Anda di halaman 1dari 14

MINIRISET

“ PENYEBAB RENDAHNYA LITERASI KELUARGA DAN GURU DI SEKITAR "

Mata Kuliah : Literasi Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu : Dr. H. M. Joharis Lubis, M.M, M.Pd

Disusun Oleh :

Nama : Shalsa Harisa Ashura

Nim : 2223311024

Kelas : Reguler E 2022

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berisi Laporan Penelitian
tentang Penyebab Rendahnya Literasi Keluarga Dan Guru Sekitar. Makalah ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Literasi Bahasa Indonesia.

Dalam kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H. M. Joharis Lubis,
M.M, M.Pd yang telah membimbing kami dalam mengerjakan makalah ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga, kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.

Kami sadar bahwa tugas ini memiliki banyak kekurangan oleh karena itu kami meminta maaf
jika ada kesalahan dalam penulisan dan kami juga mengharapkan kritik dan saran dalam tugas ini
agar di lain waktu kami bisa membuat tugas yang lebih baik lagi. Akhir kata kami ucapkan
terimakasih. Semoga dengan adanya pembuatan tugas ini dapat memberikan manfaat berupa
ilmu pengetahuan yang baik bagi penulis maupun bagi para pembaca.

Medan, April 2023

Shalsa Harisa Ashura


DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat

Bab II Landasan Teori

A. Penyebab Rendahnya Literasi Guru di Sekitar


B. Penyebab Rendahnya Literasi Keluarga

Bab III Hasil Dan Pembahasan

A. Hasil
B. Pembahasan

BAB IV Penutup

A. Kesimpulan
B. Saran

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Literasi sains pada hakekatnya lebih difokuskan pada empat aspek yang saling
berhubungan yaitu pengetahuan konteks, komptensi dan sikap. Hal ini sejalan dengan pendapat
Organisation for Economic Co- operation and Development (OECD) tahun 2019, yang
menyatakan bahwa literasi sains merupakan kemampuan seseorang dalam menerapkan
pengetahuannya untuk mengidentifikasi pertanyaan, mengkonstruksipengetahuan baru,
memberikan penjelasan secara ilmiah, mengambil kesimpulan berdasarkan bukti- bukti ilmiah,
dan kemampuan mengembangkan pola pikir reflektif sehingga mampu berpartisipasi dalam
mengatasi isu-isu dan gagasan-gagasan terkait sains.
Berkaitan dengan kemampuan literasi sains, OECD telah mengumumkan skor Programme
for International Student Assessment (PISA) untuk Indonesia Tahun 2018 bidang literasi,
matematika dan juga sains. Evaluasi PISA dilakukan setiap tiga tahun sekali dengan tujuan untuk
menevaluasi sistem pendidikan dengan mengukur kinerja siswa di pendidikan menengah.

B. Rumusan Masalah

Adapula sebagian permasalahan yang hendak dibahas dalam karya tulis ini antara lain :

1. Bagaimanakah faktor penyebab rendahnya literasi guru di sekitar?


2. Bangaimanakah faktor penyebab rendahnya literasi di keluarga ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan di atas maka tujuan makalah ini adalah:

1. Mengetahui faktor penyebab literasi guru di sekitar


2. Mengetahui faktor penyebab literasi di keluarga

D. Manfaat

Adapun manfaat Miniriset ini ialah supaya penulis dapat menyumbangkan pemikirannya
terhadap permasalahan yang diangkat dan juga menambah pengetahuan tentang hal tersebut
tidak hanya itu dengan dibuatnya rekayasa ide ini semoga tujuannya dapat terlaksana.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penyebab rendahnya literasi sains

Faktor penyebab rendahnya hasil belajar siswa berdasarkan hasil survey PISA dan TIMSS
adalah sebagai berikut.

1) Penggunaan buku ajar siswa

Sejak keikut sertaan Indonesia dalam survey PISA dan TIMSS, literasi sains Indonesia belum
mengalami peningkatan secara signfikan. Salah satu faktor yang menyebabkan kemampuan
literasi sains rendah adalah pemilihan sumber belajar (Astuti, Prasetyo dan Rahayu, 2012). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang Ashari (2015) yang menyatakan bahwa pemilihan
sumber belajar menjadi penyebab rendahnya literasi sains siswa kita. Sumber belajar dalam
pembelajaran IPA selama ini masih terbatas buku ajar atau teks saja daripada pembelajaran yang
dilakukan secara langsung. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Stake & Easly
(Aqil, 2018) menyatakan bahwa buku pelajaran digunakan oleh 90% dari semua guru sains dan
90% dari alokasi waktu pembelajaran. Pengetahuan dan penerapan literasi sains yang hanya
mengandalkan buku ajar atau teks (tekstual) belum sepenuhnya menyentuh jiwa peserta didik,
akibatnya pelajaran menjadi membosankan dan peserta didik kurang memahami materi pelajaran
dalam konteks kehidupan.

2. Miskonsepsi siswa
Miskonsepsi adalah kesalahan pemahaman dalam menghubungkan suatu konsep dengan
konsep-konsep yang lain, antara konsep yang baru dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran
siswa, sehingga terbentuk konsep yang salah dan bertentangan dengan konsep yang sebenarnya.
Tuntutan kurikulum IPA SD yang terlalu banyak menyebabkan guru lebih senang mengajar
dengan metode yang memungkinkan materi cepat habis sesuai dengan target kurikulum.
Kegiatan ini yang sering menimbulkan miskonsepsi siswa, ketika siswa mengalami miskonsepsi
maka akan berimplikasi pada rendahnya penguasaan konsep IPA siswa (Nurulwati, dkk, 2014).
3) Pembelajaran tidak konstekstual
Rendahnya hasil belajar IPA pembelajaran yang dilakukan tidak kontekstual, permasalahan
utama dalam pembelajaran sains yang sampai saat ini belum mendapat pemecahan secara tuntas
adalah adanya anggapan pada diri peserta didik bahwa pelajaran ini sulit dipahami dan
dimengerti. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Sarminah (2018), menyatakan
bahwa penekanan pemahaman konsep dasar dan pengertian dasar ilmu pengetahuan tersebut
tidak dikaitkan dengan hal- hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, Hasil penelitian
Permanasari (2016) terutama untuk aspek konteks aplikasi sains terbukti bahwa banyak peserta
didik di Indonesia tidak mampu mengaitkan pengetahuan sains yang dipelajarinya dengan
fenomena-fenomena yang terjadi di dunia, karena mereka tidak memperoleh pengalaman untuk
mengkaitkannya.
4) Rendahnya kemampuan membaca
Salah satu kendala belajar sains lainnya adalah karena rendahnya kemampuan membaca dan
memaknai bacaan. Penelitian dilakukan organisasi pendidikan, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan PBB (UNESCO) pada tahun 2016 terhadap 61 negara di dunia menunjukkan
kebiasaan membaca di Indonesia tergolong sangat rendah. Hasil studi yang dipublikasikan
dengan nama "The World’s Most Literate Nations", menunjukan Indonesia berada di peringkat
ke-60, hanya satu tingkat di atas Botswana (kompas.com,2019). Penyebab rendah minat dan
kebiasaan membaca itu antara lain kurangnya akses,terutama untuk di daerah terpencil. Indeks
aktivitas literasi membaca (Alibaca) di Indonesia masih rendah. Indeks aktivitas literasi
membaca nasional berada di angka 37,2 (Medcom.id, 2020). Adapun indeks tersebut, dimulai
dari kategori sangat rendah, yakni 0-20, kemudian rendah 20,1-40. Untuk 40,1-60 dikategorikan
sedang, 60,1-80 masuk dalam kategori tinggi dan 80,1-100 adalah sangat tinggi. Dengan tradisi
membaca yang rendah sangat berimplikasi pada literasi sains siswa sekolah dasar kita.

5. Lingkungan dan iklim belajar


Lingkungan dan iklim belajar yang mendukung peningkatan literasi sains sangat dibutuhkan
dalam proses pembelajaran di sekolah. Lingkungan dan iklim belajar di sekolah mempengaruhi
variasi skor literasi siswa di Indonesia (Arby, A. R., Hadi, H., & Agustini,2019). Lingkungan
belajar siswa dapat dilihat pada saat anak belajar IPA di lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat, lingkungan belajar sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa (Gardika, 2021).
Pembelajaran IPA belum didukung oleh lingkungan belajar yang memadai, baik di lingkungan
keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat. Kita melihat pendidikan masih dibebankan
secara optimal kepada guru di sekolah, lingkungan keluarga dan masyarakat belum memiliki
peran yang banyak dalam penguatan pembelajaran IPA untuk anak SD. Padahal pembelajaran
IPA sejatinya sangat berkaitan erat dengan lingkungan sekitar anak, bahkan konsep yang mereka
dapatkan di bangku sekolah sebaiknya di implementasikan di lingkungan keluarga maupun
lingkungan masyarakat. Hal ini akan mampu meningkatkan pemahaman anak terhadap konsep
yang dipelajarinya.

6) Infrakstruktur sekolah
Keadaan sarana dan prasaran sekolah menjadi faktor penyebab rendahnya hasil belajar IPA
siswa yang nantinya mampu berimplikasi pada rendahnya hasil literasi sains siswa. Sebagai
contoh, sekolah yang minim peralatan penunjungan proses pembelajaran akan menyebabkan
pembelajaran tidak bisa berjalan optimal. Pembelajaran yang seharusnya dilaksanakann dengan
praktikum terkendala dengan infrastruktur sekolah (Akbar & Noviani, 2019; Fitriyadi, 2013).
7) Sumber daya manusia

Sumber daya manusia yang dimaksud disini adalah kualitas tenaga pengajar (guru) di sekolah.
Semakin berkualitas guru yang mengajar maka proses pembelajaran semakin berkualitas
sehingga literasi siswa semakin baik (Leonard, 2016). Tetapi keadaan di lapangan jumlah SDM
yang memadai masih sangat kurang dalam dunia pendidikan di sekolah dasar. Keterisian jumlah
guru pada sekolah SD masih sangat kurang, hal ini juga menjadi pemicu tidak optimalnya proses
pembelajaran Sains.
8) Manajemen sekolah
sekolah yang dimaksud disini adalah bagaimana peran kepala sekolah dalam memfasilitasi
tenaga pendidik dan kependidikan untuk meningkatkan profesionalitas mereka. Peningkatan
profesionalitas guru dapat dilakukan dengan (1) berbagi praktik baik proses pembelajaran yang
bisa dilakukan di tingkat satuan pendidikan, gugus, kecamatan maupun tingkat MGMP (2)
memberikan kesempatan kepada guru untuk meningkatkankompetensinya melalui pelatihan/
workshop/magang/riset terkait pembelajaran di SD, (3) memastikan peningkatan profesionalitas
pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan secara berkala dan berkesinambungan. Dengan
manajemen yang baik khususnya memberikan fasilitas layanan kepada pendidik dan tenaga
kependidikan meningkatkan profesionalitas dalam proses pembelajaran akan berimpilikasi pada
peningkatan kualitas SDM sehingga akan berpengaruh pada peningkatan hasil belajar siswa
(Hidayat, 2013).

Solusi dalam Upaya Meningkatkan Literasi Sains Siswa Sekolah DasarBerbagai upaya telah
dilakukan oleh pemangku kebijakan dalam proses perbaikan literasi sains siswa untuk menjawab
tantangan dari survey PISA dan TIMSS, begitu pun pada peningkatan hasil belajar IPA siswa.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah sebagai solusi dalam meningkatkan hasil belajar IPA
antara lain sebagai berikut:
1) Gerakan literasi sekolah (GLS)
Gerakan Literasi Sekolah adalah sebuah program literasi yang dilandasi kondisi pendidikan
yang belum membudaya di sekolah. Data penelitian dalam Progress International Reading
Literacy Study (PIRLS) tahun 2011 menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam
memahami bacaan berada di bawah rata-rata internasional. Menurut data tersebut, literasi belum
menjadi budaya dikalangan pelajar Indonesi terutama tingkat sekolah dasar (Kemdikbud, 2016).
Dengan adanya kegiatan tersebut akan menciptakan kelas yang harmonis, produktif, dan
menyenangkan. Interaksi ini tidak akan terjadi bila siswa pasif dalam memperoleh informasi
yang ada disekitarnya. Kesadaran untuk mencari dengan cara membaca secara mandiri haruslah
dibina, agar siswa aktif berpikir disaat proses pembelajaran. Siswa dituntut proaktif mencari
informasi serta pengetahuan agar memperoleh pengetahuan yang luas.
2) Memberikan dana bantuan operasioanal sekolah (BOS)
Program Bantuan Operasional Sekolah BOS bertujuan untuk membebaskan biaya
pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka
memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka
penuntasan wajib belajar sembilan tahun. Pemberian dana BOS akan mampu meningkatkan
kualitas layanan pendidikan karena ada alokasi dana yang digunakan untuk meningkatkan
infrastuktur (baik untuk penyedian alat dan bahan praktik siswa atau pun fasilitas yang lain)
sebagai penunjang dalam proses pembelajaran di sekolah (Akbar, 2016).
3) Transformasi kepemimpinan sekolah

Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan manajemen pendidikan di tingkat satuan pendidikan.
Kepala sekolah yang dipilih adalah kepala sekolah yang terbaik yang paham dan mengerti akan
tuntutan pendidikan di dunia global. Manajemen kepemimpinan kepala sekolah menjadi salah
satu indikator dalam terselenggaranya proses pembelajaran yang berkualitas pada tingkat satuan
pendidikan (UmayahRiwanto,2020).

4) Meningkatkan kompetensi guru

Peningkatan komptensi guru mutlak dilakukan untuk meningkatkan proses pembelajaran


siswa. Peningkatan komptensi guru dilakukan keberlanjutan melalaui program pendidikan
profesi guru (PPG) serta mencetak guru generasi baru, yaitu melaksanakan program sekolah
penggerak, guru penggerak. Program sekolah penggerak adalah upaya untuk mewujudkan visi
Pendidikan Indonesia dalam mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan
berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila. Guru penggerak bertujuan untuk
melahirkan pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistik,
aktif dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan
pembelajaran yang berpusat kepada murid. Dengan program sekolah dan guru penggerak
terbentuknya pusat pelatihan guru, role model dan katalis bagi transformasi sekolah-sekolah lain.

5) Memperbaiki kurikulum
Kurikulum dirancang untuk disederhanakan dalam upaya mendorong guru untuk mengajar
sesuai tingkat kemampuan siswa. Strategi ini akan dilakukan dengan cara menyederhanakan
kurikulum sehingga lebih fleksibel dan berorientasi pada kompetensi. Perbaikan kurikulum telah
dilakukan beberapa kali baik dalam keadaan normal maupun pada masa pandemi ini. Perbaikan
ini dilakukan untuk memenuhi tuntunan pendidikan di dunia global, baik dalam hal proses
maupun dalam hal out come hasil pendidikan (Nastiti, & Ni’mal‘Abdu, 2020).

B. Penyebab Rendahnya Literasi Keluarga

Rendahnya tingkat pendidikan ekonomi masyarakat khususnya kepala keluarga, secara tidak
langsung akan mempengaruhi keadaan/kondisi keluarga, salah satu faktor yang dipengaruhi
adalah faktor pendapatan. Oleh sebab itu, pendidikan ekonomi secara informal di dalam keluarga
merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Melalui pendidikan ekonomi di lingkungan
keluarga dapat membentuk manusia yang produktif dan ekonomis dalam pemanfaatan uang
maupun sumberdaya lainnya.Proses pendidikan ekonomi di lingkungan keluarga dititikberatkan
pada pemahaman tentang pengelolaan keuangan dan pemahaman sikap sertaperilaku anak untuk
mengatur pemanfaatan uang sesuai dengan prinsip ekonomi yang rasional, serta pendidikan
ekonomi di lingkungan keluarga secara luas memiliki peran penting bagi pengembangan
sumberdaya manusia dan memiliki dampak positif bagi kemajuan ekonomi, akan tetapi pada
kenyataannya tidak semua kepala keluarga memiliki pengetahuan, wawasan, persepsi dan
komitmen yang memadai atas pendidikan ekonomi di lingkungan keluarga. Seseorang yang
mempunyai tingkat pendidikan rendah tentu saja mempunyai perbedaan dalam hal pengetahuan,
wawasan bila dibandingkan dengan orang yang berpendidikan tinggi. Dibidang pertanian
khususnya pengolaan garam, tingkat pendapatan para pengolahnya sangat dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan salah satunya tingkat pendidikan ekonomi informal.

Pendidikan ekonomi informal dalam keluarga salah satunya bertujuan untuk membentuk
kecerdasan finansial setiap anggota keluarga yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap
pendapatan keluarga. Widayati (2014) menyatakan bahwa kecerdasan finansial adalah
kecerdasan dalam
mengelola aset keuangan pribadi. Dengan menerapkan cara pengelolaan keuangan yang benar,
maka seseorang diharapkan dapat mendapatkan manfaat yang maksimal dari uang yang
dimilikinya. Dalam kehidupan pribadi seseorang, pada dasarnya sebuah keputusan keuangan
yang diambil ada tiga: (1) berapa jumlah yang harus dikonsumsi tiap periode; (2) apakah ada
kelebihan penghasilan dan bagaimana kelebihan diinvestasikan; dan (3) bagaimana mendanai
konsumsi dan investasi tersebut. Dalam rangka mencapai kesejahteraan keuangan, seseorang
perlu memiliki pengetahuan, sikap, dan implementasi keuangan pribadi yang sehat. Sejauh mana
pengetahuan, sikap dan implementasi seseorang dalam mengelola keuangan, dikenal dengan
literasi finansial.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendahnya posisi literasi sains siswa kita dengan siswa yang menjadi objek
penelitian oleh PISA mauun TIMSS perlu dijadikan acuan oleh pemerintah dalam
memperbaiki sistem pembelajaran di Indonesia khususnya pembelajaran IPA. Jika kita
kaitkan lebih lanjut apakah ada korelasi antara rendahnya hasil belajar IPA dengan
kemampuan literasi sains?. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari
(2017) bahwa literasi sains berpengaruh positif terhadap kemampuan kognitif peserta
didik. Hal yang sama juga dipaparkan oleh Haristy dkk. (2013) bahwa pembelajaran
berbasis literasi sains memberikan pengaruh terhadap peningkatan hasil belajar peserta
didik. Ini menunjukkan literasi sains dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
Dari hasil penelitian tersebut dapat kita simpulkan bahwa ada korelasi positif antara hasil
belajar IPA dengan literasi sains anak ataupun sebaliknya. Artinya jika kita melihat hasil
PISA dan TIMSS yang berkaitan dengan literasi sains siswa di Indonesia dapat kita
simpulkan bahwa hasil belajar siswa IPA khususnya siswa sekolah dasar juga masih
tergolong rendah secara ukuran internasional.
Pembelajaran IPA di sekolah Dasar selama ini telah dilakukan mengacu pada
kurikulum serta regulasi yang telah diterbitkan oleh pemerintah. Berdasarkan pasal 3 UU
Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa “Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Berkaitan dengan
hal tersebut upaya peningkatan proses pembelajaran terus dilakukan untuk mencapai hasil
belajar.
Hasil belajar diperoleh dari serangkaian proses pembelajaran, baik yang dilakukan
di dalam maupun di luar kelas. Penilaian hasil belajar meliputi ranah kognitif, afektif dan
psikomotor, dapat dilakukan saat proses permbelajaran berlangsung maupun setelah
pembelajaran selesai, dapat berupa tes atau pun non tes. Hasil belajar ranah pengetahuan
dikenal dengan hasil belajar kognitif. Menurut tingkatan taksonomi kemampuan koginitif
dapat dibedakan menjadi enam level, yakni: (C1) mengingat (remember); (C2)
memahami (understand(C3) mengaplikasikan (apply); (C4) menganalisis (analyze); (C5)
mengevaluasi
(evaluate); dan (C6) mencipta (create) (Anderson dan Krathwohl, 2001).

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai seorang pendidik sudah selayaknya merubah pola pikir dalam proses
pembelajaran IPA di sekolah dasar untuk meningkatkan literasi sains siswa sekolah dasar. Faktor
penyebab rendahnya literasi sains siswa adalah Penggunaan buku ajar yang belum tepat, b)
miskonsepsi siswa, c) pembelajaran yang tidak kontekstual, d) rendahnya kemampuan membaca,
e) lingkungan dan iklim belajar, f) infrastruktur sekolah, g) sumber daya manusia, h) manajemen
sekolah. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemangku kebijakan dalam proses perbaikan
literasi sains siswa untuk menjawab tantangan dari survey PISA dan TIMSS, begitu pun pada
peningkatan hasil belajar IPA siswa. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah sebagai solusi
dalam meningkatkan hasil belajar IPA antara lain sebagai berikut: a) gerakan literasi sekolah,
b)memberikan dana bantuan operasional sekolah, c) transformasi kepemimpinan sekolah, d)
meningkatkan kompetensi guru, e) memperbaiki kurikulum, f) memperbaiki buku ajar, g)
mengadakan asesmen kompetensi minimum, h) penggunaan platform digital.

B. Saran

Adapun saran bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
pengetahuan terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya rendahnya literasi keluarga
dan guru. Khususnya yang berminat untuk mengetahui lebih jauh tentang Literasi.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A. (2017). Membudayakan literasi dengan program 6M di

sekolah dasar. Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar,

3(1), 42-52
Masassya, Elvyn G. 2004. Cara Cerdas Mengelola Investasi

Keluarga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai