Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Amfibi adalah kelompok terkecil di antara vertebrata, dengan jumlah hanya


3.000 spesies. Seperti ikan dan reptilia, amfibi adalah hewan berdarah dingin. Ini
berarti amfibi tidak dapat mengatur suhu badannya sendiri. Untuk itu, amfibi
memerlukan matahari untuk menghangatkan badan. Awalnya amfibi mengawali
hidup di perairan dan melakukan pernapasan menggunakan insang. Seiring
dengan pertumbuhannya paru-paru dan kakinya berkembang dan amfibi pun dapat
berjalan di atas daratan.

Gambar 1.1. Larva katak ( berudu ). A, Pandang


Vental. B, Pandang Lateral. C Pandang Dorsal

( sumber gambar : http://3.bp.blogspot.com/-bAhM6PH2URc / U1kDbjvMPpI / AAAAAAAAAKc /

LaonJhFlKzo / s1600 / berudu . jpg )

Amfibi dijumpai diseluruh dunia kecuali di kutub. Mereka menempati


sejumlah habitat yang berbeda-beda seperti hutan hujan, kolam, dan danau.
Mereka juga ada di daerah berumput di lereng pegunungan tinggi, bahkan juga di

Ekskresi dan Osmoregulasi pada Amfibi 1


gurun. Meskipun amfibi dewasa dapat bertahan hidup selama periode kemarau
panjang, umumnya mereka membutuhkan tempat-tempat lembab seperti sungai
dan kolam. Di wilayah hutan hujan tropis yang lembab, banyak katak dapat
bertahan hidup tanpa memiliki sumber air tetap.

Sebagai hewan yang berdarah dingin, amfibi tidak aktif dalam kondisi
dingin. Pada kondisi ini mereka melakukan hibernasi, biasanya dalam lumpur di
dasar kolam. Musim kawin amfibi sering berlangsung kacau. Amfibi jantan dan
betina berkumpul bersama dalam jumlah besar. Setelah membuahi telur, biasanya
amfibi tidak lagi mempedulikan telurnya. Hanya sedikit jenis amfibi yang
melindungi telur. Umumnya spesies amfibi kecil mengandalkan penyamaran atau
melarikan diri saat terancam pemangsa. Ada pula amfibi yang mengandalkan kulit
yang mencolok untuk menakuti musuh. Ada jenis amfibi yang mempunyai racun.

Katak beracun dari Amerika Selatan memiliki warna yang mencolok


sebagai tanda bahaya pemangsanya. Racun katak sangat kuat ‘racun emas’ yang
dimiliki kodok dart dari kolombia misalnya, dapat menewaskan sekitar 1.000
orang sekaligus. Kebanyakan orang kesulitan dalam membedakan anggota dari
kelas amphibia yaitu antara katak dan kodok. Maka dari itulah kita perlu
mengenal kelas amphibia lebih jauh lagi.

Gambar 1.2. Katak racun


emas, Phyllobates terribilis
( sumber gambar : http://3.bp.blogspot.com/-tQm572Sfg7s / TrwuXoZxPxI / AAAAAAAAIb4 /

qwtSuHCFzds / s1600 / 1a . jpg )

Ekskresi dan Osmoregulasi pada Amfibi 2


BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi dan Fungsi Sistem Ekskresi


a. Definisi Sistem Ekskresi

Sistem Ekskresi adalah  sistem yang berperan dalam pengeluaran zat


sisa metabolisme yang sudah terakumulasi dalam tubuh agar kesetimbangan tubuh
tetap terjaga. Sistem ekskresi merupakan hal yang pokok dalam homeostasis
karena sistem ekskresi tersebut membuang limbah metabolisme dan merespon
terhadap ketidakseimbangan cairan tubuh dengan cara mengekskresikan ion-ion
tertentu sesuai kebutuhan. Sebagian besar sistem ekskresi menghasilkan urin
dengan cara menyaring filtrat yang diperoleh dari cairan tubuh. Sistem ekskresi
sangat beraneka ragam, tetapi semuanya mempunyai kemiripan fungsional.

Beberapa istilah yang erat kaitannya dengan ekskresi:

a)         Defekasi: yaitu proses pengeluaran sisa pencernaan makanan yang disebut
feses. Zat yang dikeluarkan belum pernah mengalami metabolisme di dalam
jaringan. Zat yang dikeluarkan meliputi zat yang tidakl diserap usus sel epitel,
usus yang rusak dan mikroba usus.

Ekskresi dan Osmoregulasi pada Amfibi 3


b)        Ekskresi: yaitu pengeluaran zat sampah sisa metabolisme yang tidak
berguna lagi bagi tubuh.

c)         Sekresi: yaitu pengeluaran getah oleh kelenjar pencernaan ke dalam


saluran pencernaan. Getah yang dikeluarkan masih berguna bagi tubuh dan
umumnya mengandun genzim.

d)        : yaitu proses pengeluaran zat dari rongga tubuh, baik dari rongga yang
kecil (saluran air mata) maupun dari rongga yang besar (usus).

Secara umum, sistem ekskresi memelihara homeostasis dengan tiga cara, yaitu:

1) Mengeluarkan sisa metabolisme,

Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang


bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa
metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat.
Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat
makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa
tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa
zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan
PH) dalam darah.

Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya


sebagai pelarut. Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein,
merupakan zat yang beracun bagi sel.

Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika
untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat
yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa
hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada
kantong empedu.

Ekskresi dan Osmoregulasi pada Amfibi 4


Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi
warna pada tinja dan urin. Asam urat merupakan sisa metabolisme yang
mengandung nitrogen (sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih
rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah. Tugas
pokok alat ekskresi ialah membuang sisa metabolisme tersebut di atas walaupun
alat pengeluarannya berbeda-beda.

Amonia dihasilkan dari proses deaminiasi asam amino. Amonia merupakan


bahan yan sangat racun dan merusak sel. Hewan- hewan yang mengekskresikan
amonia disebut amonotelik.

Bagi hewan yang hidup di darat amonia menjadi masalah untuk kelangsungan
hidupnya jika di timbun dalam tubuhnya. Karena itu pada hewan yang hidup di
darat amonia segera di rubah di dalam hati menjadi persenyawaan yang kurang
berbahaya bagi tubuhnya yaitu dalam bentuk urea dan asam urat.

2) Mengatur konsentrasi sebagian besar penyusun cairan tubuh,

Air dalam urine pada hewan-hewaan darat diabsorbsi oleh tubuh untuk
penghematan. Meskipun cara hidup dan habitat mempunyai oeran penting pada
ekskresi sisa metabolisme yang mengandung nitrogen.

Organisme multiselular memiliki proses ekskresi yang lebih kompleks. Alat


ekskresi pada manusia dan vertebrata lainnya berupa ginjal, paru-paru, kulit, dan
hati, sedangkan alat pengeluaran pada hewan invertebrata berupa nefridium, sel
api, atau buluh Malphigi.

3) Osmoregulasi

Sebagian besar Amphibi adalah hewan air atau semi akuatik. Telurnya


diletakkan dalam air, dan larvanya adalah hewan air yang bernafas dengan insang.
melalui metamorphosis, kebanyakan Amphibi (tidak semua) mengubah alat
pernafasannya dengan paru-paru. Beberapa salamander tetap memiliki insang dan
tetap hidup dalam air setelah dewasa. Dan kebanyakan katak dilain pihak berubah
menjadi hewan darat, meskipun biasanya masih tetap memilih habitat berair.

Ekskresi dan Osmoregulasi pada Amfibi 5


Regulasi osmotic Amphibi mirip ikan air tawar, kulitnya berperan sebagai
organ osmoregulasi utama. Pada saat hewan berada dalam air tawar,terdapat aliran
osmotic air ke dalam tubuhnya melalui kulit. Sehingga urin yang akan
dikeluarkan akan menjadi sangat encer. Sebaliknya, apabila tidak sedang berada
di air, katak dapat mereabsorbsi kembali air yang terdapat di kandung kemih.
Sehingga, ui yang akan dihasilkan akan menadi pekat. Barsama urin ikut terbuang
garam-garam. Selain itu, garam dan mineral juga dapat dilepaskan melalui
kulitnya..

Katak dan salamander umumnya adalah hewan air tawar, akan mati dalam
beberapa jam bila ditaruh dalam air laut, jadi katak dan salamander
adalah  regulator hiperosmotik sempit. Namun ada sejenis katak pemakan
kepiting, hidup didaerah rawa mangrove, mencari makan dan berenang dalam air
laut.Pada saat katak berada dalam air laut ia menjadi hewan hiosmotik. Untuk
mencegah kehilangan air osmotic melalui kulitnya, katak menambah umlah urea
dalam darahnya, yang dapat mencapai 480 mmol urea perliter. Mekanisme ini
beralasan, sebab kulit amphibi relative permeable terhadap air, sehinggan secara
sedarhana untuk mencegah kehilangan air dibuat konsentrasi osmotic darah
seperti mediumnya.

Gambar 2.1. Salamander, Ambystoma maculatum (kiri)

Katak racun emas, Phyllobates terribilis ( kanan )

( sumber gambar : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/b/b2/SpottedSalamander.jpg )

Ekskresi dan Osmoregulasi pada Amfibi 6


Karena urea essensial bagi katak untuk hidup normal, maka urea ditahan
dalam tubuh dan tidak diekskresikan bersama urin. Pada hiu, urea ditahan melalui
reabsorbsi aktif dalam tubuli ginjal. Pada katak pemakan kepiting, urea ditahan
dengan mereduksi volume urin pada saat katak berada dalam air laut. Nampaknya
urea tidak direabsorbsi secara aktif, sebab konsentrasi urea dalam urin tetap dalam
keadaan sedikit di atas urea dalam plasma.

Katak pemakan kepiting, yang muda memiliki toleransi lebih besar terhadap
salinitas tinggi dari pada yang dewasa. Pada katak muda, pola regulasi
osmotiknya mirip dengan teleostei sedangkan yang dewasa mirip Elasmobrankhii.

b. Fungsi Sistem Ekskresi

Fungsi system ekskresi, antara lain:

1. Membuang limbah yang tidak berguna dan beracun dari dalam tubuh.

2. Mempertahankan keseimbngan cairan tubuh (osmoregulasi).

3. Mempertahankan temperatur tubuh dalam kisaran normal (termoregulasi).

Anatomi dan Fisiologi Dari Sistem Organ Ekskresi

Organ Ekskresi Pada Amphibi

Organ ekskresi amphibi, antara lain:

– Ginjal
– Paru-paru
– Kulit
– Insang

      2.4.2 Mekanisme Sistem Ekskresi

Mekanisme Sistem Ekskresi Pada Ginjal

- Pada amphibi ren bertipe mesonephros atau opistoneohros.

- Terletak di kanan dan kiri tulang belakang.

- Ginjal berwarna merah kecokelat¬cokelatan.

Ekskresi dan Osmoregulasi pada Amfibi 7


- Ginjal sebagai alat penyaring akan mengeluarkan zat sisa, yaitu garam-
garam mineral dan cairan dari darah.

- Ekskresi melalui ginjal Ouropoetica

Di sini alat-alatnya letaknya retroperitoneal (di luar peritonium), dan


terdiri atas:

1) Ren bertype mesonephros, sepasang dikanan kiri columna vertebralis,


memanjang craniaoaudal, berwarna merah coklat.

2) Ductus mesonephridicus (ureter) merupakan saluran halus, masing-


masing keluar dorsolateral menuju ke caudal dan bermuara di dorsal
cloaca. Ductus ini di sebut juga ductus woffii. Pada betina muara di
sebelah mediocaudal dari muara-muara uterus.

3) Vesica urinaria (kantung kemih) merupakan sebuah kantung tipis


sebagai tonjolan dari dinding cloaca.

Alat ekskresi pada katak ialah ginjal opistonefros yang


dihubungkan dengan ureter di vesika urinaria. Berwarna merah
kecokelatan serta terletak di kanan dan kiri tulang belakang. Alat ekskresi
lainnya ialah kulit, paru-paru, dan insang. Pada katak jantan, saluran ginjal
dan saluran kelaminnya bersatu, sedangkan katak betina tidak. Saat
mengalami metamorfosis, amfibi mengubah ekskresi amonia menjadi
urea. Hal ini terjadi saat larva berubah jadi berudu dan hewan darat
dewasa. Seperti halnya ikan, ginjal pada katak juga berperan dalam
pengaturan kadar air dalam tubuh.

Ginjal amphibi sama dengan ginjal ikan air tawar yaitu berfungsi
untuk mengeluarkan air yang berlebih. Karena kulit katak permeable
terhadap air, maka pada saat ia berada di air, banyak air yang masuk ke
tubuh katak secara osmosis. Pada saat ia berada di darat harus melakukan
konservasi air dan tidak membuangnya. Katak menyesuaikan dirinya
terhadap kandungan air sesuai dengan lingkungannya dengan cara
mengatur laju filtrasi yang dilakukan oleh glomerulus, sistem portal renal
berfungsi untuk membuang bahan-bahan yang diserap kembali oleh tubuh
selama masa aliran darah melalui glomerulus dibatasi. Katak juga
menggunakan kantung kemih untuk konservasi air. Apabila sedang berada
di air, kantung kemih terisi urine yang encer. Pada saat berada di darat air

Ekskresi dan Osmoregulasi pada Amfibi 8


diserap kembali ke dalam darah menggantikan air yang hilang melalui
evaporasi kulit. Hormon yang mengendalikan adalah hormon yang sama
dengan ADH.

Katak dapat mengatur laju filtrasi dengan bantuan hormon, sesuai


dengan kondisi air di sekitarnya. Ketika berada dalam air dengan jangka
waktu yang lama, katak mengeluarkan urine dalam volume yang besar.
Namun, kandung kemih katak dapat dengan mudah terisi air. Air tersebut
dapat diserap oleh dinding kandung kemihnya sebagai cadangan air ketika
katak berada di darat untuk waktu yang lama.

Mekanisme Sistem Ekskresi Pada Paru-Paru

- Pada katak pulmo berjumlah sepasang dan berlobus 3.


- Tugas paru-paru adalah untuk membuang karbon dioksida serta
uap air yang tidak berguna bagi tubuh.
- Sepasang paru-paru pada katak berbentuk seperti balon elastis
tipis yang diliputi kapiler darah.
- Dinding bagian dalam paru-paru ini memiliki lipatan-lipatan
yang berperan sebagai perluasan.
- Paru-paru ini dihubungkan dengan semacam bronkus pendek
yang berhubungan dengan rongga mulut. Katak tidak memiliki
tulang rusuk dan diafragma.
- Mekanisme inspirasi dan ekspirasi terjadi karena kontraksi atau
relaksasinya otot-otot rahang bawah dan otot perut.
- Mekanisme inspirasi dan ekspirasi terjadi karena kontraksi
otot-otot rahang bawah dan otot perut.
- Rongga mulut membesar ketika otot rahang bawah
(submaksilaris) mengendur, dan otot sternohioideus di bagian
bawah rahang berkontraksi.
- Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan dalam rongga mulut
sehingga terjadi aliran udara melalui rongga mulut dan koane.
- Ketika otot submaksilaris dan otot genio hioideus berkontraksi,
rongga mulut mengecil.
- Koane menutup dan celah faring membuka sehingga udara
terdorong masuk ke dalam paruparu. Kemudian, di dalam paru-
paru terjadi pertukaran gas.
- Pada proses ekspirasi, otot submaksilaris kembali berelaksasi
dan otot sternohioideus serta otot-otot perut berkontrasi

Ekskresi dan Osmoregulasi pada Amfibi 9


sehingga menekan paru-paru dan mendorong udara kaya CO2
keluar rongga mulut.
- Segera setelah celah faring menutup dan koane membuka, otot
submaksilaris dan otot geniohioideus berkontraksi sehingga
rongga mulut mengecil.
- Akibatnya, udara yang kaya CO2 tertekan keluar.
- Pernapasan dengan menggunakan kulit dapat berlangsung
ketika berada di darat maupun di air.
- Kulit katak tipis dengan lendir yang dihasilkan oleh kelenjar
pada kulitnya.
- Selain itu, memiliki banyak kapiler yang merupakan
perkembangan dari sistem pernapasan menggunakan insang
luar.
- Pada saat berada dalam stadium larva, organ yang dimiliki
bukanlah paru-paru, tetapi insang luar.
- Insang luar berupa lipatan-lipatan kulit yang mengandung
banyak pembuluh darah.
- Pada salamander, salah satu jenis Amphibia, insang luar ini
tetap ada hingga hewan tersebut dewasa.

Mekanisme Sistem Ekskresi Pada Kulit

Pernafasan ini berlangsung baik pada waktu didarat


maupun di dalam air. Hal ini mungkin karena kulit tipis, kaya
dengan capilar-capilar yang merupakan lanjut dari arteri cutanea,
dari arteri pulmonalis yang membawa darah venous menuju ke
kulit.

Pembuluh-pembuluh darah dalam dinding cavum oris juga


penting untuk pernapasan. Anyaman-anyaman capillair dalam
mucosanya mengalami modifikasi. Setiap capillair membentuk
tonjolan ke permukaan, hal ini tidak hanya memperluas
vascularisasi tetapi juga memungkinkan aliran enjadi lambat,
sehingga pertukaran gas lebih efisien. Hal yang jarang terjadi pada
vertebrata ialah vascularisasi epithelium oleh capillair-capillair
yang terdapat pada rana.

Mekanisme Sistem Ekskresi Pada Insang

Ekskresi dan Osmoregulasi pada Amfibi 10


Dalam bentuk berudu (kecebong) hidupnya di air, bernapas
dengan insang dan kulit. Katak dewasa biasa hidup di darat, dan
bernapas dengan paru-paru dan kulit. Cara pengambilan oksigen
dapat melalui kulit dan selaput mulutnya.

Berudu mempunyai tiger pasang insang luar yang letaknya


di be-lakang kepala. Insang luar dibentuk dari lembaran-lembaran
kulit luar dan banyak mengandung kapiler darah. Dengan
menggetarkan insang-insang ini maka pergantian air selalu terjadi
dan oksigen yang terlarut dapat berdifusi ke dalam pembuluh-
pembuluh kapiler darah. Setela berudu berusia ± 9 hari maka
terbentuklah insang dalam. Insang dalam ini juga berfungsi seperti
insang luar.
 

Ekskresi dan Osmoregulasi pada Amfibi 11


B. Fisiologi osmoregulasi pada Amphibi

Osmoregulasi pada amphibi dapat dilakukan melalui tiga cara,


yaitu:

1) Melalui Hati
Osmoregulasi pada hati bertujuan untuk membuang racun yang
terdapat didalam darah. Racun yang didapat berasal dari darah yang
dialirkan dari anyaman pembuluh kapiler darah yang berasal dari system
pencernaan. Selanjutnya, racun tersebut akan dibuang dari tubuh melalui
urine dan feses. Dengan demikian, konsentrasi darah dapat terjaga dalam
batas normal.

Gambar 2.2. Hati katak

( sumber gambar : http://linoit.com/entry/image/4681596 )

2) Melalui Ginjal

Ekskresi dan Osmoregulasi pada Amfibi 12


Ginjal berfungsi sebagai penyaring darah. Proses penyaringan darah
meliputi tiga tahapan proses, yaitu:
i. Darah yang dating melalui arteri interlobular akan memasuki
glomerulus. Di glomerulus, terjadi proses filtrasi yang akan
menghasilkan urine primer yang kemudian urine primer tersebut
akan mengalami proses reabsorbsi.
ii. Pada tahapan reabsorbsi, tubuh akan menyerap kembali zat-zat
yang mungkin masih di perlukan. Zat-zat tersebut meliputi air
ataupun garam-garam mineral yang mungkim masih diperlukan
oleh tubuh. Proses reabsorbsi ini sangat dipengaruhi oleh kerja
hormone ADH yang di sekresikan oleh kelenjar hipofisis.
iii. Urine yang telah mengalami proses reabsorbsi kemudian akan
dialirkan menuju vesika urinaria melalui duktus kolektivus. Yang
selanjutnya akan dibuang dari tubuh melalui ureter sebagai urine

Gambar 2.3. Sistem Urogenital pada Katak

( sumber gambar : https://lh5.googleusercontent.com/-hx8o_hu2ee8 / UECODvRmnfI / AAAAAAAAADg /


Gwmi9aa0A_o / s400 / urogenital_kodok . jpg )

3) Melalui Kulit

Ekskresi dan Osmoregulasi pada Amfibi 13


  Osmoregulasi pada katak juga dapat berlangsung melalui kulit.
Pada umumnya amfibi memiliki kulit yang tipis, banyak pembuluh darah
dan selalu basah. Kondisi kulit tersebut pada amfibi berperan sebagai
alatrespirasi. Bahkan beberapa jenis amfibi paru-parunya mereduksi
sehingga system respirasi hanya menggunakan kulit saja atau disebut
repirasi cutaneous (Hutchin et.al, 2003; Iskandar, 1978; Cox, 1967 ).
Suatu struktur yang sangat cocok sebagai organ yang dapat
mengalami difusi dan osmosis. Hal ini menyebabkan katak dapat
mengambil air ataupun mineral yang ia perlukan melalui kulitnya. Kulit
katak cenderung bersifat permiabel terhadap air. Oleh sebab itu, apabila
katak berada di dalam air, katak akan menghasilkan urine yang sangat
encer untuk menjaga homoeostasis tubuhnya. Sedangkan apabila ia sedang
berada di darat, katak dapat mereabsorbsi kembali air yang terkandung di
dalam urine untuk mengatasi evaporasi yang ia alami melalui kulitnya.
Sehingga, urin yang dihasilkan menjadi lebih pekat daripada saat ia
berada di dalam air atau lingkungan yang basah/lembab.

Gambar 2.4. Kulit katak yang tipis dan lembab

( sumber gambar : https://c2.staticflickr.com/4/3072/2749701721_88199a97b0.jpg )

Ekskresi dan Osmoregulasi pada Amfibi 14


BAB III

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Alfiandri,Firza. 2013 . Osmoregulasi dan Eksresi . http:// belajarbiologi02 .


blogspot . co . id / 2013 / 08 / makalah-osmoregulasi-dan-eksresi.html .
diakses pada tanggal 30 september 2015

Dwinuda, Kartika Sari . 2013 . Anatomi katak . http:// kartikadwinusa . blogspot .


co . id / 2013 / 04 / anatomi-katak.html . Diaksek pada 30 september 2015

Rizqi, Kholila . 2012 . Sistem Eksresi Vertebrata . http:// kholilar . blogspot . co .


id / 2012 / 10 / sistem-eskresi-osmoregulasi-vertebrata.html . diakses pada
tanggal 28 september 2015

Rahayu, Sri . 2014 . Osmoregulasi . http:// sriatinrahayu . blogspot . co . id /


2014 / 01 / osmoregulasi.html. diakses pada tanggal 25 september 2015

Santoso, Lucia Maria . 2012 . Struktur Vertebrata . Palembang : Universitas


Sriwijaya

Tanpa nama . 2011 . Sistem Urogenital Amfibi . http:// zonabawah . blogspot . co .


id / 2011 / 07 / sistem-urogenital-amfibiamphibia.html. daiakses pada
tanggal 28 september 2015

Ekskresi dan Osmoregulasi pada Amfibi 15


Tanpa nama . 2011 . Kulit dan kelenjar amfibi . http:// zonabawah . blogspot . co .
id / 2011 / 07 / kulit-dan-kelenjar-kulit-amfibiamphibia.html . diakses pada
tanggal 28 september 2015

Qurniawan, Tony Febri dan Deera Army Pramana . tanpa tahun . “Mikroanatomi
Kelenjar Kulit Duttaphrynus melanostictus (Schneider,1799) dan
Kalaoula baleata (Muller,1836) (Amphibia, Anura) . Yogyakarta :
Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada

Ekskresi dan Osmoregulasi pada Amfibi 16

Anda mungkin juga menyukai