena dengan pendidikan yang baik maka orang tua dapat menerima
segala informasi tentang cara pengasuhan anak yang baik, cara menjaga
kesehatan anak dan pendidikannya. Demikian juga wanita yang tidak
berpendidikan biasanya mempunyai anak lebih banyak dibandingkan
yang berpendidikan lebih tinggi. Mereka yang berpendidikan lebih
rendah umumnya sulit diajak memahami dampak negatif dari bahaya
mempunyai anak banyak, sehingga anaknya kekurangan kasih sayang,
kurus dan menderita penyakit infeksi (Farida, 2004). Uji chi square
didapatkan nilai p sebesar = 0,004 (nilai p < 0,05) berarti ada hubungan
antara tingkat pendapatan dengan status gizi balita Penyebab utama gizi
kurang pada anak balita adalah rendahnya penghasilan keluarga. Pada
umunya jika pendapatan naik jumlah dan jenis makanan cenderung juga
membaik. Pendapatan keluarga sangat mempengaruhi terhadap
konsumsi makanan sehari-hari. Apabila pendapatan rendah maka
makanan yang dikonsumsi tidak mempertimbangkan nilai gizi, tetapi
nilai materi lebih menjadi pertimbangan. Hasil penelitian ini sesuai
dengan teori oleh Supariasa (2002) yang menyebutkan bahwa
pendapatan keluarga mempengaruhi pola makan, proporsi anak yang
mengalami gizi kurang berbanding terbalik dengan pendapatan
keluarga. Semakin kecil pendapatan penduduk semakin tinggi
prosentase anak yang kekurangan gizi. Hasil analisis hubungan
menunjukkan nilai p sebesar = 0,640 (nilai p > 0,05) berarti tidak ada
hubungan antara pola asuh dengan status gizi balita. Dari 37 ibu yang
memiliki pola asuh kurang baik, terdapat 17 balita kurang gizi.
Sedangkan 13 ibu yang memiliki pola asuh baik, terdapat 5 balita
mengalami gizi buruk. Pola asuh balita adalah kemampuan keluarga
dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan
terhadap anak agar dapat tumbuh dengan sebaik-baiknya secara fi sik,
mental, dan sosial. Pola pengasuhan anak berupa sikap perlakuan ibu
dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makanan, merawat,
menjaga kesehatan dan kebersihan, memberikan kasih sayang, dan
sebagainya. Akan tetapi hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori di
atas karena walaupun pola asuh ibunya cukup tetapi balita menderita
penyakit infeksi sehingga balita kesulitan mencerna dan menelan
makanan serta penyerapan zat gizi dalam tubuh terganggu (Adi, 2006).
Hasil analisis menunjukkan tidak ada hubungan antara jumlah anggota
keluarga dengan status gizi balita (nilai p sebesar = 0,768). Terdapat 12
balita gizi kurang dari 30 keluarga, dan terdapat 10 balita gizi kurang
dari 20 keluarga tidak catur warga (>=4).
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian Adi (2006)
berdasarkan data hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan kurang gizi pada
anak balita KEP ringan dan sedang di wilayah Puskesmas Sekaran
Kecamatan Gunungpati Semarang tahun 2005.
Dari hasil bivariat diperoleh p=0,685. Jarak kelahiran anak yang
terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu ba-nyak akan mempengaruhi
asupan zat gizi dalam keluarga, kesulitan mengurus, dan kurang bisa
menciptakan suasana tenang di rumah. Kasus kurang gizi lebih banyak
ditemukan pada keluarga besar dibandingkan keluarga kecil. Jumlah
anak yang kelaparan dari keluarga besar hampir 4 kali lebih banyak
dibandingkan jumlah dari jumlah anak yang keluarga kecil. Sehingga
anak-anak yang dihasilkan dari keluarga demikian lebih banyak yang
kurus, punya daya pikir yang lemah, kurang darah, dan terserang
penyakit. Diharapkan dengan keluarga kecil selain kesejahteraan lebih
terjamin maka kebutuhan akan pangan juga akan lebih baik terpenuhi
daripada keluarga dengan jumlah besar (Anderson et al., 2008). Tidak
ada hubungan antara kontribusi protein ikan dengan status gizi balita
(nilai p=0,616). Dari 18 yang memiliki kontribusi protein ikan kurang,
terdapat 8 (44,4%) balita gizi kurang. Sementara dari 32 yang memiliki
kontribusi protein ikan baik, terdapat 14 (43,8%) balita mengalami gizi
kurang. Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi pangan keluarga. Bahan
keluarga nelayan sangat tergantung pada usaha perikanan, baik
perikanan tangkap maupun perikanan budidaya yang banyak
mengandung sumber protein yang tinggi, vitamin A, yodium, mineral,
dan kandungan asam lemak omega 3 yang sangat dibutuhkan untuk
kehidupan dan kesehatan manusia yang dapat memenuhi semua
kebutuhan gizi manusia (Matsuo et al., 2009).

4. Kesimpulan
Prevalensi gizi kurang balita di Desa Bajomulyo Kecamatan
Juwana Kabupaten Pati mengalami peningkatan dari tahun 2008 sebesar
24% dengan jumlah balita 12 dan pada 2009 sebesar 36% sebanyak 18
balita dari 50 balita yang menjadi sampel penelitian. Ada hubungan antara
tingkat konsumsi energi (nilai p=0,001), tingkat konsumsi protein (nilai p
=0,001), penyakit infeksi (nilai p=0,001), tingkat pengetahuan(nilai
p=0,002), tingkat pendidikan (nilai p=0,001), dan tingkat pendapatan
(nilai p=0,002) dengan status gizi balita pada keluarga nelayan di Desa
Bajomulyo Kecamatan Juwana Kabupaten Pati. Tidak ada hubungan
antara pola asuh (nilai p=0,640), jumlah anggota keluarga (nilai p=0,485)
dan kontribusi protein ikan (nilai p=0,962) dengan status gizi balita pada
keluarga nelayan di Desa Bajomulyo Kecamatan Juwana Kabupaten Pati.

REFERENSI
InformasidasargerakanKbnasional, BKBN:1992
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.2006. Partisipasi Pria dalam KB
dan Kesehatan Reproduksi, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga
Berencana Kota Pekanbaru
Prawirodihardjo,sarwono.2005.ilmukebidanan.jakarta:yayasanbinapustaka
sarwono prawirodihadjo
https://keluargaindonesia.id/infografik/pelayanan-kb-dan-kontrasepsi-
kenali-caranya-agar-bermanfaat--nyata
http://www.lusa.web.id/program-kb-di-indonesia
http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas

Anda mungkin juga menyukai