Anda di halaman 1dari 15

BAB I

“Daffa & Elsa”


Memasang kan dua orang yang memiliki sifat yang bertolak belakang tidak

mungkin bisa dilakukan dengan mudah, dan tidak mungkin juga dilakukan

dengan cara biasa.

Itulah yang sedang Ahmad Daffa pikirkan karena baru saja dipasangkan

dengan Elsa saat mau melakukan uji nyali.

Uji nyali yang dilakukan oleh beberapa anggota murid sekelas, pengunian

untuk menentukan pasanagan dilakukan secara random. Benar-benar

random sampai membuat Elsa yang agak tomboy dipasangkan dengan

Daffa yang Cuek.

Bangunan sekolah tiga lantai yang kini menjadi tempat melakukan uji

nyali sudah mulai menunjukkan suasana horor saat jam menunjukkan

angka tujuh malam. Padahal saat pagi dan siang hari selalu ramai oleh

siswa-siswi yang berlalu lalang di koridor atau membuat semacam

keributan di kelas.

Daffa baru tahu jika tempatnya bersekolah bisa memberi kesan yang

sangat berbeda saat sudah malam begini

“Oke, jadi masuknya bergilir setiap satu menit sekali ya! Kalian harus

memutari sekolah dari lantai satu sampai lantai tiga. Dan uji nyalinya

dinyatakan selesai setelah semua kembali berkumpul di parkiran sekolah.”

Saat mendengar instruksi dari Rivai yang bertindak sebagai pemimpin

karena dialah pencetus ide, Daffa berhenti memperhatikan suasana dan

mulai focus dengan yang mau dilakukan.

Tidak ada yang salah dengan rute uji nyali yang sepertinya dibuat secara

mendadak, yang Daffa permasalahkan adalah PASANGAN UJI NYALINYA.


Meski Daffa dikenal dengan Cuek tapi care dengan lawan jenis, dia sekali

pun tidak pernah memperhatikan Elsa sama sekali.

Cewek itu menunjukkan sifat tomboy yang terkadang membuat sebagian

cowok merasa terhina. Daffa yang menyadari sifat itu mencoba menghargai

dengan tidak memperlakukan Elsa seperti cewek yang lainnya.

Selama satu tahun mereka teman sekelas, Daffa berhasil tidak melakukan

interaksi apapun dengan Elsa, tapi semua itu berakhir hari ini.

Sungguh Daffa sangat tidak tahu bagaimana cara menghadapi cewek

tomboy. Berdiri dengan jarak kurang dari tiga puluh centi aja sudah sangat

ngilu.

“Hm hm takut ko Daf?”

Karena tiba-tiba diajak bicara duluan, Daffa terlonjak kaget. Bagaimana

tidak kaget coba jika cewek yang selama ini dia anti-anti mendadak

mengajaknya berbicara duluan?

“Ndak ji juga cuman suasana kek gni to ….. Tenang” meski dengan agak

nervous, Daffa mencooba menjawab dengan calm.

sebuah senyum terukir diwajah Elsa, “Betul di, pasti seru nanti ini.”

Secara reflex Daffa ikut tersenyum, senang mendapati cewek yang menjadi

pasangan uji nyalinya ternyata memiliki pemikiran yang serupa dengannya.

setelah beberapa saat menunggu, akhirnya giliran Daffa pun tiba. Daffa

yang berinisiatif menerangi jalan langsung menyalakan fungsi senter

diponselnya, “Ayok mi!”

Dengan perlahan, Daffa menaiki anak tangga diikuti Elsa dari belakang

sampai berada dilantai dua.

Satu per satu ruang kelas kosong dilewati begitu saja tanpa adanya topik

obrolan yang dilakukan. Daffa bukan tipe yang mau mengobrol basa-basi.
Dan nampaknya Elsa yang mengetahui sifat itu jadi tidak tahu bagaimana

caranya memulai topik pembicaraan lagi.

Tapi Sambil mencoba mencari bahan obrolan, diam-diam Daffa

memperhatikan wajah Elsa. Ada pancaran tak biasa dimata Cewek ini,”Elsa

nu suka sekali hal yang begini?” Tanya Daffa tiba-tiba.

Elsa mengangguk. Elsa mungkin sedang tidak menunjukkan senyum

senang, tapi matanya merefleksikan semacam antusiasme.

Elsa kembali mengarahkan pandangan kedepan,”Ku suka kalau ada situasi

yang menegangkan kayak ini apalagi na uji nyali. Kalau kau?

“Lumayan juga”

Karena Elsa tidak member tanggapan, Daffa memilih diam Karena tak

ingin sampai membuat Elsa risi.

Karena Daffa berjalan cukup cepat tanpa tahu ada perbedaan stamina di

antara mereka, Elsa menarik kemeja putih yang dipakau cowok itu untuk

memberi isyarat agar mau memelankan langkahnya.

Walau Kemejanya yang tidak dikancing tertarik smpai kaus putihnya mulai

terlihat dengan jelas, Daffa tidak protes, dia cukup peka dan mulai

memelankan langkah kakinya sampai berjalan sejajar dengan Elsa.

“Mau ko masuk ke kelas ta?” saat berada di dekat ruangan yang diberi

tanda XI. IPA 2| R.B.inggirs, Daffa bertanya sambil menunjuknya.

Karena mulai capek setelah mengililingi lebih dari setengah bangunan

sekolah, Elsa merasa mampir sebentar adalah pilihan yang tepat, “Boleh.”

Setelah masuk ruangan, Daffa langsung menyusuri kelas untuk

mengitarinya. Sedangkan Elsa memilih duduk di meja yang berada di

barisan paling depan dekat dengan pintu karena ingin mengistirahatkan

kakinya sejekan.
“Meski tidak terlalu menarik ji, tapi suasananya mendukungnya di?”

Mendengar tanggapan dari Daffa, Elsa tersenyum karena akhirnya ada lagi

pembicaraan yang dilakukan. Dia lama-lama tidak tahan dengan kediaman

yang sedari tadi terjadi,”Iya^_^. Lumayan menghibur na apalagi ada suara

pintu kalau na kasih goyang ki angin sama suara serangga seraangga ka.”

“Bukan cuman jalan-jalan malam di gedung kosong ji ini to?”

Elsa terkikik pelan, “Kayaknya ndak adami tempat lain makanya Rivai na

pilih ini tempat.”

“Tapi orang yang disini to menurutku orang yang mau ji lending ke sini

malam-malam.”

Elsa langsung diam, entah kenapa tubuhnya mendadak menjadi tegang

mendengar kalimat yang diucapkan Daffa. Walau punya banyak teman

cowok, tapi dia tidak pernah berduaan di tempat sepi begini. Wajar

kewaspadaannya seketika meningkat.

Memang mereka berdua tidak berpacaran. Saling suja juga tidak. Tapi mau

setomboy apapun Elsa, dia tetaplah perempuan. Dan mau sealim apapun

Daffa, dia tetaplah laki-laki.

Untuk pertama kalinya Elsa merasa sangat waspada dan tidak tenang saat

bersama lawan jenisnya.

Tapi Elsa buru-buru menepis pikiran buruknya mengingat image Daffa

yang cuek dan agak alim, bahkan dia terkadang ogah sama cewek. Sangat

mustahil cowok ini melakukan hal aneh hanya karena suasana sedang

mendukung. Lagian Elsa juga merasa dirinya tidak semenarik itu sampai

mampu membuat Daffa mau berbuat aneh-aneh.

“Ndak capek mko? Els?”


“Eh… iya.. sory. Ayok mi!” Elsa buru-buru berdiri dari posisi duduknya.Dia

sempat terlalu larut dalam pikirannya sampai lupa tidak bisa berlama-lama

disini.

Setelah keluar dari kelas, Elsa melihat keberadaan pasangan uji nyali lain

yang berjalan beberapa langkah didepannya.

Ada jarak yang membuat Elsa tidak bisa mendengar pembicaraan meski

terlihat jelas apa yang sedang dilakukan orang itu.

Sicewek merangkul lengan cowoknya dengan erat, entah karena merasa

takut atau hanya mencari kesempatan bemesraan. Dan saat dua orang itu

masuk kesalah satu ruangan, Daffa berdecak jengkel.

“Mesum di tempat gelap begitu.”

Tidak perlu meyuarakan pikiranmu, Daffa! Elsa juga baru saja berpikir hal

yang sama. Dan lagi tadi mereka berdua juga habis masuk ke ruang kelas

kosong kan? Tidak pantas kau bicara begitu bambang.

“Sudah mi Positif thingking mi saja blom tentu mau ii aneh-aneh di

tempat gelap kayak nu pikirkan”

“Jadi sama alur pikiranta di? Menurutku ini acara uji nyali berubah jadi

liat orang lending.”

Elsa kaget, Daffa yang Agak tertutup ternyata juga seperti remaja pada

umumnya, ya? Terasa luar biasa karena cowok ini bisa terang-terangan

mengatakan hal yang sedang dipikirkannya, padahal Elsa yang punya

pemikiran serupa menahan diri.

“Tidak terganggu ko begitu baju nu Daffa?” karena obrolan mereka

mendadak melantur, Elsa mengalihkan pembicaraan menanyakan hal yang

membuatnya penasaran.

Kemeja yang dipakai Daffa sejak tadi ditari oleh tangan kanan Elsa.
Kemeja ini bahkan dikatakan sudah terlepas jika bagian lengannya tidak

tersangkut di tangan Daffa.

Daffa merapikan posisi pakaiannya tanpa menghiraukan keberadaan

tangan Elsa, “Ngak ji. Ka bukannya enak nu rasa kalau nu tarikka kalau

begini suasananya?”(Karena takut)

Elsa jauh lebih merasa nyaman jika diizinkan memegang tangan Daffa

dibandingkan harus menarik-narik kemeja seperti ingin melepaskannya.

Eh, tungg dlu, kenapa Daffa tiba-tiba berubah? Jadi lebih care ke Elsa?

Bukannya tujuan awalnya tidak memperlakukan Elsa seperti cewek lain?

Daffa menatap Elsa sambil menyeringai, “Mulai mko takut?”

“Tidak lah!! Kau ji itu yang cepat-cepat jalanmu,”gerutu Elsa yang secara

reflex memukul pundak Daffa menggunakan tangan kirinya yang bebas.

Padahal tadi kan Elsa sudah mengatakan jika dia juga cukup menyukai

acara uji nyali ini, lalu kenapa Daffa menuduhnya sedang merasa takut

coba? Lagian jika disuruh takut, yang Elsa takutkan adalah hal yang nyata,

bukan sesuatu yang tidak berwujud!

“Oh, kau berdua sudah selsai? Bemana tadi? Menantang to?”

Tanpa sadar rute uji nyali sudah diselesaikan dan kini mereka berada

ditempat parkir sekolah. Di sini sudah ada dua orang lain yang entah

karena dua orang ini memiliki jenis kelamin yang sama. Bukannya uji nyali

dilakukan secara berpasangan? Lalu ke mana perginya pasangan dua orang

ini? Bagaimana bisa Rivai dan Arya sampai sini tanpa pasangan masing

masing?

“Oh, keknya kalian menikmati di?”

Lupa dengan keberadaan tangannya, Elsa buru-buru melepaskan ujung

kemja putih Daffa yang ditariknya,”Apa sih? Kalian juga aneh kenapa bisa
tinggal berdua ko sekarang.”

“Saya tau ji kau berdua suka cewek yang sama tapi kenapa bisa tidak ada

disni sekarang,” gumam Daffa sambil memberi tatapan aneh.

Arya bedecak kesal, “Tidak usah dibahas ! mending kau mo berdua dibahas.

Bagaimana seru?”

“B aja” jawab Daffa.

Rivai tersenyum meledek,”Masa? Bukannya tadi sampai masuk kekelas-

kelas tadi? Tidak aneh aneh?”

“PASTI MI TIDAK BERBUAT MESUM KA Rivai hidayatullah.”

Elsa, Rivai dan Arya secara serempak langsung memfokuskan perhatian

pada Daffa. Sama-sama terkejut dengan apa yang baru dikatakannya.

“Apa? Tidak percaya ko?” Tanya Daffa yang tidak mengerti kenapa

mendadak diperhatikan.

Arya menggaruk tengkuknya, “Padahal to maksdku nu katakan ki ka

perasaan mu ke Elsa tadi itu ji maksdku, kenapa pikirannu jauh sekali?”

“Tidak sangka ka bisana sejauh itu pikirannu” Gumam Arya yang merasa

cukup takjub dengan penemuan barunya.

“NOMAL JKA SAYA”

perandaian semua cowok sama saja ternyata memang benar adanya. Elsa

pikir sebelumnya ada tipe langka seperti Daffa yang agak Pendiem dan

tidak aneh-aneh, tapi ternyata teman sekelasnya ini hanyalah cowok

normal biasa.

Seperti ekspetasi Elsa terhadap Daffa selama ini berlebihan.

Satu per satu pasangan pun bertadangan dan

Karena suasa sudah ok dan acara nya pun sudah selesai... para peserta

yang ikut uji nyali pun pulang kerumahnya masing-masing


Mulai besok sepertinya Daffa harus memulai dari awal lagi hubungan

pertemanannya dengan Elsa.

BAB II

“Deket”
Ahmad Daffa Pratama termasuk salah satu cowok popular di sekolah.

Semua murid beserta guru pasti mengenal Daffa sebagai murid yang

berprestasi. Karena pintar dan juga memiliki sifat yang langkah, tidak aneh

ada banyak perempuan yang kagum padanya.

Tapi alasan utama yang membuat Daffa popular adalah karena suara yang

dimilikinya. Saat Daffa bernyanyi, suaranya terdengar begitu lembut, tegas,

dan juga menenangkan hati. Karena alasan ini Daffa selalu menjadi juara

dilomba menyanyi di tingkat sekolah.

Walau ada banyak perempuan yang menginginkan dekat atau bisa menjadi

pacar Daffa, tapi tidak ada satu pun yang berhasil melakukannya.

Daffa memiliki prinsip yang sulit buat dipahami oleh perempuan, jadi tidak

bisa didekati secara sembarangan. Tapi alasan itulah yang justru membuat

Daffa menjadi cowok berkelas yang semakin membuat banyak perempuan

gregetan.

Selama tidak ada satu pun perempuan yang mendapat perhatian lebih

dari Daffa. Daffa tidak pernah melakukan basa-basi tidak penting pada

perempuan.
“Elsa baru ko juga datang?”

Wajar Elsa merasa bingung dan terengah saat Daffa menegurnya dengan

pertanyaan yang tidak biasa. Karena saat ini Elsa sudah berada di sekolah,

lalu sedang berjalan menuju parkiran, sangat jelas apa jawabannya kan?

Memang setelah kegiatan uji nyali kemarin, Elsa ingin mulai berteman

dengan Daffa. Tapi tidak disangka Daffa yang justru menegurnya duluan.

Daffa berjalan mendekat kemudian melambai-lambaikan tangannya di

depan wajah Elsa,”Kenapa ko?”

Elsa langsung mengalhkan pandangan untuk menutupi rasa

terkejutnya,”Maaf, blom pka terbiasa.”

“Terbiasa apa?”

Terbiasa dengan Daffa yang mengajaknya bicara duluan. Cowok ini seperti

sengaja keluar dari zona amannya hanya untuk melakukan interaksi dengan

Elsa. Kan jadi merasa bersalah,”Tidak jadi. Ke kelas mki sja yuk?”

Meski tau Daffa masih menunjukkan raut ingin tahu, tapi Elsa langsung

mengarahkan kakinya untuk berjalan menuju ke dalam bangunan sekolah.

Memang selama ini Daffa kurang banyak memiliki teman disekolah. Tapi
belum pernah bertemu dengan teman cewek yang tomboy, makanya aneh

bukan jika si cewek tomboy tiba-tiba menjadi temannya?

Hanya dengan jalan beriringan saja sudah membuat Elsa serba salah.

Kemarin Elsa juga merasakan hal yang sama, tapi kini semakin bertambah

karena ada beberapa orang yang memperhatikan dengan pandangan

bingung.

Jelaslah bingung, mereka kan memiliki siaft yang terlalu berbeda. Yang

satu tidak mudah dekat dengan perempuan, yang satu lagi justru mudah

dekat dan punya banyak teman laki-laki.

Elsa merasa aneh dengan situasi ini,”Btw, sama-sama ki piket ini hari to?”

“Iya, kebagian jam pulang sekolah ki to?”

Karena ingat dengan tugas piket kelas yang dilakukan hari ini, Elsa

menemukan topik obrolan yang tepat untuk memecah kesunyian di antara

mereka,”Iya, jangan memang ko bolos piket.”

“Heh? Kapannya saya pernah bolos?” Tanya Daffa dengan nada heran.

“Biasanya nya to kau ambil shift pagi, sapa tau bolos ko karena pas pulang

sekolah ini nu dapat.”


Daffa tersenyum geli mendengar tuduhan itu,”Ndak bakalan lah. Saya

yang minta tugas siang na, masa saya nanti yang lari.”

Elsa mengerutkan dahi dengan bingung. Padahal setahunya Daffa selalu

meminta tugas piket saat pagi hari dan menolak jika mendapat giliran

setelah jam pulang, “Tumben.”

“Hari ini adikku ada kerja kelompoknya, jadi tidak masalah ji kalau lama

lama ka disekolah.”

Jadi alasan Daffa meminta shift piket pagi karena ingin menjemput

adiknya setelah pulang sekolah ya? Elsa mengangguk mengerti,”Kalau tidak

salah perempuan adek mu to?”

Daffa mengangguk sekali untuk mengiyakan,”Sekarang dia kelas 2 SMP.”

Walau tidak dekat dengan Daffa, Elsa pernah mendengar dari teman-

teman sekelas mengenai sifat protektif Daffa pada sang adik. Karena terlalu

over, awalnya banyak yang salah paham dengan menyangka Daffa sudah

memiliki pacar, padahal yang sering Daffa hubungi adalah adik sendiri.

Memang sudah sewajarnya kakak laki-laki mudah khawatir dengan adik

perempuan akan tetapi karena Elsa juga memiliki adik perempuan, dia

tidak tahu Daffa masuk katergori berlebihan atau yang dilakukannya

merupakan hal wajar.


Saat menyadari sudah sampai kelas, Daffa berjalan ke arah bangkunya

yang berada di barisan paling depan tanpa menghiraukan Elsa lagi.

Sejujurnya Elsa tidak ingin mengambil tempat duduk yang paling jauh dari

papan tulis, tapi karena guru sering mengacak-acak pembagian tempat

duduk, Elsa hanya bisa menurut dan pasrah.

“Els, tadi sama ko Daffa berangkat?”

Elsa menatap ke arah Zany yang sedang berdiri di samping

mejanya,”Tidak, kebetulan ji ketemu di parkiran.”

Zany meletakkan sapu yang dipegangnya kemudian menunduk untuk

berbisik,”Tadi ku liat ko bicara berduaan di lorong, sejak kapan ko dekat

sama?”

Melihat gerak-gerik temannya, Elsa mengerti arti kata ‘dekat’ yang

dimaksud. Kedekatan yang dijalani perempuan dan laki-laki sebelum masa

pacaran. Tapi tentu saja hal ini tidak mungkin terjadi di antara Daffa dan

Elsa. Bahkan terasa sangat mustahil.

“Ndak usah mi lebay, Zan nu tau ji bisa ka dekat dengan siapa saja to?

Jadi ndak aneh mi kalau dekat ka dengan Daffa?”

Zany sangat tahu sifat Elsa, tapi berhubungan dengan yang tadi, yang

bersama dengan temannya ini adalah cowok yang tidak biasa, wajar Zany

merasa penasaran,”Daffa kan tidak mudah didekati. Pasti kalau bisa sama
dia spesial rasanya”

Spesial ya? Jika mengingat bagaimana sifat Daffa selama ini, Elsa

menyetujui pendapat Zany. Tapi apa tidak berlebihan sampai disalah

pahami menjalin hubungan istimewa segala? Memang dimana

mencurigankannya jika cewek tomboy berteman dengan cowok?

“Jadi sejak kapan kalian dekat?” Karena Elsa tidak memberi komentar,

Zany mengulang pertanyaan yang sama dengan eskpresi wajah ingin tahu.

“Sejak uji nyali kemarin?” merasa tidak yakin harus member tanggapan

seperti apa, Elsa justru menjawab dengan kalimat Tanya.

Meski Zany sudah tidak memperhatikannya, Elsa menatap kearah tempat

duduk Daffa yang berada di barisan paling depan.

Perasaan perempuan yang pernah mengobrol dengan Daffa bukan hanya

Elsa saja deh, tapi kenapa hanya dia yang ditanggapi dengan cara tidak

biasa?

Apa karena terlalu aneh cowok cuek berteman dengan cewek tomboy? Jika

dipikirkan, mereka memang sudah seperti sisi magnet yang berbeda. Tapi

kan di kelas juga ada pasangan yang lebih aneh lagi, memasangkan siswa

troublemaker dengan cewek alim.

Elsa menghela napas. Sudahlah, rasanya memusingkan memikirkan hal ini.


Selama tidak menimbulkan masalah, jangan terlalu dipikirkan pendapat

dan penilaian yang oran lain berikan.

BAB IV

“Hubungan”
Siapa pun tahu Daffa bukanlah tipe gentleman yang bisa menolong

perempuan dengan alasan remeh. Jika sudah terlihat kesulitan dan benar-

benar memerlukan bantuan, Daffa baru menawarkan diri untuk membantu

“Sini saya pa yang hapus ki itu papan tulis.”

Saat Daffa tiba-tiba merebut penghapus papan tulis dari tangannya, Elsa

menatap dengan bingung.

Memang Elsa sempat kesulitan menghapus papan tulis di bagian yang

paling tinggi, tapi dia masih bisa mengakalinya dengan menarik salah satu

kursi yang ada di dalam kelas untuk dijadikan pijakan.

Jadi saat mendapat bantuan dari seseorang yang tidak terduga, sangat

membuat Elsa keheranan. Bahkan karena terlalu bingung, Elsa sampai tidak

beranjak dari posisinya yang sedang berdiri di depan papan tulis.

“Kalau kesulitan ko, harus ko minta tolong Elsa, jangan mi gengsi.”

Dan saat mendengar Daffa kembali berbicara, rasa heran Elsa seketika

menghilang. Cowok ini pasti membahas mengenai uji nyali kemarin saat
Elsa memilih menarik kemeja disbanding harus minta tolong agar Daffa

memelankan langkahnya saat sedang berjalan.

Anda mungkin juga menyukai