Akhir kata semoga penyusunan laporan pendahuluan ini dapat diterima dengan baik
dan membutuhkan masukan dari Bapak/Ibu sebagai pengambil kebijakan.
Terima Kasih
Jakarta, 2019
ix
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Terminal merupakan pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk
mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan penumpang
dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan. Fungsi terminal itu sendiri
untuk menunjang kelancaran perpindahan penumpang dan/atau barang serta
keterpaduan intramoda dan antarmoda. Khusus untuk terminal penumpang,
berfungsi untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan
menurunkan penumpang, serta perpindahan moda angkutan yang terpadu dan
pengawasan terhadap angkutan.
Berdasarkan kondisi eksisting terminal tipe A yang saat ini berjumlah 143, banyak
mengalami kendala dan permasalahan di beberapa daerah. Permasalahan yang
banyak terjadi pada terminal A adalah pengembangan terminal tipe A yang tidak
dimanfaatkan secara optimal oleh daerah. Hal ini dikarenakan beberapa faktor
seperti lokasi dan letak terminal yang terlalu jauh atau permasalahan politik. Oleh
karena itu, rencana pengembangan terminal tipe A membutuhkan evaluasi. Untuk
itu kegiatan ini perlu dilakukan guna memberikan konsep kebijakan pengembangan
terminal tipe A di masa yang akan datang
1.3DASAR HUKUM
Dasar hukum pelaksanaan kegiatan Reviu DED Lanjutan Pembangunan Terminal
Jatijajar untuk Pembangunan TOD adalah sebagai berikut :
1.4PENERIMA MANFAAT
Penerima manfaat antara lain Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek, Dinas
Perhubungan Pemerintah Daerah Jabodetabek, Direktorat Jenderal Perhubungan
Darat, dan pengguna jalan pada umumnya.
1.5WAKTU PELAKSANAAN
Kegiatan Reviu DED Lanjutan Pembangunan Terminal Jatijajar akan dilaksanakan
sesuai jadwal yang telah ditentukan oleh Satuan Kerja pada tahun anggaran 2019.
Waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan Reviu DED Terminal
Jatijajar rata-rata selama 180 (seratus delapan puluh) hari kalender
1-4
1.6LOKASI PELAKSANAAN
Kegiatan penyusunan Reviu DED Lanjutan Pembangunan Terminal Jatijajar akan
dilaksanakan di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan
Bekasi).
1-5
BAB 2
TINJAUAN KEBIJAKAN
2.1TINJAUAN PERATURAN
2.1.1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung
pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan
kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai
bagian dari sistem transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya
untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu
lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan
pengembangan wilayah.
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu
Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta
pengelolaannya. Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh Pemerintah
dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi masing-masing 2-1
meliputi:
a. urusan pemerintahan di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung
jawab di bidang Jalan
b. urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c. urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang
industri;
d. urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang
pengembangan teknologi; dan
e. urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor
dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa
Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Sasaran dalam mewujudkan visi dan misi yang menjadi landasan kerja bersama
entara pemerintah pusat, pemerinteh provinsi, dan pemerintah kota/kabupaten
dalam penyelenggaraan transportasi di kawasan Jabodetabek, adalah sebagai
berikut:
a. Pergerakan orang dengan menggunakan angkutan umum perkotaan harus
mencapai 60% (enam puluh persen) dari total pergerakan orang;
b. Waktu pedafanan orang rata-rata di dalem kendaraan angkutan umum perkotaan
adalah I (satu) jam 30 (tiga puluh) menit pada jam puncak dari tempat asal ke
tujuan
c. Kecepatan rata-rata kendaraan angkutan umum perkotaan pada jam puncak di
seluruh jaringan jalan minimal 30 (tiga puluh) kilometer/jam
d. Cakupan pelayanan angkutan umum perkotaan mencapai 80% (delapan puluh
persen) dari Panjang jalan;
e. Akses jalan kaki ke anglutan umurn maksimal 500 m (lima ratus meter);
f. Setiap daerah harus mempunyai jaringan layanan lokal iaringan pengumpan
(feder) yang diintegrasikan dengan jaringan utama (trunk), melalui satu simpul
transportasi perkotaan;
g. Simpul transportasi perkotaan harus memiliki fasilitas pejalan kaki dan fasilitas
parkir pindah moda (park and ride), dengan jarak perpindahan antar moda tidak
lebih dari 500 m (lima ratus meter); dan
h. Perpindahan moda dalam satu kali perjalanan maksimal 3 (tiga) kali.
Dalam peraturan menteri ini terdapat ruang lingkup pengaturan terkait terminal,
yaitu sebgai berikut :
a. Penetapan lokasi terminal;
b. Tipe dan kelas terminal;
c. Pembangunan terminal;
d. Fasilitas terminal penumpang; 2-4
Dalam peraturan menteri ini dijelaskan beberapa aspek yang harus diperhatikan
dalam penempatan lokasi terminal yaitu:
a. Tingkat aksesibilitas;
b. Kesesuaian dengan rencana tata ruang terkait kawasan dan wilayah;
c. Kesesuaian dengan kebijakan terkait jaringan dan sistem transportasi khususnya
jalan dan trayek;
d. Kesesuaian dengan rencana pusat-pusat kegiatan daerah;
e. Kesesuaian dan keseimbangan dengan kegiatan lain;
f. Permintaan akan moda transportasi;
g. Keamanan dan keselamatan; dan
h. Kelestarian lingkungan.
Fasilitas terminal terbagi menjadi fasilitas utama dan penunjang. Penentuan luasan,
desain, dan jumlah fasilitas ini mempertimbangkan kebutuhan pelayanan angkutan
orang, karakteristik pelayanan, pengaturan waktu tunggu kendaraan, pengaturan
pola parkir, dan dimensi kendaraan. Fasilitas penunjang dalam terminal dapat
berupa fasilitas untuk penyandang cacat atau ibu hamil, fasilitas keamanan dan
keselamatan, kesehatan, peribadatan, dan lainnya. Adapun fasilitas utama dalam
terminal meliputi:
• Jalur keberangkatan kendaraan;
• Jalur kedatangan kendaraan;
• Ruang tunggu penumpang, pengantar, dan penjemput;
• Tempat parkir kendaraan ;
• Perlengkapan jalan;
• Fasilitas waste management;
• Fasilitas penggunaan teknologi;
• Media informasi;
• Pusat informasi; 2-6
• Penangangan pengemudi;
• Pelayanan pengguna terminal dari perusahaan bus;
• Jalur kedatangan penumpang;
• Ruang tunggu keberangkatan;
• Ruang pembelian tiket;
• Ruang pembelian tiket untuk bersama;
• Outlet pembelian tiket online;
• Papan perambuan dalam terminal;
• Papan pengumuman;
• Layanan bagasi;
• Ruang penitipan barang;
• Tempat berkumpul darurat;
• Jalur evakuasi bencana dalam terminal; dan
• Fasilitas pengawasan keselamatan.
Selain itu juga dutetapkan beberapa dokumen persyaratan penetapan lokasi, tipe
dan kelas terminal yaitu sebagai berikut:
Selanjutnya adalah pengaturan fasilitas terminal yang terbagi menjadi dua yaitu
fasilitas utama dan fasilitas pendukung. Dimana fasilitas utama terdiri dari:
a. Jalur keberangkatan kendaraan;
b. Jalur kedatangan kendaraan;
c. Ruang tunggu penumpang, pengantar, dan/atau penjemput;
2-7
d. Tempat parkir kendaraan;
e. Fasilitas pengelolaan lingkungan hidup;
f. Perlengkapan jalan;
g. Fasilitas penggunaan terknologi;
h. Media infromasi;
i. Penanganan pengemudi;
j. Pelayanan pengguna terminal dari perusahaan Bus;
k. Fasilitas pengawasan keselatamatan;
l. Jalur kedatangan penumpang;
m. Ruang tunggu keberangkatan;
n. Ruang pembelian tiket;
o. Ruang pembelian tiket untuk Bersama;
p. Outlet pembelian tiket secara online;
q. Pusat informasi;
r. Papan perambuan dalam terminal;
s. Papan pengumuman;
t. Layanan bagasi;
u. Ruang penitipan;
v. Termpat berkumpul darurat; dan
w. Jalur evakuasi bencana dalam terminal.
Dalam hal ini fasilitas umum seperti, toilet, park and ride, ATM, ruang anak-anak
dan lain-lain yang disesuaikan dengan kebutuhan dan ketersediaan lahan. Selain
fasilitas yang harus ada di dalam terminal, terminal terbagi menjadi empat zona
yaitu:
a. Zona penumpang sudah bertiket / zona I, merupakan ruang khusus penumpang
bertiket yang siap memasuki kendaraan.
Zona penumpang sudah bertiket atau zona I meliputi:
• ruang tunggu, dapat berupa ruang tunggu eksekutif (lounge) dan/atau ruang
tunggu non eksekutif (non lounge); dan
• ruang dalam yang ada di terminal setelah calon penumpang melewati tempat
pemeriksaan tiket (boarding).
b. Zona penumpang belum bertiket / zona II, merupakan ruangan bagi calon
penumpang, pengantar, dan orang umum.
Zona penumpang belum bertiket atau zona II meliputi:
• single outlet ticketing online;
• ruang fasilitas kesehatan;
• ruang komersil (fasilitas perdagangan dan pertokoan);
• fasilitas keamanan (checking point/metal detector/CCTV);
• tempat transit penumpang (hall);
• ruang anak – anak;
• jalur kedatangan penumpang;
• ruang tunggu;
• ruang pembelian tiket untuk bersama;
• pelayanan pengguna terminal dari perusahaan bus (customer service);
2-9
• pusat informasi (Information Center);
• fasilitas penyandang cacat/lansia;
• toilet;
• ruang ibu hamil atau menyusui;
• ruang ibadah;
• fasilitas kesehatan;
• papan perambuan dalam terminal (Signage);
• layanan bagasi (Lost and Found);
• fasilitas pengelolaan lingkungan hidup (waste management);
• fasilitas telekomunikasi dan area dengan jaringan internet;
• ruang penitipan barang (lockers);
• tempat parkir;
• halaman terminal;
• area merokok; dan/atau
• fasilitas kebersihan.
Angkutan Massal Berbasis Jalan adalah suatu sistem angkutan umum yang
menggunakan mobil bus dengan lajur khusus yang terproteksi sehingga
memungkinkan peningkatan kapasitas angkut yang bersifat massal yang
dioperasikan di Kawasan Perkotaan. Kawasan perkotaan yang dimaksud adalah
wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Penyelenggaraan Angkutan Massal Berbasis Jalan dilakukan di Kawasan Perkotaan
meliputi Kawasan Megapolitan, Kawasan Metropolitan, dan Kawasan Perkotaan 2-10
Besar. Penyelenggaraan Angkutan Massal Berbasis Jalan harus didukung dengan:
Keselamatan Standar minimal yang harus dipenuhi untuk terhindarnya dari risiko
(Pasal 5) kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia, sarana
dan prasarana, terdiri atas:
- kursi prioritas;
- ruang khusus untuk kursi roda; dan
- kemiringan lantai dan tekstur khusus.
Setiap Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek wajib singgah di terminal yang
sudah ditentukan, kecuali ditetapkan lain dalam izin trayek. Dalam setiap
penyelenggaraan terminal wajib menyediakan fasilitas terminal yang memenuhi
persyaratan keselamatan dan keamanan yang meliputi fasilitas utama dan
penunjang.
b. Pengembangan Lingkungan
1) Struktur ruang kawasan TOD
Terbagi menjadi area publik, pusat area komersial, area perumahan, area
sekunder (area terluar).
2) Kriteria teknis perancangan dan pemanfaatan ruang kawasan TOD
Tipologi kawasan TOD terdiri atas TOD Kota, TOD Sub Kota, dan TOD
Lingkungan. Masing-masing tipologi memiliki kriteria teknis perancangan dan
pemanfaatan ruang yang mempertimbangkan lokasi transit, jaringan transit primer,
transit sekunder dan feeder serta fasilitas penunjangnya.
2-16
Tabel 2.5 Kriteria Teknis Perancangan dan Pemanfaatan Ruang Kawasan TOD
Tipologi Kawasan TOD Kota - Pusat TOD Sub Kota - Sub Pusat Pelayanan TOD Lingkungan - Pusat Pelayanan
TOD Pelayanan Kota Kota Lingkungan
Bentuk / Delineasi • Kawasan dalam radius 400 m - 800 m dibatasi oleh batasan fisik (misalnya jalan, sungai dll) yang menunjukkan
Kawasan satu kesatuan karakteristik
• Dalam kondisi tertentu, karena karakteristik lingkungan simpul transit, dapat berupa koridor
Lokasi Pusat pelayanan kota dalam Subpusat pelayanan kota dalam wilayah Pusat pelayanan lingkungan dalam
wilayah kota dengan fungsi daerah kota dengan fungsi pelayanan wilayah daerah kota dengan fungsi
pelayanan berskala regional. berskala kota atau bagian kota. pelayanan berskala lingkungan.
Karakter Pusat perekonomian fungsi Pusat ekonomi khususnya untuk fungsi pusat aktivitas ekonomi lokal dan
pengembangan primer dan budaya regional sekunder dan budaya regional komunitas lokal
Dominan hunian dengan akses baik ke
regional atau subregional
Campuran dan Keragaman Pemanfaatan Ruang
Minimal aktivitas 18 jam 16 jam 14 jam
yang signifikan di
kawasan
% perumahan : % non 20% - 60% : 40% - 80% 30% - 60% : 40% -70% 60% - 80% : 20% - 40%
perumahan (hunian yang dikembangkan (hunian yang dikembangkan adalah (hunian yang dikembangkan adalah
adalah hunian berimbang) hunian berimbang) hunian berimbang
Jenis kegiatan Minimal 5 jenis:Campuran Minimal 4 jenis: Campuran, perumahan, Minimal 2 jenis : Utamanya perumahan
pemanfaatan ruang perumahan, komersial, komersial, perkantoran, budaya baik dengan fasilitas penunjang baik untuk
perkantoran, budaya atau dalam satu bangunan atau bangunan penghuni maupun masyarakt yang
pusat hiburan, dan fasilitas tersendiri dalam kawasan TOD menggunakan moda transportasi umum
publik lainnya baik dalam
satu bangunan atau bangunan
tersendiri dalam kawasan
TOD
karakteristik komersial Regional Regional Komunitas, lokal
17
Tipologi Kawasan TOD Kota - Pusat TOD Sub Kota - Sub Pusat Pelayanan TOD Lingkungan - Pusat Pelayanan
TOD Pelayanan Kota Kota Lingkungan
Tipe hunian Bangunan tinggi (high-rise), Ketinggian sedang (mid-rise), ketinggian Ketinggian sedang (mid-rise), ketinggian
apartemen dengan ketinggian rendah (low-rise), sedikit bangunan rendah (low-rise), townhouse
sedang (midrise apartments) tinggi (high-rise) townhouse
dan kondominium
Target unit hunian 8000 - 30000 5000 - 15000 2500 - 10.000
Target jumlah pekerja 40000 - 150000 5000 - 30000 -
Kepadatan
Populasi >750 jiwa / ha 450 - 1500 jiwa / ha 350-1000 jiwa / ha
Pekerja >200 / ha 40 - 200 / ha 12-40 / ha
Intensitas Pemanfaatan Ruang
KLB >5.0 (KLB tidak melampaui 3.0 - 5.0 2.0 -3.0
daya dukung lingkungan)
Pola Kepadatan Tinggi Sedang - Tinggi Sedang
Minimum kepadatan Kepadatan hunian 20 - 75 Kepadatan hunian 12 - 38 unit / 1000 m2 Kepadatan hunian 15 - 20 unit / 1000 m2
hunian unit / 1000 m2
Jumlah lantai >11 - 40 atau lebih >3 - 15 >3-8
Maks Tutupan tanah 80% 70% 70%
(land coverage), KDB (RTH privat minimal 10%) (RTH Privat minimal 10%) (RTH Privat minimal 10%)
bisa lebih kecil
Minimal ' Street 90% 80% 70%
Frontage'
Ruang terbuka
Tipologi Ruang Ruang terbuka regional taman skala komunitas (Community taman skala komunitas (Community
Terbuka Minimal (Regional Open Space), Scaled Park), taman lingkungan (small Scaled Park), taman lingkungan (small
taman skala komunitas park) sesuai standar pelayanan. Area park) sesuai standar pelayanan dan
(Community Scaled Park) terbuka 10% - 15% di luar RTH publik plaaza. Area terbuka 10% - 15 % di luar
sesuai standar pelayanan 20% kawasan pengembangan RTH Publik 20% kawasan
Area terbuka 10% - 15% di pengembangan
18
Tipologi Kawasan TOD Kota - Pusat TOD Sub Kota - Sub Pusat Pelayanan TOD Lingkungan - Pusat Pelayanan
TOD Pelayanan Kota Kota Lingkungan
luar RTH Publik 20%
kawasan pengembangan
Parkir (dibatasai jumlahnya)
Maksimum Parkir 1 parkir / unit 1.5 parkir / unit 2 parkir / unit
Hunian
Maksimum Parkir 1 parkir / 100 m2 2 parkir / 100 m2 3 parkir / 100 m2
Retail / Kantor
Maksimum Parkir (Lt. 10% Luas Kaveling 15% Luas Kaveling 20 % Luas Kaveling
dasar)
Pola Parkir Shared (parkir bersama) Shared (parkir bersama) Shared (parkir bersama)
Terdapat lahan parkir untuk Berada di belakang bangunan dan diperbolehkan on street parking tapi tidak boleh
sepeda yang luas, aman, terletak antara jalan umum dan façade depan bangunan
nyaman, dan dekat dengan
pintu masuk stasiun transit
Park & Ride Fasilitas park and ride masih Tidak Ya
dimungkinkan
Alokasi Ruang untuk Sistem Transit
Ruang untuk Heavy rail transit, light rail Heavy rail transit, BRT, Bus Lokal (ferry Light rail transit, BRT, Bus lokal, bus
pengembangan moda transit, BRT, Bus lokal, dimungkinkan feeder (pada beberapa kasus, commuter
transit (ferry dimungkinkan) line dapat melayani kawasan TOD
Pola Jaringan Jalan
Dimensi Blok 70-130 m 70 - 200 m 70 - 270 m
Pola Jaringan Rencana / perangcangan Rencana / Perancangan kawasan TOD Rencana / perancangan kawasan TOD
kawasan TOD harus harus mengalokasikan ruang untuk harus mengalokasikan ruang untuk
mengalokasikan ruang untuk pengembangan pola jaringan sistem pengembangan pola jaringan siste transit
pengembangan pola jaringan transit yang terintegrasi yang terintegrasi
sistem transit yang
terintegrasi
19
Tipologi Kawasan TOD Kota - Pusat TOD Sub Kota - Sub Pusat Pelayanan TOD Lingkungan - Pusat Pelayanan
TOD Pelayanan Kota Kota Lingkungan
Aspek lain yang • Mengintegrasikan fungsi • Mengintegrasikan hunian dengan • Memperluas peluang retail skala
dipertimbangkan hunian dan perkantoran intensitas tinggi ke dalam hunian dan lokal, eningkatkan hunian kepadatan
dalam pengembangan baru dengan intensitas perkantora terbangun tinggi
pemanfaatan ruang tinggi • Pengembangan lingkungan yang • Pengembangan lingkungan yang
ke dalam kondisi mengutamakan penggunaan moda mengutamakan penggunaan moda
terbangun saat ini transportasi tidak bermotor transportasi tidak bermotor
• pengembangan
lingkungan yang
mengutaman penggunaan
moda transportasi tidak
bermotor
Sumber: Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, 2017
20
2.1.8 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 109 Tahun 2019 tentang
Penetapan Lokasi Terminal Penumpang Tipe A di seluruh Wilayah
Indonesia
2.1.9 Peraturan Kepala BPTJ Nomor PR 377 Tahun 2017 tentang Pedoman
Teknis Aspek-Aspek Transportasi dalam Penyelenggaraan 2-21
Pengembangan Kawasan TOD di Wilayah Jabodetabek
2-22
Gambar 2.1 Ilustrasi Kawasan Transit Orented Development India
Sumber: ITDP India
Tempat khusus untuk merokok adalah ruangan yang diperuntukan khusus untuk
kegiatan merokok yang berada di luar KTR. 2-23
Kelurahan Jatijajar masuk ke dalam Kawasan Strategis Kota dari sudut kepentingan
sosial budaya sebagai Kawasan Civic Center yang meliputi Kelurahan Tapos,
Kelurahan Cilangkap, Kelurahan Cimpaeun, dan Kelurahan Jatijajar.
Pengembangan Kawasan Civic Center terkait transportasi adalah pengembangan
aksesibilitas menuju Kawasan.
Rencana trayek angkutan massal terkait Terminal Tipe A Jatijajar meliputi untuk
trayek utama yang melayani pergerakan ke luar wilayah kota dan Trayek
pengumpang yang melayani pergerakan di dalam wilayah kota.
2-24
Rencana terkait dengan Terminal Tipe A Jatijajar meliputi:
1. peningkatan akses melalui pembangunan jalan arah barat-timur pada jalan
tembus dari pintu Tol Cimanggis menuju Terminal Jatijajar;
2. peningkatan akses melalui pembangunan jalan tembus dari Terminal Jatijajar
sampai Jalan Tapos Raya (melayani kawasan industri dan kawasan militer);
3. penyediaan jalur sepeda di kawasan Tapos (Civic Center) meliputi koridor
Terminal Jatijajar-Islamic Center- Sport Center dan UKM Center;
4. peningkatan kualitas dan kuantitas terminal penumpang melalui pembangunan
terminal tipe A di Kelurahan Jatijajar;
5. pengembangan prasarana dan sarana pendukung transportasi lalu lintas dan
angkutan jalan seperti sistem perparkiran melalui penyediaan dan penataan
fasilitas taman dan/atau gedung parkir yang diintegrasikan dengan pengelolaan
angkutan umum (sistem park and ride) pada terminal/stasiun antarmoda pada
pusat-pusat kegiatan, stasiun angkutan jalan rel, shelter angkutan massal jalan
raya dan terminal angkutan umum jalan raya.;
6. Rencana sistem jaringan telekomunikasi melalui penyediaan hot spot Wi-Fi
(wireless-fidelity) di perkantoran pemerintah, taman-taman kota, tempat
olahraga, terminal bus, stasiun kereta api, pusat perbelanjaan modern, kawasan
pendidikan, tempat peribadatan dan tempattempat wisata lainnya; dan
7. Pengembangan jalur dan jaringan jalan pejalan kaki melalui penyediaan dan
pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki di kawasan Tapos
(Civic Center) meliputi koridor Terminal Jatijajar-Islamic Center-Sport Center
dan UKM Center.
2-25
Tabel 2.6 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Ketentuan Umum Terminal Parkir Jalur Pejalan Kaki
Kegiatan yang Diperbolehkan • Kegiatan keberangkatan, kedatangan, • Pembangunan fasilitas perparkiran, • Kegiatan pembangunan
Diperbolehkan, menunggu, lintas kendaraan angkutan umum pembangunan prasarana dan sarana penunjang prasarana dan sarana
diperbolehkan pada zona fasilitas utama; dan perparkiran, penghijauan; jaringan jalan pejalan kaki,
dengan syarat • Kegiatan bagi keperluan penumpang, pekerja kegiatan penghijauan, dan
dan tidak terminal pada zona fasilitas penunjang; perlengkapan fasilitas jalan
diperbolehkan dan/atau jalur pejalan kaki
Diperbolehkan • Kegiatan perdagangan dan jasa, kegiatan jasa • Pendirian bangunan secara terbatas untuk • Kegiatan pembangunan
dengan Syarat lingkungan dan selain yang disebutkan pada menunjang kegiatan perparkiran dan tidak yang tidak mengganggu
kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat mengganggu kelancaran kegiatan perparkiran fungsi prasarana dan sarana
tidak mengganggu kegiatan operasional jaringan jalan pejalan kaki
terminal
Tidak • Kegiatan-kegiatan yang mengganggu • Kegiatan-kegiatan yang mengganggu • Kegiatan pembangunan
Diperbolehkan kelancaran lalu lintas kendaraan pada zona kelancaran aktifitas perparkiran dan kegiatan- yang dapat mengganggu
fasilitas utama dan kegiatan-kegiatan yang kegiatan yang mengganggu keamanan dan fungsi dan peruntukan
mengganggu keamanan dan kenyamanan kenyamanan pada zona fasilitas penunjang jaringan jalan pejalan kaki.
pada zona fasilitas penunjang; dan
• Fasilitas terminal penumpang harus
dilengkapi dengan fasilitas bagi penumpang
orang dengan keterbatasan kemampuan.
Intensitas KDB Paling tinggi sebesar 60% Minimal sebesar 60% dan maksimal sebesar 75% -
Pemanfaatan
Ruang KLB Paling tinggi sebesar 4 Paling tinggi sebesar 10 -
Prasarana dan • Tempat lintas • Garis ruang parkir dan petunjuk arah
Sarana Minimal • Dilarang kegiatan-kegiatan yang menggangu
yang Disediakan kelancaran lalu lintas kendaraan
Fasilitas • Kamar kecil/toilet - -
Penunjang • Musholla
• Kios/kantin
• Ruang pengobatan
• Ruang informasi dan pengaduan
• Telepon umum, tempat penitipan barang,
taman dan tempat tunggu penumpang
dan/atau pengantar, menara pengawas
• Loket penjualan karcis
• Rambu-rambu dan papan informasi, yang
sekurangkurangnya memuat petunjuk
jurusan, tarif dan jadual perjalanan
• Pelataran parkir kendaraan pengantar
dan/atau taksi
• Dilarang kegiatan kegiatan yang menggangu
keamanan dan kenyamanan
Ketentuan Khusus sesuai dengan • Persentase luas lahan terbangun disekitar • Tinggi minimal ruang bebas lantai gedung -
Karakter masing-masing Zona kawasan terminal maksimal 60% dari luas parkir adalah 2,50 m
kawasan terminal • Penyediaan taman dan/atau gedung parkir
• Terminal terpadu intra dan antarmoda adalah terintegrasi dengan pengelolaan angkutan
untuk menyediakan fasilitas penghubung umum (sistem park and ride) pada
terminal/stasiun antarmoda pada pusat-pusat 27
Ketentuan Umum Terminal Parkir Jalur Pejalan Kaki
yang pendek dan aman serta penggunaan kegiatan, stasiun angkutan jalan rel, shelter
fasilitas penunjang bersama angkutan massal jalan raya dan terminal
angkutan umum jalan raya.
28
Indikasi program utama perwujudan struktur ruang Kota Depok sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) tahap pertama salah satunya diprioritaskan pada
penyediaan & penataan gedung parkir terintegrasi dengan sistem Park and ride1.
Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki
meliputi:
a. pengembangan jalur dan jaringan jalan pejalan kaki;
b. peningkatan kualitas prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki yang ada;
dan
c. penambahan fasilitas pelengkap jaringan jalan pejalan kaki.
1Yang dimaksud sistem park and ride sadalah kegiatan parkir kendaraan pribadi di tempat parkir dan kemudian
melanjutkan perjalanan dengan menggunakan bus atau kereta api. Banyak ditemukan di stasiun kereta api di
pinggir kota ataupun stasiun/shelter busway di pinggir kota. Manfaat pengembangan park and ride antara lain
adalah: 1. membantu mengurangi kemacetan lalu lintas di pusat-pusat kegiatan; 2. mendorong masyarakat
untuk meningkatkan penggunaan angkutan umum; 3. mengurangi konsumsi bahan bakar dan emisi gas rumah
kaca karena angkutan umum menghasilkan emisi gas rumah kaca per penumpang km yang lebih rendah
ketimbang menggunakan kendaraan pribadi; dan 4. mengurangi kebutuhan ruang parkir dipusat kota.
Peningkatan kualitas prasarana dan sarana jaringan jalan pejalan kaki yang ada
dilakukan melalui pemenuhan kaidah penyediaan prasarana dan sarana jaringan
jalan pejalan kaki.
Visi pembangunan Kota Depok Tahun 2006-2025 adalah “Depok Kota Niaga dan
Jasa, yang Religius dan Berwawasan Lingkungan” yang merupakan komitmen
2-30
politis yang mengarah pada pencapaian tujuan nasional seperti yang tertuang dalam
pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu juga
mendukung tujuan pembangunan Provinsi Jawa Barat yang menetapkan Kota
Depok sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan salah satu Kawasan
andalan/kegiatan utama berupa jasa dan sumber daya manusia.
Visi Kota Depok saat ini dan di masa mendatang, dengan memperhatikan
kenyamanan lingkungan, mencari penghidupan, memperoleh Pendidikan,
2Yang dimaksud dengan jaringan jalan pejalan kaki yang representatif bagi pejalan kaki adalah jaringan jalan
pejalan kaki yang dapat mengakomodir kepentingan pejalan kaki yang memiliki keterbatasan fisik (disable)
dan orang dengan keterbatasan kemampuandifable (different ability) diantaranya para penyandang cacat, lanjut
usia, ibu hamil, ataupun anak-anak.
melaksanakan kegiatan keagamaan, menggunakan sarana dan prasarana umum,
serta memperoleh pelayanan dari Pemerintah Daerah. Salah satu misi yang terkait
dengan infrastruktur trasportasi adalah menyediakan sarana dan prasarana kota
dalam jumlah dan kualitas yang memadai dan diselaraskan dengan Rencana Tata
Ruang dengan sasaran pokok yaitu meningkatnya pembangunan bidang
transportasi untuk mendukung kegiatan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat.
Tujuan pembangunan jangka Panjang Kota Depok sendiri adalah mewujudkan Kota
Depok sebagai kota niaga dan jasa yang religius dan berwawasan lingkungan
menuju masyarakat adil dan makmur.
a. sepeda motor;
b. mobil penumpang; atau
c. mobil bus.
Ruang lingkup Kebijakan Kota Layak Anak (KLA) terkait infrastruktur transportasi
yaitu pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan, infrastruktur, lingkungan
hidup dan pariwisata yang mendukung implementasi hak anak. Indikator KLA
mengacu kepada 4 (empat) komponen pemenuhan hak anak, yaitu hak sipil dan
kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan
kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang, kegiatan seni budaya dan
perlindungan khusus.
2.2TINJAUAN TEORI
2.2.1 Konsep Transit Oriented Development
Guna lahan dan dan transportasi memiliki hubungan dasar, car environment
memiliki intensitas kegiatan serta kapasitas transportasi rendah, namun kecepatan
(speed) dan fleksibilitas transportasi serta jarak spasial tinggi. Pada walking &
cycling environment, intensitas kegiatan dan kapasitas transportasi tinggi,
sedangkan kecepatan (speed) dan fleksibilitas transportasi serta jarak antar tempat 2-32
rendah. Transit environment berada di antara car environment dan walking &
cycling environment.
Dengan adanya public transit, kecepatan dan kapasitas menjadi tinggi namun tetap
memiliki fleksibilitas lebih rendah. Untuk memperoleh kecepatan dan fleksibilitas,
perlu adanya kombinasi antara non-motorized dan public transit. Hal ini merupakan
salah satu konsep utama dari Transit Oriented Develompent (TOD) yang
mengkombinasikan antara car environment dan walking and cycling environment.
Integrasi antara guna lahan dan system transportasi merupakan hal penting bagi
pengembangan TOD. Perencanaan TOD melibatkan elemen makro yaitu strategi
dan juga elemen mikro yaitu desain. (Curtis et al., 2009)
Gambar 2.2 Hubungan Dasar Transportasi dan Guna Lahan
Sumber: Curtis et al, 2009
2-33
Terdapat lima (5) elemen dalam travel and built environment (Suzuki et al., 2013),
yaitu
a. Density
Kepadatan yang dapat diukur dari jumlah penduduk maupun aktivitas per
unit area
2-34
Gambar 2.5 Kepadatan DKI Jakarta 1999 dan 2011
Sumber: Suzuki et al., 2013
b. Diversity
Keanekaragaman guna lahan, semakin beragam guna lahan maka semakin
meningkatkan pergerakan.
Gambar 2.6 Guna Lahan Campuran di Guangzhou
Sumber: Suzuki et al., 2013
c. Design
Karakteristik jalan antar area, dapat diihat dari ukuran blok, proporsi
persimpangan, dan jumlah persimpangan dalam unit luas. Desain juga dapat
diterjemahkan sebagai cakupan trotoar, rata-rata setbacks bangunan, rata-
rata lebar jalan, jumlah penyeberangan, pepohonan, atau variable fisik
lainnya yang membedakan kawasan berbasis pedestrian dan berbasis
kendaraan. 2-35
Gambar 2.7 Solusi terintegrasi untuk Koridor Hijau di Ho Chi Minh City
Sumber: Suzuki et al., 2013
d. Destination Accessibility
Kemudahan akses untuk menjangkau pusat-pusat kegiatan, contohnya
adalah CBD dalam lingkup regional, sedangkan dalam lingkup local adalah
2-36
akses dari rumah menuju fasilitas perdagangan terdekat.
e. Distance to transit
Jarak menuju public transit biasanya diukur dari rata-rata rute terdekat dari
permukiman atau tempat kerja menuju halte / stasiun / terminal yang
merupakan simpul public transit.
Gambar 2.8 Kawasan Transit Oriented Develompment di Washington, DC
Sumber: Suzuki et al., 2013
Setiap lokasi stasiun transit, akan menghadapi tantangan yang berbeda. Tipologi
akan membantu perencana, perancang kota, pemerintah, hingga warga untuk
menemukan pertimbangan utama dalam menentukan karakter, aturan, ataupun 2-37
Karateristik Berlokasi pada jalur jaringan Berlokasi pada jalur bus lokal atau
Umum utama transit, seperti light rail, feeder, maksimum 10 menit dari
heavy rail, atau jaringan bus stasiun. Tipe ini diletakan pada
cepat. Urban TOD memiliki kawasan hunian kepadatan
intensitas komersial yang tinggi, menengah, jasa, retail, hiburan,
kluster perkantoran, dan dan rekreasi. Tipe ini
kawasan hunian padat. Urban menyediakan kebutuhan lokal
TOD berfungsi untuk generator untuk fasilitas publik dan taman.
pekerjaan, akses langsung Sangat membatasi kepadatan
menuju stasiun transit dan kendaraan, karena cenderung
penumpang jumlah besar. kawasan hunian.
Adapun penjelasan untuk setiap tahap Four Steps Model adalah sebagai berikut:
a. Model Bangkitan Pergerakan (Trip Generation), merupakan model yang
memperkirakan jumlah pergerakan dari dan menuju masing-masing TAZ. Hasil
dari model bangkitan dan tarikan dapat memberikan input origin (O) dan
destinasi (D) terhadap model distribusi spasial. Model ini dapat ditunjukkan
dalam model disagregat (mikro) berdasarkan karakteristik orang bepergian atau
model agregat (makro) berdasarkan karakteristik zona.
b. Model Sebaran Pergerakan (Trip Distribution): alokasi perjalanan dalam dan
antar TAZ
c. Model Pemilihan Moda (Mode Choice), merupakan model yang menjelaskan
pembagian perjalanan berdasarkan jenis moda transportasi
d. Model Pemilihan Rute (Trip Assignment), merupakan model yang menjelaskan
2-40
perjalanan berdasarkan rute berbeda yang menghubungkan TAZ.
Model Four Steps Model dikembangkan pada tahun 1950 dan 1960. Sejak saat itu,
meskipun keempat komponen tetap utuh, terjadi banyak modifikasi yang signifikan
dalam pengembangan studi terkait perilaku perjalanan (Chang and Meyers, 1999).
Pergerakan adalah hubungan antara lokasi asal (origin) dan tujuan (destinasi).
Bangkitan adalah jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna
lahan, sedangkan tarikan adalah jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu zona atau
tata guna lahan. Dengan adanya definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
trip generation (bangkitan dan tarikan pergerakan) adalah tahapan pemodelan yang
memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna
lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu zona atau tata guna lahan.
2-41
Pergerakan lalu lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan arus
lalu lintas. Hasil dari perhitungan tarikan lalu lintas berupa jumlah kendaraan, orang
atau angkutan barang per satuan waktu. Bangkitan dan tarikan lalu lintas tergantung
pada dua aspek tata guna lahan yang meliputi: (1) jenis tata guna lahan, serta (2)
jumlah aktivitas dan intensitas pada tata guna lahan. Menurut Tamin (2000)
terdapat beberapa definisi yang perlu diketahui mengenai model bangkitan
pergerakan, yaitu:
a. Perjalanan: Pergerakan satu arah dari zona asal ke zona tujuan, termasuk
pergerakan berjalan kaki. Berhenti secara kebetulan tidak dianggap sebagai
2-42
tujuan perjalanan, meskipun perubahan rute terpaksa dilakukan.
b. Tarikan perjalanan: Suatu perjalanan berbasis rumah yang tempat asal
dan/tujuan adalah rumah atau pergerakan yang dibangkitkan oleh pergerakan
berbasis bukan rumah.
c. Pergerakan berbasis rumah: Pergerakan yang salah satu atau kedua zona (asal
dan/atau tujuan) perjalan tersebut adalah rumah.
Jenis tata guna lahan yang berbeda (pemukiman, pendidikan, dan komersial)
mempunyai ciri bangkitan lalu lintas yang berbeda berdasarkan karakteristik
berikut:
1) Jumlah arus lalu lintas
2) Jenis lalu lintas (pejalan kaki, truk atau mobil)
3) Lalu lintas pada waktu tertentu (kantor menghasilkan lalu lintas pada pagi dan
sore, pertokoan menghasilkan arus lalu lintas sepanjang hari)
daripada zona dengan tingkat keatraktifan yang rendah. Sama hal nya dengan
bangkitan pergerakan, standar untuk tarikan pergerakan dapat berasal dari data
sekunder milik pemerintah atau dengan melakukan survei lapangan dan jika data
tersebut tidak tersedia, maka dapat menggunakan standar tarikan pergerakan dari
kota atau wilayah yang sejenis.
2.2.4 Parkir
Park and ride merupakan wadah parkir di daerah tujuan maupun asal pengguna
transportasi umum yang memiliki kendaraan pribadi (TCRP,2017). Perencanaan
park and ride memiliki beberapa syarat untuk memaksimalkan potensinya (TCRP,
2017), yaitu:
Office
Residential
Retail
Restaurant
Time of Day
Shared Parking Utilization
Time of Day
Perhitungan shared parking sangat bergantung dengan fungsi lahan sekitar yang
akan difasilitasi lahan parkirnya. Tiap guna lahan memiliki standar penyediaan
parkir berdasarkan luasannya, pada shared parking penyediaan parkir akan berbeda
berdasarkan waktu operasi fungsi lahan yang dilayani. Berikut merupakan standar
penyediaan lahan untuk shared parking bedasarkan “Shared Parking, 2nd Edition
(ULI and ICSC, 2005)”.
Tabel 2.8 Rasio Guna Lahan berdasarkan Waktu Operasi
Rasio Hari Kerja Rasio Hari Libur
Fungsi lahan
(unit parkir) (unit parkir)
Teater/Bioskop 0,2 /seat 0,27 /seat
Toko Mebel 1,22 /1000 kaki persegi 1,34 /1000 kaki persegi
Kantor 3,8 /1000 kaki persegi 0,38 /1000 kaki persegi
Restoran 17,65 /1000 kaki persegi 19,4 /1000 kaki persegi
Pusat perbelanjaan 4,72 /1000 kaki persegi 5,02 /1000 kaki persegi
Sumber: Santa Monica, Shared Parking Analysis
Penentuan lokasi dan perancangan tempat parkir mengacu pada standar parkir
namun perlu juga untuk tidak menyediakan lebih dari yang dibutuhkan. Pada kasus
tertentu juga perlu penyediaan yang kurang dari kebutuhan, misalnya pada
perumahan yang dekat dengan simpul public transit dan pada rumah susun atau
apartemen. Pada tempat parkir komunal di perumahan juga dapat digunakan untuk
pendatang fasilitas lainnya (misalnya perdaagangan, kesehatan, dll) saat penduduk
asli pergi kerja di siang hari.
Dalam Shirvani (1985) elemen ruang parkir memiliki efek langsung pada kualitas
lingkungan yaitu kelangsungan aktivitas komersial dan pengaruh visual pada
bentuk fisik dan susunan kota. Terdapat beebrapa persyaratan dalam merencanakan
lokasi parkir yang benar, yaitu: 2-47
a. keberadaan strukturnya tidak mengganggu aktivitas di sekitar kawasan
b. tempat parkir khusus
c. tempat parkir di pinggiran kota.
Pejalan kaki memilih untuk berjalan di tempat yang aman, menarik, dan terpelihara
dengan baik. Pertimbangan utama pejalan kaki adalah sebeagai berikut:
a. Berjalan di sepanjang jalan yang dapat dilihat oleh pengendara, penduduk, dan
pejalan kaki lainnya
b. Apabila terdapat jalan setapak terpisah, maka harus terhubung dengan baik dan
tidak terganggu oleh rumah dan bangunan lainnya
c. Hal-hal yang memperlambat lalu lintas dianggap membuat pejalan kaki merasa
aman. Di persimpangan, penggunaan permukaan yang terangkat dan jarak yang
pendek mempermudah pejalan kaki dalam menyeberang.
d. Shared surface yang diriancang dengan baik akan menghindari konflik
pergerakan, bahkan mendorong adanya aktivitas lain. Untuk mencapai hal ini
diperlukan variasi rancangan yang sesuai dengan lokasi.
e. Jalur pedestrian harus mengarah ke tempat yang dikunjungi orang, bukan
mengikuti geometri yang sudah terbentuk
f. Jalur pedestrian harus minim hambatan, positive, dan direct
Ruang jalur pejalan kaki merupakan ruang yang diperlukan pejalan kaki untuk
berdiri dan berjalan yang dihitung berdasarkan dimensi tubuh manusia pada saat 2-49
membawa barang atau berjalan bersama dengan pejalan kaki lainnya baik dalam
kondisi diam maupun bergerak. Pedoman penyediaan fasilitas pejalan kaki disusun
berdasarkan Permen Permen PU No.03/PRT/M/2014 yaitu :
a. memudahkan pejalan kaki mencapai tujuan dengan jarak sedekat mungkin;
menghubungkan satu tempat ke tempat lain dengan adanya konektivitas dan
kontinuitas
b. menjamin keterpaduan, baik dari aspek penataan bangunan dan lingkungan,
c. aksesilibitas antar lingkungan dan kawasan, maupun sistem transportasi
d. mempunyai sarana ruang pejalan kaki untuk seluruh pengguna termasuk pejalan
kaki dengan berbagai keterbatasan fisik
e. mempunyai kemiringan yang cukup landai dan permukaan jalan rata tidak naik
turun
f. memberikan kondisi aman, nyaman, ramah lingkungan, dan mudah untuk
digunakan secara mandiri
g. mempunyai nilai tambah baik secara ekonomi, sosial, maupun lingkungan bagi
pejalan kaki
h. mendorong terciptanya ruang publik yang mendukung aktivitas sosial, seperti
olahraga interaksi sosial, dan rekreasi; dan
i. menyesuaikan karakter fisik dengan kondisi sosial dan budaya setempat, seperti
kebiasaan dan gaya hidup, kepadatan penduduk, serta warisan dan nilai yang
dianut terhadap lingkungan
Kebutuhan ruang jalur pejalan kaki untuk berdiri dan berjalan dihitung berdasarkan
dimensi tubuh manusia. Dimensi tubuh yang lengkap berpakaian adalah 45 cm
untuk tebal tubuh sebagai sisi pendeknya dan 60 cm untuk lebar bahu sebagai sisi
panjangnya. Berdasarkan perhitungan dimensi tubuh manusia (Permen PU
No.03/PRT/M/2014), kebutuhan ruang minimum pejalan kaki:
a. tanpa membawa barang dan keadaan diam yaitu 0,27 m2;
b. tanpa membawa barang dan keadaan bergerak yaitu 1,08 m2; dan
c. membawa barang dan keadaan bergerak yaitu antara 1,35 m2 -1,62 m2.
2-50
Gambar 2.12 Kebutuhan Ruang Gerak Minimum Pejalan Kaki
Sumber : Permen PU No.03/PRT/M/2014
2-51
BAB 3
GAMBARAN UMUM
Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6º 19‟ 00” – 6º 28‟ 00”
Lintang Selatan dan 106º 43‟ 00” - 106º 55‟ 30” dengan luas wilayah 200,29 km².
Secara administratif, Kota Depok berbatasan dengan wilayah sebagai berikut:
- Timur : Kecamatan Pondok Gede, Bekasi dan Kecamatan Gunung Dok. Putri,
Kabupaten Bogor.
- Barat : Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor dan Kecamatan Gunung Sindur,
Kota Tangerang Selatan
- Utara : Kota Tangerang Selatan dan DKI Jakarta.
- Selatan : Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor
Berdasarkan kondisi geografis ini, Kota Depok terletak berbatasan langsung dengan
wilayah DKI Jakarta, sehingga ditetapkan sebagai wilayah yang berfungsi sebagai
penyangga ibu kota negara. Kondisi ini mengarahkan pembangunan di Kota Depok
sebagai kota permukiman, kota pendidikan, pusat pelayanan perdagangan dan jasa, 3-1
kota pariwisata, dan juga sebagai kota resapan air.
Secara administratif, Kota Depok bermula dari sebuah kecamatan yang berada di
lingkungan Kewedanaan atau Pembantu Bupati wilayah Parung Kabupaten Bogor.
Pada tahun 1976, pembangunan di Kota Depok saat itu berkembang dengan
dimulainya pembangunan perumahan oleh Perum Perumnas dan pengembang
swasta, dan diikuti dengan dibangunnya kampus Universitas Indonesia (UI).
Perkembangan tersebut memicu peningkatan aktivitas perdagangan dan jasa di
Kota Depok saat itu, sehingga menuntut percepatan pelayanan pada administrasi di
kawasan. Hal ini menjadi dasar pemerintah pusat dalam memutuskan pembentukan
Kota Administratif Depok pada tahun 1981 melalui Peraturan Pemerintah nomor
43 tahun 1981 dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri H. Amir Machmud pada
18 Maret 1982.
Penetapan Kota Depok sebagai kota penyangga DKI Jakarta memicu fenomena
migrasi penduduk ke Kota Depok yang cukup tinggi. Hal ini terjadi karena
masyarakat, khususnya kelas pekerja dengan usia muda, cenderung memilih
bermukim di Kota Depok karena masih tersedianya area permukiman dengan harga
yang relatif terjangkau bila dibandingkan dengan DKI Jakarta. Kondisi ini menjadi
salah satu pemicu perkembangan sosial dan budaya Kota Depok saat ini, yang dapat
dilihat dari peningkatan jumlah penduduk, kondisi perekonomian kota, dan 3-2
perkembangan kebudayaan
3-4
Secara umum, bentang alam Kota Depok dari utara ke selatan merupakan daeran
dataran rendah dan perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50-140
meter di atas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15%. Kota
Depok dialiri oleh sungai-sungai besar seperti Sungai Ciliwung dan Sungai
Cisadane, serta tiga belas sub satuan wilayah aliran sungai. Kondisi topografi Kota
Depok yang termasuk rendah bergelombang dan kemiringan lereng yang landai
menyebabkan permasalahan banjir pada beberapa wilayah, terutama kawasan yang
termasuk kawasan cekungan antara beberapa sungai. Kota Depok memiliki 25 situ,
dengan luas ± 169,68 Ha. Namun, situ-situ tersebut cenderung memiliki kualitas air
yang buruk akibat pencemaran lingkungan.
3-5
Kota Depok termasuk dalam daerah iklim tropis dengan perbedaan curah hujan
yang cukup kecil dan dipengaruhi oleh iklim muson. Berikut data iklim Kota Depok
yang dilansir melalui website depok.go.id:
- Temperatur : 24,3º-33º C
- Kelembaban rata-rata : 25%
- Penguapan rata-rata : 3,9 mm/th
- Kecepatan angin rata-rata : 14,5 knot
- Penyinaran matahari rata-rata : 49,8%
- Jumlah curah hujan : 2684 m/th
- Jumlah hari hujan : 222 hari/tahun
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Depok tahun 2018, presentase
penduduk menurut jenis kelamin dan kecamatan tahun 2017 Kota Depok, jumlah
penduduk perempuan dengan jumlah terbanyak terdapat di Kecamatan Cimanggis
dengan total 155.253 Jiwa, sedangkan untuk jumlah penduduk laki-laki terbesar
juga berasal dari kecamatan Cimanggis dengan total 158.734 Jiwa. Total penduduk
Kota Depok pada tahun 2017 berjumlah 2.254.513 Jiwa yang tersebar di 11
Kecamatan Kota Depok .
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Kota
Depok Tahun 2017
Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin
(Jiwa)
Kecamatan Laki-laki Perempuan Laki-laki dan Perempuan 3-6
Perkembangan perekonomian Kota Depok dapat dilihat dari salah satu indikator
penting perekonomiannya secara makro, yakni data Produk Domestik. Regional
Bruto atau PDRB. Dari sisi produksi, dengan tolak ukur PDRB tahun 2014, kondisi
ekonomi Kota Depok tahun 2015 mencapai Rp. 8.525.126,16 juta atas dasar harga
konstan (AHDK) tahun 2000. Jika dibandingkan dengan PDRB tahun 2015 yang
mencapai Rp. 7.960.537,94 juta, maka dimensi ekonomi Kota Depok mengalami
kenaikan.
Berdasarkan data BPS Kota Depok yang dipublikasikan pada tahun 2015, laju
pertumbuhan ekonomi (LPE) Kota Depok adalah 7,09 %. LPE ini mengalami
peningkatan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang berada pada 6,92 %.
Selain itu, LPE Kota Depok juga lebih tinggi dibandingkan dengan laju
pertumbuhan rata-rata Jawa Barat, yaitu 5,07 %.
Gambar 3.4 Diagram Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Depok 2010-2014
Sumber : PDRB Kota Depok, 2014
Kota Depok berkembang sebagai kota heterogen dengan adanya keberagaman suku
dan kebudayaan yang ada di dalamnya. Kondisi ini telah terjadi semenjak
pemerintahan Belanda, yakni saat Chastelein membeli budak dari Sulawesi Selatan
dan Bali untuk mengelola lahan pertaniannya. Pada saat ini, keberagaman budaya
yang berkembang juga dipengaruhi oleh kondisi administratif Kota Depok.
Wilayah Kota Depok secara administratif merupakan bagian dari Provinsi Jawa
Barat, namun sebagian besar bahasa dan kebudayaan yang ada merupakan budaya
Betawi. Hal ini terjadi sebagai hasil dari adanya pemekaran luas wilayah kota dan
terjadinya migrasi penduduk dari Kota Jakarta
3-8
Keberagaman kebudayaan di Kota Depok tercermin pada hasil sensus yang
dilakukan oleh Dinas Kependudukan pada tahun 2010, sekurang-kurangnya
terdapat 260 etnik yang tinggal di Kota Depok dengan lima etnik yang terbilang
signifikan, yakni Betawi, Jawa, Sunda, Batak, dan Minangkabau. Keberagaman
budaya yang ada di Kota Depok ini tentunya menjadi salah satu potensi yang dapat
dipertimbangkan untuk dikembangkan dalam proses perencanaan pembangunan
Kota Depok kedepannya
Gambar 3.5 Diagram Distribusi Etnik Di Kota Depok
Sumber: Poestahadepok, 2012
3-9
3.3TATA RUANG KOTA DEPOK
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Depok nomor 1 tahun 2015 tentang Rencana
Tata Ruang dan Wilayah Kota Depok 2012-2032, RTRW Kota Depok disusun
sebagai alat operasionalisasi pelaksanaan pembangunan di wilayah Kota Depok.
Secara umum tujuan penataan ruang wilayah Kota Depok dalam RTRW Kota
Depok 2012-2032 adalah mewujudkan kota pendidikan, perdagangan dan jasa yang
nyaman, religius, dan berkelanjutan yang didukung dengan kebijakan dan strategi
penataan ruangnya, meliputi pengembangan struktur ruang wilayah kota,
pengembangan pola ruang wilayah kota, dan penetapan kawasan strategis kota.
3-10
Gambar 3.6 Rencana Pola Ruang Kota Depok
3-11
Sumber RTRW Kota Depok 2012 - 2032.
Gambar 3.7 Rencana Sturktur Ruang Dan Sistem Pusat Pelayanan Kota 3-12
Depok
Sumber RTRW Kota Depok 2012 – 2032
Tekanan perjalanan menuju pusat kota Jakarta terjadi setiap hari dengan beban
tertinggi terjadi pada jam puncak pagi dan sore. Sekitar 7,70 juta perjalanan per hari
masuk dan keluar Jakarta dari wilayah Tangerang, Bogor, Depok dan Bekasi pada
tahun 2004. Diperkirakan dengan tingkat pertumbuhan perjalanan 3-4% per tahun,
pada tahun 2014 jumlah perjalanan mencapai 10,86 juta perjalanan. Kemacetan
yang tejadi pada batas wilayah sudah menembus ke wilayah lingkar dalam Jakarta
(Inner Ringroad), ditandai dengan waktu tunggu lepas dari simpang utama
mencapai lebih dari 10 menit/ simpang. Total perjalanan di Jabodetabek pada tahun
2003 berkisar 37,3 Juta/hari* menjadi 59 Juta/ Hari pada tahun 2010** ( * JICA
2003; URDI 2011 **JAPTraTis, 2011
3-13
3.4.2 Permasalahan Transportasi Kota Depok
Selain itu untuk permasalahan mendasar terkait pelayanan moda transportasi Kota
Depok bagi angkutan umum :
a. Belum ada rencana angkutan massal. Harapan berbasis rel.
b. Trase angkutan massal di Permen 54, dipertanyakan, apakah masih bisa dibahas
kembali?
c. Stasiun Pondok Rajeg direvatilisasi (arah Nambo).
d. Sedang dibangun terminal tipe A. 5. BPTJ utk menetapkan jaringan.
Jika melihat dari kondisi eksisting kawasan Terminal Jatijajar Kota Depok,
kawasan ini adalah kawasan dengan kondisi lingkungan yang masih memiliki
beberapa tanaman peneduh dan pada sisi kanan kawasan juga terdapat Situ Jatijajar
yang berfungsi sebagai daerah resapan pada kawasan kelurahan Jatijajar.
3-15
Fungsi kawasan sekitar dalam radius 400 meter adalah kawasan dengan dominasi
fungsi hunian, ruang terbuka hijau dan ruang terbuka biru.
Gambar 3.10 Eksisting Guna Lahan Kawasan Sekitar Terminal Jatijajar
Kawasan pengembanagn terminal Jatijajar berdiri di atas lahan seluas 10,7 Ha,
dimana kawasan seluas 6,9 Ha adalah kawasan dengan fungsi sebagai terminal tipe
A dengan kegiatan pengangkutan orang dan barang. Sedangkan pada lahan seluas
3,8 Ha saat ini belum mendapat interfensi fungsi pengembangan dan rencananya
akan dibangun fasilitas Transti Oriented Development yang bisa memberi suntikan
peningkatan fungsi kawasan dan aktifitas ekonom perkotaan Kota Depok.
3-16
Elemen terbangun kawasan terdiri atas jalur sirkulasi akses masuk dan keluar
kawasan, jalur operasinal angkutan kota, AKAP dan AKDP yang terpisah dan .
bangunan fisik yang juga merupakan elemen terbangun kawasan terminal Jatijajar
Kota Depok.
3-19
3-20
BAB 4
METODOLOGI KEGIATAN
Dasar hukum yang digunakan mengacu pada latar belakang hukum yang tertuang
dalam Kerangka Acuan Kerja, yang terdiri atas :
a. Undang-Undang nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025;
b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan;
c. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;
d. Peraturan Pemerintah nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja
dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga;
e. Peraturan Pemerintah nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional
f. Peraturan Pemerintah nomor 74 Tahun 2015 tentang Angkutan Jalan; 4-1
Selain itu dimasukan juga kajian dasar hukum terkait pengembangan Transit
Oriented Development dan kajian terkait rencana induk transoprtasi Jabodetabek.
Dasra hukum tersebut terdiri atas :
a. Peraturan Menteri ATR/BPN RI nomor 16 Tahun 2017 tentang Pedoman
Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit
b. Peraturan Kepala BPTJ Nomor PR 377 TAHUN 2017 tetang Pedoman Teknis
Aspek-Aspek Trasnportasi dalam Penyelenggaraan Pengembangan Kawasan
TOD di Wilayah Jabodetabek
c. Peraturan Presiden Tentang Rencana Induk Transportasi Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, dan Bekasi Tahun 2018 – 2029
TOD Subkota berada pada subpusat pelayanan kota dalam wilayah daerah kota
dengan fungsi pelayanan berskala kota atau bagian kota. Kawasan TOD ini
berfungsi sebagai pusat ekonomi fungsi sekunder, dilayani oleh sistem transportasi
massal dalam lingkup internal; berada pada jalur sirkulasi; dilayani oleh sistem
transit berkapasitas tinggi dan merupakan kawasan dengan fungsi campuran.
Berikut kriteria teknis serta kriteria dan indicator kinerja TOD adalah sebagai
berikut:
a. Dilayani setidaknya oleh 1 (satu) moda transit jarak dekat dan 1 (satu) jarak jauh
berupa heavy rail, light rail transit, BRT, Bus Lokal/Bus Ekspres dengan
frekuensi (headway) antara 5-15 menit.
b. Kepadatan populasi 450-1500 jiwa/ha, pekerja 40-200 jiwa/ha.
c. Intensitas pemanfaatan ruang sedang hingga tinggi dengan KLB 3-5, KDB 70%
dan kepadatan hunian 12-38 unit/100 m2 dengan jumlah lantai antara 3-15 lantai,
street frontage minimal 80%.
d. Parkir kendaraan dan sepeda disediakan secara bersama dengan standar parkir
maksimum parkir hunian 1.5 parkir/unit; parkir retail/kantor 2 parkir/100 m2;
dan maksimum parkir lantai dasar 15% dari luas kaveling.
Campuran dan keragaman pemanfaatan ruang adalah 30%-60% untuk perumahan
dan 40%-70% untuk non perumahan (perumahan yang dikembangkan adalah
hunian berimbang) dan minimal aktivitas yang signifikan di kawasan selama 16
jam.
Penyelidikan Geotek dan Mekanika Tanah terdiri atas 2 (dua tahap pekerjaan) :
1) Tahap I, Pemetaan Geologi
2) Tahap II, Penyelidikan Mekanika tanah
Sesuai dengan Persyaratan Teknis PT-03 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Pengairan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat melaksanakan kegiatan
di atas seperti yang dijelaskan di bawah ini.
a. Pemetaan Geologi
- Persiapan
Pengumpulan data, mempelajari data yang telah ada dalam daerah dimana
bangunan utama direncanakan akan dibangun. Data tersebut misalnya, foto
udara, peta topografi, peta geologi, dan literatur yang telah ada.
- Pekerjaan Lapangan
Pekerjaan lapangan pada tahap pertama ini meliputi pemetaan geologi
permukaan, pendugaan keadaan bawah permukaan dan penentuan titik
pengeboran.
• Sondir
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai perlawanan konus dari variasi
kedalaman pada lapisan-lapisan tanah. Alat sondir yang digunakan berkapasitas
sedang, dan dapat membaca nilai maksimum perlawanan konus sebesar 250
kg/cm2.
• Pengeboran Tangan
Pemboran tangan dilakukan untuk mengetahui jenis lapisan tanah secara jelas
dan terperinci, pemboran tangan dilakukan dengan kedalaman maksimum 10
meter mengunakan mata bor type Iwaan dengan diameter antara 12 - 15 cm,
sehingga pada saat pengambilan tube sample mudah terambil.
Dalam pelaksanaan tersebut dicatat tentang uraian jenis dan warna tanah,
kedalaman dan elevasinya. Ukuran sumur uji 1 x 1,5 meter dengan kedalaman
maksimum 5,0 meter dan difoto untuk semua test pit. Pembuatan sumuran uji
(Test Pit) bisa dihentikan bilamana :
c. Penyelidikan Laboratorium
Pada contoh-contoh tanah yang diambil, baik contoh tanah tak terganggu
maupun contoh tanah terganggu akan dilakukan beberapa macam percobaan di
Laboratorium, sehingga data parameter dan sifat-sifat tanahnya dapat diketahui.
Jenis dan macam percobaan untuk tanah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
- Soil Properties :
• Unit Density (n)
• Specific Gravity (Gs)
• Moissture (Wn)
• Void Ratio (e)
- Grain Size Analysis
• Atterberg Limit (Wi, Wp, Ip)
• Triaxialy Test (O, C, O, C’)
• Permeability ( k) 4-6
Survey inventarisasi adalah survey sekunder ke Dinas-dinas dan SKPD terkait serta
Dekstop Study. Kebutuhan data dari dinas-dinas dan SKPD terkait terdiri atas :
a. Kebutuhan Data
Data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam data
pokok, seperti diuraikan di bawah ini.
1) Data Primer, data primer merupakan data-data yang diperoleh langsung dari
survei lapangan. Data-data tersebut dikumpulkan oleh tenaga ahli ke objek
pengamatannya dengan formulir survei.
2) Data Sekunder, data sekunder merupakan data atau informasi yang diperoleh
dalam format yang sudah tersusun atau terstruktur, berupa gambar long Jl.
Raya Bogor Kota Depok. Untuk mendapatkannya, tim teknis mendatangi
langsung instansi Dinas PU Kota Depok.
b. Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan langsung di lapangan dimana lokasi penelitian
dilakukan, meliputi :
1) Pengukuran Geometrik Jalan 4-8
Pengukuran geometrik jalan dilakukan pada saat arus lalu lintas tidak padat,
agar tidak mengganggu arus lalu lintas yang melintas. Pengukuran ini
meliputi pengukuran panjang ruas jalan dan lebar jalan
2) Pencatatan Volume Lalu Lintas
Pencatatan volume lalu lintas dilaksanakan pada saat volume jam sibuk atau
volume lalu lintas terpadat yang terjadi dan meliputi semua jenis kendaraan
yang melintas sepanjang Jl. Raya Bogor Kota Depok. Cara pengisian formulir
penelitian dibagi dalam interval waktu 15 menit. Untuk arah 1 (menanjak)
dilakukan oleh dua surveyor yang mencatatat kendaraan dan dua surveyor
mencatat arah 2 (menurun). Pencatatan yang dilakukan sampai batas waktu
yang telah ditentukan (per 15 menit), kemudian hasilnya dimasukkan dalam
formulir isian
e. Analisis Data
Setelah data yang diperlukan cukup, maka akan dilakukan analisis dengan
menggunakan data yang diperoleh di lapangan dan menggunakan formula yang
ada pada landasan teori. Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode
yang didasarkan pada MKJI 1997, untuk kondisis kelandaian khusus. Analisis
dilakukan terhadap kinerja jalan (kapasitas, derajat kejenuhan dan kecepatan).
f. Flow Chart Metode Kegiatan
Flow chart metode kegiatan mulai dari pelaksanaan survei, pengolahan data,
analisis data, tingkat pelayanan, pembahasan, kesimpulan, saran dan selesai
4-11
b. Pengukuran Waterpass
Maksud pengukuran waterpass adalah untuk menentukan ketinggian titik-titik
(BM, CP dan patok-patok) terhadap bidang referensi tertentu yang akan
digunakan sebagai jaring sipat datar pemetaan.
- Alat ukur yang dipakai adalah Automatic Level NAK-2 atau yang sederajat.
- Pengukuran waterpass dilakukan pergi-pulang pada setiap seksi. Panjang 4-13
seksi-seksi pengukuran waterpass ini antara 1 ~ 2,2 Km. Toleransi
ukurannya adalan (10 D0,5 mm), dimana D adalah jarak dalam Km.
- Pengukuran waterpass diikatkan pada titik tetap ketinggian geodetis yang
ada di dekat daerah pengukuran atau titik referensi lain yang ditetapkan oleh
Direksi.
- Pembacaan rambu dengan tiga benang (benang atas, tengah dan bawah).
d. Pengukuran dataran
1) Pemasangan patok dan BM serta Titik Acuan.
Pelaksanaan kegiatan persiapan pengukuran dan pemetaan topografi
berupa uitzet, pemasangan patok polygon, pemasangan BM (Bench Mark,)
dan Control Point serta penentuan titik acuan harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
- Jalur kerangka utama dibuat mengelilingi areal studi, sehingga merupakan
batas luar areal.
- Patok-patok kayu dipasang pada setiap titik poligon dengan jarak antara
titik poligon (100 meter, diukur dengan pita ukur baja).
- Bench Mark dan Control Point dipasang setiap 2 km dan dipasang pada
4-14
tempat yang aman dan mudah terlihat.
- Ukuran BM adalah 20 x 20 x 100 cm dan untuk CP 10 x 10 x 30 cm , yang
tampak di atas tanah ± 20 cm.
- Titik Acuan pengukuran adalah titik tetap yang telah mempunyai harga
koordinat dan ketinggian dan berada pada daerah survey atau berdekatan
(bila ada). Bila belum ada titik tetap di daeah kajian atau disekitarnya,
dapat dibuat titik acuan lokal dengan persetujuan direksi / pengawas
pergukuran yang telah ditunjuk oleh Proyek.
2) Pengukuran Kerangka Poligon.
Kerangka Utama (Poligon).
- Jalur kerangka poligon utama merupakan jalur poligon batas luar areal
pengukuran.
- Pengukuran dilakukan dengan metode kring tertutup) dengan
menggunakan alat jenis theodolite dengan ketelitian setingkat Wild T.2
- Pengukuran dilakukan pergi pulang dengan selisih bacaan sudut < 2"
dengan satu seri (B,LB, LB, B ).
- Kesalahan penutup sudut yang diijinkan 10 N (detik), dimana N =
Jumlah titik poligon
3) Poligon Cabang
- Jalur kerangka poligon cabang adalah merupakan jalar poligon yang
menghubungkan titik poligon utama di satu sisi dengan titik poligon
disisi lainnya.
- Jalur poligon cabang merupakan jalur terikat sempurna pada kedua
ujungnya.
- Alat yang digunakan, sama halnya seperti pada poligon utama dengan
pengukuran dilakukan pulang pergi.
- Selisih bacaan < 2 detik dengan kesalahan penutup sudut yang diijinkan
maksimum 10 N (detik ), dimana N = Jumlah titik poligon cabang.
4-15
5) Pengukuran Situasi
Untuk memperoleh kelengkapan data kondisi topografi dan relief muka.
tanah pada daerah kajian, diperlukan pengukuran Situasi. Persyaratan teknis
yang harus dipenuhi untuk pengukuran situasi ini adalah sebagai berikut:
- Pengukuran dilakukan dengan metode raay / voerstraal dengan menggunakan
alat jenis Theodolite dengan ketelitian setingkat wild T.0
- Panjang jalur raay diusahakan tidak lebih dari 2 km, dengan jarak antara raay
sejauh-jauhnya 200 m (untuk keperluan peta skala 1 : 1.000)
- Sernua tampakan yang dilewati atau berada di sekitar jalur pengukuran harus
didata / dirinci.
- Sungai alur, jalan dan pemukiman harus dirincik / diikuti pangukuran situasi.
- Elevasi dihitung dengan cara Tachimetri, dengan ketelitian linier harus
mencapai, 1 : 1.000
7) Penggambaran
- Pengukuran, kemudaan digambar diatas kertas milimeter dengan skala 1:
1.000.
- Gambar ini kemudian dilengkapi dengan garis Kontur dan legenda sesuai
kriteria penggambaran dalam KP. Irigasi.
- Draft peta ini kemudian diperiksakan kepada Pengawas Pengukaran, untuk
selanjutnya mendapat persetujuan untuk di over kalkir.
- Ukuran kertas kalkir yang dipakai adalah Standard A.1.
- Garis silang dibuat setiap 10 cm arah mendatar dan tegak sebagai penunjuk
angka koordinat.
- Elevasi harus ditulis dengan jelas dan rapi, dimana untuk elevasi titik-titik
kerangka dibuat 3 desimal sedang untuk titik-titik detail / rincian dibuat 2
4-17
desimal.
- Untuk daerah datar, garis kontur dibuat interval 0,1 meteran dan dipakai garis
tebal untuk setiap selang 5 garis kontur.
a. Menentukan Variabel
Pada tahap ini yang perlu dilakukan adalah menentukan variabel apa saja yang akan
digunakan untuk bahan analisa, sehingga proses analisa dapat berjalan lancar,
terarah dan sistematis. Dalam evaluasi kelayakan terminal bus induk terpadu
Penumpang Terminal Jatijajar Kota Depok ini, difokuskan pada tinjauan
karakteristik operasional terminal.
a) Data sekunder:
Data sekunder adalah data yang telah ada, diperoleh dari instansi-instansi
yang bersangkutan. Data sekunder yang dibutuhkan adalah:
- Karakteristik lalu lintas
- Karakteristik sarana
- Karakteristik prasarana
- Karakteristik pendukung terminal
b) Data Primer :
Data primer merupakan data yang diambil secara langsung melalui survai
pada lokasi penelitian. Data yang dibutuhkan, antara lain :
2) Analisa Data
Pada tahap ini hal yang perlu dilakukan adalah menganalisa dan membahas
permasalahan-permasalahan yang diangkat untuk dipecahkan berdasarkan
data-data primer maupun sekunder yang sudah diolah sesuai kebutuhan.
3. Peninjauan lalu lintas dengan sistem antrian pada tiap areal dan tiap zona
direncanakan akan masuk ke Terminal Jatijajar Kota Depok. Areal yang 4-20
diperhitungkan terhadap antrian adalah :
a. Pada pintu masuk
b. Areal kedatangan (Emplasemen Penurunan)
c. Areal parkir
d. Areal keberangkatan (Persiapan)
e. Pada pintu keluar
Gambar 4.5 Ruang Lingkup Kajian Pengembangan Konsep Transit
4-21
Oriented Development Terminal Jatijajar Kota Depok
Gambar 4.6 Alur Pelaksanaan Kegiatan
4-22
BAB 5
ANALISIS
1. Berada pada Simpul Transit jaringan angkutan umum massal yang meliputi
moda transportasi massal berkapasitas tinggi, sedang dan rendah, baik pada jarak
dekat maupun jarak sedang dan jauh
2. Memenuhi persyaratan intermoda dan antarmoda transit
5-1
3. Dilayani paling kurang 1 moda transit jarak dekat dan 1 moda transit jarak jauh
4. Sesuai dengan arah pengembangan pusat pelayanan dan kegiatan
5. Berada pada kawasan dengan kerentanan bencana rendah disertai dengan
mitigasi untuk mengurangi risiko bencana
6. Berada pada kawasan yang tidak mengganggu instalasi penting negara.
Tabel 5.1. Prasyarat Transportasi Massal Dalam Pengembangan
Kawasan TOD
TOD Sub TOD
TOD Kota –
Kota- Sub Lingkungan-
Pusat
Kriteria Pusat Pusat
Pelayanan
Pelayanan Pelayanan
Kota
Kota Lingkungan
Moda Jarak Dekat (dalam Kota)
Transit Mikrobus ✓ ✓ ✓
Bus kota, BRT ✓ ✓ ✓
A. LRT ✓ ✓ ✓
B. Heavy rail (MRT) ✓ ✓ -
Jarak Jauh (antar kota, antar provinsi)
A. LRT ✓ ✓ ✓
B. Heavy rail (MRT):
- Kereta Cepat ✓ ✓ -
- Kereta api ✓ ✓ -
- Commuter line ✓ ✓ ✓
- Bus Ekspres
(Bus Antar ✓ ✓ -
Kota/Provinsi)
Headway < 5 menit 5 – 15 menit 15 – 30 menit
Sumber: Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang Nomor 16 Tahun, 2017
Pada Rencana Tata Ruang Kota Depok tahun 2012 – 3032 terdapat 5 terminal yang
akan dibangun di Kota Depok. Terminal tersebut terdiri dari 1 terminal tipe A yakni 5-4
5-5
Gambar 5.1. Rencana Struktur Ruang Kota Depok 2012 - 2032
5-6
5.3PERGERAKAN REGIONAL TERMINAL JATIJAJAR
Pergerakan regional Terminal Jatijajar dapat dilihat dari trayek angkutan umum
yang keluar atau masuk terminal. Pergerakan regional pada Terminal Jatijajar
terbagi menjadi 2 yakni pergerakan dalam provinsi dan luar provinsi. Pergerakan
dalam provinsi ditujukan dengan pergerakan bus AKDP (Antar Kota Dalam
Provinsi), sedangkan pergerakan luar provinsi ditunjukan dengan pergerakan bus
AKAP (Antar Kota Antar Provinsi) yang keluar masuk Terminal Jatijajar. Terdapat
49 Perusahaan Otobus AKAP dan 11 perusahaan otobus AKDP yang saat ini
melayani Terminal Jatiajajr. Trayek bus AKAP dan AKDP yang ada di Terminal
Jatijajar dijadikan acuan untuk pergerakan regional yang ada di Terminal Jatijajar.
5-6
Pergerakan regional Terminal Jatijajar juga dilihat dari trayek bus AKDP yang
melayani Terminal Jatijajar. Berikut merupakan trayek bus AKDP yang melayani
Terminal Jatijajar.
Tabel 5.6. Trayek Bus AKDP Terminal Jatijajar
Jumlah
No. Nama PO Trayek Kelas
Moda
Bekasi - Ciamis 1 Non Ekonomi
Bekasi -Malambong 1 Non Ekonomi
Cibinong - Ciamis 6 Non Ekonomi
Cileungsi - Tasikmalaya 1 Non Ekonomi
Depok - Sukabumi 1 Ekonomi
1 PT. Hs.Budiman
Depok - Tasikmalaya 1 Non Ekonomi
Depok - Malangbong 8 Non Ekonomi
Depok - Tsm 2 Non Ekonomi
Jagorawi - Ciamis 2 Non Ekonomi
Jakarta - Ciamis 1 Non Ekonomi
2 PT.Medal Jaya Mandiri Depok - Sukabumi 3 Ekonomi
3 PO. Doa Ibu Jakarta - Tasikmalaya 2 Ekonomi
4 PT. Sumber Jaya Trans Jakarta - Tasikmalaya 2 Non Ekonomi
5 PT. Maya Gapura Intan (Mgi) Jatijajar - Bandung 12 Non Ekonomi
6 PT. Dipasena Raya Depok - Kuningan 1 Non Ekonomi
2 Bisnis Ac
7 PT. Putri Luragung Shahira Jatijajar - Kuningan
2 Ekonomi
1 Bisnis Ac
8 PT Gaya Utama Jaya Jatijajar - Kuningan
3 Ekonomi
9 PT Putri Luragung Shahira Jakarta - Kuningan 1 Ekonomi
PO Luragung Termuda / Pt
10 Jatijajar - Kuningan 4 Ekonomi
Gaya Utama Jaya
11 PO Setia Negara Kuningan 1 Ekonomi
Sumber: Web Official BPTJ 2017
Terdapat 58 armada bus AKDP yang saat ini melayani Terminal Jatijajar.
5-7
Keseluruhan pergerakan bus AKDP yang ada di Terminal Jatijajar adalah keluar
dengan tujuan menuju Tasimalaya, Bandung, Ciamis, Garut, Kota Sukabumi dan
Kuningan. Bus AKDP menuju Kuningan memiliki jumlah armada paling banyak
daripada menuju ke kota lainnya sebanyak 15 armada. Berikut merupakan
persebaran pergerakan bus AKDP Terminal Jatijajar.
Gambar 5.3. Persebaran Bus AKDP Terminal Jatijajar
Sumber: Web Official BPTJ 2017
5-9
Gambar 5.4. Konektivitas Terminal Jatijajar
Sumber: Analisis spasial, 2019
Jika dilihat berdasarkan jaraknya, Stasiun Pondok Cina, Stasiun LRT Harjamukti
dan Tol Jagorawi memiliki jarak < 9 m dari Terminal Jatijajar. Agar lebih jelas,
berikut merupakan gambar letak Terminal Jatijajar dengan Stasiun Pondok Cina,
Stasiun LRT Harjamukti dan Tol Jagorawi.
Gambar 5.5. Terminal Jatijajar – Tol Jagorawi
Sumber: Analisis spasial, 2019
5-10
Stasiun Pondok Cina merupakan salah satu stasiun commuter line yang memiliki
jarak paling dekat dengan Terminal Jatijajar. Jarak dari Terminal Jatijajar ke
Stasiun Pondok Cina adalah sejauh 8,3 Km. Pada tahun 2018, jumlah penumpang
di Stasiun Pondok Cina mencapai 6.956.452 penumpang. Berikut merupakan
jumlah penumpang Stasiun Pondok Cina dari tahun 2014 – 2018.
5-11
Tabel 5.8. Jumlah Penumpang Pada Stasiun Pondok Cina Tahun 2014 - 2018
Jumlah Penumpang
Stasiun
2014 2015 2016 2017 2018
Pondok Cina 4.618.287 6.037.142 7.179.565 4.525.113 6.956.452
Sumber: Kota Depok Dalam Angka, 2019
Jika dilihat berdasarkan tabel diatas, rata - rata jumlah penumpang commuter line
yang melakukan keberangkatan melalui Stasiun Pondok Cina setiap harinya adalah
sebanyak 16.287 penumpang. Pada tahun 2017 jumlah penumpang yang menaiki
commuter line dari Stasiun Pondok Cina mengalami penurunan dari tahun
sebelumnya sebesar 37% atau sebesar 2.654.452 penumpang. Berikut merupakan
proyeksi penumpang Stasiun Pondok Cina 5 tahun kedepan dari tahun 2019 – 2023.
Tabel 5.9. Proyeksi Jumlah Penumpang Stasiun Pondok Cina Tahun 2019 –
2023
Jumlah Penumpang
Stasiun
2019 2020 2021 2022 2023
Pondok
6.631.223 6.771.562 6.893.130 7.000.360 7.096.280
Cina
Sumber: Hasil Analisis, 2019
Pintu Tol Cimanggis 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa jumlah kendaraan yang melewati pintu
tol Cimanggis setiap tahunnya selalu meningkat. Peningkatan volume kendaraan
yang masuk ke Kota Depok melewati pintu tol Cimanggis setiap tahunnya
meningkat sebesar 4%. Jumlah kendaraan yang melewati pintu tol Cimanggis pada
tahun 2023 adalah sebanyak 4.994.405 kendaraan. Jika dilihat dalam sehari pada
tahun 2023, kendaraan yang melewati pintu tol Cimanggis adalah sebanyak 13.837
kendaraan.
Total 2 Arah 6.667 598 119 7.384 1.666,75 598 154,7 2.419,45
Total 2 Arah 6.473 1.148 167 7.797 1.607,25 1.158 217,1 2974,35
Jl. Raya Bogor memiliki lebar jalan sebesar 12 m dengan 4 lajur dan 2 jalur. Kelas
hambatan samping pada Jl. Raya Bogor adalah Very low, yang berarti gangguan
akibat aktivitas di sisi jalan seperti pejalan kaki yang menyeberang jalan, angkot
yang berhenti, dan keluar masuk kendaraan di jalan ini rendah. Berdasarkan hasil
perhitungan kapasitas jalan diatas dapat diketahui bahwa besar kapasitas Jl. Raya
Bogor adalah 5.829,1 Smp/jam.
5.5.3 Tingkat Kinerja Jl. Raya Bogor
Kapasitas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk menampung arus atau volume
lalu lintas yang ideal dalam satuan waktu tertentu, dinyatakan dalam jumlah
kendaraan yang melewati potongan jalan tertentu dalam satu jam (kend/jam).
Tingkat pelayanan jalan (Level of service) adalah suatu ukuran yang digunakan
untuk mengetahui kualitas suatu ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu lintas
yang melewatinya.
V
LOS =
C
Keterangan :
V = Volume kendaraan (smp)
C = Kapasitas jalan (smp/jam)
LOS = Level Of Service (Tingkat Pelayanan Jalan)
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai VCR Jl. Raya Bogor pada hari 5-17
libur lebih tinggi dibandingkan saat hari kerja akibat dari meningkatnya volume
kendaraan yang melintas Jl. Raya Bogor saat hari libur. Tingkat pelayanan Jl. Raya
Bogor pada saat hari kerja adalalah B, sehingga Jl. Raya Bogor pada hari kerja
memiliki arus stabil, kecepatan sedikit terbatas oleh lalu lintas dan pengemudi
masih dapat bebas dalam memilih kecepatannya. Pada hari libur tingkat pelayanan
Jl. Raya Bogor adalah C yang mengindikasikan Jl. Raya Bogor pada hari libur
memiliki arus kendaraan yang stabil dan kecepatan dapat dikontrol oleh lalu lintas.
Tingkat pelayanan Jl. Raya Bogor pada hari kerja maupun libur masih termasuk ke
tingkat pelayanan jalan yang baik karena kapasitas jalannya masih mampu
menampung volume kendaraan yang melintas sehingga arus kendaraan stabil.
5.5.4 Proyeksi Jumlah Kendaraan Kota Depok
Jumlah kendaraan yang ada di Kota Depok pada tahun 2018 adalah sebanyak
1.148.080 kendaraan. Jenis kendaraan yang paling mendominasi di Kota Depok
adalah sepeda motor dengan jumlah kendaraan pada tahun 2018 adalah sebanyak
966.451 kendaraan. Seluruh jenis kendaraan yang ada di Kota Depok dari tahun ke
tahunnya selalu mengalami kenaikan jumlah kendaran. Rata – rata, penigkatan
jumlah kendaraan setiap tahunnya adalah sebanyak 44.863 kendaraan dalam
5-18
setahun. Jenis kendaraan yang memiliki jumlah kendaraan paling sedikit di Kota
Depok adalah bus dengan jumlah kendaraan pada tahun 2018 adalah sebanyak 508
kendaraan.
Agar mengetahui tingkat kinerja Jl. Raya Bogor di masa yang akan datang, maka
dilakukan proyeksi pada tingkat kinerja Jl. Raya Bogor untuk 5 tahun kedepan atau
sampai tahun 2023. Pada analisis proyeksi ini, hanya volume kendaraan yang
diproyeksikan hingga tahun 2023 dan kapasitas tetap karena dianggap kondisinya
akan sama. Proyeksi volume kendaraan menggunakan asumsi pertambahan jumlah
kendaraan yang ada di Kota Depok sebesar 4%. Berikut merupakan proyeksi
tingkat kinerja Jl. Raya Bogor.
Tabel 5.16. Proyeksi Tingkat Kinerja Jl. Raya Bogor 2020 – 2023
5-19
2020 2021
Titik Waktu C
V VCR LOS V VCR LOS
Jl. Raya Weekday 5829,1 2.516,28 0,4317 B 2.616,93 0,4489 B
Bogor Weekend 5829,1 3.093,38 0,5307 C 3.217,11 0,5519 C
2022 2023
Titik Waktu C
V VCR LOS V VCR LOS
Jl. Raya Weekday 5829,1 2.721,61 0,4669 C 2.830,47 0,4856 C
Bogor Weekend 5829,1 3.345,80 0,5740 C 3.479,63 0,5969 C
Sumber: Hasil Analisis, 2019
Berdasarkan tabel diatas, tingkat kinerja Jl. Raya Bogor saat hari kerja pada tahun
2020 dan 2021 memiliki tingkat kinerja dengan kategori B atau Jl. Raya Bogor
memiliki arus lalu lintas stabil, kecepatan sedikit terbatas oleh lalu lintas, dan
pengemudi masih dapat bebas dalam memilih kecepatannya. Lalu, pada tahun 2022
– 2023 tingkat kinerja Jl. Raya Bogor saat hari kerja mengalami peningkatan
menjadi kategori C atau arus stabil, tetapi kecepatan dikontrol oleh lalu lintas.
Sedangkan pada hari libur, tingkat kinerja Jl. Raya Bogor dari tahun 2020 – 2023
memiliki tingkat kinerja pada kategori C sehingga tingkat kinerja Jl. Raya Bogor
saat ini hingga tahun 2023 masih baik tetapi kecepatan dikontrol oleh lalu lintas.
Maka dapat disimpulkan bahwa pergerakan yang terjadi di Jl. Raya Bogor
merupakan pergerakan untuk bekerja karena perubahan tingkat kinerja dari ketegori
B ke C pada tahun 2022 – 2023 Jl. Raya Bogor saat hari kerja.
5-20
Penggunaan lahan pada Kawasan Terminal Jatijajar terdiri dari penggunaan lahan
perumahan, industri serta perdagangan dan jasa. Guna lahan yang mendominasi
kawasan Terminal Jatijajar adalah penggunaan lahan perumahan dengan luas
987.677 m2 . Guna lahan perdagangan dan jasa memiliki luas yang paling kecil
dibandingkan luas guna lahan lainnya yakni perumahan dan industri. Luas
penggunaan lahan perdagangan dan jasa adalah sebesar 96.034 m2. Berikut
merupakan peta penggunaan lahan pada Kawasan Terminal Jatijajar.
5-21
Total bangkitan dan tarikan pergerakan pada Kawasan Terminal Jatijajar dalam
sehari adalah sebesar 60.203 pergerakan. Penggunaan lahan yang memiliki
bangkitan dan tarikan pergerakan paling tinggi adalah penggunaan lahan
perdagangan dan jasa dengan total pergerakan dalam sehari adalah 50.708
pergerakan. Selanjutnya diikuti oleh bangkitan dan tarikan pergerakan penggunaan
lahan industri dengan besar pergerakan sebanyak 7.276.
pertambahan penduduk yang ada di Kecamatan Tapos memiliki rata – rata kenaikan
pertahun -3%. Besar rata – rata pertambahan kendaraan di Kota Depok adalah
sebesar 4% setiap tahunnya. Berikut merupakan proyeksi bangkitan dan tarikan
Kawasan Terminal Jatijajar.
Lingkungan
kerja &
6. daerah Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah
pengawasan
terminal
Penyediaan
Pemerintah/BU
fasilitas Pemerintah/BUMN/ BUMN/
8. MN/ Pemerintah
pendukung BUMD/Swasta BUMD/Swasta
BUMD/Swasta
(komersial)
Sistem
Pemerintah/BU
informasi dan Pemerintah/BUMN/ Pemerintah/BUMN/
9. MN/ Pemerintah
manajemen BUMD/Swasta BUMD/Swasta
BUMD/Swasta
terminal
Sumber daya Pemerintah/BUMN/ Pemerintah/BUMN/
10. Pemerintah Pemerintah
manusia BUMD/Swasta BUMD/Swasta
11. Pengawasan Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah
Kepemilikan
12. Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah
asset
Sumber: Kajian Potensi Pengembangan Terminal Tipe A berdasarkan Komersialisasi, Kemenhub
2019
5-25
Tabel 5.23. Daftar Terminal Tipe A yang Termasuk Kedalam Terminal
dengan Nilai Komersil Tinggi
No. Nama Terminal
1. Terminal Lhoksumawe
2. Terminal Batoh
3. Terminal Amplas
4. Terminal Pinang Baris
5. Terminal Anak Air
6. Terminal Bangkinang
7. Terminal Alam Barajo
8. Terminal Rajabasa
9. Terminal Pakupatan
10 Terminal Merak
11. Terminal Poris Plawad
No. Nama Terminal
12. Terminal Sukabumi
13. Terminal Harjamukti
14. Terminal Baranangsiang
15. Terminal Induk Bekasi
16. Terminal Kalijaya Cikarang
17. Terminal Jatijajar
18. Terminal Cicaheum
19. Terminal Leuwipanjang
20. Terminal Cilacap
21. Terminal Wonogiri
22. Terminal Klaten
23. Terminal Mangkang
24. Terminal Purwokerto
25. Terminal Bawen
26. Terminal Tidar
27. Terminal Tingkir
28. Terminal Tirtonandi
29. Terminal Demak
30. Terminal Arjosari
31. Terminal Sumenep
32. Terminal Purabaya
33. Terminal Mengwi
34. Terminal Mandalika
35. Terminal Bimoku
36. Terminal Mandalika
37. Terminal Singkawang
5-29
Gambar 5.11. Peta Lokasi Titik Sondir
Percobaan ini menggunakan alat sondir tipe Dutch Cone Penetrometer yang
dilengkapi dengan bikonus, dan dipasang diujung pipa sondir. Selama percobaan
sondir, alat dipertahankan vertikal dengan memasang angkur dikaki sondir. Konus
kemudian ditekan masuk ke dalam tanah dengan kecepatan konstan tidak lebih dari 5-30
2 cm/dtk. Konus mempunyai sudut 60 derajat dan luas conenya 10 cm². Pembacaan
tekanan konus dilakukan dengan interval 20 cm yaitu pembacaan tekanan konus
dan tekanan total + friksi dari selimut konus. Percobaan ini dihentikan jika tahanan
konus telah mencapai 200 kg/cm² atau mencapai kedalaman 25.00 meter. Hasil
percobaan dipresentasikan dalam grafik hubungan antara kedalaman terhadap
tahanan konus, tahanan total, dan friction ratio.
Muka air tanah diamati pada semua titik sondir selama penyelidikan lapangan
dilakukan. Kedalaman muka air tanah yang diperoleh pada waktu penyelidikan
lapangan diperoleh dalam waktu yang singkat atau hanya dilakukan pada saat
pekerjaan lapangan dilaksanakan, sehingga perlu dilakukan pengujian lapangan
lainnya untuk mendapatkan kedalaman muka air tanah yang lebih pasti dan stabil.
Pengujian sondir dilakukan pada 5 (lima) titik. Berdasarkan hasil pengujian DCPT
/ sondir yang diplot dalam grafik hubungan antara qc (tahanan konus) dan fr
(friction ratio) terhadap kedalaman pengujian, diperoleh data sebagai:
Muka air tanah diamati pada semua titik sondir selama penyelidikan lapangan
dilakukan. Untuk mendapatkan muka air tanah yang lebih pasti disarankan untuk
melakukan pengujian lapangan lainnya. Adapun hasil pengamatan dan pengukuran
selama pekerjaan lapangan dirangkum sebagai berikut:
Pondasi dangkal dapat digunakan untuk memikul beban rencana struktur ringan.
Daya dukung ijin pondasi dangkal dihitung berdasarkan nilai tanahan konus dengan
menggunakan formula Skempton. Daya dukung ijin pondasi dangkal pada beberapa
kedalaman berdasarkan nilai qc adalah sebagai berikut:
Tabel 5.27. Daya Dukung Ijin Pondasi Dangkal
Kedalaman Pondasi Dangkal Daya Dukung Ijin
1.00 meter 0.10 kg/cm²
2.00 meter 0.21 kg/cm²
Sumber: Hasil Survei Penyelidikan Tanah, 2019
Pondasi dalam digunakan jika pondasi dangkal tidak mampu memikul beban
struktur yang telah direncanakan. Pemilihan jenis pondasi dalam yang digunakan
tergantung dari faktor lingkungan di sekitar lokasi proyek, kondisi tanah, dan faktor
ekonomis. Berikut daya dukung ijin pondasi dalam yang ditempatkan hingga
kedalaman 11.00 meter dari Titik Sondir S-05. Daya dukung ijin pondasi dalam
yang ditempatkan hingga kedalaman 11.00 meter.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses penggambaran peta antara lain :
a. Judul peta project
b. Peta lokasi project
c. Arah utara peta
d. Legenda
e. Garis kontur dengan interval 0.5 meter (sesuai kebutuhan)
f. Gambar situasi : jalan, bangunan, sungai, rawa, alur, dll
g. Garis dan angka grid dengan interval 50 meter
Gambar 5.12. Peta Site Plan Eksisting
5-47
Gambar 5.13. Peta Situasi Contour
5-48
BAB 6
KONSEP PENGEMBANGAN
Sesuai dengan Prinsip TOD yaitu mewujudkan kawasan campuran serta kawasan
6-1
padat dan terpusat yang terintegrasi dengan sistem transportasi massal, terdiri atas:
6-4
Gambar 6.1 Alur Pelayanan Penumpang Terminal
Alur pelayanan terminal diawali oleh pembelian tiket secara langsung maupun
secara online. Sebelum masuk ke ruang tunggu, calon penumpang akan melewati
pos pemeriksaan tiket dan melakukan check in bagasi di terminal. Bagi penumpang
bertiket, setelah bus datang pun dapat langsung menaiki bus sesuai dengan tiket
yang dipesan.
6-6
6-7
6-9
Akses sirkulasi dan flow kendaraan yang dulunya berpusat pada Jl. Raya Bogor
kemudian dialihkan pada akses Jalan Tol Cimanggis. Kedepannya Jl. Raya Bogor
diharapkan dapat tetap berfungsi optimal sebagai akses jalan kolektor primer Kota
Depok yang menghubungkan antara Kota Depok dan Kabupaten Bogor.
6-10
6-11
Fungsi yang dapat dikembangkan pada kawasan ini adalah kawasan dengan fungsi
sebagai sarana Transportasi. Sarana penunjang yang dapat dikembangkan pada
kawasan terminal Jatijajar ini kemudian dapat dikembangkan dengan mengikut
pada ketentuan yang tertuang dalam PM 132 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Terminal Penumpang Angkutan Jalan. Pada Peraturan Menteri tertuang beberapa
sarana pendukung yang diharapkan hadir pada terminal penumpang Tipe A dengan
mengikut pada pembagian zona yang terdiri atas Zona 1 sebagai zona penumpang
bertiket, Zona 2 sebagao zona penumpang belum bertiket, Zona 3 sebagai zona
transit dan Zona 4 yang berfungsi sebagai zona pengendapan. Secara garis besar
fungsi yang dikembangkan difokuskan guna memberi kelancaran sirkulasi pada
kawasan terminal.
6-12
Gambar 6.13 Zonasi Fungsi Kawasan
6-13
Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 132 Tahun
2015 tentang Penyelenggaraan Terminal Penumpang ditetapkan bahwa Terminal
penumpang terbagi atas 4 (empat) zona pelayanan yang meliputi:
Zona penumpang sudah bertiket atau zona I merupakan tempat steril yang khusus
disediakan bagi penumpang bertiket yang telah siap memasuki kendaraan. Zona ini
merupakan tempat dimana calon penumpang, pengantar, dan orang umum
mendapatkan pelayanan sebelum masuk ke dalam zona bertiket. Zona 1 pada
kawasan terminal Jatijajar terdiri atas Zona 1 AKAP dann Zona 1 AKDP.
Penumpang yang sudah bertiket begitu memasuki terminal dapat langsung menuju
ke Ruang Tunggu dan sambal menuggu kendaraan berangkat.
Gambar 6.15 Zona Penumpang Bertiket
2. Zona 2, Zona penumpang belum bertiket
Zona penumpang belum bertiket atau zona 2 merupakan tempat dimana calon
penumpang, pengantar, dan orang umum mendapatkan pelayanan sebelum masuk
ke dalam zona sudah bertiket atau zona 1. Zona ini Merupakan tempat steril yang
khusus disediakan bagi penumpang bertiket yang telah siap memasuki kendaraan.
Ruang tunggu, dapat berupa ruang tunggu eksekutif (lounge) dan/atau ruang tunggu
non eksekutif (non lounge).
6-16
3. Zona 3, Perpindahan
Merupakan tempat untuk istirahat awak kendaraan, pengendapan kendaraan, ramp cek,
bengkel yang diperuntukkan bagi operasional bus.
6-17
a. Sirkulasi Angkutan
1. Sirkulasi Bus AKAP dan AKDP
Bus yang masuk ke dalam terminal langsung memasuki zona 3 perpindahan,
berdasarkan konsep sirkulasi terminal terdiri dari 8 tahapan meliputi:
a) Bus masuk area terminal
b) Pencatatan jumlah penumpang datang dan faktor muat
c) Menuju jalur kedatangan untuk menurunkan penumpang
d) Pemeriksaan kondisi bus dan awak bus serta kelengkapan
administrasi
e) Pembayaran jasa terminal, permohonan persetujuan pemberangkatan,
persetujuan pemberangkatan bus
f) Menuju lajur keberangkatan untuk menaikkan penumpang
g) Pencatatan jumlah penumpang perangkat dan faktor muat
h) Keberangkatan bus
6-18
6-19
Menurut Dirjen Bina Marga (1999) yang dimaksud dengan jalur pejalan kaki adalah
lintasan yang diperuntukkan untuk berjalan kaki, dapat berupa trotoar,
penyeberangan sebidang (penyeberangan zebra atau penyeberangan pelican) dan 6-20
penyeberangan tak sebidang (jembatan penyeberangan dan terowongan). Fungsi
utama jalur pejalan kaki adalah sebagai berikut:
6-21
6-22
6-23
6-24
6-25
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU / JURNAL
Putra, Rendra Ardi Permana. 2017. Desain Interior Food Court Pelindo III Cabang
Tanjung Perak Surabaya Dengan Konsep Perkotaan Surabaya Bernuansa
Pantai
B. PERATURAN
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok
Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 1 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Depok Tahun 2012-2032
Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 5 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 1 Tahun 2008 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Depok Tahun 2006-2025
Peraturan Walikota Depok Nomor 11 Tahun 2017 tentang Angkutan Orang Dengan
Sepeda Motor
xi