Oleh:
Nurazizah Tamsil (12010520056)
Widia Oktaviani (12010527401)
Ika Annisa Fitri (12010520047)
Zefi Zarita (12010527263)
Afri Drajad (12010510098)
Armayadha Sihombing (12010520055)
Munawarah Lestari (12010522644)
KELAS 1 C
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
1442 H/2020
KATA PENGANTAR
Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan............................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap perbuatan manusia itu ada yang baik dan ada yang tidak baik
atau buruk. Baik dan buruk merupakan dua istilah yang banyak digunakan
untuk menentukan suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang.
Pernyataan tersebut dapat dijadikan indikator untuk menilai perbuatan itu
baik atau buruk sehingga dapat dilatar belakangi sesuatu yang mutlak dan
relatif.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
Ukuran baik dan buruk yang dikenal dalam ilmu akhlak antara lain :
1. Nurani
Jiwa manusia memiliki kekuatan yang mampu membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk. Kekuatan tersebut dapat mendorongnya berbuat
1
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2014. Hlm 198
2
baik dan mencegahnya berbuat buruk. Jiwanya akan merasa bahagia jika
telah berbuat baik dan merasa tersiksa jika telah berbuat buruk. Kekuatan ini
disebut nurani. Masing – masing individu memiliki kekuatan yang berbeda
satu sama lain. Perbedaan kekuatan ini dapat menyebabkan perbedaan
persepsi tentang sesuatu yang dianggap baik dan yang dianggap buruk.
2. Rasio
Rasio merupakan anugerah Tuhan yang diberikan kepada manusia, yang
membedakannya dengan makhluk lain. Dengan rasio yang dimiliki, manusia
dapat menimbang mana perkara yang baik dan yang buruk. Dengan akalnya
manusia dapat menilai bahwa perbuatan yang berakibat baik layak disebut
baik dan dilestarikan, dan begitu sebaliknya. Penilaian rasio manusia akan
terus berkembang dan mengalami perubahan sesuai dengan pengalaman –
pengalaman yang mereka miliki.2
3. Adat
Adat istiadat yang berlaku dalam kelompok ataupun masyarakat tertentu
menjadi salah satu ukuran baik dan buruk anggotanya dalam berperilaku.
Melakukan sesuatu yang tidak menjadi kebiasaan masyarakat sekitarnya
ataupun kelompoknya akan menjadi problem dalam berinteraksi. Masing –
masing kelompok atau masyarakat tertentu memiliki batasan – batasan
tersendiri tentang hal – hal yang harus diikuti dan yang harus dihindari.
Sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat satu belum tentu demikian
menurut masyarakat yang lain. Mereka akan mendidik dan mengajarkan
anak-anak mereka untuk melakukan kebiasaan–kebiasaan yang mereka
anggap baik dan melarang melakukan sesuatu yang tidak menjadi kebiasaan
mereka.3
4. Pandangan Individu
Kelompok atau masyarakat tertentu memiliki anggota kelompok atau
masyarakat yang secara individual memiliki pandangan atau pemikiran yang
berbeda dengan kebanyakan orang di kelompoknya. Masing–masing
individu memiliki kemerdekaan untuk memiliki pandangan dan pemikiran
tersendiri meski harus berbeda dengan kelompok atau masyarakatnya.
Masing–masing individu memiliki hak untuk menentukan mana yang
dianggapnya baik untuk dilakukan dan mana yang dianggapnya buruk.
5. Norma Agama
2
Zahri, Mustafa. Ilmu Tasawuf. Surabaya: PT. Bina Ilmu. 2001. Hlm 203
3
Valiudin, Mir. Tasawuf dalam AlQur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2002. Hlm 105
3
Seluruh agama di dunia ini mengajarkan kebaikan. Ukuran baik dan
buruk menurut norma agama lebih bersifat tetap, bila dibandingkan dengan
ukuran baik dan buruk dimata nurani, rasio, adat istiadat, dan pandangan
individu. Keempat ukuran tersebut bersifat relatif dan dapat berubah sesuai
dengan ruang dan waktu. Ukuran baik dan buruk yang berlandaskan norma
agama kebenarannya lebih dapat dipercaya dan dapat
dipertanggungjawabkan, karena norma agama merupakan ajaran Tuhan
Yang Maha Suci.
4
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2014. Hlm 201
4
sebagaimana telah diuraikan diatas, dan belakangan ditumbuh kembangkan
freud.
Menurut paham ini banyak yang disebut perbuatan yang banyak
mendatangkan kelezatan, kenikmatan, dan kepuasan nafsu biologis. Aliran
ini tidak mengatakan bahwa semua perbuatan mengandung kelezatan,
melainkan adapula yang mendatangkan kesedihan, dan apabila ia disuruh
memilih manakah perbuatan yang harus dilakukan,maka yang dilakukan
adalah yang mendatangkan kelezatan. Epicurus sebagai peletak dasar paham
ini mengatakan bahwa kebahagiaan atau keezatan itu adalah tujuan
manusia.tidak ada kebaikan dalm hidup selain kelezatan dan tidak ada
keburukan kecuali penderitaan. Dan akhlaq itu tak lain dan tak bukan adalah
berbuat untuk menghasilkan kelezatan dan kebahagiaan serta keutamaan.
Keutamaan itu tidak mempunyai nilai tersendiri,tetapi nilainya terletak pada
kelezatan yang menyertainya.
5
Menurut paham ini yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai
dengan kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang
tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam pahan ini keyakinan teologis,
yakni keimanan kepada tuhan sangat memegang peranan penting, karena
tidak mungkin orang mau berbuat sesuai dengan kehendak Tuhan, jika yang
bersangkut tidak beriman kepada-Nya. Menurut Poedjawijatna aliran ini
dianggap yang paling baik dalam praktek. Namun terdapat pula keberatan
terhadap aliran ini, yaitu karena ketidak umuman dari ukuran baik dan buruk
yang digunakannya.
Diketahuia bahwa di dunia ini terdapat bermacam-macam agama, dan
masing-masing agama menentukan baik buruk menurut ukurannya masing-
masing. Agama Hindu, Yahudi, Kristen dan islam, misalnya, masing-masing
memiliki pandangan dan tolak ukur tentang baikdan buruk yang satu dan
lainnya berbeda-beda. Poedjawijatna mengatakan bahwa pedoman itu tidak
sama, malahan di sana- sini tampak bertentangan: misalnya tentang
poligami, talak dan rujuk, aturan makan dan minum, hubungan suami dan
istri dan sebagainya.
Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada
petunjuk al-qur’an danal-hadis. Jika kita perhatikan al-qur’an atau hadis
dapat dijumpai berbagai istilah yang mengacu kepada baik dan ada pula
yang mengacu kepada yang buruk. Diantara istilah yang mengacu kepada
yang baik misalnya al-hasanah, thayyibah, khairah.
Al-hasanah sebagaimana dikemukakan oleh Al-raghib al- Asfahani
adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang
disukai atau dipandang baik. Al-hasanah terbagi menjadi 3 bagian, pertama
hasanah dari segi akal, kedua dari segi hawa nafsu/keinginan dan hasanah
dari segi pancaindera. Pemakaian kata al-hasanah kta jumpai pada ayat-ayat
yang berbunyi :
ُ اِنَّقلى اَحْ َسـنُ ِه َي بِالَّتِ ْي َو َجا ِد ْلهُ ْم ْال َح َسنَـ ِة َو ْال َموْ ِعظَـــ ِة َم ِة بِ ْال ِح ْك َربِّكَ َسبِيْـــ ِل اِ ٰلـىا ُ ْد
ع
َ ﴾بِ ْال ُم ْهتَـــــ ِد ْينَا َ ْعلَ ُم َوهُ َو َسبِيْـــلِه َع ْن١٢٥
َ َّض َّل بِ َم ْن اَ ْعلَ ُم ه َُو َرب
﴿ك
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
6
tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk” (Q.S al-Nahl, 16: 125)”.
Adapun kata at-tayyibah khusus digunakan untuk menggambarkan
sesuatu yang memberikan kelezatan kepada pancaindera dan jiwa seperti
makan dan sebagainya. Hal ini misalnya terdapat pada ayat yang berbunyi :
“Kami turunkan kepadamu “manna” dan “salwa”. Makanlah dari
makanan yang baik-baik yang kami berikan kepadamu. (Q.S. al-baqarah,
2:57)”.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sesuatu yang disebut baik atau buruk itu relatif, karena bergantung pada
pandangan dan penilaian masing-masing yang merumuskannya dan pengertian
ini bersifat subjektif, karena bergantung pada individu yang menilainya.
Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khair dalam bahasa
arab, atau good dalam bahasa inggris. Louis Ma’luf dalam kitabnya, Munjid,
mengatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang telah mencapai
kesempurnaan
8
DAFTAR PUSTAKA