BISNIS RITEL
PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk.
1 BAB II
2
3 PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERKREDITAN
4
5
6 Setiap tahapan proses pemberian kredit ritel, harus senantiasa dilaksanakan dengan
7 menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian tersebut tercermin dalam kebijakan
8 pokok perkreditan, tata cara penilaian kualitas kredit, profesionalisme dan integritas pejabat
9 perkreditan.
10
11
12 A. KEBIJAKAN POKOK DALAM PERKREDITAN
13
14 Kebijakan pokok pemberian kredit meliputi pokok-pokok pengaturan tata cara pemberian
15 kredit yang sehat, terdiri dari :
16
17 1. Pokok-Pokok Pengaturan Mengenai Tatacara Pemberian Kredit
18
19 a. Prinsip Utama Dalam Mengelola Risiko Kredit
20
21 Dalam rangka mempertahankan portofolio kredit yang sehat, maka risiko kredit
22 BRI harus dikelola dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
23
24 i. Pemisahan Fungsi dalam proses pemberian kredit.
25
26 Dalam proses pemberian kredit, terdapat dua fungsi yang terlibat didalamnya
27 yaitu :
28 i.1. Relationship Management (RM),
29 Fungsi Relationship Management (RM), merupakan fungsi yang
30 melaksanakan kegiatan bisnis seperti pemasaran kredit, produk
31 simpanan dan jasa (Cross Selling), menjalin hubungan dengan debitur /
32 calon debitur serta melaksanakan upaya pengembalian kredit
33 performing.
34 i.2. Credit Risk Management (CRM).
35 Fungsi Credit Risk Management merupakan fungsi yang melaksanakan
36 penilaian risiko kredit, pengendalian risiko kredit, manajemen portofolio
37 kredit, serta pengelolaan kredit bermasalah.
38
39 Tugas, tanggung jawab, serta penentuan pejabat kredit yang menangani
40 bidang RM dan CRM akan dijelaskan lebih lanjut dalam Bab III.
41
42 ii. Penerapan Four Eyes Principle
43 Four Eyes Principle adalah suatu prinsip dalam pelaksanaan kewenangan
44 prakarsa dan putusan kredit yang harus dilakukan 2 (dua) Pejabat Kredit Lini
45 yang berbeda fungsi, yang salah satu atau kedua-duanya mempunyai limit
46 kewenangan yang cukup.
1
2 iii. Penerapan Internal Risk Rating System
3 Internal Risk Rating System adalah suatu system penilaian risiko (risk
4 assessment) kredit secara obyektif dan realistik, sehingga menghasilkan skor
5 risiko yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk perhitungan biaya risiko dan
6 untuk perencanaan dan manajemen portofolio.
7
8 iv. Pemisahan Pengelolaan Kredit Bermasalah.
9 Kredit yang telah masuk dalam kategori kredit bermasalah (Kurang Lancar,
10 Diragukan dan Macet) pengelolaannya harus dilimpahkan dari fungsi RM
11 kepada fungsi CRM dan pengelolaan kredit tersebut selanjutnya sepenuhnya
12 menjadi tanggung jawab jajaran CRM atau RM yang ditunjuk menangani kredit
13 bermasalah.
14
15 b. Prosedur Perkreditan Yang Sehat
16
17 Pengertian prosedur perkreditan yang sehat adalah proses pemberian kredit yang
18 harus mengikuti tahapan sebagai berikut :
19
20 i. Penetapan Pasar Sasaran (PS)
21
22 i.1. Pengertian
23
24 PS adalah sekelompok nasabah dalam suatu industri, segmen ekonomi,
25 pasar, atau suatu daerah geografis, yang memiliki ciri-ciri tertentu yang
26 diinginkan dan dipandang perlu untuk pengalokasian usaha dan biaya
27 pemasaran dalam mencari peluang-peluang bisnis baru atau perluasan
28 bisnis.
29
30 PS Nasional adalah gabungan dari PS Nasional Bisnis Menengah dan
31 Korporasi, Bisnis Ritel, Kredit Program, Bisnis Mikro serta Internasional
32 dan Treasury.
33
34 PS Nasional Bisnis Ritel dan Bisnis Program adalah kompilasi
35 PS Kanwil-Kanwil dan Divisi Bisnis (Divisi Bisnis Ritel dan Divisi Bisnis
36 Program), yang disetujui Direktur Bidang Bisnis (sesuai masing-masing
37 produk), diuji Direktur Kepatuhan dan disahkan oleh Direktur
38 Pengendalian Risiko Kredit sehingga dapat memberikan keuntungan
39 yang optimal bagi BRI.
40
41 PS Kanwil merupakan kompilasi PS Kanca-Kanca dan PS Kanwil dan
42 kemudian ditetapkan sebagai PS yang ada di wilayahnya.
43
44 PS Kanca adalah sekelompok nasabah yang memiliki prospek dan
45 diperkirakan akan memberikan keuntungan yang optimal kepada Kanca.
46 PS Kanca dipilih berdasarkan hasil analisa terhadap faktor kemampuan
1 intern Kanca serta prospek sektor ekonomi atau pasar yang dipilih
2 tersebut.
3
4 i.2. Tujuan Penetapan PS
5 Penetapan PS bertujuan agar pemberian kredit dapat dilakukan secara
6 lebih terarah dan sesuai dengan sumber daya yang dimiliki BRI, sehingga
7 dapat memberikan keuntungan yang optimal.
8
9 i.3. Prosedur Penetapan PS
10
11 i.3.a. Prosedur Penetapan PS Bisnis Ritel, dapat dilihat pada Gambar 2
12 berikut :
13
14
15
16 KANCA
17
18 2 3
13
19
20
21
22
23 KANWIL/
24 KCK
25 12
26 1 4
27
28 5
KANPUS Div. Bisnis
29
10 Div. Renstra
30 DIV. ADK Div. ARK
31 Unit kerja
13 lainnya
32 6
33 Tidak
8
34 Unit kerja lainnya
35
11 10 DIRBID BISNIS DIREKTUR
36
melalui KEPATUHAN
37
DIR PRK
38
39 Ya
40 7 Tidak
Ya
41 DIREKTUR
9
42 PENGENDALIAN
43 RISIKO KREDIT
11
44
45
46 Gambar 2. Prosedur Penetapan Pasar Sasaran Bisnis Ritel
1
2 Keterangan Gambar 2 :
3
4 1. Divisi ADK meminta masukan untuk penyusunan PS dan Negative
5 List tahun berikutnya ke Kanwil BRI dan KCK.
6 Penyusunan PS harus didasarkan atas Visi, misi, dan sasaran BRI
7 seperti yang tertuang dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) BRI.
8
9 2. Kanwil BRI meminta masukan untuk penyusunan PS dan Negative
10 List ke Kanca BRI di wilayahnya.
11
12 3. Kanca menyusun PS dan Negative List Kanca dengan
13 memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
14 a. Pejabat Kredit Lini di Kanca dibantu oleh ADK melakukan analisis
15 terhadap kondisi portofolio kredit Kanca, khususnya terhadap
16 portofolio kredit yang mempunyai kualitas dan perkembangan
17 yang sehat serta memberikan kontribusi keuntungan yang
18 memadai bagi Kanca.
19 b. Selanjutnya Pejabat Kredit Lini mencari informasi yang
20 selengkap- lengkapnya tentang perkembangan dan potensi
21 ekonomi di daerahnya dari pihak ekstern antara lain : Bank
22 Indonesia, Kantor Statistik, PEMDA, Dinas Perindag, Dinas PU,
23 Dinas Pertanian dan Perikanan, Dinas Peternakan, Dinas
24 Perkebunan, BKPMD, Kadin, dan lain lain.
25 c. Atas dasar butir b dan c tersebut di atas, dilakukan analisis
26 kekuatan, kelemahan, peluang/kesempatan dan ancaman
27 (analisis SWOT) dan selanjutnya melakukan pilihan terhadap
28 jenis usaha yang mempunyai peluang untuk dilayani dan
29 dikembangkan, serta jenis usaha yang tidak akan dilayani oleh
30 Kanca (negative list).
31 d. Dari hasil analisis tersebut di atas ditetapkan PS Kanca, dan
32 dituangkan dalam Formulir Penetapan PS.
33 e. Kanca BRI mengirimkan usulan PS ke Kanwil BRI.
34
35 4. Proses Pembuatan PS di Kanwil sebagai berikut:
36
37 Bagian ADK Kanwil menerima usulan PS dan Negative List Kanca.
38 Selanjutnya Pinwil dibantu oleh Wapinwil, Bagian Bisnis Ritel,
39 Bagian Kredit Program, Group AO, Bagian ADK dan Grup Analisis
40 Risiko Kredit (ARK) Kanwil melakukan penelitian dan evaluasi atas
41 usulan PS dan Negative List Kanca. Kanwil dapat melakukan
42 penambahan atau pengurangan usulan PS Kanca setelah koordinasi
43 dengan Kanca ybs.
44
45
1
2 7. Apabila Direktur Bidang Bisnis menyetujui usulan PS Nasional Bisnis
3 Ritel dan Bisnis Program dan Bisnis Program tersebut, maka usulan
4 tersebut diteruskan kepada Direktur Kepatuhan melalui Direktur
5 Pengendalian Risiko Kredit, untuk dilakukan uji Kepatuhan. Direktur
6 Kepatuhan melakukan pengujian terhadap usulan PS Nasional Bisnis
7 Ritel dan Bisnis Program yang telah disetujui Direktur Bidang Bisnis.
8
9 8. Apabila Direktur Bidang Bisnis (Ritel dan Program) tidak menyetujui
10 usulan PS Nasional Bisnis Ritel dan Bisnis Program dan Bisnis
11 Program tersebut, maka usulan PS Nasional Bisnis Ritel dan Bisnis
12 Program dan Bisnis Program tersebut dikembalikan ke Divisi ADK
13 dan selanjutnya diproses kembali mulai dari nomor 5.
14
15 9. Apabila usulan PS Nasional Bisnis Ritel dan Bisnis Program dan Bisnis
16 Program dinyatakan lolos uji kepatuhan oleh Direktur Kepatuhan,
17 maka usulan PS Nasional Bisnis Ritel dan Bisnis Program dan Bisnis
18 Program tersebut diteruskan kembali kepada Direktur Pengendalian
19 Risiko Kredit untuk disahkan.
20
21 10. Direktur Pengendalian Risiko Kredit mengesahkan usulan PS
22 Nasional Bisnis Ritel dan Bisnis Program dan Bisnis Program yang
23 sudah mendapatkan Sertifikat Kepatuhan dari Direktur Kepatuhan
24 dan selanjutnya diteruskan ke Divisi ADK.
25
26 11. Apabila usulan PS Nasional Bisnis Ritel dan Bisnis Program dan Bisnis
27 Program dinyatakan tidak memenuhi prinsip kehati-hatian dalam
28 pengujian yang dilakukan oleh Direktur Kepatuhan, maka PS
29 Nasional dan Bisnis Program tersebut dikembalikan kepada Direktur
30 Pengendalian Risiko Kredit untuk selanjutnya disampaikan kepada
31 Divisi ADK dan diproses kembali mulai nomor 5.
32
33 12. Divisi ADK menerima dan mengadministrasikan PS Nasional Bisnis
34 Ritel dan Bisnis Program yang telah disetujui dan disahkan, serta
35 meneruskan PS Nasional dan PS Kanwil ke Divisi Bisnis Ritel, Divisi
36 Bisnis Program, Kanwil Selindo dan KCK.
37 Kanwil Bagian ADK menerima PS Nasional Bisnis Ritel dan Bisnis
38 Program yang telah disetujui Direktur Bidang Binis dan disahkan
39 Direktur Pengendalian Risiko Kredit.
40
41 13. Berdasarkan PS Kanwil yang telah disetujui tersebut, Bagian ADK
42 Kanwil mendistribusikan PS Kanca sesuai usulan PS Kanca yang
43 telah dievaluasi Kanwil.
44
1
PS Nasional Bisnis
2
Ritel dan Bisnis
3
Program
4
5 1
6 1 1. Div. RPKB
7 2. Div. ARK
1
8 3. Div. Bisnis Ritel
KANPUS
9 4. Div. Bisnis Program
10 DIV. ADK
11
12 8
13 9
14
15 KRD KANWIL KANCA
4
16
17 2 6
KRD
18 KRD
19
20
3
21 7 DIREKTUR DIREKTUR
KRD
22 BISNIS KEPATUHAN
23
24
25
26 DIREKTUR 5
27 PENGENDALIAN KRD
28 KREDIT
29
30
31 Gambar 3. Posedur penetapan KRD Bisnis Ritel dan Bisnis Program
32
33 Keterangan Gambar 3 :
34
35 1. Divisi ADK mengidentifikasi draft usulan PS Nasional Bisnis Ritel dan
36 Bisnis Program yang telah disetujui dan disahkan Direksi, yang
37 selanjutnya dianalisa sehingga diperoleh Kriteria Risiko yang Dapat
38 Diterima (KRD).
39 Identifikasi dan analisa KRD dilakukan secara bersama-sama dengan
40 Divisi Bisnis, Divisi ARK, Perencana Bisnis serta unit kerja terkait
41 lainnya.
42
43 2. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, Divisi ADK membuat draft
44 SK/SE Direksi tentang penetapan KRD Bisnis Ritel dan Bisnis Program
45 ke Direktur Bidang Bisnis melalui Direktur Pengendalian Risiko Kredit
46 untuk disetujui.
1
2 3. Apabila Direktur Bidang Bisnis menyetujui usulan KRD Bisnis Ritel dan
3 Bisnis Program, maka usulan KRD tersebut diteruskan kepada
4 Direktur Kepatuhan melalui Direktur Pengendalian Risiko Kredit untuk
5 diuji prinsip kehati-hatian.
6
7 4. Apabila Direktur Bidang Bisnis tidak menyetujui usulan KRD Bisnis
8 Ritel dan Bisnis Program, maka usulan KRD tersebut dikembalikan ke
9 Divisi ADK dan proses dimulai lagi dari nomor 1.
10
11 5. Direktur Kepatuhan melakukan pengujian terhadap usulan KRD Bisnis
12 Ritel dan Bisnis Program yang telah disetujui Direktur Bidang Bisnis.
13 Apabila KRD telah memenuhi prinsip kehati-hatian, maka usulan KRD
14 tersebut diteruskan kepada Direktur Pengendalian Risiko Kredit untuk
15 disahkan.
16
17 6. Apabila usulan KRD tidak memenuhi prinsip kehati-hatian, maka
18 usulan KRD dikembalikan kepada Direktur Pengendalian Risiko Kredit
19 untuk selanjutnya disampaikan ke Divisi ADK dan diproses kembali
20 mulai nomor 1.
21
22 7. Direktur Pengendalian Risiko Kredit mengesahkan usulan KRD Bisnis
23 Ritel dan Bisnis Program yang sudah mendapatkan pengujian dari
24 Direktur Kepatuhan.
25
26 8. Divisi ADK mengirimkan KRD Bisnis Ritel dan Bisnis Program ke Divisi
27 Bisnis, Kanwil-Kanwil & KCK.
28
29 9. Kanwil mengirimkan KRD ke masing-masing Kanca yang menjadi
30 binaannya.
31
32 iii. Pembiayaan diluar PS dan KRD hanya dapat dilayani dengan persetujuan
33 Direktur Bisnis dan Direktur Pengendalian Risiko Kredit. Kewenangan tersebut
34 dapat didelegasikan kepada Pinwil/Pincasus atau Pejabat Kredit Lini lain yang
35 ditunjuk, yang diatur dalam ketentuan sendiri.
36 Pendelegasian kewenangan tersebut harus dilakukan dengan mekanisme
37 monitoring/evaluasi secara efektif melalui Sistim Informasi Teknologi (MIS).
38
39 iv. Penetapan Rencana Pemasaran Tahunan (RPT)
40
41 v.1. Batasan dan Pengertian :
42
43 RPT adalah suatu rencana pemasaran kredit tahunan yang dituangkan
44 secara tertulis untuk memenuhi target RKA yang dialokasikan kepada
45 masing-masing Pejabat Pemrakarsa kredit, memuat rencana jumlah
46 kredit yang akan dilayani
1
2 v.2. Tujuan RPT
3
4 Tujuan pembuatan RPT adalah agar pemberian kredit di Kanca/Kanwil
5 dilakukan secara terencana sesuai dengan PS dan KRD yang telah
6 ditetapkan, sehingga dapat dilaksanakan prinsip kehati-hatian dalam
7 pemberian kredit.
8
9 v.3. Prosedur Penetapan RPT
10
11 v.3.a. Setelah menerima RKA dari Kanpus/Kanwil, Pinca/Pinwil
12 mengalokasikan target pencapaian RKA kepada masing-masing
13 Pejabat Kredit Lini.
14
15 v.3.b. Penetapan RPT, minimal harus memuat data sebagai berikut :
16 Nama nasabah
17 Alamat
18 Jenis usaha
19 Perkiraan besarnya kredit yang akan diberikan
20 Keterangan (baru/suplesi)
21
22 v.3.c. Pinwil/Pinca/Pincasus wajib melakukan evaluasi dan monitoring
23 atas RPT yang telah ditetapkan setiap 3 bulan, disesuaikan
24 dengan pencapaian target sesuai RKA.
25
26 Format RPT dan evaluasi RPT sesuai format yang
27 direkomendasikan dalam lampiran
28
29 v.4. Prosedur Penetapan RPT Kanwil/KCK
30
31 Prosedur penetapan RPT Kanwil dapat dilihat pada Gambar 4. dengan
32 penjelasan sebagai berikut:
33
34 v.4.a. Pejabat Kredit lini di jajaran RM Kanwil/KCK mengidentifikasi dan
35 membuat RPT masing-masing PKL sesuai PS, KRD, dan RKA
36 Kanwil/KCK.
37
38 v.4.b. Pinwil/Pincasus menetapkan RPT Kanwil/KCK dan RPT masing -
39 masing Pejabat Kredit Lini.
40
41 v.5.c. ADK Kanwil/KCK mengadministrasikan hasil penetapan RPT
42 Kanwil/KCK dan RPT masing-masing Pejabat Kredit Lini yang
43 telah ditetapkan Pinwil/Pincasus.
44
45
1
2
3 PS, KRD,
4 RKA
5 KW/KCK
6
1
7
8
9
PINWIL/
10 PINCASUS
11
12
13 2
14
15
16
17 RPT
18 KW/KCK
19
20 3
21
22
23
24 ADK
25 KW/KCK
26
27
28 Gambar 4. Prosedur Penetapan RPT Kanwil
29
30
31 v.5. Prosedur Penetapan RPT Kanca
32
33 Prosedur dan penetapan RPT Kanca dapat dilihat pada Gambar 5, di
34 bawah ini :
35
36
1
2 PS, KRD,
3 RKA
4
1
5
6
7
8
PINCA
9
10
11
12 2
13
14
15
RPT
16 KANCA
17
18 3
19
20
21 ADK
22 KANCA
23
24
25 Gambar 5. Prosedur Penetapan RPT Kanca
26
27 Penjelasan prosedur tersebut adalah sebagai berikut:
28 v.5.a. Pejabat Kredit Lini di Kanca (termasuK PKL Kancapem)
29 mengidentifikasi dan membuat RPT masing-masing PKL sesuai
30 PS, KRD, dan RKA Kanca.
31 v.5.b. Pinca menetapkan RPT Kanca dan RPT masing-masing Pejabat
32 Kredit Lini termasuk PKL di Kancapem.
33 v.5.c. ADK Kanca mengadministrasikan hasil penetapan RPT Kanca dan
34 RPT masing-masing Pejabat Kredit Lini yang telah ditetapkan
35 Pinca.
36
37 v. Proses Pemberian Putusan Kredit
38
39 vi.a. Prakarsa Kredit dan Permohonan Kredit
40 vi.b. Analisis dan Evaluasi Kredit
41 vi.c. Negosiasi Kredit
42 vi.d. Penetapan Struktur dan Tipe kredit
43 vi.e. Rekomendasi dan Pemberian Putusan Kredit
1 Syarat umum dan syarat khusus lainnya yang lebih rinci diatur tersendiri menurut
2 kebijakan Direksi.
3
4 f. Prosedur Penghentian Penagihan
5
6 Setelah dilakukan segala upaya penyelesaian terhadap kredit-kredit yang telah
7 dihapusbukukan, Direksi dapat menyatakan penghentian penagihan setelah
8 mendapat persetujuan tertulis dari Pejabat Negara yang berwenang.
9
10 Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria kredit yang dapat diusulkan untuk
11 dihapus tagih dan tata cara pelaksanaannya, diatur dalam ketentuan tersendiri.
12
13 g. Tatacara penyelesaian barang agunan kredit yang telah dikuasai BRI yang
14 diperoleh dari hasil penyelesaian kredit.
15
16 Sejak awal pemberian kredit, BRI telah menerima agunan yang bernilai ekonomis
17 untuk pengamanan kredit tersebut. Apabila dikemudian hari kredit menjadi
18 bermasalah, maka barang agunan tersebut secara yuridis dan ekonomis harus
19 sudah dikuasai BRI.
20
21 Dalam hal BRI membeli sendiri barang agunan melalui lelang, maka barang
22 agunan tersebut wajib dicairkan/dijual kembali secepatnya, selambat-lambatnya
23 dalam jangka waktu 1 (satu) tahun, dengan harga lebih tinggi dari harga beli dan
24 biaya-biaya lain yang akan timbul dalam lelang untuk memperkecil kerugian BRI.
25 Kelebihan hasil penjualan tersebut, menjadi hak BRI. Penjualan kembali barang
26 agunan yang dibeli secara lelang dengan harga lebih rendah dari harga beli dalam
27 lelang, hanya dapat dilakukan untuk situasi yang khusus di daerah tersebut,
28 misalnya rendahnya harga properti di daerah tersebut, daya beli masyarakat yang
29 menurun, dan lain-lain. Pengecualian tersebut harus diajukan secara case by case
30 kepada Direktur Bisnis (ritel, program, consumer loan) dan Direktur Pengendalian
31 Risiko Kredit.
32
33 Ketentuan lebih lanjut diatur dalam ketentuan tersendiri.
34
35 2. Pengawasan (Monitoring) Pemberian Kredit kepada Pihak Terkait dengan BRI dan
36 Debitur-debitur Besar Tertentu
37
38 Pengawasan terhadap debitur-debitur besar tertentu dan pihak yang terkait dengan
39 BRI, dengan ruang lingkup dan prosedur pengawasan sebagai berikut :
40
41 a. Ruang Lingkup Pengawasan.
42
43 i. Total fasilitas kredit yang dinikmati debitur.
44 ii. Posisi outstanding kredit.
45 iii. Kolektibilitas.
1 iv. Prosentase total fasilitas kredit yang dinikmati terhadap jumlah keseluruhan
2 kredit BRI.
3 v. Prosentase total fasilitas kredit yang dinikmati terhadap modal. berdasarkan
4 Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM).
5 vi. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).
6
7 b. Adapun prosedur pengawasan selengkapnya dapat dilihat pada Bab VI.
8
9 3. Sektor Ekonomi, segmen pasar, kegiatan usaha dan debitur yang mengandung risiko
10 tinggi bagi BRI.
11
12 Pejabat Kredit Lini menggunakan kriteria-kriteria PS dan KRD sebagai pedoman dalam
13 pemberian kredit, dengan tingkat risiko yang masih dapat diterima. Semua jenis
14 sektor ekonomi, segmen pasar dan kegiatan usaha yang berada diluar PS, dan KRD
15 hanya dapat dilayani sesuai yang diatur dalam butir iii.1
16
17 4. Jenis Usaha yang Dilarang atau Dihindari untuk Dibiayai
18
19 Untuk memenuhi prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit, setiap Pejabat Kredit
20 Lini harus memperhatikan bidang-bidang usaha yang dilarang untuk dibiayai, berisiko
21 tinggi atau perlu dihindari antara lain :
22
23 a. Jenis-jenis usaha yang dilarang untuk dibiayai :
24
25 i. Produksi, pengiriman dan perdagangan senjata.
26 ii. Pornografi atau bisnis-bisnis yang sejenis (disebut juga “Bisnis Lampu
27 Merah”).
28 iii. Kegiatan partai-partai dan organisasi-organisasi politik termasuk usahanya.
29 iv. Perusahaan-perusahaan atau proyek-proyek yang bisa membahayakan
30 lingkungan.
31 v. Taruhan dan perjudian (termasuk pencucian uang).
32 vi. Pembiayaan, pengadaan dan atau pengolahan tanah.
33 vii. Pembiayaan untuk pembelian dan pemilikan saham.
34
35 b. Jenis-Jenis Usaha atau pemberian kredit yang perlu dihindari, karena bersifat
36 spekulatif atau mempunyai risiko yang sangat tidak biasa (risiko tinggi):
37
38 i. Kredit kepada debitur yang memiliki akhlak atau integritas yang tidak
39 baik/kejujurannya diragukan.
40 ii. Kredit yang mengandalkan pelunasan hutang pada waktu yang lalu sebagai
41 ukuran atau indikator keragaan masa yang akan datang.
42 iii. Perusahaan/lembaga keuangan yang tergantung pada guarantor/ guarantee
43 sebagai sumber pertama pembayaran kembali.
44 iv. Perusahaan/perorangan yang tidak bisa atau tidak akan memberikan
45 informasi yang memadai.
1 v. Perusahaan yang baru berdiri dimana kontribusi ekuitas dari (para) pemilik
2 tidak cukup atau dimana tidak tersedia kolateral yang memadai.
3 vi. Kredit untuk perusahaan-perusahaan yang pembayarannya mengandalkan
4 pada hasil dari perubahan usaha yang direncanakan.
5 vii. Pinjaman substitusi modal dimana pinjaman tidak bisa dibayar kecuali
6 dengan melakukan pinjaman lain atau melikuidasi usaha.
7 viii. Pinjaman dengan tujuan menutupi bunga atas hutang yang sudah ada
8 (plafondering).
9 ix. Kredit untuk mendanai spekulasi pasar baik usaha komoditas ataupun efek.
10 x. Kredit untuk mendanai spekulasi pembelian real estate yang bersifat
11 spekulatif.
12 xi. Kredit dimana posisi BRI menjadi lebih lemah dibanding kreditur lain yang
13 memberikan kredit kepada debitur yang sama.
14 xii. Bank tidak memiliki sumber daya yang memadai untuk mengawasi,
15 memantau dan menagih kredit.
16 xiii. Kredit yang dijamin dengan sebagian besar kolateral yang memiliki pasar
17 yang terbatas.
18 xiv. Mendanai pengambilalihan paksa atau tender offer.
19 xv. Kredit untuk tujuan spekulasi.
20 xvi. Kredit yang memerlukan keahlian khusus yang tidak dimiliki BRI.
21 xvii. Kredit kepada debitur bermasalah dan atau macet di bank lain.
22
23 Pembiayaan terhadap jenis usaha ini hanya dapat dilakukan dengan syarat harus
24 diajukan kepada Divisi ARK melalui Divisi Bisnis (ritel, program, consumer loan),
25 untuk selanjutnya diajukan kepada Direktur Pengendalian Risiko Kredit untuk
26 mendapat persetujuan, tanpa melihat pada besarnya eksposur yang akan
27 dibiayai. Apabila dipandang perlu, Direktur Pengendalian Risiko Kredit dapat
28 mengikutsertakan komite kredit di tingkat Direksi dalam memberikan
29 persetujuannya. Divisi ARK berkewajiban untuk mengirimkan hasil Persetujuan
30 Direktur Pengendalian Risiko Kredit tersebut kepada Divisi ADK.
31
32
33 B. TATACARA PENILAIAN KUALITAS KREDIT
34
35 Penilaian kualitas kredit dilakukan berdasarkan tingkat kolektibilitasnya. Penilaian tingkat
36 kolektibilitas kredit tersebut didasarkan atas :
37
38 1. Prospek usaha.
39 Penilaian terhadap prospek usaha dilakukan berdasarkan penilaian terhadap
40 komponen-komponen sebagai berikut :
41 a. Potensi pertumbuhan usaha
42 b. Kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaingan
43 c. Kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja
44 d. Dukungan dari group atau afiliasi dan
45 e. Upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan hidup
46