Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemelajaran bahasa Indonesia merupakan pemelajaran yang tidak pernah lepas dari
empat keterampilan yakni keterampilan membaca, keterampilan menyimak, keterampilan
menulis, dan keterampilan berbicara. Pada dasarnya pemelajaran bahasa bertujuan
membentuk dan mengembangkan keterampilan komunikasi pada peserta didik, baik
berupa lisan ataupun tulisan.
Allah SWT menurunkan sebuah ayat yang menjadi kaidah umum dalam keterampilan
menulis surat Al-alaq (4-5) :
)5( ‫سانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬ ِ ْ ‫) َعلَّ َم‬4( ‫علَّ َم بِ ْالقَلَ ِم‬
َ ‫اْل ْن‬ َ ‫الَّذِي‬
Artinya “Yang mengajar manusia dengan pena (4) Dia mengajarkan kepada manusia
apa yang belum diketahuinya (5)”.
Membaca dan menulis adalah dua kegiatan yang saling berkaitan satu sama lainnya.
Hal tersebut menunjukkan bahwa Islam sejak awal sudah menyerukan kepada manusia
untuk membaca dan menulis, sebab wahyu Tuhan pun tidak bisa diterima tanpa dibaca
terlebih dahulu, dan ia tak akan bisa dinikmati oleh generasi selanjutnya jika tidak ada
dokumentasi dalam bentuk tulisan.
Penggunaan media yang tepat dapat membuat siswa termotivasi dalam proses
pembelajaran bahasa Indonesia. Siswa akan lebih tertarik bila menggunakan
media yang bersifat visual antara lain dapat berbentuk peta (maps), diagram, poster,
komik, dan media pembelajaran visual lainnya. Poster ini memiliki nilai dan pesan yang
dapat membantu proses penyampaian maksud dari materi ajar yang disampaikan terutama
pada materi ajar Pendidikan Kewarganegaraan. Selain itu media poster dapat membantu
siswa lebih termotivasi dalam melakukan proses belajar di kelas sehingga siswa menjadi
semakin kritis.
E-book merupakan sebuah buku yang hanya dapat di buka melalui media elektronik
seperti komputer. Kelahiran ebook sendiri merupakan sebuah permintaan dari banyak
kalangan masyarakat khususnya bagi orang yang gemar membaca. Setiap pembaca sering
kali merasa kesulitan ketika mencari kata yang diinginkan. Mereka terpaksa mencari kata
tersebut dengan cara manual, yaitu melihat isi teks dari halaman ke halaman berikutnya.
Dan hal ini benar-benar menyulitkan bagi mereka dan tentunya akan memakan banyak
waktu dan berharap ada sebuah cara untuk membantu menyelesaikan permsalahan ini.
Maka kemudian diluncurkanlah sebuah aplikasi untuk membantu mempermudah seorang
pembaca dalam mencari kata tersebut. Aplikasi tersebut telah diluncurkan yaitu salah
satunya adalah adobe reader. Dengan adanya adobe reader maka pembaca ebook
mendapatkan kemudahan yang dilengkapi dengan fasilitas pencarian kata seperti yang
diinginkan. Maka dengan alasan inilah mengapa penulis bermaksud untuk membuat
sebuah aplikasi pencarian kata dan menginformasikan di mana saja kata itu berada seperti
halnya adobe reader.
Cerita rakyat adalah salah satu budaya Indonesia yang menambah keragaman budaya
di negeri kita dan patut dilestarikan. Setiap daerah di Indonesia pada umumnya
mempunyai cerita rakyat yang berbeda-beda, dan juga pasti ada makna yang dapat dipetik
dari setiap cerita tersebut yang berfungsi sebagai saranan penyampaian nilai budaya.
Cerita rakyat juga merupakan salah satu sarana dalam menyampaikan amanat dari suatu
generasi ke generasi selanjutnya.
Folklore secara bahasa berasal dari kata Folk dan Lore, folk Artinya Rakyat, dan lore
adalah kebudayaan, dapat diartikan bahwa folk adalah sekelompok orang yang memiliki
ciri fisik, sosial dan kebudayaan. dan lore artinya adat/khazanah yang diwariskan secara
turun temurun, melalui contoh dan perbuatan. Dapat didefinisikan bahwa folklore adalah
sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun, di
antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam
bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu
pengingat (mnemonic device), (Ceruvand, dalam James Danandjaja 1984).

Pengetahuan sebagian besar masyarakat, termasuk dari kalangan anak-anak hingga


kalangan remaja akan budaya sendiri khususnya cerita rakyat Indonesia pada saat ini
sangat kecil, namun tingkat keingintahuannya sangat tinggi dalam bidang teknologi. Hal
ini tentu berkaitan dengan cerita rakyat Indonesia yang kebanyakan masih berupa tulisan
di sebuah buku, karena sebagian besar remaja lebih tertarik ke hal hal yang berbau
teknologi modern, maka minat membaca dari sebuah buku pun lama kelamaan berkurang.
Maka dari itu diperlukan suatu media baru yang bisa mengenalkan serta menambah
pengetahuan untuk kaum remaja mengenai cerita rakyat asli Indonesia.
Dalam pembelajaran bahasa asing termasuk bahasa Indonesia salah satu yang harus
diperhatikan adalah media pemelajaran. Peran pengajar dalam pemilihan media
pemelajaran BIPA sangat penting. Pemilihan media harus dapat memberikan gambaran
penutur asing terhadap kondisi lingkungan, sosial, budaya, dan adat istiadat bangsa
Indonesia sehingga akan mengantarkan penutur asing lebih tertarik dan cepat dalam
belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing.
Sebelum penelitian dimulai, sebagai langkah awal peneliti akan melakukan observasi
di pusat pengembangan bahasa UIN Jakarta pada BIPA tingkat B2. Peneliti akan
menerapkan media Buku Besar dan E-Book, media buku besar merupakan buku yang
berkarakteristik khusus dibesarkan gambarnya, sehingga memungkinkan terjadinya
kegiatan menulis, Sedangkan e-book berisikan susunan gambar dan kumpulan gambar
folklore. Diharapkan dengan adanya media ini mampu membantu pembelajar BIPA
dalam meningkatkan keterampilan berbahasa.

1.2 Rumusan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka fokus masalah dalam

penelitian yaitu bagaimana penerapan media buku besar dan e-book untuk pembelajaran

BIPA tingkat B2.


1.3 Rumusan Masalah

Agar penelitian ini dapat terarah, maka peneliti merumuskan masalah dalam
penelitian yaitu:
1. Bagaimana materi media e-book dan poster dalam menulis ulang cerita bagi penutur
asing tingkat B2?
2. Bagaimana respon pembelajar dan pengajar BIPA terhadap materi e-book dan
poster?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui hasil
dari penerapan media e-book dan poster pada BIPA Tingkat B2 terhadap menulis
ulang cerita folklor.

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun langkah-langkah dalam menyelesaikan penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan latar belakang judul Tesis “Penerapan Media E-Book dan
Poster Folklor dalam Menulis Ulang Cerita BIPA Tingkat B2” rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 2 LANDASAN TEORI


Bab ini berisi tentang penjelasan singkat mengenai definisi desain analisis
dan membahas menulis ulang cerita, folklore, BIPA, Quasi Eksperimen.

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM


Bab ini membahas analisis terhadap masalah penelitian, dan model Quasi
Eksperimen.

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM


Bab ini berisi implementasi dari hasil analisis dan perancangan yang sudah
dibuat serta hasil pengujian.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini berisi kesimpulan dari keseluruhan uraian bab-bab sebelumnya dan
saran berdasarkan hasil pengujian yang diharapkan dapat bermanfaat bagi
para pembaca atau pengembang.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Media

Menurut Sadiman dalam buku media pembelajaran (2010: 6) berpendapat

bahwa kata media berasal dari bahasa Latin yaitu medius yang berarti tengah,

perantara atau pepengantar. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau

pengantar pesan dari pengantar ke penerima.

Menurut Sukiman dalam Widasari (2018: 2) menyatakan bahwa media

pembelajaran merupakan sarana atau alat untuk guru menyampaikan materi.

Maka dari itu guru harus bisa menentukan media pembelajaran yang tepat dan

sesuai.

Selanjutnya, Arsyad dalam buku Media Pembelajaran (2013: 7) berpendapat

bahwa media adalah pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan

untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku,

video, film, gambar dan komputer. Diantara media pendidikan, gambar atau foto

adalah media yang umum dipakai.

Senada dengan Hamalik dalam buku Media Pembelajaran (2013: 19)

berpendapat bahwa media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat

membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan

rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh

psikologis terhadap siswa.


Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa media adalah alat,

sarana, perantara, dan penghubung untuk menyampaikan isi materi pengajaran

yang terdiri dari buku, video, film, gambar, dan komputer.

Menurut Levie dan Lentz dalam buku Media Pembelajaran Manual dan Digital

(2011:21) menyatakan bahwa ada empat fungsi media pembelajaran, yaitu (a)

fungsi atensi, b) fungsi afektif, (c) fungsi kognitif, dan (d) fungsi kompensatoris.

Berikut ini akan dijelaskan secara rinci:

a) Fungsi atensi media adalah inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian

siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna

sesuai pembelajaran.

b) Fungsi afektif dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar teks

yang bergambar.Gambar atau lambing dapat menggugah emosi dan sikap

siswa.

c) Fungsi kognitifterlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan

bahwa gambar atau lambing memperlancar pencapaian tujuan untuk

memahami pembelajaran.

d) Fungsi kompensatorismedia pembalajaran terliahat dari hasil penelitian media

yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah

dalam membaca atau menulis.

Menurut Kemp dan Dayton dalam buku Media Pembelajaran Manual dan

Digital (2011: 23) menyatakan bahwa media pembelajaran dapat memenuhi tiga

fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok, atau

kelompok yang berjumlah besar yaitu dalam hal (1) memotivasi minat dan

tindakan, (2) menyajikan informasi, dan (3) memberi intruksi.

Berdasarkan fungsi dari para ahli dapat disimpulkan bahwa fungsi media

dalam pembelajaran adalah sebagai alat bantu, alat penyalur pesan, alat
penguatan, dan dapat mewakili guru menyampaikan informasi secara lebih teliti,

jelas, dan menarik.

Menurut Yusufhadi Miarso dalam jurnal Mahnun (2012: 29) menyatakan

bahwa hal pertama yang harus dilakukan guru dalam penggunaan media secara

efektif adalah mencari, menemukan, dan memilih media yang memenuhi

kebutuhan belajar anak, menarik minat anak, sesuai dengan perkembangan

kematangandan pengalamannya serta karakteristik khusus yang adapada

kelompok belajarnya. Karaketristik ini antara lain adalah kematangan anak dan

latar belakang pengalamannyaserta kondisi mental yang berhubungan dengan

usia perkembangannya.

Menurut Arsyad dalam buku Media Pembelajaran (2013: 35) menyatakan

bahwa pengelompokan berbagai jenis media apabila dilihat dari segi

perkembangan teknologi dibagi menjadi 2 kategori luas, yaitu media traditional

dan media teknologi muthakir.

1) Media tradisional

(a) Visual diam yang diproyeksikan seperti proyeksi opaque, proyeksi

overhead, slides, filmstrips.

(b) Visual yang tak diproyeksikan seperti gambar, poster, foto, charts, grafik,

diagram, pameran, papan info, papan-bulu

(c) Audio seperti rekaman piringan, pita kaset

(d) Penyajian multimedia seperti slide plus suara (tape), multi-image

(e) Visual dinamis yang diproyeksikan seperti film, televisi dan video

(f) Cetak seperti buku teks, modul, workbook, majalah ilmiah, lembaran lepas

(hand-out)

(g) Permainan seperti teka-teki, simulasi, permainan papan.

(h) Realita seperti model, specimen (contoh) dan manipulatif.


2) Media Teknologi Mutakhir

(a) Media berbasis telekomunikasi seperti telekonferen, kuliah jarak jauh

(b) Media berbasis mikropocessor seperti Computer-assisted instruction,

perrmainan komputer, sistem tutor intelijen, interaktif, Hypermedia,

Compact (video)

2.1.2 Hakikat Menulis

Menurut Tarigan dalam buku Menulis (2008: 3) menyatakan bahwa menulis

merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis,

penulis haruslah terampil memanfaatkan struktur bahasa, dan kosa kata.

Keterampilan menulis tidak akan datang secara otomatis, tetapi harus melalui

latihan dan praktik yang banyak dan teratur.

Selanjutnya, Dalman dalam buku Keterampilan Menulis (2003:136)

menyatakan bahwa menulis merupakan suatu kegiatan komunikasi berupa

penyampaian pesan (informasi) secara tertulis kepada pihak lain dengan

menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya.

Senada dengan Suparno dan Yunus dalam buku Keterampilan Dasar Menulis

(2007: 1.3) menyatakan bahwa menulis adalah kegiatan komunikasi berupa

penyampaian pesan secara tertulis kepada pihak lain. Aktivitas menulis

melibatkan unsur penulis sebagai penyampaian pesan, pesan atau isi tulisan,

saluran atau media tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menulis

merupakan kegiatan mengekspresikan pikiran, ide, dan gagasan dengan

menggunakan bahasa sebagai medium yang diungkapkan dalam bentuk

lambang-lambang bahasa tulis yang melibatkan penggunaan tanda baca, ejaan,


kosa kata, serta pengelolaan gagasan sehingga dapat dikomunikasikan kepada

orang lain.

Menurut Hugo Hartig dalam Tarigan (2008: 25) merangkum tujuan menulis

sebagai berikut:

1) Tujuan Penugasan (Assignment Purpose)

Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama

sekali. Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan

sendiri (misalnya para siswa yang diberi tugas merangkumkan buku;

sekertaris yang ditugaskan membuat laporan atau notulen rapat.

2) Tujuan Altruristik (Altruistic Purpose)

Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca,

menghindarkan kedudukan para pembaca, ingin menolong para pembaca

memahami, menghargai persaan, dan penalarannya, ingin membuat hidup

para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan karyanya itu.

Seseorang tidak akan dapat menulis secara tepat guna kalau dia percaya,

baik secara sadar maupun tidak secara sadar bahwa pembaca atau

penikmat karyanya itu adalah “lawan” atau “musuh”. Tujuan altruistic

adalah kunci keterbacaan suatu tulisan.

3) Tujuan Persuasif (Persuasive Purpose)

Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran

gagasan yang diutarakan.

4) Tujuan Informasional (Informational Purpose)

Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan penerangan

kepada para pembaca.


5) Tujuan Pernyataan Diri (Self-Expressive Purpose)

Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan sang

pengarang kepada para pembaca.

6) Tujuan Kreatif (Creative Purpose)

Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi

‘keinginan kreatif’ di sini melebihi pernyataan diri dan melibatkan dirinya

dengan mencapai keinginan mencapai norma artistik, atau seni yang ideal,

seni idaman. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai

kesenian.

7) Tujuan Pemecahan Masalah (Problem-Solving Purpose)

Dalam tulisan seperti ini penulis ingin memecahkan masalah yang

dihadapi.Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta

meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri

agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca.

Menurut Anggraeni dalam jurnal Cakrawala (2017: 4) menyatakan bahwa

tujuan pembelajaran menulis sesuai dengan kurikulum 2006 adalah sebagai

berikut:

a) Mampu mengungkapkan ide dan gagasan,

b) Siswa dapat memahami materi dari berbagai segi,

c) Siswa memiliki kemampuan dalam menggunakan materi yang diajarkan untuk

meningkatkan kemampuan intelektualnya, kematangan emosionalnya dan

kematangan sosial, dan

d) Siswa dapat mengingat materi dan memudahkan dalam mempelajari untuk

meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan.


Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan menulis adalah

agar siswa mampu menginformasikan berita dalam bentuk tulisan,

mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaannya dalam

bentuk tulisan.

2.1.3 Menulis Ulang Cerita

Menurut Keraf dalam buku Argumentasi dan Narasi (2003 : 136) menyatakan

bahwa narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan

sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi.

Selanjutnya, Suparno dan Yunus dalam bukunya Keterampilan Dasar

Menulis (2007: 4.31) menyatakan bahwa narasi adalah karangan yang

menyajikan serangkaian peristiwa. Karangan ini berusaha menyampaikan

serangkaian kejadian menurut urutan terjadinya (kronologis), dengan maksud

memberi arti kepada sebuah kejadian atau serentetan kejadian ahar pembaca

dapat memetik hikmah dari cerita itu.

Menurut Semi dalam bukunya Pengembangan Keterampilan Menulis (2007:

45) menyatakan bahwa:

“Narasi adalah tulisan yang tujuannya menceritakan kronologis peristiwa


kehidupan manusia, adapun ciri tulisan narasi yaitu: 1) Tulisan itu berisi
tentang kehidupan manusia; 2) Peristiwa kehidupan manusia yang
diceritakan merupakan kehidupan nyata, imajinasi, dan boleh gabungan
keduanya; 3) Di dalam peristiwa itu terdapat konflik, yaitu pertentangan
kepentingan, kemelut, atau kesejangan antara harapan dan kenyataan.
Tanpa konflik tidak akan menarik; 4) Di dalamnya seringkali terdapat
dialog untuk menghidupkan cerita; 5) Tulisan disajikan dengan
menggunakan cara kronologis”.

Berdasarkan kelima ciri tersebut maka suatu narasi harus berisi tentang

kehidupan seseorang. Adapun cerita yang dibangun kerupakan kehidupan nyata

atau imajinasi. Dalam cerita tersebut harus bernilai keindahan, terdapat sebuah

konflik, boleh dimasukkan dialog sebagai penghidup jalannya cerita. Sebuah


cerita harus dibangun berdasarkan kronologis agar pesan dalam cerita tersebut

sampai kepada para pembaca.

Menurut keraf dalam bukunya Argumentasi dan Narasi (2003 : 135)

menyatakan bahwa narasi terbagi menjadi dua macam, yaitu narasi ekspositoris

dan narasi sugestif.

a. Narasi ekspositoris

Narasi ekspositoris adalah narasi yang memiliki sasaran penyampaian

informasi secara tepat tentang suatu peristiwa dengan tujuan memperluas

pengetahuan orang tentang kisah seseorang.Dalam narasi ekspositorik,

penulis menceritakan suatu peristiwa berdasarkan data yang sebenarnya.

Pelaku yang ditonjolkan biasanya, satu orang.Pelaku diceritakan mulai

dari kecil sampai saat ini atau sampai terakhir dalam kehidupannya.Karangan

narasi ini diwarnai oleh eksposisi, maka ketentuan eksposisi juga berlaku

pada penulisan narasi ekspositorik. Ketentuan ini berkaitan dengan

penggunaan bahasa yang logis, berdasarkan fakta yang ada, tidak

memasukan unsursugestif atau bersifat objektif.

b. Narasi sugestif

Narasi sugestif adalah narasi yang berusaha untuk memberikan suatu

maksud tertentu, menyampaikan suatu amanat terselubung kepada para

pembaca atau pendengar sehingga tampak seolah-olah melihat.


Tabel 2.1
Perbedaan Narasi Ekspositoris dan Narasi Sugestif
(Gorys Keraf, 2003: 138-139)
No Narasi Ekspositoris Narasi Sugestif
1 Memperluas pengetahuan. Menyampaikan suatu makna atau
makna secara tersirat.
2 Menyampaikan informasi Menimbulkan daya khayal.
mengenai suatu kejadian.
3 Didasarkan ada penalaran Penalaran hanya berfungsi sebagai alat
untuk mencapai untuk menyampaikan makna.
kesepakatan nasional.
4 Bahasanya lebih condong ke Bahasanya lebih condong ke bahasa
bahasa informatif dengan figuratif dengan
penggunaan kata-kata penggunaan kata-kata konotatif.
Denotative

Struktur narasi dapat dilihat dari komponen-komponen yang membentuknya

(Keraf, 2003:145). Komponen yang dimaksud yaitu:

a. Tema

Tema adalah gagasan pokok pengarang yang mendasari penyusunan

suatu cerita.Adapun tujuan dari pesan yang ingin disampaikanpengarang yaitu

amanat.

b. Alur

Alur merupakan kerangka dasar yang sangat penting dalam kisah. Alur

mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain,

bagaimana suatu kejadian mempunyai hubungan dengan kejadian yang lain,

dan bagaimana situasi dan perasaan karakter (tokoh) yang terlibat dalam

tindakan-tindakan itu yang terikat dalam suatu kesatuan waktu.

c. Penokohan

Penokohan, perwatakan, atau karakterisasi suatu cerita adalah

pemberian sifat pada pelaku dalam suatu cerita. Sifat yang diberikan itu akan

tercermin dalam pikiran dan perbuatan, ucapan, serta pandangannya terhadap


sesuatu. Penokohan ini menjadi pembeda antara pelaku satu dengan pelaku

lainnya.

d. Latar

Latar ialah tempat dan atau waktu terjadinya perbuatan tokoh atau

peristiwa yang dialami tokoh.

e. Sudut Pandang Pengarang

Sudut pandang pengarang berhubungan dengan cara pengarang

menempatkan diri dalam karangan yang ditulisnya. Jenis-jenis sudut pandang:

a)sudut pandang orang pertama yaitu penulis menempatkan diri sebagai tokoh

utama, b) sudut pandang orang pertama pelaku sampingan, yaitu penulis

menjadi salah satu pelaku, tetapi bukan sebagai pelaku utama. c) sudut

pandang orang ketiga, yaitu penulis berperan sebagai sutradara pada cerita

yang ditulisnya. Dalam hal ini, pengarang berada di luar cerita.

Dapat disimpulkan bahwa unsur pembentuk narasi terbagi menjadi lima,

yaitu: tema (ide yang mendasari cerita), alur (rangkaian peristiwa), penokohan

(karakteristik setian tokoh), latar (tempat dan waktu terjadinya peristiwa), dan

sudut pandang (cara menempatkan pengarang dalam suatu cerita).

Dalam menulis suatu narasi, maka diperlukan petunjuk sehingga cerita

yang ada dalam pikiran seseorang dapat tertuangkan. Adapun petunjuknya

dalam penulisan narasi menurut Suparno Mohamad Yunus sebagai berikut:

1) Tentukan dulu tema dan amanat yang akan disampaikan

2) Tetapkan sasaran pembaca

3) Rancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk

skema alur

4) Bagi peristiwa utama itu ke dalam bagian awal, perkembangan, dan akhir

cerita
5) Rincian peristiwa-peristiwa utama ke dalam detail-detail peristiwa sebagai

pendukung cerita

6) Susun tokoh dan perwatakan, latar, dan sudut pandangan

7) Mengerti aturan tanda bacanya dalam kalimat tersebut

Menurut Nurgiyantoro (2001: 307-308) penilaian keterampilan menulis

karangan narasi merupakan bagian dari tes kebahasaan yang sangat penting

untuk mendapatkan hasil belajar siswa secara obyektif. Aspek-aspek penilaian

dalam keterampilan menulis karangan narasi adalah (isi, gagasan yang

dikemukakan dalam karangan narasi), form (organisasi isi karangan narasi),

grammar (tata bahasa dan pola kalimat yang digunakan dalam karangan narasi),

style (gaya: pilihan struktur dan kosakata), dan mekanik (ejaan). Berikut penilaian

menulis narasi:

Tabel 2.2
Aspek Penilaian Menulis Narasi
Aspek Skor Kriteria
Penilaian
Isi 27-30 Sangat baik-Sempurna: padat informasi, substansif,
pengembangan tesis tuntas, dan relevan dengan
permasalahan dan tuntas.
22-26 Cukup-Baik: informasi cukup, substansi cukup,
pengembangan tesis terbatas, dan relevan dengan
masalah tetapi tidak lengkap.
17-21 Sedang-Cukup: informasi terbatas, substansi kurang,
pengembangan tesis tidak cukup dan permasalahan
tidak cukup.
13-16 Sangat-Kurang: tidak berisi, tidak ada substansi,
tidak ada pengembangan tesis, dan tidak ada
permasalahan
Organisasi 18-20 Sangat baik-Sempurna: ekspresi lancar, gagasan
Isi diungkapkan dengan jelas, padat, tertata dengan baik,
urutan logis, dan kohesif.
14-17 Cukup-Baik: kurang lancar, kurang terorganisir tetapi
ide utama terlihat, bahan pendukung terbatas, dan
urutan logis tetapi tidak lengkap. Sedang-Cukup:
10-13 tidak lancar, gagasan kacau, terpotongpotong, urutan
dan pengembangan tidak logis.
Sangat Kurang: tidak komunikatif, tidak terorganisir
7 -9 dan tidak layak nilai.
Kosakata 18-20 Sangat baik-Sempurna: pemanfaatan potensi kata
canggih, pilihan kata dan ungkapan tepat, dan
menguasai pembentukan kata.
14-17 Cukup-Baik: pemanfaatan potensi kata agak
canggih, pilihan kata dan ungkapan kadang-kadang
kurang tepat tetapi tidak mengganggu. Sedang-
Cukup: pemanfaataan potensi kata terbatas, sering
10-13 terjadi kesalahan penggunaan kosa kata dan dapat
merusak makna.
Sangat Kurang: pemanfaatan potensi kata asal-
7-9 asalan, pengetahuan tentang kosa kata rendah, dan
tidak layak nilai
Penggunaan 22-25 Sangat baik-Sempurna: konstruksi kompleks tetapi
Bahasa efektif dan hanya terjadi sedikit kesalahan
penggunaan bentuk kebahasaan
18-21 Cukup-Baik: konstruksi sederhana tetapi efektif,
kesalahan kecil tetapi konstruksi kompleks, dan terjadi
sejumlah kesalahan tetapi makna tidak kabur.
11-17 Sedang-Cukup: terjadi kesalahan serius dalam
konstruksi kalimat dan makna membingungkan atau
kabur.
Sangat Kurang: tidak menguasai aturan sintaksis,
5-10
terdapat banyak kesalahan, tidak komunikatif, dan tak
layak nilai.
Mekanik 5 Sangat baik-Sempurna: menguasai aturan penulisan
dan hanya terdapat beberapa kesalahan ejaan.
Cukup-Baik: kadang-kadang terjadi kesalahan ejaan
4 tetapi tidak mengaburkan makna. Sedang-Cukup:
sering terjadi kesalahan ejaan dan makna
3 membingungkan atau kabur.
Sangat Kurang: tidak menguasai aturan penulisan,
2 terdapat banyak kesalahan ejaan, tulisan tidak
terbaca, dan tidak layak nilai.

2.1.4 Folklor
Secara etimologi kata “foklor” adalah pengindonesiaan kata bahasa
Inggris folklore. Kata ini adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata
dasar folk dan lore. Folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri
pengenal fisik, sosial, dan budaya sehingga dapat dibedakan dari
kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain dapat
berwujud warna kulit, bentuk rambut yang sama, mata pencaharian yang
sama, bahasa yang sama, taraf pendidikan yang sama, dan agama atau
kepercayaan yang sama. Namun, yang lebih penting lagi adalah bahwa
mereka telah memiliki suatu tradisi, yakni kebiasaan yang telah mereka
warisi turun temurun, sedikitnya dua generasi, yang dapat mereka akui
sebagai milik bersama mereka. Di samping itu, mereka menunjukkan
identitas kelompok mereka sendiri (Dundes, 1965:2). Jadi folk adalah
sinonim dari kolektif, yang juga memiliki ciri-ciri pengenal fisik atau
kebudayaan yang sama serta mempunyai kesadaran kepribadian
sebagai kesatuan masyarakat. Sedangkan lore adalah kebiasaan folk, yaitu
sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun-temurun secara
lisan atau melalui suatu contoh yang disertai gerak isyarat atau alat
pembantu pengingat (mnemonic device).
Dari uraian di atas dapat didefinisikan bahwa folklor adalah sebagian
kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan secara turun-
temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi
yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan
gerak isyarat atau alat bantu pengingat (mnemonic device). Folklor merupakan
cermin diri dan kebiasan manusia secara kolektif, maka dengan mengungkap
folklor sama halnya mencari jati diri manusia.
Barnouw (1982:241) juga menyatakan bahwa meneliti folklor akan
sampai pada “the enjoyment of life”. Hal itu berarti bahwa satu kenikmatan
hidup d antaranya adalah mempelajari folklor. Folklor memiliki ruang lingkup
yang sangat luas seiring dengan banyaknya domain yang menjadi bagian dari
perkembangan budaya itu sendiri. Bruvand dalam Danandjaja (1997:21-22)
menyatakan, folklor dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar
berdasarkan tipenya, yaitu:
1) Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan.
Bentuk-bentuk (genre) folklor yang termasuk ke dalam bentuk ini
antara lain:
a) Bahasa rakyat (folk spech)
seperti logat, julukan, pangkat tradisional dan title kebangsawanan.
b) Ungkapan tradisional seperti peribahasa, pepatah dan pemeo.
c) Pertanyaan tradisional, seperti teka-teki
d) Puisi rakyat seperti pantun gurindam dan syair
e) Cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng.
f) Nyanyian rakyat

2) Folklor sebagian lisan adalah


folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan
dan unsur bukan lisan. Kepercayaan rakyat, misalnya seperti takhayul
terdiri dari pernyataan yang bersifat lisan ditambah dengan gerak isyarat
yang dianggap mempunyai makna gaib.
2.1.6 Pengertian BIPA

Menurut Sari dalam e-journal (2016: 2) menyatakan bahwa bahasa Indonesia

mengalami perkembangan yang sangat pesat, tidak hanya di Indonesia tapi juga

di luar negeri. Terbukti banyak penutur asing yang minat mempelajari bahasa

Indonesia atau yang dikenal dengan sebutan BIPA yaitu Bahasa Indonesia Bagi

Penutur Asing.

Menurut Widianti dalam jurnal Kredo ( 2017: 123) menyatakan bahwa salah

satu bagian dari pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran bahasa

Indonesia bagi penutur asing (BIPA). BIPA merupakan pembelajaran yang

subjeknya ialah pembelajar asing.

Menurut Khaerunnisa dalam buku Mosaik Pembelajaran (2017:35)

pembelajaran BIPA dibagi menjadi 3 bagian, yakni BIPA level dasar (elementary),

mene-ngah (intermediate), dan lanjut (advance). BIPA Kelas pemula biasanya

ditandai oleh kemampuan berkomunikasi secara minimal tentang materi yang

dipelajari, sementara kelas menengah ditandai oleh kemampuan memakai materi

pelajaran dengan mengkombinasikan unsur-unsur yang dipelajari dan bertanya

serta menjawab pertanyaan. Sedangkan kelas atas ditandai oleh kemampuan

berkomunikasi serta menulis teks yang utuh.

Menurut Kusmiatun (2016: 110) dalam bukunya Mengenal BIPA dan

Pembelajarannya menyatakan bahwa belajar bahasa suatu negara berarti juga

belajar budayanya, antara bahasa dan budaya memiliki tarik menarik kepentingan

dan saling berkaitan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran BIPA

bukan hanya mempelajari bahasanya saja tetapi mempelajari budaya yang ada

di Indonesia. Dengan demikian, penutur asing yang mempelajari bahasa

Indonesia akan semakin memahami budaya di Indonesia.


Dalam pembelajaran bahasa asing termasuk bahasa Indonesia perlu

memerhatikan perencanaan, proses, hingga evaluasi, serta media, maupun

metode yang digunakan. Salah satu hal yang penting yang harus ada dan harus

diperhatikan adalah media pembelajaran. Peran pengajar dalam pemilihan media

pembelajaran BIPA sangat penting. Pemilihan media pembelajaran harus dapat

memberikan gambaran penutur asing terhadap kondisi lingkungan, sosial,

budaya, dan adat istiadat bangsa Indonesia sehingga akan mengantarkan

penutur asing lebih tertarik dan cepat dalam belajar bahasa Indonesia sebagai

bahasa asing. Selain itu, bahan ajar yang tepat dan menarik dapat mempengaruhi

keberhasilan penutur asing untuk mencapai tujuan dalam belajar bahasa

Indonesia

Menurut Ardyansyah dalam jurnal Nugroho (2012: 24) menyatakan bahwa di

dalam negeri saat ini tercatat tidak kurang dari 45 lembaga yang telah mengajar

bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA), baik di perguruan tinggi maupun di

lembaga kursus. Sementara itu di luar negeri, pengajaran BIPA telah dilakukan

oleh sekitar 36 negara di dunia dengan jumlah lembaga tidak kurang dari 130

buah, yang terdiri atas perguruan tinggi, pusat-pusat kebudayaan asing, KBRI,

dan lembaga-lembaga kursus.

Pernyataan tersebut di perkuat Khaerunnisa dalam buku Mosaik

Pembelajaran BIPA (2017: 16) yang menyatakan bahwa bahasa Indonesia juga

digunakan negara-negara berbahasa Melayu seperti Malaysia, Singapura, Brunei

Darussalam, dan masyarakat di benua lain. Di perkirakan ada 45 negara

mengajarkan bahasa Indonesia kepada para siswa atau mahasiswa, seperti

Australia, Kanada, Vietnam, Rusia, Korea, Jepang, Thailand, dan lain-lain.

Menurut Muliastuti dalam bukunya Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing

(2017: 10) lembaga-lembaga penyelenggara BIPA sudah sepatutnya memiliki

standar yang jelas dalam mengembangkan semua perangkat pembelajarannya

dalam rangka MEA dan pelaksanaan amanah UU No. 24 Tahun 2009.


Melalui lembaga BIPA, pembelajar asing dapat belajar bahasa Indonesia

sesuai levelnya masing-masing. Berdasarkan periode program belajarnya, BIPA

terbagi atas: [1] Pembelajaran BIPA singkat (short period), yang biasanya berkisar

antara 2 minggu sampai 2 bulan, [2] Pembelajaran BIPA regular, yang biasanya

terlaksana dalam jangka waktu yang cukup memadai (sekitar 4/satu semester/dua

semester).

Seperti yang dijelaskan Khaerunnisa dalam buku Mosaik Pembelajaran BIPA

(2017:35) pembelajaran BIPA dapat dikategorikan dalam [1] BIPA umum (general

BIPA) yang bertujuan untuk mengajarkan bahasa Indonesia untuk komunikasi

sehari-hari; [2] BIPA akademik (academic BIPA) yang bertujuan untuk

mengajarkan bahasa akademik; [3] BIPA tujuan reaksi yang bertujuan untuk

mereka yang akan berwisata di Indonesia; dan [4] BIPA tujuan khusus (BIPA for

specific purposes) yang ditunjukan untuk pembelajaran khusus atau lainnya.

2.2 Pengembangan Research & Development

2.2.1 Jenis Pengembangan

Menurut Putra dalam jurnal Kiromi (2016: 51) menyatakan bahwa penelitian

dan pengembangan bisa didefinisikan sebahai metode penelitian yang sengaja,

sistematis, bertujuan atau diarahkan untuk mencaritemukan, merumuskan,

memperbaiki, mengembangkan, menghasilkan, menguji keefektifan produk,

model, metode/ strategi/ cara/ jasa, prosedur tertentu yang lebih unggul, baru,

efektif, efisien, produktif, dan bermakna.

Menurut Borg & Gall dalam Kiromi (2016: 4) bahwa penelitian dan

pengembangan terdiri atas 10 tahap, namun dalam (Tim Puslitjaknov 2008, p.11)

prosedur penelitian pengembangan menurut Borg & Gall dapat dilakukan

dengan lebih sederhana, yaitu hanya melakukan 5 langkah utama, yaitu: (1)
Melakukan analisis produk yang akan dikembangkan, (2) Mengembangkan

produk awal, (3) Validasi dan revisi, (4) Uji coba lapangan skala kecil dan revisi

produk, (5) Uji coba lapangan skala besar dan produk akhir.

Analisis Mengembangkan Validasi dan


Kebutuhan Media Revisi Produk

Uji Coba Skala


Kecil

Uji Coba Skala


Besar

Gambar 2.1 Langkah-Langkah Pengembangan Borg and Gall

a. Analisis Produk

Pada tahap analisis kebutuhan yang dilakukan adalah observasi

lapangan yang mengidentifikasi potensi atau permasalahan. Observasi

merupakan kegiatan penelitian pendahuluan untuk mengumpulkan data

awal yang dijadikan dasar pengembangan. Data yang didapatkan berupa

gambaran kondisi awal (meliputi kelengkapan administrasi, media

pembelajaran, dan sarana prasarana).

b. Mengembangkan Media

Setelah mengetahui hasil analisis kebutuhan, langkah selanjutnya

adalah menyusun media yang dikembangkan yaitu Big Book. Prosedur

pengembangan media big book sebagai berikut: menentukan tema dan

membuat dummy.

c. Validasi dan Revisi Produk

Validasi produk merupakan proses kegiatan untuk menilai produk.

Validasi produk dapat dlakukan dengan menghadirkan beberapa pakar

atau tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai produk baru
yang dibuat. Sedangkan revisi produk merupakan perbaikan dari

penilaian yang diberikan para ahli sehingga produk dapat dikatakan layak.

d. Uji Coba Skala Kecil

Media pembelajaran yang telah divalidasi oleh tenaga ahli serta telah

direvisi berdasarkan catatan dari tenaga ahli tersebut, kemudian

diujicobakan pada lapangan terbatas. Uji coba skala kecil menggunakan

sampel mahasiswa penutur asing tempat penelitian sebanyak 2 orang

selama dua kali pertemuan.

e. Uji Coba Skala Besar

Setelah melakukan ujicoba skala kecil, maka selanjutnya Ujicoba

skala besar menggunakan sampel mahasiswa penutur asing tempat

penelitian sebanyak 4 orang selama dua kali pertemuan.

Menurut Nasution dalam bukunya Metode Research (2009: 30) menyatakan

bahwa dalam penelitian Research & Development terdapat dua jenis uji coba

produk, 1) uji coba eksperimen before-after; dan 2) uji coba eksperimen pretest-

postest control. Kalau uji coba pertama itu membandingkan dengan keadaan

sebelum dan sesudah memakai produk, sedangkan uji coba eksperimen pretest-

postest control yaitu membandingkan hasil observasi o1 dan 02.

Menurut Sugiyono dalam buku Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan RnD (2016: 407) menyatakan bahwa metode Penelitian

Pengembangan memuat 3 komponen utama yaitu: (1) Model pengembangan,

(2) Prosedur pengembangan, dan (3) Uji coba produk. Deskripsi dari masing-

masing komponen adalah sebagai berikut :

a. Model pengembangan

Model Pengembangan merupakan dasar untuk mengembangkan produk

yang akan dihasilkan. Model pengembangan dapat berupa model prosedural,

model konseptual, dan model teoritik. Model prosedural adalah model yang
bersifat deskriptif, menunjukkan langkah-langkah yang harus diikuti untuk

menghasilkan produk.

Model konseptual adalah model yang bersifat analitis, yang

menyebutkan komponen-komponen produk, menganalisis komponen secara

rinci dan menunjukkan hubungan antar komponen yang akan dikembangkan.

Model teoritik adalah model yang menggambar kerangka berfikir yang

didasarkan pada teori-teori yang relevan.

b. Prosedur penelitian pengembangan

Prosedur penelitian pengembangan akan memaparkan prosedur yang

ditempuh oleh peneliti/pengembang dalam membuat produk. Prosedur

pengembangan berbeda dengan model pengembangan dalam memaparkan

komponen rancangan produk yang dikembangkan. Dalam prosedur, peneliti

menyebutkan sifat-sifat komponen pada setiap tahapan dalam

pengembangan, menjelaskan secara analitis fungsi komponen dalam setiap

tahapan pengembangan produk, dan menjelaskan hubungan antar

komponen dalam sistem. Dalam keperluan penelitian dan pengembangan,

seorang peneliti harus memenuhi langkah-langkah procedural yang biasanya

digambarkan dalam suatu gambar alur dari awal hingga akhir.

c. Uji Coba Produk

Uji coba model atau produk merupakan bagian yang sangat penting dalam

penelitian pengembangan, yang dilakukan setelah rancangan produk selesai.

Uji coba model atau produk bertujuan untuk mengetahui apakah produk yang

dibuat layak digunakan atau tidak. Uji coba model atau produk juga melihat

sejauh mana produk yang dibuat dapat mencapai sasaran dan tujuan.

Uji ahli atau Validasi dilakukan dengan responden para ahli perancangan

model atau produk. Kegiatan ini dilakukan untuk mereview produk awal,
memberikan masukan untuk perbaikan. Proses validasi ini disebut dengan

Expert Judgement atau Teknik Delphi. Expert Judgement atau Pertimbangan

Ahli dilakukan melalui: (1) Diskusi Kelompok (group discussion), dan (2)

Teknik Delphi.

 Group discussion, adalah sutau proses diskusi yang melibatkan para

pakar (ahli) untuk mengidentifikasi masalah analisis penyebab masalah,

menentukan cara-cara penyelesaian masalah, dan mengusulkan

berbagai alternatif pemecahan masalah dengan memper- timbangkan

sumber daya yang tersedia. Dalam diskusi kelompok terjadi curah

pendapat (brain storming) diantara para ahli dalam perancangan model

atau produk. Mereka mengutarakan pendapatnya sesuai dengan bidang

keahlian masing-masing.

 Teknik Delphi, adalah suatu cara untuk mendapatkan konsensus diantara

para pakar melalui pendekatan intuitif. Langkah-Langkah penerapan

Teknik Delphi dalam Uji-Ahli dalam penelitian pengembangan adalah

sebagai berikut:

 Problem identification and specification.

Peneliti mengidentifikasi isu dan masalah yang berkembang di

lingkungannya (bidangnya), permasalahan yang melatar belakangi,

atau permasalahan yang dihadapi yang harus segera perlu

penyelesaian.

 Personal identification and selection.

Berdasarkan bidang permasalahan dan isu yang telah

teridentifikasi, peneliti menentukan dan memilih orang-orang yang

ahli, manaruh perhatian, dan tertarik bidang tersebut, yang

memungkinkan ketercapaian tujuan. Jumlah responden paling tidak

sesuai dengan sub permasalahan, tingkat kepakaran (experetise),

dan atau kewenangannya.


 Questionaire Design.

Peneliti menyusun butir-butir instrumen berdasarkan variabel

yang diamati atau permasalahan yang akan diselesaikan. Butir

instrumen hendaknya memenuhi validitas isinya (content validity).

Pertanyaan dalam bentuk open-ended question, kecuali jika

permasalahan memang sudah spesifik.

 Sending questioner and analisis responded for first round.

Peneliti mengirimkan kuesioner pada putaran pertama kepada

responden, selanjutnya meriview instrumen dan menganalisis

jawaban instrumen yang telah dikembalikan. Analisis dilakukan

dengan mengelompokkan jawaban yang serupa. Berdasarkan hasil

analisis, peneliti merevisi instrumen.

 Development of subsequent Questionaires.

Kuesioner hasil review pada putaran pertama dikembangkan

dan diperbaiki, dilanjutkan pada putaran kedua, dan ketiga. Setiap

hasil revisi, kuesioner dikirimkan kembali kepada responden. Jika

mengalami kesulitan dan keraguan dalam merangkum, peneliti

dapat meminta klarifikasi kepada responden. Dalam teknik delphi

biasanya digunakan hingga 3-5 putaran, tergantung dari keluasan

dan kekomplekan permasalahan sampai dengan tercapainya

konsensus.

 Organization of Group Meetings.

Peneliti mengundang responden untuk melakukan diskusi

panel, untuk klarifikasi atas jawaban yang telah diberikan. Disinilah

argumentasi dan debat bisa terjadi untuk mencapai consensus

dalam memberikan jawaban tentang rancangan face-to-face

contact, peneliti dapat menanyakan secara rinci mengenai respon


yang telah diberikan. Keputusan akhir tentang hasil jajak pendapat

dikatakan baik apabila dicapai minimal 70% konsensus.

 Prepare final report.

Peneliti perlu membuat laporan tentang persiapan, proses, dan

hasil yang dicapai dalam Teknik Delphi. Hasil Teknik Delphi perlu

diujicoba di lapangan dengan responden yang akan memakai model

atau produk dalam jumlah yang jauh lebih besar.

2.3 Kajian Penelitan Yang Relevan

Penelitian yang relevan sebagai bahan pertimbangan, dalam penelitian ini

akan dicantumkan beberapa penelitian yang relevan dengan permasalahan yang

dibahas, diantaranya sebagai berikut:

Dyah Kartkaningtyas, Dwi Yulianti, Stephani Diah Pamelasari (2014) dalam

jurnal “Pengembangan Media Game Ular Tangga Bervisi Sets Tema Energi Pada

Pembelajaran IPA Terpadu Untuk Mengembangkan Karakter dan Aktivitas Siswa

SMP/MTs”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya interaksi antar peserta

didik dalam pembelajaran. Tujuan Penelitian ini adalah untuk menghasilkan media

pembelajaran game ular tangga yang layak dan dapat digunakan dalam

pembelajaran untuk meningkatkan aktivitas dan karakter bersahabat serta hasil

belajar kognitif siswa.

Krisna Anggraeni (2016) dalam jurnal “Efektivitas Metode STEINBERG

dengan media Big Book Terhadap Keterampilan Membaca Nyaring.” Penelitian

ini dilatarbelakangi oleh rendahnya keterampilan membaca nyaring di sekolah

dasar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keefektifan metode

Steinberg dengan media Big Book terhadap keterampilan membaca nyaring di

sekolah dasar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen

kuasi dengan desain the nonrandomized control group, pratest–posttest. Desain

penelitian ini menggunakan dua kelompok yaitu kelas eksperimen dan kelas

kontrol. Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan menggunakan metode


Steinberg dengan media Big Book, sedangkan pada kelas kontrol menggunakan

metode konvensional.

Cécile Gabarre, Serge Gabarre, RossenI Din, Aidah Abdul Karim , dan

Parilah Mohd Shah dalam jurnal internasional “iPads in the foreign language

classroom: A learner’s perspective”. Jurnal ini menyajikan temuan dari studi

percontohan sebuah proyek yang mengeksplorasi potensi komputer tablet di

kelas bahasa asing di sebuah universitas negeri Malaysia. Penelitian ini berfokus

pada keheranan teknis dan tantangan seperti yang dialami oleh seorang pelajar

yang menemukan iPad selama empat minggu. Tujuannya adalah untuk

mengungkap persepsi peserta didik terhadap perangkat sebagai pengguna

pemula dan untuk menemukan strateginya saat menangani perangkat untuk

pembelajaran bahasa.

Krisna Anggraeni (2017) dalam jurnal “Efektivitas Model Menulis

Kolaborasi Dengan Media Big Book Terhadap Keterampilan Menulis Kreatif”.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya keterampilan menulis kreatif di

sekolah dasar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keefektifan

model menulis kolaborasi dengan media big book terhadap keterampilan menulis

kreatif di sekolah dasar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

eksperimen kuasi dengan desain the nonrandomized control group, pratest–

posttest. Desain penelitian ini menggunakan dua kelompok yaitu kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan

menggunakan model menulis kolaborasi dengan media big book, sedangkan

pada kelas kontrol menggunakan metode konvensional yaitu pemberian tugas

menulis.

Merrina Andy Malladewi, dan Wahyu Sukartiningsih (2016) dalam jurnal

“Peningkatan Keterampilan Menulis Narasi Ekspositoris Melalui Jurnal Pribadi

Siswa Kelas Iv Di Sd Negeri Balasklumprik I/434 Surabaya”. Penelitian ini berawal

dari hasil belajar siswa kelas IV SDN Balasklumprik I/434 Surabaya yang berada
di bawah rata-rata Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Penelitian ini menyelidiki

tentang aktivitas siswa, aktivitas guru dan hasil belajar siswa apabila

mendapatkan pembelajaran menulis jurnal pribadi dengan tahapan-tahapannya.

Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif sedangkan proses

pengumpulan data melalui lembar penilaian aktivitas pembelajar, lembar penilaian

aktivitas pengajar, hasil belajar pembelajardan foto-foto.

2.4 Kerangka Berpikir

Berdasarkan uraian untuk mengembangkan keterampilan menulis ulang

cerita menggunakan media e-book dan poster, dimulai dari mengetahui hasil

keterampilan menulis ulang cerita dengan media yang ada. Lalu pembelajar BIPA

dikenalkan dengan media e-book dan poster untuk membantu pembelajar BIPA

dalam menulis ulang cerita.

Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis antara variable

yang akan diteliti, jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antara variable.

Untuk mengetahui seberapa besar pengembangan keterampilan menulis ulang

cerita pembelajar BIPA menggunakan media e-book dan poster berikut kerangka

pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini.


Kondisi
Awal  Media yang dimiliki untuk pembelajaran
menulis ulang cerita kurang variasi.

Tindakan

 Mengembangkan media e-book dan


poster untuk pembelajaran menulis
ulang cerita.

Hasil Akhir

 Penerapan media e-book dan poster dalam


pembelajaran menulis ulang cerita.
 Media e-book dan poster dapat digunakan dalam
pembelajaran menulis ulang ceirta BIPA tingkat B2.

2.5 Hipotesis

Agar dapat menjawab masalah dalam penelitian, maka peneliti menyusun

hipotesis. Menurut Arikunto (2013: 110) menyatakan bahwa Hipotesis dapat


diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan

penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis kerja dengan

rumusan :

Ha : Media e-book dan poster dapat digunakan dalam pembelajaran menulis

ulang cerita pada mahasiswa BIPA tingkat B2 di Universitas Islam Negeri

Jakarta.

Ho : Media e-book dan poster tidak dapat digunakan dalam pembelajaran menulis

ulang cerita pada mahasiswa BIPA tingkat B2 di Universitas Islam Negeri

Jakarta.

BAB III

METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode eksperimen semu

(Quasi Eksperimen). “Metode penelitian merupakan cara pemecahan masalah

penelitian yang dilaksanakan secara terencana dan cermat dengan maksud

mendapatkan fakta dan kesimpulan agar dapat memahami, menjelaskan,

meramalkan dan mengendalikan keadaan” Syamsuddin dan Damayanti (2011:14).

Dari pengertian diatas peneliti menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif

dalam pelaksanaan penelitian ini.

Pendekatan kuantitatif biasanya dipakai untuk menguji satu teori, untuk

menyajikan suatu fakta atau mendeskripsikan statistik, untuk menunjukan

hubungan antar variabel, dan ada pula yang bersifat mengembangkan konsep.

Dalam penelitian kuantitatif terbagi lagi menjadi penelitian eksperimen, deskriptif

korelasional, evaluasi, dan lain sebagainya.

Sunarti (2009:95) “Metode eksperimen merupakan metode penelitian yang

menguji hipotesis berbentuk hubungan sebab-akibat melalui pemanipulasian

variable independen dan menguji perubahan yang diakibatkan oleh pemanipulasian

tersebut.” Maka metode eksperimen ini digunakan untuk mengukur perubahan yang

terjadi setelah dilakukannya pemnipulasian. Selain itu, metode eksperimen ini

dilaksanakan dengan tujuan agar hipotesis yang telah dirumuskan pada bab I dapat

terbukti. Metode eksperimen ini cocok dengan

53
54

penelitian yang sedang penulis laksanakan yakni, pembelajaran menyunting teks

negosiasi berfokus pada penggunaan kaidah struktur kalimat efektif.

Metode penelitian eksperimen terbagi dalam tiga kelompok besar, yaitu

praeksperimen, eksperimen, dan eksperimen semu (quasi experiment). Dalam

penelitian ini penulis menggunakan eksperimen semu (quasi eksperiment) design

jenis nonequivalent control group design.

Menurut Syamsudin dan Damayanti (2011:116) “bentuk desain eksperimen ini

merupakan pengembangan dari true eksperimental design, yang sulit dilaksanakan.

Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya

untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan

eksperimen.” Quasi eksperimental design digunakan karena pada kenyataannya

sulit mendapatkan kelompok kontrol yang digunakan dalam penelitian.

3.2 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan cara-cara yang dipergunakan untuk

mengumpulkan data penelitian sehingga hasil penelitian dapat dibuktikan. Penulis

menggunakan teknik analisis untuk menganalisis data yang diperoleh dari hasil

penelitian. Hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan data yang akurat sesuai

dengan tujuan penelitian serta mengetahui kesulitan yang dihadapi siswa dalam

menmproduksi teks prosedur kompleks dengan menggunakan model discovery

learning.
Menurut Arikunto (2002:78) “pretest posttest one group design adalah

penelitian yang dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen (pretest)

dan sesudah eksperimen (posttest) dengan satu kelompok subjek.” Penulis

menggunakan design penelitian ini karena dirasa cocok dengan judul penelitian

yang diambil. Menarik kesimpulan dari pendapat Arikunto bahwa penulis

memberikan tes awal (pretest) pada peserta didik untuk mengetahui sejauh mana

pengetahuan yang dimiliki peserta didik mengenai pembelajaran menyunting teks

negosiasi berfokus pada penggunaan kaidah struktur kalimat efektif. Setelah

diberikan tes awal, penulis melakukan eksperimen dengan memberikan perlakuan

berupa pembelajaran menyunting teks negosiasi menggunakan metode discovery

learning. Selain itu, penulispun memberikan lembar kerja siswa (LKS) yang

dilaksanakan secara berkelompok agar siswa mendapat gambaran mengenai

pembelajaran yag berlangsung. Tindakan akhir yang dilkukan penulis adalah

dengan memerikan tes akhir (posttest) tujuannya untuk mendapatkan perbandingan

data dari tes awal (pretest) ke tes akhir (postest). Berikut rancangan the one group

pretest-posttest design.

Berikut model Tes awal-tes akhir kelompok tunggal (The one group pretest-

posttest design) menurut Syamsuddin dan Damayanti (2011:157).

The one group pretest-posttest design

O1X O2
O1 = Nilai pretest (sebelum diberi perlakuan)

X = Perlakuan (Treatment)
O2 = Nilai post-test (setelah diberi perlakuan)

Paradigma desain penelitian ini terdapat pretest sebelum diberi perlakuan

sehingga hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat

membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan.

3.3 Populasi dan Sampel

1) Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi merupakan sumber data

dan informasi untuk kepentingan penelitian atau sekelompok subjek, baik manusia,

nilai, tes, benda atau peristiwa. Noor (2011:147) mengutarakan bahwa populasi

digunakan untuk menyebutkan seluruh elemen/anggota dari suatu wilayah yang

menjadi sasaran penelitian atau merupakan keseluruhan dari objek penelitian.

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah:

a. kemampuan penulis dalam mengajarkan Bahasa dan Sastra Indonesia;

b. kemampuan siswa kelas X SMAN 1 Soreang dalam berbahasa

Indonesia. 2) Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dalam penelitian ini

penulis menggunakan sampel dengan cara sampel bertujuan (purposive sampling).

Menurut Sugiyono (2010:118) “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik

yang dimiliki oleh populasi tersebut.” Mengacu pada pendapat Sugiyono apabila

peneliti melakukan penelitian terhadap populasi yang besar, sementara peneliti

memiliki keterbatasan maka peneliti menggunkan teknik


pengambilan sampel. Tujuannya agar penulis dalam mengambil subjek bukan

didasarkan atas strata, random atau daerah, tetapi didasarkan atas adanya tujuan

penelitian.

Berdasarkan penjelasan di atas, sampel dalam penelitian ini adalah

a. kemampuan penulis dalam melaksanakan pembelajaran menyunting teks

negosiasi berfokus pada penggunaan kaidah struktur kalimat efektif; dan

b. kemampuan siswa kelas X semester genap SMA Negeri 1 Soreang dalam

menyunting teks negosiasi dalam penggunaan kaidah struktur kalimat efektif

dengan menggunakan model discovery learning.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrument penelitian merupakan alat yang di gunakan peneliti untuk

mempermudah pekerjaan dalam mengumpulkan data penelitian, instrument

penilitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah : observasi dan tes. Selain

itu, instrumen penelitian haruslah dirancang dan disusun sebelum dilaksanakannya

pembelajaran. Berkenaan dengan perencanaan, Mulyasa (2008:221)

mengemukakan bahwa proses pembelajaran yang dimulai dengan fase

pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran, ketika kompetensi dan

metodologi telah diidentifikasi, akan membentu guru dalam mengorganisasikan

materi standar. Selain itu, dapat menginterpretasi peserta didik dan masalah-

masalah yang mungkin timbul dalam pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas bahwa proses belajar mengajar tidak hanya

berkenaan dengan masalah pemikiran, pengambilan keputusan, dan pertimbangan


guru. Hal ini memerlukan usaha intelektual, dan pengetahuan teoretis, agar

masalah-masalah yang mungkin timbul dalam pembelajaran bisa teratasi

dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai