PENDAHULUAN
__________________________________________________________________________________
Deskripsi Singkat : Mengenal lebih dalam berbagai aspek di dunia bisnis digital,
Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa semester 1 dapat
digital.
PENYAJIAN
___________________________________________________________________________
Topik : ETIKA BISNIS, ASPEK HUKUM BISNIS DAN MANFAAT
BISNIS DIGITAL.
Tujuan Instruksional Khusus : Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa mampu
memahami etika yang harus dijalankan dalam melakukan bisnis
digital, dan mahasiswa mampu mengemukakan aspek hukum
dalam berbisnis secara digital, serta mahasiswa mampu mengenali
manfaat dari bisnis digital.
Petunjuk Penggunaan Modul : Bacalah terlebih dahulu uraian materi mengenai pokok
Etika bisnis adalah studi tentang kebijakan dan praktik bisnis yang sesuai mengenai subyek
yang berpotensi kontroversial termasuk tata kelola perusahaan, perdagangan orang, penyuapan,
diskriminasi, tanggung jawab sosial perusahaan, dan tanggung jawab fidusia. Undang-undang
sering memandu etika bisnis, tetapi di lain waktu etika bisnis memberikan pedoman dasar yang
dapat dipilih untuk diikuti oleh bisnis untuk mendapatkan persetujuan publik.
Etika bisnis adalah aturan bagaimana cara menjalankan kegiatan bisnis dengan adil, serta
sesuai dengan hukum yang diberlakukan oleh negara dan tidak tergantung pada kedudukan
individu maupun perusahaannya dalam bermasyarakat. Berikut adalah ada tiga pengertian etika
bisnis menurut para ahli!
Etika bisnis merupakan suatu pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan
pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma serta moralitas yang berlaku secara universal
(Muslich, 2004:9).
Etika bisnis terkait dengan masalah penilaian terhadap kegiatan dan perilaku bisnis yang
mengacu pada kebenaran atau kejujuran perusahaan (Sumarni 1998:21).
Etika bisnis bahkan lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan
standar yang lebih tinggi dibandingkan dengan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam
kegiatan bisnis sering kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum
(Bertens 2000).
Era globalisasi adalah situasi dan keadaan yang seolah-olah tanpa batas antar orang, tugas,
tempat, ruang atau dengan kata lain “mendunia.” Sehingga dalam menjalankan bisnis dalam era
globalisasi ini para pelaku bisnis menghadapi tantangan utama, yakni :[3]
1) Pelanggan lebih menuntut kecepatan waktu, dan budaya instant sudah menjadi
trend masa kini. Hal ini menjadikan waralaba yang laris adalah yang dapat
menyediakan makanan cepat saji.
2) Etika-etika dalam bisnis kurang diperhatikan oleh pelaku bisnis yang memang
hanya mengandalkan kekuatan dan kekuasaan saja, sehingga terjadilah pengkotak-
kotakan kepada pelaku bisnis menurut suku, etnis ataupun agama.
3) Pelanggan kini lebih cerdas dan kritis, dalam arti mereka tidak hanya melihat harga
tetapi juga membandingkan dengan mutu atau kualitas produk dan pasti akan
mengklaim jika kecewa terhadap suatu produk yang dibelinya.
4) Ditentukan adanya standar mutu tertentu yang diputuskan secara bersama-sama
oleh suatu komite yang ditunjuk, misalnya ISO.
5) Tingkat ekspansi dan persaingan bisnis sangat tinggi, baik secara domestic maupun
internasional, begitu suatu produk muncul di pasaran dan ‘booming’ , pasti dalam
sekejap ada produk lain yang meniru, entah halal maupun tidak.
6) Perubahan yang sangat cepat kadang-kadang tak terduga atau memang sulit diduga,
misalnya setelah terjadi pemboman gedung WTC di AS oleh teroris, pasar modal
dunia menjadi lesu dan bergejolak tak menentu, yang pasti dampaknya ke aspek
bisnis yang sangat mengejutkan bagi setiap pelaku bisnis.
7) Muncul ketidak pastian di sekitar hal-hal yang berkaitan dengan sumberdaya
manusia, misalnya bagaimana memotivasi karyawan dengan bermacam-macam
latar belakang pendidikannya, bagaimana mendapatkan karyawan yang berkualitas,
cerdas, berwawasan luas dalam lingkup domestic dan internasional.
Dalam melakukan bisnis digital, perlu memperhatikan aspek hukum dalam bisnis digital.
Setidaknya yang perlu diperhatikan adalah cara melakukan penjualan di dunia maya. Misalnya
saja dalam melakukan promosi, anda perlu membuat merk dagang tersendiri yang terdaftar.
Selanjutnya beberapa hal lain yang perlu diperhatikan diantaranya adalah berkenaan
dengan hak Kekayaan Intelektual. Perhatikan peraturan bila ingin memakai gambar orang,
produk orang. Berkaitan dengan hubungan pada pihak pembeli, bagaimana menyusun kerjasama
atau kontrak dengan supplier perlu disusun strateginya.
Terakhir yang juga tidak kalah penting adalah manakala terjadi hal yang tidak diinginkan
seperti menangani penipuan, komplain yang frontal. Walaupun sebagian besar aspek hukum
tersebut di atas akan diketahui sendiri oleh para pelaku bisnis digital, akan tetapi alangkah jauh
lebih baik bila hal tersebut juga diketahui sebelum anda memulai bisnis digital.
Pada dasarnya, jual beli secara digital adalah salah satu media yang digunakan dalam
melakukan transaksi jual beli. Namun, sifat dari transaksi tersebut adalah jual beli sehingga tetap
merujuk pada aturan mengenai jual beli yang diatur dalam KUHPerdata. Dalam kontrak
elektronik atas transaksi jual-beli secara digital atau bisnis e-commerce, penjual memiliki hak
dan tanggung jawab masing-masing. Menurut seorang penulis buku dan dosen hukum ekonomi,
Gunawan Widjaja, kewajiban penjual dalam transaksi jual beli adalah:
Sedangkan hak penjual berdasarkan Pasal 6 UU Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut:
1) Menentukan dan menerima harga pembayaran atas penjualan barang sesuai dengan
kesepakatan antara penjual dan pembeli.
2) Mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan pembeli yang beriktikad tidak baik.
3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam penyelesaian sengketa.
4) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum merugikan konsumen
yang tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang diperdagangkan
Selain penjual, pembeli sebagai salah satu pihak dalam transaksi jual beli juga memiliki hak dan
kewajiban yang harus dipenuhi. Kewajiban pembeli dalam transaksi jual beli menurut Pasal 5
UU Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut:
1) Membaca informasi dan mengikuti prosedur atau petunjuk tentang penggunaan dan atau
jasa yang dibelinya.
2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi jual beli barang atau jasa tersebut.
3) Membayar harga pembelian sesuai dengan yang telah disepakati.
4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum secara patut apabila timbul sengketa dari proses
jual beli tersebut.
Sedangkan untuk melindungi pembeli sebagai konsumen dari hal-hal yang dapat merugikan
konsumen atas perbuatan tidak bertanggung jawab yang dilakukan penjual, Pasal 4 UU
Perlindungan Konsumen menjabarkan hak-hak pembeli sebagai berikut:
1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau
jasa.
2) Hak memilih serta mendapatkan barang dan atau jasa dengan kondisi yang sesuai dengan
yang diperjanjikan.
3) Mendapatkan informasi secara benar, jujur, dan jelas mengenai barang atau jasa yang
diperjualbelikan.
4) Mendapatkan pelayanan dan perlakuan secara benar dan tidak diskriminatif.
5) Didengarkan pendapatnya atau keluhannya atas kondisi barang dan atau jasa yang
dibelinya.
6) Mendapatkan perlindungan hukum secara patut apabila dari proses jual beli tersebut
timbul sengketa.
7) Mendapatkan kompensasi atau ganti rugi apabila barang dan atau jasa yang dibelinya
tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan.
8) Mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
Meski dilakukan secara digital melalui media Internet, dan lainnya, kontrak online juga
bisa menjadi dokumen elektronik yang dapat dijadikan alat bukti untuk menghindari adanya
penyalahgunaan oleh orang yang tidak bertanggung jawab dan menimbulkan kerugian.
Meskipun pada prakteknya tidak terdapat perjanjian jual beli yang ditandatangani oleh penjual
dan pembeli, namun dengan adanya konfirmasi pembayaran yang dilakukan oleh pembeli dan
adanya pemberitahuan dari penjual bahwa barang tersebut akan dikirim, maka hal tersebut sudah
dapat dijadikan bukti adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi
jual beli. Di bawah ini akan Libera jelaskan mengenai perlindungan hukum bagi penjual dan
pembeli serta dokumen yang bisa menjadi alat bukti dalam transaksi jual beli online.
Pada umumnya, setiap transaksi berbasis digital terdapat dokumen elektronik yang dibuat
oleh pihak penjual yang berisi mengenai aturan dan kondisi yang harus dipatuhi antara lain
jangka waktu pembayaran, serta jangka waktu dan metode pengiriman. Meski seringkali pada
prakteknya penjual dan pembeli tidak menandatangani suatu perjanjian, namun jika pembeli
telah memasukkan pesanan atas barang yang diinginkan dan penjual bersedia untuk
menyerahkan barang tersebut, maka telah terjadi kesepakatan antara para pihak untuk melakukan
transaksi jual beli. Aturan dan kondisi itulah yang dapat digunakan sebagai perlindungan hukum
bagi kedua belah pihak. Di bawah ini adalah tiga perlindungan hukum yang ada di dalam
perjanjian menurut Edmon Makarim.
Perlindungan hukum bagi penjual; dalam perjanjian, penjual berhak untuk memperoleh
pembayaran dari pembeli atas produk yang dibeli oleh pembeli. Jika pembeli tidak melakukan
pembayaran dalam waktu yang ditentukan, maka penjual dapat membatalkan pembelian barang
tersebut dan menjualnya kepada calon pembeli lain. Dengan adanya aturan jelas mengenai
jangka waktu pembayaran, maka akan memberikan perlindungan bagi penjual dimana penjual
tidak dapat disalahkan jika penjual memberikan barang tersebut kepada calon pembeli lain dalam
hal pembeli tidak melakukan pembayaran hingga batas waktu yang ditentukan.
Perlindungan hukum bagi pelanggan; sebagai pihak pembeli, maka pembeli berhak untuk
memperoleh barang sesuai dengan jenis dan spesifikasi yang disepakati. Dalam perjanjian, dapat
diatur mengenai hak pembeli untuk memperoleh ganti kerugian dari penjual jika barang yang
dikirimkan tidak sesuai. Misalnya, pembeli dapat melakukan penukaran barang maupun ganti
kerugian berupa uang dari penjual.
Perlindungan data pribadi; di era industri 4.0 saat ini, data merupakan aset penting dan
perolehannya pun semakin mudah. Saat pembeli membuat akun di suatu website penyelenggara
ecommerce, maka pembeli akan diminta untuk memasukkan data pribadi dan data pribadi
tersebut akan masuk ke dalam sistem yang dikelola oleh penyelenggara bisnis e-commerce atau
penjual. Disinilah data pribadi harus dilindungi mulai dari perolehan, penggunaan, pengolahan,
penyebaran, hingga pemusnahan data pribadi. Aturan-aturan tersebut dapat diakomodir dalam
privacy policy atau kebijakan privasi. Ketika pembeli bertransaksi melalui website atau media
elektronik yang dikelola penyelenggara e-commerce, maka pembeli telah mengikatkan diri
dalam suatu perjanjian dengan penyelenggara e-commerce atau penjual dalam kebijakan privasi.
Seiring dengan perkembangan teknologi, alat bukti yang sebelumnya hanya terbatas pada
dokumen fisik telah berkembang menjadi informasi elektronik dan dokumen elektronik. Hal ini
secara tegas disebutkan pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 11/2008 sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang No. 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
yang menyatakan bahwa informasi, dokumen elektronik, atau hasil cetaknya merupakan alat
bukti yang sah dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara
yang berlaku di Indonesia. Dengan adanya ketentuan mengenai hal ini, maka memberikan
kepastian hukum atas penyelenggaraan transaksi elektronik di Indonesia.
a. Proses transaksi yang singkat : Proses-proses dalam sistem transaksi tradisional seperti
pembuatan nota, kuitansi, faktur dan sebagainya tidak perlu dilakukan secara manual dan
dapat dilakukan secara otomatis oleh sistem.
b. Menjangkau lebih banyak pelanggan : Sebagai sistem yang berada didalam jaringan
global internet, e-commerce memiliki kemampuan untuk menjangkau lebih banyak
pelanggan.
c. Mendorong kreativitas penyedia jasa : e-commerce mendorong kreativitas dari pihak
penjual untuk menciptakan informasi dan promosi secara inovatif serta dapat secara cepat
melakukan update data secara berkesinambungan.
d. Biaya operasional lebih murah : e-commerce dapat menekan operational cost karena
dapat dilakukan dengan biaya murah dan efektif dalam penyebaran informasi.
e. Meningkatkan kepuasan pelanggan : e-commerce dapat meningkatkan kepuasan-
kepuasan pelanggan dengan pelayanan yang cepat dan mudah serta akurat.
Sumber:
Laudon, Kenneth C., & Jane, P. Laudon. (2010). Manajemen Information System: Managing
the Digital Firm.
Laudon, K. C., & Traver, C. G. (2011). E-Commerce. USA: Pearson Education.
Hidayat, Taufik, 2008, Panduan Membuat Toko Online dengan OSCommerce, Mediakita,
Jakarta.
Laudon, Kenneth C, dkk, 2007, Sistem Informasi Manajemen Edisi 10 Buku 2, Salemba
Empat, Jakarta.
Munawar, Kholil. 2009. E-Commerce. http://staff.uns.ac.id.
Sonny Keraf, 1998, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Kanisius, Yogyakarta.
Suyanto M, 2003, Strategi Periklanan pada E-Commerce Perusahaan Top Dunia, Andi,
Yogyakarta.
Swastha Basu, Ibnu Sukotjo, 1988, Pengantar Bisnis Modern (Pengantar Ekonomi
Perusahaan Modern), Liberty, Yogyakarta
Wong, Jony, 2010, Internet Marketing for Beginners, Elex Media Komputindo, Jakarta.
Varmaat, Shelly Cashman, 2007, Discovering Computers: Menjelajah Dunia Komputer
Fundamental Edisi 3, Salemba Infotek, Jakarta