STUDI KASUS
Perbaikan Metode Kerja Pengolahan Mete untuk
Mengurangi Keluhan Fisik dan Meningkatkan Produktivitas
ANNY MARYANI
NRP. 8044201144
Dosen Pembimbing :
Diman Anton Asfani, S.T., M.T., Ph.D.
i
ABSTRAK
Proses pengupasan mete dilakukan secara manual menggunakan alat sederhana yang disebut
kacip. Kacang mete dikupas satu per satu dengan menggunakan kacip. Statsiun kerja pengupas biji mete
sangat sederhana. Umumnya mereka bekerja dengan duduk di kursi rendah, hanya sedikit yang bekerja
pada sebuah kursi yang agak tinggi. Selama proses pengupasan, ada beberapa keluhan fisik dari pekerja
tentang rasa sakit di beberapa bagian tubuh sebagai akibat dari proses pengupasan mete. Mengalami
keluhan fisik seperti sakit terjadi pada jaringan muskuloskeletal. Ditemukan bahwa proses kerja tidak
ergonomis dan diduga menjadi penyebab keluhan fisik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuesioner nordic body map dan REBA (Rapid Entire Body Assessment). Keluhan berdasarkan
hasil dari kuesioner nordic body map adalah nyeri di bahu kanan, nyeri di punggung, sakit di pinggang,
rasa sakit di pantat, rasa sakit di bokong, nyeri di paha kanan, dan rasa sakit di kaki kiri. Hasil penilaian
REBA adalah skor antara 12 dan 14 untuk dua operasi yang diamati, yaitu proses mengupas mete dan
mengeluarkan dari cangkang. Skor tersebut menunjukkan bahwa tingkat risiko sangat tinggi dan
tindakan yang diperlukan sekarang. Perbaikan metode kerja diusulkan untuk kondisi ini bekerja di posisi
duduk normal, 0ᴼ untuk posisi punggung, posisi atau gerakan leher adalah antara 1ᴼ dan 20ᴼ, jangkauan
maksimum lengan atas adalah 20ᴼ, kisaran lengan bawah adalah antara 60ᴼ dan 100ᴼ dari lapangan
vertikal. Alat pengupas mete yang lebih baik dirancang dengan memperhatikan kemudahan penggunaan
dan produktivitas.
Keyword : pengupas mete, nordic body map, keluhan fisik, REBA (Rapid Entire Body Assessment),
metode kerja.
.
ii
ABSTRACT
Cashew stripping process is done manually using simple tools that called ‘kacip’. Shelled cashew
nuts one by one by using ‘kacip’. Workstations cashew peelers very simple. Generally they work by
sitting in a low chair, only a few are working on a rather high chair. During the stripping process, there
are some physical complaints from workers about pain in some parts of the body as a result of the
stripping process of cashew. Experienced physical complaints such as pain occurs in musculoskeletal
tissue. It found that the working process is not ergonomic and suspected to be the cause of physical
complaints. The method that used in this research are nordic boy map questionnaire dan REBA (Rapid
Entire Body Map). The complaints based on the result of Nordic Body Map are pain in the right shoulder,
pain in the back, pain in the waist, pain in the butt, pain in the ass, pain in the right calf, and pain in the
left leg. The result of this assessment is REBA score between 12 and 14. The score indicates that the
level of risk is very high and the action is necessary now. Working method proposed for this condition
are working in normal sitting position, 0ᴼ for trunk position, position or movement of neck is between
1ᴼ and 20ᴼ, maximum range of upper arm is 20ᴼ, range of lower arm is between 60ᴼ and 100ᴼ from
vertical field, and using the buffer hand. Better workstation for cashew peelers was designed to increasae
productivity and safety.
Keywords : Cashew peelers, nordic body map, physcial complaints, REBA (rapid entire body map),
workstation
iii
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis haturkan pada Allah SWT dan Rasulullah SAW, atas
rahmat, berkah dan hidayah-Nya sehingga terselesaikan laporan tugas Studi Kasus ini. Pada
laporan ini dibahas mengenai Proyek Penelitian tahun 2016 yang dilaksankana oleh penulis
dengan judul Perbaikan Metode Kerja Pengolahan Mete untuk Mengurangi Keluhan Fisik
dan Meningkatkan Produktivitas dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada pihak-pihak yang mendukung terlaksananya penelitian ini. Diantaranya
adalah KSM Mente Yosky, APU (Al Azhar Peduli Ummat) Jawa Timur, LPPM ITS, Lab
Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja (Lab EPSK), bengkel CV Astani Saih, dan pihak
lain yang tidak dapat disebutkan. Pada penelitian ini dihasilkan perbaikan metode kerja dan
alat untuk pekerja pengupas mete di Desa Badas Kabupaten Kediri. Hasil dari penelitian ini
masih memerlukan perbaikan untuk pengembangan penelitian ke depan. Sehingga saran dan
masukan akan sangat diharpkan dari berbagai pihak. Semoga penelitian studi kasus ini dapat
memberikan manfaat yang seluas-luasnya.
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR............................................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1
II. METODOLOGI..................................................................................................................... 4
REFERENSI............................................................................................................................. 33
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR TABEL
viii
1 I. PENDAHULUAN
1
‘pain/rasa sakit’ (Andersson et al., 1993; Okunribido et al., 2006; Walker et al., 2004),
‘discomfort/ketidaknyamanan’ (Dykes, 2009; Palliser et al., 2005; Scuffham et al., 2010) and
‘symptoms/gejala’ (Hildebrandt, 1995b; Morken et al., 2000).
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi dugaan.
Sementara itu belum pernah dilakukan penilaian aspek ergonomis dan metode kerja pada
pengupas mete di Desa Badas. Pada penelitian/studi kasus ini dilakukan analisa postur kerja
pengupas mete untuk mendapatkan penilaian tingkat bahaya yang ada. Metode yang digunakan
adalah REBA (Rapid Entire Body Assessment). REBA merupakan (1) alat yang sistematis
untuk cepat menilai risiko dari postur, kekuatan dan pengulangan, (2) dapat digunakan untuk
mengurangi skor melalui tugas desain ulang dan/atau bimbingan perilaku, dan (3) penilaian
ulang setelah perbaikan.
Selain REBA, juga digunakan kuesioner Nordic Body Map untuk mengetahui posisi
tubuh yang mengalami rasa sakitakibat posisi kerja dan alat yang digunakan. Analisa awal
dilakukan untuk mengetahui permasalahan berkaitan keluhan fisik. Didapati bahwa proses kerja
yang tidak ergonomis dan alat yang sifatnya manual (kacip dan cukit) diduga menjadi penyebab
keluhan fisik tersebut. Berkaitan dengan proses yang manual ini, belum ada upaya khusus yang
dilakukan untuk memperbaiki metode atau menggunakan aat bantu. Oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut pada studi kasus untuk mengkonfirmasi dugaan yang ada dan
menemukan solusi yang tepat untuk penyelesaian masalah. Metode penelitian studi kasus yang
dilakukan adalah dengan melakukan pengamatan proses kerja, melakukan penilaian postur
kerja dan pengukuran produktivitas. Selanjutnya disusun metode kerja perbaikan dan alat yang
sesuai dan ergonimis.
Sehingga perumusan masalah yang ingin diselesaikan melalui penelitian ini adalah
bagaimana menyusun suatu metode kerja yang memperhatikan kaidah ergonomi untuk
menciptakan sistem manusia – mesin yang ENASE (efektif, nyaman, aman, sehat, dan efisien)
untuk dapat mengurangi keluhan fisik pengupas mete dan meningkatkan produktivitas.Metode
yang digunakan adalah kuesioner Nordic Body Map dan REBA (Rapid Entire Body
Assessment) sebagai metode yang umum digunakan dalam penilaian musculoskeletal disorders.
2
4. Meningkatkan produktivitas pengupas mete di Desa Badas.
Sedangkan manfaat yang akan didapatkan adalah :
1. Pekerja pengupas mete yang umumnya adalah ibu rumah tangga memiliki
pengetahuan mengenai posisi kerja yang aman dan ergonomis.
2. Mendapatkan alternatif perbaikan metode kerja dan alat kupas yang lebih produktif
untuk digunakan.
1.3 Hipotesa
Hipotesa pada studi kasus yang dibahas mengenai pelaksanaan pengupasan mete di Desa
Badas adalah :
1. Didapati bahwa proses kerja yang tidak ergonomis dan alat yang sifatnya manual (kacip
dan cukit) diduga menjadi penyebab keluhan fisik tersebut.
2. Berkaitan dengan proses yang manual ini, belum ada upaya khusus yang dilakukan untuk
memperbaiki metode atau menggunakan aat bantu.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada studi kasus untuk mengkonfirmasi dugaan
yang ada dan menemukan solusi
3
2 II. METODOLOGI
4
Detail penjelasan dari flowchart metodologi penelitian yang ditampilkan pada Gambar
2.1 adalah sebagai berikut :
1. Tahap Pendahuluan
Pada tahap pendahuluan dilakukan studi mengenai literatur dan lapangan. Studi literatur
mencakup proses produksi mete pada umumnya dan mengenai keilmuan terkait perbaikan
metode kerja yang ergonomis. Sedangkan studi lapangan dilakukan untuk memberikan
pemahaman awal kondisi yang terjadi di obyek amatan yaitu KSM Mente Yosky Desa Badas.
Berdasarkan kondisi ini dapat ditentukan permasalahan yang ingin diselesaikan dan tujuan yang
ingin dicapai.
Kemudian dilanjutkan pengambilan data yang terdiri dari pengamatan metode dan proses
kerja, penilaian postur kerja, dan pengukuran produktivitas. Pengamatan metode dan proses
kerja difokuskan pada bagaimana pekerja pengupas mete melakukan pekerjaannya. Area yang
diamati adalah posisi kerja dan bagian tubuh yang melakukan pekerjaan fisik. Kemudian
dilakukan penilaian postur kerja, yaitu untuk bagian tubuh yang mengalami keluhan fisik
dengan menggunakan kuesioner nordic body map. Selanjutnya penilaian REBA (rapid entire
body assessment) untuk mengetahui tingkat keamanan bagian tubuh saat melakukan pekerjaan.
Pengukuran produktivitas awal dilakukan berdasarkan data yang telah diperoleh pada
proses sebelumnya. Hal ini dilakukan mengingat saat ini data produktivitas yang dicatat hanya
terkait output, sedangkan terkait waktu belum ada datanya.
5
3. Tahap Analisa
Tahap selanjutnya adalah pembuatan prototipe alat bantu dan persiapan standard
operation procedure (SOP) dari metode yang dirancang. Hal ini dilakukan agar metode dan alat
tersebut dapat diujicobakan secara langsung pada pengupas mete. Pada saat uji coba dilakukan
monitoring yang mencatat kekurangan dan keunggulannya. Selanjutnya dilakukan uji
kesesuaian hasil uji coba. Apabila didapatkan kondisi yang tidak sesuai, maka proses diulang
pada perancangan kembali. Sedangkan apabila hasil yang didapatkan telah sesuai, maka
dilakukan standarisasi metode dan alat yang telah dirancang untuk dapat digunakan secara
umum.
4. Tahap Kesimpulan
Pada tahap akhir dilakukan penyusunan rekomendasi terhadap perbaikan metode kerja
pada proses pengupasan mete di Desa Badas. Selain itu juga disusun kesimpulan dari hasil
penelitian yang telah dilakukan.
6
Kegiatan penelitian ini terdiri dari studi literatur, studi lapangan, pengumpulan data awal,
kemudian dilanjutkan focus group discussion (wawancara dengan pekerja) untuk mendapatkan
data yang akan diolah dengan kuesioner nordic body map dan kuesioner REBA. Setelah itu
dilanjutkan dengan pengambilan data lanjutan yang dibutuhkan untuk perancangan alat
pengupas mete yang ergonomis, aman, sehat dan meningkatkan produktivitas. Alat hasil
rancangan ini selanjutnya diujicobakan dan direkomendasikan untuk digunakan para pekerja
pengupas mete di Desa Badas. Tahap akhir adalah penyusunan laporan.
7
Tim Eksternal
Aditya Kusuma, S.T - Mendampingi saat pengambilan data
1 Kepala Perwakilan APU 8 - Berdiskusi atas perbaikan yang dilakukan
Jawa Timur - Memberikan masukan perbaikan
- Mendampingi saat pengambilan data
Mulyono
2 8 - Berdiskusi atas perbaikan yang dilakukan
Ketua KSM Mete Yosky
- Memberikan masukan perbaikan
Wiwik Widyaningsih, - Melakukan proses produksi pembuatan alat
3 S.T 5 pengupas mete sesuai dengan spesifikasi dan bahan
CV Astani Saih yang telah direncanakan
Selanjutnya dilakukan analisa kesesuaian aktivitas terhadap Kode Etik dan Kompetensi
Insinyur Indonesia. Berikut ini adalah Catur Karsa dan Sapta Dharma Insinyur Indonesia yang
disertai dengan kode untuk memudahkan pada proses analisa.
Catur Karsa – Prinsip Dasar Insinyur Indonesia terdiri dari :
1. CK1 – Mengutamakan keluhuran budi
8
2. CK2 – Menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan
umat manusia
3. CK3 – Bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat, sesuai dengan
tugas dan tanggung-jawabnya
4. CK4 – Meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional
keinsinyuran.
Sapta Dharma – Tujuh Tuntunan Sikap dan Perilaku Insinyur Indonesia senantiasa :
1. SD1 – Mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat
2. SD2 – Bekerja sesuai dengan kompetensinya
3. SD3 – Hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggung-jawabkan
4. SD4 – Menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dalam tanggung jawab tugasnya
5. SD5 – Membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing
6. SD6 – Memegang teguh kehormatan, integritas & martabat profesi
7. SD7 – Mengembangkan kemampuan profesionalnya
Sedangkan bakuan kompetensi yang menjadi acuan adalah Unit Kompetensi Wajib dan
Unit Kompetensi Pilihan, seperti diuraikan di bawah ini :
Unit Kompetensi Wajib
1. (W1) Kode Etik Pii Dan Tatalaku Profesi Keinsinyuran
2. (W2) Ketrampilan Kerja Keinsinyuran Profesional
3. (W3) Perencanaan Dan Perancangan Keinsinyuran
4. (W4) Pengelolaan Kerja Dan Komunikasi Keinsinyuran
9
Detail aktivitas penulis beserta kesesuain kode etik dan uraian kegiatan ditampilkan pada
Tabel 2.4.
10
3 III. PELAKSANAAN DAN HASIL
11
kualitas produk yang dihasilkan. Kriteria pemilihan gelondongan mete adalah besaran
biji, tidak berbintik, tidak keriput, tidak busuk, dan berisi.
2. Penjemuran
Proses penjemuran gelondongan dilakukan untuk mengurangi getah dalam cangkang,
sehingga dihasilkan gelondongan mete yang benar-benar kering. Proses ini perlu
dilakukan karena kadar kering dari gelondongan akan menentukan kemudahan proses
pengupasan, serta mengurangi biji mete pecah selama pengupasan. Penjemuran dilakukan
1 – 2 hari, tergantung kualitas gelondongan yang didapatkan.
3. Pengupasan dengan Kacip
Bentuk gelondongan yang umumnya tidak teratur serta kulit yang liat menyebabkan
adanya kesulitan pada proses pengupasan. Saat ini proses pengupasan dilakukan secara
manual dengan menggunakan kacip sederhana.
Kacip merupakan alat pengupas keterampilan mengoperasikan
gelondong mete yang dirancang (prosentase keutuhan 80% - 90%).
untuk memecah kulit cangkang mete.
Kacip cukup sulit dioperasikan bagi
orang yang tidak memiliki keahlian
khusus. Alat ini dilengkapi dengan
dua buah pisau berpasangan, dengan
tujuan untuk mengatasi masalah
keragaman bentuk dan ukuran
Gambar 3.1 Kacip pengupas kulit
gelondong. Kapasitas tergantung
12
5. Pengupasan Kulit Ari
Pengupasan kulit ari dilakukan segera setelah dikeringkan selama 2-3 jam. Selanjutnya
dilakukan proses penyangraian di atas wajan datar dengan menggunakan pasir. Proses
pengupasan dilakukan saat biji mete dalam keadaan hangat untuk mempermudah dan
menghasilkan pengupasan yang baik.
Gambar 3.3 Bentuk mete gelondongan – terkupas – hasil pelepasan dari cangkang
6. Pengeringan
Kacang mete yang telah dikupas arinya di keringkan kembali untuk meningkatkan
ketahanan dalam penyimpanan. Semakin kering kacang mete maka semakin lama
bertahan dari kerusakan. Kebanyakan pelaku usaha rumahan kacang mete mengeringkan
kacang mete kupas hanya menggunakan tenaga matahari. Untuk mengeringkan, kacang
mete diletakkan dipanas matahari selama 4-5 jam.
7. Pengelompokan dan pengemasan
Setelah kering kacang mete disortir, dipisahkan kacang mete yang berwarna kehitaman
karena kecambah, kacang mete yang tidak utuh dan utuh. Setelah dipisahkan kacang mete
disimpan dalam wadah plastik dan menutup dengan rapat wadah tersebut.
Pekerja pengolah mete melakukan proses tersebut secara manual dengan menggunakan
alat bantu yang sederhana. Proses manual dan alat tersebut berpotensi menyebabkan keluhan
dan ketidaknyamanan pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya.
13
a. Keluhan Fisik
Gambar 3.4 menunjukkan posisi kerja pengupas mete dengan kacip dan pengeluaran
biji mete dengan cukit. Pengupas bekerja dengan duduk di bangku kecil, hal ini
menunjukkan posisi kerja yang tidak ergonomis. Akibat dari posisi duduk yang tidak
ergonomis ini, menyebabkan posisi tubuh lainnya berada pada keadaan yang rawan
dengan gangguan fisik dan konsumsi energi yang cukup besar. Bagian tubuh tersebut
diduga adalah punggung, lengan atas, lengan bawah, leher dan kaki.
Posisi kerja pengeluaran mete dengan cukit tidak berbeda dengan pengupasan kacip,
dengan keluhan fisik yang sama. Namun pada pekerjaan ini terdapat anggota tubuh
lain yang bekerja pada posisi berbahaya, yaitu telapak tangan. Kedua kondisi kerja di
atas perlu untuk dibenahi agar dapat menciptakan posisi kerja ergonomis dan aman
bagi pengupas.
Gambar 3.4 Posisi pengupasan dengan Kacip dan pengeluaran mete dengan Cukit
b. Produktivitas
Produktivitas berkaitan erat dengan output yang dihasilkan dibandingkan dengan input
yang masuk. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan informasi bahwa 1 kg
gelondong mete menghasilkan 250 gr kacang mete OC kualitas bagus (utuh) atau 25
kg gelondongan rata-rata menghasilkan 6,4 kg kacang mete OC. Berdasarkan data
produktivitas output, terlihat bahwa rata-rata output kacang mete OC adalah 24,44%
dari gelondongan. Sedangkan rata-rata output kacang mete OC utuh adalah 85,41%
14
dan belah 14,59%. Angka ini sekilas sudah cukup tinggi, namun ada dua hal yang perlu
diperhatikan pada perhitungan produktivitas ini. Pertama adalah bahwa perhitungan
produktivitas hanya mempertimbangkan output, sedangkan waktu pengerjaan belum.
Kedua adalah makin banyak output belah akan mempengaruhi pendapatan, karena
output akan dihargai lebih rendah daripada utuh. Oleh karena itu diperlukan solusi
untuk peningkatan produktivitas.
2. Ekternal, faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar proses produksi dan
intervensi sulit dilakukan pada permasalahan tersebut.
a. Kualitas Gelondongan
Gelondongan mete yang diproses di Desa Badas tidak berasal dari dalam Desa Badas,
namun diambil dari luar. Beberapa sumber raw material gelondongan mete berasal
dari Wates dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Dari kedua sumber tersebut memiliki
kualitas yang berbeda, yang menyebabkan perbedaan kerumitan proses pengolahan
dan kualitas produk mete OC yang dihasilkan.
b. Permintaan (Demand) Fluktuatif
Permintaan (demand) kacang mete bersifat fluktuatif, namun besaran demand belum
tercatat dengan rapi. Sehingga ditemui kesulitan untuk melakukan peramalan
permintaan yang nantinya berguna bagi KSM dalam merencanakan pembelian
gelondongan mete.
c. Harga Fluktuatif
Harga gelondongan mete bersifat fluktuatif yang dipengaruhi oleh hasil panen mete
dan metode penjualan. Misalnya saat supplier NTT menjual gelondongan mete ke
India, maka akan mempengaruhi harga gelondogan mete di Desa Badas. Mengingat
keterbatasan dana yang dimiliki, adakalanya harga gelondongan mete tidak terbeli oleh
KSM.
4. Pengumpulan Data
Nordic Body Map
Responden yang dituju untuk mengisi kuesioner nordic body map adalah pekerja
pengolah mete di Desa Badas. Pada kuesioner ini, selain menentukan bagian tubuh yang
mengalami keluhan sakit, juga ditanyakan mengenai faktorfaktor yang dapat menyebabkan
keluhan fisik. Diantara faktor tersebut adalah faktor fisik, faktor psikologis/organisasi, dan
faktor lingkungan. Proses penyebaran kuesioner dilakukan dengan melakukan pendampingan
kepada responden. Hal ini dilakukan karena kondisi responden yang sebagian besar perempuan
15
dan status pendidikan rendah (SD dan SMP). Kondisi ini menyebabkan responden mengalami
kesulitan dalam memahami pertanyaan dan memberikan jawaban. Pada proses pengambilan
data ini berhasil dikumpulkan 18 responden pekerja pengolah mete yang terdiri dari laki-laki
dan perempuan serta berbagai kategori usia, lama kerja, berat badan, dan tinggi badan. Gambar
3.5 merupakan dokumentasi pengisian kuesioner nordic body map.
16
Gambar 3.7 Posisi kerja pengeluaran mete dengan cukit
Gambar 3.9 Identitas responden : Rentang 35 tahun dan > 55 tahun sebanyak 11,1%.
Usia
17
Selanjutnya gambar 3.10
menunjukkan identitas responden
berdasarkan rentang lama kerja dalam
satuan tahun. Sebanyak 38,9% responden
telah bekerja selama 3-12 tahun, sedangkan
sebanyak 33,3% responden bekerja selama
13-22 tahun. Kemudian 22,2% responden
bekerja selama 23-32 tahun dan hanya 5,6% Gambar 3.10 Identitad responden :
responden yang telah bekerja > 32 tahun. Rentang Lama Kerja
18
minggu dan jam kerja per hari. Sebanyak
66,7% responden bekerja selama 6 hari
dalam satu minggu yaitu Senin sampai
Sabtu. Sebanyak 22,2% responden bekerja
selama 7 hari dalam satu minggu, dengan
kata lain tidak ada hari libur. Namun ada
Gambar 3.13 Identitas responden : Hari responden yang bekerja selama 3-4 hari dan
Kerja per Minggu 5 hari dalam satu minggu masing-masing
5,6%. Berdasarkan hasil jawaban
Gambar 3.13 menampilkan identitas responden, tidak ada responden yang
responden berdasarkan hari kerja per bekerja < 3 hari dalam satu minggu.
Tabel 3.5 menampilkan hasil kuesioner nordic body map terhadap pekerja pengolah mete.
Berdasarkan tabel tersebut didapatkan bagian tubuh yang mengalami keluhan sakit dan sangat
sakit akibat aktivitas kerja yang dilakukan.
19
Tingkat Keluhan
No Jenis Keluhan
TS AS S SS
7 Sakit pada pinggang 5,6% 0,0% 83,3% 11,1%
8 Sakit pada bokong 16,7% 44,4% 27,8% 11,1%
9 Sakit pada pantat 11,1% 50,0% 22,2% 16,7%
10 Sakit pada siku kiri 94,4% 5,6% 0,0% 0,0%
11 Sakit pada siku kanan 55,6% 38,9% 0,0% 5,6%
12 Sakit pada lengan bawah kiri 94,4% 5,6% 0,0% 0,0%
13 Sakit pada lengan bawah kanan 61,1% 38,9% 0,0% 0,0%
14 Sakit pada pergelangan tangan kiri 88,9% 5,6% 5,6% 0,0%
15 Sakit pada pergelangan tangan kanan 22,2% 66,7% 11,1% 0,0%
16 Sakit pada tangan kiri 50,0% 38,9% 11,1% 0,0%
17 Sakit pada tangan kanan 22,2% 61,1% 16,7% 0,0%
18 Sakit pada paha kiri 27,8% 55,6% 11,1% 5,6%
19 Sakit pada paha kanan 66,7% 16,7% 11,1% 5,6%
20 Sakit pada lutut kiri 22,2% 61,1% 16,7% 0,0%
21 Sakit pada lutut kanan 72,2% 11,1% 11,1% 5,6%
22 Sakit pada betis kiri 27,8% 50,0% 11,1% 11,1%
23 Sakit pada betis kanan 55,6% 22,2% 5,6% 16,7%
24 Sakit pada pergelangan kaki kiri 22,2% 61,1% 16,7% 0,0%
25 Sakit pada pergelangan kaki kanan 55,6% 33,3% 11,1% 0,0%
26 Sakit pada kaki kiri 33,3% 33,3% 27,8% 5,6%
27 Sakit pada kaki kanan 50,0% 50,0% 0,0% 0,0%
Berdasarkan hasil kuesioner didapatkan tujuh bagian tubuh yang mengalami keluhan
akibat pekerjaan mengupas mete. Ketujuh bagian tubuh tersebut adalah (1) sakit di bahu kanan,
(2) sakit di punggung, (3) sakit pada pinggang, (4) sakit pada bokong, (5) sakit pada pantat, (6)
sakit pada betis kanan, dan (7) sakit pada kaki kiri. Pada ketujuh bagian tubuh tersebut
selanjutnya akan dilakukan analisa mengenai penyebab dan solusi yang dapat diberikan.
20
Gambar 3.15 Penilaian REBA mengupas mete Pekerja 1
Tabel 3.2 menunjukkan rekap hasil penilaian postur dengan menggunakan REBA untuk
dua posisi dan tiga pekerja.
Berdasarkan hasil penilaian REBA didapatkan bahwa kedua posisi dan ketiga pekerja
yang diamati memiliki tingkat aksi 4 yaitu risiko tinggi dan memerlukan tindakan perbaikan
sesegera mungkin.
21
Kondisi Alat Kupas (Kacip) Saat Ini
Selain itu juga dilakukan proses mempelajari alat kupas atau kacip yang saat ini
digunakan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran proses kerja alat kupas. Gambar
3.16 menunjukkan kacip yang saat ini digunakan.
22
Analisa Rapid Entire Body Assessment
Rapid Entire Body Assessment dikembangkan oleh Hignett dan McAtamney, 2000
merupakan ergonom dari universitas di Nottingham (University of Nottingham’s Institute of
Occuptaional Ergonomic). Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang
dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi
kerja atau postur leher, punggung, lengan pergelangan tangan dan kaki seorang operator. Selain
itu metode ini juga dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta
aktifitas pekerja.
Pada penilaian REBA ini dipilih dua operasi kerja yaitu mengupas mete dan
mengeluarkan biji mete dari cangkang. Sedangkan pekerja yang diamati adalah 3 orang pekerja
yang merepresetasikan posisi kerja pekerja pengupas mete. Postur kerja yang ada dinilai
berdasarkan kriteria yang ada pada Tabel A dan Tabel B. Selanjutnya digunakan REBA excel
untuk mendapatkan nilai akhir yang mengindikasikan risiko yang ada.
Gambar 3.18 menunjukkan proses perhitungan nilai REBA. Pada gambar tersebut
dicontohkan proses perhitungan untuk pekerja 1. Penilaian untuk masing-masing bagian tubuh
adalah sebagai berikut :
1. Trunk/badan dinilai 4 yaitu pada posisi badan membungkuk fleksi > 60o.
2. Neck/leher dinilai 3 yaitu pada posisi leher fleksi atau ekstensi > 20o sekaligus
membungkuk dan atau memuntir secara lateral.
3. Legs/kaki dinilai 1 yaitu pada posisi kedua kaki tertopang dengan baik di lantai dalam
keadaan duduk.
4. Upper arms/lengan atas dinilai 4 yaitu pada posisi lengan flekasi antara 46o-90o dan
lengan diangkat menjauhi badan.
5. Lower arms/lengan bawah dinilai 2 yaitu pada posisi lengan bawah fleksi antara < 60o.
23
6. Wrist/pergelangan tangan dinilai 3 yaitu pada posisi pergelangan tangan fleksi/ekstensi >
15 o.
7. Load/force/beban dinilai 2 yaitu > 10 kg.
8. Coupling/jenis pegangan dinilai 2 yaitu pegangan kurang baik untuk digunakan
9. Activity/aktivitas otot dinilai 2 yaitu satu tangan pada posisi statis dan mengerjakan
pekerjaan berulang-ulang.
Proses perhitungan yang sama dilakukan untuk pekerja dan operasi kerja lainnya. Tabel
3.3 menunjukkan hasil akhir perhitungan REBA.
24
Berdasarkan Tabel 3.3 ditunjukkan bahwa ketia operator pada kedua operasi
menunjukkan skor akhir antara 12 – 14 yang berada pada tingkat aksi 4. Pada kondisi ini artinya
tingkat risiko sangat tinggi dan memerlukan tindakan sesegera mungkin.
25
Gambar 3.20 menunjukkan posisi kerja pada metode baru. Pada gambar tersebut
ditunjukkan pekerja bekerja pada posisi duduk dan alat kupas mete berada di hadapan pekerja.
Alat kupas mete dirancang melekat pada meja dengan tuas pemukul yang lebih panjang, bentuk
pemecah sesuai dengan bentuk mete dan mata pisau yang lebih tajam.
Gambar 3.20 Rancangan metode kerja dan perbaikan alat kupas mete
Tabel 3.4 menunjukkan ukuran alat pengupas mete yang diusulkan. Penggunaan data
antropometri bertujuan untuk mendapatkan ukuran alat yang ergonomis sesuai dengan
kebutuhan. Data antropometri orang Indonesia yang didapatkan dari
www.antropometriindonesia.com.
Panjang bahu-genggaman
1 Lebar meja D25 50% 60
tangan ke depan
Panjang satu rentang tangan dan
2 Panjang meja D32 – D24 50% 92
lebar bahu
Tinggi popliteal dan tinggi siku
3 Tinggi meja D11 + D16 50% 71
dalam posisi duduk
4 Tebal meja 3
5 Lebar kursi D19 Lebar pinggul 95% 35
6 Panjang kursi D14 Panjang popliteal 50% 40
7 Tinggi kursi D16 Tinggi popliteal 95% 41
8 Lebar sandaran kursi D17 Lebar bahu 50% 42
Tinggi sandaran
9 D10 Tinggi bahu dalam posisi duduk 50% 59
kursi
26
Hasil Pengujian Alat
Setelah didapatkan desain detail dari alat kupas mete yang baru, selanjutnya dilakukan
pembuatan prototipe produk. Pembuatan prototipe dibuat selama 2 minggu pada bengkel yang
ada di Malang yaitu CV Astani Saih. Beberapa kendala dihadapi dalam proses pembuatan
prototipe, diantaranya adalah mekanisme alat semi otomatis yang sangat berbeda dengan alat
manual (kacip) yang selama ini digunakan pekerja pengupas mete di Desa Badas.
Gambar 3.21 menunjukkan prototipe produk yang dihasilkan. Bahan dasar dari meja
adalah besi dengan finishing akhir berupa cat. Pada meja tersebut telah dipasang alat kupas
mete semi otomatis dengan mekanisme pegas untuk memudahkan proses pengupasan mete.
Prototipe yang telah ada, selanjutnya diserahterimakan kepada pekerja pengupas mete di
Desa Badas, khususnya Mete Yosky. Proses serah terima disertai dengan kegiatan pelatihan
penggunaan alat, sekaligus mendapatkan masukan dari pekerja. Gambar 3.22 menunjukkan
proses pelatihan dan serah terima alat pengupas mete.
Pada pelatihan tersebut didapatkan beberapa masukan dari pekerja pengupas mete.
Diantaranya adalah :
- Perbaikan mekanisme alat pemukul mete.
- Perbaikan mekanisme keamanan dalam peletakan mete.
- Penyesuaian ukuran meja.
27
Gambar 3.22 Pelatihan dan serah terima alat pengupas mete
28
3.2 Progres Pekerjaan
Pada bagian ini dijelaskan mengenai logbook pelaksanaan penelitian yang dikelola oleh
penulis bersama Tim Internal. Detail ditampilkan pada Tabel 3.5 di bawah ini.
29
4 III. ANALISA BIAYA DAN KEUNTUNGAN
4. Belanja Honorarium
Item Bahan Vol Satuan Harga Satuan (Rp) Total (Rp)
HR Pengolah Data Laboran 40 jam Rp25.000 Rp1.000.000
Total Rp1.000.000
30
Pengeluaran utama yang selanjutnya dianalisa keuntungannya adalah pembuatan alat
pengupas mete semi otomatatis yang berbentu meja.
Analisa ekonomi yang digunakan untuk menentukan keuntungan dari pembuatan alat ini
adalah menggunakan Benefit Cost Ratio (BCR)/Analisa Keuntungan dan Biaya. Detail benefit
yang didapatkan adalah :
- Pekerja bekerja dengan lebih baik karena berkurang keluhan fisik yang dirasakan,
sehingga biaya berobat juga berkurang. Diprediksi Rp 1.500.000 per alat
- Pekerjan bekerja lebih produktif. Diprediksi Rp 2.000.000 per alat
- Kesejahteraan pekerja meningkat Rp 1.000.000 per alat
31
5 IV. KESIMPULAN
Kesimpulan dari studi kasus yang dibahas yaitu mengenai perancangan alat pengupas
mete di KSM Yosky Badas Kediri adalah :
1. Alat pengupas mete yang dihasilkan berupa meja dapat mengurangi keluhan fisik
dengan nilai REBA yang lebih kecil.
2. Alat pengupas mete yang dihasilkan dapat meningkatkan produktifitas pekerja
dengan waktu kerja yang standar.
3. Analisa ekonomi dilakukan menggunakan Benefit Cost Ratio (BCR) dan
didapatkan nilai 1,26 sehingga dinyatakan layak.
4. Pada pelaksanaan penelitian ini, maka aktrivitas penulis telah sesuai dengan kode
edit dan kompetensi Insinyur Indonesia.
32
REFERENSI
Borah, S., 2015, Ergonomic assessment of drudgery of women worker involved in cashew nut
processing factory in Meghalaya, India, Procedia Manufacturing 3 (2015), page 4665 –
4672.
Borah, S., 2015, Physiological workload of hill farm women of Meghalaya, India involved in
firewood collection, Procedia Manufacturing 3 (2015), page 24984 – 4990.
Budidaya Kacang Mete Oleh Pemerintah October 24, 2012 In “Produsen Kacang Mete”.
Darvishi, E., Meimanatabadi, M., 2015, The rate of subjective mental workload and its
correlation with musculoskeletal disorders in bank staff in Urdistan, Iran, Procedia
Manufacturing 3 (2015), page 37 – 42.
Del Fabbro, E., Santarossa, D., 2015, Ergonmic analysis in manufacturing process : A real time
approach, Procedia CIRP 41(2016), page 957 – 962.
Felayati, M.A.A., Partiwi, S.G., Sudiarno, A., 2013, Perancangan Alat Tangkap Lobster dengan
Pendekatan Quality Function Deployment (QFD) dan Function Analysis System
Technique (FAST) serta Manfaatnya terhadap Klaster Industri Perikanan (studi kasus :
Komunitas Nelayan Paciran), Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri, ITS.
Gauthier, F., Lagace, D., 2015, Critical sucess factors in the development and implementation
of special purpose industrial tools : An ergonomic perspective, Procedia Manufacturing
3 (2015), page 5639 – 5646.
Gonzales, A.G., Sanz-Calceo J.G., Lopez, O., Salgado, D.R., Cambero I., Merrera J.M., 2015,
Guide design of precision tool handle base on ergonomics criteria using CAD software,
Procedia Engineering 132 (2015), page 1014 – 1020.
Granjean, Etienne. Fitting the Task to the Man: An Ergonomic Approach. London: Taylor &
Francis Limited, 1982.
Gupta, Vijay and Murthy, PN. An Introduction to Engineering Method. New Delhi; Tata
McGraw-Hill Publishing Company Limited, 1980.
Hignett, S., McAtamney, Lynn, Rapid Entire Body Assessment (REBA), Applied Ergonomics
(2000) 201-205.
Kacang Mede Ketoprak Ciragil February 4, 2013In “Resep Kacang Mete”.
Magu, P., Khanna, K., Seetharaman, S. (2015), Path Process Chart – A thechnique for
conducting time and motion study, Procedia Manufacturing 3 (2015), page 6475 – 6482.
Nurmianto, E. 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Kedua. Penerbit Guna
Widya, Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.
33
Pavlovic-Veselinovic, S., Hedge, A., Matija, V., 2015, An ergonomic expert system for risk
assessment of work-related muculo-skeletal disorder, International Journal of Industrial
Ergonomics 53 (2016), page 130 – 139.
Produsen Kacang Mete October 4, 2012 In “Produsen Kacang Mete”.
Proses Pengolahan Kacang Mede : http://rosemete.com/proses-pengolahan-kacang-mede/.
Proses Pengolahan Kacang Mete,
http://buahandalan.blogspot.co.id/2011/01/prosespengolahan-kacang-mete.html.
Purba, F.H.K., Potensi Kacang Mete dalam Upaya Pengembangan dan Pemasaran,
http://heropurba.blogspot.co.id/2014/10/potensi-kacang-mete-dalam-upaya.html
Sitthiwarongchai, C., 2015, The development of cashew product from the small and micro
company enterprise (SMCE) group of Ranong Province, Thailand, Procedia – Social and
Behavioral Sciences 197 (2015), page 1614 – 1620.
Ulrich, Karl T. and Eppinger, Steven D. Product Design and Development. Boston: Irwin
McGraw-Hill Co., 2000.
Wignjosoerbroto, S., Ergonomi : Studi Kerja dan Waktu, Guna Widya, 2006, Surabaya.
Wignjosoebroto, Sritomo. Analisis Ergonomi dalam Proses Perancangan Produk : Studi Kasus
di Sektor Industri Tradisional. Proceeding Seminar Nasional Ergonomi 1997, 6-7 Januari
1997 – Laboratorium Perancangan Sistem Kerja & Ergonomi, Jurusan Teknik Industri –
ITB, Bandung.
Wignjosoebroto, Sritomo dan Dyah Santi Dewi. Perancangan dan Pengembangan Produk:
Suatu Upaya untuk Mempertahankan Eksistensi Perusahaan. Proceeding Seminar &
Lokakarya tentang “Rancang Bangun Produk Industri” – tanggal 27-28 Februari 1997,
Laboratorium Sistem Produksi, Jurusan Teknik Industri ITB – Bandung.
Wignjosoebroto, Sritomo. Ergonomic Analysis for Improving the Design of Spining Process
Facility in Textile Traditional Industry. Proceedings Asean Ergonomics 97: Human
Factors Vision – Care for the Future (Editor: Halimahtun M. Khalid), 6-8 Nopember
1997. Kuala Lumpur: International Ergonomics Association (IEA) Press, 1997.
34