Anda di halaman 1dari 18

PENUNTUN PRAKTIKUM

KESUBURAN TANAH DAN PEMUPUKAN

Oleh :
TIM PENGAMPU MATA KULIAH
KESUBURAN TANAH DAN PEMUPUKAN

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2016
ACARA I : PENGENALAN PUPUK ANORGANIK

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa mampu mengenal berbagai macam pupuk anorganik dan mampu
membedakannya.
2. Mahasiswa dapat mengetahui sifat-sifat pupuk anorganik meliputi warna,
bentuk, pH, higroskopis, dan kelarutan masing-masing pupuk.

B. LANDASAN TEORI
Pupuk merupakan bahan yang digunakan untuk memperbaiki kesuburan
tanah. Pemupukan adalah penambahan unsur hara ke tanah agar tanah menjadi lebih
subur. Dalam arti luas, pemupukan tidak hanya menambahkan unsur hara, tetapi
termasuk penambahan bahan lain yang dapat memperbaiki sifat tanah, misalnya
penambahan bahan organik pada tanah liat, pengapuran dan bahan-bahan lain yang
dikenal dengan istilah ameliorasi.
Berdasarkan terjadinya, pupuk dapat diklasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu
(1) pupuk buatan dan (2) pupuk alam. Pupuk buatan (fabrikan) adalah pupuk yang
dibuat oleh pabrik dengan meramu bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi.
Pupuk alam adalah pupuk yang terjadi sebagai akibat mekanisme alam terhadap
bahan-bahan alami melalui proses degradasi dan dekomposisi. Umumnya berasal dari
bahan organik.
Berdasarkan senyawanya, pupuk digolongkan menjadi 2 macam, yaitu (1)
pupuk organik dan (2) pupuk anorganik. Pupuk organik yaitu pupuk yang tersusun
dari senyawa organik (C, H, O). Kebanyakan pupuk alam termasuk pupuk organik,
misalnya pupuk kandang, kompos, dan guano. Pupuk alam yang tidak termasuk
pupuk organik adalah rock phosphat (batuan fosfat) yang umumnya berasal dari
batuan jenis apatit [Ca3(PO4)2]. Pupuk anorganik yaitu pupuk yang tersusun dari
senyawa anorganik. Sebagian besar pupuk buatan tergolong pupuk anorganik.
Berdasarkan jenis hara yang dikandungnya, dibedakan menjadi 2 macam yaitu
pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal adalah pupuk yang yang hanya
mengandung satu hara tanaman, misalnya pupuk urea yang hanya mengandung hara
N. Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung dua atau lebih hara tanaman,
misalnya NPK, Amophos, Nitrophos, Rustica Yellow.
Nilai suatu pupuk ditentukan oleh sifat-sifatnya, antara lain: (1) kadar unsur
hara, (2) higroskopisitas, (3) kelarutan, dan (4) kemasaman, dan (5) salt index (indeks
garam). Banyaknya unsur hara yang dikandung oleh suatu pupuk merupakan faktor
utama untuk menilai pupuk tersebut. Makin tinggi kadar unsur hara, makin baik
pupuk tersebut. Misalnya urea mengandung 46% N artinya setiap 100 kg pupuk urea
mengandung 46 kg N. Higroskopisitas adalah mudah tidaknya pupuk menyerap uap
air yang ada di udara. Pupuk yang higroskopis kurang baik karena mudah menjadi
basah atau mencair bila tidak tertutup, sehingga perlu penyimpanan yang baik.
Kelarutan menunjukkan mudah tidaknya pupuk larut dalam air. Pupuk N dan K
umumnya rendah sekali larut dalam air, sedang pupuk P dapat dibedakan menjadi (1)
mudah larut dalam air (superfosfat), (2) larut dalam asam sitrat (Fused Magnesium
Phosphate) dan (3) larut dalam asam keras (batuan fosfat). Pupuk dapat bereaksi
fisiologis masam, netral atau alkali. Sifat kemasaman pupuk dinyatakan dengan nilai
ekivalen kemasaman. Ekivalen kemasaman adalah jumlah CaCO 3 (kg) yang
diberikan untuk meniadakan kemasaman yang disebabkan oleh penggunaan 100 kg
suatu jenis pupuk. Sebagai contoh pupuk ZA mempunyai nilai Ekivalen kemasaman
110, artinya untuk meniadakan kemasaman yang disebabkan oleh penggunaan 100 kg
ZA perlu ditambahkan ke dalam tanah sebanyak 110 kg CaCO3. Pupuk yang
mempunyai reaksi fisiologis alkalis mempunyai kemampuan untuk mengurangi
kemasaman tanah. Kemampuan mengurangi kemasaman tanah suatu pupuk
dinyatakan dengan nilai ekivalen kebasaan. Ekivalen kebasaan menunjukkan pupuk
dalam mengurangi kemasaman tanah.
Beberapa contoh pupuk tunggal antara lain:
1. Pupuk Nitrogen
a. Amonium Sulfat (Zwavelzure Ammoniak atau ZA)
Rumus kimia ([(NH4)2SO4]
Pupuk ZA dibuat dari gas amoniak dan asam sulfat dengan kandungan
N antara 20,5 sampai 21% artinya setiap 100 kg ZA terdapat 20,5 atau 21 kg
N. Pupuk ZA berbentuk kristal kecil-kecil berwarna putih, abu-abu, biru
keabu-abuan, dan kuning. Pupuk ZA dikatakan kurang higroskopis, baru akan
menarik uap air dari udara pada kelembapan nisbi sekitar 80% pada
temperatur 30oC. Adanya kandungan sulfat pada pupuk ZA, maka pupuk ini
dikenal sebagai pupuk masam. Bila digunakan secara terus-menerus dapat
memasamkan tanah. Pengaruh memasamkan tanah tersebut dinilai dengan
Equivalent Acidity (EA), yaitu jumlah CaCO3 (kg) yang diperlukan untuk
meniadakan kemasaman tanah yang disebabkan oleh pemberian 100 kg
pupuk. Nilai EA pupuk ZA sebesar 110. Sifat lain pupuk ZA adalah reaksinya
agak lambat, sehingga lebih cocok bila diberikan sebagai pupuk dasar.

b. Urea
Rumus: [CO(NH2)2]
Urea merupakan pupuk N yang paling banyak digunakan petani.
Berbentuk kristal, warna putih seperti gula pasir, sangat higroskopis. Pada
kelembapan nisbi 73% urea menyerap air dari udara. Urea mudah larut dalam
air dan mudah diserap oleh akar tanaman. Urea dibuat di pabrik pupuk dari
gas amoniakdan gas asam arang. Bila diberikan ke dalam tanah pupuk urea
akan terurai menjadi amoniak dan karbon dioksida. Nilai EA pupuk urea
adalah 80. Keunggulan urea adalah mempunyai kandungan N relatif tinggi,
yaitu 46% , mudah dan cepat tersedia bagi tanaman dan dapat pula diberikan
lewat daun. Kelemahan urea adalah mudah tercuci dan hilang dari daerah
perakaran.
2. Pupuk Phospor
a. Superphospat tunggal = Enkle Superphosphate (ES)
Rumus kimia: Ca(H2PO4)2.2H2O
Sejak zaman Belanda, ES sudah popular digunakan sebagai pupuk P.
Pupuk ini sering disebut Single Superphosphate (SSP). Pupuk ini dibuat
menggunakan bahan baku batuan fosfat (apatit) dan diasamkan dengan asam
sulfat untuk mengubah P yang tidak tersedia menjadi tersedia untuk tanaman.
Reaksi pembuatan pupuk ES adalah:
Ca3(PO4)2CaF + 7 H2SO4 → 3 Ca(H2PO4)2 + 7 CaSO4 + 2 HF
Pupuk ES berbentuk bubuk, berwarna abu-abu dengan kadar P2O5 antara 18-
24% dan kapur (CaO) = 24-28%. Pupuk ES sedikit larut dalam air, reaksi
fisiologis netral dan agak higroskopis. Selain mengandung fosfat, pupuk ES
mengandung gipsum (CaSO4) yang dapat merusak struktur tanah. Penggunaan
pupuk ES secara berlebihan menyebabkan struktur tanah menjadi
menggumpal seperti padas dan kedap air. Hal ini sering dianggap sebagai
kelemahan pupuk ES.

b. Double Superphosphate (DSP)


Rumus kimia: Ca(H2PO4)2.2H2O dan CaHPO4.H2O
Berbeda dengan ES, pupuk ini tidak mengandung gypsum. Pupuk DSP
dibuat dari bantuan fosfat alam yang dicampur dengan asam fosfat. Reaksi
pembuatannya adalah:
Ca3(PO4)2CaF + 4 H3PO4 + 3 H2O → 3 Ca(H2PO4)2 + 2 HF
Pupuk ini mengandung P2O5 antara 26-38%. Sebagian besar fosfat dalam
bentuk monokalsium fosfat [Ca(H2PO4)2.2H2O] dan sebagian dikalsium fosfat
[CaHPO4.H2O]. Selain itu pupuk DSP mengandung unsur belerang minimal
2,5% S. pupuk DSP berbentuk serbuk, warna abu-abu, mudah larut dalam air,
dan memiliki reaksi fisiologis agak asam.
c. Triple Superphosphate (TSP)
Rumus kimia: Ca(H2PO4)2
Sifat umum pupuk TSP sama dengan pupuk DS. Kadar P2O5 pupuk TSP
sekitar 44-46%. Pupuk TSP dibuat dari batuan fosfat yang diasamkan dengan
asam fosfat. Reaksi dasarnya sebagai berikut:
Ca3(PO4)2CaF + H3PO4 → Ca(H2PO4)2 + Ca(OH)2 + HF

d. SP-36
Rumus kimia: Ca(H2PO4)2
Sifat umum pupuk SP-36 mirip dengan TSP. Kadar P2O5 pupuk SP-36
sekitar 36%. Pupuk SP dibuat dari bahan fosfat yang diasamkan. Jumlah asam
yang digunakan lebih sedikit dibandingkan dalam pembuatan TSP, sehingga
kadar air kelarutan fosfatnya lebih rendah.

3. Pupuk Kalium
a. KCl (Muriate of Potash = MOP)
Nama Muriate berasal dari asam muriat atau sama dengan asam klorida.
Secara teoritis, pupuk ini memiliki kadar K2O antara 60-62%, tetapi dalam
kenyataan pupuk muriate yang diperdagangkan hanya memiliki kadar K2O
antara 50-52%. Pupuk KCl bereaksi agak masam dan agak higroskopis. Pupuk
ini banyak digunakan untuk tanaman perkebunan karet dan tebu, kurang baik
efeknya bila digunakan untuk tanaman yang peka terhadap Cl misalnya
kentang dan wortel.

a. K2SO4 (Zwavelzure Kali atau ZK)


Pupuk ZK memiliki kadar K2O sekitar 48-52% dan mengandung Cl sebesar
2,5%. Pupuk ZK meempunyai reaksi fisiologis agak asam, warna putih
kemerah-merahan, berbentuk kristal lembut, tidak higroskopis.
C. BAHAN DAN ALAT
Bahan yang digunakan terdiri atas berbagai macam pupuk anorganik meliputi
Urea, ZA, SP-36 atau SP-20, KCl, ZK, NPK, PHONSKA, Gandasil-D dan Gandasil-
B. Alat yang digunakan terdiri atas tabung reaksi, gelas piala, cawan petridish, kertas
buram, aquadest, sendok, kertas label, pH-paper universal dan timbangan analitik.

D. PROSEDUR KERJA
1. Kelarutan pupuk
Masing-masing pupuk diambil satu sendok, dilarutkan ke dalam gelas
piala (beaker glass) yang berisi 50 mL air, didiamkan 1 jam tanpa diaduk atau
dikocok. Amati dan catat kecepatan melarutnya (lambat, agak cepat, cepat,
atau sangat cepat).
2. pH
Ambil contoh pupuk padat, masukkan kedalam tabung reaksi setinggi 1
cm, tambahkan aquadest sehingga tingginya menjadi 3 cm. Tutup tabung
reaksi dengan plastik dan kocoklah hingga semua pupuk larut. Diamkan
selama 1 jam dan ukur pH larutan (bagian yang bening), dengan pH paper
Universal.
3. Higroskopisitas
Ambil contoh pupuk padat, letakkan di atas sehelai kertas buram yang
dialasi dengan cawan petridis. Letakkan ditempat terbuka (temperatur kamar)
selama 3 hari. Amati dan catat perubahan yang terjadi. Tentukan
higroskopisitas pupuk dengan melihat tingkat kebasahan kertas buram
(higroskopis, agak higroskopis, dan tidak higroskopis).
E. ANALISIS DAN PELAPORAN
1. Penyajian.
Data pengamatan contoh pupuk disajikan dalam bentuk tabel berikut :
Tabel 1. Pengamatan sifat-sifat pupuk.
No Nama Pupuk Warna Komposisi pH Kelarutan Higroskopitas
1 Urea
2 ZA
3 SP-36
4 KCl
5 ZK
6 Gandasil-D
7 Gandasil-B
8 NPK
9 PHONSKA
10 .....................

2. Pembahasan
Pembahasan harus mendasarkan pada tabel pengamatan dan didukung
oleh pustaka yang relevan.

F. DAFTAR PUSTAKA.
Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. CV. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.
233 h.
Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L. tisadale, and W.L. nelson. 2005. Soil Fertillity and
Fertillizer, An Introduction to Nutrient Management. 7th ed. Pearson Education,
Inc., New Jersey.P.515.
Maschner, H. 1989. MineralNutrition of Higher Plants. Institute of Plant Nutrition
University Hohenheim. Federal Republic of Germany. Academic Press. London.
674 p.
Rosmarkam, A. Dan N.W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta. 224 h.
Sarief, E.S., 1993. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. CV. Pustaka Buana.
Bandung. 197 h.
ACARA II: PEMBUATAN PUPUK CAMPUR (MIXED
FERTILIZER)

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa mampu mengetahui cara pembuatan pupuk campur.
2. Mahasiswa mampu membuat pupuk campur dari pupuk tunggal yang ada.

B. LANDASAN TEORI
Tujuan pembuatan pupuk campur adalah untuk mendapatkan pupuk yang
mengandung lebih dari satu unsur hara. Hal ini merupakan penghematan waktu,
tenaga dan biaya. Dengan sekali pemberian pupuk, kita sudah memasok dua atau
lebih hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Namun demikian perlu diingat bahwa
untuk mencampur pupuk harus berhati-hati, karena beberapa pupuk menjadi rusak
kalau dicampur atau tidak dapat disimpan lama setelah pencampuran. Beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembuatan pupuk campur adalah : (1) pupuk
yang dicampur harus berfasa sama, (2) tidak menimbulkan efek campuran yang
merugikan tanaman, (3) pencampuran pupuk harus dilakukan dalam keadaan kering,
(4) kandungan haranya harus dihitung dan (5) kekurangan bahan pupuk dapat diisi
dengan bahan pengisi yang berbentuk serbuk, tanah kering, atau abu gosok.
Keuntungan pupuk campur antara lain : (a) dapat menggantikan pupuk
majemuk NPK yang relatif mahal, (b) dalam sekali pemupukan unsur hara yang
diberikan sudah terlengkapi dan (c) murah harganya, serta meningkatkan kreativitas
pemupukan.
Kelemahan pupuk campur yaitu : (a) diperlukan perhitungan dan ketelitian
yang cermat dan sukar untuk dapat dilakukan oleh petani, (b) bila kurang hati-hati
dapat menimbulkan efek racun bagi tanaman, terutama bila pencampuran dilakukan
dengan bahan pupuk yang diperkenankan untuk dicampur, (c) tidak dapat disimpan
untuk waktu yang relatif lama, karena dapat terjadi pelarutan dari bahan pupuk yang
dicampur.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka dalam pencampuran dua macam pupuk
dapat dimasukkan ke dalam salah satu kriteria berikut :
A. Selalu dapat dicampur
B. Dapat dicampur menjelang pemakaian
C. Campuran menjadi keras tetapi dapat dihaluskan dengan mudah dan dapat
disimpan
D. Campuran menjadi keras
E. Sama sekali tidak dapat dicampur.

Tabel 2. Pedoman pencampuran pupuk

Nama Pupuk Urea ZA SP-36 KCI ZK Batuan Fosfat

Urea A B E E A A

ZA B A C A A B

SP-36 E C A A A E

KCI E A A A A B

ZK A A A A A B

C. BAHAN DAN ALAT


Bahan yang digunakan terdiri atas pupuk ZA (20%N), SP-36 (36% P2O5),
KCL (50% K2O) dan bahan pengisi (abu gosok). Alat yang digunakan terdiri atas
timbangan analitik, sendok dan plastik.
D. PROSEDUR KERJA
Sebagai contoh akan dibuat 50 g pupuk campur 8 - 12 - 10 dari bahan pupuk
ZA (20%N), SP-36 (36% P2O5), KCL (50% K2O).
1. Hitung kebutuhan masing-masing pupuk
ZA = (8 x 50)/20 =20,00 g
SP-36 = (12 x 50)/36 = 16,67 g
KCL = (10 x 50)/50 =10,00 g
Jumlah 46,67 g sehingga kebutuhan filler = 50 - 46,67 g = 3,33 gram.
2. Tambahkan bahan pengisi (abu dapur) sebanyak 3,33 gram.
3. Campuran antara pupuk dan bahan pengisi dimasukan ke dalam plastik yang
telah diberi label, aduk sampai merata.
4. Pupuk yang telah dicampur merata siap digunakan.
5. Tugas masing-masing kelompok membuat pupuk campur dengan ketentuan
sebagai berikut :
Tabel 3. Tugas pencampuran pupuk masing-masing kelompok

No Kelompok Pupuk campur NPK


1 1 6 - 11 - 9
2 2 6 - 12 - 10
3 3 7 - 11 - 8
4 4 7 - 12 - 9
5 5 8 - 9 - 10

E. ANALISIS DAN PELAPORAN


1. Penyajian
Data pengamatan contoh produk disajikan dalam bentuk tabel berikut:
Tabel 4. Data pencampuran pupuk
No Nama Pupuk Bobot (g)
1 ZA
2 SP-36
3 KCl
4 Bahan Pengisi
F. DAFTAR PUSTAKA
Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. CV. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.
233 h.

Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L. Tisdale and W.L. Nelson. 2005. Soil Fertility and
Fertilizers, An Introduction to Nutrient Management. 7thed. Pearson Education,
Int., New Jersey. P. 515.

Rosmarkam, A. Da N.W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Penerbit Kanisius.


Yogyakarta. 224 h.
ACARA III. ANALISIS KADAR BAHAN ORGANIK TANAH

A. TUJUAN PRATIKUM
Mahasiswa mampu melakukan analisis kadar bahan organik tanah
berdasarkan metode Walkley & Black.

B. LANDASAN TEORI
Bahan organik tanah berperan penting dalam tanah, antara lain sebagai
pengatur kelembaban dan aerasi, pemantap struktur tanah, sumber hara bagi tanaman
terutama N, P dan S, meningkatkan kapasitas tukar kation dan merupakan sumber
energi bagi aktivitas jasad mikro tanah. Beberapa hasil penelitian terakhir
mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif menurun
produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan
sangat rendahnya C-organik dalam tanah, yaitu kurang dari 2% bahkan sebagian
besar lahan sawah intensif di Pulau Jawa kandungan C-organik tanah kurang dari 1%.
Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan C-organik minimal
2,5%. Di lain pihak, sebagian negara tropika basah yang memiliki sumber bahan
organik sangat melimpah, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal (Simanungkalit
et al., 2016).
Soil organic matter is by definition the organic fraction derived from living
organisms. It includes the living organism, partly decomposed and decomposed plant
and animal residue. The decomposed organic fraction is usually called “humus”
(Tan, 1996). Humus tersusun atas (1) senyawa nonhumat dan (2) senyawa humat.
Senyawa nonhumat antara lain: karbohidrat, asam amino, lipid dan lignis yang
merupakan hasil metabolism dari organism. Senyawa humat misalnya asam humat
dan asam fulvat berwarna coklat sampai hitam, mempunyai bobot molekul besar,
senyawa ini disintesis oleh mikroorganisme. Sekitar 50 sampai 85 persen dari total
bahan organic tanah adalah humus. Sekitar 65 sampai 75 persen dari humus tersusun
dari senyawa humat dan sisanya 25 sampai 35 persen tersusun dari senyawa non
humat (Stevenson, 1979 cit. Tan, 1996).
Metode penetapan kadar bahan organik tanah bisa dikelompokkan menjadi:
1. Berdasarkan kehilangan bobot karena pemanasan,
2. Berdasarkan kadar unsur C,
3. Berdasarkan jumlah bahan organik yang mudah teroksidasi.
Mengingat keterbatasan waktu, maka pada praktikum ini hanya akan dilakukan
metode penetapan kadar bahan organik tanah berdasarkan jumlah bahan organik yang
mudah teroksidasi.
Prinsip cara ini adalah bahan organik yang mudah teroksidasi dalam tanah dioksidasi
dengan campuran K2Cr2O7 (kalium dikromat) dan asam sulfat pekat, menurut reaksi:
3 C + 2 Cr2O72 - + 16 H+  3 CO2 + 4 Cr3+ + 8 H2O
(warna jingga) (warna hijau)

Makin tinggi kadar bahan organik, makin banyak ion Cr 2O72- yang diperlukan,
sehingga makin banyak ion Cr3+ yang terbentuk. Oleh karena itu makin tinggi kadar
bahan organik warna larutan makin hijau. Jumlah ion Cr 3+ yang terbentuk dapat
diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang sekitar 595 nm.

C. BAHAN DAN ALAT


Bahan yang digunakan meliputi larutan kalium dikromat 1 N, asam sulfat
pekat, sukrosa, tissue dan aquadest. Alat yang digunakan adalah spektrofotometer
sinar tampak, cuvet, timbangan analitik, labu takar, labu erlenmeyer, botol semprot
dan pipet ukur.
D. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan kurva kalibrasi
a. Membuat larutan yang mengandung 100 mg C sebanyak 100 mL, dengan
cara menimbang 0,377 gram sukrosa dimasukkan ke dalam labu takar
ditambah aquadest sampai 100 mL. Tiap mL larutan ini mengandung 1 mg C
b. Menyiapkan 5 buah labu takar 100 mL yang bersih dan kering
c. Masing-masing labu takar diisi dengan larutan yang mengandung C sebanyak
5; 10; 15; 20 dan 25 mg C dengan cara memipet 5; 10; 15; 20 dan 25 mL
larutan
d. Ke dalam masing-masing labu takar yang telah berisi larutan C ditambah 10
mL larutan 1 N K2Cr2O7 lalu dikocok hingga merata
e. Dengan hati-hati ditambah 10 mL asm sulfat pekat, lalu dikocok pelan-pelan
(labu jangan diangkat)
f. Dibiarkan selama 30 menit sampai dingin
g. Diencerkan dengan aquadest hingga volume 100 mL
h. Disaring, lalu bagian yang bening diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm
i. Dibuat persamaan regresi linier Y = bX, hubungan antara kadar C-organik
(sumbu X) dengan absorbansi larutan (sumbu Y).

2. Analisis Kadar C-organik Tanah


a. Sebanyak 0,50 gram tanah kering udara lolos ayakan 0,5 mm ditimbang
dalam labu erlenmeyer 500 mL
b. Dengan menggunakan pipet ukur ditambah 10 mL larutan 1 N K2Cr2O7 sambil
dikocok supaya homogen
c. Dengan hati-hati ditambah 10 mL asam sulfat pekat, lalu dikocok dengan
gerakan pelan-pelan (labu jangan diangkat)
d. Dibiarkan selama 30 menit sampai dingin
e. Diencerkan dengan aquadest hingga volume 100 mL
f. Disaring, lalu bagian yang bening diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm
g. Berdasarkan persamaan regresi yang telah dibuat sebelumnya, kadar C dalam
sampel tanah dapat ditentukan.

Kadar C-organik = mg C hasil pembacaan x 100+KA x 100 %


mg sampel 100

Kadar Bahan Organik = 100/58 x Kadar C-organik


KA = kadar air tanah kering udara

E. ANALISIS DAN PELAPORAN


1. Penyajian
Data yang disajikan meliputi:
a. Data transmitansi dan absorbansi larutan standard untuk pembuatan
persamaan regresi.

Tabel 5. Contoh perhitungan absorbansi larutan standard


Kadar C (mg C) Transmitansi (%) Absorbansi (A = log 1/T)
(X) (Y)
5 80 0,097
10 63 0,201
15 50 0,301
20 41 0,387
25 34 0,469

Berdasarkan data pada Tabel 5, buatlah persamaan regresi Y = bX


b. Buat Tabel bantu untuk menghitung persamaan regresi

Tabel 6. Persamaan garis regresi


Kadar C-organik (mg C) Absorbansi X.Y X2
(X) (Y)
5 0,097 0,485 25
10 0,201 2,010 100
15 0,301 4,515 225
20 0,387 7,740 400
25 0,469 11,725 625
∑∑XX22= 26,475 ∑ X.Y = 1375

b = ∑ X2 / ∑ X.Y
= 26,475 / 1375
= 0,0193
Jadi persamaan regresi Y = 0,0193 X

c. Data absorbansi larutan sampel, misal = 0,035


Masukkan dalam persamaan regresi di sumbu Y, sehingga diperoleh:
Y = 0,0193 X
0,035 = 0,0193 X
X = 0,035 / 0,0193
= 1,8135 mg C
Misal diketahui kadar air tanah kering udara = 20%, kadar C-organik
dalam sampel tanah =
Kadar C-organik = 1.8135 x 100+20 x 100 % = 0,435%
500 100
Kadar Bahan Organik = 100/58 x 0,435% = 0,75%
2. Pembahasan dan Tugas
Kadar C-organik tanah kurang dari 2% menunjukkan tanah sudah mengalami
penurunan produktivitas, bahkan sebagian besar lahan sawah intensif di Pulau
Jawa kandungan C-organik tanah kurang dari 1%. Untuk memperoleh
produktivitas optimal dibutuhkan C-organik minimal 2,5%. Oleh karena itu,
dalam pembahasan dihitung pula berapa ton per ha pupuk organik yang
diperlukan agar kadar C-organik tanah dapat mencapai minimal 2,5%.
(Asumsi: bobot tanah 1 ha dengan BJI = 1 kg/dm3 adalah 2 X 106 kg ; kadar
C-organik dari pupuk organik sebesar 12%).

Anda mungkin juga menyukai