PEMBAHASAN
Salah satu usaha untuk memahami bahasa yang dilakukan oleh Roman Jakobson yaitu
dengan cara pendekatan linguistik dan pengetahuan neurologis. Roman Jakobson
mengambil penderita afasia sebagai objek penelitian terkait dengan kemampuan
berbahasa. Jakobson mengkategorikan dua kendala yang dialami penderita apasia, yaitu
pertama gangguan persamaan (similarity), ketidakmampuan untuk menggunakan
metafora atau kelemahan operasi metalinguistik. Kedua, gangguan kedekatan
(contiguity), ketidakmampuan menggunakan metonimi atau ketidakmampuan untuk
menjaga hirarki unit linguistik. Perkembangan wacana secara linguistik menurut
Jakobson bergerak pada poros semantik yang berbeda, yaitu metaforis dan metonimis dan
menurutnya gejala ini, identik dengan penderita apasia yang mengamali similarity
disorder dan contiguity disorder. Para penderita apasia ini, biasanya hanya mampu
menggunakan metafora dan metonimi.
Dua figur retorik pokok, metafora dan metonimi, merupakan figur ekuivalensi dalam arti
bahwa keduanya secara khas mengajukan suatu entitas yang berbeda sebagai hal yang
mempunyai status ekuivalensi dengan apa yang menjadi subjek pokok figur. Dalam puisi
menurut Jakobson beroperasi dua aspek dasar struktur bahasa, yakni gambaran metaphor
retoris (kesamaan) dan metonimia (kesinambungan).
METONIMIA (ROMAN JAKOBSON)
Metonimi merupakan Majas yang berupa pemakaian nama ciri atau nama hal
yang ditautkan dengan orang, barang, atau hal sebagai penggantinya, misal ia menelaah
Chairil Anwar (karyanya); olahragawan itu hanya mendapat perunggu (medali perunggu)
Dua figur retorik pokok, metafora dan metonimi, merupakan figur ekuivalensi
dalam arti bahwa keduanya secara khas mengajukan suatu entitas yang berbeda sebagai
hal yang mempunyai status ekuivalensi dengan apa yang menjadi subjek pokok figur.
Dalam puisi menurut Jakobson beroperasi dua aspek dasar struktur bahasa, yakni
gambaran metaphor retoris (kesamaan) dan metonimia (kesinambungan).
AFASIA (ROMAN JAKOBSON)
SIMILARITY DISORDER
Bagi penderita aphasia tipe pertama dengan gangguan pada seleksi, konteks
merupakan faktor yang sangat diperlukan dan paling menentukan. Pasien aphasia jenis ini
cenderung berbicara reaktif: ia mudah terlibat dalam percakapan tetapi sulit memulai
sebuah dialog. Semakin banyak ucapannya bergantung pada konteks, semakin baik ia
mengulang dengan ucapan verbal. Contohnya, kalimat “sedang hujan” tidak bisa dibuat
kecuali kalau pengucapnya melihat bahwa memang benar-benar sedang hujan (Jakobson,
1956: 63).
Dalam teori tentang bahasa sejak awal Abad Pertengahan yang menegaskan
bahwa kata yang berada di luar konteks sama sekali tidak memiliki makna, bagaimana
pun juga khusus untuk aphasia teristimewa aphasia tipe pertama (Jakobson, 1956: 64).
Sejak kata-kata khusus memiliki jumlah informasi yang lebih tinggi daripada homonimi,
beberapa aphasis dengan tipe ini menambahkan konteks yang berbeda dari sebuah kata
dengan istilah berbeda, masing-masing kata khusus untuk lingkungan yang ditampilkan.
CONTIGUITY DISORDER
Bagi penderita aphasia tipe kedua dengan gangguan contiguity disorder dapat
dipahami melalui metonimi. Gangguan ini bisa disebut sebagai sakit sintagmatik yakni
hilangnya kemampuan mengorganisasi kata secara sintagtik kedalam sebuah unit yang
lebih tinggi (Jakobson, 1956:72). Susunan kata menjadi kacau-balau. Di sini, pasien
memang mudah memahami, mengulang dan secara spontan mengucapkan kata tertentu
namun tidak bisa memahami dan mengulang rangkaian yang bukan-bukan.
Oleh sebab itu, pasien dengan gangguan contiguity dapat dibantu melalui metonimi
di mana kata yang berasal dari akar kata yang sama secara semantik dikaitkan melalui
hubungan. Ini disebut dengan mode kombinasi yakni menggabungkan unit makna yang
berbeda secara bersamaan dengan menempatkan mereka dalam konteks yang sama.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Berdasarkan Makalah di atas maka dapat disimpulkan bahwa Metafora itu sebagai
hubungan antar tanda secara paradigmatik. Analoginya adalah seperti hubungan
saudara.berdasarkan makalah di atas roman jakobson mengemukakan ada dua cara usaha untuk
memahami bahasa yang dilakukan yaitu secara linguistik dan pengetahuan neurologis,dengan
dua konteks penderita Metafora yaitu "similiarity"dan "continguity". sedangkan Metonimia
adalah hubungan tanda secara sintagmatik,atau untuk analoginya seperti hubungan
tetangga.berdasarkan makalah di atas ada beberapa jenis penderita Metonimia yaitu
seperti,Afasia, similiarity disorder,dan continguity. berdasarkan makalah di atas diharapkan
pembaca ataupun penulis mampu memahami konteks Metafora dan Metonimia dengan
seksama,mampu memahami penggunaan bahasa.
B.saran
Kami menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat jauh dari
kesempurnaan.Oleh karena itu kami sebagai penulis berusaha memberikan yang terbaik. dengan itu,kami
sebagai penulis sangat membutuhkan saran,kritik dan tanggapan dari pembaca,untuk meningkatkan
kemampuan kami sebagai penulis di kemudian harinya.makalah diatas sangat penting untung di pelajari
khususnya bagi para mahasiswa/mahasiswi.
REFERENCES
http://www.atadiken.com/2020/01/penggunaan-konsep-metafora-dan-metonimi.html
http://www.sarang-kalong.com/2014/02/metafora-dan-metonimia-roman-
jakobson.html
https://ngerti.wordpress.com/2010/11/27/dari-roman-jakobson-untuk-metafora-desti-
laela/
http://www.sarang-kalong.com/2014/02/metafora-dan-metonimia-roman-
jakobson.html?m=1#:~:text=Roman%20Jakobson%20menjelaskan
%20METONIMIA%20sebagai,sekitarnya%20sehingga%20menghasilkan
%20rangkaian%20sintagma.&text=METAFORA%20dijelaskan%20Roman
%20Jakobson%20sebagai%20hubungan%20antartanda%20secara
%20paradigmatik.
http://www.atadiken.com/2020/01/penggunaan-konsep-metafora-dan-metonimi.html?
m=1