Anda di halaman 1dari 7

Dampak sosial dan ekonomi pariwisata parangtritis

Teori para ahli.

Seperti pelaksanaan program pembangunan pada umumnya, pengembangan pariwisata sudah


tentu mengakibatkan dampak positif dan dampak negatif bagi masyarakat. Dampak positif
dari kegiatan pariwisata terhadap budaya masyarakat lokal antara lain; munculnya kreativitas
dan inovasi budaya, akulturasi budaya, dan revitalisasi budaya. Sedangkan dampak negatif
yang sering dikawatirkan terdapat budaya masyarakat lokal antara lain; proses komodifikasi,
peniruan, dan profanisasi (Shaw and Williams, dalam Ardika 2003:25).

Dampak positif sosial budaya pengembangan pariwisata dapat terlihat dari adanya pelestarian
budaya masyarakat lokal seperti kegiatan keagamaan, adat istiadat, dan tradisi, dan
diterimanya pengembangan objek wisata dan kedatangan wisatawan oleh masyarakat lokal.
Sedangkan dampak negatif sosial budaya pengembangan pariwisata dilihat dari reaksi
masyarakat lokal terhadap keberadaan pariwisata seperti adanya perselisihan atau konflik
kepentingan di antara para stakeholders, dan penolakan terhadap pengembangan

parangtritis

Parangtritis merupakan salah satu objek wisata yang terdapat di Yogyakarta. Parangtritis
memiliki keunggulan disbanding pantai lain di yogyakarta, yaitu memiliki hamparan bukit
pasir. Pantai Parangtritis juga merupakan salah satu pantai yang menjadi destinasi wisata
favorit bagi wisatawan domestic maupun asing. Pantai ini memiliki pemanadangan yang
indah sehingga menjadi destinasi pilihan saat berlibur. Dengan dijadikannya sebagai tempat
pariwisat, pantai parangtritis saat ini masih dalam pengembangan untuk lebih menarik minat
para wisatawan. Terdapat berbagai macam dampak yang timbul akibat dijadikannya Pantai
Parangtritis sebagai objek wisatanya salah satunya yaitu dampak pada kondisi sosial dan
ekonomi masyarakat lokal yang ada di sekitar Pantai Parangtritis tersebut.

Strategi pengembangan kawasan wisata pantai parangtritis digunakan untuk pemanfaatan


ruang yang optimal untuk berbagai kegiatan kepariwisataan yang berkelanjutan. Dalam
pembangunan obyek wisata ada keseimbangan antara peningkatan perekonomian, pelestarian
lingkungan, serta pengembangan sumber daya manusia sehingga dapat membuat inovasi dan
meningkatkan pendapatan daerah. Berbagai potensi yang dapat menjadi daya tarik
diantaranya objek wisata pantai parangtritis yang menjadi daya tarik perhatian warga lokal,
luar daerah bahkan manca negara. Hal tersebut terbukti dari dengan banyaknya pengunjung
yang datang dari luar Yogyakarta dan sekitarnya. Hal tersebut memberikan dampak positif
bagi masyarakat local yang tinggal di area Pantai Parangtritis

Destinasi wisata Pantai Parangtritis merupakan salah satu tempat wisata yang paling populer
dan penting untuk meningkatkan perekonomian di Kabupaten Bantul. Keberhasilan dalam hal
pariwisata berdampak positif dalam hal perekonomian masyarakat sekitar area objek wisata
Pantai Parangtritis. Dengan adanya obyek wisata, masyarakat sekitar mendapatkan peluang
usaha baru dengan membuka took atau warung di area sekitar pantai, mereka menjual
makanan , minuman, cindera mata berupa kaos, gnatungan kunci, souvenir khas Pantai
Parangtritis dan lain sebagainya. Selain membuka warung beberapa masyarakat menyewakan
dan memfasilitaasi berbagai alat transportasi untuk berkelilingarea pantai seperti, andong,
atv, dan motor trail. Dengan dikembangkanya Kawasan wisata Pantai Parangtritis dapat
meningkatkan perekonomian dan menjadikan wadah untuk mengurangi angka pengangguran.

Selain dampak positif, adanya objek wisata Pantai Parangtritis juga berdampak negatif
terhadap aktivitas sosial masyarakat karena jangkauan interaksi yang ditimbulkan semakin
luas. Meningkatnya jumlah pengunjung membuat masyarakat setempat juga meningkatkan
jumlah penginapan atau home stay. Kelestarian dari tempat wisata juga menjadi semakin
menurun, fungsi dari pantai akan terganggu karena adanya campur tanggan yang semakin
dominan. Kurangnya kesadaran dari masyarakat lokal maupun masyarakat setempat terhadap
sampah menyebabkan pantai mengalami pencemaran dan mengakibatkan wilayah pantai
beresiko untuk terkena kerusakan. Selain itu ketimpangan sosial yang berdampak buruk
dikawasan pesisir pantai Parangtritis diakibatkan banyaknya penduduk wanita lajang yang
tinggal dikawasan area pantai menyebabkan munculnya praktek kegiatan prostitusi, praktek
tersebut dilakukan di area pinggiran pesisir pantai yang merupakan tempat karaoke yang
berkedok warung. Adanya aktivitas terlarang tersebut menjadikan citra baik yang ada akan
rusak. Kegiatan tersebut merupakan dampak lain dari interkasi gejala sosial yang timbukan
karena ada sebuah kesengajaan ataupun sebagai dampak dari kegiatan interkasi sosial yang
terjadi.

Selain itu ketimpangan Pendidikan warga sekitar parangtritis juga merupakan salah satu
dampak yang terjadi. Banyak dari warga sekitar parangtritis yang merelakan kegiatan
Pendidikan untuk pengelolaan pariwisata. Hal tersebut dikarenakan persaingan serta
kurangnya sosialisasi dalam pengembangan kawasan pariwisata tersebut. Mestinya dalam
pengembangan pariwisata di suatu daerah diperlukan pemberdayaan dari segi aspek sosial
masyarakat juga, untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang ada. Akibat dari
kurangnya pemberdayaan dan Pendidikan yang rendah mengakibatkan timbulnya kondisi
sosial yang tidak sesuai seperti contoh di atas. Hal tersebut menjadi tugas dan tantangan
pengelola Kawasan wisata Pantai Parangtritis.

Dampak pariwisata banda aceh

Pariwisata di Banda Aceh sebelum banyak didominasi oleh pesona wisata alam dan budaya
seperti Pantai Lampuuk, Pantai Alue Naga, Masjid Raya Baiturahman, Museum Nagari
Aceh, Rumoh Aceh, Komplek Halaman Ghairah/ Gunongan yang menggambarkan sejarah
serta budaya Aceh, serta Kawasan Wisata Kuliner Keudah serta Simpang Mesra. Sejak
terjadinya tsunami di Aceh, meningkat banyak objek wisata di Banda Aceh yang
bermunculan. Sisa sisa tsunami Aceh semacam kapal yang masuk ke darat serta terdampar di
atas rumah penduduk nyatanya menarik turis baik nusantara ataupun asing untuk melihat
secara langsung sisa bencana tsunami.

Kota Banda Aceh sebagai ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam kembali dibangun
oleh Pemerintah dengan dibantu pihak swasta. Saat ini, Kota Banda Aceh telah berkembang
dari berbagai aspek baik itu ekonomi, pendidikan, dan pariwisata khususnya. Kota Banda
Aceh kaya akan potensi wisata yang dimiliki baik alam maupun buatan. Beberapa
diantaranya merupakan destinasi wisata terkenal yaitu Masjid Raya Baiturrahman, Pantai
Lhoknga dan Pantai Lampuuk, Museum Tsunami Aceh, Museum PLTD Apung, Kapal di
Atas Rumah dan Taman Sari Gunongan.

Sementara itu, perkembangan pariwisata di Banda Aceh juga dapat dilihat dari jumlah
kunjungan wisatawan dengan dibukanya beberapa akses penerbangan langsung internasional
ke Banda Aceh. Antusiasme wisatawan asing yang datang ke aceh untuk mengunjungi situs
tsunami. Ketertarikan mereka pada sejarah bencana tsunami menjadi alasan utama mereka
untuk mengunjungi Banda Aceh. Wisatawan asing tersebut datang dari berbagai negara di
dunia seperti Inggris, Filipina, Australia, dan negara Eropa lainnya. Umumnya wisatawan
asing tersebut mengunjungi situs tsunami kapal PLTD Apung, Museum Tsunami Aceh dan
Museum Rumoh Aceh.
Banyaknya kedatangan orang asing ke Banda Aceh baik dalam rangka berwisata pantai
terutama selancar ikut mendongkrak popularitas daerah tujuan wisata pantai di Banda Aceh.
Kedatangan wisatawan tentunya membawa dampak perubahan dari nilai sosial dan
kebudayaan masyarakat. Menurut john collin, interaksi sosial muncul saat hubungan antar
pribadi terjadi dengan situasi dan kondisi tertentu ataupun interaksi yang berawal dari
pengamatan perilaku individu, yang mengarah pada hubungan berjangka panjang dan bersifat
akrab. Wisatawan dan masyarakat lokal dapat memiliki hubungan atau interaksi pada saat
mereka melakukan transaksi, saat wisatawan menggunakan jasa masyarakat lokal sebagai
supir atau pemandu wisata, dan saat bertemu di tempat wisata seperti di restoran, hotel, biro
perjalanan dan sebagainya.

Contoh lain dampak pariwisata terhadap kondisi sosial budaya masyarakat di Aceh juga
terlihat pada masyarakat di wilayah Iboih, Sabang. Kedatangan wisatawan ke Iboih-Sabang,
berpengaruh pada kesadaran masyarakat untuk menjaga ekosistem lingkungan laut dan
pantai, masyarakat lebih terbuka terhadap pendatang, meningkatnya kesadaran akan
kebersihan dan kedisiplinan waktu, serta meningkatnya kemampuan bahasa asing masyarakat

Kondisi masyarakat di Banda Aceh pada masa sebelum pariwisata jauh berkembang
sangatlah berbeda. Dua momentum kebangkitan Aceh yang ditandai dengan terselesaikannya
konflik berkepanjangan dan bencana alam tsunami yang menyita perhatian internasional
menjadi dua faktor yang tidak dapat dikesampingkan dalam momentum pertumbuhan dan
perkembangan pariwisata khususnya di Banda Aceh. Selain itu, tentu sudah banyak diketahui
bahwa Aceh menerapkan syariat islam dalam mengatur tatanan hidup masyarakat Aceh. Aceh
memiliki Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang salah satu
isinya. Yaitu, bahwa Aceh diberikan kewenangan menjalankan syariat islam secara
menyeluruh meliputi akidah, syariah, dan akhlak dan sebagian masyarakat menganggap
pariwisata sebagai perilaku yang berkaitan erat dengan kemaksiatan dan.mennganggap
bahwa di Aceh, destinasi wisata dianggap sebagai budaya yang kurang santun melalui
industri hiburan. Dianggap hanya hendak mengejar keuntungan ekonomi wisata. Pemerintah
Aceh terkesan cenderung merendahkan wisata selaku‘ budaya’ yakni budaya yang bersifat
rendahan, dangkal, imitatif, serta seragam. Wisata selaku budaya terkenal senantiasa dikira
bermasalah oleh para pemimpin politik, pendisiplin moralitas serta sosial. Mereka
berpandangan kalau sepatutnya warga mencermati hal- hal yang lebih mencerahkan serta
berguna dibanding berliburan dengan embel embel budaya popular. Disetiap aspek kehidupan
bermasyarakat, Aceh sangat mempertimbangkan dan menghargai pendapat para ulama.
Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh bahkan mengeluarkan fatwa terhadap pelaksanaan
kegiatan kepariwisataan di Aceh. Dalam Keputusan Sidang/Fatwa yang dihasilkan dalam
Sidang Paripurna MPU Aceh, adapun poin-poin keputusan tentang kegiatan Pariwisata dalam
pandangan islam, yaitu mengenai fatwa yang berisikan pengaturan yaitu:

1). Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan
obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dengan bidang tersebut;

2) Pariwisata yang di dalamnya terkandung unsur-unsur kemaksiatan hukumnya haram;

3) Pariwisata yang didalamnya terkandung nilai-nilai kemaslahatan hukumnya mubah


(boleh). Meskipun pemerintah dan MPU Aceh telah berusaha untuk meminimalisasi dampak
dari pariwisata, namun dalam pelaksanaannya ekses dari pariwisata di Aceh khu

Dampak sosial budaya pariwisata selama ini lebih cenderung menyimpulkan bahwa akan
terjadi pengaruh terhadap perubahan sosial-budaya yang merupakan akibat dari kedatangan
wisatawan, dengan tiga teori yang umum

1. Perubahan dibawa sebagai akibat adanya campur tangan dari luar, umumnya dari sistem
sosial-budaya terhadap budaya penerima yang lebih lemah;

2. Perubahan tersebut umumnya merusak bagi budaya lokal atau budaya asli masyarakat
pribumi;

3. Perubahan tersebut akan membawa pada penggeseran budaya, dimana identitas budaya
etnik lokal akan tergeser maupun terabaikan dari nilai nilai luhur nasional.

Dampak pariwisata terhadap sosial budaya masyarakat di Banda Aceh terjadi akibat adanya
interaksi antara wisatawan dengan masyarakat lokal. Interaksi dapat terjadi pada berbagai
waktu dan kesempatan. Seperti pada saat transaksi jual beli masyarakat lokal dengan menjual
hasil kerajinan atau suvenir khas Aceh atau bahkan makanan khas Aceh yang banyak
disajikan di rumah makan di Banda Aceh. Interaksi dapat pula terjadi antara wisatawan
dengan pekerja local pariwisata atau guide dan supir yang biasa mendampingi wisatawan
bepergian dari satu destinasi wisata ke destinasi lainnya. Dalam interaksi tersebut tentunya
terjadi interaksi dan komunikasi pertukaran informasi baik terkait pariwisata, budaya maupun
hal lainnya. Bahkan interaksi juga dapat terjadi ketika wisatawan bertemu wisatawan lainya
di destinasi wisata tersebut.
Dampak positif sosial budaya dari pengembangan pariwisata di Aceh dapat terlihat dari
adanya pelestarian budaya masyarakat lokal seperti kegiatan keagamaan, adat istiadat, norma
yang berlaku, dan tradisi masyarakat. Hal itu akibat dari diterimanya pengembangan objek
wisata dan kedatangan wisatawan oleh masyarakat lokal. Kedatangan wisatawan yang
semakin banyak dari penjuru dunia merubah cara masyarakat dalam berkomunikasi. Untuk
mempermudah transaksi masyarakat Aceh pun sudah banyak Kawasan yang menyediakan
internet sebagai fasilitas layanan publik. Masyarakat di Banda Aceh juga memiliki budaya
ramah tamah yang baik. Masyarakat Aceh lama berada dalam situasi konflik berkepanjangan.
Sebelumnya mereka lebih waspada dalam berinteraksi dengan masyarakat pendatang. Setelah
pariwisata mulai berkembang cara mereka berinteraksi masyarakat dengan pendatang lebih
ramah dan terbuka. Apalagi akibat pariwisata banyak diantara masyarakatnya yang bekerja
sebagai supir, pemandu wisata, tukar parkir, penjual dan sebagainya, dimana keramahan
tentunya menjadi poin utama. Masyarakat Banda Aceh memperoleh pengetahuan dan
wawasan tambahan dengan penguasaan bahasa asing diantaranya Bahasa Inggris. Hal hal
tersebut menjadi dampak positif yang dibawa pariwisata kepada prilaku sosial masyarakat.

Sedangkan dampak negatif sosial budaya akibat pengembangan pariwisata dilihat dari
tanggapan masyarakat lokal terhadap keberadaan pariwisata seperti adanya perselisihan atau
konflik kepentingan di antara para pebisnis pariwisata, kebencian dan penolakan terhadap
pengembangan pariwisata, serta munculnya masalah-masalah sosial seperti perjudian,
prostitusi dan penyalahgunaan seks dimana hal tersebut sangat menyimpang dari norma yang
berlaku di Aceh.

Munculnya masalah-masalah sosial seperti praktek prostitusi. Meskipun Aceh dikenal dengan
daerah yang menerapkan syariat islam, namun kegiatan prostitusi tetap saja tidak dilakukan
di wilayah ini. Beberapa wilayah seperti Lorong Kelinci di kawasan Jambo Tape, Kuta Alam
dan kawasan Peunayong. Praktek prostitusi dilakukan sembunyi sembunyi dengan modus
salon kecantikan, kafe, karaoke, dan hotel melati. Hal tersebut sangat menyimpang dari
norma dan budaya adat dari aceh. Jika melihat dampak negatif dari pariwisata, wajar bila
sebagian masyarakat di Nanggroe Aceh Darussalam keberatan terhadap pengembangan
pariwisata. Sebagai daerah dengan mayoritas umat muslim yang taat dalam menjalankan
syariat Islam, masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam menjaga daerahnya dari kegiatan-
kegiatan yang bertentangan dengan syariat Islam. Beberapa kelompok masyarakat, kegiatan
pariwisata sebagian bertentangan dengan syariat Islam. Walaupun tidak seluruhnya begitu,
namun hal tersebut pada akhirnya membawa dampak yang cukup serius bagi pengembangan
pariwisata di Nanggroe Aceh Darussalam.

Adanya sikap sebagian masyarakat yang menganggap pengembangan pariwisata


bertentangan dengan syariat Islam menjadi konsekuensi tersendiri bagi para pengambil
pelaku pariwisata di Nanggroe Aceh Darussalam. Untuk mengantisipasinya perlu adanya
pembaruan strategi dalam pengembangan pariwisata di Nanggroe Aceh Darussalam. Salah
satunya adalah menempatkan masyarakat sebagai bagian dari pelaku langsung pariwisata.

Anda mungkin juga menyukai