Anda di halaman 1dari 4

Mustahik Menjadi Muzakki di Bidang Kewirausahaan

Pendahuluan
A. Latar Belakang
Saat ini masyarakat Indonesia, khususnya umat islam sedang dihadapkan pada berbagai
persoalan, salah satunya adalah kemiskinan. Masih banyak orang yang termasuk kategori
miskin (kurang lebih 28,3 juta jiwa) dengan penghasilan rata – rata Rp. 300.000 per
orang.1 Salah satu solusi dalam islam untuk mengurangi kesenjangan sosial yang terjadi
di masyarakat adalah berzakat. Ibadah zakat menekankan pada kesadaran untuk
mengeluarkan harta yang dimiliki dan diperoleh secara halal dan bersih untuk diberikan
kepada mereka yang membutuhkan. Zakat adalah ibadah yang mengandung dua dimensi,
yaitu dimensi habluminallah yaitu mengatur hubungan antara manusia dengan
penciptanya dan habluminannas yaitu mengatur hubungan antara manusia dengan
manusia. Zakat merupakan ajaran yang melandasi tumbuh berkembangnya kekuatan
sosial ekonomi islam, seperti rukun islam yang lain. Pada dasarnya tujuan zakat untuk
muzakki, yaitu zakat mensucikan jiwa dari sifat kikir, mendidik berinfak, berakhlak yang
baik, merupakan manivestasi syukur atas nikmat Allah, juga dapat membantu harta.
Sementara untuk penerima zakar (mustahik) untuk penerima dari kebutuhan hidup dan
dapat menghilangkan sifat benci dan dengki yang sering menyelimuti hati mereka jika
melihat orang kaya yang kikir. Sebagai tujuan zakat dilihat dari tujuan sosial, yaitu
sumber dana zakat tersebut dapat bernilai ekonomi, merealisasikan fungsi harta sebagai
alat perjuangan menegakkan agama Allah, dan mewujudkan kesejahteraan sosial ekonomi
masyarakat pada umumnya.

Isi Pembahasan

Saat ini masih banyak masyarakat mustahik (orang yang berhak menerima zakat)
dengan ini banyak beberapa cara untuk menjadikannya muzakki (orang yang memberi zakat),
salah satunya adalah dalam bidang kewirausaan. Bidang kewirausahaan saat ini sudah begitu
banyak, hampir masyarakat sekarang sudah memiliki usaha sendiri dan sudah menjadi
muzakki. Masyarakat mustahik masih lemah mentalnya, dimana sebagian dana bantuan yang
seharusnya dapat digunakan dalam kegiatan produksi dijadikan sumber pemenuhan
kebutuhan (konsumsi). Kendala yang dihadapi saat ini adalah rendahnya pengetahuan dan
pengalaman mustahik dalam berwirausaha. Maka dari itu dengan melakukan kegiatan
pelatihan untuk memberikan ilmu keterampilan di bidang kewirausahaan atau menjadi
UMKM untuk masyarakat mustahik (orang yang berhak menerima zakat) yang produktif.
Dengan ini diharapkan mustahik dapat berdaya, mengembangkan, kesejahteraan,
kemandirian. Dan pada akhirnya para mustahik harus lebih tinggi derajat kehidupannya serta
dipindahkan mampu mengubah statusnya menjadi wajib zakat atau muzakki. Kegiatan
pelatihan diperlukan untuk mustahik agar mampu berkembang, berinovasi, kreatifitas, dan
1
Didin Hafidhuddin, “Ulama Penggiat Zakat” ( http://pusat.baznas.go.id/beritaartikel/ulama-penggiat-zakat,
diakses pada 29 Juli 2020).
ilmu yang didapat diterapkan dalam usahanya. Dan diharapkan di kemudian hari bisa menjadi
muzakki. Dalam zakat usaha produktif pada tahap awal harus mampu mendidik mustahik
sehingga benar – benar siap untuk berubah. Karena tidak mungkin kemiskinan itu dapat
berubah kecuali dimulai dari perubahan mental. Zakat yang dihimpun dalam jangka panjang
harus dapat memberdayakan mustahik sampai pada dataran pengembangan usaha. Program –
program yang bersifat konsumtif ini hanya berfungsi sebagai stimulan atau rangsangan
berjangka pendek, sedangkan program pemberdayaan ini harus diutamakan. Makna
pemberdayaan dalam arti yang luas ialah memandirikan mitra, sehingga mitra dalam hal ini
mustahik tidak selamanya tegantung pada amil. Untuk itu kegiatan pemberdayaan perlu
dilnegkapi dengan pendidikan dan pelatihan kewirausahaan.2
Diperlukan pusat – pusat pelatihan dan pendidikan wirausaha yang berkelanjutan.
Mewadahi pendidikan dan pelatihan kewirausahaan untuk masyarakat mustahik melalui
pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal dapat dijadikan wahana sebagai proses
pemberian kekuatan yang difokuskan untuk pemanfaatan pemecah masalah, khususnya yang
lebih dioreintsikan kepada yang mempengaruhi struktur sosial ekonomi. Dalam program
diklat kewirausahaan ini adanya keseimbangan antara ranah pengetahuan, ranah kemauan,
ranah sikap, dan ranah keterampilan. Jadi, dengan pendidikan dan pelatihan kewirausahaan
diharapkan masyarakat mustahik akan mempunyai kesadaran diri, memliki motivasi untuk
mengangkat dirinya memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan menolong dirinya sendiri.
Melalui pelatihan ini para mustahik diberikan konsep – konsep kewirausahaan dengan segala
macam seluk – beluk permasalahan yang ada didalamnya. Tujuan pelatihan ini adalah untuk
memberikan wawasan yang lebih menyeluruh dan aktual sehingga dapat menimbulkan
motivasi, disamping itu diharapkan memiliki teknik kewirausahaan dalam berbagai aspek,
antara lain :
1) Mengetahui karakteristik dan proses kewirausahaan
2) Mengerti perencanaan produk dan proses pengembagan produk
3) Mampu mengidentifikasi peluang bisnis dan menciptakan kreativitas serta
membentuk organisasi kerjasama
4) Mengerti dasar – dasar marketing, keuangan, organisasi, produksi.
5) Mampu memimpin usaha menghadapi tantangan masa depan.

Pelatihan ini sebaiknya diberikan lebih aktual dengan mengujikan pengelolaan praktek hidup
berwirausaha, baik oleh mereka yang memang bergelut didunia usaha, atau contoh – contoh
konkrit yang terjadi dalam praktek usaha. Melalui pelatihan semacam ini diharapkan
mustahik dapat mencermati adanya kiat – kiat tertentu yang harus dijalankan, sehingga dapat
dihindari sekecil mungkin adanya kegagalan dalam pengembangan kegiatan
kewirausahaannya. Penyaluran zakat dalam bentuk bantuan modal usaha kepada mustahik
baik langsung maupun tidak langsung, yang pengelolaannya dapat dilakukan juga tidak
memerlukan mustahik sasaran. Penyaluran dana zakat ini diarahkan pada usaha ekonomi
produktif atau zakat produktif yang diharapkan dapat menghasilkan taraf kesejahteraan
mustahik. Penyaluran zakat dalam bentuk ini adalah bantuan darurat pemberdayaan dalam
bentuk program atau kegiatan yang berkelanjutan.
2
Siti Najma, “Optimalisasi Peran Zakat untuk Pengembangan Kewirausahaan Umat Islam”, Jurnal Media
Syariah Vol. 16 NO. 1, 2014. Hal. 161 – 162.
Kesimpulan

Zakat produktif bisa dioptimalkan pemanfaatannya dalam rangka pemberdayaan


ekonomi umat, melalui pengembangan kewirausahaan bagi mustahik. Mustahik dapat
mengembangkan usahanya secara mandiri dan menjadi seorang muzakki. Semakin banyak
mustahik yang bisa meningkat posisinya menjadi muzakki, tingkat kemiskinan umat islam
menurun, dan akhirnya dapat mengkokohkan taraf ekonomi dan sosial serta meningkatkan
martabat bangsa, agama, dan peradaban umat islam. Mengubah mustahik menjadi
wirausahawan yang berhasil dan mandiri secara ekonomi bukan perkara mudah. Tahap –
tahap yang bisa dilalui untuk mewujudkan mustahik menjadi muzakki di bidang
wirausahawan yang sukses, diantaranya :
1) Insentif ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan dasar mustahik
2) Pendidikan dan pelatihan kewirausahaan untuk memberikan wawasan
kewirausahaan sehingga dapat menimbulkan motivasi berwirausaha sekaligus
memilki teknik kewirausahaan dalam berbagai aspek
3) Dalam melakukan pemberdayaan kewirausahaan umat yaitu apabila usaha yang
dijalani mustahik sampai tahap kemandirian usaha. Apabila kemnadirian usaha
sudah dicapai mustahik, maka posisi mustahik telah berubah menjadi muzakki.

Daftar Pustaka
Didin Hafidhuddin, 2014. Ulama Penggiat Zaka.
http://pusat.baznas.go.id/beritaartikel/ulama-penggiat-zakat (diakses pada 29 Juli 2020).

Najma, Siti. 2014. Optimalisasi Peran Zakat untuk Pengembangan Kewirausahaan Umat
Islam. Jurnal Media Syariah 16 (1). 161 – 162.

Anda mungkin juga menyukai