Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selama ini, reaksi-reaksi kimia yang sering dipelajari adalah reaksi satu
arah. Sebenarnya, banyak reaksi kimia yang terjadi tidak hanya satu arah
melainkan membentuk keadaan setimbang. Dalam hal ini, pereaksi tidak habis
bereaksi dan hasil-hasil reaksi dapat kembali lagi membentuk pereaksi. Hal ini
berlangsung hingga terbentuk keadaan kesetimbangan antara pereaksi dan
hasil reaksi Kesetimbangan memiliki sifat statis dan dinamis. Namun pada
reaksi kimia, kesetimbangan bersifat dinamis. Artinya, saat tercapai
kesetimbangan reaksi tidak berhenti, tetapi terus berlangsung. Saat setimbang,
zat-zat di sebelak kiri (reaktan) saling bereaksi sehingga molekul-molekul zat
di sebelah kanan (produk) bertambah.
Pada saat yang sama molekul- molekul zat di sebelah kanan berkurang dan
molekul-molekul zat yang di sebelah kiri bertambah dengan laju yang sama
dengan laju reaksi ke kanan. Dengan demikian, reaksi akan berlangsung terus-
menerus ke dua arah dengan laju yang sama. Perhitungan keseimbangan perlu
dilakukan pada reaksi-reaksi bolak balik untuk melengkapi perhitungan
kinetika sebagai dasar pertimbangan dalam memutuskan usaha-usaha untuk
meningkatkan yield proses. Kadang-kadang, pertimbangan kinetika
berlawanan dengan pertimbangan termodinamika misalnya, kecepatan reaksi
akan semakin tinggi pada suhu yang semakin tinggi.
Etanol (C2H5OH) atau sering juga disebut dengan alkohol. Alkohol adalah
suatu cairan yang transparan, suatu cairan yang sangat amat mudah terbakar,
cairan yang tidak berwarna, cairan yang sangat mudah menguap, dan sangat
mudah bercampur dengan air, eter maupun kloroform. Etanol merupakan
salah satu sumber energi alternatif yang dapat dijadikan sebagai energi
alternatif dari Bahan Bakar Nabati (BBN). Banyak peristiwa dalam kehidupan
sehari-hari yang merupakan proses kesetimbangan. Reaksi kesetimbangan
banyak terjadi pada reaksi-reaksi dalam wujud gas. Karena itu, diperlukan
pemahaman yang optimal oleh praktikan dalam kesetimbangan (Nursa 2020).
1.2 Batasan Masalah
Menentukan konversi kesetimbangan pada reaksi esterifikasi dari bahan
baku asam asetat (CH3COOH) sebanyak 50 mL dengan etanol 96% (C2H5OH)
sebanyak 153 mL dengan larutan katalisator asam sulfat 97% (H2SO4) pada
suhu pereaksi 60oC.

1.3 Tujuan Percobaan


1. Menentukan konversi kesetimbangan reaksi esterifikasi asam asetat
(CH3COOH) dengan etanol (C2H5OH).
2. Menentukan nilai kc.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kesetimbangan


Apabila air dalam sebuah tempat tertutup (sistem tertutup atau pada suhu
kamar) dipanaskan, Beberapa molekul air pada permukaan akan bergerak
cukup cepat untuk lepas dari cairan dan menguap. Apabila air berada dalam
ruang terbuka, tidak mungkin molekul air akan kembali lagi, sehingga uap
yang terbentuk akan habis. Namun, jika air berada pada suatu tempat
tertutup, maka akan terdapat perbedaan. Uap yang terbentuk tidak dapat
melepaskan diri dan akan bertabrakan dengan air-air di permukaan dan akan
kembali pada cairan (dengan kata lain mengembun). Pada awalnya
kecepatan pengembunan rendah, saat terdapat sedikit molekul dalam uap.
Penguapan akan berlanjut dengan kecepatan yang lebih besar daripada
pengembunan.
Oleh karena itu, volume air akan menyusut dan molekul-molekul uap
akan bertambah. Bertambahnya molekul-molekul uap mengakibatkan
molekul-molekul tersebut saling bertabrakan, dan bergabung dengan cairan.
Pada akhirnya, kecepatan penguapan dan pengembunan akan sama. Keadaan
di mana reaksi berlangsung terus-menerus dan kecepatan membentuk zat
produk sama dengan kecepatan menguraikan zat pereaksi disebut
kesetimbangan dinamik. Reaksi kimia dimana zat-zat produk dapat kembali
menjadi zat-zat semula disebut reaksi reversible.
Hukum kesetimbangan yaitu apabila suatu reaksi dalam keadaan
setimbang, maka hasil kali konsentrasi zat hasil reaksi dipangkatkan
koefisiennya dibagi dengan hasil kali konsentrasi zat-zat pereaksi
dipangkatkan koefisiennya akan mempunyai harga yang tetap. Tetapan
kesetimbangan bagi suatu reaksi adalah khas untuk suatu reaksi dan
harganya akan tetap pada suhu tertentu. Artinya, reaksi akan mempunyai
tetapan kesetimbangan yang cenderung tidak akan sama dengan suatu reaksi
yang lainnya meskipun suhunya akan sama, dan untuk reaksi yang sama
harga K akan berubah apabila suhunya mengalami perubahan Tetapan
kesetimbangan adalah perbandingan dari perkalian konsentrasi zat-zat hasil
reaksi dengan zat-zat pereaksi di mana tiap konsentrasi dipangkatkan dengan
koefisien reaksinya. Karena suatu konsentrasi zat yang memengaruhi suatu
laju reaksi hanya terdapat dari zat-zat yang homogen (gas atau larutan) saja.
Maka yang berpengaruh dalam suatu rumus tetapan kesetimbangan juga
hanya zat-zat yang berupa gas atau larutan yang homogen saja. Pada
umumnya suatu reaksi kimia yang berlangsung secara spontan akan tetap
terus berlangsung sampai dicapainya sebuah keadaan yang mana dinamakan
dengan suatu kesetimbangan yang dinamis (Azizah 2016).
2.1.1 Kesetimbangan Dinamis
Abu hasil pembakaran kertas tidak akan dapat menghasilkan
kertas kembali. Reaksi seperti itu digolongkan sebagai reaksi yang
berlangsung searah atau reaksi yang tidak dapat balik (irreversibel).
Proses-proses alami yang dapat balik (reaksi reversible) contohnya
perubahan wujud air menjadi gas dan menjadi es. Di laboratorium
maupun dalam proses industri banyak ditemukan reaksi yang dapat
balik Salah satu contoh reaksi reversibel adalah terjadinya reaksi
antara hidrogen dan nitrogen untuk membentuk amonia dan reaksi
penguraian amonia membentuk hidrogen dan nitrogen. Bila hidrogen
dan nitrogen dicampur dalam angka banding volume 3 : 1 pada suhu
kamar maka tidak terjadi suatu reaksi. Namun pada suhu tinggi yaitu
suhu 200oC dan tekanan 30 atm serta ditambah dengan katalis maka
reaksi tersebut akan berjalan cepat. Reaksi pembentukan amonia dari
hidrogen dan nitrogen dapat ditulis sebagai berikut:
3H2 (g) + N2 → 2NH3 (g)

Sebaliknya amonia juga tidak terurai pada suhu kamar. Tetapi


pada suhu 200oC dan tekanan 30 atm serta ditambah dengan katalis
maka penguraian ammonia akan berjalan cepat. Reaksi penguraian
amonia menjadi hidrogen dan nitrogen dapat ditulis sebagai berikut:

4
2NH3 (g)→3H2 (g) + N2 (g)
Dari kedua fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa reaksi
pembentukan amonia merupakan kebalikan dari reaksi penguraian
ammonia atau dapat disebut juga sebagai reaksi reversible (reaksi
bolak-balik) sehingga kedua reaksi tersebut dapat ditulis sebagai
berikut:
3H2 (g) + N2 (g)⇌2NH3 (g)

Pada suhu 200oC dan tekanan 30 atm campuran hidrogen dan


nitrogen bereaksi dengan cepat membentuk ammonia sampai sekitar
67,6 persen. Sebaliknya pada kondisi yang sama ammonia terurai
menghasilkan hidrogen dan nitrogen sebanyak 32,4 persen. Selama
campuran dipertahankan pada suhu 200oC dan tekanan 30 atm maka
banyaknya ketiga zat tersebut tidak akan mengalami perubahan lebih
lanjut, sehingga dapat disimpulkan bahwa reaksi tersebut telah
mencapai kesetimbangan. Pada keadaan kesetimbangan ini secara
mikroskopik tidak ada perubahan yang bisa diamati, seolah reaksi
telah berhenti. Akan tetapi secara mikroskopik, yaitu pada tingkat
molekul, reaksi tetap berlangsung. Oleh karena itu kesetimbangan
kimia disebut sebagai kesetimbangan dinamis. Dalam tinjauan
mikroskopik ini, kesetimbangan akan tercapai pada saat laju reaksi
maju sama dengan laju reaksi balik (Mukhoyaroh 2015).
2.1.2 Pergeseran Kesetimbangan Kimia
Suatu reaksi kesetimbangan dapat dikehendaki dengan
melakukan aksi-aksi atau tindakan-tindakan tertentu. Aksi atau
tindakan yang dapat dilakukan itu meliputi:
1) Pengubahan konsentrasi zat
2) Pengubahan volume atau tekanan gas
3) Pengubahan suhu
4) Penambahan katalis
Pergeseran kesetimbangan berdasarkan pada azas yang
dirumuskan oleh Henri Louis Le Chatelier (1850-1936) yang dikenal
sebagai azas Le Chatelier, “Bila terhadap suatu kesetimbangan

5
dilakukan suatu tindakan ata aksi tertentu, maka sistem itu akan
mengadakan reaksi yang dimana cenderung akan menghilangkan itu
pengaruh dari aksi tersebut”.
1) Pengubahan Konsentrasi Zat
Pada reaksi kesetimbangan A + B⇌C jika zat A ditambah
dalam campuran, berarti memperbesar konsentrasi A. semakin
besar konsentrasi A berarti peluang untuk bereaksi lagi dengan
zat B semakin besar, sehingga terbentuk lagi produk C.
bertambahnya zat produk berarti reaksi bergeser kearah kanan.
Terjadinya pergeseran kesetimbangan karena pengaruh
perubahan konsentrasi zat dalam kesetimbangan adalah untuk
mempertahankan agar tetapan kesetimbangannya tetap untuk
reaksi di atas.
[C ]
K= ..............................................................................(2.1)
[ A ][B]

Karena reaksi kesetimbangan diatas mempunyai tetapan


kesetimbangan (K) yang tetap pada suhu yang tetap, walaupun
ada perubahan konsentrasi zat A. Sesuai dengan azas Le
Chatelier yang berlaku pada pengubahan konsentrasi zat adalah
sebagai berikut: “Jika konsentrasi salah satu pereaksi diperbesar,
maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan. Sebaliknya jika
konsentrasi salah satu produk diperbesar, maka kesetimbangan
akan bergeser ke kiri”. “Jika konsentrasi salah satu pereaksi
diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri.
Sebaliknya jika konsentrasi salah satu produk dikurangi, maka
kesetimbangan akan bergeser ke kanan”.
2) Pengubahan Volume/Tekanan Gas
Pengubahan tekanan atau volume gas hanya berpengaruh
pada zat-zat yang berfasa gas. Untuk fasa padat dan cair
pengubahan tekanan atau volume dapat diabaikan. Hal tersebut
dikarenakan perubahan tekanan atau volume tidak
mempengaruhi konsentrasi padatan atau cairan murni karena

6
jarak antar partikel dalam zat padatan atau cairan murni tetap.
Hukum yang dirumuskan oleh Robert Boyle (1627-1691)
menyatakan bahwa suhu dan tekanan gas berbanding terbalik
dengan volume gas. Oleh karena itu memperbesar tekanan berarti
ini memperkecil volume gas tersebut.
Penambahan tekanan akan memperkecil volume berarti
memperbesar konsentrasi semua komponen. Sesuai dengan azas
Le Chatelier maka sistem akan bereaksi dengan mengurangi
tekanan. Tekanan gas bergantung pada jumlah molekul dan tidak
tergantung pada jenis gas. Oleh karena itu, untuk mengurangi
tekanan maka reaksi kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi
yang jumlah koefisiennya lebih kecil. Sebaliknya, jika tekanan
dikurangi dengan cara memperbesar volume maka sistem akan
bereaksi dengan menambah tekanan dengan cara menambah
jumlah molekul. Berarti reaksi akan bergeser ke arah yang
jumlah koefisiennya lebih besar. Karena perubahan tekanan tidak
mempengaruhi konsentrasi zat padat dan cairan murni, koefisien
zat padat dan zat cair tidak diperhitungkan pada perubahan
tekanan. Perubahan tekanan juga tidak berpengaruh terhadap
kesetimbangan yang memiliki jumlah koefisien gas sama banyak
pada kedua ruas, sehingga azas Le Chatelier yang berlaku pada
pengubahan tekanan atau volume adalah sebagai berikut: “Jika
volume diperkecil (tekanan diperbesar), maka kesetimbangan
akan bergeser ke jumlah koefisien yang besar” “Jika volume
diperkecil (tekanan diperbesar), maka kesetimbangan akan
bergeser ke jumlah koefisien yang kecil”.
3) Pengubahan Suhu
Apabila suhu suatu sistem kesetimbangan dinaikkan
makakesetimbangan akan bergeser ke arah bagian yang
menyerap panas. Sebaliknya, jika suhu diturunkan
kesetimbangan akan bergeser ke bagian yang melepaskan panas.

7
Untuk memahami pengaruh perubahan suhu terhadap pergeseran
kesetimbangan dapat dijelaskan pada reaksi kesetimbangan
berikut. Pada sistem kesetimbangan pada suhu 25oC di bawah ini:
N2 (g) + O2 (g)⇌2NO(g) ∆ H = + 180,5 kJ

Dengan menaikkan suhu, kesetimbangan akan bergeser ke


arah terbentuknya NO. Naiknya suhu berarti penambahan suhu
dari lingkungan terhadap sistem. Sesuai dengan azas Le
Chatelier, maka sistem dikenai aksi berupa perubahan suhu atau
kalor akan diserap oleh sistem untuk meminimalkan pengaruh
kenaikan suhu. Suhu yang diserap ini berarti akan dibutuhkan
oleh komponen yang membutuhkan kalor. Dari reaksi di atas
berarti pembentukan gas NO membutuhkan energi, maka
perubahan suhu dari luar mendukung terjadinya reaksi
pembentukan gas NO (endoterm) kesetimbangan akan bergeser
kearah kanan.
4) Peranan Katalis Dalam Kesetimbangan
Sesuai dengan fungsinya katalis adalah sebagai zat yang
mempercepat reaksi. Dalam kesetimbangan, katalis berperan
dalam mempercepat terjadinya kesetimbangan dengan
mempercepat reaksi maju. Jadi katalis berfungsi pada awal reaksi
(sebelum kesetimbangan tercapai). Jika kesetimbangan telah
tercapai, maka katalis akan secara otomatis berhenti berfungsi.
Hal ini dikarenakan katalis hanya mampu mempercepat dan
terbentuk kembali setelahnya (Mukhoyaroh 2015).
Fungsi katalisator dalam reaksi kesetimbangan adalah
mempercepat tercapainya kesetimbangan dan tidak merubah
letak kesetimbangan (harga tetapan kesetimbangan Kc tetap). Hal
ini disebabkan katalisator mempercepat reaksi ke kanan dan ke
kiri sama besar. Reaksi kimia dikelompokkan menjadi reaksi satu
arah dan reaksi dua arah. Reaksi satu arah adalah reaksi kimia

8
yang hasil reaksinya tidak dapat berubah kembali menjadi
pereaksinya.
Contohnya, reaksi pembentukan gas karbon dioksida yang
dihasilkan dari reaksi antara karbon dan oksigen. Adapun reaksi
dua arah merupakan kebalikan dari reaksi satu arah. Pada reaksi
dua arah, hasil reaksinya dapat berubah kembali menjadi
pereaksinya. Reaksi dua arah disebut juga reaksi bolak balik,
reaksi dapat balik atau reaksi kesetimbangan karena membentuk
suatu kesetimbangan. Contohnya, reaksi pembentukan terumbu
karang yang dihasilkan dari reaksi antara ion kalsium dan gas
karbon dioksida. Terumbu karang yang terbentuk dapat larut
kembali menjadi ion kalsium dan gas karbon dioksida. Pada
reaksi kesetimbangan dikenal istilah reaksi ke kanan (reaksi
maju) dan reaksi ke kiri (reaksi balik). Reaksi mencapai
kesetimbangan suatu reaksi kimia mencapai kesetimbangan jika
dua proses yang berlawanan terjadi dengan laju yang sama.
Artinya, laju reaksi ke kanan sama dengan laju reaksi ke kiri
sehingga tidak terjadi lagi perubahan bersih dalam sistem pada
kesetimbangan. Pada suatu kesetimbangan kimia, ikatan-ikatan
akan terputus atau terbentuk seiring dengan maju mundurnya
ataom-atom di antara molekul reaktan pada produk.
Jika konsentrasi awal reaktan besar, tumbukan antara
molekul-molekulnya akan membentuk suatu molekul-molekul
produk. Sesudah konsentrasi produk tersebut cukup banyak,
reaksi kebalikannya (pembentukan “reakstan” dari “produk”)
mulai berlangsung. Saat mendekati keadaan kesetimbangan,
kecepatan reaksi ke kanan dan ke kiri akan sama dan praktis
tidak terjadi lagi perubahan konsentrasi dari reaktan atau produk.
Pada keadaan setimbang tidak ada perubahan yang dapat diamati
atau diukur sehingga tidak ada terjadi suatu perubahan yang
makroskopi terhadap suatu reaksi yang terjadi itu (Ramos, 2017).
2.2 Kesetimbangan Reaksi

9
2.2.1 Pengertian Kesetimbangan Reaksi
Kesetimbangan reaksi adalah keadaan dimana kedua reaktan dan
produk hadir dalam konsentrasi yang tidak memiliki kecenderungan
lebih lanjut untuk berubah seiring berjalannya waktu. Keadaan ini
terjadi ketika reaksi ke depan berlangsung pada laju yang sama
dengan reaksi balik. Pada reaksi kesetimbangan, laju reaksi
pembentukan produk sama dengan laju reaksi pembentukan reaktan
pada suatu kesetimbangan reaksi (Siregar 2017).
2.2.2 Asas Kesetimbangan
Secara mikroskopis sistem kesetimbangan umumnya peka
terhadap gangguan dari lingkungan atau biasa disebut factor
eksternal. Andaikan sistem yang kita perhatikan adalah
kesetimbangan air-uap, air dalam silinder. Jika volume sistem
diperbesar (tekanan dikurangi) maka sistem berupaya mengadakan
perubahan sedemikian rupa sehingga mengembalikan tekanan ke
keadaan semula, yakni dengan menambah jumlah molekul yang
pindah ke fase uap. Setelah kesetimbangan baru dicapai lagi, air yang
ada lebih sedikit dan uap air terdapat lebih banyak dari pada keadaan
kesetimbangan pertama tadi. Jika kita menuliskan kesetimbangan
tersebut maka dapat kita tulis dengan melihat persamaan reaksi
sebagai berikut :
H2O (l) ⇌ H2O (g)
Dari persamaan diatas, dapat kita lihat bahwa kesetimbangan
dapat dinyatakan bahwa kesetimbangan bergeser kearah kanan.
Pergeseran kesetimbangan ini dapat dipengaruhi oleh faktor luar
seperti suhu, tekanan, dan konsentrasi. Bagaimanakah kita
menjelaskan pengaruh dari berbagai faktor itu? Mengapa
kesetimbangan:
N2(g) + 3H2(g) ⇌ 2NH3(g), H = -92,2 kJ;

Bergeser ke kiri ketika suhunya dinaikkan, tetapi bergeser ke


kanan ketika tekanannya diperbesar ? Henri Louis Le Chatelier
(1884) berhasil menyimpulkan pengaruh faktor luar tehadap

10
kesetimbangan dalam suatu azas yangdikenal dengan azas Le
Chatelier sebagai berikut: “ Bila terhadap suatu kesetimbangan
dilakukan suatu tindakan (aksi), maka sistem itu akan mengadakan
reaksi yang cenderung mengurangi pengaruh aksi (tindakan)
tersebut”.
Secara singkat, azas Le Chatelier dapat dinyatakan sebagai:
Reaksi sama dengan kurang aksi. Artinya, bila pada suatu sistem
kesetimbangan dinamis terdapat suatu gangguan dari luar sehingga
membuat kesetimbangan dalam keadaan terganggu atau dalam
keadaan rusak maka system itu akan berubah dan sedemikian rupa
berubah sehingga gangguan tersebut berkurang dan bila
memungkinkan akan kembali ke arah yang keadaannya dalam
keadaan setimbang lagi (kearah yang mengurangi gangguan).
Kesetimbangan kimia merupakan reaksi reversible di mana laju
pembentukan produk akan sama dengan laju pada suatu penguraian
reaktan atau kearah produk (Afdoli, 2016).

2.3 Tetapan Kesetimbangan


Pada tahun 1864 Gulberg gan Wange menemukan adanya hubungan
antara konsentrasi komponen-komponen dalam kesetimbangan. Hubungan
yang tatap tersebut disebut hukum kesetimbangan atau tetapan
kesetimbangan. Berikut hal hal apa saja yang terkait dengan tetapan
kesetimbangan ini, mulai dari persamaan tetapan kesetimbangan itu sendiri,
dan penentuan nilai kc untuk kesetimbangan homogeny dan heterogen.
2.3.1 Persamaan Tetapan Kesetimbangan
Secara umum, persamaan tetapan kesetimbangan untuk reaksi:
mA + nB pC + qD adalah:

11
[C] p D q
Kc = ………….…………………………………………...
A m Bn
(2.2)
Karena konsentrasi zat dinyatakan dalam satuan molar (M), maka
satuan Kc adalah:
Kc = M (p+q) – (m+n)…………………………………………...(2.3)
2.3.2 Menentukan Kc untuk Reaksi Kesetimbangan Homogen
Reaksi kesetimbangan homogen merupakan reaksi
kesetimbangan yang terdiri dari zat-zat yang wujudnya sama, yaitu
berupa gas seperti pada reaksi kesetimbangan 2H2(g) + O2(g) 2H2O(g)
Maka harga Kc:
[ H2 O]2
Kc = ……………………………………………………...
[ H2 ]2 [ O 2 ]
(2.4)
2.3.3 Menentukan Kc untuk Reaksi Kesetimbangan Heterogen
Reaksi kesetimbangan heterogen merupakan reaksi
kesetimbangan yang terdiri dari zat-zat yang berbeda wujudnya.
Wujud zat tersebut biasanya berupa padat, gas, cair, dan suatu
larutan.
2.3.4 Hubungan Kc dengan Persamaan Kimia Yang Setara
Persamaan reaksi setara yang dimaksud adalah beberapa
persamaan reaksi kesetimbangan yang berasal dari satu persamaan
reaksi kesetimbangan. Beberapa persamaan reaksi kesetimbangan
tersebut diperoleh dengan mengalikan atau membalikan persamaan
reaksi kesetimbangan tertentu dengan suatu bilangan. Berikut ini
adalah beberapa hal penting tentang suatu mengenai tetapan
kesetimbangan (K):
a. Harga K Dipengaruhi oleh Suhu
Apabila suhu tetap, maka harga K tetap. Jika suhu berubah,
maka harga K juga akan berubah.
1. Pada reaksi endoterm, K berbanding lurus dengan suhu

12
2. Pada reaksi eksoterm, K berbanding terbalik dengan suhu
b. Harga K merupakan ukuran seberapa banyak produk yang
terbentuk pada kondisi setimbang
1. Jika K > 1, maka hasil reaksi pada kesetimbangan lebih
banyak daripada pereaksi dalam suatu kesetimbangan reaksi.
2. Jika K < 1, maka hasil reaksi pada kesetimbangan lebih
sedikit daripada pereaksi.
c. Setiap reaksi kesetimbangan mempunyai harga tertentu, yang
dapat dibandingkan antara satu dengan yang lainnya.
1. Jika reaksi dibalik K menjadi 1/K
2. Jika reaksi dibagi x K menjadi
3. Jika reaksi dikali x K menjadi KxX√ K
4. Jika beberapa reaksi dijumlahkan, semua harga K harus
dikalikan
2.3.5 Tetapan Kesetimbangan Tekanan Parsial (Kp)
Tetapan kesetimbangan untuk sistem kesetimbangan gas selain
juga dapat dinyatakan yang berdasarkan konsentrasi, juga dapat
dinyatakan berdasarkan tekanan parsial gas. Tetapan kesetimbangan
yang dimana berdasarkan tekanan parsial gas dapat juga disebut
sebagai tetapan kesetimbangan tekanan parsial gas atau dapat juga
dinyatakan dengan Kp.
2.3.6 Tetapan kesetimbangan parsial gas (Kp) untuk reaksi kesetimbangan
heterogen
Sama halnya dengan reaksi kesetimbangan (Kc) heterogen, reaksi
kesetimbangan heterogen parsial gas (Kp) juga merupakan reaksi
kesetimbangan yang terdiri dari zat-zat yang berbeda wujudnya.
Ketentuan perhitungan tetapan kesetimbangannya (Kp) sama dengan
Kc, yaitu hanya gas (g), dan larutan (aq) yang dimasukkan
sedangkan padat (s) dan cairan (l) tidak dimasukkan dalam suatu
perhitungan pada reaksi kesetimbangan (Permana, 2015).
2.3.7 Arti Tetapan Kesetimbangan

13
Pada tetapan kesetimbangan, Kc dan Kp merupakan
perbandingan konsentrasi atau tekanan parsial dari zat hasil reaksi
(ruas kanan) dengan zat pereaksi (ruas kiri) dalam keadaan
setimbang.
1. Jika nilai Kc dan Kp sangat besar, menunjukkan bahwa reaksi ke
kanan berlangsung sempurna atau hampir sempurna. Jika nilai
Kc dan Kp sangat kecil, menunjukkan bahwa reaksi ke kanan
tidak berlangsung sempurna atau reaksinya hanya sedikit.
2. Meramalkan arah reaksi, apabila ke dalam persamaan tetapan
kesetimbangan, zat-zat hasil reaksi dan zat-zat pereaksi yang
dimasukkan bukan merupakan keadaan setimbang, maka harga
yang diperoleh disebut kuotion reaksi (Qc). Kuotion reaksi
merupakan perbandingan konsentrasi-konsentrasi yang
bentuknya sama dengan persamaan Kc.
Ketentuannya:
a). Jika Qc < Kc, berarti reaksi akan berlangsung dari kiri ke
kanan sampai dengan tercapai keadaan setimbang
b). Jika Qc > Kc, berarti reaksi akan berlangsung dari kanan ke
kiri sampai dengantercapai keadaan setimbang
c). Jika Qc = Kc, berarti reaksi tersebut akan berada dengan
kondisi dalam keadaan setimbang tersebut
Jika pada sistem kesetimbangan diberikan aksi, maka sistem akan
berubah sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi tadi diupayakan
sekecil mungkin.
Dapat diketahui bahwa ada beberapa aksi atau pun factor yang
dapat mempengaruhi mempengaruhi terjadinya pergeseraan
kesetimbangan antara lain perubahan konsentrasi, perubahan
volume, perubahan tekanan, perubahan jumlah mol, perubahan
temperatur, dan katalisator. Untuk memahami terjadinya suatu

14
pergeseran kesetimbangan, maka itu cobalah kita perlu perhatikan
suatu persamaan reaksi berikut ini:
H2(g) + I2(g) ⇆ 2HI(g)
Dengan Kc = 54,3 pada 43oC. Misalnya kita masukkan 0,243 mol
H2, 0,146 mol I2 dan 1,98 mol HI dalam satu liter tangki. Dengan
memasukkan konsentrasi awal didapat:
[HI]20 (1,98)2
= = 111
[ H2 ]❑ ❑
0 [ I2 ]0 (0,243)(0.146)

[HI]20
Karena didapat hasil ❑ yang lebih besar dari pada Kc
[ H2 ]❑
0 [ I2 ]0

maka sistem tidak dalam keadaan setimbang. sehingga untuk


mencapai kesetimbangan reaksi akan bergeser dari kanan ke kiri.
Jumlah yang didapat dengan membagi konsentrasi awal seperti

[HI]20
tersebut diatas, ❑ , disebut dengan Qc.
[ H2 ]❑
0 [ I2 ]0

Apabila zat pada ruas kiri dan ruas kanan dari suatu reaksi
kesetimbangan dicampurkan dalam suatu wadah reaksi maka sangat
mungkin bahwa campuran tidak setimbang. Reaksi harus
berlangsung ke kanan atau ke kiri sampai mencapai kesetimbangan.
Dalam hal seperti ini, arah reaksi dapat ditentukan dengan
memeriksa nilai kuotion reaksi (Qc). Kuotion reaksi adalah nisbah
konsentrasi yang bentuknya sama dengan persamaan Kc.
Untuk menentukan arah reaksi dalam mencapai kesetimbangan
kita dapat membandingkan nilai Qc dan Kc yaitu sebagai berikut ini :
1. Jika Qc < Kc, reaksi bersih berlangsung ke kanan sampai Qc =
Kc.
2. Jika Qc > Kc berarti reaksi bersih berlangsung ke kiri sampai Qc
= Kc.
3. Jika Qc = Kc berarti campuran seimbang (Nasrudin, 2015).

15
Penggundulan hutan karena pohon-pohon ditebang untuk diambil
kayunya atau membuka lahan untuk ladang. Tidak ada simpanan air
tanah. Siklus air menjadi terganggu, sehingga sistem kesetimbangan
air di alam juga akan terganggu. Kalau ada pengaruh dari luar, maka
suatu sistem ini kesetimbangan akan mengadakan aksi untuk
mengurangi pengaruh atau gangguan tersebut. Hal ini sesuai dengan
azas Le Chatelier.
Secara mikroskopik sistem kesetimbangan umumnya peka
terhadap gangguan dari lingkungan. Andaikan sistem yang kita
perhatikan adalah kesetimbangan air-uap, air dalam silinder. Jika
volume sistem diperbesar (tekanan dikurangi) maka sistem berupaya
mengadakan perubahan sedemikian rupa sehingga mengembalikan
tekanan ke keadaan semula, yakni dengan menambah jumlah
molekul yang pindah ke fasa uap. Setelah kesetimbangan baru
dicapai lagi, air akan lebih sedikit dan uap air terdapat lebih banyak
daripada keadaan kesetimbangan pertama tadi (Nasrudin, 2015).
Jika kesetimbangan itu ditulis dalam persamaan reaksi:
H2O (l) → H2O (g)

Maka kesetimbangan dapat dinyatakan “ bergeser ke kanan


“Pergeseran kesetimbangan dapat dipengaruhi oleh faktor luar
seperti suhu, tekanan, dan konsentrasi dengan pengaruh dari berbagai
faktor kesetimbangan.
N2(g) + 3H2(g) → 2NH3(g) H = -92,2 kJ;
Bergeser ke kiri ketika suhunya dinaikkan, tetapi bergeser ke
kanan ketika tekanannya diperbesar. Henri Louis Le Chatelier
berhasil menyimpulkan pengaruh faktor luar tehadap kesetimbangan
dalam suatu azas yang dikenal dengan azas Le Chatelier.
“Bila terhadap suatu kesetimbangan dilakukan suatu tindakan
(aksi), maka sistem itu akan mengadakan reaksi yang cenderung
mengurangi pengaruh aksi tersebut” (Nasrudin 2015).

16
2.4 Prinsip Kesetimbangan Dalam Industri
Reaksi kesetimbangan dalam dunia industri sangat diperlukan. Untuk
menghasilkan produk yang cukup banyak, maka suatu reaksi kesetimbangan
tersebut harus bergeser ke arah kanan (produk). Supaya reaksi
kesetimbangan ini bergeser ke arah kanan, maka faktor konsentrasi, suhu,
tekanan gas, dan katalisator sangat diperhitungkan untuk memperoleh hasil
yang optimal, cepat dan ekonomis. Berikut ini prinsip kesetimbangan dalam
industri :
2.4.1 Pembuatan amonia dengan proses Haber-Bosch
Amonia (NH3) merupakan senyawa nitrogen yang sangat penting
bagi kehidupan, terutama sebagai bahan pembuatan pupuk dan
sebagai pelarut yang baik untuk berbagai senyawa ionik dan senyawa
polar. Amonia dibuat berdasarkan reaksi antara gas nitrogen dengan
hidrogen. Reaksi pembuatan ammonia ini dikemukakan oleh Frizt
Haber dan disempurnakan oleh rekannya yakni Karl Bosch. Proses
pembuatan amonia ini disebut proses Haber-Bosch. Dalam industri,
amonia diproduksi dengan menggunakan proses Haber-Bosch yang
mereaksikan gas nitrogen dan hidrogen dengan menggunakan katalis
permukaan platina.
N2(g) + 3H2(g) ⇄ 2NH3 (g) H = –92 kJ
Pada suhu biasa proses reaksi berjalan lambat sekali. Tetapi jika
suhu dinaikkan, reaksi berlangsung jauh lebih cepat, ini dikarenakan
suhu juga merupakan salah satu faktor yang berpenaruh dalam
kesetimbangan. Kenaikan suhu tersebut menyebabkan reaksi
bergeser ke arah kiri (pereaksi) sehingga mengurangi produksi
amonia. Dari percobaan-percobaan yang telah dilakukan, Haber
menemukan bahwa suhu 550°C dan tekanan 250 atm akan
meningkatkan hasil ammonia sebesar 10% apabila katalis Pt ini yang
digunakan untuk mempercepat suatu laju reaksi percobaan.

17
Dengan menggunakan katalis yang lebih baik, yaitu katalis besi
oksida yang mengandung sedikit kalium dan aluminium oksida,
seperti Al2O3, MgO, CaO, dan K2O. Untuk menghasilkan NH3 yang
banyak, maka reaksi harus bergeser ke arah kanan (hasil reaksi). Dan
hal tersebut bisa dilakukan jika tekanan yang digunakan tinggi.
Tekanan 200 atm akan menghasilkan NH3 sekitar 15%, tekanan 350
atm menghasilkan NH3 sekitar 30%, dan tekanan 1000 atm akan
menghasilkan NH3 sebanyak 40%.
2.4.2 Pembuatan Asam Sulfat dengan Proses Kontak
Salah satu cara pembuatan asam sulfat melalui proses industri
dengan produk yang cukup besar dengan proses kontak. Bahan yang
digunakan pada proses ini adalah belerang dan melalui proses berikut
dimana SO2 yang terbentuk dioksidasi di udara dengan memakai
katalisator. Dahulu dipakai serbuk platina sebagai katalis. Tetapi kini
V2O5 (vanadium penta-oksida) yang lebih murah. Menurut
kesetimbangan di atas, makin rendah suhunya makin banyak SO3
yang dihasilkan. Akan tetapi, sama seperti pembuatan amonia, pada
suhu rendah reaksi berjalan lambat. Itulah sebabnya reaksi ini tidak
perlu dilaksanakan pada tekanan tinggi. Oleh karena gas SO3 agak
sukar larut dalam air, maka SO3 dilarutkan dalam H2SO4 pekat. Jadi,
pada pembuatan H2SO4 merupakan bahan yang ikut digunakan juga
pada saat proses pembuatannya tersebut oleh karena itu H2SO4
digunakan pada proses pembuatannya juga (Goyena, 2019).

2.5 Reaksi Esterifikasi


Esterifikasi merupakan reaksi untuk membentuk senyawa ester. Ester
organik banyak digunakan di industri, yaitu sebagai solven, bahan parfum,
bahan aroma buatan, dan prekursor bahan-bahan farmasi. Salah satu
senyawa ester yang banyak dipakai dalam industri adalah amil asetat. Amil
asetat merupakan salah satu ester yang memiliki rumus kimia
CH3COOC5H11. Ester ini banyak digunakan sebagai solven dalam industri

18
pembuatan selulosa nitrat. Amil asetat dapat diproduksi dengan reaksi
esterifikasi asam asetat dengan amil alkohol.
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi yang berjalan lambat sehingga
membutuhkan katalis untuk menunjang kecepatan reaksi. Maka dari itu
banyak penelitian dilakukan untuk mempelajari kinetika reaksi, baik dengan
katalis homogen maupun heterogen. Katalis homogen yang biasa digunakan
dalam industri adalah asam sulfat. Ion H+ dari asam sulfat sebagai asam kuat
mendorong asam karboksilat untuk terprotonasi sehingga reaksi dapat
terjadi. Oleh karena itu, asam sulfat memiliki aktivitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan katalis heterogen seperti resin atau zeolit.
Reaksi esterfikasi amil alkohol dengan asam asetat ini merupakan reaksi
immiscible di mana reaktan tidak saling larut sehingga produk juga tidak
akan saling larut. Pada system heterogen fase cair untuk amil alkohol dan
asam asetat, dimana asam asetat hanya akan berpindah ke fase amil alcohol
transfer massa amil alkohol fase asam asetat (Fakhry dan Rahayu, 2016).
2.5.1 Variabel yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi yaitu:
a. Suhu
Hal ini di karenakan sifat dari reaksi eksotermis, dan suhu
dapat mempengaruhi harga konstanta kecepatan reaksi.
b. Perbandingan zat pereaksi
Dikarenakan sifatnya yang reversible, maka salah satu
perekatan harus di buat berlebih agar optimal saat pembentukan
ester.
c. Pencampuran
Dengan adanya pengadukan pada saat pencampuran, maka
molekul-molekul pereaktan dapat mengalami tumbukan yang
lebih sering sehingga reaksi dapat berjalan secara optimal.
d. Waktu Reaksi
Jika waktu bereaksi lama maka kesempatan molekul-molekul
pertumbukan semakin tinggi.
e. Katalis

19
Katalis adalah suatu substansi yang dapat meningkatkan
kecepatan, sehingga reaksi kimia dapat mencapai kesetimbangan
tanpa terlibat di dalam reaksi secara permanen. Pada akhir reaksi,
katalis tidak tergabung dengan senyawa produk reaksi. Adanya
katalis dapat mempengaruhi faktor-faktor kinetika suatu reaksi
seperti laju reaksi, energi aktivasi, sifat dasar keadaan transisi
dan lain-lain. Pada proses esterifikasi katalis yang banyak
digunakan pada awalnya adalah katalis homogen asam donor
proton pada pelarut organik, seperti terdapat senyawa H2SO4,
HCl, dan juga suatu senyawa H3PO4 (Azizah, 2016).

2.6 Katalis
Katalis merupakan senyawa kimia yang meningkatkan laju reaksi pada
reaksi kimia tanpa katalis tersebut secara permanen terlibat didalam reaksi.
Sehingga katalis pada akhir reaksi tidak berikatan dengan senyawa reaktan
maupun produk yang ada. Keadaan senyawa katalis sebagai subjek pada tiap
interaksi kimia yang terjadi dengn reaktan tetapi katalis tidak berubah
diakhir reaksi. Katalis mempercepat reaksi kinetika terhadap hasil
termodinamika dengan cara memberikan jalur yang lebih mudah untuk
diikuti oleh molekul sehingga dibutuhkan energi yang tidak besar. Katalis
yang mengalami perubahan secara kimia dan fisik akan menurunkan
kemampuannya sebagai katalis secara perlahan hingga dapat menyebabkan
terjadinya deaktivasi katalis.
Fungsi katalis yaitu sebagai aktivasi, selektivitas, dan dekativasi.
Aktivasi sebagai pendorong reaksi berjalan cepat dengan memberikan jalur
alternative, katalis sebagai selektifitas yaitu selektif pada suatu reaksi
sehingga menghasilkan produk yang sesuai dan juga katalis sebagai
deaktifasi yaitu katalis digunakan sebagai penghambat laju reaksi yang
terjadi.
Katalis memiliki sisi aktif yang berperan dalam suatu proses reaksi,
peningkatan sisi aktif memiliki beberapa kelebihan seperti laju reaksi tinggi

20
pada semua kondisi, laju rekasi sama tetapi dengan reaktor kecil, laju reaksi
sama pada temperatur atau tekanan rendah dimana menghasilkan
kesetimbangan yang akan meningkat, operasi menjadi mudah, pada
deaktifasi menjadi berkurang ataupun suatu selektifitas tersebut maka akan
meningkat pada suatu prosesnya (Setiawan, 2017).
2.6.1 Klasifikasi Katalis
Katalis memiliki 3 macam klasifikai yaitu katalis homogen,
katalis heterogen, dan enzim. Perbedaan ini berdasarkan penggunaan
katalis pada suatu reaksi.
a. Katalis homogen
Katalis homogen ialah katalis yang memiliki fasa yang sama
dengan reaktan dan produk yang dihasilkan. Biasanya katalis
homogen berupa fasa cair dimana katalis dan reaktan berada
dalam suatu larutan. Katalisis terjadi dengan adanya
pengkompleksan dan pengarutan ulang antara molekul dan ligan
dari katalis itu sendiri. Reaksi bisa bersifat sangat spesifik,
dengan hasil produk yang tinggi. Reaksi yang terjadi dapat
dengan mudah dipelajari didalam laboratorium dengan teknik
kimia organologam.
b. Katalis Heterogen
Katalis heterogen yaitu berupa sistem dimana reaktan dan
katalis berada pada fasa yang berbeda, umumnya padatan katalis
yang digunakan pada reaktan berfasa cair maupun gas. Sistem
heterogen sulit untuk dipelajari di laboratorium.
c. Katalis Enzim
Enzim merupakan molekul protein dengan ukuran koloid,
terkadang pada ukuran antara homogen molekul dan juga pada
heterogen makroskopik katalis (Setiawan, 2017).

2.7 Asam Asetat dan Asam Sulfat


Asam cuka merupakan senyawa kimia asam organik yang dikenal
sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka

21
memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini sering ditulis dalam
bentuk CH3COOH. Asam cuka murni adalah cairan higroskopis tak
berwarna dan memiliki titik beku 16,7°C. Asam cuka merupakan hasil
olahan makanan melalui fermentasi. Fermentasi glukosa secara anaerob
menggunakan khamir Saccharomyces cerevicae menghasilkan
etanol. Fermentasi etanol secara aerob menggunakan bakteri
Acetobacter aceti menghasilkan asam cuka. Menurut Desrosier, asam cuka
dapat dibuat dari berbagai bahan baku yang mengandung gula atau
pati melalui fermentasi glukosa yang diikuti oleh fermentasi etanol.
Produk ini merupakan suatu larutan asam cuka dalam air yang
megandung cita rasa, zat warna, dan substansi yang terekstrak misal:
asam buah, ester, dan garam organik yang berbeda-beda sesuai dengan
asalnya.
Cuka yang dijual mengandung paling sedikit 4% asam cuka (4 g asam
cuka per 100 mL), dalam kondisi segar dan dibuat dari buah-buahan yang
layak dikonsumsi. Menurut Janeta, proses pembuatan asam cuka melalui dua
tahapan proses fermentasi. Tahap pertama adalah fermentasi gula hasil
hidrolisis secara anaerob menjadi etanol oleh aktivitas yeast
(Saccharomyces cerevisiae). Tahap kedua adalah fermentasi secara aerob
dilakukan oleh bakteri Acetobacter aceti untuk mengoksidasi etanol
menjadi asam cuka. Dalam penggunaan bahan dasar (bonggol pisang) dalam
pembuatan cuka harus memiliki kandungan gula yang tinggi agar bisa
masuk ke dalam tingkat fermentasi untuk prosesnya (Surtiyani, 2015).
2.7.1 Fermentasi Asam Cuka
Asam cuka dihasilkan melalui proses fermentasi etanol menjadi
asam cuka dengan menggunakan Acetobacter aceti. Asam cuka
adalah senyawa yang sangat penting dalam pengolahan bahan
pangan baik sebagai bumbu maupun bahan pengawet. Menurut
Effendi, fermentasi asam cuka berlangsung dalam keadaan aerob
menggunakan bakteri A.aceti dengan substrat etanol. Pertumbuhan
A. aceti optimal pada kondisi aerob.

22
Hal ini karena bakteri A. aceti termasuk bakteri aerob obligatif
yaitu bakteri yang tidak dapat hidup tanpa adanya oksigen. Pada
umumnya perubahan yang terjadi pada fermentasi adalah dimana
terjadi perubahan-perubahan etanol menjadi asam cuka
merupakan hasil dari aktivitas A. aceti. Beberapa faktor
utama mempengaruhi fermentasi etanol menjadi asam cuka yaitu
berikut dibawah ini beberapa faktornya (Surtiyani, 2015):
a. Jumlah A. aceti
Jumlah A. aceti yang terlibat selama proses fermentasi
etanol menjadi asam cuka sangat berpengaruh terhadap
kecepatan proses fermentasi. Jumlah A. aceti yang digunakan
dalam proses fermentasi ini berkisar antara 5-15% dari
jumlah media fermentasi. Berdasarkan hasil penelitian
Effendi (2002), jumlah A. aceti yang paling baik dalam
proses fermentasi etanol menjadi asam cuka adalah 10% dari
volume media fermentasi tersebut baik dalam proses fermentasi.
b. pH
Proses fermentasi etanol menjadi asam cuka dapat
berjalan dengan baik pada pH optimal antara 5,4-6,3. Pada pH
yang terlalu tinggi akan mengakibatkan A. aceti mengalami
kerusakan sel dan pada pH rendah A. aceti akan mengalami
inaktif, akibatnya proses fermentasi tidak akan berlangsung.
c. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses
fermentasi. Setiap mikroorganisme memiliki suhu maksimal,
minimal dan optimal. Suhu pertumbuhan A. aceti berkisar
antara 5-42°C dan suhu optimal berkisar antara 25-30°C.
Berdasarkan hasil penelitian, suhu yang paling baik selama
proses fermentasi yaitu 25°C.
d. Udara
Salah satu yang juga berpengaruh, adalah faktor udara,
fermentasi untuk menghasilkan asam cuka berlangsung secara

23
aerob obligatif yaitu menggunakan oksigen untuk
pertumbuhan A. aceti. Dimana A. aceti tidak akan tumbuh jika
tidak terdapat oksigen sehingga proses fermentasi tidak akan
berlangsung.
e. Nutrisi
A. aceti membutuhkan nutrisi untuk melakukan fermentasi
etanol menjadi asam cuka. Nutrisi pada media fermentasi adalah
zat-zat yang mengandung fosfor dan nitrogen seperti: super
phosphat, amonium sulfat, amonium phosphat, urea, dan
magnesium sulfat. A. aceti membutuhkan unsur C, H, O, N,
dan P dalam jumlah besar. Jika kekurangan unsur C, H, O, N,
dan P maka A. aceti tidak akan tumbuh dan berkembang biak
dengan sangat baik (Surtiyani, 2015).
2.7.2 Sifat fisika
Sifat fisika dari asam asetat adalah berbentuk cairan jernih,
berbau menyengat, tidak berwarna, berasa asam mempunyai titik
beku 16,6oC, titik didih 118,1oC dan larut dalam alkohol, air, dan
eter. Asam asetat tidak larut dalam karbon disulfida. Asam asetat
dibuat dengan fermentasi alkohol oleh bakteri Acetobacter
pembuatan dengan cara ini biasa digunakan dalam pembuatan dalam
cuka makan. Asam asetat ini juga mempunyai rumus molekul itu
CH3COOH dan juga bobot molekul 60,05.
2.7.3 Sifat Kimia
Setiap unsur kimia memiliki sifat sifat kimianya tersendiri.
Dalam kandungan asam asetat sendiri mengandung tidak kurang dari
36,0 % b/b dan tidak lebih dari 37,0 %b/b C 2H4O2. Asam asetat
mudah menguap diudara terbuka, mudah terbakar, dan dapat
menyebabkan korosif pada logam. Asam asetat larut dalam air
dengan suhu 20oC, etanol (9,5%) pekat, dan gliserol pekat. Asam
asetat jika diencerkan tetap bereaksi asam. Pada penetapan kadar
asam asetat tersebut biasanya menggunakan basa natrium hidroksida
atau biasa disebut NaOH dimana 1 mL natrium hidroksida yaitu 1N

24
setara 60,05 mg CH3COOH dalam suatu reaksi tersebut pada sifat
kimianya (Goyena, 2019).
2.7.4 Manfaat Asam Cuka
Asam cuka memiliki banyak manfaat bagi kehidupan
manusia. Manfaat asam cuka yaitu:
a. Industri Makanan
Dalam industri makanan, asam cuka digunakan sebagai
pengatur keasaman, pemberi rasa asam dan aroma dalam
makanan, serta untuk menambah rasa sedap pada suatu masakan.
b. Pereaksi Kimia
Asam cuka digunakan sebagai pereaksi kimia untuk
menghasilkan berbagai senyawa kimia. Sebagian besar (40-45%)
dari asam cuka dunia digunakan sebagai bahan untuk
memproduksi monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer).
c. Industri Bahan Kimia
Asam cuka merupakan bahan yang berguna bagi
produksi bahan kimia. Asam cuka digunakan untuk
memproduksi anhidrida asetat, aspirin, dan juga ini suatu ester.
d. Bidang kesehatan
Konsentrasi rendah asam cuka digunakan untuk antiseptik,
antibakteri, dan deodoran alami yaitu zat penghilang bau.
Antiseptik adalah senyawa yang dapat menghambat atau
membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri dan jamur
pada jaringan hidup. Antibakteri adalah senyawa kimia alami
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
e. Penghilang Bau Anyir
Produksi Perikanan Asam cuka merupakan hasil
fermentasi etanol menggunakan A. aceti. Asam cuka adalah
bahan yang dimana dapat digunakan sebagai penghilang bau
pasca produksi dari suatu asam cuka ini(Surtiyani, 2015).

25
Sedangkan untuk asam sulfat murni yang tidak diencerkan tidak dapat
ditemukan secara alami di bumi karena sifatnya higroskopis. Asam sulfat
terbentuk secara alami melalui oksidasi mineral sulfida, misalnya besi sulfida.
Air asam hasil oksidasi ini mampu melarutkan logam-logam yang ada dalam
biji sulfida, yang menghasilkan uap berwarna cerah yang beracun. Apabila air
ditambahan asam sulfat pekat, maka akan mendidih. Jika melarutkan asam
sulfat pekat, tambahkan asam sulfat pekat itu kedalam air, bukan air yang
dimasukkan kedalam asam sulfat. Hal ini dilakukan karena asam sulfat
bersifat mengeringkan. Seperti reaksi berikut:
H2SO4 + H2O → H3O+ + HSO4-
Asam sulfat merupakan zat pengering yang baik. Asam sulfat digunakan
dalam pengolahan kebanyakan buah-buah kering. Di atmosfer, asam sulfat
merupakan salah satu bahan kimia yang menyebabkan hujan asam. Tidak
mudah membayangkan bahan kimia yang sangat aktif seperti asam sulfat ini
adalah bahan kimia yang banyak dipakai dan merupakan produk yang
penting. Zat ini digunakan sebagai bahan untuk pembuatan garam-garam
sulfat dan untuk sulfonasi, namun sering digunakan karena merupakan asam
anorganik yang agak kuat dan juga zat tersebut harganya lumayan murah.
Bahan kimia seperti asam sulfat ini sering dipakai pada industri, namun
pada produk akhir asam sulfat itu jarang muncul, asam sulfat dipakai dalam
pembuatan pupuk, plat timah, pengolahan minyak, dan dalam pewarna
tekstil, dan masih banyak lagi kegunaan asam sulfat pada industri.
2.7.5 Sifat Senyawa Asam Sulfat
Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2SO4, yang merupakan
asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam air pada
semua perbandingan. Asam sulfat 100% dapat dibuat namun ia akan
melepaskan SO3 pada titik didihnya dan menghasilkan asam 98,3%.
Asam sulfat 98% umumnya disebut sebagai asam sulfat pekat. Asam
sulfat murni berupa cairan bening seperti minyak dan karena itu
dinamakan pada dahulu kala sebagai minyak vitriol.

26
Asam sulfat adalah zat pendehidrasi yang baik, digunakan untuk
mengeringkan buah-buahan. Apabila senyawa Asam sulfat bereaksi
dengan basa akan menghasilkan suatu senyawa yaitu garam
sulfat. Reaksi antara asam sulfat dengan logam biasanya akan
menghasilkan hidrogen, hal ini karena asam pekat panas berperan
sebagai oksidator. Sehingga ketika asam panas bereaksi dengan seng,
timah, dan tembaga, akan menghasilkan garam, air dan sulfur
dioksida. Asam sulfat mudah larut dalam air dingin. Sulfat larut
dalam air dengan pembebasan banyak panas. Larut dalam etil
alkohol. Asam sulfat berbau, namun memiliki bau tersedak ketika
panas dan memiliki rasa asam. Asam sulfat juga digunakan sebagai
agen sulfonasi, sebagai dehydrator dan oksidator.
2.7.6 Bentuk Molekul
Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2SO4 terdiri dari atom H,
S, dan O. Hidrogen golongan IA yang mempunyai 1 elektron valensi,
sulfur termasuk golongan VIA yang memiliki elektron valensi 6 dan
oksigen adalah golongan VIA yang mempunyai elektron valensi 6.
Sehingga bentuk molekul tetrahedral asam sulfat (Surtiyani, 2015).
2.8 Teori Asam Basa dan Reaksi Penetralan
Asam dan basa sendiri merupakan zat kimia yang paling banyak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Secara definisnya, asam sendiri
adalah suatu zat yang larutannya berasa/ bersifat asam, dapat memerahkan
lakmus biru, dan menetralkan basa. Sedangkan basa dapat didefinisikan
sebagai zat yang larutannya terasa pahit/bersifat basa, licin, dan dapat
membirukan lakmus merah, dan menetralkan asam. Dimana kedua zat ini
memiliki suatu sifat yang sama, yaitu bersifat korosif.
Terdapat beberapa Teori Asam dan basa yang telah dikemukan oleh para
ahli. Mulai dari Teori Arhenius, Bronsted Lowry, Lewis Berikut beberapa
teori tersebut :

27
2.8.1 Arhenius
Asam didefinisikan sebagai zat-zat yang dapat memberikan ion
hidrogen (H⁺) atau ion hidronuim (H₃O⁺) bila dilarutkan di dalam
air. Sedangkan basa yang dimana sebagai yang zat-zat dalam air
tersebut akan menghasilkan suatu ion yang dinamakan ion
hidroksida (OH⁻).
2.8.2 Bronsted Lowry
Pada tahun 1923 Johanes N. Bronsted dan Thomas Lowry
mengemukakan teori asam basa yaitu asam sebagai senyawa yang
dapat memberikan proton (H⁺) kepaada senyawa lain (donor
proton). Basa merupakan senyawa yang menerima proton (H⁺) dari
senyawa lain (akseptor proton).
Dengan menggunakan konsep asam dan basa menurut Bronsted
Lowry maka dapat ditentukan suatu zat bersifat asam atau basa
dengan melihat kemampuan zat tersebut dalam serah terima proton
dalam larutan. Dalam hal ini pelarut tidak terbatas oleh pelarut air
saja. Tapi dapat berupa pelarut lain yang sering dijumpai di
laboratorium, misalnya alkohol, amonia cair, dan juga suatu ester.

HCl dan CH₃COOH adalah asam karena dapat memberikan ion


H⁺ (proton) kepada H₂O. HCI dan CH₃COOH disebut donor proton.
Cl dan CH₃COO⁻ adalah basa karena dapat menerima (proton) dari
H₃O + Cl⁻ dan CH₃COO⁻ disebut akseptor proton. Basa tersebut
adalah basa konjugasi. Sementara itu, adalah asam konjugasi, karena
kelebihan proton dibanding zat asalnya. Pasangan HCl dan CI⁻serta
CH₃COOH dan CH₃COO⁻ disebut pasangan asam basa konjugasi.
2.8.3 Lewis
Pada tahun 1923 G.N. Lewis seorang ahli kimia dari Amerika
Serikat, memperkenalkan teori asam dan basa yang tidak melibatkan

28
transfer proton, tetapi melibatkan penyerahan dan penerimaan
pasangan elektron bebas.
Dimana asam adalah suatu molekul atau ion yang dapat
menerima pasangan elektron, sedangkan basa adalah suatu molekul
atau ion yang dapat memberikan pasangan elektronnya. Beberapa
keunggulan asam basa Lewis:
a. Sama dengan teori Bronsted dan Lowry, dapat menjelaskan sifat
asam, basa dalam pelarut lain ataupun tidak mempunyai
pelarut.
b. Teori asam basa Lewis dapat menjelaskan sifat asam basa
molekul atau ion yang mempunyai pasangan elektron bebas atau
yang dapat menerima pasangan elektron bebas. Contohnya pada
pembentukan senyawa komplek.
c. Dapat menerangkan sifat basa dari zat-zat organik seperti DNA
dan RNA yang mengandung atom nitrogen yang memiliki
pasangan elektron bebas.
Sebagaimana larutan elektrolit yang dibedakan atas elektrolit kuat dan
elektrolit lemah, maka asam dan basa juga dibedakan atas asam basa kuat
dan asam basa lemah. Perbedaan kekuatan larutan asam basa ini yang
dipengaruhi oleh banyak sedikitnya ion-ion pembawa sifat asam dan ion
pembawa sifat basa yang dihasilkan saat terionisasi.
2.8.4 Kekuatan Asam
Kekuatan asam dipengaruhi oleh banyaknya ion–ion H yang
dihasilkan oleh senyawa asam dalam larutannya. Berdasarkan
banyak sedikitnya ion H⁺ yang dihasilkan, larutan asam ini dapat
pula dibedakan dengan menjadi dua macam yaitu terdiri dari asam
kuat dan asam lemah.

29
a. Asam kuat yaitu senyawa asam yang dalam larutannya terion
seluruhnya menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi asam kuat
merupakan reaksi berkesudahan.
b. Asam lemah yaitu senyawa asam yang dalam larutannya hanya
sedikit terionisasi menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi asam
lemah merupakan reaksi kesetimbangan.
2.8.5 Kekuatan Basa
Kekuatan basa dipengaruhi oleh banyaknya ion–ion OH⁻yang
dihasilkan oleh senyawa basa dalam larutannya. Berdasarkan banyak
sedikitnya ion OH⁻ yang dihasilkan, larutan basa juga dibedakan
menjadi dua macam sebagai berikut.
a. Basa kuat yaitu senyawa basa yang dalam larutannya terion
seluruhnya menjadi ion-ionnya, dimana reaksi ionisasi basa kuat
merupakan reaksi berkesudahan pada suatu proses reaksi
tersebut.
b. Basa lemah yaitu senyawa basa yang dalam larutannya hanya
sedikit terionisasi menjadi ion-ionnya, reaksi ionisasi basa lemah
merupakan reaksi kesetimbangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan eaksi penetralan sendiri dapat
dinyatakan bahwa apabila Jika larutan asam dan basa dicampur, maka ion

H⁺ dari asam dan ion OH⁻ dari basa akan bergabung molekul air, sedangkan
anion dari asam dan kation dari basa akan berikatan membentuk senyawa
garam. Karena hasil reaksi antara asam dengan basa membentuk air yang
bersifat netral, maka reaksi tersebut disebut reaksi penetralan. Akan tetapi
perlu diketaahui bahwa karena reaksi tersebut juga menghasilkan garam,
maka reaksi tersebut juga sering dikenal dengan sebutan reaksi penggaraman

yaitu: Asam + Basa → Garam + Air.


Contoh:
HCl + NaOH → NaCl +H₂O

30
H₂SO₄ + NH₄OH → (NH₄)₂SO₄ + 2H₂O
CH₃COOH + Ba(OH)₂ → (CH₃COOH)2Ba + 2H₂O
Walaupun reaksi asam basa yang disebut reaksi penetralan, tetapi hasil
reaksi itu (garam) tidak selalu bersifat netral, melainkan tergantung pada
kekuatan asam basa yang membentuknya.Jika larutan asam dan basa
dicampur, maka sifat garam yang terbentuk ada tiga kemungkinan, yaitu:
1. Jika asam kuat + basa kuat → garam (netral)

2. Jika asam kuat + basa lemah → garam (asam)

3. Garam yang netral berasal dari suatu asam lemah + basa kuat → garam
(basa)

2.9 Titrasi dan Indikator


Titrasi adalah penambahan larutan baku (larutan yang telah diketahui
dengan tepat konsentrasinya) ke dalam larutan lain dengan bantuan indikator
sampai tercapai titik ekuivalen. Dalam titrasi dikenal istilah voluentri.
Dimana voluentrik adalah suatu cara analisis yang berdasarkan pengukuran
volume larutan yang diketahui konsentrasinya secara teliti
(titran/penitar/larutan baku) yang direaksikan dengan larutan sampel yang
akan ditetapkan kadarnya.
Pelaksanaan pengukuran volume ini disebut juga titrasi, yaitu larutan
penitar diteteskan setetes demi setetes ke dalam larutan sampel sampai
tercapai titik akhir, berdasarkan jenis reaksi yang terjadi pada pelaksanaan
titrasi, maka titrasi dapat dibagi dalam beberapa bagian sebagai berikut ini :
2.9.1 Titrasi Asam Basa
Titrasi asam basa merupakan analisis kuantitatif untuk menentukan
molaritas larutan asam atau basa. Zat yang akan ditentukan
molaritasnya dititrasi oleh larutan yang molaritasnya diketahui (larutan
baku atau larutan standar) dengan tepat dan disertai penambahan
indikator.

31
Fungsi indikator di sini untuk mengetahui titik akhir titrasi. Jika
indikator yang digunakan tepat, maka indikator tersebut akan berubah
warnanya pada titik akhir titrasi. Titrasi asam basa merupakan metode
penentuan molaritas asam dengan zat penitrasi larutan basa atau
penentuan molaritas larutan basa dengan zat penitrasi larutan asam.
Titik akhir titrasi (pada saat indikator berubah warna) diharapkan
mendekati titik ekuivalen titrasi, yaitu kondisi pada saat larutan asam
tepat bereaksi dengan larutan basa.
Pemilihan indikator yang tepat merupakan syarat utama saattitrasi.
Jika indikator yang digunakan berubah warna pada saat titik ekuivalen,
maka titik akhir titrasi akan sama dengan titik ekuivalen. Akan tetapi,
jika perubahan warna indikator terletak pada pH di mana zat penitrasi
sedikit berlebih, maka titik akhir titrasi berbeda dengan titik ekuivalen.
Untuk menyatakan perubahan pH pada saat titrasi digunakan grafik
yang disebut kurva titrasi. Kurva titrasi memudahkan kita dalam
menentukan titik ekuivalen. Jenis asam dan basa yang digunakan akan
menentukan bentuk kurva suatu titrasi itu .
Titrasi asam basa adalah titrasi yang bertujuan menentukan kadar
larutan asam atau kadar larutan basa. Asam (yang sering diwakili
dengan rumus umum HA) secara umum merupakan senyawa kimia
yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan larutan dengan pH
lebih kecil dari 7. Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa
sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi
penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan
larutan basa dan sebaliknya untuk mendapatkan kadar larutan asam itu.
Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai
keadaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat
habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”. Pada
saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita
mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan

32
tersebut(ketika telah mencapai titik ekuivalen). Dengan menggunakan
data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa
menghitung kadar titran (Mulyawati, 2014).
Indikator asam basa adalah zat-zat warna yang warnanya
bergantung pada pH larutan, atau zat yang dapat menunjukkan sifat
asam, basa, dan netral. Sebagai contoh kertas lakmus merah atau biru,
berwarna merah dalam larutan yang pHnya lebih kecil dari 5,5 dan
berwarna biru dalam larutan yang pHnya lebih besar dari 8. Dalam
larutan yang pHnya 5,5 sampai 8 warna lakmus adalah kombinasi
warna merah dan biru. Batas-batas pH dimana indikator mengalami
perubahan warna disebut trayek indikator. Jadi, trayek indikator
lakmus adalah 5,5 sampai 8, dimana warna indikator itu tergantung
pada pH larutannya. Indikator asam-basa adalah asam atau basa
organik yang lemah yang memiliki warna berbeda dalam bentuk
molekul dan dalam bentuk terion. Sebagai contoh, fenolftalein (pp)
adalah suatu asam lemah yang dalam bentuk molekul tidak berwarna
dan dalam bentuk terion yang dimana tersebut akan berwarna merah.
a. Titrasi Asam Kuat oleh Basa Kuat
Misalnya, 25 mL HCl 0,1 M (asam kuat) dititrasi oleh NaOH
0,1 M (basa kuat), kita dapat menghitung pH larutan pada
bermacam-macam titik selama berlangsungnya titrasi.
Penambahan NaOH menyebabkan harga pH naik sedikit demi
sedikit. Namun, pada titik ekuivalen, pH meningkat sangat tajam
kira-kira 6 unit (dari pH 4 sampai pH 10) hanya dengan
penambahan 0,1 mL (± 2 tetes) dalam suatu reaksi kesetimbangan.
Setelah titik ekuivalen, pH berubah sangat lambat jika
ditambah NaOH. Indikator-indikator yang perubahan warnanya
berada dalam bagian terjal kurva titrasi ini, yaitu indikator yang
mempunyai trayek pH antara 4 sampai 10 cocok digunakan untuk
titrasi tersebut. Indikator yang dapat digunakan pada titrasi ini

33
adalah metil merah, brom timol biru, dan fenolftalein. Untuk titrasi
asam kuat oleh basa kuat, besarnya pH saat titik ekuivalen adalah
7. Pada pH ini asam kuat tepat habis bereaksi dengan basa kuat,
sehingga larutan yang terbentuk adalah garam air yang bersifat
netral.
b. Titrasi Asam Lemah oleh Basa Kuat
Penetralan asam lemah oleh basa kuat agak berbeda dengan
penetralan asam kuat oleh basa kuat. Contohnya, 25 mL
CH3COOH 0,1 M dititrasi oleh NaOH 0,1 M. Mula-mula sebagian
besar asam lemah dalam larutan. Berbentuk molekul tak mengion
CH₃COOH, bukan H+ dan CH3COO⁻.
Dengan basa kuat, proton dialihkan langsung dari molekul
CH3COOH yang tak mengion ke OH⁻. Untuk penetralan
CH3COOH oleh NaOH, persamaan ion bersihnya sebagai berikut.
CH⁻COOH (aq) + OH⁻(aq) → H₂O(l) + CH₃COO⁻(aq)
Ada beberapa sifat penting yang perlu diingat pada titrasi asam
lemah oleh basa kuat adalah berikut penjelasannya dibawah ini.
1. pH awal lebih tinggi daripada kurva titrasi asam kuat oleh basa
kuat (karena asam lemah hanya mengion sebagian).
2. Terdapat peningkatan pH yang agak tajam pada awal titrasi.
Ion asetat yang dihasilkan dalam reaksi penetralan bertindak
sebagai ion senama dan menekan pengionan asam asetat.
3. Sebelum titik ekuivalen tercapai, perubahan pH terjadi secara
bertahap. Larutan yang digambarkan dalam bagian kurva ini
mengandung CH3COOH dan CH3 COO⁻ cukup banyak larutan
ini disebut larutan penyangga dalam suatu reaksi yang terjadi.
4. pH pada titik di mana asam lemah setengah dinetralkan ialah
pH = pKa. Pada setengah penetralan pada [CH3COOH] =
[CH3COO⁻].
5. pH pada titik ekuivalen lebih besar dari 7, yaitu ± 8,9, sebagai
akibat hidrolisis.

34
6. Setelah titik ekuivalen, kurva titrasi asam lemah oleh basa kuat
identik dengan kurva asam kuat oleh basa kuat. Pada keadaan
ini, pH ditentukan oleh konsentrasi OH⁻ bebas.
7. Bagian terjal dari kurva titrasi pada titik ekuivalen dalam
selang pH yang sempit (dari sekitar 7 sampai 10).
8. Pemilihan indikator yang cocok untuk titrasi asam lemah oleh
basa kuat lebih terbatas, yaitu indikator yang mempunyai
trayek pH antara 7 sampai 10. Indikator yang dipakai ini adalah
fenolftalein.
c. Titrasi Basa Kuat oleh Asam Kuat
Kita dapat mengetahui mengenai titrasi basa kuat oleh asam
kuat dengan mengambil contoh berikut. Contoh titrasi ini adalah 40
mL larutan HCl 0,1 M dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 M.
Seperti pada titrasi asam kuat oleh basa kuat, titik ekuivalen titrasi
ini pada saat penambahan HCl sebanyak 40 mL dan pH = 7
d. Titrasi Basa Lemah oleh Asam Kuat
Perubahan pH reaksi penetralan basa lemah oleh asam kuat,

dalam hal ini 50 mL NH₃ 0,1 M dititrasi dengan HCl 0,1 M.


Dimana pada titik ekuivalen tersebut terjadi pada pH lebih kecil 7.
Hal ini disebabkan garam yang terbentuk mengalami hidrolisis
sebagian yang bersifat asam (pH < 7). Adapun indikator asam basa
yang bisa digunakan sebagai indikator titrasi adalah metil merah
dan bromotimol biru. Titrasi asam basa dilakukan dengan
menggunakan buret. Buret adalah alat yang digunakan untuk
menambahkan standar ke dalam larutan yang akan ditentukan
molaritasnya dalam ini reaksi kimia tersebut (Utami et al., 2016).
2.9.2 Titrasi Pengendapan (presipitimetri)
Dasar Penitaran pengendapan adalah reaksi-reaksi yang
menghasilkan endapan yang sukar larut. Dasar penitaran
pengendapan adalah reaksi-reaksi yang menghasilkan endapan yang
sukar larut, yang termasuk titrasi golongan ini antara lain

35
argentometri, yaitu penitaran dengan menggunakan AgNO3 sebagai
penitar.
2.9.3 Titrasi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri disebut juga khelatometri, yaitu
pembentukan senyawa rangkai (kompleks) yang mantap dan larut
dalam air, bila larutan baku bereaksi dengan kation-kation yang
ditetapkan kadarnya. Sampel pereaksi pengkomplek yang banyak
digunakan adalah Na-EDTA (Natrium Etilena Diamina Tetra
Asetat).
2.9.4 Reaksi Redoks
Di alam reaksi ini terjadi perpindahan elektron atau perubahan
bilangan oksidasi. Jenis titrasi yang termasuk dalam reaksi redoks,
antara lain permanganatometri, iodometri, dikromatometri. Berikut
ini penjelasan dari ketiga reaksi redoks tersebut (Utami et al., 2016):
a. Titrasi Permanganatometri
Dalam lingkungan asam dua molekul permanganat dapat
melepaskan lima atom oksigen (bila ada zat yang dapat
dioksidasikan oleh oksigen. Titik akhir ditunjukkan dengan
terbentuknya larutan berwarna merah muda seulas.
b. Titrasi Iodo/Iodimetri
Titrasi ini masuk dalam dengan golongan ini adalah penitaran
dengan Iod (Iodimetri) atau Iod dititar dengan Natriumtiosulfat
(Iodometri). Pada cara titrasi ini digunakan larutan kanji sebagai
penunjuk, yang dengan yod akan menghasilkan warna biru.
c. Dikromatometri
Sebagai penitar digunakan larutan kalium dikromat.
Penggunaan utama adalah titrasi besi dalam larutan asam.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi pada penitaran:
1. Reaksi berlangsung sempurna, tunggal, dan menurut
persamaan reaksi yang jelas. Dengan demikian semua sampel
bereaksi dengan penitar, tidak ada yang tersisa.

36
2. Reaksi berjalan cepat, reaksi yang cepat akan mempertajam
perubahan warna yang terjadi pada titik akhir.
3. Ada indikator yang sesuai dan terdapat larutan baku
Berdasarkan jalannya reaksi yang terjadi, titrasi dapat
dibedakan atas:
1. Titrasi langsung (Direct titration), yaitu larutan sampel dapat
langsung dititrasi dengan larutan standar/ baku.
2. Titrasi tidak langsung (Indirect titration), sampel direaksikan
dulu dengan pereaksi yang jumlah kepekatannya tertentu,
kemudian hasil reaksi dititrasi dengan larutan standar/ baku.
3. Titrasi kembali (Back titration), yaitu saat sampel tidak
bereaksi dengan larutan baku atau reaksinya lambat. Dalam
hal inizat ketiga yang telah diketahui kepekatannya diukur
tetapi berlebihan dan kelebihannya dititrasi dengan larutan
baku saat proses suatu titrasi (Utami et al., 2016).
Sedangkan Indikator adalah suatu bahan kimia yang ditambahkan dalam
suatu penitaran yang memberikan perubahan warna pada saat titik akhir
tercapai. Indikator dibagi menjadi dua yaitu indikator alami dan indikator
buatan. Indikator buatan diantaranya metil merah (MM) dan metil jingga
atau metil orange (MO) sebagai indikator asam, serta fenolftalein (PP)
sebagai indikator basa dan indikator alami adalah indikator yang dibuat
secara alami dengan menggunakan bahan-bahan alam (Stefanus, 2018).
Indikator asam-basa adalah asam atau basa organik yang mempunyai
perbedaan warna dalam bentuk ion dan molekulnya. Asam organik
merupakan suatu asam lemah sehingga dalam air akan terionisasi sebagian.
Peristiwa ionisasi ini membawa perubahan struktur molekul dan struktur
ionnya sehingga terjadilah perubahan warna pada larutan yang telah
ditambahkan indikator sebelumnya dalam suatu larutan (Nurhayati, 2016).
2.10 Prinsip Alat
2.10.1 Gelas piala
Pada umumnya gelas piala bercerat, ini fungsinya untuk :
a. Untuk memudahkan saat menuangkan larutan.

37
b. Sebagai tempat untuk menonjolkan/meletakkan pengaduk di
bawah kaca arloji.
c. Sebagai tempat keluarnya gas pada saat gelas piala ditutup kaca
arloji.
d. Gelas piala yang banyak dipakai berukuran 400 mL, sering juga
dipakai yang berukuran 250 mL, 600 mL, atau 800 mL dan 1L.
Pengisian gelas piala harus diatur sedemikian rupa, sehingga
pada perbandingan antara cairan di dalam gelas piala dan besar gelas
piala yang akan dipakai kira-kira mencakupi 1:2 (Yazer, dkk., 2011).
2.10.2 Pipet Tetes (dropper pipette)
Alat ini dibuat dari kaca, bagian pangkalnya dilengkapi dengan
karet untuk menyedot larutan, ujung bawahnya menyempit (pipa
kapiler) dan digunakan untuk meneteskan cairan tertentu. Contoh
penggunaannya adalah pada saat proses pengendapan.
2.10.3 Spray flask (labu semprot)
Alat ini terbuat dari kaca pyrex dan ada juga yang terbuat dari
plastik, sebaiknnya berukuran 500-750 mL. Pipa untuk meniupnya
(m) harus dibengkok kan dengan sudut 135oC, sedangkan batang
pipa penyemprot (P) harus dibengkokkan dengan sudut 45oC, dan
harus sedemikian panjang sehingga ujung bawahnya hampir
menyentuh dasar labu serta harus sedikit dibengkokkan agar labu
dapat dikosongkan sampai hampir tetes terakhir (Yazer, dkk., 2011).
Penampang lintang (U) sebaiknya berukuran 1 mL agar dapat
mengeluarkan aliran yang halus. Semua pipa kaca yang telah
dipotong harus ditumpulkan dengan menggunakan pembakar
Bunsen. Labu semprot digunakan untuk menyimpan air suling yang
akan digunakan sebagai pelarut atau pencuci endapan
(membersihkan dinding bejana dari sisa-sisa endapan), dan dapat
juga digunakan sebagai pembilas alat setelah alat dicuci. Leher labu
harus dibungkus dengan lapisan tipis, serat rotan atau sumbu kapas.
2.10.4 Desikator

38
Pada umumnya desikator digunakan untuk menyimpan cawan
dan alat alat yang sudah di panaskan di oven maupun di dalam tanur
untuk didinginkan, juga demikian isi cawan. Agar desikator benar-
benar rapat dari udara antara tutup asah dan mulutnya harus diolesi
oleh pelumas khusus atau campuran vaseline dan lilin tawon.
Sedangkan untuk menjaga agar udara di dalamnya tetap kering
diperlukan bahan pengering seperti CaO, CaCl2, anhidrida, Al2O3,
Mg(ClO4), P2O5 atau silica gel.
Perlu diperhatikan, jangan memasukkan benda yang terlalu panas
ke dalam desikator, sebab udara di dalamnya akan berkembang dan
mengangkat tutup eksikator sehingga dapat terbuka atau terjatuh,
disamping itu suhu benda di dalam desikator akan lambat turunnya,
sehingga tidak dapat cepat ditimbang.
2.10.5 Oven
Oven Laboratorium berfungsi untuk memanaskan atau
mengeringkan peralatan laboratorium, tidak cuman itu fungsi oven
kebanyakan digunakan untuk mengeringkan peralatan gelas
laboratorium, zat-zat kimia maupun pelarut organik, mampu pula
digunakan untuk dapat mengukur suatu takaran air saat
percobaan.
Prinsip kerja oven yaitu sterilisasi melalui mekanisme konduksi
panas. Panas bakal diabsorbsi oleh permukaan luar obat yang
disterilkan sesudah itu merambat kebagian didalam dari permukaan
sampai terhadap selanjutnya suhu sterilisasi tercapai sehingga
mikroorganisme mati melalui mekanisme oksidasi sampai terjadinya
koagulasi protein sel mikroorganisme (Yazer, dkk., 2011).
Bekerja terhadap suhu 170-180oC sepanjang 2-3 jam. Untuk alat-
alat dari logam dan gelas. Dan 150oC selama ± 1 jam untuk bahan-
bahan bersifat minyak, parafin atau salep. Oven pengering ada yang
di panaskan dengan listrik (250-300oC) atau uap air (90-95oC). Alat
ini yang digunakan untuk mengeringkan contoh atau menetapkan
kadar air dalam contoh.

39
2.10.6 Labu Leher Tiga
Labu alas leher tiga merupakan alat yang sering digunakan di
laboratorium kimia organik dan laboratorium biokimia. Labu ini
mempunyai alas bulat dan  menyerupai leher sebanyak tiga (3) buah.
Labu alas bulat leher tiga biasanya digunakan dalam proses destilasi .
Pada masing-masing leher adalah tempat untuk termometer,
untuk memasukkan media atau bahan kimia yang akan di destilasi,
dan satunya lagi untuk jalan uap cairan yang akan dilewatkan pada
garis pendingin.
Ada pula Fungsinya digunakan dalam proses destilasi. Pada
masing-masing leher adalah tempat untuk memasukkan bahan kimia
yang akan di destilasi, dan satunya lagi untuk jalan uap cairan yang
akan dilewatkan pada gelas pendingin.
Kapasitas yang dimiliki oleh alat ini adalah :
a. Kapasitas 100 mL.
b. Kapasitas 250 mL.
c. Kapasitas 500 mL.
d. Kapasitas 1 L.
e. Kapasitas 2 L.
2.10.7 Statif
Salah satu dari instrumen peralatan laboratorium non-gelas yang
digunakan sebagai pendukung dalam berbagai proses kimia,
termasuk menjepit peralatan gelas seperti buret dalam proses tittrasi,
perlengkapan soxhlet, atau penjepit kondensor pada proses
pemanasan dengan pendingin balik. Alat ini biasanya terbuat dari
logam, besi atau baja anti karat dengan berbentuk silinder kecil dan
memiliki tinggi sekitar 50 sentimeter (Yazer, dkk., 2011).
2.10.8 Buret
Buret adalah sebuah peralatan gelas laboratorium berbentuk
silinder yang memiliki garis ukur dan sumbat keran pada bagian
bawahnya. Ia digunakan untuk meneteskan sejumlah reagen cair
dalam eksperimen yang memerlukan presisi, seperti pada eksperimen
titrasi. Buret sangatlah akurat, buret kelas A memiliki akurasi sampai

40
dengan ± 0,05 cm3. Oleh karena presisi buret yang tinggi, kehati-
hatian pengukuran volume dengan buret sangatlah penting untuk
menghindari galat sistematik. Ketika membaca buret, mata harus
tegak lurus dengan permukaan cairan untuk menghindari galat
paralaks. Bahkan ketebalan garis ukur juga memengaruhi bagian
bawah meniskus cairan harus menyentuh bagian atas garis. Kaidah
yang umumnya digunakan adalah dengan menambahkan 0,02 mL
jika bagian bawah meniskus menyentuh bagian bawah garis ukur.
Oleh karena presisinya yang tinggi, satu tetes cairan yang
menggantung pada ujung buret harus ditransfer ke labu penerima,
biasanya dengan menyentuh tetasan itu ke sisi labu dan membilasnya
ke dalam larutan dengan pelarut.
2.10.9 Stirrer dan Stirrer bar
Alat ini biasa disebuut stirrer dan Stirrer bar (magnetic stirrer)
berfungsi untuk menghomogenkan suatu larutan dengan pengadukan.
Pelat (plate) yang terdapat dalam alat ini dapat dipanaskan sehingga
mampu untuk mempercepat proses suatu homogenisasi percobaan di
laboratorium. Magnetic Stirrer merupakan suatu alat yang digunakan
untuk pengadukan cairan kimia yang menggunakan putaran medan
magnet untuk memutar stir bars (juga disebut “flea”) sehingga
membantu homogenisasi dari suatu larutan (Yazer, dkk., 2011).

41
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat

Gambar 1. Labu Leher Gambar 2. Hotplate Gambar 3. Termometer


Tiga

Gambar
Gambar 4 Bulb
4. Bulb Gambar
Gambar 5 Corong
5. Corong Gambar
Gambar 6 Statif
6. Statif

Gambar 7. Kondensor Gambar 8. Buret Gambar 9. Magnetic


Gambar 7 Kondensor Gambar 8 Buret Gambar 9 Magnetic
Stirrer
Stirrer
Gambar 10.
10 Gelas
Gelas Piala
Piala Gambar 11.
Gambar 11 Pipet
Pipet Skala
Skala Gambar 12. 12
Gambar Pipet
Pipet
Volume
100 100
ml mL 10 mL
10 ml Volume 50 ml
50 mL

Gambar
Gambar 13.
13 Erlenmeyer Gambar 14
14.Mangkuk
Mangkuk Gambar
Gambar15.
15 Pipet
Pipet Tetes
Tetes
250 mL Aluminium
250 ml Aluminium

16 Gelas
Gambar 16.Ukur Gambar
Gambar
Gelas Ukur 17.Ukur
17 Labu Labu Ukur
250 250
ml mL 250 mL
250 ml

3.2 Bahan
3.2.1 Asam asetat (CH3COOH) 96%
3.2.2 Asam sulfat pekat (H2SO4) 97%
3.2.3 Natrium hidroksida (NaOH) 0.5 N

42
3.2.4 Etanol (C2H5OH) 96%
3.2.5 Indikator phenolfhetalein (PP)
3.2.6 Aquadest (H2O)
3.2.7 Aluminium Foil

3.3 Cara Kerja


Pertama-tama membilas alat dengan alkohol kemudian mengeringkan
dalam oven. Setelah kering merangkai alat labu leher tiga, kondensor, dan
termometer diatas mangkuk aluminium yang berisi air, kemudian
meletakkan rangkaian alat tersebut di atas hotplate lalu menjepit kondensor
dengan menggunakan statif yang berdiri disamping hotplate, selanjutnya
menutup bagian sambungan dengan menggunakan aluminium foil untuk
mencegah uap keluar. Kemudian memasukkan Etanol (CH5OH) ke dalam
labu leher tiga sebanyak 153 mL lalu memanaskanyya hingga suhu 60-65°C,
lalu memasukkan magnetic stirrer, kemudian menutup labu leher tiga.
Menyalakan hotplate, setelah itu memasukkan asam asetat (CH3COOH)
sebanyak 50 mL dengan perbandingan asam asetat dan alkohol 1 : 3 hingga
suhu larutan yang ditentukan yaitu suhu 60-70°C selama 10 menit.
Selanjutnya memipet sampel sebanyak 5 mL ke dalam Erlenmeyer,
sambil menunggu larutan mencapai suhu, meneteskan 3-5 tetes fenoftalein
pada larutan di erlenmeyer, kemudian menitrasinya dengan kalium
hidroksida. Kemudian menambahkan katalis asam sulfat (Asam Sulfat)
sebanyak 5 mL kedalam labu leher tiga lalu menunggunya hingga mencapai
suhu 60°. Setelah mencapai suhu terebut, kemudian mengambil kembali 5
mL larutan tersebut setiap selang waktu 7 menit ke dalam erlenmeyer, lalu
meneteskan indikator fenoftalein ke dalam larutan tersebut, kemudian
kembali dititrasi hingga mencapai titik ekuivalen.

43
3.4 Diagram Alir

Mencuci Alat dengan alkohol dan mengeringkan dalam oven

Merangkai alat

Memasukkan etanol 96% sebanyak 153 mL kedalam labu leher tiga

Menyalakan hotplate

Mengalirkan air pada pendingin balik

Menambahkan asam asetat 96% sebanyak 50 mL

Menunggu hingga mencapai suhu 60oC

Mengambil sampel sebanyak 5 mL

Menitrasi sampel menggunakan NaOH 0,5 N

Menambahkan asam sulfat 97%

Mengambil sampel setiap 7 menit sehingga mendapatkan volume NaOH


konstan

44
BAB IV
HASIL PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Perhitungan


Tabel 1. Hasil Perhitungan Asam Asetat dan Etanol dengan Perbandingan 1:3

No. Waktu (menit) Konversi Xac


1. 0 0
2. 5 0,136
3. 10 0,2
4. 15 0,202
5. 20 0,19

4.2 Grafik dan Pembahasan


0.25
0.2 0.2 0.19
0.2
Konversi Xac

0.15
0.14

0.1

0.05

00
0 5 10 15 20

Waktu (menit)

Grafik 1. Grafik Hubungan Antara Waktu (Menit) dan Konversi


ReaksiEsterifikasi Asam Asetat dan Etanol 1:3
Berdasarkan hasil perhitungan yang kami peroleh, diketahui bahwa
menit ke-5 diperoleh konversi sebesar 0,136, pada menit ke-10 diperoleh
konversi sebesar 0,2, pada menit ke-15 diperoleh konversi sebesar 0,202,
pada menit ke-20 diperoleh konversi sebesar 0,19.
Dari hasil pengamatan kami diketahui bahwa nilai konversi Xac yang
terbentuk semakin besar seiring berjalannya waktu dan dengan
bertambahnya waktu reaksi maka tidak memepengaruhi pada nilai konversi
pada saat reaksi mencapai suatu titik kesetimbangan (konstan). Hal ini
sesuai dengan teori menurut Siregar, bahwa konversi reaksi asam asetat
dengan etanol semakin besar seiring bertambahnya waktu pada saat telah
mencapai titik kesetimbangan, waktu tidak lagi mempengaruhi nilai
konversi atau nilai tersebut sudah konstan (Siregar, 2017).
Selain itu, dapat dilihat bahwa perubahan kenaikan konversi asam
asetat juga mengalami penurunan seiring berjalannya waktu. Hal ini
disebabkan karena jumlah asam asetat yang ada pada reaktan semakin
sedikit jumlahnya sehingga kenaikan konversi menjadi relatif tidak
signifikan dibandingkan sebelumnya (Fakhry dan Rahayu, 2016).

46
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa
1. Nilai konversi pada saat kesetimbangan untuk CH 3COOH dengan C2H5OH
1:3 adalah 0.19
2. Tetapan kesetimbangan sebesar 0,5639.

5.2 Saran

1. Saran Untuk Laboratorium

a. Sebaiknya kebersihan di laboratorium selalu dijaga sebelum dan setelah


praktek.

b. Sebaiknya alat-alat yang ada di laboratorium dijaga agar awet.

2. Saran Untuk Asisten

a. Diharapkan asisten tetap menjadi asisten yang ramah

b. Diharapkan asisten laboratorium semakin menjadi lebih baik


kedepannya

c. Diharapkan asisisten laboratorium tetap sabar menghadapi praktikan


49

Anda mungkin juga menyukai