Anda di halaman 1dari 7

Pemeriksaan HBsAg dengan Teknik ELISA

A. Tujuan Praktikum : Untuk mengetahui pemeriksaan HbsAg dengan Teknik


ELISA, untuk mengetahui adanya antigen permukaan HBV (HBsAg) dalam
serum.

B. Metode Pemeriksaan : ELISA

C. Dasar Teori :
Hepatitis adalah penyakit sistemik yang diawali dari hati. Kebanyakan kasus
hepatitis akut disebabkan oleh Virus Hepatitis A, Hepatitis B, atau Hepatitis C.
Hepatitis B adalah peradangan hati yang terjadi karena adanya infeksi dari
Virus Hepatitis B (HBV). Hepatitis B umumnya menular dari ibu ke anak saat
proses kelahiran atau pada anak usia dini (Selamoglu, 2009). Hepatitis B dapat
juga ditularkan melalui pemaparan mukosa terhadap darah atau cairan tubuh
lain yang terinfeksi termasuk cairan semen dan vaginal. Gejala hepatitis B
adalah urin yang gelap, penyakit kuning, kelelahan yang berlebihan, mual,
muntah, dan nyeri perut (WHO, 2013).
Berdasarkan hasil RISKESDAS 2007, Indonesia tergolong negara dengan
endemisitas tinggi, sehingga Indonesia merupakan negara dengan pengidap
hepatitis terbesar nomor 2 diantara negara-negara ASEAN. HBV adalah virus
yang termasuk dalam keluarga Hepadnaviridae. Partikel HBV berbentuk bulat
dengan diameter 42 nm (Selamoglu, 2009). Virus ini memiliki selubung dan
nukleokapsid yang berbentuk ikosahedral. Nukleokapsid pada HBV berfungsi
untuk melindungi material genetik berupa rcDNA (relaxed circular DNA) dan
DNA Polimerase. HBV memiliki tiga antigen yang dapat dikenali oleh sistem
imun tubuh, yaitu HBcAg, HBeAg, dan HBsAg (Selamoglu, 2009). Core (HBcAg)
merupakan antigen yang berada di bagian inti HBV, Pre core (HBeAg)
merupakan partikel yang disekresikan oleh sel inang dan merupakan partikel
yang infeksius, sedangkan HBsAg adalah antigen yang terletak pada permukaan
selubung HBV (Lunsdorf et al., 2011). 25 Struktur Virus Hepatitis B (Selamoglu,
2009) Pada pasien yang terinfeksi HBV, protein permukaan virus (HBsAg) akan
diproduksi secara berlebihan di sel hati bahkan melebihi jumlah yang
dibutuhkan untuk merakit virus baru. Protein permukaan ini kemudian
disekresikan sebagai campuran partikel berbentuk bola dan tubular (Virus Like
Particle) ke dalam darah. Dengan demikian, pada serum pasien yang terinfeksi
HBV ditemukan virus utuh tetapi ada juga partikel bola kosong dan partikel
tubular yang terdiri dari protein permukaan (Lunsdorf et al., 2011). Kehadiran
HBsAg dalam serum atau plasma mengindikasikan adanya infeksi aktif dari
Hepatitis B, bisa infeksi akut ataupun kronik. Pada infeksi Hepatitis B, HBsAg
akan terdeteksi pada 2 sampai 4 minggu sebelum tingkat ALT menjadi
abnormal dan 3 sampai 5 minggu sebelum timbul gejala klinis (Kramvis et al.,
2005). Deteksi HBsAgdapat dilakukan dengan beberapa metode pemeriksaan,
yaitu serologi dan Polymerase Chain Reaction (PCR). Uji serologi antara lain
menggunakan metode Enzyme Immunoassay (EIA), Enzyme Linked Immunoassay
(ELISA), Enzyme Linked Flouroscent Assay (ELFA), Immunochromatography Test
(ICT) atau rapid test, Radio Immunoassay (RIA), dan Chemiluminescent
Microparticle Immunoassay (CMIA). Sedangkan untuk mendeteksi DNA virus
dapat digunakan PCR (Rina, dkk., 2006).
ELISA adalah suatu singkatan bahasa Inggris yang disebut dengan Enzyme
Linked Immunosorbent Assay atau penetapan kadar immunosorben taut enzim
yang merupakan suatu uji serologis. Menggunakan teknik ELISA dalam bidang
imunologi untuk menganalisis interaksi antara antigen dan antibodi didalam
suatu sampel, dimana interaksi tersebut ditandai dengan menggunakan suatu
enzim yang berfungsi sebagai pelapor/signal. Selanjutnya 26 digunakan sebagai
uji kualitatif untuk mengetahui keberadaan suatu antibodi/antigen dengan
menggunakan antibodi/antigen spesifik. Teknik ELISA juga dapat diaplikasikan
dalam uji kuantitatif untuk mengukur kadar antibodi/antigen yang diuji dengan
menggunakan alat bantu berupa spektrofotometer dan dengan cara
menentukan jumlah penambahan kadar antibodi/antigen,sehingga dapat
dibuat suatu kurva standard antara kadar antibody atau antigen yang dapat
dihitung berdasarkan absorbansinya (Ichwan, 2014). ELISA dianggap
pemeriksaan yang memiliki spesifitas dan sensitifitas yang tinggi yang mampu
menunjang diagnosa klinis hepatitis B. ELISA (EIA) dibagi menjadi dua macam
yaitu homogenous EIA dan heterogenous EIA. Homogenous EIA berguna untuk
pemeriksaan bahan obat-obatan, hormon dan lain-lain. Sedangkan
heterogenous EIA berguna untuk pemeriksaan bahan yang memiliki berat
molekul besar misalnya antigen dan antibodi. Pemeriksaan parameter petanda
serologis hepatitis B termasuk dalam kelompok kedua yaitu heterogenous EIA.
Ada tiga tahapan penting dalam uji ELISA yaitu :
1. Pelapisan (coating) dengan antigen atau antibodi pada plate (phase
padat). Pelapisan dengan dengan antigen untuk penentuan antibodi untuk
penentuan antigen.
2. Penambahan bahan yang ditentukan (diperiksa), misalnya serum, plasma,
saliva dan cairan tubuh yang lain.
3. Penambahan detektor yang berfungsi untuk mendeteksi ikatan antigen
antibody yang terjadi.
Ada dua detektor yang digunakan yaitu :
a. Penambahan konjugat yaitu antigen atau antibodi yang berlabel enzim,
misalnya Horse Radish Peroxidase (HRPO), Alkaline Phosphatase, Urease,
Glucose Oxidase (GOP) dan lain-lain.
b. Penambahan substrat yang berfungsi memberi perubahan warna pada
reaksi. Misalnya TMB (Tetra Methyl Benzidine), O- Toluidine, OPD, ABTS dan
lain-lain.
ELISA sendiri terdiri dari beberapa macam metode diantaranya ELISA
kompetitif, ELISA double sandwich antigen atau antibodi dan indirect ELISA
yang ketiganya memiliki prinsip dasar reaksi yang sama yaitu reaksi antigen
antibodi (Faizal, 2011). HBsAg ELISA merupakan pemeriksaan berdasarkan
metode sandwich immunoassay. Antibodi monoklonal spesifik terhadap
HBsAg dilekatkan pada well sample kemudian serum sampel yang
mengandung HBsAg ditambahkan sehingga terbentuk ikatan antigen
antibodi, selanjutnya ditambahkan anti HBs yang dilabel konjugat
peroksidase sehingga terbentuk ikatan komplek dan melepaskan peroksida
yang bereaksi dengan chromogen membentuk senyawa 27 berwarna biru
yang intensitasnya sebanding dengan konsentrasi HbsAg dalam sampel.
Reaksi dihentikan dengan penambahan asam sulfat sebagai stop solution
sehingga warna berubah menjadi kuning yang dibaca absorbannya dengan
alat ELISA Plate Reader pada λ 450 nm dan 620 – 700 nm.
D. Prinsip :
Tes HBsAg didasarkan pada teknik ELISA antigen langsung menggunakan
microwells yang dilapisi dengan antibodi monoklonal (mab, mouse) terhadap
HBsAg. Sampel uji bereaksi bersamaan dengan mab fase padat dan dengan
sebuah antibodi anti-HBs poliklonal (kelinci percobaan [marmot])
dikonjugasikan dengan horseradish peroxidase. Jika HBs Ag ada dalam sampel,
kompleks yang mengandung peroksidase ditangkap di permukaan microwell
(Langkah 1).
Setelah inkubasi, konjugat enzim tak terikat dihilangkan dengan cara mencuci.
Larutan substrat ditambahkan (Langkah 2)
dan selama inkubasi lanjutan, warna biru timbul. Setelah pemberhentian
reaksi dengan larutan asam, warna berubah menjadi kuning. Intensitas warna
ini, sebanding dengan jumlah HBsAg dalam spesimen. Penyerapan kontrol dan
spesimen ditentukan dengan menggunakan ELISA READER atau sistem ELISA
otomatis (seperti HUMAN's Humareader atau jalur ELISYS). Hasil untuk sampel
pasien diperoleh dengan perbandingan dengan cut off value (nilai batas
ambang negatif).

E. Alat dan Bahan


1. Alat :
a. Strip mikrotiter
b. Mikropipet
c. Yellow tip
d. Inkubator
e. ELISA Reader
f. Wadah Substrat
g. Wadah Larutan Pencuci
h. Wadah waste

2. Bahan :
a. Kontrol Positif dan Negatif
b. Konjugat
c. Substrat A dan B
d. Larutan Pencuci
e. Larutan Penghenti (Stop)
f. Aquadest
g. Sampel : Serum

F. Prosedur :
1. Pembuatan Larutan Pencuci :
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Diencerkan larutan pencuci (WASH) dengan aquadest dengan
perbandingan 1:19. c. Dipipet 1,5 mL larutan pencuci (WASH).
d. Dipipet 28,5 mL Aquadest, dihomogenkan.
e. Stabilitas : 1 minggu pada suhu 2 – 8 °C.

2. Distribusi Kontrol dan Sampel :


a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Dipipet kontrol negatif sebanyak 50 μL ke dalam sumur B1, C1, D1.
c. Dipipet kontrol positif sebanyak 50 μL ke dalam sumur E1 dan F1.
d. Dipipet sampel serum sebanyak 50 μLke dalam sumur G1 dan H1.

3. Distribusi Konjugat :
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Ditambahkan konjugat sebanyak 50 μL ke dalam sumur B1 sampai dengan
H1.
c. Dicampurkan dengan perlahan.
d. Ditutup mikrotiter dengan strip perekat.
e. Diinkubasi selama 80 menit di dalam inkubator pada suhu 37 °C.

4. Proses Pencucian :
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Dilepaskan strip perekat lalu dibuang isinya ke dalam larutan natrium
hipoklorit 5%
c. Ditambahkan larutan pencuci sebanyak 300 μL ke masing-masing sumur.
d. Dibuang isinya setelah 30 detik terendam dan ulangi pencucian 7 kali.
e. Setelah mencuci, dibersihkan sisa cairan dengan mengetuk mikrotiter
secara terbalik di atas kertas tisu.

5. Pembuatan dan Distribusi Substrat :


a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Ditambahkan Substrat A dan Substrat B masing-masing sebanyak 500 μL.
c. Stabilitas : 30 menit dalam suhu 15 – 25 °C.
d. Substrat yang telah dicampurkan, ditambahkan sebanyak 100 μL ke
masingmasing sumur.
e. Dicampurkan dengan hati-hati dengan cara mengetuk bagian tepi
mikrotiter.
f. Diinkubasi selama 30 menit pada suhu 15 – 25 °C.

6. Pembacaan Absorbans :
a. Absorbansi diukur pada 450 nm sesegera mungkin atau dalam 30 menit
setelah penghentian reaksi, dengan menggunakan panjang gelombang acuan
620 – 690 nm (jika ada).
b. Hasil absorban dicatat dan dihitung untuk menentukan MNC, MPC dan
COV.

G. Interpretasi Hasil :
Perhitungan Nilai Kontrol, Cut Off dan Cut Off Index : Nilai absorbansi rata-rata
kontrol negatif dalam sumur B1, C1, dan D1 (MNC) dan kontrol positif pada sumur
E1 dan F1 (MPC) di hitung menurut :
MNC = A450 (B1) + A450 (C1) + A450 (D1)
3
COV = MNC + 0.025

MPC = A450 (E1) + A450 (F1)


2
Validasi :
1. Blank A1 < 0,100 : Harus tidak berwarna atau kuing muda, jika tidak tesnya
tidak valid dan harus diulang.
2. MNC < 0,100
3. MPC ≥ 0,600
4. MPC – MNC ≥ 0,50

Interpretasi Hasil :

Hasil Interpretasi
A450 (spesimen) < COV HBsAg non-reaktif
A450 (spesimen) ≥ COV HBsAg reaktif
Berulang positif tes konfirmasi

Anda mungkin juga menyukai