Disusun oleh :
Drs. Ali Ridlo, MSi NIP. 196609261993031001
Ir. Endang Supriyantini, MSi NIP. 196504201992032001
Ir. Sri Sedjati, MSi NIP. 196904101994032004
Ir. Sri Redjeki, MSi NIP. 195912141991032001
Dr. Dra. Wilis Ari S, Msi NIP. 196511101993032001
Tim Asisten Biokimia 2021
LABORATORIUM KIMIA
DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
1
UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN
2
DAFTAR ISI
MODUL I KARBOHIDRAT
Topik 1 Analisa Kualitatif Karbohidrat
Topik 2 Hidrolisis Karbohidrat
Topik 3 Ekstraksi Alginat
Topik 4 Mengisolasi kitin dari cangkang udang/krustacea
MODUL II LIPIDA
Topik 1 Menentukan bilangan asam dan bilangan penyabunan
lemak
Topik 2 Mengekstraksi lipida dari sampel hasil laut
3
MODUL I
TOPIK I : ANALISIS KUALITATIF KARBOHIDRAT
Tujuan :
1. Mengidentifikasi keberadaan karbohidrat dalam suatu bahan
2. Mengetahui reaksi yang terjadi pada identifikasi karbohidrat
4
Alat
1. Tabung reaksi
2. Pipet tetes
3. Bunsen/pemanas
Bahan
1. Pereaksi Molisch
2. Asam sulfat pekat
3. -naftol
4. amilum
5. sukrosa
6. laktosa
7. glikogen
8. maltosa
9. galaktosa
10. fruktosa
11. glukosa
12. arabinosa
Cara Kerja
1. Uji Molisch
a. Reagen Molisch : masukkan 2,5 g -naftol ke dalam 50 mL etanol 95%
b. Masukkan 1 mL larutan xylosa, arabinosa, glukosa, galaktosa, fruktosa,
laktosa pati dan akuades ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 2 tetes
reagen Molisch. Kocok dengan hati-hati, tambahkan asam sulfat pekat
melalui dinding tabung. Amati warna yang terbentuk
2. Uji Bial
Uji Bial digunakan untuk membedakan antara pentosa dengan
heksosa. Pentosa membentuk furfural dalam larutan asam yang selanjutnya
bereaksi dengan orsinol dan FeCl3 membentuk warna hijau biru, sedangkan
heksosa yang membentuk 5-hidroksimetilfurfural menghasilkan warna hijau,
coklat atau merah.
a. Reagen Bial : Larutkan 3 g orsinol dalam HCl pekat 1 L, tambahkan 3 ml
larutan FeCl3 10%)
b. Masukkan 1 mL larutan xylosa, arabinosa, glukosa, galaktosa, fruktosa,
laktosa pati dan akuades ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 1 mL reagen
Bial, panaskan sampai mendidih. Catat warna yang terjadi. Jika tidak ada
perbedaan warna tambahkan 2,5 mL akuades dan 2,5 ml 1-pentanol.
5
a. Reagen Seliwanoff : (larutkan 0,5 g resolsinol ke dalam 1 L larutan HCl-
air 1:2)
b. Masukkan 1 mL larutan xylosa, arabinosa, glukosa, galaktosa, fruktosa,
laktosa pati dan akuades ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 2 mL reagen
Seliwanoff. Masukkan tabung-tabung tersebut ke dalam penangas air
mendidih. Amati hasil tiap 1 menit selama 5 menit.
4. Uji Benedict
a. Reagen Benedict : 173 g Natrium sitrat hidrat, 100 g natrium karbonat
anhidrous dalam 800 mL akuades, panaskan, kemudian saring.
Tambahkan 17,3 g CuSO4.5H2O (larutkan dalam 100 mL akuades).
Encerkan sampai 1 L.
b. Masukkan 1 mL larutan xylosa, arabinosa, glukosa, galaktosa, fruktosa,
laktosa pati dan akuades ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 2 mL reagen
Benedict dan panaskan selama 2-3 menit. Uji positif jika terbentuk warna
merah, coklat atau kuning.
6. Uji Tollens
a. Reagen Tollens : Larutkan 3 g AgNO3
b. Masukkan 1 mL larutan xylosa, arabinosa, glukosa, galaktosa, fruktosa,
laktosa pati dan akuades ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 2-3 mL
reagen Tollens. Panaskan, maka akan terjadi cermin perak dalam dinding
tabung reaksi.
7. Uji Fehling
a. Reagen Fehling : Fehling A: 34,64 g kristal CuSO4 di larutkan dalam
akuades yang telah diberi beberapa tetes asam sulfat encer, lalu tambahkan
akuades sampai 500 mL. Fehling B : Larutkan 60 g NaOH dan 173 g
natrium kalium tartarat dalam akuades sampai 500 mL. Reagen Fehling
digunakan dengan mencampurkan Fehling A dan Fehling B dalam jumlah
yang sama.
b. Masukkan 1 mL larutan xylosa, arabinosa, glukosa, galaktosa, fruktosa,
laktosa pati dan akuades ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 2-3 ml
larutan Fehling, panaskan dalam waterbath dengan air mendidih selama 3-
6
4 menit. Reaksi positif jika warna larutan Fehling hilang dan terbentuk
endapan merah bata/kuning.
7
MODUL I
TOPIK II : HIDROLISIS KARBOHIDRAT
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air,
berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang
dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk
fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai
sumber energi yang penting.
Pati (starch) marupakan polisakarida karbodrat yang banyak terdapat dalam
biji-bijian seperti padi, jagung maupun umbi-umbian seperti ketela dan kentang.
Fraksi terdiri dari 2 komponen yang dapat dipisahkan berdasarkan kelarutannya
dalam air panas. Amilosa merupakan komponen terlarut (20%), mempunyai struktur
linier, memberikan warna biru dengan uji iod. Sedangkan amilopektin (80%)
merupakan komponen yang tidak larut dalam air panas, strukturnya bercabang.
Dengan uji iod menghasilkan warna ungu sampai merah.
Amilosa amilopektin
8
Hasil hidrolisis pati setiap 3 menit (identifikasi dengan iodium)
Lama Hidrolisis (menit) Warna Hasil hidrolisis
3 Biru Amilosa
6 Ungu Amilopektin
9 Violet Amilopektin
12 Merah Eritrodekstrin
15 Kuning coklat Akrodekstrin
18 Kuning pucat Maltosa
21 Kuning pucat glukosa
9
Hidrolisis amilosa oleh a-amilase terjadi melalui dua tahap. Tahap
pertama adalah degradasi menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara
acak. Degradasi ini terjadi secara cepat diikuti pula dengan menurunnya
viskositas dengan cepat. Tahap kedua relatif lambat dengan pembentukan
glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir. Sedangkan untuk amilopektin,
hidrolisis dengan a-amilase menghasilkan glukosa, maltosa dan berbagai jenis
a-limit dekstrin yang merupakan oligosakarida yang terdiri dari 4 atau lebih
residu gula yang semuanya mengandung ikatan a-1,6 glikosidik (Suhartono,
1989).
Tujuan :
1. Mengidentifikasi hasil hidrolisis amilum
2. Mengidentifikasi hasil hidrolisis sukrosa
Alat :
1. Pipet ukur
2. Tabung reaksi
3. Pipet ukur
Bahan :
1. Larutan amilum 1 %
2. Larutan Sukrosa 1%
3. Larutan iodium
4. Reagen Benedict
5. Reagen Barfoed
6. Reagen Seliwanoff
7. Larutan HCl 2N
8. Larutan HCl pekat
9. Larutan NaOH 2%
10. Kertas lakmus
Cara kerja
1. Masukkan ke dalam tabung reaksi 5 ml amilum 1 %, kemudian tambahkan 2,5
ml HCl 2N
2. Campurlah dengan baik , lalu masukkan ke dalam penangas air mendidih
3. Setelah 3 menit, ambil 2 tetes larutan pati, tambahkan 2 tetes iodium dalam
porselen uji. Catat perubahan warna yang terjadi
4. Lakukan uji iod tiap 3 menit dan amati warna yang terjadi, sampai warna
menjadi kuning pucat
5. Lanjutkan hidrolisis 5 menit lagi
6. Setelah itu dinginkan, ambil 2 ml larutan hasil hidrolisis, lalu netralkan
dengan NaOH 2%. Uji dengan kertas lakmus
7. Uji dengan reagen benedict, amati hasil yang diperoleh.
10
Hasil Pengamatan
Perlakuan Hidrolisis Hasil uji iod Hasil hidrolisis
(mnt)
Amilum 1 % + 2,5 3
ml HCl 2N, + 6
pemanasan 9
12
15
18
21
Sukrosa
Cara Kerja :
1. Masukkan 5 ml sukrosa 1% ke dalam tabung reaksi, lalu tambahkan 5 tetes
HCl pekar
2. Campurlah dengan baik, kemudian panaskan dalam penangas air mendidih
selama 30 menit
3. Dinginkan !, setelah dingin netralkan dengan larutan NaOH 2%, uji dengan
kertas lakmus
4. Lakukan uji Benedict, Seliwanoff dan Barfoed
5. Catat hasil, dan simpulkan!
Hasil Pengamatan
Perlakuan Uji Hasil uji
Sukrosa 1% + 5 tetes Benedict
HCl pekat, + Seliwanoff
pemanasan Barfoed
11
MODUL I
TOPIK III : EKSTRAKSI ALGINAT DARI RUMPUT LAUT
Rumput laut merupakan salah satu sumber daya hayati yang banyak terdapat
di perairan Indonesia. Sudah sejak lama rumput laut dimanfaatkan sebagai bahan
pangan, obat-obatan dan kosmetika, salah satu diantaranya adalah alginat. Alginat
yang memiliki mutu food grade harus bebas dari selulose dan warnanya sudah
dilunturkan sehinggga terang dan putih.
12
Polimer alginat dibentuk dari hubungan antara C-1 dan C-4 tiap monomer dan
dihubungkan oleh ikatan eter oksigen. Polimer alginat terdiri dari 3 jenis, yaitu
polimer M (manuronat), polimer G (guluronat), dan polimer MG. Polimer M
dibentuk dari struktur ekuatorial gugus C-1 dan C-4 dan membentuk polimer lurus,
sedangkan polimer G dibentuk dari struktur aksial. Perbedaan struktur polimer ini
menyebabkan polimer G lebih banyak digunakan untuk proses pembentukan gel
alginat dengan penambahan ion Ca2+. Ion tesebut akan menggantikan ion H+ pada
gugus karboksilat dan membentuk jembatan ion penghubung antara polimer G yang
satu dengan yang lainnya. Hubungan antar polimer G ini akan membentuk struktur
egg-box.
Sifat koloid, membentuk gel, dan hidrofilik menyebabkan senyawa ini banyak
digunakan sebagai emulsifier, pengental, dan stabilizer dalam industri. Sifat hidrofilik
alginat dimanfaatkan untuk mengikat air dalam proses pembekuan makanan. Pada
makanan yang dibekukan, polimer ini mempertahankan jaringan makanan. Selain itu,
polimer ini dapat digunakan sebagai emulsi lemak dalam pembuatan saus dan
mengenyalkan, menjaga tekstur, serta menghasilkan rasa yang enak dalam pembuatan
pudding. Alginat juga dimanfaatkan dalam dunia kosmetik karena sifatnya yang dapat
mengikat air dan mudah menembus jaringan. Hal ini menyebabkan polimer ini terikat
sempurna pada jaringan kulit dan mempertahankan kelembaban (hidrofilik) dan
elastisitas kulit.
Cara kerja :
1. Keringkan rumput laut Sargassum sp., lalu timbang 50 gr
2. Potonglah dengan ukuran 0,5 – 1,0 cm
3. Rendam dalam larutan HCl 0,5 % pada suhu 50oC selama 10 menit, kemudian
saring dan cucilah
4. Rendam dalam NaOH 1 % pada suhu 50 oC selama 10 menit, kemudian saring
dan cuci
5. Lakukan ekstraksi dengan Na2CO3 4% pada suhu 50 oC selama 30 menit,
kemudian disaring
6. Tambahkan NaOCl 12 % ke dalam filtrat, dinginkan pada suhu 10 oC.
7. Asamkan dengan HCl pekat sampai pH = 3, kemudian saring dan angin-
anginkan asam alginat yang diperoleh
8. Tambahkan larutan NaOH 0,1 N sampai pH = 7
9. Endapkan dengan butanol selama 24 jam
10. Saring endapan sodium alginat yang terjadi, kemudian keringkan di bawah
sinar matahari selama 7 hari
11. Timbanglah sodium alginat yang diperoleh, hitung kadar alginat dalam
Sargassum sp.
Hasil Pengamatan :
Berat rumput laut Berat alginat Rendemen
13
MODUL I
TOPIK IV : ISOLASI KITIN DARI CANGKANG
UDANG/KEPITING
Kitin merupakan senyawa polisakarida yang banyak terdapat dalam hewan
infertebrata terutama krustacea. Dalam tumbuhan kitin hanya terdapat dalam fungi
dan alga hijau. Cangkang merupakan sumber protein yang potensial karena
disamping ketersediaannya yang banyak juga karena kadar proteinnya yang rendah.
Pada umumnya kitin terdapat dalam bentuk terikat dengan senyawa lain seperti
protein, CaCO3, dan beberapa pigmen.
Kitin merupakan polisakarida rantai panjang dan tidak bercabang, nama
ilmiahnya adalah N-asetil-2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa yang dihubungkan
melalui ikatan (1-4), nama lainnya adalah poli--(1-4)-n-asetil-D-glukosamin
dengan rumus molekul (C8H13NO5). Kitin merupakan senyawa yang mudah
dimodifikasi, salah satu turunan kitin adalah kitosan yang diperoleh dengan cara
deasetilasi kitin. Secara alami kitosan ditemudan dalam dinding sel alga.
Kitin dan turunannya banyak dibutuhkan diberbagai bidang misalnya untuk
perawatan kulit karena sifatnya yang mampu menjaga kelembaban. Disamping itu
juga digunakan dalam penjernihan air dan pengolahan limbah.
Tujuan :
Memperkenalkan cara isolasi kitin dari biota laut
Alat :
1. Timbangan
2. Pemanas/kompor
3. Penangas air
4. Kain mori
Bahan :
1. Rumput laut Sargassum sp
2. Larutan HCl 2N
3. Larutan NaOH 5 %
Cara kerja :
A. Isolasi kitin :
1. Bersihkan cangkang dengan cara dicuci dengan air yang mengalir
2. Keringkan dalam ovn pada suhu 100 oC selama satu jam
3. 100 g cangkang yang telah kering dihancurkan dan dilembutkan
4. Ambil 50 g, kemudian rendam dalam larutan HCl 2N selama 24 jam pada
suhu kamar
5. Pisahkan endapan dari filtratnya
6. Cucilah residu yang diperoleh dengan air sampai netral, kemudian
keringkan dengan oven pada suhu 100 oC
7. Hitung kadar kitin dalam cangkang tersebut.
14
B. Deasetilasi kitin :
1. Siapkan 10 g kitin kasar yang diperoleh dari percobaan A
2. Rendamlah dalam larutan NaOH 50% selama 24 jam
3. Pisahkan residu dari filtratnya
4. Cuci residu dengan akuades sampai netral
5. Keringkan pada suhu 100 oC selama 24 jam
6. Timbang dan hitung kitosan yang diperoleh
15
MODUL II
TOPIK 1 : UJI LEMAK/MINYAK
Minyak/lemak merupakan lipida yang banyak terdapat di alam.
Minyak merupakan senyawa turunan ester dari gliserol dan asam lemak. Struktur
umum minyak ialah
R1, R2 dan R3 adalah gugus alkil mungkin sama atau mungkin juga berbeda.
Gugus alkil tersebut dibedakan sebagai gugus alkil jenuh (tidak terdapat ikatan
rangkap) dan tidak jenuh (mengandung ikatan rangkap). Minyak yang berasal dari
jaringan hewan disebut minyak hewani dan dari tumbuhan disebut minyak nabati
misalnya minyak kelapa, minyak sawit, dsb. Minyak hewani diperoleh dengan cara
memanaskan jaringan lemak hewan sedangkan minyak nabati diperoleh dengan cara
pengepresan, pemanasan atau ekstraksi dengan pelarut non polar. Umumnya jumlah
atom pada rantai alkilnya adalah genap, tetapi minyak yang berasal dari biota laut
juga mengandung asam lemak dengan jumlah atom C ganjil.
Asam lemak merupakan asam karboksilat rantai panjang dengan jumlah atom
karbon lebih dari 8. Hampir semua asam lemak yang dijumpai di alam mempunyai
jumlah atom karbon genap, tidak bercabang dan memiliki tingkat ketidak jenuhan
yang berbeda-beda. Asam palmitat dan asam oleat merupakan asam lemak yang
paling luas penyebarannya, diikuti oleh asam linoleat, palmitoleat, miristat dan stearat
(Robinson, 1991). Asam lemak umumnya terdapat dalam bentuk terikat, teresterkan
dengan gliserol, sebagai lemak atau lipida. (Harborne, 1984).
Asam lemak secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu asam
lemak jenuh (saturated fatty acids/SAFA) dan asam lemak tidak jenuh (unsaturated
fatty acids/UFA). Asam lemak tidak jenuh sendiri dibedakan menjadi asam lemak
tidak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acids/MUFA) dan asam lemak tidak
jenuh banyak (polyunsaturated fatty acids/PUFA) (Xu and Beardall, 1997).
Berdasarkan letak ikatan rangkapnya asam lemak tidak jenuh dikelompokkan menjadi
asam lemak omega-3, omega-6 dan omega-9. Oleh karena ketidak jenuhannya, asam
16
lemak tidak jenuh lebih reaktif daripada asam lemak jenuh sehingga mudah
mengalami kerusakan/oksidasi (Lee, 1983)
Komposisi asam lemak biota laut lebih kompleks daripada biota daratan.
Panjang rantai asam lemak biota laut umumnya antara C14 sampai dengan C24,
namun asam lemak C12 dan C26 jarang ditemukan. Asam lemak dari biota laut
umumnya banyak mengandung ketidakjenuhan. Pada asam lemak C14 dan 16
mengandung satu ikatan rangkap, pada C22 – C24 mengandung 3 sampai 6 ikatan
rangkap. Umumnya PUFA biota laut merupakan 3, hanya beberapa persen saja
yang merupakan 6. Disamping itu asam lemak biota laut kadang juga mengandung
atom karbon ganjil seperti C15, C17, dan C19 (Sikorski, 1990; Pettit et al, 1989).
Menurut Pettit et al (1989), kandungan asam lemak dalam biota laut berbeda dengan
tumbuhan darat. Ikan lemuru banyak mengandung asam lemak tidak jenuh rantai
panjang (polienoat) > C18 yang tidak banyak ditemukan dalam biota darat.
Bilangan penyabunan didefinisikan sebagai jumlah KOH (mg) yang
diperlukan untuk menyabunkan 1 g minyak. Bilangan ini juga menyatakan indeks
berat molekul minyak, jika molekul asam lemaknya berantai pendek maka jumlah
gliseridanya semakin banyak sehingga bilangan penyabunannya bertambah besar.
Bilangan asam didefinisikan sebagai jumlah (mg) KOH yang diperlukan untuk
menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 g minyak. Asam lemak bebas
ini berasal dari proses oksidasi enzimatis selama pengolahan dan penyimpanan.
Cara kerja:
1. Penentuan bilangan penyabunan
Masukkan 1,5 g minyak ke dalam erlenmeyer kemudian tambahkan NaOH
metanolat. Panaskan selama 30 menit sambil diaduk setelah itu dinginkan.
Setelah dingin tambahkan 2 tetes indikator pp dan titrasi dengan menggunakan
HCl 0,5 N. Catat volume HCl yang diperlukan (V1). Lakukan cara yang sama
untuk larutan blangko (V2). Larutan blangko dibuat dengan cara yang sama
seperti di atas tetapi tidak ditambahkan minyak.
17
3. Penentuan Bilangan Peroksida
Uji penghambatan reaksi autooksidasi dilakukan secara iodometri menurut
AOAC (1990, SNI No.01 3241, 1995). Sebanyak 5 gram minyak goreng bekas
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml bertutup. Ditambahkan 30 ml pelarut
yang terdiri dari asam asetat glasial : kloroform (3:2), goyangkan larutan sampai
minyak larut. Kemudian tambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh, di tutup rapat
sambil dikocok. Didiamkan selama 1 menit sambil kadang digoyangkan.
Ditambahkan 30 ml aquadest (warna kuning jernih berubah menjadi kuning
keruh). Kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01 N sampai warna
kuning hampir hilang (kocok dengan kuat). Ditambahkan 0,5 ml amilum 1 %.
Campuran berubah menjadi biru gelap. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru
hilang. Bilangan Peroksida dihitung sbb :
(𝑉𝑏 − 𝑉𝑠) × 𝑁𝑝 × 8 × 100
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔𝑟)
Keterangan:
Vs : volume penitar sampel (ml)
Vb : volume blanko (ml)
Np : normalitas penitar (N)
Bst On: 8
18
MODUL II
TOPIK 2 : EKSTRAKSI LIPID
Lipid mengacu pada golongan senyawa hidrokarbon alifatik nonpolar dan
hidrofobik. Karena nonpolar, lipid tidak larut dalam pelarut polar seperti air, tetapi
larut dalam pelarut nonpolar, seperti alkohol, eter atau kloroform. Fungsi biologis
terpenting lipid di antaranya untuk menyimpan energi, sebagai komponen struktural
membran sel, dan sebagai pensinyalan molekul. Lipid adalah senyawa organik yang
diperoleh dari proses dehidrogenasi endotermal rangkaian hidrokarbon. Lipid bersifat
amfifilik, artinya lipid mampu membentuk struktur seperti vesikel, liposom, atau
membran lain dalam lingkungan basah. Lipid biologis seluruhnya atau sebagiannya
berasal dari dua jenis subsatuan atau "blok bangunan" biokimia: gugus ketoasil dan
gugus isoprena. Dengan menggunakan pendekatan ini, lipid dapat dibagi ke dalam
delapan kategori: asil lemak, gliserolipid, gliserofosfolipid, sfingolipid, sakarolipid,
dan poliketida (diturunkan dari kondensasi subsatuan ketoasil); serta lipid sterol dan
lipid prenol (diturunkan dari kondensasi subsatuan isoprena).
19
Soxhlet merupakan alat yang terdiri dari pengaduk atau granul anti-bumping,
still pot (wadah penyuling) bypass sidearm, thimble selulosa, extraction liquid,
syphon arm inlet, syphon arm outlet, expansion adapter, condenser (pendingin),
cooling water in, dan cooling water out. Soxhlet biasa digunakan dalam
pengekstrasian lemak pada suatu bahan makanan. Metode soxhlet ini dipilih karena
pelarut yang digunakan lebih sedikit (efisiensi bahan) dan larutan sari yang dialirkan
melalui sifon tetap tinggal dalam labu, sehingga pelarut yang digunakan untuk
mengekstrak sampel selalu baru dan meningkatkan laju ekstraksi. Waktu yang
digunakan lebih cepat. Kerugian metode ini ialah pelarut yang digunakan harus
mudah menguap dan hanya digunakan untuk ekstraksi senyawa yang tahan panas
(Harper 1979).
Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan
adanya pendingin balik. Penetapan kadar lemak dengan metode soxhlet ini dilakukan
dengan cara mengeluarkan lemak dari bahan dengan pelarut anhydrous. Pelarut
anhydrous merupakan pelarut yang benar-benar bebas air. Hal tersebut bertujuan
supaya bahan-bahan yang larut air tidak terekstrak dan terhitung sebagai lemak serta
keaktifan pelarut tersebut tidak berkurang. Pelarut yang biasa digunakan adalah
pelarut hexana (Darmasih 1997).
Cara Kerja :
1. Cuci cumi sampai bersih, buang bagian kepala, tulang, dan organ dalam
2. Iris daging cumi menjadi kecil-kecil atau di blender sampai lembut
3. Siapkan kertas saring, gulung menjadi seperti silinder sedemikian sehingga
dapat dimasukkan ke dalam soxhlet, masukkan kapas pada bagian bawah
kertas saring
4. Ambil 20 gram daging cumi yg telah dilembutkan, masukkan ke dalam kertas
saring yang telah disiapkan
5. Siapkan labu alas bulat, isi dengan n-heksana 300 ml, masukkan batu didih
6. Rangkai alat Soxhlet seperti gambar/menurut petunjuk asisten
7. Alirkan air pendingin Soxhlet, inlet pada bagian bawah
8. Panaskan sampai mendidih, lakukan ekstraksi selama 1 jam
9. Setelah selesai, pisahkan lemak dari pelarut dengan cara destilasi
10. Hitung kadar lemak
20
MODUL III
TOPIK 1 : PENENTUAN KADAR PROTEIN
Protein adalah makromolekul organic yang mempunyai susunan komplek dan
merupakan polimer alam dari asam-asam alfa-amino. Kata protein berasal dari bahasa
Yunani kuno “proteos” yang artinya paling penting atau yang utama. Protein
merupakan suatu zat makanan yang memegang peranan penting pada organism hidup
yaitu dalam struktur, reproduksi, dan fungsi.
Protein tersusun atas sebuah atau lebih rantai polipeptida. Pada rantai
polipeptida terdapat ikatan-ikatan peptide yang juga dikenal sebagai ikatan amida
asam. Ikatan ini adalah ikatan antara residu asam amino yang satu dengan residu
asam amino yang lain. Hidrolisa protein menghasilkan asam-asam amino.
Protein tersusun atas asam-asam alfa amino, maka susunan kimianya juga
mengandung unsure-unsur seperti: karbon, oksigen, hydrogen, dan nitrogen (Gambar
1). Dalam molekul protein terkadang terdapat unsure belerang yaitu jika diantara
monomernya terdapat asam amino sistein atau metionin. Pada protein majemuk
disamping unsure-unsur tersebut kemungkinan masih mengandung fosfor, besi, atau
magnesium. Susunan bagian-bagian protein terdiri dari 52,40 % karbon; 6,90 – 77,30
% hydrogen; 15,30 – 18,00 % nitrogen; 21,00 – 23,50 % oksigen dan 0,80 – 2,00 %
belerang.
Perbedaan protein satu dengan protein yang lainnya umumnya disebabkan
karena perbedaan jumlah asam alfa amino penyusunnya, macam asam amino
penyusunnya, dan cara kombinasi dari asam-asam alfa amino penyusunnya. Suatu
jenis protein yang baik atau sempurna mengandung semua jenis asam alfa amino
dalam jumlah cukup.
Protein yang terdapat pada tanaman dikenal sebagai protein nabati, yang
dibentuk dari bahan-bahan yang terdapat dalam tanah dan bahan-bahan yang terdapat
dalam air melalui proses biokimiawi yang sangat rumit. Sedangkan protein yang
terdapat pada hewan dikenal sebagai protein hewani yang pada umumnya
mengandung semua asam alfa amino yang sama dengan yang digunakan oleh tubuh
manusia, karena itulah protein hewani dianggap sebagai protein yang tinggi nilai
biologisnya.
Di alam banyak asam alfa amino, namun hanya 20 asam amino yang lazim
dijumpai dalam protein tumbuhan dan hewan. Kedua puluh asam amino ini dapat
digabungkan menurut pelbagai cara membentuk otot, urat, kulit, bulu, hemoglobin,
enzim, antibody, dan banyak hormone.
Asam amino diklasifikasikan atas asam amino essensial dan asam amino non-
essensial.
a. Asam amino essensial
Asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh, tetapi tubuh tidak dapat
mensintesisnya. Asam-asam amino ini harus diperoleh dari protein
makanan. Termasuk ke dalam golongan ini adalah;
- Threonin - Metionin
- Leusin - Fenilalanin
21
- Isoleusin - Triptofan
- Valin - Arginin
- Lisin - Histidin
Tujuan:
Menentukan kadar protein
Alat
1. Buchii Destilation (alat destilasi)
2. Alat Destruksi lengkap
3. Erlenmeyer
4. Buret dan Statif
5. Corong gelas, pipet mata, pipet colum
Bahan
1. Larutan NaOH 35 %
2. Larutan Asam Borat jenuh
3. Larutan Asam Sulfat pekat
4. Kjeldahl Tablet
5. Larutan Asam Chlorida 0,1 N
6. Indikator campuran antara Methyl Red dan Methyl Blue
22
Cara Kerja
1. Timbang 1 g sampel dan bungkus sampel dengan kertas saring, lalu masukkan
ke dalam tabung destruksi
2. Tambahkan ke dalam sampel ½ - 1 buah Kjeldahl tablet dan 15 ml asam
sulfat pekat
3. Destruksi campuran tersebut selama 1,5 jam (sampai diperoleh suatu
campuran yang jernih)
4. Biarkan campuran ini sampai menjadi dingin
5. Setelah dingin, tambahkan kedalamnya 100 ml aquadest dan 100 ml larutan
NaOH 35 % (penambahan larutan NaOH 35 % ini diambil dari tanki NaOH
yang terdapat pada alat destilasi
6. Lakukan proses destilasi. Destilat / embunannya ditampung dalam
Erlenmeyer yang sudah berisi 50 ml larutan asam borat jenuh dan 5 tetes
indicator campuran antara Methyl Red dan Methylen Blue
7. Destilasi dihentikan apabila embunan yang menetes dari alat destilasi
mempunyai pH = 7 (netral)
8. Hasil destilasi lalu dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai warna berubah
dari hijau menjadi violet
9. Catat kebutuhan larutan HCl 0,1 N (missal V ml)
Perhitungan
10 x berat sampel
23
MODUL IV
TOPIK 1 : EKSTRAKSI CAIR-CAIR
Ekstraksi merupakan salah satu teknik pemisahan kimia berdasarkan atas
kelarutan suatu komponen dalam pelarut tertentu. Dalam ekstraksi cair-cair terjadi
pemindahan zat terlarut/zarut/solut/ dari satu pelarut ke pelarut lain. Kedua pelarut
(solven) harus tidak dapat bercampur dan membentuk 2 lapisan yang terpisah.
Ekstraksi cair-cair banyak digunakan dalam bidang Kimia Hasil Alam (natural
product) yaitu pengambilan komponen kimia dari suatu bahan alam (tumbuhan/
hewan). Pelarut organik yang banyak digunakan dalam ekstraksi cair-cair antara lain
adalah heksana, eter, kloroform, dan etilasetat.
Zarut akan terdistribusi diantara kedua pelarut sehingga tercapai suatu keadaan
kesetimbangan . Pada saat kesetimbangan ini banyaknya komponen pada kedua
pelarut tidak berubah (konstan). Perbandingan antara jumlah komponen dalam kedua
pelarut pada kesetimbangan disebut koefisien distribusi (koefisien partisi) (K) yang
didefinisikan sebagai :
K = C1/C2, di mana :
C1 = Konst (g/ml) zarut dalam pelarut 1 (organic)
C2 = Konst (g/ml) zarut dalam pelarut 2 (anorganic)
Tujuan:
Memisahkan komponen kimia berdasarkan kepolarannya
Alat:
1. Separatory funnel / corong pisah dengan statifnya 500 ml
2. Corong
3. Gelas ukur 25 mL
4. Pipet tetes
5. Erlenmeyer 250 mL
6. Beker gelas 500 mL
24
Bahan:
1. Metanol
2. Heksana / petroleum eter
3. Akuades
4. Daun mangrove segar / rumput laut
Cara kerja:
1. Rendamlah 25 g sampel (mangrove, seagrass, rumput laut) dalam 100 ml
metanol selama 1 jam sambil sekali-sekali dikocok.
2. Saringlah campuran tersebut dan tampung filtratnya
3. Rendam kembali ampas sampel dengan metanol, disaring, filtratnya dicampur
dengan larutan dari perendaman pertama
4. Masukkan 50 ml larutan tersebut ke dalam corong pisah
5. Tambahkan kepadanya 20 ml n-heksana kemudian kocoklah dengan hati-hati
kurang lebih selama 5 menit (mintalah petunjuk dari asisten), selanjutnya
diamkan sampai terbentuk 2 lapisan.
6. Alirkan lapisan bawah melalui keran sampai bersih
7. Tambahkan lagi 20 ml n-heksana ke dalam pelarut air lagi dan lakukan
pemisahan kembali.
8. Uapkan pelarut sampai kering dari kedua fase dengan Evaporaotr Buchhi
9. Timbanglah berat masing-masing ekstrak dalam pelarut nonpolar (heksana)
dan polar (metanol)
10. Amati sifat fisik dari tiap ekstrak yang diperoleh
25
MODUL V
TOPIK 1 : PENENTUAN KADAR ASAM
Ikan merupakan sumber protein hewani. Protein ikan dapat mengalami
hidrolisis oleh enzim-enzim proteolitik yang terdapat dalam daging ikan maupun
yang berasal dari mikroba. Hasil hidrolisis protein ialah asam-asam amino bebas.
Glukosa yang terdapat dalam daging ikan juga dapat mengalami glikolisis menjadi
asam piruvat, yang selanjutnya dapat berubah menjadi asam laktat. Adanya asam
laktat ini akan menurunkan pH ikan.
Kadar asam dari suatu bahan dapat ditentukan dengan cara titrasi alkalimetri
dengan menggunakan NaOH sebagai larutan standarnya.
Tujuan :
Menentukan kadar asam pada ikan (hasil laut)
Alat :
1. Buret lengkap dengan statif
2. Erlenmeyer
3. Gelas ukur
4. Neraca
5. Labu ukur
6. Pipet
7. Corong
Bahan :
1. Ikan segar
2. Kertas saring
3. Mortar
4. NaOH pa
5. Akuades
6. Indikator fenolftalein
Cara kerja :
1. Bersihkan ikan dari sisik, jerohan, kepala dan ekornya, lalu potong kecil-kecil
atau dihaluskan dengan mortar
2. Timbang 20 g daging ikan yang telah dihaluskan, tambahkan akuades sampai
volumenya 250 ml
3. Aduk sampai rata lalu disaring
4. Ambil 25 ml filtrat dan masukkan ke dalam erlenmeyer, tambahkan
kepadanya 2 tetes indikator pp
5. Titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N, catat volume NaOH yang diperlukan
6. Ulangi percobaan untuk ikan yang telah disimpan selama 1, 2 dan 3 hari.
26
250/25 . V NaOH . N NaOH . BM NaOH
Kadar asam = ---------------------------------------------------- x 100 %
Berat sampel
27
MODUL V
TOPIK 2 : ANALISIS KADAR ABU
Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang
terdapat pada suatu bahan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air,
sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral, zat organik atau kadar abu. Kadar
abu tersebut dapat menunjukan total mineral dalam suatu bahan pangan. Produk
perikanan memiliki kadar abu yang berbeda-beda. Standar mutu kadar abu ikan segar
berdasar SNI 01-2354.1-2006, adalah kurang dari 2%. Produk olahan hasil
diversifikasi dari jelly fish product (kamaboko) yang tidak diolah menjadi surimi
dahulu memiliki standar kadar abu antara 0,44 – 0,69% menurut SNI 01-2693-1992.
Contoh jelly fish product, yakni otak-otak, bakso dan kaki naga.
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain
untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang
digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi.. Kadar abu sebagai parameter
nilai gizi, contohnya pada analisis kadar abu tidak larut asam yang cukup tinggi
menunjukan adanya kontaminan atau bahan pengotor pada makanan tersebut.
Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengabuan cara
langsung (cara kering) dan pengabuan cara tidak langsung (cara basah).
Tujuan:
Menentukan kadar abu dan kadar air rumput laut
28
Alat :
1. Oven
2. Furnace
3. Cawan porselain
4. Penjepit
Bahan :
1. Rumput laut
2. Kertas saring bebas abu
3. Neraca
Cara Kerja
1. cawan porselen dioven selama 1 jam kemudian diangkat dan didinginkan
selama 30 menit dalam desikator.
2. Cawan kosong ditimbang sebagai berat a gram.
3. Setelah itu, bahan uji dimasukan sebanyak 5 gram ke dalam cawan, ditimbang
dan dicatat sebagai berat b gram.
4. Gliserol alkohol ditambahkan dalam cawan sebanyak 5 ml dan dimasukan
dalam tanur pengabuan dan dipanaskan pada 600oC selama 6 jam hingga
putih keabu-abuan.
5. Abu yang terbentuk dibiarkan dalam muffle selama 1 hari. Cawan porselen
dioven terlebih dahulu untuk mengeringkan air yang mungkin terserap saat
disimpan dalam muffle lalu dimasukan ke desikator.
6. Cawan ditimbang dicatat sebagi berat c gram.
Catatan : pemanasan pada suhu bertahap hingga 600oC agar perubahan suhu secara
tiba-tiba tidak menyebabkan cawan menjadi pecah
c–a
Kadar Abu = -------------------- x 100%
Berat sampel
29
MODUL V
TOPIK 3 : ANALISIS KADAR AIR
Terdapat 3 tipe air dalam bahan yaitu :
Air monolayer (lapisan tunggal)
Air monolayer adalah air yang terikat dalam bahan pangan secara kimia
(ikatan hidrogen) atau ikatan ionik dengan komponen bahan pangan (seperti
karbohidrat, protein yang mempunyai gugus O). Air tipe ini sulit dihilangkan
pada proses pengeringan (sulit melepaskan ikatan) dan dibekukan.
Air multilayer (lapisan banyak)
Air multilayer adalah air yang terikat pada molekul air monolayer. Air tipe ini
lebih mudah dihilangkan dengan penguapan atau pengeringan dibandingkan air
monolayer.
Air bebas
Air bebas adalah air yang terikat secara fisik dalam matrik bahan. Air tipe ini
sangat mudah dikeluarkan dengan proses pengeringan. Adanya air bebas pada
bahan pangan memunculkan istilah aw (aktivitas air) yaitu jumlah air bebas yang
dapat memfasilitasi pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang
mengakibatkan penurunan mutu bahan pangan.
30
panas yang tinggi dan tidak mengandung komponen yang mudah
menguap. Air dikeluarkan dari bahan pada tekanan udara (760 mmHg)
sehingga air menguap pada suhu 1000C yaitu sesuai titik didihnya. Ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi analisa air dengan metode
oven yaitu penimbangan contoh/bahan, kondisi oven, pengeringan
contoh, dan perlakuan setelah pengeringan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi yang berkaitan dengan kondisi oven adalah fluktuasi
suhu, kecepatan aliran, serta kelembaban udara dalam oven.
ii. Metode oven vakum
Kelemahan dari pengeringan dengan oven udara diperbaiki dengan
metode oven vakum. Pada metode ini, sampel dikeringkan dalam
kondisi tekanan rendah (vakum) sehingga air dapat menguap dibawah
titik didih normal (1000C), misal antara suhu 60-700C. Pada suhu 60-
700C tidak terjadi penguraian senyawa dalam sampel selama
pengeringan. Untuk analisis sampel bahan pangan yang mengandung
gula, khususnya mengandung fruktosa, senyawa ini cenderung
mengalami penguraian pada suhu yang lebih tinggi. Tekanan yang
digunakan pada metode ini umumnya berkisar antara 25-100 mmHg.
Tujuan:
Menentukan kadar air rumput laut
Alat :
1. Oven
2. Furnace
3. Cawan porselain
4. Penjepit
5. Neraca
Bahan :
1. Rumput laut
2. Kertas saring bebas abu
Cara Kerja
1. Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit.
2. Dinginkan cawan dalam desikator. Selama 15 menit
3. Ambil cawan kering dengan penjepit.
4. Timbang cawan kering yang sudah didinginkan.
5. Timbang 1-2 g contoh pada cawan tersebut.
6. Keringkan pada oven suhu 105 oC selama 3 jam.
7. Dinginkan dalam desikator. lakukan penimbangan.
8. Ulangi penimbangan hingga diperoleh bobot tetap/konstan ( ≤0,0005 g).
31
Kadar air dihitung sbb :
Kadar air dalam basis basah (bb)
Kadar air (g/100 g bahan basah) = [(W-(W1-W2))/W] x 100
Keterangan:
W = berat contoh sebelum dikeringkan (g)
W1 = berat cawan kosong dan contoh kering yang sudah
konstan beratnya (g)
W2 = berat cawan kosong
32
MODUL V
TOPIK 4 : ANALISIS KADAR SULFAT DALAM AGAR-AGAR
Agar-agar, agar atau agarosa adalah zat yang biasanya berupa gel yang diolah
dari rumput laut atau alga. Jenis rumput laut yang biasa diolah untuk keperluan ini
adalah Eucheuma spinosum (Rhodophycophyta). Beberapa jenis rumput laut dari
golongan Phaeophycophyta (Gracilaria dan Gelidium).
Agar-agar sebenarnya adalah karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang
mengisi dinding sel rumput laut. Ia tergolong kelompok pektin dan merupakan suatu
polimer yang tersusun dari monomer galaktosa. Agar-agar dapat dibentuk sebagai
bubuk dan diperjualbelikan.
Gel terbentuk karena pada saat dipanaskan di air, molekul agar-agar dan air
bergerak bebas. Ketika didinginkan, molekul-molekul agar-agar mulai saling
merapat, memadat dan membentuk kisi-kisi yang mengurung molekul-molekul air,
sehingga terbentuk sistem koloid padat-cair. Kisi-kisi ini dimanfaatkan dalam
elektroforesis gel agarosa untuk menghambat pergerakan molekul objek akibat
perbedaan tegangan antara dua kutub. Kepadatan gel agar-agar juga cukup kuat untuk
menyangga tumbuhan kecil sehingga sangat sering dipakai sebagai media dalam
kultur jaringan.
Histeresis adalah gejala yang dimiliki oleh agar-agar dan sejumlah bahan gel
lainnya, yang berhubungan dengan suhu transisi fase padat-cair. Agar-agar mulai
mencair pada suhu 85 °C dan mulai memadat pada suhu 32-40 °C. Jadi tidak seperti
air yang memadat dan mencair pada titik suhu yang sama.
33
Tujuan:
Menentukan kadar sulfat dalam agar-agar
Alat:
1. Oven
2. Furnace
3. Cawan porselain
4. Penjepit
5. Neraca
Bahan:
1. Rumput laut Gracilatia / tpung agarr-agar
2. Kertas saring bebas abu
3. HCl
4. BaCl2
Cara Kerja :
1. 5 g agar-agar dimasukkan dlam beker gelas
2. Tambahkan 300 mL akuades dan 15 mL HCl 0,2 N, panaskan sampai
mendidih selama 1,5 jam
3. Setelah itu disaring, endapannya dicuci dengan air panas, kemudian dinginkan
4. Masukkan ke dalam labu takar 500 mL, tambah akuades sampai 500 mL
5. Ambil 200 mL, lalu masukkan ke dalam beker gelas
6. Panaskan dan aduk dalam stirrer hot plate
7. Kepadanya tambahkan 10 mL BaCl2 10% sambil terus diaduk 5 menit
8. Diamkan selama 5 jam
9. Endapan disaring dengan kertas Whatman no. 42 bebas afu
10. Cuci dengan akuades panas sampai bebas klorida
11. Kertas saring dan endapan dioven sampai kering
12. Diabukan dengan furnace pada suhu 1000 oC sampai diperoleh abu putih
13. Dinginkan dalam desikator, kemudian timbang
P x 0,4116
Kadas sulfat = ------------------------ x 100%
Berat sampel
P = berat endapan
34
DAFTAR PUSTAKA
Sudarmadji, S. dan Suhardi. 1992. Protein. Kursus Singkat Analisa Pangan, PAU
Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
35