Anda di halaman 1dari 24

PRESENTASI KASUS

KASUS BEDAH
TETANUS

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internship


sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internship di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Diajukan Kepada:
dr. Hendryk Kwandang, M. Kes (Pembimbing IGD)
dr. Benidiktus Setyo Untoro (Pembimbing Rawat Inap dan Rawat Jalan)

Disusun oleh:
dr. Kenya Leilani

RSUD KANJURUHAN KEPANJEN


KABUPATEN MALANG
2018

1|Tetanus
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
KASUS MEDIK
TETANUS

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal:

Oleh :
Dokter Pembimbing Instalasi Gawat Darurat

dr. Hendryk Kwandang, M. Kes

2|Tetanus
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
KASUS MEDIK
TETANUS

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal:

Oleh :
Dokter Pembimbing Rawat Inap dan Rawat Jalan

dr. Benidiktus Setyo Untoro

3|Tetanus
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa di surga atas bimbinganNya sehingga penulis
telah berhasil menyelesaikan portofolio laporan kasus yang berjudul “TETANUS”.
Dalam penyelesaian portofolio laporan kasus ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. dr. Hendryk Kwandang, M. Kes selaku dokter pembimbing instalasi
gawat darurat.
2. dr. Benidiktus Setyo Untoro selaku dokter pembimbing rawat inap
dan rawat jalan.
Portofolio laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan
kerendahan hati penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan
mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga laporan kasus ini
dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Kepanjen, Februari 2018

Penulis

4|Tetanus
DAFTAR ISI

Judul ………………………………………………………………………………….. i

Halaman Pengesahan ………………………………………………………………….ii

Halaman Pengesahan …………………………………………………………………iii

Kata Pengantar ………………………………………………………………………..iv

Daftar Isi ........................................................................................................................v

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………….1

BAB 2 LAPORAN KASUS

2.1 Identitas ……………………………………………………………………………2

2.2 Anamnesa………..…………………………………………………………………2

2.3 Pemeriksaan Fisik …..……………………………………………………………..3

2.4 Pemeriksaan Laboratorium ………………………………………………………..5

2.5 Resume ………………………………………………………………………........5

2.6 Diagnosis ……………………………………………………………………….....7

2.7 Rencana Terapi ……………………………………………………………………7

2.8 Rencana Edukasi ………………………………………………………….............8

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi ……………………………………………………………………….......9

3.2 Patofisiologi Kejang Demam……………………………………………………..9

3.3 Faktor Resiko …..…………………………………………..................................11

5|Tetanus
3.4 Klasifikasi Kejang Demam ………………………………………………............12

3.5 Diagnosa Kejang Demam………………………………..……………………….12

3.5.1 Anamnesa ……………………………………………………....................12

3.5.2 Pemeriksaan Fisik …………………………………..…………..................12

3.5.3 Pemeriksaan Penunjang…..………………………………..........................13

3.6 Penatalaksanaan dan Pencegahan Kejang Demam..………………………...……13

3.6.1 Pengobatan Profilaksis….………………..…………...................................14

3.6.2 Edukasi Pada Orang Tua……… ………………………….……………….15

3.6.3 Prognosis Kejang Demam…. ………………………….…………………..16

BAB 4 PEMBAHASAN …………………………………………………………......17

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………......18

6|Tetanus
BAB I

LAPORAN KASUS

1.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. P
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 43 tahun
Alamat : Tumpang
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Pekerja bangunan
Tanggal masuk : 27 Januari 2018
No. RM : 444***

1.2. Anamnesis
Anamnesis dilkukan secara alloanamnesis dengan istri pasien pada
tanggal 27 Januari 2018

Keluhan Utama
Kaku pada seluruh tubuh sejak ± 3 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan kaku pada seluruh tubuh sejak 3 hari
SMRS. Kaku awalnya dirasakan pada kedua tangan dan kaki sehingga
pasien sulit bergerak. 2 hari SMRS pasien juga mengeluh nyeri dan kaku
saat membuka mulut sehingga pasien sulit untuk makan dan minum. Kaku
yang dirasakan pasien berlangsung terus-menerus. Istri pasien mengatakan
bahwa perut pasien juga terasa keras sejak 2 hari SMRS. Pasien memiliki
riwayat luka tertusuk bambu 1 minggu yang lalu, dibawa ke puskesmas
untuk dijahit tetapi tidak diberikan suntik anti tetanus, 3 hari SMRS tangan
bengkak dan nyeri. Pasien merasa silau bila terkena cahaya. Demam (-),

7|Tetanus
mual(-), muntah (-), BAB & BAK (+), nyeri seluruh badan (+), sulit
menelan (+). Riwayat imunisasi tetanus tidak diketahui.

Riwayat Pengobatan
Pasien tidak pernah berobat untuk keluhan ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat kejang sebelumnya tidak ada. Riwayat penyakit kronik
seperti hipertensi, jantung, diabetes, TB, kanker, dan asma
disangkal pasien.
Operasi
Pasien belum pernah menjalani operasi sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak terdapat anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa
dengan pasien. Riwayat hipertensi, jantung, asma, kanker, dan diabetes
pada keluarga pasien disangkal.

1.3. Pemeriksaan Fisik


Tanda-tanda vital
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 86x/menit
Pernapasan : 24x/menit
Suhu : 36,5oC
GCS : E4M6V5

Pemeriksaan fisik
Kepala : Normocephali, trismus (+) 2 jari, rambut hitam, tidak
mudah dicabut

8|Tetanus
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil 3mm/3mm
isokor, RCL +/+, RCTL +/+
Leher : Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (+)
Telinga : Sekret -/-
Thorax
 Jantung
I : Ictus cordis tidak tampak
P : Ictus teraba pada IC 5 garis midclavicula sinistra
P : Batas jantung kanan IC 4 garis sternal dextra
Batas jantung kiri IC 5 garis midclavicula sinistra
A : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

 Paru-paru
I : Pergerakan dinding dada terlihat simetris kiri-kanan
P : Pergerakan dinding dada teraba simetris kiri-kanan
Vocal fremitus tidak dapat dinilai
P : Batas paru-hati IC 5 garis midclavicula dextra sonor-pekak
Batas paru-lambung IC 6 garis axillaris anterior sinistra sonor-
timpani
A : BND vesikuler, wheezing -/-, rales -/-

Abdomen
I : Perut tampak datar
A : BU (+)
P : Defans Muskular (+)
P : Nyeri tekan (+), nyeri ketok (+)

Ekstremitas : Status lokalis manus sinistra


Look : luka bekas jahitan, edema (+), hiperemis (-)
Feel : nyeri (+) panas (-)
Movement : terbatas karena nyeri

9|Tetanus
Pemeriksaan neurologis
 Motorik
Tonus

Normotonus Normotonus
Normotonus Normotonus

Pergerakan

Terbatas Terbatas
Terbatas Terbatas

Derajat kekuatan otot

3333 3333
3333 3333

 Refleks
Refleks fisiologis
Biceps : meningkat/meningkat
Triceps : meningkat/meningkat
KPR : meningkat/meningkat
APR : meningkat/meningkat

Refleks patologis
Babinski : -/-
Chaddock : -/-
Oppenheim : -/-
Gordon : -/-
Schaefer : -/-

1.4. Pemeriksaan Penunjang

10 | T e t a n u s
Laboratorium 27 Januari 2018

Hasil Satuan Nilai Rujukan


Hematologi Rutin
Hemoglobin 14,3 g/dL 13,0 – 16,0
Leukosit 15.500 /µL 5.000 – 10.000
Hematokrit 46 % 40 – 48
Trombosit 309.000 /µL 150.000 – 450.000
Kimia Klinik
Glukosa sewaktu 108 mg/dL 70 – 180
SGOT 65 U/L 0 – 45
SGPT 30 U/L 0 – 45
Ureum 40 mg/dL 19 – 44
Kreatinin 1 mg/dL 0,7 – 1,2

1.5. Resume
Pasien seorang laki-laki usia 43 tahun datang dengan keluhan kaku
pada seluruh tubuh sejak 3 hari SMRS. Kaku awalnya dirasakan pada
kedua tangan dan kaki sehingga pasien sulit bergerak dan 2 hari SMRS
pasien mengeluh nyeri dan kaku pada mulut sehingga pasien sulit untuk
makan dan minum. Kaku yang dirasakan pasien berlangsung terus-
menerus. Riwayat kejang (-). Opistotonus (+), photophobia (+), nyeri
seluruh badan (+), disfagia (+). Riwayat tertusuk bamboo 1 minggu yang
lalu, dijahit dipuskesmas tetapi tidak diberikan obat anti tetanus. Riwayat
imunisasi tetanus tidak diketahui.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan trismus (+) 2, kaku kuduk (+),
perut papan (+). Pemeriksaan fisik neurologis didapatkan tonus otot
normotonus, pergerakan terbatas, refleks fisiologis meningkat, dan derajat
kekuatan otot menurun.

1.6. Diagnosis
Tetanus generalisata derajat berat

1.7. Tatalaksana
Terapi Non-farmakologis

11 | T e t a n u s
 O2 4-6LPM
 NGT
 Foley Catheter

Terapi Farmakologis ( AP dr. SpB )


 IVFD: NS 20 tpm
 Inj Tetagam 1 x 3000 IU
 Inj Penicillin procaine 3 x 3 juta unit
 Inj Metronidazole 3 x 500mg
 Inj Diazepam 3 x 40mg
 Inj Keterolac 3 x 30mg
 Inj Ranitidine 2 x 50mg

1.8. Rencana Edukasi


a. Menjelaskan pasien tentang penyakitnya dan akibatnya terburuknya.
b. Menjelaskan pada pasien dan keluarga pentingnya pasien dirawat di ruang
Isolasi yang bertujuan mengisolasikan pasien untuk meminimalkan
stimulus yang dapat menyebabkan terjadinya kejang, selain itu bertujuan
untuk memantau tanda-tanda vital pasien secara intensif terutama
kemungkinan henti nafas akibat tetanus ataupun obat-obatan yang dapat
menyebabkan depresi pernafasan.
c. Menjelaskan tentang rencana-rencana pengobatan yang akan dilakukan.

1.9. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

12 | T e t a n u s
2.1. Definisi
Tetanus merupakan gangguan neurologis akut yang ditandai
dengan meningkatnya tonus otot dan spasme otot periodik yang
disebabkan oleh tetanospasmin, eksotoksin yang dihasilkan oleh
Clostridium tetani.1,2

2.2. Epidemiologi
Tetanus dapat ditemukan di seluruh dunia, namun angka kejadian
tetanus umumnya lebih tinggi di negara berkembang dan jarang terjadi di
negara-negara maju.1 Infeksi tetanus umumnya terjadi secara sporadic
atau secara outbrake dalam skala yang kecil, terutama pada individu
yang tidak memiliki imunitas yang adekuat terhadap tetanus.3 Pada
dewasa, laki-laki lebih sering terinfeksi tetanus dibandingkan dengan
wanita dengan perbandingan 2,5:1 dan umumnya terjadi pada jenjang
usia produktif.1,3

2.3. Etiologi
Infeksi tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani, suatu bakteri
berbentuk basil/batang, gram positif anaerob obligat yang menghasilkan
spora. Bakteri ini terdapat dimana-mana, dengan habitat utamanya di
tanah, terutama tanah yang terkontaminasi kotoran binatang ataupun
manusia. Bakteri ini juga sering terdapat di logam yang berkarat. Spora
yang dihasilkan bakteri dapat bertahan bertahun-tahun dalam lingkungan
tertentu, tahan terhadap sinar matahari dan resisten terhadap desinfektan
ataupun pendidihan selama 20 menit. Spora ini dapat dihancurkan secara
total melalui autoklav pada tekanan 1 atmosfir selama 15 menit pada
suhu 120oC. 1,4
Clostridium tetani menghasilkan efek-efek klinis pada pasien
melalui eksotosin yang kuat bernama tetanospasmin. Tetanospasmin
merupakan toksin rantai tunggal dihasilkan dalam sel-sel yang terinfeksi
oleh plasmin tetanus, kemudian toksin ini akan dilepaskan melalui

13 | T e t a n u s
proses autolisis sel. Toksin yang dilepaskan kemudian terbelah menjadi
rantai berat yang akan berikatan dengan reseptor sel saraf dan rantai
ringan yang akan menghambat pelepasan neurotransmitter dan pada
akhirnya akan menimbulkan gejala klinis tetanus.

2.4. Patofisiolog
Kontaminasi luka oleh spora C. tetani merupakan awal terjadinya
tetanus. Pada umumnya tidak terjadi proses inflamasi pada luka ataupun
port d’entrée, terkecuali apabila terdapat infeksi luka oleh
mikroorganisme lain.

Tetanus terjadi saat spora clostridium tetani masuk ke jaringan


manusia melalui luka. Keadaan luka yang tidak bersih, terutama pada
kondisi luka yang nekrotik dan terinfeksi merupakan lokasi anaerob yang
ideal bagi C. tetani untuk berinokulasi. Setelah terjadi inokulasi spora, C.
tetani bertransformasi menjadi fase vegetatif berbentuk bakteri batang dan
memproduksi dua jenis toksin yaitu tetanospasmin dan tetanolisin.

Tetanolisin diproduksi pada fase perkembangan awal bakteri.


Tetanolisin bekerja secara lokal dalam merusak jaringan yang masih
hidup yang mengelilingi sumber infeksi dan mengoptimalkan kondisi
yang memungkinkan perkembangan bakteri. Secara sistemik, tetanolisin
dipercaya menyebabkan hemolysis, namun teori ini masih butuh diteliti
lebih lanjut.

Tetanospasmin merupakan toksin rantai tunggal dihasilkan dalam


sel-sel yang terinfeksi oleh plasmin tetanus, kemudian toksin ini akan
dilepaskan melalui proses autolisis sel. Toksin yang dilepaskan kemudian
terbelah menjadi rantai berat yang akan berikatan dengan reseptor sel
saraf dan rantai ringan yang akan menghambat pelepasan neurotransmitter
pada celah presinaptik.

Toksin kemudian akan menyebar dan ditransportasikan dalam


axon secara retrograde ke dalam badan sel di medulla spinalis dan batang

14 | T e t a n u s
otak. Setelah mencapai medulla spinalis dan batang otak, toksin akan
berikatan secara kuat serta ireversibel pada reseptor saraf.

2.5. Manifestasi Klinis


Tetanus umumnya terjadi setelah terjadinya suatu trauma atau
perlukaan. Luka trauma yang tidak bersih akibat kontaminasi luka
dengan tanah, kotoran, binatang atau logam berkarat dapat menyebabkan
tetanus. Tetanus juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari luka bakar,
ulkus gangrene, luka gigitan ular, infeksi telinga tengah, aborsi aseptic,
persalinan, injeksi intramuscular dan pembedahan. Berbagai penyebab
diatas memiliki persamaan yaitu kondisi luka dimana terdapat jaringan
yang tidak sehat dengan oksigenasi rendah yang merupakan lokasi ideal
untuk pertumbuhan bakteri C. tetani.4,5

Massa inkubasi tetanus bervariasi, dapat sesingkat 1 hari atau dapat


selama 1 bulan sampai beberapa bulan, dengan kebanyakan kasus 1-2
minggu.6,7Letak inokulasi di dalam tubuh juga menentukan waktu yang
diperlukan dalam inkubasi bakteri. Semakin jauh jarak antara lokasi
inokulasi dan sistem saraf pusat (tangan dan kaki) akan menghasilkan
waktu inkubasi yang lebih lama, sedangkan pada jarak yang dekat
(kepala dan leher) akan menghasilkan waktu inkubasi yang lebih
singkat.7 Inkubasi yang lebih singkat juga berhubungan dengan tingkat
keparahan yang lebih berat. Pada minggu pertama umumnya ditandai
dengan rigiditas dan spsme otot yang bertambah parah, kemudian
dilanjutkan dengan gangguan autonomic yang dimulai beberapa hari
sejak spasme dan bertahan sampai 1-2 minggu. Spasme akan berkurang
dalam waktu 2-3 minggu namun rigiditas akan bertahan lebih lama.

Terdapat beberapa jenis gejala klinis tetanus, umumnya dibagi


menjadi tetanus generalisata, tetanus neonatorum, tetanus sefalik dan
tetanus lokal.

15 | T e t a n u s
Tetanus Lokal

Tetanus lokal merupakan bentuk tetanus yang jarang terjadi dan


memiliki manifestasi klinis berupa kontraksi otot tonik dan spastik pada
otot-otot di sekitar luka yang disebabkan oleh toksin.6 Gejala yang
muncul dapat bersifat ringan hingga berat dan dapat bertahan sampai
berbulan-bulan. Tetanus lokal dapat menghasilkan komplikasi tetanus
generalisata.1

Tetanus Sefalik

Tetanus Sefalik juga merupakan bentuk tetanus lokal yang jarang


ditemukan dan umumnya terjadi setelah trauma kepala atau infeksi
telinga.1,6 Inkubasi yang diperlukan sekita 1-2 hari dan umumnya
dijumpai trismus, disfagia dan disfungsi dari saraf kranialis terutama
saraf kranialis 7, namun tidak menutup kemungkinan munculnya
gangguan saraf kranialis VI, II, IV, dan XII. 6,8 Seperti umumnya tetanus
lokal yang lain, tetanus sefalik dapat berevolusi menjadi tetanus
generalisata.

Tetanus Neonatorum

Tetanus neonatorum umumnya terjadi dalam bentuk generalisata


dan memilik prognosis yang buruk serta fatal apabila tidak diberikan
terapi.1 Tetanus neonatorum kebanyakan disebabkan oleh proses
persalinan dan pemotongan tali pusar yang septik, terutama pada anak-
anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak memiliki imunitas yang cukup
terhadap tetanus. Gejala klinis muncul 2 pada 2 minggu pertama, gejala
yang muncul antara lain rigiditas, spasme otot, trismus dan sulit menelan
asi.6Angka kematian yang diakibatkan mencapai 90% dari seluruh kasus
tetanus neonatorum dan kemungkinan komplikasi retardasi mental pada
yang bertahan hidup.1,3,8

Tetanus Generalisata

Tetanus generalisata merupakan bentuk tersering dan terparah dari


penyakit tetanus. Terdapat trias klinis berupa spasme otot, rigiditas dan

16 | T e t a n u s
apabila berat dapat menimbulkan disfungsi otonomik. Gejala awal yang
sering muncul yaitu kaku kuduk, nyeri tengorokan, dan kesulitan
membuka mulut. Spasme pada otot masseter menyebabkan lock jaw,
kemudian spasme secara progresif menyebar ke otot-otot wajah dan
menyebabkan ekspresi khas “risus sardonicus”, setelahnya gejala
menyebar ke otot-otot menelan dan menyebabkan keluhan disfagia.
Rigiditas otot leher menyebabkan retraksi kepala dan kaku kuduk.
Rigiditas otot-otot tubuh menyebabkan opistotonus dan gangguan
respirasi akibat menurunnya kelenturan otot pernafasan.1

Kontraksi tonik pada otot-otot rangka yang diikuti oleh spasme


otot merupakan gejala yang dapat ditemui pada tetanus generalisata dan
umumnya terjadi pada pasien dalam keadaan sadar yang akan
menghasilkan sakit yang luar biasa pada pasien. Kontraksi dapat muncul
secara spontan ataupun dipicu oleh stimulus berupa suara, cahaya dan
emosi. Komplikasi spasme otot yang berkepanjangan dapat
menyebabkan fraktur atau ruptur tendon dan spasme pada otot
pernafasan dapat menyebabkan gagal nafas yang berakibat fatal.6

Gejala gangguan otonom yang muncul pada fase awal tetanus


generalisata yaitu, iritabilitas, kelelahan, berkeringat, dan takikardi. Pada
fase lanjut akan menunjukan tanda-tanda berkeringat seluruh badan,
gangguan irama jantung, hipertensi atau hipotensi dan demam.6,8

Klasifikasi derajat keparahan tetanus menurut Ablett:

1. Derajat I (ringan)

Trismus ringan sampai sedang, spastisitas generalisata,


tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau
tanpa disfagia

2. Derajat II (sedang)

Trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme


singkat ringan sampai sedang, gangguan pernafasan sedang
dengan frekuensi pernafasan lebih dari 30, disfagia ringan.

17 | T e t a n u s
3. Derajat III (berat)

Trismus berat, spastisitas generalisata, spasme refleks


berkepanjangan, frekuensi pernafasan lebih dari 40,
serangan apnea, disfagia berat dan takikardia lebih dari
120.

4. Derajat IV (sangat berat)

Derajat tiga dengan gangguan otonomik berat melibatkan


sistem kardiovaskuler. Hipertensi beray dan takikardi
terjadi berselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah
satunya dapat menetap.

2.6. Diagnosis
Diagnosis tetanus dapat ditegakan secara mutlak didasarkan pada
gejala klinis yang ditemukan.5,6 Diagnosis tetanus harus dipastikan secara
pasti terutama pada kasus dimana riwayat imunisasi tetanus pada tidak
jelas atau tidak diketahui secara pasti.5,6 Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah, kultur sekret luka dan
pemeriksaan cairan cerebro-spinal. Pada pemeriksaan darah mungkin
didapatkan hasil leukosit meningkat. Kultur sekret luka sering kali
didapatkan negatif, namun pada hasil positif tetanus juga tidak dapat
menggambarkan secara pasti apakah bakteri tersebut menghasilkan
toksin.1

2.7. Tatalaksana
Penanganan kasus tetanus idealnya dilakukan pada fasilitas yang
memiliki fasilitas perawatan intensif yang bertujuan mengisolasikan
pasien untuk meminimalkan stimulus yang dapat menyebabkan
terjadinya kejang, selain itu bertujuan untuk memantau tanda-tanda vital
pasien secara intensif terutama kemungkinan henti nafas akibat tetanus
ataupun obat-obatan yang dapat menyebabkan depresi pernafasan.

18 | T e t a n u s
Secara umum penalatalaksanaan tetanus dapat dibagi berdasarkan
tujuan pengobatan menjadi:

a. Managemen jalan nafas

Intubasi atau trakeostomi dengan atau tanpa ventilasi mekanik


mungkin saja dibutuhkan pada hipoventilasi yang berkaitan dengan
sedasi berlebihan atau laringospasme atau untuk menghindari
aspirasi oleh pasien dengan trismus, gangguan menelan.

b. Menghentikan produksi toksin

i. Penanganan luka

Semua pasien dengan tetanus sebaiknya diberikan penanganan


debridemen dan pembersihan luka yang bertujuan untuk
mengeradikasi spora serta jaringan nekrosis yang dapat menjadi
perkembangan bakteri dan produksi toksin.
ii. Terapi antibiotika selama 7-10 hari 1,5,6

• Penicililin G IV 10-12 juta IU per hari, atau

• metronidazole IV 500mg per 6 jam

c. Netralisasi toksin yang beredar bebas3

Netralisasi toksin dilakukan hanya pada toksin yang belum


berikatan. Pada toksin yang telah berikatan dengan ujung reseptor
saraf tidak dapat dinetralisasi sampai regenerasi reseptor saraf baru.

i. ATS 3000-6000 unit IM dosis profilaksis, 20.000 – 40.000 unit


dosis pengobatan tetanus
ii. HTIG 500-1000 unit IM dosis profilkasis, 3000-6000 unit dosis
pengobatan tetanus.

d. Pengendalian spasme otot3


Jenis Obat Dosis Anak – anak Dosis Orang
Dewasa
Fenobarbital Mula – mula 60 – 100 mg 3 x 100 mg IM

19 | T e t a n u s
IM, kemudian 6 x 30 mg per
oral. Maksimum 200
(Luminal)
mg/hari
Klorpromazin 4 – 6 mg/kg BB/hari, mula – 3 x 25 mg IM
mula IM, kemudian per oral
(Largactil)
Diazepam Mula – mula 0,5 – 1 mg/kg BB 3 x 10 mg IM
IM, kemudian per oral 1,5 – 4
(Valium)
mg/kg BB/hari, dibagi dalam 6
dosis
Klorhidrat - 3 x 500 – 100 mg
per rectal

e. Profilaksis dan imunisasi aktif 2


DATA VAKSINASI LUKA BERSIH LUKA KOTOR
Tetanus Tetanus Tetanus Tetanus

Toksoid Antitoksin Toksoid Atoksin


Ya Tidak Ya Ya
Tidak pernah
mendapat vaksinasi
atau tidak diketahui
Satu kali mendapat Ya Tidak Ya Ya
vaksinasi tetanus
Dua kali mendapat Ya Tidak Ya Ya
vaksinasi tetanus
Tiga kali mendapat Tidak/Ya Tidak Tidak/Ya Tidak/Ya
vaksinasi tetanus

2.8. Diagnosa Banding


Infeksi: meningoensefalitis, polio, rabies, lesi orofaring, peritonitis.

Gangguan metabolik: tetani, , reaksi fenotiasin.

Penyakit sistem saraf pusat: status epileptikus, perdarahan atau tumor.

20 | T e t a n u s
2.9. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul adalah: pneumonia, terutama
karena aspirasi; asfiksi, terutama pada saat kejang; fraktur vertebra,
akibat kejang.

BAB 4

21 | T e t a n u s
PEMBAHASAN

Penegakan kasus diatas berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


juga scoring tetanus yang dihitung berdasarkan gejala klinis pasien. Dari
anamnesis kita mengetahui bahwa pasien datang dengan keluhan kaku pada
seluruh tubuh sejak 3 hari SMRS. Kaku awalnya dirasakan pada kedua tangan
dan kaki sehingga pasien sulit bergerak. 2 hari SMRS pasien juga mengeluh nyeri
dan kaku saat membuka mulut sehingga pasien sulit untuk makan dan minum, itu
jelas terdapat trismus. Istri pasien mengatakan bahwa perut pasien juga terasa
keras sejak 2 hari SMRS. Selain itu hal yang tidak kalah penting adalah pasien
memiliki riwayat luka tertusuk bambu 1 minggu yang lalu, dibawa ke puskesmas
untuk dijahit tetapi tidak diberikan suntik anti tetanus, 3 hari SMRS tangan
bengkak dan nyeri. Itu memperkuat dugaan kita bahwa karena tertusuk bambu
itulah sebagai port d entrée kuman tetanus masuk dalam tubuh pasien. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan trismus 2 jari, kaku kuduk, perut papan serta
pergerakan motoric yang terbatas dan kekuatan otot yang menurun. Selain itu kita
menemukan jumlah leukosit yang meningkat pada pemeriksaan darah pasien.

Dari penatalaksaan sudah tepat untuk langkah ABC awal yaitu memasang
oksigenasi untuk pasien, karena spasme otot sudah semakin luas, perlu dipasang
NGT dan cateter agar obat dan nutrisi dapat tetap diterima pasien, dan cateter
untuk menilai keseimbangan cairan ditubuh pasien. Untuk medikamentosa sendiri
pada pasien ini diberikan antibiotic kombinasi yaitu PPC sebanyak 3 x 3juta unit
dan metronidazole 3 x 500mg untuk mencegah infeksi sekunder yang terjadi pada
pasien. Selain itu diharapkan agar pasien dapat dirawat di ruangan isolasi untuk
mencegah kejang dari stimulus – stimulus seperti suara, angina dan cahaya.
Perlunya edukasi yang lengkap kepada keluarga pasien mengenai penyakit dan
akibat terburuk dari penyakit pasien, selain itu juga untuk memberikan informasi
agar selanjutnya tidak ada dari keluarga pasien yang akan terkenan kasus yang
sama dikemudia harinya.

22 | T e t a n u s
Dari scoring tersebut didapatkan hasil:

Masa inkubasi  7 hari  3

Lokasi Infeksi  ekstremitas distal  2

Imunisasi  tidak diketahui  10

Factor yang memberatkan  0

TOTAL SCORE 15 ( DERAJAT SEDANG )

23 | T e t a n u s
DAFTAR PUSTAKA

1. Ismanoe G. Tetanus. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, AlwiI, Simadibrata


M, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2006.
2. Ritarwan, Kiking. Tetanus. Medan: SMF Ilmu Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2004.
3. Maliawan, Sri. Tetanus dan Penanganannya. Denpasar: SMF Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2010.
4. Brooks, Geo., Butel, Janet, Morse, Stephen. Jawetz Melnick & Adelberg’s
Medical Microbiology. 26th edition. New York: McGrawhill;2008.
5. Fauci, Anthony S., et al., editors, Harrison’s: Principles of Internal
Medicine. 17th edition. New York: McGraw-Hill;2008.
6. Sexton, Daniel J., Tetanus. Diakses dari www.uptodate.com

7. Sporer, Karl A.. Tetanus in: Poisoning & Drug Overdose, 6 th edition. New
York:McGraw-Hill;2011.
8. Adams. R.D, et al. Principles of Neurology. 9th edition. New York:
Mcgrawhill;2009.

24 | T e t a n u s

Anda mungkin juga menyukai