Anda di halaman 1dari 19

1

BAB II
KARBOHIDRAT

2.1. Definisi

Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksi keton dengan rumus


empiris CnH2nOn. Rumus empiris ini dapat dituliskan menjadi Cn(H2O)n, yang mana
rumus ini seperti karbon yang mengalami hidratasi, oleh karena itu maka kemudian
senyawa tersebut diberi nama Karbohidrat.

2.2. Pembentukan Karbohidrat

Di alam, karbohidrat dibentuk dari reaksi antara CO2 dan H2O dengan bantuan
sinar matahari melalui proses fotosintesa dalam sel tanaman yang berklorofil.

Reaksinya : 6CO2 + 6 H2O C6H12O6 - 675 Kal

2.3. Penggolongan Karbohidrat

Karbohidrat digolongkan ke dalam tiga golongan yaitu : monosakarida,


oligosakarida serta polisakarida, walaupun ada beberapa pustaka yang membaginya
dalam 4 golongan, yaitu : monosakarida, disakarida, oligosakarida serta polisakarida.

a) Monosakarida
Monosakarida adalah suatu molekul karbohidrat yang dapat terdiri dari lima atau
enam atom C, misalnya :

1. Ribosa, dengan rumus bangun

2. Glukosa dengan rumus bangun


3. Fruktosa, dengan
rumus bangun :

KARBOHIDRAT 3 D4
2

Monosakarida sering juga disebut sebagai gula reduksi.


b). Oligosakarida
Oligosakarida adalah polimer dari 3 – 10 monosakarida dan biasanya bersifat larut
dalam air. Misalnya sukrosa dan maltosa
Rumus bangun sukrosa :

CH2OH
O O

H OH OH H

CH2OH CH2OH

Rumus bangun maltosa :

Ikatan yang terjadi antar molekul monosakarida disebut ikatan glikosida

c) Polisakarida

Polisakarida adalah polimer yang terdiri lebih dari 10 monomer mono-sakarida.


Berdasarkan fungsinya, olisakarida digolongkan menjadi dua yaitu :
1. Berfungsi sebagai penguat tekstur (mis. selulosa, hemiselulosa, pektin dan
lignin)
2. Berfungsi sebagai sumber energi ( misal : pati, dekstrin dan glikogen).

Polisakarida jenis 1 yang berfungsi sebagai penguat tekstur, tidak dapat dicerna oleh
tubuh mansia, tetapi merupakan serat yang dapat menstimulasi enzim-enzim
pencernaan.

3.4. Energi Karbohidrat

Dari reaksi yang terjadi dalam fotosintesa dapat dihitung energi yang
dihasilkan oleh tiap gram karbohidrat.

KARBOHIDRAT 3 D4
3

Reaksi : 6CO2 + 6 H2O C6H12O6 - 675 Kal

Dari reaksi balik reaksi tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa setiap molekul
heksosa ( C6H12O6 ) jika mengalami peruraian menjadi CO2 dan H2O, akan
membebaskan 675 Kal.
Dengan pengukuran menggunakan kalorimeter dapat diketahui bahwa pembakaran
sempurna 1 mol heksosa menjadi CO2 dan H2O akan menghasilkan energi sebesar
675/180 = 3,75 Kal per gram.
Untuk pembakaran sukrosa, akan menghasilkan energi sebesar 3,95 Kal per gram.
Untuk pembakaran dalam tubuh manusia, energi yang dihasilkan tergantung efisiensi
pencernaan. Misalnya efisiensi pencernaan sukrosa 98 %, maka kalori yang
dihasilkan untuk tubuh dari 1 gram sukrosa adalah 3,95 x 98% = 3,87 Kal per gram.

3.5. Fungsi Karbohidrat


Karbohidrat mempunyai beberapa fungsi, antara lain :
a. Sebagai sumber kalori organisme heterotrof ( manusia dan hewan)
b. Sebagai zat tambahan makanan, misalnya sukrosa, glukosa dan fruktosa sebagai
pemanis.
c. Sebagai bahan sandang, misalnya serat kapas.
d. Sebagai penentu karakteristik bahan makanan yaitu rasa dan tekstur.

Catatan : Karbohidrat yang rasanya manis sering disebut sebagai gula.

3.6. Serat Bahan Pangan

Serat-serat yang terdapat dalam bahan pangan mempunyai sifat positif bagi
metabolisme. Serat-serat tersebut diberi istilah dietary fiber. Dietary fiber
merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis
oleh enzim dalam lambung dan usus kecil.
Serat-serat tersebut banyak berasal dari dinding sel berbagai macam sayuran dan
buah-buahan.
Dietary fiber mempunyai manfaat antara lain :
a). Dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah
b). Dapat membuat feces lebih mudah menyerap air, menjadi lebih empuk dan
halus sehingga lebih mudah didorong keluar.

KARBOHIDRAT 3 D4
4

3.7. Analisis Karbohidrat


Analisis karbohidrat di sini adalah analisis kuantitatif.
1. Preparasi Sampel / Persiapan Awal Sampel
Sebelum dilakukan analisa karbohidrat, maka sampel harus mengalami beberapa
perlakuan sebagai berikut :
a). Sampel harus digiling sampai halus
b), Sampel dibebaskan dari lipida dan klorofil, yaitu dengan cara diekstraksi
menggunakan ether, dengan suhu ekstraksi < 50 oC.
- Selama preparasi ditambahkan Na2CO3 sampai netral, hal ini untuk
mencegah kemungkinan terjadinya hidrolisa karbohidrat oleh asam-asam
organik yang ada dalam sampel.
- Apabila diketahui bahwa dalam bahan terkandung enzim yang dapat
menghidrolisa karbohidrat, maka hidrolisa karbohidrat dapat dicegah
dengan cara :
- Sebelum ekstraksi sampel ditambah HgCl2, atau
- Ekstraksi dilakukan dengan alkohol 80%, dan sampel dipanaskan
selama 30 menit.

c). Setelah sampel dibebaskan dari lipida dan klorofil, kemudian dilarutkan
dengan akuades. Pada proses pelarutan ini jika didapatkan campuran yang
masih keruh (disebabkan oleh protein dan zat koloidal lainnya), maka sampel
harus dijernihkan, yaitu dengan penambahan zat penjernih, kemudian disaring.
Zat penjernih yang biasa dipakai adalah timbal asetat. Kelebihan timbal asetat
diendapkan dengan penambahan Na-fosfat, K-oksalat atau Na-karbonat.
Larutan jernih yang diperoleh kemudian dapat dianalisa karbohidratnya.

2. Penentuan kadar karbohidrat / uji kuantitatif karbohidrat.


Kadar karbohidrat dapat ditentukan dengan berbagai cara / metoda, antara lain :
metode oksidasi dengan kupri, metode oksidasi dengan larutan Ferrisianida
alkalis, metode iodometri, metode enzimatis, metode kromatografi dan metode
fisika.
Penentuan kadar karbohidrat yang termasuk golongan polisakarida atau
oligosakarida yang biasanya sukar larut dalam air, memerlukan perlakuan
pendahuluan, yaitu polisakarida maupun oligosakarida dihidrolisa lebih dulu

KARBOHIDRAT 3 D4
5

sehingga diperoleh monosakarida. Hidrolisa ini dapat dilakukan dengan asam atau
enzim pada suatu keadaan tertentu. Kemudian monosakarida yang dihasilkan
dapat ditentukan dengan metoda / cara seperti yang telah disebutkan.

2.1. Metode Oksidasi dengan Kupri.


Metode ini didasarkan pada peristiwa tereduksinya kupri oksida menjadi
kuprooksida oleh monosakarida / gula reduksi. Metode oksidasi dengan kupri ini
dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

2.1.1. Cara Luff-Schoorl.


Pada cara Luff-Schoorl ini, digunakan reagen Luff-Schoorl, yang terbuat dari
campuran : CuSO4, Na-karbonat dan asam sitrat. Dengan cara ini, monosakarida /
gula reduksi direaksikan dengan kuprioksida menjadi kuprooksida (endapan merah
bata). Dalam hal ini selidih antara banyaknya kuprioksida sebelum dan sesudah
bereaksi dengan monosakarida / gula reduksi setara dengan banyaknya
monosakarida / gula reduksi.
Banyaknya kuprioksida sebelum maupun sesudah bereaksi dengan gula reduksi
dapat ditentukan dengan titrasi secara iodometri. Pada proses titrasi ini
CuO (kuprioksida) direaksikan dengan KI dalam suasana asam (H 2SO4) sehingga
terbentuk I2. I2 yang terbentuk kemudian direaksikan / dititrasi dengan larutan N 2S2O3
menggunakan indikator amilum. Penambahan amilum dilakukan pada saat titrasi
mendekati titik akhir titrasi, yaitu ketika larutan sampel berwarna kuning muda, dan
titrasi diakhiri pada saat warna biru tepat hilang.
Titrasi penentuan kuprioksida sebelum bereaksi dengan gula reduksi kemudian
disebut titrasi blanko sedangkan titrasi penentuan kuprioksida setelah bereaksi
dengan gula reduksi disebut titrasi sampel. Volume titran untuk masing-masing
titrasi biberi simbul Vb (blanko) dan Vs (sampel).
Kemudian berlaku.hubungan kesetaraan sebagai berikut :
(Vb – Vs) setara dengan (I2 blanko – I2 sampel ) setara dengan (CuO sbl rx – CuO ssd rx) setara
dengan banyaknya gula reduksi.
Jika disederhanakan akan menjadi :
(Vb – Vs ) setara dengan banyaknya gula reduksi
Kesetaraan antara (Vb – Vs) dengan gula reduksi dapat dilihat pada suatu tabel yang
disebut tabel gula reduksi.

KARBOHIDRAT 3 D4
6

Cuplikan dari tabel gula reduksi adalah sebagai berikut :

ml Na-thiosulfat mg gula reduksi


(Na2S2O3) 0,1 N
1 2,4
2 4,8
3 7,2
4 9,7
5 12,2
6 14,7
7 17,2
Dst

Ket.
- volume (ml) Na2S2O3 adalah Vb – Vs dan tabel ini henya berlaku untuk Na 2S2O3
0,1 N.
- Dari tabel tersebut dapat dipahami bahwa Vb – Vs harus  1 ml.

Kemudian dapat dibuat rumus umum sebagai berikut :


Kesetaraan
Kadar gula reduksi = x P x 100%.
( % b/b) mg bahan

Ket.
P = faktor perkalian (tergantung pada pengenceran dan perlakuan sampel
Kesetaraan dapat diperoleh dengan terlebih dulu mencari volume kesetaraan
(Vkesetaraan).
Nthio
Vkesetaraan = (Vb – Vs ) x
0,1
N thio = normalitas Thio hasil standarisasi

Contoh : Na2S2O3 yang digunakan = 0,2 N


Vb – Vs = 1,5 ml
Nthio 0,2
Vkesetaraan = (Vb – Vs ) = 1,5 x = 3 ml
0,1 0,1
dengan demikian kesetaraannya = 7,2 mg. (dari tabel)

Contoh Soal

1. 10 gram sampel makanan dilarutkan dengan air, kemudian dimasukkan labu


takar100 ml dan ditambah akuades sampai batas. Diambil 10 ml larutan tersebut

KARBOHIDRAT 3 D4
7

menggunakan pipet volume, kemudian ditentukan kadar gula reduksinya dengan


cara Luff Schoorl. Diperoleh data sebagai berikut :
- Normalitas Na2S2O3 hasil standarisasi = 0,15 N
- Volume titran pada titrasi blanko = 20 ml
- Volume titran pada titrasi sampel = 16 ml
Ditanya : Berapa % kadar gula reduksi dalam sampel tersebut.

Jawab :
Kesetaraan
Kadar gula reduksi = x P x 100%.
( % b/b) mg bahan

 Dicari dulu kesetaraan.


Nthio 0,15
Volume kesetaraan = (Vb – Vs) x =4 x = 6 ml
0,1 0,1
berdasarkan tabel gula reduksi, diperoleh bahwa 6 ml setara dengan 14,7 mg
gula reduksi.
 Dicari faktor perkalian (P)

10 g bahan 
10 ml pemeriksaan , maka P = 10

14,7
Kadar gula reduksi = x 10 x 100%.
( % b/b) 10.000
= 1,47 %

2. Soal sama dengan No. 1, dengan data sebagai berikut :


Nthio = 0,15 N
Vb = 20 ml
Vs = 17 ml
Kesetaraan
Kadar gula reduksi = x P x 100%.
( % b/b) mg bahan

 Kesetaraan :
Nthio 0,15
Vkesetaraan = (Vb – Vs ) x = 3 x = 4,5 ml
0,1 0,1
kesetaraan 4,5 ml dengan gula reduksi pada tabel tidak ada, maka kesetaraan
dicari dengan cara ekstrapolasi sebagai berikut :

Pada tabel : 4  9,7


4,5  X
5  12,2

KARBOHIDRAT 3 D4
8

X dapat dicari dengan persamaan :

4,5 – 4 X – 9,7
= dengan perkalian silang akan ketemu X = 10,95
5–4 12,2 – 9,7 sehingga kesetaraannya = 10,95 mg

10,95
Kadar gula reduksi = x 10 x 100%. = 1,095 %
( % b/b) 10.000

Soal Latihan:
10 gram sampel makanan setelah mengalami perlakuan awal, kemudian dilarutkan
dengan air dan dimasukkan labu takar 100 ml, kemudian ditambah akuades sampai
batas. Diambil 10 ml larutan tersebut, dimasukkan labu takar 50 ml, ditambah
akuades sampai batas. Dari labu takar 50 ml, diambil 25 ml, kemudian ditentukan
kadar gula reduksinya. Data yang diperoleh adalah Nthio = 0,15 N, Vb = 20 ml dan Vs
= 16 ml. Hitunglah kadar gula reduksi sampel tersebut!

Lanjutan metode oksidasi dengan kupri (Cu2+)

2.1.2. Cara Lane Eynon

Penentuan gula dengan cara ini adalah dengan mentitrasi reagen Soxhlet
(larutan CuSO4 dan K-Na-tartrat) menggunakan larutan gula yang ditentukan. Dengan
mengetahui banyaknya larutan sampel yang digunakan untuk titrasi, maka dapat
diketahui banyaknya gula dalam sampel. Hubungan antara mL titran dengan mg gula
dapat dilihat pada tabel Lane Eynon.
Pada cara ini juga dilakukan titrasi standarisasi terhadap reagen Soxhlet,
dimana titrasi ini bertujuan untuk menentukan besarnya faktor koreksi dalam
menggunakan tabel Lane Eynon. Titik akhir titrasi pada cara ini ditandai oleh
perubahan warna larutan dari biru menjadi tidak berwarna. Indikator yang digunakan
adalah methilen biru.
Pembuatan Reagen Soxhlet:
a. 34,69 CuSO4.5H2O dilarutkan dalam akuades dan diencerkan menjadi 500
mL.

KARBOHIDRAT 3 D4
9

b. 173 gram KNa-tartrat.4H2O dan 50 gram NaOH dilarutkan dalam akuades


dan diencerkan menjadi 500 mL, diamkan 2 hari kemudian disaring dengan
saringan asbes.
Reagen Soxhlet dibuat dengan mencampur larutan a dan b dengan perbandingan
1:1.
Cuplikan dari tabel Lane Eynon adalah sebagai berikut :

Titer / titran gluksa


( mL) (mg)
15 43,4
16 43,4
17 43,4
18 43,3
19 43,3
20 43,2
21 43,2
22 43,1
28 42,7

Contoh perhitungan

Sebanyak 10 mL reagen Soxhlet distandarisasi menggunakan larutan glukosa


standar (1,5 mg/mL). Ternyata memerlukan 28 mL larutan standar glukosa. Jadi
total glukosa yang digunakan = 1,5 x 28 = 42 mg. Padahal menurut tabel, 28 mL
titran setara den gan 42,7 mg glukosa, maka faktor koreksi dalam menggunakan
tabel = 42/42,7 = 0,9836.
Jika pada titrasi sampel ternyata 10 mL reagen Soxhlet memerlukan 20 mL
titran (larutan sampel), maka dalam 20 mL larutan sampel tersebut
terkandung glukosa sebanyak = 43,2 x 0,9836 = 42,49 mg.
2.2. Metode oksidasi dengan larutan ferrisianida alkalis
Metode ini berdasarkan pada peristiwa tereduksinya ferrisianida menjadi
ferrosianida oleh senyawa gula reduksi, dengan reaksi :
O O
R—C—H + 2K3Fe(CN)6 + 2KOH  R—C—OH + 2K4Fe(CN)6 + H2O

Dari reaksi tersebut dapat diketahui bahwa ferrosianida (K 4Fe(CN)6) yang terbentuk
setara dengan banyaknya gula reduksi. Jadi dengan mengetahui banyaknya kalium

KARBOHIDRAT 3 D4
10

ferrosianida, dapat dihitung banyaknya gula reduksi. Banyaknya ferrosianida (kalium


ferrosianida) yang terbentuk dapat ditentukan dengan dua macam cara sebagai
berikut:
a. Menentukan selisih antara K3Fe(CN)6 yang ditambahkan ke dalam sampel dengan
K3Fe(CN)6 sisa setelah reaksi berlangsung. Banyaknya K3Fe(CN)6 dapat
ditentukan dengan titrasi iodometri, yaitu dengan cara K 3Fe(CN)6 direaksikan dengan
KI, sehingga terjadi reaksi :

2K3Fe(CN)6 + 2 KI  2K4Fe(CN)6 + I2 kemudian

I2 + 2Na2S2O3  Na2S4O6 + 2NaI


Berdasakan reaksi tersebut, dapat dibuat hubungan 2Na2S2O3  I2 
K3Fe(CN)6. Jika disederhanakan dapat ditulis Na2S2O3  K3Fe(CN)6. Jadi jika
volume Na2S2O3 yang digunakan pada titrasi terhadap K3Fe(CN)6 awal diberi simbul
Va dan yang digunakan untuk titrasi terhadap K3Fe(CN)6 sisa diberi tanda Vs, maka
(Va-Vs)  K4Fe(CN)6  banyaknya gula reduksi. Kesetaraan antara Va-Vs
dengan gula reduksi dapat diketahui dari standarisasi menggunakan larutan standar
glukosa.

b. K4Fe(CN)6 direaksikan dengan Zn2+ (misal ZnSO4), sehingga terbentuk endapan,


dengan reaksi : 2K4Fe(CN)6 + 3ZnSO4  K2Zn3Fe(CN)62 + 3K2SO4
endapan yang terbentuk kemudian ditimbang. Endapan K2Zn3Fe(CN)62 setara
dengan banyaknya kalium ferrosianida (K4Fe(CN)6 ) dengan perbandingan 1:2.

c. K4Fe(CN)6 dititrasi menggunakan larutan ceric sulfat (Ce(SO4)2) dengan indikator


phenantrolin. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
K4Fe(CN)6 + Ce4+  K3Fe(CN)6 + Ce3+ + K+
titrasi ini dihentikan jika warna merah yang merupakan hasil reaksi antara
K4Fe(CN)6 dengan phenantrolin tepat hilang. Banyaknya Ce(SO4)2 yang diperlukan
untuk titrasi, setara dengan banyaknya K4Fe(CN)6.

2.3.Metode Iodometri

KARBOHIDRAT 3 D4
11

Metode iodometri hanya dapat digunakan untuk menentukan kadar aldosa /


glukosa. Dasarnya yaitu bahwa dalam suasana basa, I2 dapat mengoksidasi aldosa
dengan reaksi sbb:
O O
R—C—H + I2 + 3NaOH  R—C—ONa + 2NaI + 2H2O

dalam hal ini ketosa hanya sedikit yang mengalami reaksi yaitu  hanya 1%.

Metode ini dapat dikerjakan dengan cara :


Larutan yang mengandung aldosa ditambah larutan iodin dan NaOH kemudian
dicampur dengan cepat (karena iodin dapat berubah menjadi iodat yang tidak reaktif
terhadap aldosa). Setelah itu diasamkan dengan HCl atau H 2SO4 dan dibiarkan
beberapa menit. Kemudian kelebihan iodin dititrasi dengan larutan Na2S2O3 standar
yang reaksinya sebagai berikut :
I2 + Na2S2O3  Na2S4O6 + 2NaI
Pada metode ini juga dilakukan titrasi blanko yang bertujuan untuk mengetahui
banyaknya I2 awal. Dalam hal ini Vb – Vs setara dengan banyaknya aldosa.
Contoh : Na2S2O3 0,1 N yang digunakan untuk titrasi I2 sisa 10 mL, sedangkan
Na2S2O3 0,1 N yang digunakan untuk titrasi blanko 15 mL, maka Vb-Vs = 15-10 = 5
mL. Jumlah mgrek Na2S2O3 = 5 x 0,1 = 0,5 mgrek, sehingga aldosa yang ada dalam
sampel juga = 0,5 mgrek.

2.4. Cara Enzimatis


Penentuan karbohidrat dengan cara enzimatis sangat tepat terutama untuk tujuan
penentuan karbohidrat tertentu yang ada dalam suatu campuran berbagai macam gula.
Cara kimia mungkin sulit untuk penentuan secara individual gula yang ada dalam
campuran, tetapi dengan cara enzimatis ini penentuan dula tertentu tidak akan
mengalami kesulitan, karena tiap enzim sudah sangat spesifik untuk gula tertentu.
Contoh cara enzimatis ini adalah :
a. Penentuan glukosa dan fruktosa.
Dasar penentuan cara ini adalah glukosa dan fruktosa difosforilasikan menjadi
glukosa-6-fosfat (G6P) dan fruktosa-6-fosfat (F6P) dengan bantuan enzim
heksokinase (HK) dan adenosin-5-trifosfat (ATP), dengan reaksi :
glukosa + ATP  G-6-P + ADP (1)
fruktosa + ATP  F-6-P + ADP (2)

KARBOHIDRAT 3 D4
12

Dengan adanya enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6P-DH), G6P dioksidasi


oleh Nikotinamida Adenin Dinukleotida Fosfat (NADP) menjadi glukonat-6-fosfat,
dengan reaksi :
Glukosa-6-fosfat + NADP G6P-DH Glukonat-6-fosfat + NADPH + H + (3)
Banyaknya NADPH yang terbentuk setara dengan banyaknya glukosa yang bereaksi,
sehingga NADPH inilah yang diukur menggunakan spektrofotometer pada serapan
sinar dengan panjang gelombang (334 atau 340 atau 365)nm. Setelah reaksi (3)
selesai, F6P perlu diubah menjadi G6P dengan bantuan enzim fosfoglukosa isomerase
(PGI), dengan reaksi :
PGI
Fruktosa-6-Fosfat glukosa-6-fosfat
Glukosa-6-fosfat dengan NADP membentuk glukonat-6-fosfat dan NADPH. Jumlah
NADPH yang terbentuk setara dengan jumlah fruktosa yang ada.

b. Penentuan laktosa dan galaktosa


Dasar : Laktosa dapat dihidrolisa menjadi glukosa dan β galaktosa oleh enzim β
galaktosidase dan air. Selanjutnya β galaktosa dioksidasi oleh Nikotinamida Adenin
Dinukleotida (NAD) menjadi asam galatonat dengan bantuan galatosa dehidrogenase
(GAL-DH) dengan reaksi :
1). Laktosa + H2O β galaktosidase Glukosa + β galaktosa

2). β galaktosa + NAD GAL-DH asam galatonat + NADH + H+


Banyaknya NADH yang terbentuk setara dengan jumlah laktosa yang ada. Jumlah

NADH dihitung dari serapan sinar pada panjang gelombang (334 atau 340 atau
365)nm.

2.5.Metode Kromatografi
Metode kromatografi ini dapat digunakan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi
karbohidrat dalam suatu campuran. Isolasi karbohidrat ini berdasarkan prinsip
pemisahan suatu campuran berdasarkan atas perbedaan distribusi rationya pada fase
tetap dengan fase bergerak. Pada teknik kromatografi, fase bergerak dapat berupa zat
cair atau gas, sedangkan fase tetap dapat berupa zat padat (kromatografi serapan) atau
berupa zat cair (kromatografi partisi).

KARBOHIDRAT 3 D4
13

Sebelum sampel dianalisa, maka sampel harus dipreparasi sebagai berikut :


- Dimurnikan dan dijernihkan
- Zat-zat anorganik dihilangkan (misal dengan cara dilewatkan alat penukar
ion(ion exchanger)).
Jenis kromatografi yang dapat digunakan ada bermacam-macam antara lain GC,
HPLC, TLC dan kromatografi kertas.

2.6.Cara Fisika
2.6.1. Cara Refraktometri
Pada cara ini digunakan alat refraktometer, yaitu alat untuk mengukur indeks
bias. Dasar dari cara ini adalah bahwa tiap-tiap jenis gula mempunyai indeks bias
yang tertentu, sehingga dengan mengetahui indeks bias dapat diketahui penyusun
suatu senyawa. Karena indeks bias dipengaruhi oleh  dan suhu pengukuran, maka
dalam menyatakan indeks bias harus diterangkan  (panjang gelombang) nya dan
20
suhu pengukurannya. Oleh sebab itu indeks bias dinyatakan dengan notasi n D , yang
artinya indeks bias yang diukur pada 20 oC dengan menggunakan sinar natrium
sebagai sumber sinar monokromatis.
Cara refraktometri ini dapat digunakan untuk identifikasi dan deteksi kemurnian
suatu bahan.

2.6.2. Cara Polarometri


Pada cara ini digunakan alat polarimeter, yaitu suatu alat yang dapat untuk
mengukur besarnya sudut putar bidang sinar yang terpolarisasi. Dasar dari cara ini
adalah bahwa molekul karbohidrat mempunyai susunan yang asimetri, sehingga
mempunyai kemampuan untuk memutar bidang sinar terpolarisasi. Besarnya sudut
putar bidang sinar terpolarisasi ini berbanding terbalik dengan konsentrasi menurut
persamaan sebagai berikut :

D 100 
 = ———
t IC

 = putaran / rotasi spesifik


t = suhu pengukuran

KARBOHIDRAT 3 D4
14

 = sudut putar yang diamati


C = Konsentrasi (gram dalam 100 mL pelarut)
I = panjang tabung (cm)
D = Lampu / sinar yang digunakan sinar natrium (deuterium)
D
Harga  dipengaruhi suhu, sehingga harus dihitung dengan rumus sbb:
t

D D
 =  . 1-0,000184(t – 20) 
t 20

PENENTUAN KADAR KARBOHIDRAT YANG BUKAN GULA REDUKSI

Pada prinsipnya, karbohidrat yang bukan gula reduksi dihidrolisa lebih dulu
menjadi monosakarida / gula reduksi, kemudian monosakarida yang dihasilkan
ditentukan dengan cara Luff Schoorl, Lane Eynon, oksidasi dengan ferrisianida
alkalis, dll.

Kemudian dapat dirumuskan :

Kadar K.H = Kadar monosakarida x f

f = factor konversi

Contoh 1.

Suatu sampel yang diketahui mengandung glukosa dan sukrosa, kemudian ingin
ditentukan kadar sukrosanya, maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Sebagian sampel ditentukan kadar gula reduksinya, hasilnya disebut kadar gula
reduksi sebelum hidrolisa.
b. Sebagian sampel dihidrolisa (misalnya dengan asam) kemudian sampel tersebut
ditentukan kadar gula reduksinya, hasilnya disebut kadar gula reduksi setelah
hidrolisa.
Catatan : gula reduksi setelah hidrolisa terdiri dari gula reduksi asli dan gula
reduksi hasil hidrolisa.

KARBOHIDRAT 3 D4
15

Maka kadar sukrosa = (Kadar GR sesudah hidrolisa – kadar GR sebelum


hidrolisa) x 0,95.

0,95 = factor konversi. Faktor konversi 0,95 tersebut asalnya dari :

Pada reaksi hidrolisa, terjadi reaksi :


+
H
C12H22O11 + H2O — C6H12O6 + C6H12O6
Sukrosa glukosa fruktosa
BM = 342 BM = 180 BM=180

Catatan : glukosa dan fruktosa adalah sama-sama gula reduksi.

Berdasarkan reaksi tersebut di atas, jika diketahui kadar gula reduksinya, maka:

BM Sukrosa
Kadar Sukrosa = ————————— x kadar gula reduksi
jumlah BM gula reduksi

342
= ——— x kadar gula reduksi
360

342
= ——— = 0,95 = factor konversi
360

Contoh 2

Suatu sampel diketahui mengandung pati dan ingin ditentukan kadar patinya, maka
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Sampel dilarutkan dalam air dingin, diaduk  1 jam, maka akan terjadi suspensi.
b. Setelah itu suspensi disaring dan filtrat tidak digunakan. Bila sampel diketahui
mengandung lemak, maka residu dicuci dengan eter, kemudian alcohol 10%.
c. Residu dipindahkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian ditambah larutan HCl 25%,
ditutup dengan kondensor dan dipanaskan selama  2,5 jam.
d. Setelah dingin, larutan dinetralkan menggunakan larutan NaOH 45% atau 25%,
kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 250 ml atau 500 ml atau yang lainnya,
kemudian ditambah akuades sampai batas.

KARBOHIDRAT 3 D4
16

e. Dari larutan yang diperoleh pada langkah d., diambil beberapa ml kemudian
ditentukan kadar gula reduksinya.

Sehingga, kadar pati : kadar GR x 0,9


0,9 = factor konversi, yang asalnya sebagai berikut :

Pati jika dihidrolisa akan terurai dengan reaksi umum sebagai berikut :

(C6H10O5)m + mH2O H+ mC6H12O6


pati glukosa
BM = 162 x m BM 180

Berdasarkan reaksi tersebut, maka :

BM Pati
Kadar Pati = ————————— x kadar gula reduksi
m x BM glukosa

162 x m
= ——— x kadar gula reduksi
m x 180

162
= ——— x kadar gula reduksi
180

= 0,9 x kadar gula reduksi

0,9 adalah faktor konversi

Contoh soal 1

10 gram sampel madu yang diketahui mengandung glukosa dan sukrosa, dimasukkan
labu takar 100 ml, ditambah akuades sampai batas. Kemudian larutan tersebut dibagi
2 dalam Erlenmeyer A dan Erlenmeyer B.
* Larutan dalam Erlenmeyer A diambil 25 ml, ditentukan kadar gula reduksinya
dengan cara Luff Schoorl. Diperoleh data : Vb = 20 ml, Vs = 15 ml, N thio =
0,0980 N.
* Larutan dalam Erlenmeyer B diambil 25 ml, dihidrolisa, dinetralkan, kemudian
dimasukkan labu takar 100 ml. Dari labu takar 100 ml tersebut, diambil 25 ml,

KARBOHIDRAT 3 D4
17

kemudian ditentukan kadar gula reduksinya dengan cara Luff Schoorl. Diperoleh
data sebagai berikut : Vb = 20 ml, Vs = 10 ml, Nthio = 0,0980 N.

Hitunglah kadar sukrosa sampel tersebut.

Jawab :
a. Pada Erlenmeyer A.
Skema cara kerja sebagai berikut :

10 g spl  labu takar 100 ml 25 ml  px

Dari skema tersebut dapat diketahui bahwa P = 4x

Dicari Vkeset. = (20-15) x 0,0980/0,1 = 5 x 0,0980/0,1 = 4,900 ml

menurut tabel dapat ditulis sbb:

4 ------------- 9,7
4,900 ------------- X
5 ------------- 12,2

X dicari dengan cara ekstrapolasi sebagai berikut :

4,900 – 4 X – 9,7 0,9 X – 9,7


———— = ——— —— = ———
5–4 12,2 – 9,7 1 2,5

2,25 = X – 9,7 maka X = 11,95 mg, jadi 4,9 ml Thio 0,1 N setara dengan 11,95
mg gula reduksi.

11,95 x 4 47,80
jadi kadar GR = ————— x 100% = ——— = 0,478%
10.000 100

0,478% ini adalah kadar GR pada sampel yang belum dihidrolisa.

b. Pada Erlenmeyer B.
Skema cara kerjanya sebagai berikut :

10 g sampel  labu takar — 25  Erlenmeyer hidrolisa  labu takar


100 ml 100 ml

25 ml  px
Dari skema tersebut dapat diketahui bahwa P = 16 x

Dicarai Vkst. yaitu = (20 – 10) x 0,0980/0,1 = 0,980/0,1 = 9,80 ml.

KARBOHIDRAT 3 D4
18

menurut tabel dapat ditulis :

9 ----------- 22,4
9,80 ----------------- X
10 ---------- 25,0

X dicari dengan ekstrapolasi sebagai berikut :

9,80 – 9 X – 22,4 0,80 X – 22,4


——— = ——— —— = ———
10 – 9 25 – 22,4 1 2,6

2,08 = X – 22,4  X = 24,48 mg

Jadi 9,80 ml Thio 0,1 N setara dengan 24,48 mg GR, sehingga kadar gula reduksi
dapat dihitung :

24,48 x 16
Kadar GR = ————— x 100%
10.000

391,66
= ——— = 3,917%
100

3,917 % ini adalah kadar gula reduksi untk sampel yang telah dihidrolisis, sehingga
kadar sukrosa =

(3,917 – 0,478) x 0,95= 3,267%

KARBOHIDRAT 3 D4
19

KARBOHIDRAT 3 D4

Anda mungkin juga menyukai