Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MATA KULIAH

ETIKA PROFESI DAN TATA KELOLA KORPORAT


“ESSAY ETIKA PROFESI”

Disusun Oleh :
I Nyoman Adi Buana
NIM : 2027000019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegagalan sebuah bisnis tidak saja disebabkan oleh kebangkrutan ekonomi
semata melainkan juga oleh merosotnya moralitas dalam pengelolaannya. Seperti
halnya yang terdapat di buku yang ditulis oleh Kasdin Sitohang ( 2019 ) yang dikutip
dari Richard T. De George, kelanggengan sebuah perusahan saat tergantung pada
pengelolaan. Semakin baik pengelolaan dilakukan , maka akan semakin sehat
perusahaan. Demikian pula sebaliknya, semakin buruk pengelolaan , semakin dekat
kehancuran perusahaan.
Seperti contoh sebuah perusahaan di Amerika yang bernama Enron.
Perusahaan ini hancur karena mengabaikan moralitas dalam pengelolaannya. Enron
mempekerjaan Arthur Andersen sebagai jasa akuntan publik untuk mengaudit
perusahaan Chewco dan LJMI, akan tetapi fungsi advisorial yang diberikan oleh
Arthur Andersen tidak dijalankan oleh pihak manajemen Enron. Saran yang
direkomendasikan oleh Arthur Andersen tidak dijadikan sebagai dasar pelaporan
keuangan. Justru sebaliknya, Enron membayar Arthur Andersen dengan tarif yang
begitu mahal agar kekeliruannya tidak dibongkar.
Kegagalan Enron dalam mengelola bisnisnya dan hancurnya reputasi Arthur
Andersen menjadikan pelajaran berharga bagi dunia bisnis dan profesi. Peristiwa
inilah yang menjadikan pelaku bisnis dan pihak yang berkaitan dengan bisnis itu
sendiri sadar akan pentingnya penerapan etika dalam mengelola perusahaan dan
menjalankan profesi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dari paper ini
adalah :
 Pengertian Etika Profesi
 Ciri – ciri Profesi
 Perkembangan akuntansi sebagai Profesi

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan paper ini
adalah :
 Memahami pengertian dari Etika Profesi
 Memahami dan mengetahui ciri – ciri profesi
 Memahami kedudukan akuntansi sebagai Profesi dan perkembangan
yang mengikutinya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika Profesi


Sebelum memahami betapa pentingnya kedudukan atas sebuah etika bagi
seorang akuntan, ada baiknya pemahaman mengenai arti dari profesi, kedudukan
akuntansi sebagai profesi dan juga implikasi dari pengakuan tersebut kita pahami
terlebih dahulu.
Secara etimologis, kata “profesi” berasal dari Bahasa latin , professio, yang
kata kerjanya adalah profitere. Dalam buku yang ditulis oleh Kasdin Sitohang ( 2019 )
yang mengutip pada referensi Prent CM Kamus Latin - Indonesia, kata professio
diartikan sebagai :
1. Pernyataan di depan umum , permakluman , pengumuman.
2. Laporan resmi tentang nama atau harta kekayaan.
3. Pekerjaan, jabatan, keadilan dan hal mempunyai sesuatu sebagai
pekerjaan / mata pencaharian.
4. Kaul, ikrar, pengakuan dan pernyataan.
Sedangkan kata profitere sendiri diartikan sebagai :
1. Menyatakan di depan umum, mengakui terus terang, mengumumkan
atau mencanangkan.
2. Mengakui dirinya, menamakan dirinya atau menjadikan sesuatu
pekerjaannya sebagai sumber mata pencahariannya.
3. Menjanjikan, menawarkan atau mewajibkan diri.
Dari berbagai pengertian di atas, kata profesi memuat dua hal. Pertama,
profesi berkaitan dengan pekerjaan dengan syarat – syarat tertentu. Secara spesifik
pengertian profesi lebih cenderung dikaitkan dengan ketrampilan teknis. Seseorang
disebut professional apabila ia mampu menjalankan tugasnya sebagaimana yang
dituntut. Dan kemamouan menjalankan tugas itu merupakan hasil belajar di bidang
tertentu pula. Kedua, profesi berkaitan dengan pengakuan di depan publik, yang
dinyatakan dalam sebuah janji atau ikrar. Dalam pengertian ini, kata profesi tidak
saja dikaitkan dengan kemampuan teknis, melainkan melebihinya. Profesi memuat
sikap mental berupa komitmen yang kuat dalam melakukan pekerjaan.
Oleh karena itu profesi menuntut tekad dan kemauan untuk konsisten pada
apa yang dinyatakan di depan publik. Karena itu dalam buku yang di tulis oleh Kasdin
Sitohang ( 2019 ) yang mengutip pada tulisan A.Setyo Wibowo menyatakan bahwa
profesi berkaitan dengan komitmen yang teguh pada nilai – nilai moral seperti
kejujuran, keadilan, kesetiaan , keseriusan kerja dan tanggung jawab yang
besar.Komitmen ini merupakan ungkapan tekat bulat seseorang untuk memegang
kepercayaan publik atas dirinya dan ia mau menjalankan janji itu secara konsisten.
Jadi profesi memiliki arti yang lebih luas, tidak sekedar berkaitan dengan bayaran,
melainkan kesetiaan untuk melayani kepentingan umum.
Menurut buku yang ditulis Kasdin Sitohang ( 2019 ) yang mengutip tulisan
Mark Cheffers dan Michael Pakaluk, pada awalnya hanya ada tiga bidang pekerjaan
yang diakui sebagai profesi, yakni keagamaan, Kesehatan dan hukum. Hal ini pula
yang menyebabkan ketiga profesi tersebut diakui menyandang gelar profesi yaitu
agamawan, dokter, pengacara/advokat. Tugas utama dari ketiga profesi tersebut
sesuai dengan definisi profesi di atas adalah dengan memberikan pelayanan kepada
kepentingan publik dari sisi yang berbeda. Dokter memberikan pelayanan di bidang
Kesehatan, Agamawan memberikan pelayanan di bidang kerohanian, dan pengacara
atau advokat memberikan pelayanan di bidang sosial dengan tujuan menegakan
keadilan dan kebenaran.

2.2 Ciri – Ciri Profesi


Terdapat sejumlah ciri – ciri utama profesi, Ada beberapa pendapat para ahli
mengenai ciri ciri profesi. Dalam Buku Kasdin Sitohang ( 2019 ) dikemukakan bahwa
Michael Pakaluk yang merujuk pandangan Abraham Flexner, menyebutkan sepuluh
ciri utama profesi :
1. Memiliki kerja intelektual dengan tanggung jawab yang besar.
2. Mampu menggunakan ilmu pengetahuan dalam pekerjaan demi suatu
tujuan praktis, namun luhur.
3. Menguasai teknik komunikasi yang diperoleh secara akademis.
4. Mampu mengelola diri sendiri.
5. Mempunyai motivasi untuk peduli kepada orang lain secara terus –
menerus.
6. Menjalankan standar perilaku tertentu di kalangan anggotanya.
7. Menjalankan standar kualifikasi professional yang mengatur tugas –
tugas bagi profesi.
8. Memiliki status yang diakui dalam masyarakat secara lebih luas.
9. Masuk dalam organisasi tertentu demi pengembangan profesi.
10. Memiliki kemampuan budaya distingtif, termasuk tradisi, kebiasaan
dan simbol – simbol.
Sementara itu merujuk pandangan Lieberman, H Ramayulis mempersempit
ciri itu dalam tujuh butir berikut :
1. Memiliki cakupan ranah pekerjaan khas, definitif, dan sangat
penting, serta dibutuhkan oleh masyarakat.
2. Memiliki wawasan, pemahaman dan penguasaan pengetahuan dan
perangkat teoritis yang relevan secara luas dan mendalam, serta
menguasai perangkat kemahiran teknis kerja demi pelayanan yang
memadai, memiliki semangat pengabdian yang mantap dan mandiri.
3. Memiliki sistem pendidikan yang mantap dan mapan berdasarkan
ketentuan persyaratan standarnya bagi penyiapan maupun
pengembangan tenaga pengemban tugas pekerja professional yang
bersangkutan.
4. Memiliki perangkat kode etik professional yang telah disepakati dan
selalu dipatuhi serta menjadi pdeoman bagi para anggota
pengemban tugas pekerjaan atau pelayanan professional yang
bersangkutan.
5. Memiliki organisasi profesi yang menghimpun, membina, dan
mengembangkan kemampuan professional. Melindungi kepentingan
professional serta memajukan kesejahteraan anggotanya dengan
senantiasa mengindahkan kode etik dan ketentuan organisasi.
6. Memiliki jurnal dan sarana publikasi professional lainnya yang
menyajikan berbagai karya penelitian dan kegiatan ilmiah sebagai
media pembinaan dan pengembangan para anggota serta
pengabdian kepada masyarakat dan khazanah ilmu pengetahuan
yang menopang profesi.
7. Memperoleh pengakuan dan penghargaan yang selayaknya secara
sosial dan secara legal.
Kasdin Sitohang ( 2019 ) mempersempit lagi ciri – ciri profesi menjadi enam
dalam hal sebagai berikut :
1. Memiliki ketrampilan dan keahlian khusus
Keahlian dan ketrampilan ini di peroleh melalui Pendidikan formal,
adapun hal inilah yang menjadikan seseorang dianggap professional
apabila telah melewati serangkain ujian kompetensi yang diambil
secara formal.
2. Memiliki Komitmen moral yang tinggi
Komitmen yang tinggi ini dipertegas dengan kesetiaan menjalankan
kode etik sesuai profesi yang disandangnya.
3. Mengandalkan hidup dari profesi
Ciri ini berkaitan erat dengan ciri nomor 2, Orang yang professional
menjalankan pekerjaannya sepenuh hati. Bagi kaum professional,
pekerjaannya adalah sumber kehidupan dan mata pencaharian.
Karenanya seorang professional selalu melibatkan dirinya secara
total dalam menjalankan tugas – tugasnya.
4. Pekerjaan diabdikan kepada masyarakat
Tujuan profesi itu sendiri adalah memenuhi tanggung jawab akan
kebutuhan masyarakat, bukan kepentingan diri atau kelompok.
Karena itu profesi selalu berorientasi pada pengembangan
kehidupan sosial.
5. Memiliki izin khusus
Dalam menjalankan profesi , izin penting untuk dua kepentingan,
demi kelangsungan profesi dan keselamatan masyarakat. Ini
dibutuhkan juga sebagai dasar agar supaya kaum professional
dituntut untuk memberikan pelayanan yang maksimal kapada
masyarakat.
6. Menjadi anggota satu profesi
Profesionalisme seseorang diukur juga dari keterlibatannya dalam
organisasi profesi. Organisasi profesi merupakan wadah bagi kaum
professional untuk sharing pengalaman bersama rekan – rekan
seprofesi. Dengan demikian menjadi anggota organisasi professional
merupakan tuntutan kompetensi akademis dan tuntutan sosial, serta
personal bagi kaum professional.
2.3 Akuntansi sebagai Profesi
Apakah akuntasi merupakan sebuah profesi? Jawabnya , ya. Ini pun berarti
juga keenam ciri profesi juga harus dipenuhi oleh seorang akuntan. Kasdin Sitohang ( 2019 )
dalam bukunya yang mengutip Michael Pakaluk dan Mark Cheffers menunjukan hal utama
yang mendasari kedudukan profesi akuntansi sekaligus menjadi keunikan dengan profesi
lainnya. Ada empat keistimewaan alasan menurut Michael Pakaluk dan Mark Cheffers yang
terdiri dari :
1. Incommensurability
Sifat pekerjaan akuntan yang tidak bisa diperbandingkan. Michael
Pakaluk menyatakan bahwa seorang akuntan melakukan kegiatan
transaksional, namun barang yang ditransaksikan adalah barang –
barang yang tidak dapat diperbandingkan. Transaksi konvensional
biasanya menilai barang yang akan di beli sesuai dengan nilai uang
yang di tentukan dengan harga pasar. Akan tetapi berbeda dengan
akuntan, ini dikarenakan akuntan menyediakan kebutuhan yang
melebihi tawaran pasar, yakni kebenaran dan kepercayaan. Dan hal
ini tidak dapat diperbandingkan
2. Didasari penghargaan
Imbal jasa yang diterima okeh akuntan bukan uang, melainkan
penghargaan. Kebenaran yang sesungguhnya dan kepercayaan
pertama – tama tidaj berhubungan dengan uang, melainkan
penghargaan. Dasar penghargaan adalah kepercayaan masyarakat
atas kinerja terhadap akuntan.
3. Altruisme nonprofit
Altruisme akuntan berbeda dengan altruisme profesi yang lain.
Altruisme rohaniawan terletak pada tugas yang dulakukan tanpa
bayaran. Altruisme psikolog terletak pada kesediaan waktunya untuk
melayani kebutuhan kapan saja klien membutuhkannya. Sedangkan
pada akuntan altruisme terletak pada penyediaan informasi finansial
yang benar dan melayani pribadi – pribadi yang tidak dikenalnya.
4. Bersifat personal / impersonal
Di satu sisi pekerjaan akuntan bersifat personal. Dimensi personal ini
terungkap dalam dua hal, yakni relasi dengan klien dan gelar yang
disandang sang akuntan. Relasi akuntan dengan klien merupakan
ungkapan pribadi yang didasari oleh kepercayaan. Bukan oleh
kepentingan bisnis. Akan tetapi di sisi lain, pekerjaan akuntan
bersifat impersonal. Impersonal ini menjelaskan bahwa akuntan
tidak berhubungan langusng dengan pribadi seperti dokter, psikolog
dan pengacara, melainkan melayani kepentingan masyarakat.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Profesi merupakan pekerjaan dengan ciri – ciri tertentu. Ada enam ciri suatu profesi
yaitu memiliki ketrampilan khusus, mempunyai komitmen moral yang tinggi, mengabdi
pada kepentingan masyarakat, memiliki izin dalam menjalankan profesi, dan menjadi
anggota profesi, serta menjadikan pekerjaan sebagai sumber mata pencaharian bagi kaum
professional.
Agar diakui sebagai profesi, akuntansi juga harus memenuhi keenam ciri tersebut,
selain empat hal dasar yang harus dipenuhi sebagai profesionalitas akuntan yakni
pekerjaan yang tidak bisa dibandingkan ( incommensurablity ), orientasinya pada
penghargaan ( honorable good ), sasaran altruismenya pada ketersediaan informasi
finansial yang benar dan objektif, serta relasinya yang bersifat personal dan impersonal.
DAFTAR PUSTAKA

Richard T.De George , The Ethics Information Technology and Bussiness, ( United Kingdom :
Nlackwell, 2003 ) , hal 37.
Drs. K. Prent CM, dkk, Kamus Latin – Indonesia, ( Yogyakarta : Kanisius 1969 ), hal 687.
A.Setyo Wibowo. Platon dan Komitmen Profesi, dalam F Budi Hardiman, Filsafat untuk Para
Professional, (Jakarta : Kompas, 2016), hal 2-4
Mark Cheffers dan Michael Pakaluk, Understanding Accounting Ethics ( Massachusetts :
Allen Davis Press, 2007 ), hal 30 -32
H. Ramayulis, op.cit hal 29

Anda mungkin juga menyukai