Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH WAWASAN SOSIAL BUDAYA MARITIM

SISTEM EKONOMI KEMARITIMAN

Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah


Wawasan Sosial Budaya Maritim

Oleh

Kelompok 7
1. Andi Nurul Sri Utami (D421 15 007)
2. Dewi Kurnia Safitri (D421 15 000)
3. Giyan Yuda Pratama (D421 15 000)
4. Guntur Widodo (D421 15 000)
TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015 / 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Sistem Ekonomi
Kemaritiman ini tepat pada waktunya.
Makalah ini berisikan informasi tentang Sistem Ekonomi Kemaritiman.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi bermanfaat kepada pembaca
mengenai Sistem Ekonomi Kemaritiman.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih mempunyai banyak
kekurangan, sehingga kiranya kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Gowa, 13 Mei 2016

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1

BAB II GAMBARAN UMUM / KONSEP TEORI ............................................ 2

BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 3

A. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Maritim ..................................... 3

B. Sistem Produksi Masyarakat Maritim .......................................................... 5

C. Sistem Pemasaran Masyarakat Maritim ....................................................... 9

D. Sistem Konsumsi Masyarakat Maritim ...................................................... 10

BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 11

A. Kesimpulan ................................................................................................ 11

B. Saran ........................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap sistem ekonomi masyarakat maritim di dunia, cepat atau lambat


pasti mengalami dinamika / perkembangan. Dinamika tersebut meliputi
sistem produksi (sumber daya alam, modal, tenaga kerja, pengetahuan dan
keterampilan).
Dalam masyarakat maritim, termasuk di Indonesia, telah tumbuh
berbagai sektor dan subsektor ekonomi kemaritiman baru yang
memunculkan segmen-segmen atau kategori-kategori sosial seperti
petambang, pekerja industri, pengelola dan karyawan wisata,
marinir,akademisi/peneliti, birokrat, dan lain-lain. Tumbuh kembangnya
sektor-sektor ekonomi dan jasa dengan segmen-segmen masyarakat maritim
tersebut memerlukan dan diikuti dengan perkembangan dan perubahan-
perubahan kelembagaannya menjadi wadah dan regulasinya. Tumbuhnya
sektor-sektor ekonomi baru dan berkembangnya sektor-sektor ekonomi
kemaritiman lama, terutama perikanan dan pelayaran, tampak dalam
perkembangan dan perubahan-perubahan teknologi, perubahan struktural,
dan sistem-sistem budaya kemaritiman (pengetahuan, gagasan, kepercayaan,
nilai, norma/aturan).

B. Rumusan Masalah

1) Bagaimana karakteristik sosial ekonomi masyarakat maritim ?


2) Bagaimana sistem produksi masyarakat maritim ?
3) Bagaimana sistem pemasaran masyarakat maritim ?
4) Bagaimana sistem konsumsi masyarakat maritim ?

1
BAB II
GAMBARAN UMUM / KONSEP TEORI
Masyarakat maritim, yang terdiri dari dua buah kata yang memiliki makna
tersendiri. Maritim yang merupakan segala aktivitas pelayaran dan
perniagaan/perdagangan yang berhubungan dengan kelautan atau disebut
pelayaran niaga. Sedangkan masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara
relatif mandiri, cukup lama hidup bersama, mendiami suatu wilayah tertentu,
memiliki kebudayaan yang sama, dan melakukan sebagian besar kegiatannya di
dalam kelompok tersebut ( Horton et. Al,1991).

Ekonomi mempunyai pengertian (definisi) bermacam-macam, di antaranya


adalah: (1) Ilmu Ekonomi adalah suatu studi mengenai kegiatan yang menyangkut
produksi dan transaksi di antara konsumsi banyak orang. Produksi adalah
menciptakan guna (utility) atau menghasilkan output yang berguna bagi
perekonomian dan masyarakat, konsumsi adalah sebaliknya dari produksi, yaitu
mengurangi guna. Transaksi adalah kesepakatan oleh beberapa pihak untuk
melaksanakan suatu kegiatan (missal jual beli barang), dan (2) Ilmu Ekonomi
merupakan ilmu mengenai pilihan, mempelajari bagaimana orang memilih
menggunakan sumberdaya produksi yang langka atau terbatas (misalnya tanah,
tenaga kerja, mesin dan keterampilan teknis) untuk memproduksi berbagai
komoditas (seperti beras, pakaian, jalan, dan televise) dan menyalurkan ke
berbagai masyarakat untuk digunakan untuk konsumsi (Paul A. Samuelson dan
William D. Nordhaus, 1985).

Maritim dikonotasikan dengan masyarakat yang terletak dekat pesisir pantai


beserta kegiatan yang dilakukan di perairan atau laut, atau dapat dikatakan
terdapat interaksi antara sumberdaya manusia (penduduk) di daerah pesisir pantai
dengan berbagai kegiatan, terutama dalam penangkapan ikan di laut, pemanfaatan
sumberdaya kelautan lainnya, industry maritim, transportasi laut, pemasaran hasil-
hasil laut, dan perdagangan antar pulau.

2
BAB III
PEMBAHASAN

A. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Maritim

a. Ketergantungan Terhadap Sumberdaya Alam


Nilai dan arti penting pesisir dan laut bagi bangsa Indonesia dapat
dilihat dari dua aspek, yaitu : Pertama, secara sosial ekonomi wilayah
pesisir dan laut memiliki arti penting karena (a) sekitar 140 juta (60
%) penduduk Indonesia hidup di wilayah pesisir (dengan pertumbuhan
rata-rata 2 % per tahun); (b) sebagian besar kota, baik propinsi dan
kabupaten) terletak di kawasan pesisir; (c) kontribusi sektor kelautan
terhadap PDB nasional sekitar 20,06 % pada tahun 1998 dan (d)
industri kelautan (coastal industries) menyerap lebih dari 16 juta
tenaga kerja secara langsung.
Kedua, secara biofisik, wilayah pesisir dan laut Indonesia memiliki
arti penting karena (a) Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di
dunia setelah Kanada, yaitu sekitar 81.000 km (13,9 % dari panjang
pantai dunia) dan ; (b) sekitar 75 % dari wilayahnya merupakan
wilayah perairan (sekitar 5,8 juta km2 termasuk ZEEI; (c) Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau
sekitar 17.508 pulau dan (d) Dalam wilayah tersebut terkandung
potensi kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alamnya yang
terdiri atas potensi sumberdaya alam pulih (renewable resources)
seperti perikanan, ekosistem mangrove, ekosistem terumbu karang)
maupun potensi sumberdaya alam tidak pulih (non renewable
resources) seperti migas, mineral atau bahan tambang lainnya serta
jasa-jasa lingkungan (environmental services), seperti pariwisata
bahari, industri maritim dan jasa transportasi.

Sumberdaya alam dan lingkungan merupakan modal pembangunan


yang dapat dikelola untuk menyediakan barang dan jasa (goods &

3
services) bagi kemakmuran masyarakat dan bangsa. Dilihat dari
potensi dan kemungkinan pengembangannya, wilayah pesisir
memiliki peranan penting dalam pembangunan nasional, apalagi
bangsa Indonesia saat sekarang sedang mengalami krisis ekonomi.
Peranan tersebut tidak hanya dalam penciptaan pertumbuhan ekonomi
(growth), tetapi juga dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat
(social welfare) dan pemerataan kesejahteraan (equity). Namun
demikian, peranan tersebut tidak akan tercapai dengan baik apabila
mengabaikan aspek kelestarian lingkungan (environmental
sustainability) dan kesatuan bangsa (unity).
b. Ciri Khas Wilayah Pesisir
Ditinjau dari aspek biofisik wilayah, ruang pesisir dan laut serta
sumberdaya yang terkandung di dalamnya bersifat khas sehingga
adanya intervensi manusia pada wilayah tersebut dapat
mengakibatkan perubahan yang signifikan, seperti bentang alam yang
sulit diubah, proses pertemuan air tawar dan air laut yang
menghasilkan beberapa ekosistem khas dan lain-lain.
Ditinjau dari aspek kepemilikan, wilayah pesisir dan laut serta
sumberdaya yang terkandung di dalamnya sering tidak mempunyai
kepemilikan yang jelas (open access), kecuali pada beberapa wilayah
di Indonesia, seperti Ambon dengan kelembagaan sasi, NTB dengan
kelembagaan tradisional Awig-awig dan Sangihe Talaud dengan
kelembagaan Maneeh
Dengan karaktersitik yang khas dan open access tersebut, maka setiap
pembangunan wilayah dan pemanfaatan sumberdaya timbul konflik
kepentingan pemanfaatan ruang dan sumberdaya serta sangat mudah
terjadinya degradasi lingkungan dan problem eksternalitas.
c. Karateristik Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir
1. Mata pencaharian : sebagian besar penduduk di wilayah
pesisir bermatapencaharian di sektor pemanfaatan sumberdaya
kelautan (marine resources base), seperti nelayan, petani ikan

4
(budidaya tambak dan laut), Kemiskinan masyarakat nelayan
(problem struktural), penambangan pasir, kayu mangrove dan
lain-lain. Sebagai contoh : Kecamatan Kepulauan Seribu,
Jakarta Utara dengan penduduk 17.991 jiwa, sekitar 71,64 %
merupakan nelayan (Tahun 2001).
Tingkat pendidikan : sebagian besar penduduk wilayah pesisir
memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Sebagai contoh :
penduduk Kecamatan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara (Tahun
2001) sekitar 70,10 % merupakan tamatan Sekolah Dasar (SD)
dan sejalan dengan tingkat tersebut, fasilitas pendidikan yang
ada masih sangat terbatas.
2. Lingkungan pemukiman : kondisi lingkungan pemukiman
masyarakat pesisir, khususnya nelayan masih belum tertata
dengan baik dan terkesan kumuh.
Dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang relatif berada
dalam tingkat kesejahteraa rendah, maka dalam jangka panjang
tekanan terhadap sumberdaya pesisir akan semakin besar guna
pemenuhan kebutuhan pokoknya.

B. Sistem Produksi Masyarakat Maritim

Faktor produksi
Kegiatan produksi dapat berlangsung dengan efektif apabila
didukung oleh berbagai sumber daya ekonomi atau faktor-faktor produksi.
Faktor-faktor produksi tersebut diantaranya yaitu sumber daya alam, tenaga
kerja untuk membantu proses produksi

Macam-macam Faktor-faktor produksi


1. Sumber daya alam dan dan Statusnya
Faktor produksi alam atau sumber daya alam adalah semua
kandungan alam yang dapat digunakan dalam proses produksi. Dalam
ekonomi kebaharian perikanan dan industri maritim menjadi faktor-

5
faktor utama sumbar daya kemaritiman. Khusus ekonomi perikanan
(perikananan tangkap dan budidadaya) , spesies liar(ikan, udang/lobster,
cumi-cumi , kepiting , paus , dan sebagainya). Dan spesies tidak liar
(kerang , teripang , tumbuhan laut berupa agar-agar , dan rotan laut)
merupakana faktor pruduksi perikanan yang hidup diberbagai habitat
(ekosistem) terutama terumbu karang , padang lamun dan mangrove .
Faktor produksi ekonomi perikanan berupa laut dengan segala sumber
daya hayati tersebut ,dapat dibandingkan dengan faktor produksi
ekonomi pertanian berupa tanah dan hutan dengan kondisi topografi dan
kesuburannya.
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang
menentukan bagi bergeraknya suatu usaha ekonomi , tidak terkecuali
sektor perikanan laut. Rekruitmen tenaga kerja/anggota kelompok kerja
dalam perusahaan perikanan menunjukkan beberapa persamaan dan
perbedaan karakteristik sosial budaya dari satu tempat ke tempat-tempat
lainnya didunia. Perbedaan dan persamaan karakteristik rekruitmen
tersebut dapat dilihat diilustrasikan pada beberapa masyarakat nelayan
didunia, seperti berikut:
a. Jenis kelamin dan kondisi fisik.
Pada umumnya perusahaan perikanan besar yang dioprasikan
di laut lepas secara inintensif merekrut kaum laki-laki sebagai
tenaga kerja/anak buah kapal. Ada persepsi budaya yang sama
pada kebanyakan masyarakat maritim bahwa kaum laki-lakilah
yang kuat fisik pergi ke laut menangani pekerjaan berat dan
rumit serta berbahaya , sedangkan kaum wanita yang lemah
fisiknya mengurus rumah tangga dan memproses atau
memasarkan hasil tangkapan.
Dari pandangan budaya tersebut , maka terjadilah polarisasi
pengkutupan atara peran kaum laki-laki dan perempuan dalam
masyarakat maritim(estelli smith, 1997).Dari penelitian

6
diketahui bahwa kelompok-kelompok kerja nelayan bugis ,
makassar , mandar , buton , madura ternate , dan jawa terdiri
dari kaum laki-laki.
b. Asal usul tenaga kerja.
Dalam rekrut tenaga kerja atau/anak buah kapal ,
adakecenderungan masyarakat nelayan dan pelayar
mengambilnya dari anggota kerabat dan teman. Dalam
masyarakat nelayan patrilineal , karena itu nelayan atau pelayar
diawaki orang-orang sekerabat dari pihak ibu, seperti
kelompok-kelompok nelayan di eropa dan amerika. Sebaliknya
pada masyarakat matrilineal seperti antara lain di Gana,
Senegal, dan Pantai Gading , kelompok-kelompok nelayan dan
nelayan banyak diawaki kaum laki-laki sekerabat dari pihak
ibu.
c. Pengetahuan dan keterampilan .
Sudah disebutkan sebelumnya bahwa anggota kelompok atau
komunitas nelayan dan pelayar lokal di negara- negara sedang
berkembang pada umumnya dicirikan dengan kondisi
pengetahuan dan keterampilan informal tradisional.
Sebaliknya, anggota kelompok atau komunitas nelayan dan
pelayar skala besar dan kapitalis pada umumnya memiliki
pengetahuan dan keterampilan formal sains modern. Telah
terbukti dimana-mana bahwa dalam persainagn
memperebutkan ruang dan sumber daya perikanan yang
terbatas , nelayan lokal tradisional senantiasa kalah dan
terpinggirkan.
d. Usaha tenaga kerja
Pada masyarakat nelayan dan pelayar modern yang kapitalis
dan indrustrialis usia tenaga kerja yang direkrut berkisar 20
hingga 50 tahun. Tingkat usia seperti ini dianggap usia
produktif. Sebaliknya , pada masyarakat nelayan tradisional di

7
negara-negara sedang berkembang , anak-anak berusia 15
tahun , bahkan dibawahnya , sudah dilibatkan dalam kelompok
kerja karena dianggap sudah cukup produktif. Demikian halnya
orang berusia 55 hingga 60 tahun masih diikutkan ke laut
karena dianggap masih produktif. Pada masyarakat bajo yang
kurang mengejar pendidikan formal dan tidak mengenai
peraturan tentang standar minimal usia tenaga kerja, banyak
anak usia 10 hingga 13 tahun sudah diikutkan ke perahu untuk
dimagangkan.
e. Pengetahuan dan keterampilan teknis.
Seperti halnya faktor-faktor sumber daya laut , modal
(mencakup alat-alat produksi) dan tenaga kerja , pengetahuan
dan keterampilan (human resources ) merupakan faktor
penggerak usaha perikanan rakyat.
3. Modal dan Pengelolaannya.
Modal (capital) merupakan faktor produksi terpenting dalam
menggarakkan suatu usaha perikanan , baik perikanan skala besar dan
modern maupun perikanan skala kecil tradisional. Adalah suatu
keunikan dari usaha perikanan pada umumnya , bahwa ketika sektor
ekonomi ini meningkat dari produksi subsistensi(consumptive
production) ke produksi pasar (exchange / market production), yang
berkolerasi dengan perkembangan dari fungsinya sebagai aktivitas
ekonomi sampingan ke usaha ekonomi pokok , maka kebutuhan akan
faktor modal menjadi mutlak dan tidak dapat dielakkan lagi oleh
masyarakat nelayan.
Seperti halnya modal usaha dari sektor-sektor ekonomi lainnya
didarat, modal usaha perikanan juga terinsvestasi dalam alat-alat
produksi (kapal/perahu , mesin , alat-alat tangkap dan
perlengkapan)Perbedaan karena modal usaha perikanan mempunyai sifat
rentan kerugian lebih besar dari pada modal usaha ekonomi lainnya.
Kerentanan tersebut tersebut ditimbulkan oleh faktor mudahnya terjadi

8
kerusakan dan kehilangan alat-alat produksi dilaut dan besarnya biaya-
biaya oprasi nelayan. Mudahnya kerusakan dan kehilangan alat-alat
produksi , bahkan korban jiwa manusia, dimungkinkan oleh kondisi laut
yang berbahaya seperti ombak ombak dan angin tornado yang sulit
diatasi oleh para pelayar dan nelayan. Lagi pula air laut berkadar garam
tinggi memudahkan benda material berupa mesin (dari bahan besi)
berkarat, badan perahu (dari bahan kayu ) dan tali-temali menjadi lapuk.
Itulah sebabnya modal usaha perikanan dilabelkan sebagai modal
lapuk oleh masyarakat nelayan itu sendiri.
Sifat dari modal perikanan yang rentan terhadap kerugian tersebut
mengharuskan mpengusaha membutuhkan tambahan modal dan biaya
yang besar secara terus menerus . implikasinya bahwa pengusaha
nelayan pada umumnya menempuh strategi perolehan modal dengan
menjalin hubungan langgeng dan terpercaya dari pihak-pihak luar . di
negara-negara dunia ketiga implikasi dari strategi pengelolaan modal
seperti ini ialah terjeratnya kebanyakan nelayan dari lilitan hutang oleh
pihak pengusaha luar yang berdomisili di daerah perkotaan.

C. Sistem Pemasaran Masyarakat Maritim

Masyarakat nelayan umumnya terganatung secara mutlak pada pasar baik


untuk keperluan penjualan hasil tangkapannya maupun bagi perolehan
modal dan berbagai jenis kebutuhan hidupnya. Pada masyarakat di dunia
ketiga yang masih banyak dikuasai oleh kelas pengusaha modal atau
rentenir lokal / dari luar, pola jaringan pemasaran komoditas lautnya
kebanyakan mengikuti jaringan sumber perolehan modalnya. Sebagai rantai
pemasaran yang dominan, pihak pengusaha modal atau rentenir berrperan
memperkokoh pola jaringannya dan menentukan standar harga bagi
pengusaha nelayan setempat. Sebaliknya di negara maju yang nelayannya
mempuyai posisi tawar yang kuat, pemasaran lautnya diatur menurut

9
mekanisme pasar bebas dan kebijakan pemerintah hingga batas-batas
tertentu.
Dalam sistem aturan bagi hasil dilakukan seminggu sekali, sebulan sekali,
atau semusim sekali. Penjatahan bagian setiap anggotanya dilakukan setelah
dikeluarkan biaya opeasional. Hal ini dimaksudkan sebagai pengalokasian
bagian hasil kepada setiap kelompok kerja. Secara umum ditemukan dua
pola bagi hasil yang personifikatif seperti berikut :
1. Penjatahan pada setiap komponen produksi dan anggota kelompok,
yang dalam praktiknya nakoda selalu memperoleh sedikit lebih
banyak daripada anggota biasa.
2. Pola fifti-fifti, dimana pola ini menetapkan 50% untuk usaha dan 50%
untuk nelayan termasuk nakoda, setelah semua biaya-biaya
operasional dikeluarkan.

D. Sistem Konsumsi Masyarakat Maritim


Sistem konsumsi dalam ekonomi nelayan adalah daftar kebutuhan,
kondisi penghasilan, dan pola penjahatan pendapatan ekonominya.

Daftar kebutuhan pokok nelayan sama saja dengan masyarakat di


darat, meliputi sanda, pangan, papan, perabot rumah tangga, kesehatan,
pendidikan, sosial religius (perkawinan, hajatan, menunaikan ibadah haji,
kematian), pengembangan usaha, biaya produksi, dan lain-lain.

Disebabkan kondisi penghasilan yang rendah, terutama mencirikan


nelayan di negara-negara yang sedang berkembang, maka untuk pemenuhan
berbagai kebutuhan tersebut dilakukan skala prioritas.

10
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Karakteristik ekonomi masyarakat maritim dapat dilihat dari mata


pencaharian yang sebagian besar bersumber dari pemanfaatan
sumberdaya kelautan dan lingkungan pemukiman yang kondisi
lingkungannya terkesan kumuh dengan kondisi social ekonomi
masyarakat yang relatif berada dalam kesejahteraan rendah, maka
dalam jangka panjang tekanan terhadap sumberdaya pesisir akan
semakin besar guna pemenuhan kebutuhan pokoknya.
2. Laut yang luas dengan kekayaan sumberdaya hayati dan nonhayati
yang dikandungnya merupakan faktor produksi dari sektor ekonomi
kebaharian utama seperti perikanan dan industry maritime. Macam-
macam faktor produksi ialah sumber daya alam yaitu semua
kandungan alam yang dapat digunakan dalam proses produksi dan
tenaga kerja yaitu salah satu faktor produksi yang menentukan bagi
bergeraknya suatu usaha ekonomi , tidak terkecuali sektor perikanan
laut. Sementara Modal merupakan faktor produksi terpenting dalam
menggarakkan suatu usaha perikanan , baik perikanan skala besar dan
modern maupun perikanan skala kecil
3. Sistem pemasaran masyarakat maritime ialah pada masyarakat di
dunia ketiga yang masih banyak dikuasai oleh kelas pengusaha modal
atau rentenir lokal / dari luar, pola jaringan pemasaran komoditas
lautnya kebanyakan mengikuti jaringan sumber perolehan modalnya.
Sebaliknya di negara maju yang nelayannya mempuyai posisi tawar
yang kuat, pemasaran lautnya diatur menurut mekanisme pasar bebas
dan kebijakan pemerintah hingga batas-batas tertentu.
4. Sistem konsumsi dalam ekonmi nelayan adalah daftar kebutuhan,
kondisi penghasilan, dan pola penjatahan pendapatan ekonominya.
Daftar kebutuhan pokok nelayan sama saja dengan masyarakat di

11
darat, meliputi sandang, pangan, papan, perabot rumah tangga,
kesehatan, pendidikan, social religius ( perkawinan, hajatan,
menuaikan ibadah haji, upacara kematian ) pengembangan usaha dan
biaya produksi, dll.

B. Saran

Saran kami khususnya kepada pembaca agar tetap saling membantu dan
peduli akan perkembangan sistem perekonomian masyarakat maritim
meskipun kita hidup di kota atau tempat-tempat selain pesisir karena sistem
perekonomian tetaplah saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama
lain kapan pun dan dimana pun.

12
DAFTAR PUSTAKA
Aisy, Rohadatul. 2015. Masyarakat Maritim. [Online].
(https://www.academia.edu/12747145/MASYARAKAT_MARITIM, diakses
tanggal 11 Mei 2016, 12.50 WITA)

Anonim. Pembangunan Ekonomi Maritim. [Online].


(http://windydwias.blogspot.co.id/2014/12/pembangunan-ekonomi-
maritim_9.html, diakses tanggal 11 Mei 2016, 14.23 WITA)

Fahrudin, Achmad. 2008. Karakteristik Sosial Ekonomi Masayarakat Pesisir.


[Online]. (https://coastaleco.wordpress.com/2008/04/26/karakteristik-
sosial-ekonomi-masyarakat-pesisir/, diakses tanggal 11 Mei 2016, 14.00
WITA)

13

Anda mungkin juga menyukai