Anda di halaman 1dari 17

Pengembangan Bahan Ajar Booklet Berbasis Literasi

Sains Dalam Materi Klasifikasi Makhluk Hidup Pada


Siswa SMP

PROPOSAL PENELITIAN

Nama : Leni Safitri


Npm : 717.7.1.0326

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS WIRARAJA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
PISA (Programme for International Student Assessment) adalah studi
internasional tentang prestasi literasi membaca, matematika, dan sains siswa
sekolah berusia 15 tahun. Penyelenggara studi adalah OECD (Organisation for
Economic Cooperation and Development) beserta konsorsium internasional yang
membidangi masalah Sampling, Instrumen, Data, Pelaporan, dan sekretariat. PISA
merupakan studi yang diselenggarakan setiap tiga tahun sekali. Indonesia mulai
sepenuhnya berpartisipasi sejak tahun 2001 (Puspendik,2019). Siswa di Indonesia
mendapat nilai lebih rendah dari rata-rata OECD dalam sains (Pisa,2018).
Perkembangan terbaru hasil PISA tahun 2018 khususnya pada literasi sains
Indonesia menempati posisi 70 dari 78 negara (OECD, 2018). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa skor rata-rata literasi sains Indonesia berada di bawah rata-
rata skor Internasional (Pisa,2018).
Siswa Indonesia dengan pencapaian skor literasi sains sekitar 400 poin
berarti baru mampu mengingat pengetahuan ilmiah berdasarkan fakta sederhana
(seperti nama, fakta, istilah, rumus sederhana) dan menggunakan pengetahuan
ilmiah umum untuk menarik atau mengevaluasi suatu kesimpulan. Berdasarkan
hasil studi literasi sains yang diadakan oleh PISA, tergambar bahwa kemampuan
siswa Indonesia dalam bersaing di tingkat Internasional masih harus lebih
ditingkatkan (Rustaman, 2004). Kompetensi sains siswa Indonesia sekitar 73,61%
dengan kategori kurang, 25,38% dengan kategori cukup, dan hanya 1,01% dengan
kategori baik. Literasi sains menjadi kompetensi yang sangat penting dikuasai
dalam menghadapi persaingan abad 21 (INAP, 2018)
Penguasaan kemampuan literasi sains dapat mendukung pengembangan
dan penggunaan kompetensi abad ke-21. Literasi sains diharapkan peserta didik
mampu memenuhi berbagai tuntuntan zaman yaitu menjadi problem solver
dengan pribadi yang kompetitif, inovatif, kreatif, kolaboratif, serta berkarakter
(Kemendikbud,2014). Pemberdayaan peserta didik agar mampu untuk
membangun diri sendiri berdasarkan potensi diri dan pengaruh lingkungan yang
diperolehnya sesuai dengan taraf perkembangan psikis, fisik dan sosial
memerlukan interaksi aktif antara pendidik dengan peserta didik, antar peserta
didik, dan antara peserta didik dengan lingkungan, dalam suasana yang
menyenangkan dan menggairahkan, serta sesuai dengan kondisi dan nilainilai
yang ada dilingkungannya (BSNP,2011)
Peserta didik yang memiliki pengetahuan untuk memahami fakta ilmiah
serta hubungan antara sains, teknologi dan masyarakat, mampu menerapkan
pengetahuannya untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan
nyata disebut dengan masyarakat berliterasi sains (Bond, 1989). Literasi sains
merupakan salah satu keterampilan yang diperlukan di abad-21 mengingat
pentingnya literasi sains maka mendidik masyarakat agar memiliki literasi
sains merupakan tujuan utama dalam setiap reformasi pendidikan sains
(DeBoer, 2000)
Rendahnya kemampuan literasi sains siswa di Indonesia juga dipengaruhi
oleh pemilihan bahan ajar yang dipakai di sekolah. Bahan ajar yang beredar dan
digunakan di sekolah belum memuat komponen literasi sains secara
seimbang (Sugianto,2017). Bahan ajar memegang peranan penting dalam proses
pembelajaran, yaitu sebagai media penyampaian informasi. Dengan demikian
dibutuhkan bahan ajar yang baik agar tujuan pembelajaran dicapai secara
maksimal. Bahan ajar yang baik adalah bahan ajar yang memuat komponen literasi
sains secara seimbang. Komponen bahan ajar yang memuat aspek literasi sains
secara seimbang adalah bahan ajar yang didalamnya memuat sains sebagai batang
tubuh pengetahuan, sains sebagai cara menyelidiki, sains sebagai cara berpikir, dan
interaksi sains, teknologi, dan masyarakat secara seimbang. Komponen tersebut
harus terkandung dalam buku secara seimbang dengan perbandingan 2 : 1 : 1 : 1.
(Susanti et al., 2015). Berdasarkan hasil analisis muatan tiap aspek literasi sains
dalam bahan ajar yang dikembangkan menunjukan perbandingan 40% : 20% :
20% : 20% dalam penelitiannya Wilkinson (1999)
Dengan demikian, peneliti ingin mengembangkan bahan ajar yang
memiliki komponen literasi sains yang seimbang, mudah dipahami, layak dan
efektif digunakan pada siswa SMP. Permendikbud (2016) menyatakan bahwa
sumber belajar yang biasa digunakan oleh peserta didik meliputi buku, media
cetak atau elektronik, menggunakan alam sekitar atau beberapa sumber belajar
lainnya yang sudah relevan, berpenampilan menarik, bahasa mudah dipahami,
serta karakteristiknya dapat disesuaikan tingkatan peserta didik serta materi
pembelajaran. Salah satu sumber belajar relevan yang dapat dipakai oleh peserta
didik yaitu booklet. Bahan ajar yang akan dibuat yaitu Booklet berbasisi literasi
sains pada materi klasifikasi makhluk hidup pada siswa SMP.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dikaji
adalah:
1.2.1 Bagaimana kelayakan produk Booklet berbasisi literasi sains untuk siswa
SMP?
1.2.2 Bagaimana produk booklet pada materi klasifikasi makhluk hidup yang
telah dikembangkan?
1.3 Tujuan Pengembangan
1.3.1 Untuk mengetahui kelayakan produk Booklet berbasisi literasi sains untuk
siswa SMP
1.3.2 Untuk mengetahui produk booklet pada materi klasifikasi makhluk hidup
yang telah dikembangkan
1.4 Spesifikasi Produk yang Diharapkan
Produk yang dihasilkan dalam penelitian pengembangan ini ialah booklet
berbasis literasi sains. Booklet merupakan sebuah media yang efektif dan efisien
jika digunakan dalam pembelajaran, berisi berbagai informasi penting, disusun
menggunakan bahasa yang baku, jelas, mudah dipahami oleh pembaca, booklet
bisa digunakan sebagai penunjang kegiatan belajar, sehingga dapat meningkatkan
efektifitas belajar peseera didik dalam materi biologi (Pralisaputri, 2016). Adanya
produk pengembangan ini yaitu booklet berbasis literasi sains diharapkan dapat
digunakan siswa untuk belajar IPA. Materi IPA yang disajikan hanya sebatas
materi IPA kelas VII semester ganjil.
1.5 Pentingnya Pengembangan
Pentingnya pengembangan booklet berbasis literasi sains ini diharapkan
dapat menjadi sumber belajar yang memudahkan siswa dalam memahami materi
IPA.
1.6 Definisi Istilah
Untuk menghindari kemungkinan timbulnya pengertian ganda terhadap
istilah yang digunakan dalam pengembangan booklet berbasis literasi sains ini
maka diberikan beberapa penegasan istilah berikut ini:
1.6.1 Booklet
Booklet merupakan sebuah media untuk menyampaikan pesan-pesan dalam
bentuk buku, baik berupa tulisan maupun gambar. Adalah (Maulana,2009).
1.6.2 Literasi Sains
Menurut OECD (2010) literasi sains merupakan kemampuan untuk
menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasikasi pertanyaan-
pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti yang
dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia, kesadaran akan
pentingnya sains dan teknologi, membentuk lingkaran intelektual dan
budaya, serta keinginan untuk terlibat dalam masalah-masalah terkait sains
1.6.3 Booklet Literasi Sains
Booklet berbasis literasi sains merupakan bentuk buku cetak dengan
ukuran A5 landscape dikemas secara praktis, dengan desain yang menarik,
dilengkapi gambar-gambar sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan
semangat belajar peserta didik. Teks yang disajikan dikemas dengan jelas,
agar mudah dimengerti pembaca (Fitriastutik, 2010)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Teori
2.1.1 Booklet
Booklet merupakan alat bantu berupa buku yang berisikan tulisan
dan gambar yang disesuaikan dengan sasaran pembacanya. Informasi
yang ada dalam booklet disusun dengan jelas dan rinci, sehingga
mudah dipahami oleh sasaran pendidikan dan tidak menimbulkan
persepsi yang menyimpang (Bagaray, 2016: 79). Menurut Simamora
(Bagaray, 2016:971) booklet sangat fleksibel dan mudah dibawa
kemanapun, isi booklet ditulis secara ringkas disertai dengan
gambar.Booklet termasuk dalam bentuk bahan ajar cetak. Menurut
Darmoko (dalam Pralisaputri, 2016: 148), booklet adalah buku kecil
yang memiliki paling sedikit halaman, tetapi tidak lebih dari empat
puluh delapan halaman diluar hitungan sampul. Booklet berisikan
informasi-informasi penting, isinya harus tegas, jelas, mudah
dimengerti dan akan lebih menarik jika disertai dengan gambar,
sehingga booklet dapat dijadikan sebagai media pendukung
pembelajaran di kelas dengan harapan dapat meningkatkan pembelajaran
yang efektif dan efisien.
Booklet ini memiliki ciri khas yang membedakan dari booklet-
booklet lain yaitu setiap topic terdapat latihan-latihan soal dan fitur-fitur
yang disesuaikan dengan indikator scientific literacy. Fiturfitur khusus
tersebut meliputi Biota.com, THE BIP, BIO FENA, dan My LAB My
Adventure. Adanya fitur-fitur tersebut diharapkan dapat memotivasi, dan
menambah semangat belajar peserta didik. Rahmatih, dkk (2017)
menjelaskan bahwa karakteristik atau ciri-ciri booklet meliputi desain isi
konsisten dengan tema materi, bahasa yang disajikan jelas dan mudah
dipahami, dilengkapi dengan gambar atau foto, serta komponen warna
diselaraskan dengan tema agar pesan yang disampaikan kepada pembaca
tercapai. Booklet dinilai efektif sebagai media bahan ajar, karena dikemas
secara praktis dan memuat informasi singkat namun terperinci (Rusmana,
2019). Susunan kalimat dalam booklet harus menggunakan bahasa yang
disesuaikan dengan penggunaan EYD, baku, mudah dipahami, serta tidak
menimbulkan multitafsir. Prastowo (2014) menjelaskan bahwa bahasa
dalam booklet harus baku, padat, dan jelas, untuk tingkat SMA pengguaan
kalimat kurang lebih 25 kata per kalimat, agar kalimat yang digunakan
tidak terlalu panjang. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Sholeh
(2013) menyatakan bahwa penggunaan bahasa dalam media pembelajaran
yang berupa kata, kalimat, dan paragraph haruslah sesuai dengan bahasa
peserta didik, menggunakan kalimat efektif, tidak menjadikan multitafsir,
serta sederhana. Badan Standart Nasional Perbukuan (BNSP, 2014)
menjelaskan bahwa tatanan bahasa pendukung penyajian materi
pembelajaran terdiri dari istilah yang sudah disesuaikan dengan acuan gaya
bahasa yang benar yaitu menggunakan Kamus Brsar Bahasa Indonesia
(KBBI), serta konsisten dalam penggunaan nama ilmiah/ nama asing dan
beberapa simbol yang diperlukan.

2.1.2 Literasi Sains


Literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan
pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan
berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan
berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui
aktivitas manusia (OECD, 2003). Scientific Literacy adalah kemampuan
mengidentifikasi memahami dan memaknai isu terkait sains yang
diperlukan seseorang untuk mengambil keputusan berdasarkan bukti-
bukti saintifik. Literasi sains merupakan tujuan utama dari pendidikan
sains (Wenning, 2006). literasi sains diartikan sebagai kemampuan
kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi
pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam
rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan
perubahan yang dilakukan dengan alam melalui aktivitas manusia (Harlen,
2004).
Literasi Sains bersifat multidimensional, bukan hanya pemahaman
terhadap pengetahuan sains, melainkan lebih dari itu. Penerapan konsep
literasi dalam proses pendidikan sains tidak hanya ditujukan untuk
memahami kumpulan fakta dan teori namun justru merupakan ranah dari
sebuah proses pembelajaran menuju suatu “gagasan kunci” dalam
memahami dan memaknai fenomena dan kejadian yang relevan dengan
kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dalam konteks pendidikan sains
maka Literasi Sains merupakan puncak pencapaian dari proses pendidikan
sains. Literasi Sains juga dipandang sebagai pengetahuan, pemahaman dan
pemaknaan konsep-konsep sains dan proses ilmiah yang diperlukan dalam
pengambilan keputusan personal, berpartisipasi dalam urusan sosial dan
budaya serta produktivitas ekonomi (National Research Council, 1996).
(kurikulum 2013)
literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan
pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan
berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat
keputusan berkenaan dengan alam melalui aktivitas manusia. Sedangkan
menurut Afriana, J. et al. (2016) Literasi sains merupakan keterampilan
yang diaplikasikan untuk mendefinisikan femonena secara sains atau
ilmiah. Literasi sains berarah kepada bagaimana peserta didik
menggunakan pengetahuan mereka untuk menciptakan sebuah ide baru,
konsep baru terhadap sebuah permasalahan secara ilmiah (Wulandari, N.,
& Sholihin, H., 2016). Literasi sains mendukung peserta didik untuk
menciptakan prosedur sendiri berdasarkan penyelidikan yang mereka
lakukan (Irmita, L., & Atun, S., 2018). Menurut American Association for
the Advancement of Science (AAAS) tahun 2013, hal yang penting dalam
pembelajaran sains adalah literasi sains.
Dimensi dalam Literasi Sains, Literasi sains dikategorikan dalam 3
dimensi pengukurannya yaitu konten sains, proses sains, dan konteks
aplikasi sains. Pertama: Konten sains merujuk pada konsep-konsep kunci
dari sains yang dibutuhkan untuk memahami fenomena alam dan
perubahan alam yang terjadi melalui aktivitas manusia (Suciati, et al.,
2013). Terdapat empat aspek yang menjadi karakteristik literasi sains
diantaranya adalah (a) Konteks merupakan dimensi dari literasi sains yang
mengandung pengertian situasi yang ada hubunganya dengan penerapan
sains dalam kehidupan sehari-hari, yang digunakan menjadi bahan bagi
aplikasi proses dan pemahaman konsep sains seperti kesehatan, sumber
daya alam, mutu lingkungan, bahaya serta perkembangan mutakhir sains
dan teknologi (Bahriah, 2015), (b) Konten atau pengetahuan merujuk pada
konsep-konsep kunci dari sains yang diperlukan untuk memahami
fenomena alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui
aktivitas manusia (Bahriah, 2015), (c) Kompetensi biasa disebut pula
dengan proses sains merupakan dimensi dari literasi sains yang memiliki
pengertian proses dalam menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan
masalah (Wulandari & Sholihin, 2016). Pada tahun 2000 dan 2003, PISA
menetapkan tiga aspek dari komponen kompetensi ilmiah atau proses sains
yang diukur dalam literasi sains (Odja & S.Payu, 2014). Tiga kompetensi
ilmiah yang diukur dalam literasi sains yakni mengidentifikasi isu-isu atau
pertanyaan ilmiah, menjelaskan fenomena secara ilmiah dan menggunakan
bukti ilmiah (Islami, Nahadi, & Permanasari, 2015). Dan juga (d) Sikap,
Philips dalam Holbrook & Rabbikmae menyatakan bahwa komponen sikap
pada literasi sains diantaranya adalah kemandirian dalam belajar sains,
kemampuan untuk berpikir ilmiah, keingintahuan, serta kemampuan untuk
berpikir kritis (Anjarsari, 2014).
Permendiknas No.22 tahun 2006 tentang Standar Isi menjelaskan
bahwa sains/Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari
tahu tentang alam secara sistematis (Habibi, 2010). Sains adalah produk
aktivitas akal manusia yang dihasilkan dengan cara eksperimen dan
pengamatan berulang-ulang untuk menghasilkan suatu teori. Ruang
lingkup sains hanya terbatas pada hal-hal yang dapat dipahami oleh panca
indera (Husamah et al., 2016).
2.1.3 Karakteristik Siswa SMP/MTs
George Santayana seorang filsuf Amerika menyatakan bahwa “setiap
anak berada pada periode yang berbeda, sehingga mereka berpotensi untuk
merasakan suatu hal melalui caranya sendiri”. Masa kanak-kanak adalah fase
paling penting dari seseorang dalam menjalani proses kehidupan. Setiap anak akan
mengalami perubahan sesuai dengan keadaan lingkungan mereka. Sebelum
menjadi seorang remaja, seorang anak akan merasakan masa kanak-kanak yang
aktifitasnya lebih banyak bermain (Santrock, 2010).
Perkembangan adalah bentuk dari perubahan yang dimiliki seseorang,
baik perubahan secara biologis, kognitif, dan sosioemosional. Periode
perkembangan anak, khususnya anak yang duduk di bangku SMP, termasuk ke
dalam periode adolescence. Periode adolescence merupakan tahap peralihan dari
masa kanak-kanak ke usia dewasa. Anak-anak pada masa ini memiliki rentan usia
sekitar sepuluh tahun hingga usia dua puluh tahun. Perkembangan fisik yang
tampak pada periode ini berupa bertambahnya bobot tubuh dan perkembangan
fungsi seksual. Di masa ini, anak-anak memiliki kebebasan untuk mencari jati
dirinya sendiri, karena pemikiran yang dimilikinya sudah semakin logis, abstrak,
dan idealistis (Santrock, 2010).
Ditinjau dari perkembangan kognitifnya, siswa SMP berada pada tahap
operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa) (Slavin, 2011). Pada tahap ini,
seorang anak telah mampu berpikir secara idealistis, logis dan abstarktif.
Kemampuan berpikir anak secara abstrak dapat ditunjukkan melalui proses
pemecahan masalah. Kemampuan berpikir secara idealis dapat ditunjukkan dengan
kemampuan siswa dalam mengkhayalkan kehidupannya kelak. Kemampuan logis
dapat ditunjukkan oleh siswa dalam memecahkan suatu masalah beserta solusi
yang akan diberikan (Santrock, 2010). Selain itu, pada masa remaja seorang anak
juga akan memilliki egosentrisme yang tinggi. Egosentrisme merupakan suatu
kejadian normal yang bisa terjadi pada masa remaja. Egosentrisme yang tinggi
dapat menimbulkan perilaku menyimpang pada anak remaja ( Santrock, 2010).
2.1.4 Materi

Materi Ciri-Ciri dan Klasifikasi pada Makhluk Hidup KD 3.2.


Mengklasifikasikan makhluk hidup dan benda berdasarkan karakteristik
yang diamati. KD 4.2. Menjakikan hasil pengklasifikasian makhluk hidup dan
benda di lingkungan sekitar berdasarkan karakteristik yang diamati.Ciri-Ciri
Makhluk HidupDelapan ciri makhluk hidup diantaranya bergerak, memerlukan
makanan, peka terhadap rangsang, bernafas, tumbuh, mengeluarkan zat sisa,
berkembang biak, dan beradaptasi. Klasifikasi Makhluk Hidup,(1)Tahapan
Klasifikasi, (2)Urutan Takson dalam Klasifikasi,(3)Kunci Identifikasi, (4)Metode
Penamaan Ilmiah,(5)Manfaat Klasifikasi,(6)Perkembangan Sistem Klasifikasi.
Kingdom Protista, Kingdom Fungi, Kingdom Plantae, Kingdom Animalia.
erdasarkan kriteria yang digunakan, sistem klasifikasi makhluk hidup
dibedakan menjadi tiga, yaitu sistem buatan (artifisial), sistem alami (natural), dan
sistem filogenik.1.Sistem Klasifikasi Buatan (Artifisial)Sistem klasifikasi buatan
mengutamakan tujuan praktis dalam ikhtisar dunia makhluk hidup. Dasar
klasifikasi adalah ciri morfologi, alat reproduksi, habitat dan penampakan
makhluk hidup (bentuk dan ukurannya). Misalnya, pada klasifikasi tumbuhan
ada pohon, semak, perdu, dan gulma. Berdasarkan tempat hidup, dapat
dikelompokkan hewan yang hidup di air dan hewan yang hidup di darat.
Berdasarkan kegunaannya, misalnya makhluk hidup yang digunakan sebagai
bahan pangan, sandang, papan dan obat-obatan.2.Sistem Klasifikasi Alami
(Natural)Klasifikasi makhluk hidup yang menggunakan sistem alami
menghendaki terbentuknya takson yang alami. Pengelompokkan pada sistem
ini dilakukan berdasarkan pada karakter-karakter alamiah yang mudah
untuk diamati, pada umumnya berdasarkan karakter morfologi, sehingga
terbentuk takson-takson yang alami, misalnya hewan berkaki empat, hewan
bersirip, hewan tidak berkaki, dan sebagainya. Pada tumbuhan misalnya
tumbuhan berdaun menyirip, tumbuhan berdaun seperti pita, dan sebagainya.
Sistem klasifikasi filogenik merupakan suatu
carapengelompokkan organisme berdasarkan garis evolusinya atau sifat
perkembangan genetik organisme sejak sel pertama hingga menjadi bentuk
organisme dewasa. Sistem klasifikasi ini sangat dipengaruhi oleh
perkembangan teori evolusi. Teori ini diperkenalkan oleh Charles Darwin
(1859). Sistem klasifikasi filogeni ini merupakan sistem klasifikasi yang
mendasari sistem klasifikasi modern, yang dipelopori oleh Hudchinson,
Cronquist, dan lainnya. Makin dekat hubungan kekerabatan,maka makin
banyak persamaan morfologi dan anatomi antar takson. Semakin sedikit
persamaan maka makin besar perbedaannya, berarti makin jauh
hubungan kekerabatannya. Misalnya, orang utan lebih dekat
kekerabatannya dengan monyet dibandingkan dengan manusia. Hal itu
didasarkan pada tes biokimiasetelah ilmu pengetahuan berkembang pesat,
terutama ilmu pengetahuan tentang kromosom, DNA, dan susunan protein
organisme.
Sistem Tata Nama Ganda (Binomial Nomenclature)Sebelum digunakan
nama baku yang diakui dalam dunia ilmu pengetahuan, makhluk hidup diberi
nama sesuai dengan nama daerah masing-masing, sehingga terjadi lebih dari
satu nama untuk menyebut satu makhluk hidup. Misalnya, mangga ada yang
menyebut taipa (di daerah Makassar), ada yang menyebut pao(daerah Bugis),
dan ada pula yang menyebut pelem(daerah jawa). Nama pisang, di daerah
jawa tengah disebut dengan gedang, sedangkan di daerah Sunda gedang berarti
pepaya. Karena adanya perbedaan penyebutan ini maka akan mengakibatkan
salah pengertian sehingga informasi tidak tersampaikan dengan tepat atau pun
informasi tidak dapat tersebar luas ke daerah-daerah lain atau pun negara
lain.Carolus Linnaeus (1707-1778) adalah seorang ilmuwan Swedia yang
meneliti tentang tata cara penamaan dan identifikasi organisme (Systema
Naturae) yang menjadi dasar taksonomi modern.Untukmenyebut nama makhluk
hidup, C. Linneaus menggunakan sistemtata nama ganda, yang aturannya sebagai
berikut:1.Nama spesies terdiri atas dua kata. Kata pertama adalah nama
genus dan kata kedua adalah penunjuk spesies.2.Kata pertama diawali dengan
huruf besar dan kata kedua dengan huruf kecil.3.Menggunakan bahasa Latin atau
ilmiah atau bahasa yang dilatinkan, yaitu dengan dicetak miring atau
digarisbawahi secara terpisah untuk nama genus dan nama
spesiesnya.Contoh: Nama ilmiah jagung adalah Zea mays atau dapat pula ditulis
Zeamays. Hal ini menunjukkan nama genus = Zea dan nama petunjuk spesies =
mays.E.Pengklasifikasian Makhluk HidupPada awalnya dalam klasifikasi,
makhluk hidup dikelompokkan dalam kelompok-kelompok berdasarkan
persamaan ciri yang dimiliki. Kelompok-kelompok tersebut dapat didasarkan
pada ukuran besar hingga kecil dari segi jumlah anggota kelompoknya.
Namun, kelompok-kelompok tersebut disusun berdasarkan persamaan dan
perbedaan. Urutan kelompok ini disebut takson atau taksonomi. Kata
taksonomi sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu taxis (susunan, penyusunan,
penataan) atau taxon (setiap unit yang digunakan dalam klasifikasi objek biologi)
dan nomos (hukum).Menurut Carolus Lennaeus, tingkatan takson diperlukan
untuk pengklasifikasian, yang berurutan dari tingkatan tinggi yang umum
menuju yang lebih spesifisik di tingkatan yang terendah.
Urutan hierarkinya yaitu :
1. Kingdom (Kerajaan)
2. Phylum (Filum) untuk hewan / Divisio (Divisi) untuk tumbuhan
3. Classis (Kelas)
4. Ordo (Bangsa)
5. Familia (Keluarga)
6. Genus (Marga)
7. Spesies (Jenis)
Dari tingkatan di atas, bisa disimpulkan jika dari spesies menuju
kingdom, maka takson semakin tinggi. Selain itu jika takson semakin tinggi,
maka jumlah organisme akan semakin banyak, persamaan antar organisme
akan makin sedikit sedangkan perbedaanya akan semakin banyak.
Sebaliknya, dari kingdom menuju spesies, maka takson semakin rendah. Dan
jika takson semakin rendah, maka jumlah organisme akan semakin sedikit,
persamaan antar organisme akan makin banyak sedangkan perbedaanya akan
semakin sedikit (Kemendikbud,2017)
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
(Uswatun Hasanah & Herlina Fitrihidajati, 2020) dalam penelitiannya
yang berjudul bahwa booklet berbasis scientific literacy layak secara teoritis
dengan hasil validasi rata-rata 0,81 termasuk dalam ketegori valid, layak secara
empiris dengan hasil keterbacaan berada di level 9 dan 10 serta respon peserta
didik mendapat hasil rata-rata 97,5% termasuk dalam kategori sangat efektif.
Penelitian lain yang dilakukan (MaslahatulUmmah.dkk,2018) dengan
judul Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Literasi Sains Materi Gelombang
Cahaya, Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan
kemampuan literasi sains antara siswa yang menggunakan bahan ajar yang
dikembangkan dengan bahan ajar yang digunakan di sekolah. Bahan Ajar
Berbasis Literasi Sains Materi Gelombang Cahaya mudah dipahami oleh siswa
dengan nilai tingkat keterbacaan rata-rata sebesar 77%. Peningkatan kemampuan
literasi sains siswa yang menggunakan bahan ajar berbasis literasi sains
lebih tinggi daripada siswa yang tidak menggunakan bahan ajar berbasis
literasi sains. Peningkatan kemampuan literasi sains siswa yang menggunakan
bahan ajar berbasis literasi sains sebesar 0,31 sedangkan siswa yang
tidak menggunakan bahan ajar berbasis literasi sains sebesar 0,2.
(Kurnia Ratnadewi Pralisaputri1.dkk,2016) dengan judul Pengembangan
Media Booklet Berbasis Sets Pada Materi Pokok Mitigasi Dan Adaptasi Bencana
Alamuntuk Kelas X SMA, Hasil penelitian menunjukkan bahwa, telah berhasil
dikembangkan media booklet berbasis SETS dengan hasil validasi secara
keseluruhan yaitu 77,35% dengan kriteria kelayakan “layak” digunakan sebagai
media pembelajaran. Selanjutnya dari hasil uji efektivitas diketahui bahwa
thitung > ttabel sehingga dapat diartikan media booklet berbasis SETS efektif
meningkatkan hasil belajar siswa kelas X pada materi pokok mitigasi dan adaptasi
bencana alam.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Model Pengembangan
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian dan pengembangan
(Research and Development). Model penelitian pengembangan merupakan model
penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan suatu produk melalui proses
validasi (Setyosari, 2016). Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah
model Four D, meliputi define, design, develop dan disseminate (Thiagarajan,
Semmel and Semmel, 1974).
Define Design Develop Disseminate

Gambar 3.1 Langkah Penelitian R&D Model 4D

Tahap-tahap pengembangan four D yaitu: (1) define, merupakan tahap


dimana peneliti menetapkan produk yang akan dikembangkan dan melakukan
analisis kebutuhan;. (2) design, tahap dimana peneliti membuat rancangan awal
produk yang akan dikembangkan; (3) development merupakan tahap dimana
peneliti melakukan validasi dan uji coba mengenai produk yang telah
dikembangkan. Tahap development terdiri atas penilaian ahli dan pengujian
pengembangan. Tahap penilaian ahli dilakukan untuk mengetahui kelayakan
produk, sedangkan tahap pengujian pengembangan dilakukan untuk mendapatkan
respon siswa; (4) dissemination merupakan tahap dimana peneliti melakukan
penyebaran produk sudah dihasilkan kepada pembaca atau objek setelah diuji
kelayakannya (Thiagarajan, Semmel and Semmel, 1974).

3.2 Prosedur Pengembangan

Gambaran langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian


pengembangan ini diadaptasi dari model pengembangan (Thiagarajan, Semmel
and Semmel, 1974), akan tetapi hanya meliputi tiga langkah saja yaitu define,
design dan development. Hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan waktu
penelitian. Gambaran prosedur penelitian disajikan pada Gambar 3.2

Define Design Develop

Gambar 3. 2 Langkah-langkah Penelitian R&D

3.2.1 Tahap Pendefinisian (Define)

Tahap pendefinisian merupakan tahap awal yang dilakukan dalam prosedur


penelitia ini. Tahap define dimulai dengan melakukan analisis kebutuhan, mulai
dari analisis awal-akhir, analisis bahan ajar, analisis konsep, dan perumusan tujuan
pembelajaran.
3.2.1.1 Analsis Awal-akhir (Front-End Analysis)
Analisis awal-akhir dilakukan untuk menemukan permasalahan dasar
yang terjadi di sekolah secara umum di Indonesia. dilakukan dengan cara
pengambilan data secara tidak langsung menggunakan data sekunder. Berdasarkan
hasil analisis awal, maka dilakukan analisis akhir dengan cara pengadopsian,
pengadaptasian, atau penolakan terhadap bahan ajar yang telah digunakan
sebelumnya (Thiagarajan, Semmel and Semmel, 1974).
3.2.1.2 Analisis Bahan Ajar
Analisis bahan ajar yang ada di sekolah dilakukan untuk mengetahui
karakteristik dasar dari bahan ajar yang digunakan di sekolah. Analisis yang
dilakukan meliputi kemampuan siswa, sikap serta aspek bahasa. Analisis
kompenen literasi sains yang terkandung dalam bahan ajar.
3.2.1.4 Analisis Konsep (Consept Analysis)
Analisis konsep dilakukan untuk mengidentifikasi konsep-konsep utama
pembelajaran yang harus diajarkan dalam satuan pembelajaran (Thiagarajan,
Semmel and Semmel, 1974). Analisis konsep dilakukan dengan menganalisis
kurikulum dan buku pegangan yang digunakan siswa SMP telah menerapkan
Kurikulum 2013.
3.2.1.3 Perumusan Tujuan Pembelajaran (Specifying Instructional Objectives)
Perumusan tujuan pembelajaran merupakan hasil dari analisis bahan ajar
yang digunakan dan konsep yang dinyatakan dalam bentuk perilaku (Thiagarajan,
Semmel and Semmel, 1974). Perumusan tujuan pembelajaran akan menjadi dasar
untuk penentuan desain dan evaluasi pembelajaran.
3.2.2 Tahap Perancangan (Design)

Tahap ini merupakan tahap untuk merancang desain awal dari produk
yang akan dihasilkan. Tahap ini terdiri dari penyusunan tes, pemilihan media,
pemilihan format dan desain awal.

3.3.2.1. Penyusunan Tes (Criterion Test Construction)


Penyusunan standar tes digunakan untuk mengetahui keefektifan produk
yang dikembangkan (Thiagarajan, Semmel and Semmel, 1974). Instrumen tes
yang disusun hanya digunakan sebagai alat untuk menilai kelayakan produk.
Peneliti tidak menyusun instrumen tes yang berupa soal latihan/uji kompetensi
bagi siswa, karena produk yang dihasilkan tidak diimplementasikan di dalam
kelas. Instrumen tes yang disusun dalam penelitian pengembangan ini yaitu (1)
Instrumen validasi kelayakan materi; (2) Instrumen validasi kelayakan desain; (3)
Instrumen respon.
3.3.2.2. Pemilihan bahan ajar (Selection of teaching materials)
Pemilihan media dilakukan dengan cara menyesuaikan antara hasil
analisis siswa, analisis konsep dan analisis tugas (Thiagarajan, Semmel and
Semmel, 1974). Hasil akhir dari analisis siswa, konsep dan tugas akan ditentukan
suatu media yang cocok untuk digunakan dalam pembelajaran. Produk
pengembangan yang dihasilkan berupa booklet berbasis literasi sains disesuaikan
dengan karakteristikbahan ajar, yaitu dilengkapi adanya gambar yang berwarna,
berisi uraian penjelasan mengenai kata/istilah IPA, dan dikemas dalam bentuk
bahan ajar cetak.
3.3.2.3. Pemilihan Format (Format Selection)
Pemilihan format erat kaitannya dengan pemilihan bahan ajar. Format
sebuah bahan ajar cetak seperti buku teks dapat dilengkapi dengan adanya
bagan/tabel, ringkasan, daftar isi, judul, subjudul, ilustrasi, referensi, glossarium
dan indeks (Thiagarajan, Semmel and Semmel, 1974). Format dari booklet
disajikan pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Format Ensiklopedia Sains
No Desain Keterangan
Terdapat judul buku, kelas, semester, bidang keilmuan dan
1 Cover Booklet
manarik siswa untuk membacanya.
Mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
2 Kata pengantar
menjelaskan kegunaan dari ensikopedia sains
Memudahkan pengguna untuk melihat halaman yang akan
3 Daftar isi
dibacanya.
Materi yang terdapat dalam booklet berbasis literasi sains
5 Isi booklet berupa uraian penjelasan dari suatu kata/istilah yang
dilengkapi gambar berwarna.
6 Penutup Memuat daftar pustaka dan indeks
3.3.2.4. Desain Awal (Initial Design)
Desain awal akan menyajikan gambaran dari rancangan produk yang akan
dikembangkan sebelum dilakukannya tahap validasi. Rancangan desain awal dari
booklet berbasis literasi sains ialah adanya cover, kata pengantar, daftar isi, materi
dan daftar pustaka (Thiagarajan, Semmel and Semmel, 1974)
3.2.3 Tahap Pengembangan (Develop)

Tahap pengembangan ini terdiri atas penilaian ahli dan pengujian


pengembangan. Tahap penilaian ahli dilakukan dengan melibatkan validator
sedangkan tahap pengujian pengembangan dilakukan dengan melibatkan siswa
sebagai subjek uji coba.
3.2.3.1 Validasi Ahli (Expert Appraisal)
Validasi ahli berguna untuk mengevaluasi produk yang dikembangkan
melalui kegiatan validasi. Tahap validasi meliputi validasi kelayakan materi dan
validasi kelayakan desain. Validasi dilakukan untuk mengetahui
kelemahan/kesalahan yang terdapat pada ensiklopedia. Kelemahan/kesalahan
diperbaiki untuk dihasilkan produk yang lebih layak digunakan oleh siswa untuk
belajar IPA.
3.2.3.2 Uji Coba Pengembangan (Development Testing)
Tahap uji coba produk merupakan tahap lanjutan setelah tahap validasi
produk. Uji coba dilakukan kepada siswa untuk mendapatkan respon mereka
terhadap produk yang telah dikembangkan. Uji coba meliputi uji initial testing dan
quantitative testing. Penjelasan lebih lengkap mengenai uji coba produk akan
dijelaskan di bagian desain uji coba produk.
3.3Uji Coba Produk
3.3.1 Desain Uji Coba
Desain uji coba yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari
Thiagarajan, Semmel and Semmel, dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Initial Penilaian Quantitative Penilaian


Testing Responden Testing Responden

Revisi Revisi
Gambar 3.3 Desain Uji Coba Produk
Tempat Penelitian
Penelitian pengembangan ini dilakukan secara tidak langsung di sekolah
umum yang ada di Indonesia.
3.3.2 Waktu Penelitian
Penelitian pengembangan ini dilakukan selama satu semester yaitu
semeseter genap di tahun ajaran 2018-2019.

3.3.3 Jenis Data Uji Coba


Data yang diperoleh dalam penelitian ini ialah data sekunder. Data
sekunder diperoleh dari beberapa refrensi yang digunakan peneliti sedangkan data
sekunder diperoleh dari skor penilaian validator dan skor responden siswa
terhadap produk yang dikembangkan dari sumber refrensi.
3.3.4 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
pengambangan ini meliputi instrumen validasi kelayakan materi, kelayakan desain,
dan respon siswa.
3.3.4.1 Lembar Instrumen Validasi Kelayakan Materi
Instrumen validasi kelayakan materi dapat dilihat pada Tabel 3.4
Tabel 3.4 Instrumen Validasi Kelayakan Materi
Indikator Pernyataan
Materi IPA sesuai dengan Standar Kompetensi (SK)
Kesesuaian uraian materi Materi IPA sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD)
dengan SK dan KD Materi IPA mendukung pencapaian Kompetensi Dasar (KD)
Materi IPA sesuai dengan tingkatan SMP
Konsep meliputi bidang kajian IPA
Penggunaan simbol dalam IPA disertai keterangan yang
Keakuratan materi IPA
tepat
Contoh bersifat kontekstual
Gambar faktual
Gambar sesuai dengan materi IPA
Keakuratan gambar
Gambar mendeskripsikan materi IPA
Gambar sesuai dengan perkembangan kognitif siswa
Bahasa sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia
Kalimat memiliki struktur S-P-O-K (subjek-predikat-objek-
Kelayakan bahasa keterangan)
Kalimat tidak ambigu
Konsisten dalam menulis kata

3.3.4.2 Lembar Instrumen Validasi Kelayakan Desain


Instrumen validasi kelayakan desain dapat dilihat pada Tabel 3.5

Tabel 3.5 Instrumen Validasi Kelayakan Desain Produk


Indikator Pernyataan
Gambar sampul sesuai dengan judul buku
Tampilan Cover Judul buku menjadi pusat pandang
Warna tulisan judul buku kontras dengan warna background
Tampilan Isi Penempatan gambar tidak mengganggu tulisan
Penempatan teks dan gambar yang saling terkait disajikan
berdekatan
Penggunaan variasi huruf (bold, italic, all capital, small capital)
konsisten
Spasi teks konsisten
Ukuran gambar sesuai dengan resolusi gambar
Tampilan Gambar Gambar memiliki warna realistis
Gambar memiliki bentuk realistis
Sampul memuat identitas buku (judul, nama penulis, tahun
terbit)
Kelengkapan Penyajian Bagian pendahuluan memuat kata pengantar dan daftar isi
Bagian isi memuat materi sains
Bagian penutup memuat daftar pustaka dan indeks

3.3.5 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data untuk uji kelayakan produk ialah dengan
memberikan instrumen penilaian kelayakan produk kepada para validator. Teknik
pengumpulan data untuk mendapatkan data respon ialah dengan menggunakan
data sekunder.
3.3.6 Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis
kelayakan produk dan analisis respon siswa.
3.3.6.1 Analisis Kelayakan Produk
Analisis kelayakan digunakan untuk mengetahui kelayakan produk yang
meliputi komponen kelayakan materi dan kelayakan desain, menggunakan rumus
sebagai berikut.
X
Persentase = x 100 %
Xi
Keterangan:
x = skor tiap kriteria ……………………………… (3.1)
xi = skor maksimal tiap kriteria
Hasil validasi kelayakan produk akan di rata-rata untuk mendapatkan nilai
validasi kelayakan produk secara keseluruhan, menggunakan rumus :
⅀ xi ……………………………… (3.2)
Me =
n
Keterangan:
Me = Mean (rata-rata)
⅀ = Epsilon (jumlah)
xi = nilai x ke i sampai ke n
n = jumlah individu
(Sugiyono, 2016)
Kriteria kelayakan produk booklet berbasis literasi sains dapat dilihat pada Tabel
3.7
Tabel 3.7 Kriteria Kelayakan Produk
Skala (%) Kriteria Kelayakan
85 – 100 Sangat Layak
65 - 84 Layak
45 - 64 Cukup Layak
0 - 44 Tidak Layak
(Wulandari and Purwanto, 2017)
3.3.6.2 Analisis Respon Siswa Kelas VIII Terhadap Produk
Data respon siswa yang didapatkan dari sebaran angket akan dianalisis
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
skor yang diperoleh
Interval = x 100 %
skro maksimum
……………………………… (3.3)
Kriteria interpretasi skor:
1 Angka 0 % - 20% = sangat lemah.
2 Angka 21% - 40% = lemah.
3 Angka 41% - 60% = cukup.
4 Angka 61% - 80% = kuat.
5 Angka 81% - 100% = sangat kuat
(Riduwan, 2007)

Anda mungkin juga menyukai