E-Mail: khairanidilla22@gmail.com
ABSTRAK
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
dibuktikan dengan penelitian yang lebih mendalam dan komprehensif.
Terlepas dari mitos tersebut, kenyataannya Indonesia adalah negara
maritim dengan 70% wilayahnya adalah laut, namun sangatlah ironis
sejak 46 tahun yang lalu kebijakan pembangunan kesehatan masyarakat
tidak pernah mendapat perhatian yang serius dari pemerintah.
B. Tujuan
2
PEMBAHASAN
3
(sistem-sistem pengetahuan, bahasa, organisasi sosial, pola ekonomi,
teknologi, seni, kepercayaan). atau sedesa, kesatuan suku bangsa,
kesatuan administratif, berupa kecamatan, provinsi, bahkan bisa
merupakan negara atau kerajaan, yang sebagian besar atau sepenuhnya
menggantungkan kehidupan ekonominya secara langsung atau tidak
langsung pada pemanfaatan sumber daya laut (hayati dan nonhayati.
4
kecil, (10) industri dan jasa maritim, dan (11) SDA non-konvensional. Total
nilai ekonomi kesebelas sektor ekonomi kelautan itu sekitar 1,2 trilyun
dolar AS/tahun, dan dapat menyediakan lapangan kerja sedikitnya untuk
40 juta orang. Sampai sekarang, potensi ekonomi kelautan yang luar
biasa besar itu baru dimanfaatkan sekitar 22% dari total potensinya.
5
(1) adanya kondisi pemberdayaan
(2) memberikan kesempatan agar masyarakat semakin berdaya
(3) perlindungan agar keberdayaan dapat berkembang
(4) meningkatkan kemampuan agar semakin berdaya
(5) fungsi pemerintah
6
miskin, kedua, pendekatan kelompok, artinya secara bersama-sama untuk
memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi. Ketiga, pendekatan
pendampingan, artinya selama proses pembentukan dan
penyelenggaraan kelompok masyarakat miskin perlu didampingi oleh
pendamping yang profesional sebagai fasilitator, komunikator, dan
dinamisator terhadap kelompok untuk mempercepat tercapainya
kemandirian (Kartasasmita, 1996 dalam Soegijoko, 1997).
7
3. Strategi persuasive, yaitu strategi yang ditujukan untuk membawa
perubahan melalui kebiasaan dalam berperilaku. Strategi ini lebih
cocok digunakan bila target tidak sadar terhadap kebutuhan
perubahan atau mempunyai komitmen yang rendah terhadap
perubahan.
4. Strategi kekuasaan, yaitu strategi yang efektif membutuhkan agen
peubah yang mempunyai sumber-sumber untuk memberi bonus
atau sanksi pada target serta mempunyai kemampuan untuk
monopolis akses. Untuk terlaksananya strategi-strategi tersebut,
program unggulan harus dibuat dan dilaksanakan secara terstrukur
dan terencana dengan komitmen yang kuat (Sen dan Nielsen 1996).
8
telah turut mempengaruhi kesempatan mereka untuk memperoleh
keterampilan lain dan kesempatan ekonomi dan sosial-budaya yang
lebih luas untuk meningkatkan kapabilitasnya. Kondisi ini yang telah
membuat para nelayan sawi kurang dan bahkan tidak menyadari bahwa
akumulasi tekanan struktural yang terjadi secara internal dan eksternal
telah mengkonstruksi dirinya kedalam sebuah kondisi yang terjebak
dalam kemiskinan. Keadaan ini yang disebut oleh Anthony Giddens
sebagai “motivasi tak sadar”, atau ketidakmampuan sawi memberikan
ungkapan verbal terhadap tindakan, sekalipun hal itu merupakan
keinginan yang berpotensi mengarahkan tindakannya (Giddens,
2010:64).
Kondisi tersebut umumnya dialami oleh aktor sawi sebagai akibat
dari adanya ketidaksadaran mereka terhadap bagaimana kekuatan
struktur signifi kasi, struktur dominasi, dan struktur legitimasi bekerja
dalam ruang pertukaran sosial dengan pinggawa perahu (pinggawa
kecil) dan pinggawa pemilik modal produksi (pinggawa besar).
9
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendefenisian wilayah pesisir dilakukan atas tiga
pendekatan, yaitu pendekatan ekologis, pendekatan administratif,
dan pendekatan perencanaan. Dilihat dari aspek ekologis, wilayah
pesisir adalah wilayah yang masih dipengaruhi oleh proses-proses
kelautan, dimana ke arah laut mencakup wilayah yang masih
dipengaruhi oleh proses-proses daratan seperti sedimentasi. Dilihat
dari aspek administratif, wilayah pesisir adalah wilayah yanag
secara administrasi pemerintahan mempunyai batas terluar
sebelah hulu dari Kecamatan atau Kabupaten atau kota yang
mempunyai hulu, dan kearah laut sejauh 12 mil dari garis pantai
untuk Provinsi atau 1/3 dari 12 mil untuk Kabupaten/Kota.
Sedangkan dilihat dari aspek perencanaan, wilayah pesisir adalah
wilayah perencanaan pengelolaan dan difokuskan pada
penanganan isu yang akan ditangani secara bertanggung jawab
(Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah Pesisir, 2000).
10
sudut pandang keilmuan mensyaratkan bahwa didalam
pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar
pendekatan interdisiplin ilmu (interdisciplinary approaches), yang
melibatkan bidang ilmu ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum
dan lainnya yang relevan karena wilayah pesisir pada dasarnya
terdiri dari sistem sosial dan sistem alam yang terjalin secara
kompleks dan dinamis.
B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih
terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis
akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.
11
DAFTAR PUSTAKA
Tahir, A., Boer, M., Susilo, S. B., & Jaya, I. (2009). Indeks
Kerentanan Pulau-Pulau Kecil: Kasus Pulau Barrang Lompo-
Makasar. ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine
Sciences, 14(4), 183-188.
12