Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH DASAR-DASAR TATA KELOLA DAN ETIKA BISNIS

MINGGU KE-5

UNIVERSITAS DIPONEGORO

JURUSAN S-1 AKUNTANSI

Oleh:

KELOMPOK 5

ANGGA PRADITYA (12030118130106)

ONNMUNTOHAR GEMILANG (12030119120029)

MOCHAMAD ADHITYA SUKMADINATA (12030119130081)

ARDEWANGGA BAGAS NUGRAHA (12030119140205)

ADITYA WIRANANDA (12030119140265)

SAFFANA AVIOLA (12030119140249)


1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang

Istilah ‘Stakeholders’ atau dinamakan pemangku kepentingan adalah


kelompok atau individu yang dukungannya diperlukan demi kesejahteraan dan
kelangsungan hidup organisasi. Pemangku kepentingan adalah seseorang,
organisasi atau kelompok dengan kepentingan terhadap suatu sumberdaya
alam tertentu (Brown et al 2001). Stakeholder is a person who has something
to gain or lose through the outcomes of a planning process, programme or
project (Dialogue by Design 2008).

Pemangku kepentingan mencakup semua pihak yang terkait dalam


pengelolaan terhadap sumber daya. Menurut Witold Henisz guru besar pada
Sekolah Bisnis Wharton, termasuk semua orang dari politisi lokal dan nasional
dan tokoh atau pemimpin masyarakat, penguasa, kelompok paramiliter, LSM
dan badan-badan internasional. Dalam konteks perusahaan, Clarkson (dalam
artikel tahun 1994) memberikan definisi pemangku kepentingan secara lebih
khusus sebagai suatu kelompok atau individu yang menanggung suatu jenis
risiko baik karena mereka telah melakukan investasi (material ataupun
manusia) di perusahaan tersebut (‘Stakeholders sukarela’), ataupun karena
mereka menghadapi risiko akibat kegiatan perusahaan tersebut (‘Stakeholders
non-sukarela’).

Berdasarkan pandangan tersebut pemangku kepentingan adalah pihak yang


akan dipengaruhi secara langsung oleh keputusan dan strategi perusahaan. Dan
berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pemangku kepentingan
adalah seluruh pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang menjadi
fokus kajian atau perhatian. Misalnya terkait isu perikanan, maka makna
pemangku kepentingan sebagai para pihak yang terkait dengan isu perikanan,
seperti nelayan, masyarakat pesisir, pemilik kapal, anak buah kapal, pedagang
ikan, pengolah ikan, pembudidaya ikan, pemerintah, pihak swasta di bidang
perikanan, dan sebagainya. Seorang pemangku kepentingan adalah seseorang
yang mempunyai sesuatu yang dapat iaperoleh at au akan kehilangan akibat
dari sebuah proses perencanaan atau proyek.
Dalam banyak siklus, mereka disebut sebagai kelompok kepentingan, dan
mereka bisa mempunyai posisi yang kuat dalam menentukan hasil suatu proses
politik. Seringkali akan sangat bermanfaat bagi proyek penelitian untuk
mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan dan kepedulian berbagai
pemangku kepentingan, terutama jika proyek diracang bertujuan
mempengaruhi kebijakan.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa itu perlindungan stakeholder?
b. Bagaimana peerlindungan karyawan?
c. Bagimana perlindungan pesaing usaha?
d. Bagaimana perlindungan lingkungan?
e. Bagaimana perlindungan investor?
f. Apa itu organisasi pasar modal?
g. Apa itu perdagangan efek?

2. Isi
2.1. Perlindungan Stakeholder
2.1.1. Konsep Dan Cakupan

Sebagian dari hak dan kepentingan stakeholder telah dicantumkan dalam


kontrak atau regulasi oleh pemerintah. Sebagian lain belum termasuk dalam
kedua dokumen tersebut. Terhadap hak dan kepentingan yang telah
tercantum dalam kontrak atau regulasi, tanggung Jawab perusahaan,dalam
hal ini, adalah kepatuhan terhadap kontrak atau regulasi itu. Pencantuman
dalam kontrak atau regulasi menjamin terpenuhinya hak dan kepentingan
mereka. Pemenuhan hak dan kewajiban stakeholder yang belum tercantum
dalam kontrak atau regulasi tergantung pada direksi perusahaan. Dalam
area inilah, sebetulnya bisnis beretika memeging peranan penting.
Pengalihan aturan rentang perlindungan stakeholder ke regulasi pemerintah
dipicu oleh skandal bisnis yang banyak dilakukan oleh perusahaan dan
karena tuntutan masyarakat.

Ada 8 pihak utama yang dianggap berkepentingan terhadap perusahaan :


1. Pemegang saham (shareholder)
2. Kerditur (creditor)
3. Karyawan (employee)
4. Pelanggan atau konsumen (consumer)
5. Pemasok (supplier)
6. Pemerintah (government)
7. Aktivis lingkungan
8. Pesaing (competitor)

Hubungan perusahaan dengan pemasok dan kreditor (selain kreditor


public) lebih bersifat business to business sehingga perlindungannya akan
tercakup dalam kontrak. Pelaksanaan kontrak dilindungi oleh hukum
perdata. Perlindungan terhadap kreditur public, misalnya pemegang
obligasi,sudah tercakup dalam perlindungan investor.
Dalam kaitannya dengan pemasok dan kreditur, hal penting yang harus
diperhatikan perusahaan adalah tidak melakukan wanprestasi dan
misrepresentation. Selain wanprestasi dan misrepresentation, hubungan
beretika antara perusahaan dan pemasok juga berkaitan dengan sifat
kemitraan yang ingin dijalin,dalam arti alokasi pembagian laba yang wajar
di antara mereka. Perusahaan harus memastikan bahwa hubungan tersebut
dapat berlangsung lama dengan memberikan cukup laba bagi mereka.
Hubungan dengan pemerintah lebih bersifat kepatuhan (compliance).

2.1.2. Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen dimaksudkan agar hubungan antara perusabaan


dan konsumen dapat dilaksanakan dengan asas manfaat, keadilan,
kewajaran, integritas, dan iktikad baik. Perlindungan dilakukan melalui
pemenuban hak-hak dan kepentingan konsumen oleh perusahaan, Namun,
jika masalah hak dan kepentingan telab bersifat penting bagi kchidupan
bernegara, pengaturan hak dan kepentingan tersebut akan diambil alih olch
negara melalui regulasi.

Hak konsumen dapat dinyatakan sebagai berikut :


1. Hakatas kenyanranan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi
barung dan/atau jas.
2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa scsual dengan
nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang djanjilkan
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/ atau jasa
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau Jasa
yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi penggantian apabia barang
dan/stau jasa yung diterima tidak sesuai dengun perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.

Pada dasarnya, hak memilih berkaitan dengan independensi konsumen


dalam pengambilan keputusan untuk membeli dan menggunakan sesuai
dengan preferensi mereka. Artinya, tidak ada paksan untuk membeli dan
menggunakan suatu barang dan jasa.

Hak untuk memperoleh informasi dimaknai agar dalam proses pemilihan,


konsumen telah memperoleh informasi yang cukup tentan manfaat dan
pengaruh barang dan jasa yang mereka terhadapkenyamanan,keamanan,dan
keselamatan. Informasi tesebut terbuka bagi semua konsumen. Ketentuan
ini menghendaki agar proses pemilihan oleh konsumen telah didasari oleh
prefensi yang cukup dan memadai.

Hak memperoleh ganti rugi mengharuskan perusahaan untuk memberikan


kompensasi, ganti rugi dan/atau pengembalian jika ternyata barang dan/atau
jasa yang dijual tidak sesuai dengan informasi standar mutu atau jaminan
yang djanjikan.
Hak untuk memperoleh pembinaan dan Pendidikan mengandung arti
perusahaan mempunyai kewajiban memberikan pelatihan tentang cara-cara
menggunakan atau mengonsumsi barang dan/atau jasa.

2.1.3. Perlindungan Karyawan


Secara umum, perlindungan tenaga kerja mencakup keselamatan kerja,
jaminan sosial, kesejahteraan pekerja, dan perlakuan pekerja.Perlindungan tenaga
kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin
kesamaan kesempatan dan perlakuan kepada tenaga kerja. Tujuannya untuk
mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan
perkembangan kemajuan dunia usaha. Bagi perusahaan, perlindungan tenaga
kerja diharapkan akan meningkatkan loyalitas, integritas, dan produktivitas
karyawan sehingga sumber daya yang berasal dari mereka dapat diamankan.
Menurut International Labor Organization (ILO) dan World Health
Organization (WHO) tujuan keselamatan dan kesehatan kerja adalah:
1. Promotion and maintenance of higest degree of physical, mental, and
social well being.
2. Prevention of disease
3. Protection from risks

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 mengatur tentang syarat-syarat


keselamatan kerja di berbagai tempat kerja. Syarat-syarat keselamatan kerja
mencakup berbagai aspek yang harus dicegah, dikurangi, dihindari,
dikendalikan, atau disediakan. Dalam hal keselamatan kerja, pengurus
(perusahaan) diwajibkan untuk melakukan hal-hal berikut.

1. Menempelkan semua syarat keselamatan kerja, yang diwajibkan, secara


tertulis di tempat kerja.
2. Memasang semua gambar keselamatan kerja, yang diwajibkan, di tempat
kerja.
3. Menyediakan semua alat perlindungan diri, yang diwajibkan, serta cuma-
cuma

Perusahaan diwajibkan untuk mengikuti program jaminan sosial, dimana


program jaminan sosial mencakup:

1. Jaminan kecelakaan kerja


2. Jaminan kematian
3. Jaminan hari tua
4. Jaminan pemeliharaan kesehatan

Selain itu, pekerja juga mempunyai hak untuk cuti (tahunan, haid,
melahirkan, haji, dan cuti besar), menyusui anak, dan waktu kerja. Perlakuan
yang sama dalam hal upah dan tenaga kerja wanita yang dituangkan dalam
Undang-Undang Nomor 80 Tahun 1957. Sementara itu, perlakuan terhadap
tenaga kerja anak telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1990
tentang batas usia minimum untuk bekerja.

Kepentingan karyawan guna memperoleh perlindungan, pengupahan, dan


kesejahteraan yang layak dalam hubungan kerjanya dengan perusahaan diatur
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(UUTK).

 Perlindungan Tenaga Kerja


Dalam hal perlindungan tenaga kerja, UUTK mengatur tentang
perlindungan terhadap penyandang disabilitas (Pasal 67), perlindungan
anak (Pasal 68 – Pasal 75), perlindungan tenaga kerja perempuan (Pasal
76), ketentuan waktu kerja (UUTK Pasal 77 – Pasal 85), dan keselamatan
dan kesehatan kerja (UUTK Pasal 86 dan 87).
 Pengupahan
Ketentuan mengenai pengupahan tercantum dalam UUTK Pasal 88 – Pasal
98. Pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi
pekerja dan buruh tersebut, di antaranya melalui penetapan upah minimum
(UUTK Pasal 88 ayat 3). Dalam hal kesejahteraan, setiap pekerja, buruh,
dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja
(Pasal 99).
 Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan hubungan kerja dapat diinisiasikan oleh pekerja/buruh dengan
mengajukannya kepda lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial jika pengusaha melakukan perbuatan-perbuatan tertentu (UUTK
Pasal 169). Pekerja/buruh juga dapat mengajukan pemutusan hubungan
kerja jika ia mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat
kecelakaan kerja, dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah
melampaui batas 12 bulan (UUTK Pasal 172).
Jika terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang
pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang
seharusnya diterima. Besarnya uang-uang tersebut tergantung masa kerja
dan sebab pemutusan hubungan kerja.
Jika pemutusan hubungan kerja terjadi karena pekerja/buruh memasuki
masa pensiun dan pengusaha telah mengikutsertakan pekerja/buruh pada
program pensiun yang iuran atau preminya dibayar penuh oleh pengusaha,
maka pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang pesangon dan uang
penghargaan masa kerja.
Selain itu, karyawan (pekerja) juga mempunyai kewajiban terhadap
perusahaan. Kewajiban tersebut yaitu ketaatan, konfidentialitas, dan
loyalitas. Namun, kewajiban itu tidak berlaku bagi perintah atau arahan
untuk melakukan tindakan tidak bermoral atau penipuan. Karyawan juga
tidak diwajibkan untuk mematuhi perintah atasan yang tidak wajar dalam
arti bukan untuk kepentingan perusahaan. Perintah yang tidak sesuai
dengan penugasan yang disepakati juga bukan merupakan kewajiban
karyawan untuk mematuhinya.
Tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan tidak hanya sebatas
mematuhi ketentuan dalam undang-undang perlindungan tenaga kerja.
Akan tetapi, berawal dari rekrutmen karyawan sampai setelah karyawan
pensiun.

2.1.4. Perlindungan Persaingan Usaha


Pesaing dimasukkan sebagai salah satu pihak yang berkepentingan dalam
perusahaan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 memberikan 3 indikator
untuk persaingan tidak sehat, yaitu persaingan usaha yang dilakukan dengan cara
tidak jujur, melawan hokum, dan menghambar terjadinya persaingan di antara
pelaku usaha.
Tujuan dikeluarkannya larangan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat
adalah untuk mendorong bekerjanya sistem ekonomi pasar yang wajar. Sistem
ekonomi pasar melalui tangan silumannya (invisible hand) akan mengatur
perekonomian ke arah pareto efisien. Mekanisme pasar dipengaruhi oleh struktur
pasar. Bentuk persaingan usaha menunjukkan struktur pasar.
Struktur pasar yang ideal untuk mencapai tujuan pareto efisien adalah
persaingan sempurna. Namun, akan selalu ada kondisi yang diakibatkan oleh
peristiwa, keadaan, atau kejadian yang dapat mengakibatkan ketidaksempurnaan
pasar. Contoh dari keadaan ini adalah struktur pasar yang berbentuk monopoli,
monopsoni, oligopoli, dan oligopsoni.
Persaingan tidak sehat dapat dilakukan melalui pengaturan perjanjian,
pelaksanaan kegiatan atau penyalahgunaan posisi dominan. Perjanjian yang
dilarang meliputi perjanjian-perjanjian:
1. Oligopoli
2. Penetapan harga
3. Pembagian wilayah
4. Pemboikotan
5. Kartel
6. Trust
7. Oligopsoni
8. Integrasi Vertikal
9. Perjanjian tertutup
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri

Oligopoli adalah salah satu bentuk pasar dimana penjual hanya terdiri atas
beberapa pelaku saja. Perjanjian penetapan harga terjadi jika dua atau lebih
pelaku usaha yang saling bersaing bersepakat untuk melakukan pengaturan
harga.

Pembagian wilayah pemasaran atau alokasi pasar di antara para pesaing tidak
dibenarkan menurut undang-undang. Pembagian wilayah atau alokasi pasar dapat
mengambil beberapa bentuk, yaitu pembagian pasar berdasarkan teritori,
konsumen, fungsi, dan produk.

Boikot adalah tindakan mengorganisasi suatu kelompok untuk menolak


hubungan usaha dengan pihak tertentu atau tidak berhubungan dengan pesaing-
pesaing lain. Inti dari larangan ini adalah perjanjian yang menciptakan barrier to
entry bagi pihak lain.

Perjanjian kartel, trust, dan oligopsoni pada dasarnya mengacu pada hal yang
sama, yaitu penguasaan pasar dan produksi. Perjanjian kartel intinya pengaturan
harga dan jumlah yang diproduksi yang berlaku bagi para pihak yang terlibat
dalam perjanjian. Trust dalam UU No.5 tahun 1999 diartikan sebagai gabungan
perusahaan atau perseroan dengan tetap menjaga dan mempertahankan
kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan. Oligopsoni
adalah oligopoli dari sudut pandang pasokan atau pembelian barang dan jasa.
Jika pembelian atau penerimaan pasokan oleh dua atau tiga pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha telah menguasai lebih dari 75% pangsa pasar, struktur
pasar yang demikian disebut dengan oligopsoni.
Integrasi vertical secara umum adalah penguasaan serangkaian proses
produksi atas barang tertentu, mulai dari hulu sampai hilir atau proses yang
berlanjut atas suatu layanan jasa tertentu oleh pelaku usaha tertentu. Larangan
dalam UU No.5 Tahun 1999 hanya berlaku bagi perjanjian yang bertujuan untuk
menguasai produksi dalam suatu rangkaian produksi.

Perjanjian tertutup adalah perjanjian yang mengharuskan pemasok hanya


menjual kepada pelaku usaha dengan siapa perjanjian tersebut dibuat. Perjanjian
yang dilarang dalam UU No.5 Tahun 1999 meliputi:

1. Penjualan atau pemasokan eksklusif


2. Penjualan atau pemasokan selektif wilayah tertentu
3. Penetapan harga atau potongan harga yang disertai syarat-syarat:
a) Keharusan membeli barang atau jasa lain dari pemasok
b) Tidak boleh membeli barang dan jasa yang sama dari pemasok lain
yang bersaing

Perjanjian yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pihak luar negeri (siapa
pun dan dimana pun) tidak boleh memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Menurut UU No.5 Tahun 1999, terdapat 4 kegiatan yang dilarang, yaitu


monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, dan persekongkolan. Kegiatan
monopoli terjadi jika satu pelaku usaha atau kelompok usaha menguasai lebih
dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Monopsoni adalah
bentuk lain dari monopoli, tetapi dipandang dari sudut penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal. Syarat terjadinya monopsoni adalah satu pelaku usaha
atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar dari
satu jenis barang atau jasa tertentu.

Kegiatan yang dapat mengakibatkan penguasaan pasar mencakup 2 hal, yaitu:

1. Menolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan


kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan.
2. Mematikan usaha pesaing sehingga terjadi praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.

Persekongkolan atau konspirasi usaha didefinisikan sebagai bentuk kerja


sama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang bertujuan
untuk menguasai pasar demi kepentingan mereka. Kegiatan persekongkolan yang
dilarang menurut UU No.5 Tahun 1999 mencakup 3 poin, yaitu;
1. Mengatur dan menentukan pemenang tender
2. Mendapatkan informasi rahasia kegiatan usaha pesaingnya
3. Menghambat produksi dan pemasaran barang dan jasa pesaing dengan
maksud agar barang dan/atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar
menjadi berkurang, baik dari segi jumlah, kualitas, maupun ketepatan
waktu yang dipersyaratkan.

Posisi dominan adalah keadaan ketika posisi pelaku usaha di pasar tidak
mempunyai pesaing yang berarti atau merupakan posisi tertinggi di antara
pesaingnya. Syarat posisi dominan adalah penguasaan pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu yang lebih besar dari 50% oleh satu kelompok pelaku
usaha atau lebih dari 75% oleh dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok usaha.

Sebenarnya, pelaksanaan bisnis beretika yang berkaitan dengan perlindungan


persaingan usaha merupakan bagian terberat dari perusahaan karena banyak
benturan kepentingan yang harus dihadapi antara perusahaan dan pesaing sebagai
salah satu stakeholder.

Pengaturan tentang hak dan kepentingan yang terkait dengan persaingan


usaha banyak yang diambil alih oleh Negara melalui peraturan perundang-
undangan karena besarnya benturan kepentingan tersebut. Negara menginginkan
agar perekonomian dapat berjalan lancer, teratur, dan efisien sehingga tujuan
bernegara, yaitu memajukan kesejahteraan umum yang berkeadilan dan
berkemakmuran dapat tercapai dalam kondisi sosial, politik, dan budaya yang
aman dan sentosa.

2.1.5. Perlindungan Lingkungan Hidup

Tora J. Radin (dalam Hartman & Desjardins, 2011: 434-442) menyebutkan


adanya 3 prinsip tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan, yaitu:

Prinsip 1: Perusahaan diwajibkan untuk memperhatikan lingkungan alam.

Prinsip 2: Kewajiban dari perusahaan pada umumnya bersifat diskresioner.

Prinsip 3: Kewajiban perusahaan terhadap lingkungan lebih dari sekadar


mematuhi hukum yang berlaku.

Dalam Earth summit di Rio De Janeiro tahun 1992, diperkenalkan strategi


baru dalam menangani masalah lingkungan, yaitu eko-efisiensi (eco-efficiency).
Dalam strategi ini, masalah lingkungan didekati dari sudut manfaat bagi
perusahaan. Konsep eko-efisiensi dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
1. Mengurangi pelepasan bahan beracun
2. Mengukur kemakmuran dengan warisan yang ditinggalkan berupa alam
yang masih lestari
3. Bekerja melampaui peraturan atau regulasi
4. Mengurangi kecemasan generasi yang akan datang akibat bahan beracun
yang dilepas sekarang
5. Mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan
6. Mengurangi penempatan bahan berharga dalam lubang di seluruh planet
bumi yang tidak dapat diambil kembali
7. Mempertahankan keragaman spesies hayati dan budaya

Di Indonesia, negara mempunyai hak untuk menguasai bumi, air, dan


kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Regulasi pertama yang
membicarakan lingkungan hidup secara utuh lahir pada 1982 dengan UU No.4
Tahun 1982. UU ini merupakan landasan dari berbagai ketentuan dan peraturan
mengenai pengelolaan lingkungan hidup seperti perlindungan, pelestarian, dan
pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup, Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL), baku mutu lingkungan, dll. Akan tetapi, UU
No.4 Tahun 1982 telah diganti dengan UU No.23 Tahun 1997 tentang
pengelolaan lingkungan hidup.

UU No.32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan


hidup yang dikeluarkan pada 8 September 2009, menggantikan UU No.23 Tahun
1997. Paradigma bahwa tanggung jawab pelestarian dan pengelolaan lingkungan
hidup hanya terbatas pada Kementerian Lingkungan Hidup diperluas kea rah
kesadaran kolektif dan penguatan koordinasi seluruh pihak penegak hukum,
terutama dalam hal menyamakan persepsi tentang definisi pencemaran
lingkungan.

Perizinan lingkungan menjadi syarat utama berdirinya suatu badan usaha.


UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mewajibkan perusahaan yang
bergerak di bidang atau berkaitan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan
tanggung jawab sosial dan lingkungan. Namun, rincian lebih lanjut apa yang
harus dilakukan perusahaan tidak dijelaskan dalam undang-undang.

2.2. Perlindungan Investor


2.2.1. Variable Perlindungan
Banyak faktor yang mempengaruhi perlindungan terhadap investor dan calon
investor di pasar modal. Faktor-faktor ini dapat berkaitan dengan pihak-pihak
yang terlibat dalam kegiatan pasar, cara-cara perdagangan, syarat masuk agar
perusahaan dapat memperdagangkan sahamnya di pasar modal dan syarat
keterbukaan informasi selama saham diperdagangkan atau sebagai perusahaan
publik. Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan pasar modal harus memenuhi
kualifikasi, perilaku dan standar pelaksanaan kerja tertentu dalam melaksanakan
kegaitan atau memberikan jasanya. Pasar modal adalah pasar yang sarat dengan
kepentingan publik sehingga perlindungan kepada investor yang diatur oleh
regulasi, kode etik, atau standar profesi.
Berbeda dengan perusahaan tertutup, kepemilikan perusahaan terbuka
dipegang oleh banyak pihak (perorangan atau institusi). Ada persyaratan jumlah
pemegang saham minimal yang harus dipenuhi untuk menjadi perusahaan
terbuka. Dalam perusahaan terbuka, pengetahuan pemegang saham tentang
kegiatan sehari-sehari perusahaan sangat terbatas. Keputusan investasi di
perusahaan terbuka hanya didasarkan pada informasi yang disediakan oleh
perusahaan. Oleh karena itu, kelengkapan, keandalan dan relevansi informasi
merupakan faktor penting bagi investor untuk melakukan perdagangan saham.
Syarat keterbukaan informasi merupakan bagian dari perlindungan investor.
Proteksi kepada investor juga harus diberikan pada cara-cara perdagangan
saham yang dilakukan di bursa. Dalam hal-hal cara perdagangan, perlindungan
kepada investor dan calon investor tercermin dalam terselenggaranya
perdagangan yang teratur, wajar dan efisien. Perdagangan tidak wajar yang akan
menguntungkan salah satu pihak harus dihindarkan. Selain perdagangan saham,
dalam beberapa hal tertentu, cara perusahaan publik melakukan transaksi
usahanya juga perlu diatur agar tidak merugikan pemegang saham. Perlindungan
mencakup syarat-syarat yang harus dipenuhi jika suatu perusahaan akan
memperdagangkan sahamnya di bursa efek. Proteksi kepada investor ditujukan
untuk menjaga kewajaran laba dan harga.
2.2.2. Organisasi Pasar Modal

Organisasi pasar modal terdiri atas beberapa pihak berikut:

1. Regulator (OJK)
2. Penyelenggara pasar (bursa efek, lembaga kliring penjaminan, dan
lembaga penyimpanan dan penyelesaian).
3. Pelaku pasar (reksa dana, perusahaan efek, emiten, perusahaan publik
dan investor).
4. Lembaga penunjang pasar modal (kustodian, biro administrasi efek,
dan wali amanat).
5. Profesi penunjang pasar modal (akuntan publik, konsultan hukum,
penilai dan notaris).

Reksa dana diwakili oleh manajer investasi, sedangkan perusahaan efek


meliputi wakil perusahaan efek dan penasihat investasi. Regulator melakukan
pembinaan, pengaturan dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal. Wewenang
regulator mencakup semua unsur dalam organisasi pasar modal.

2.2.3. Perdagangan Efek

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 menyatakan perdagangan efek harus


dilakukan secara teratur, wajar dan efisien. Perdagangan yang teratur berarti bahwa
kegiata yang bersangkutan diselenggarakan terus-menerus secara konsisten.
Kewajaran terjadi jika perdagangan dilakukan melalui mekanisme pasar berdasarkan
kekuatan permintaan dan penawaran. Efisiensi pasar modal tidak hanya sekedar
pelaksanaan transaksi yang cepat dengan biaya yang relatif mudah. Pasar modal yang
efisien adalah pasar dimana harga yang terbentuk telah mencerminkan atau
mendekati nilai fundamental perusahaan yang mengeluarkan saham.

Peraturan tentang perdagangan efek dapat berkaitan dengan jenis transaksi,


produk, atau pelaku pasar modal. Larangan diberlakukan jika akibat transaksi yang
bersangkutan, perdagangan efek menjadi tidak teratur atau tidak wajar sehingga
menjadi tidak efisien. Beberapa hal yang diatur dalam perdagangan efek antara lain:

1. Kliring, penjaminan penyimpanan dan penyelesaian.


2. Perdagangan orang dalam.
3. Perdagangan margin.
4. Perdagangan derivatif.
5. Penawaran tender.
6. Suspensi efek.

Peraturan tentang kliring, penjaminan, penyimpanan dan penyelesaian


ditujukan untuk menghindari risiko gagal serah atau gagal bayar dalam perdagangan
efek. Ketentuan tersebut juga memberikan kepastian hukum kepada investor
mengenai kepemilikan dan transaksi saham.

Larangan untuk melakukan perdagangan orang dalam dimaksudkan agar


tidak menimbulkan terjadinya asimetri informasi antara orang dalam dengan investor
lain. Larangan tersebut mencegah penyalahgunaan oleh orang dalam yang memiliki
informasi orang dalam untuk kepentingan pribadinya yang merugikan orang lain.

Transaksi margin adalah transaksi pembelian efek untuk kepentingan nasabah


yang dibiayai oleh perusahaan efek. Sementara, short selling adalah transaksi
penjualan efek dimana efek dimaksud belum dimiliki oleh penjual saat transaksi
dilaksanakan. Peraturan tentang perdagangan margin dan short selling dimaksudkan
untuk mencegah spekulasi dan membatasi risiko kerugian dan risiko gagal bayar
investor sesuai dengan kemampuannya. Perusahaan efek wajib memberikan informasi
yang memadai tentang jenis transaksi dan risiko yang terkandung di dalamnya yang
ditetapkan oleh peraturan OJK. Ketentuan ini bertujuan untuk menghindari risiko
gagal serah, gagal bayar, gagal likuiditas, dan gagal tagih.

Devitatif merupakan instrumen keuangan yang diderivasikan dari aset,


indeks, kejadian, nilai atau kondisi lain. Perdagangan derivatif yang diperkenankan di
bursa hanya meliputi kontak investasi kolektif bangunan aset yang diperbolehkan
untuk digunakan sebagai dasar penerbitan perjanjian, persyaratan yang harus
dipenuhi dalam transaksi, dan wewenang manajer investasi atau perusahaan efek.
Pembatasan produk derivatif dimaksudkan untuk melindungi investor dari kerugian
besar. Perusahaan wajib memberikan informasi yang memadai tentang struktur dan
risiko yang terkandung dalam suatu produk derivatif.

Penawaran tender adalah penawaran untuk memperoleh efek yang bersifat


ekuitas (misalnya saham) dengan membeli atau menukar dengan efek lainnya yang
dilakukan melalui media masa. Penawaran tender pada umumnya melibatkan jumlah
saham dan pemegang saham publik yang signifikan sehingga akan mengubah
komposisi pemegang saham atau bahhkan dapat mengakibatkan perusahaan yang
bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai perusahaan publik. Oleh
karena itu, dalam penawaran tender, kepentingan pemegang saham publik perlu
dilindungi dari kerugian yang mungkin timbul akibat penawaran yang tidak wajar.
Perlindungan kepada pemegang saham publiki mencakup hal-hal berikut:

1. Kewajiban mengumumkan kepada publik.


2. Kewajiban membuktikan ketersediaan dana.
3. Ketentuan tidak dapat dibatalkan.
4. Peluang bagi perusahaan sasaran, pihak terafiliasi, dan pihak lain
yang melakukan penawaran tender atas efek yang sama untuk
menentang atau mendukung.
5. Ketentuan tentang batasan harga penawaran tender.
Bursa efek dapat melakukan penghentian sementara (suspensi) perdagangan
efek untuk semua pasar atau di pasar terentu dalam jangka waktu tertentu. Suspensi
efek dapat dilakukan atas permintaan emiten dalam rangka tindakan korporasi atau
rencana melakukan publikasi informasi material. Suspensi efek oleh bursa efek
dilakukan jika terjadi kondisi-kondisi tertentu antara lain:

1. Pendapat disclaimer dari akuntan publik terhadap laporan keuangan


perusahhaan selama dua tahun berturut-turut.
2. Permohonan pailit terhadap perusahaan.
3. Terdapat informasi material yang beredar di masyarakat dan belum
disampaikan oleh perusahaan
4. Terjadi kenaikan atau penurunan harga saham yang signifikan
5. Terjadi pola transaksi yang tidak wajar
6. Ada rencana delisting.

Tanpa suspensi, terdapat kemungkinan terjadinya perdagangan efek yang


tidak wajar. Tanpa suspensi, terdapat kemungkinan terjadinya asimetri informasi di
antara para investor. Suspensi dilakukan untuk menghindari risiko kerugian lebih
lanjut dari investor.

2.2.4. Pencatatan

Perusahaan tercatat (listed company) adalah emiten atau perusahaan publik


yang efeknya tercatat dan diperdagangkan di bursa efek. Untuk dapat diperdagangkan
di bursa, perusahaan tersebut harus melakukan penawaran umum. Selama sahamnya
diperdagangkan di bursa, perusahaan mungkin melakukan berbagai tindakan
korporasi, misalnya mengeluarkan obligasi, merger, akuisisi, dll.

Penawaran umum dilakukan dengan emiten menyampaikan pernyataan


pendaftaran kepada OJK dan OJK telah memberikan pernyataan efektif atas
pendaftaran dimaksud. Salah satu dokumen yang harus disertakan dalam pernyataan
pendaftaran adalah Prospektur. Pasal 71 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
menyatakan bahwa “Tidak satu pihak pun dapat menjual efek dalam penawaran
umum, kecuali pembeli atau pemesan menyatakan dalam formulir pemesanan efek
bahwa pembeli atau pemesan telah menerima atau memperoleh kesempatan untuk
membaca Prospektus berkenaan dengan efek yang bersangkutan sebelum atau saat
pemesanan dilakukan”. Prospektus harus mencakup semua rincian dan fakta material
mengenai penawaran umum dari emiten yang dapat memengaruhi keputusan pemodal
yang diketahui oleh emiten dan penjamin pelaksana emisi efek.
Pedoman mengenai bentuk dan isi prospektus dalam rangka penawaran
umum diatur melalui Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-51/PM/1996 tanggal 17
Januari 1996 dan tertuang dalam Peraturan Nomor IX.C.2. keterbukaan informasi
yang diwajibkan kepada emiten untuk dipenuhi pada saat penawaran perdana
meliputi hampir segala aspek penting dari emiten yang bersangkutan. Dengan
informasi tersebut, para investor memiliki informasi yang memadai dan andal untuk
mengambil keputusan.

Keputusan Ketua Bepapam Nomor Kep-429/BL/2009 tanggal 9 Desember


2009 dan tertuang dalam Peraturan Nomor IX.D.4 mengatur tentang penambahan
modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi,
misalnya, tujuan penawaran adalah untuk memperbaiki kondisi keuangan perusahaan.

Benturan kepentingan merupakan perbedaan antara kepentingan ekonomis


perusahaan dan kepentingan ekonomis pribadi anggora Direksi, Dewan Komisaris,
atau pemegang saham utama yang dapat merugikan perusahaan. Transaksi
berbenturan kepentingan harus disetujui para pemeganmg saham independen. Dalam
RUPS independen yang dilaksanakan untuk persetujuan tersebut, harus dicantumkan
informasi seperti uraian transaksi, ringkasam, laporan penilai, dan alasan dan
pertimbangan alasan dilakukannya transaksi.

Aturan tentang transaksi material diberlakukan karena transaksi tersebut


berpengaruh signifikan terhadap hasil usaha dan posisi keuangan perusahaan. Setiap
transaksi dengan nilai melebihi 20% dari ekuitas dianggap transaksi material.
Transaksi material dengan nilai lebih besar dari 50% dari ekuitas wajib memperoleh
persetujuan dari RUPS. Jika objek transaksi berupa saham perusahaan tertutup, OJK
mensyaratkan bahwa harga penjualan harus paling kurang sebesar harga pasar yang
wajar atau lebih tinggi dari harga pasar wajar, sementara harga pembelian paling
tinggi sebesar harga pasar wajar atau lebih rendah dari harga pasar wajar yang
ditetapkan penilai. Jika objek transaksi adalah saham tercatat di bursa efek, harga
saham untuk oenjualan paling kurang sebesar harga rata-rata dari harga tinggi
perdagangan harian di bursa efek selama 90 hari terakhir.

Perusahaan (emiten) yang akan melakukan perubahan usaha utama harus


memperoleh persetujuan dari RUPS. Perubahan kegiatan usaha wajib diumumkan
kepada publik. Emiten harus menyediakan data tentang perubahan kegiatan usaha
bagi pemegang saham sejak saat pengumuman RUPS.

Penghapusan pencatatan suatu efek dari perdagangan di bursa dapat


dilakukan karena permohonan emiten, diputuskan oleh Bursa Efek karena permintan
OJK atau dibatalkannya pernyataan pendaftaran oleh OJK. Masalah pokok dari
penghapusan pencatatan adalah perlindungan investor dari kerugian yang bukan
karena kesalahan dalam pengambilan keputusan investasi. Penghapusan pencatatan
efek dilakukan oleh bursa jika perusahaan mengalami salah satu kondisi berikut:

1. Kelangsungan usaha terganggu dan tidakada indikasi pemulihan yang


memadai
2. Saham perusahaan tercatat mengalami suspensi sekurang-kurangnya
2 tahun terakhir.

2.2.5. Keterbukaan Informasi


2.3. Stakeholder Lain
2.3.1. Peringkat Stakeholder
2.3.2. Prinsip Tata Kelola
2.3.3. Kreditur
Berdasarkan sumbernya pendanaan perusahaan berasal dari 2 (dua) pihak
yaitu pemegang saham (stakeholder) dan kreditur. Sebagai salah penyandang
dana, kreditur mempunyai kepentingan agar perusahaan tetap berjalan dengan
baik.
Kreditur adalah istilah yang digunakan dalam berutang atau meberi utang.
Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena adanya perjanjian.
Kreditur rill seperti bank atau perusahaan pembiayaan memiliki kontrak resmi
dengan peminjam, terkadang memberikan hak kepada pemberi pinjaman untuk
mengklaim asset rill debitur jika mereka gagal membayar kembali pinjaman.
Dengan kata lain, kreditur menghasilkan uang dari bunga atas pinjaman yang
mereka tawarkan pada klien. Untuk mengurangi risiko, kreditur mengindeks suku
bunga atau biaya mereka terhadap kelayakan kredit peminjam dan riwayat kredit
masa lalu.
Peminjam dengan nilai kredit yang tinggi dianggap berisiko rendah bagi
kreditur namun para peminjam ini akan mendapatkan tingkat bunga rendah.
Sedangkan peminjam dengan nilai kredit yang rendah dianggap berisiko tinggi
bagi kreditur tetapi suku bunga yang dikenakan akan lebih tinggi untuk mengatasi
risiko tersebut.
Jika kreditur tidak menerima pembayaran kembali aka nada beberapa opsi
yang bisa kreditur lakukan. Kreditur yang tidak dapat menutup hutang mungkin
dapat mengklaimnya sebagai kerugian keuntungan modal jangka pendek atas
pengembalian pajak pendapatan mereka, tetapi untuk melakukannya meraka
harus melakukan upaya yang signifikan untuk mendapatkan kembali hutang
meraka.

2.3.4. Kepailitan
Kepailitan atau Pailit adalah sebuah proses dimana seorang debitur memiliki
kesulitan untuk membayar utangnya dan dinyatakan pailit oleh pengadilan.
Pengadilan yang berhak menggugat adalah pengadilan niaga karena, debitur
dianggap tidak dapat membayar utangnya. Karena hal ini, maka harta debitur
akan diangkat kepada para kreditur berdasarkan keputusan pengadilan atas
undang-undang yang berlaku.
Syarat Pengajuan Pailit :
 Perusahaan memiliki utang
 Terdapat hutang yang sudah jatuh tempo
 Adanya debitur
 Adanya kreditur (lebih dari satu kreditur)
 Permohonan pernyataan Pailit
 Pernyataan Pailit oleh pengadilan niaga

Pihak yang berhak mengajukan Pailit :

 Debitur mengajukan sendiri permohonan pailit tanpa adanya paksaan


 Atas permintaan satu atau lebih kreditur
 Kejaksaan ara nama kepentingan umum
 Bank Indonesia yang dalam hal debitur, sudah ditentukan merupakan
lembaga bank.
 Badan pengawas pasar modal dalam hal debitur merupakan
perusahaan efek

Proses kepailitan dijelasakn sebagai berikut :

 Pengajuan permohonan Pailit


 Putusan Pailit
 Pengurusan harta milik
 Pemberitahuan kepailitan
 Rapat kreditur
 Pencocokan utang-piutang
 Perdamaian
 Pemberesan
 Pembagian
 Pengakhiran kepailitan

2.3.5. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang


UU No 37 Tahun 2004 bukan hanya mengatur tentang kepailitan saja, tapi juga
menyediakan fasilitas bagi debitur dan kreditur untuk mengajukan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) apabila debitur diketahui sedang
mengalami kesulitan dalam pelunasan utang. Sesuai dengan UU Kepailitan, pada
pasal 222, pengajuan untuk melakukan PKPU dapat dilakukan oleh kedua belah
pihak, baik kreditur maupun debitur. Namun, terdapat pengecualian untuk debitur
yang permohonannya harus melalui instansi tertentu dan diatur dalam pasal 223.
PKPU diajukan apabila debitur tidak mampu atau diasumsikan tidak dapat
meneruskan cicilan utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih (Pasal
222 ayat(2)). Tujuan dari pengajuan PKPU adalah agar debitur dapat
mengirimkan permohonan perdamaian yang didalamnya mencakup tawaran
pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur.

Perdamaian
Tujuan dari pengajuan PKPU adalah untuk pengajuan rencana perdamaian dari
debitur. Rancangan perdamaian ini dibahas ketika rapat kreditur, tujuannya
adalah untuk menyetujui atau menolak perdamaian.
Pada umumnya, rencana perdamaian mengandung tawaran penyelesaian
sebagian atau seluruh utang debitur pada kreditur. Tawaran pelunasan Sebagian
atau semua liabilitas dapat melingkupi tawaran untuk melakukan restrukturisasi
utang. Sjahdeni (2002: 368) dalam Sinaga (2012: 286) mengatakan bahwa dalam
praktik perbankan, restrukturisasi utang dapat berupa tindakan sebagai berikut.
1) Penjadwalan kembali pelunasan utang (rescheduling).
2) Penyusunan kembali persyaratan utang (reconditioning).
3) Pengurangan jumlah utangn pokok (haircut).
4) Pengurangan atau pembebasan jumlah bunga yang tertunggak, denda dan
biaya-biaya lain.
5) Penurunan tingkat suku bunga.
6) Pemberian utang baru.
7) Konversi utang menjadi modal.
8) Penjualan asset yang tidak produktif.
9) Bentuk-bentuk lain.

Upaya perdamaian juga harus bisa menunjukkan cara-cara untuk


mengembalikan perusahaan dalam kondisi normal agar sifat, jumlah, syarat dan
jadwal pembayaran baru tersebut dapat terealisasi. Normalnya, cara untuk
menyehatkan organisasi bisnis adalah dengan cara restrukturisasi perusahaan.

Jangka Waktu
Rancangan perdamaian dapat dibawakan ketika atau selama periode sebagai
berikut.
1) Saat pengajuan permohonan PKPU oleh debitur.
2) Selama periode permohonan PKPU sampai dengan diputuskannya PKPUS.
3) Selama masa PKPU Sementara (PKPUS), yaitu maksimum 45 hari.
4) Selama masa PKPU Tetap (PKPUT), yaitu maksimum 270 hari.
Keputusan
Keputusan akan dilakukan dalam sebuah sidang atau dalam rapat kreditur.
Keputusan dibuat dengan system musyawarah. Jika, rencana perdamaian ditolak
kreditur, maka debitu akan dinyatakan pailit demi hukum. Sedangkan bila
rencana perdamaian diterima, hakim pengawas wajib mengirimkan laporan
tertulis pada pengadilan (Majelis Hakim yang melakukan pemeriksaan dan
memutus perkara PKPU) pada tanggL yang telah ditetapkan untuk keperluan
pengesahan pengadilan.
Pihak kreditur yang sudah menyetujui adanya perdamaian akan terikat
dengan perdamaian tersebut, hal ini tertuang pada Pasal 186. Dengan telah
ditetapkannya perdamaian oleh pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap (Pasal 288), PKPU pun berakhir.
Kemudian pada Pasal 285 ayat (2), pengadilan harus menolak untuk
melakukan pengesahan perdamaian jika.
1) Harta debitur jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam
perdamaian.
2) Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin.
3) Perdamaian tersebut dicapai karena penipuan atau persekongkolan dengan
satu atau lebih kreditur atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur
dan tanpa menghiraukan apakah debitur atau pihak lain bekerja sama untuk
mencapai hal ini.
4) Imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh ahli dan pengurus belum
dibayar atau tidak diberikan jaminan untuk pembayarannya.
Pengurusan
Sesuai dengan Pasal 240 ayat (1), ketika dalam kondisi PKPU, debitur tidak bisa
melakukan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya
bila tidak ada persetujuan dari pengurus. Kewajiban debitur yang dalukan tanpa
mendapatkan persetujuan dari pengurus yang timbul setelah PKPU, hanya dapat
dbebankan kepada harta debitur sejauh hal itu menguntungkan harta debitur
(Pasal 240 ayat (2)).
Selain kewajiban yang harus dipenuhi, debitur juga memiliki hak-hak sebagai
berikut.
1) Debitur tidak dapat dipaksa untuk membayar utangnya dan semua tindakan
eksekusi yang teiah mulai dilakukan untuk memperolch pelunasan harus
ditangguhkan (Pasal 242 ayat (1)).
2) Semua sita yang telah dilakukan gugur dan jika debitur disandera, ia harus
dilepaskan segera setelah putusan PKPUT atau setelah pengesahan
perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 242 ayat(2)).
3) Pembayaran utang selama berlangsungnya PKPU tidak dilakukan, kecuali
pembayaran utang tersebut dilakukan kepada semua kreditur menurut
perimbangan piutang masing- masing (Pasal 245).

2.4. Studi Kasus


BFI Finance adalah salah satu perusahaan penyedia layanan keuangan bukan bank dengan
pelayanan utama perusahaan adalah menjalankan usaha pembiayaan dalam bentuk
penyediaan dana atau barang modal berbentuk sewa pembiayaan dan pembiayaan
konsumen. Areanya meliputi pembiayaan investasi, pembiayaan modal kerja, pembiayaan
multiguna dan kegiatan usaha lain berdasarkan persetujuan OJK.
BFI Finance berdiri pada 7 April 1982 dengan nama PT Manufacturers Hanover
Leasing Indonesia. Pada tahun 1990 namanya berubah menjadi PT Bunas Finance
Indonesia setelah izin menjadi perusaahaan pembiayaan keluar dan mendaftarkan unit
usahanya pada BEI dengan kode BFIN. Tepat 16 Mei 1990, BFIN melakukan IPO setelah
Bapepam mengeluarkan pernyataan efektif.
Awal Mula Kasus
Pada awalanya PT Aryaputra Teguharta (APT) dan Ongko Multicorpora (OM) dimana
keduanya dibawah kendali Ongko Group, memilik saham BFI Finance sebesar
111.804.732 dan 98.388.180.
Akan tetapi, pada penghujung tahun 90-an BFI Finance mengalami kendala keuangan
dan wajib melakukan pembayaran utang pada krediturnya. Di lain sisi BFI juga memiliki
piutang pada 29 anak perusahaan Ongko Group.
Karena kondisi semakin buruk, pada 1 Juni 1999 APT dan OM menjaminkan
kepemilikan sahamnya kepada BFI Finance lewat Perjanjian Gadai Saham. Hal itu
menjadi awal mula langkah BFI Finance melakukan restrukturisasi utang pada
krediturnya melalui permohonan PKPU di PN Jakarta.
Kemudian pada 9 Februari 2001 dilakukan pengalihan saham ex APT dan OM
kepada The Law Debenture Trust Corporation selaku perwakilan dari para kreditur
berdasarkan Share Sale & Purchase Agreement. Pengalihan saham pun dilakulan melalui
Bursa Efek Jakarta pada Mei 2001. Pihak BFI Finance pun menyerahkan surat
pembebasan utang kepada Ongko Group.
Kemudian pada 2003, ketika proses restrukturisasi pinjaman BFI selesai, APT dan
OM menuntut pengembalian saham yang telah digadaikan. Mereka yakin bahwa
perjanjian gadai saham telah habis masa berlakunya.
Hasil Persidangan
APT berhasil menang di pengadilan tingkat pertama, namun kalah pada tingkat banding
maupun kasasi. Pada tahun 2007, APT mengajukan peninjauan kembali dan berbuah
manis bagi Aryaputra. Hasil PK berisi bahwa APT tercatat sebagai pemilik sah atas 111
juta lembar saha di BFI Finance.
Putusan Mahkamah Agung (MA) dalam Peninjauan Kembali itu juga menghukum
The Law Debenture Trust Corporation P.L.C., Francis Lay Sioe Ho, Cornellius Henry
Kho, Yan Peter Wangkar, untuk mengembalikan dan menyerahkan saham BFIN milik
Aryaputra. Ketiga nama terakhir adalah Direksi BFI Finance yang pada 2001
mengalihkan saham BFI Finance yang telah digadaikan oleh Aryaputra. Sementara The
Law Debenture merupakan perusahaan offshore trustee dari Inggris yang saat itu
membeli saham BFI Finance.
Tetapi putusn MA daam PK tersebut tidak dapat dilakukan. Pertimbangannya adalah ,
objek yang ingin di eksekusi (saham) milik APT sudah dijual dan tidak berada pada
penguasaan tergugat. Itulah mengapa masalah sengketa antara APT dan BFI terus
berlanjut.
Pada akhir tahun 2018, APT kembali mengirimkan 3 gugatan perbuatan melawan
hukum di PN Jakarta Pusat. Pokok bahasannya adalah APT ingin dinyatakan sebagai
pemilik sah 32,32% saham BFI Finance. Selain itu APT juga meminta dividen untuk
tahun buku 2002-2007 sebesar 644,8 miliar, ganti rugi yang berasal dari bunga sebesar
6% per tahun akibat kelalaian membayar dividen senilai Rp 133,9 miliar, dan ganti rugi
immaterial sebesar Rp 500 miliar.
Penyelesaian Masalah
Mengutip pengumuman di media massa pada 22 Januari 2020, pemegang saham
Aryaputra telah memutuskan untuk membubarkan PT Aryaputra Teguharta. Pembubaran
tersebut berdasarkan keputusan pemegang saham di luar rapat pada 13 Januari 2020.
3. Kesimpulan
4. Daftar Pustaka
Rahardjo, Soemarso Slamet. 2018. Etika dalam Bisnis & Profesi Akuntan dan Tata
Kelola Perusahaan. Jakarta: Salemba Empat.

Usai Belasan Tahun Bersengketa dengan BFI Finance (BFIN), Aryaputra Teguharta
Bubar (2020) insight.kontan.co,id diakses melalui
https://insight.kontan.co.id/news/usai-belasan-tahun-bersengketa-dengan-bfi-finance-
bfin-aryaputra-teguharta-bubar. 9 Maret 2021

Soal Sengketa Saham BFI Finance yang Berlangsung Belasan Tahun (2018)
finance.detik.com diakses melalui https://finance.detik.com/bursa-dan-valas/d-
4060553/soal-sengketa-saham-bfi-finance-yang-berlangsung-belasan-tahun. 9 Maret
2021

Sejarah dan Profil Singkat BFI Finance Indonesia (2017) padamu.net diakses melalui
padamu.net/sejarah-dan-profil-singkat-bfi-finance-indonesia. 9 Maret 2021

Anda mungkin juga menyukai