Anda di halaman 1dari 26

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perakitan tanaman transgenik meliputi beberapa tahapan yaitu penemuan gen


(gene discovery), konstruksi gen dan vektor (gene and vector construction),
transformasi tanaman dengan gen (transformation), seleksi dan evaluasi tanaman
transgenik, kemudian dilanjutkan dengan pengembangan dan uji lanjut (Prado et al.
2014; Low et al. 2018). Seleksi dan evaluasi terhadap keturunan tanaman
transgenik penting dilakukan untuk menghindari ketidaksesuaian fenotipe yang
diharapkan. Secara cepat, seleksi tanaman transgenik dilakukan secara in vitro
melalui gen penanda seleksi seperti resistensi terhadap antibiotik (Low et al. 2018).
Hasil yang diperoleh melalui gen penanda seleksi belum menunjukkan fenotipe
yang diharapkan dari gen target. Seleksi dan evaluasi fenotipe dari gen target
dilakukan dengan cara membandingkan tanaman transgenik dengan non-transgenik
(Guan et al. 2017).
Cekaman pH rendah pada umumnya disertai dengan toksisitas aluminium.
Aluminium akan terlarut pada kondisi pH rendah (< 5.0) dan membentuk
Al(H2O)63+ atau dikenal dengan bentuk Al3+ (Singh et al. 2017). Kation Al3+ pada
konsentrasi tertentu bersifat toksik terhadap tumbuhan (Bojórquez-Quintal et al.
2017). Sasaran utama toksisitas aluminium ialah akar sehingga pertumbuhan akar
dapat terganggu atau mengalami kerusakan (Delhaize dan Ryan 1995; Kochian et
al. 2004). Selain itu, cekaman pH rendah dan aluminium juga memicu terjadinya
cekaman sekunder berupa cekaman oksidatif (Meriga et al. 2003; Singh et al.
2017).
Superoksida dismutase (SOD) memiliki peran sebagai antioksidan enzimatik
untuk mengatasi cekaman oksidatif. Fungsi SOD di dalam sel ialah mengatalisis
reaksi dismutasi superoksida (•O2) oleh proton (H+) menjadi bentuk hidrogen
peroksida (H2O2) yang reaktivitasnya lebih rendah (Alscher et al. 2002). Jika
superoksida tidak didismutasi, senyawa radikal bebas sebagai oksidan kuat akan
terbentuk, seperti hidroksil radikal (•OH) yang mampu bereaksi langsung dengan
protein, lipid, dan DNA (Demidchik 2014). SOD merupakan metaloenzim yang
memiliki tiga jenis isoenzim berdasarkan kofaktornya yaitu Mn-SOD, Fe-SOD, dan
Cu/Zn-SOD (Alscher et al. 2002). Gen penyandi SOD banyak digunakan dalam
merekayasa genetik suatu tanaman karena mempunyai potensi untuk meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap cekaman oksidatif. Ekspresi berlebih PsMn-SOD
meningkatkan laju fotosintesis padi varietas (var.) Zhonghua 11 transgenik dalam
kondisi cekaman kekeringan (polyethylene glycol 6000) (Wang et al. 2005). Pada
cekaman salinitas, ekspresi berlebih gen OsCu/Zn-SOD pada padi var. Longjing 11
transgenik membuat kesintasannya lebih tinggi (25.19%) dibandingkan dengan
non-transgeniknya (6.67%) (Guan et al. 2017).
Gen MmCu/Zn-SOD merupakan gen penyandi enzim superoksida dismutase
yang diisolasi dari Melastoma malabathricum (Hannum 2012). M. malabathricum
merupakan tumbuhan yang toleran terhadap cekaman pH rendah dan aluminium,
bahkan dapat menjadi akumulator (Watanabe et al. 2005). Gen MmCu/Zn-SOD
telah berhasil diintroduksikan ke dalam genom padi (Oryza sativa L.) var. Kasalath
sehingga menghasilkan padi var. Kasalath transgenik (Riana 2015). Hasil
2

penyerbukan sendiri telah menghasilkan tanaman padi var. Kasalath transgenik


homozigot pada generasi T4 (Andalusia 2017). Evaluasi padi var. Kasalath
transgenik yang mengandung gen MmCu/Zn-SOD pada kondisi cekaman abiotik
belum dilakukan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis stabilitas integrasi gen MmCu/Zn-


SOD di dalam padi var. Kasalath transgenik generasi T6 dan toleransi tanaman
tersebut terhadap cekaman pH rendah dan aluminium.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari Pebruari 2019 sampai dengan Maret 2020.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biotechnology Research Indonesia-The
Netherlands (BIORIN) dan Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman
(BMST), Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB),
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), Institut Pertanian
Bogor (IPB).

Bahan

Bahan Tanaman
Bahan tanaman yang digunakan ialah tiga genotipe padi var. Kasalath, yaitu
non-transgenik (NT), transgenik generasi T6 klon K1/2/1 dan klon K1/2/2
(Andalusia 2017). Padi var. Kasalath transgenik tetua dari T6 mengandung gen
MmCu/Zn-SOD di bawah kendali promoter konstitutif 35S CaMV. Padi transgenik
tersebut dirakit melalui perantara Agrobacterium tumefaciens yang mengandung
pGWB5-SOD. Daerah T-DNA yang mengandung gen MmCu/Zn-SOD di dalam
pGWB5-SOD disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Daerah T-DNA di dalam plasmid pGWB5 yang mengandung gen


MmCu/Zn-SOD (Hannum 2012)
3

Bahan Analisis
Bahan analisis yang digunakan ialah larutan CTAB dari Suharsono (2002)
dengan modifikasi, primer cAct-F (5’-GGA TGC CTA TGT GGG TGA TG-3’)
dan cAct-R (5’-ATT TAC ACT CGC GCA TGC TA-3’) untuk mengamplifikasi
bagian gen aktin padi (Eka 2020), primer 35S-F1 (5’-AAA CCT CCT CGG ATT
CCA TT-3’) dan primer MmSOD-R2 (5’-CAT CTC CAA CGG TGA CAT TG-3’)
untuk mengamplifikasi daerah promoter dan gen MmCu/Zn-SOD (Hannum 2012),
dan media kultur cair Famoso et al. (2010) dengan modifikasi (Lampiran 1).

Alat

Alat yang digunakan berupa electroporator (MUPID exU), gel doc UV


transilluminator, mesin polymerase chain reaction (PCR) (Applied Biosystems
2720 Thermal cycler), vacuum dryer, sentrifugator (Sorvall Legend Micro 17),
sentrifugator berpendingin (Hermle Z216MK), spektrofotometer (MaestroNano
Pro Spectrophotometer), luxmeter (Lutron LX-100), lightbox (sumber cahaya), pH-
meter (Lutron PH-208), termometer digital, tripod dan kamera (Canon 70D, lensa
18-55 mm).
.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu: (1) analisis stabilitas transgen
di dalam tanaman transgenik, (2) analisis toleransi tanaman transgenik terhadap
cekaman pH rendah, dan terhadap cekaman Al.

Analisis Stabilitas Transgen MmCu/Zn-SOD di dalam Tanaman Transgenik

Isolasi DNA Genom. DNA genom diisolasi dari daun tanaman padi menggunakan
metode CTAB mengikuti Suharsono (2002) dengan modifikasi. Sebanyak 0.05
gram potongan daun digerus hingga menjadi tepung halus menggunakan alu dan
lumpang dengan tambahan nitrogen cair. Tepung daun lalu dimasukkan ke dalam
tabung mikro (1.5 ml) yang berisi 600 µl larutan buffer ekstraksi CTAB (2 %
CTAB, 0.1 M Tris-HCl, 20 mM EDTA, 1.4 M NaCl, 2 % polyvinylpyrrolidone
[PVP], dan pH 8.0) dan ditambahkan 0.2 % β-mercaptoethanol. Tabung mikro
diinkubasi pada suhu 65 ºC di dalam heat block selama 30 menit dan dibolak-balik
setiap 10 menit, kemudian didinginkan hingga mencapai suhu ruang. Sebanyak 600
µl CI (chloroform:isoamylalcohol; 24:1) dingin ditambahkan, lalu suspensi
dihomogenkan dengan membalik-balik tabung mikro dan disentrifugasi pada
kecepatan 10000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung
mikro baru dan ditambah dengan PCI (phenol:chloroform:isoamylalcohol; 25:24:1)
sebanyak 1 x volume, dibolak-balik perlahan, selanjutnya disentrifugasi kembali.
Supernatan dipindahkan ke dalam tabung mikro baru dan ditambah dengan
isopropanol sebanyak 1 x volume, kemudian disimpan di dalam freezer (-20 ºC)
selama semalam. Setelah disimpan semalam, tabung sampel disentrifugasi pada
10000 rpm dan suhu 4 ºC selama 25 menit. Supernatan dibuang, lalu endapan diberi
500 µl etanol 70 % dingin dan disentrifugasi kembali selama 10 menit. Supernatan
4

dibuang dan endapan dikeringkan menggunakan vacuum dryer. Endapan ditambah


dengan 20 µl ddH2O serta 4 µl RNAse (1 mg/ml) dan diinkubasi pada suhu 37 ºC
selama 15 menit, lalu disimpan di dalam freezer (-20 ºC).

Analisis Kualitas dan Kuantitas DNA Hasil Isolasi. Kualitas DNA hasil isolasi
dianalisis berdasarkan keutuhan DNA. Keutuhan DNA genom dianalisis dengan
elektroforesis dan PCR (polymerase chain reaction). Elektroforesis terhadap DNA
hasil isolasi dan 30 ng DNA lambda yang digunakan sebagai pembanding dilakukan
pada 1 % gel agarosa di dalam larutan penyangga TAE 1 x (40 mM Tris, 20 mM
asam asetat glasial, 1 mM EDTA), pada tegangan 100 V selama 28 menit. Hasil
elektroforesis lalu divisualisasi di bawah sinar ultraviolet di dalam gel doc. PCR
dilakukan terhadap bagian gen aktin. Larutan PCR terdiri atas 1 µl DNA genom
(100 ng/l; hasil pengenceran) sebagai cetakan, 5 µl master mix PCR (NZYTaq II
2x Green Master Mix), 0.25 µl primer cAct-F (2.5 pmol), 0.25 µl primer cAct-R
(2.5 pmol) dan 3.5 µl ddH2O sehingga volume total menjadi 10 µl. Kontrol negatif
PCR menggunakan 100 ng/l plasmid pGWB5-SOD sebagai cetakan. Kondisi PCR
adalah sebagai berikut: pra-PCR pada suhu 94 ºC selama lima menit, diikuti dengan
35 siklus yang terdiri atas denaturasi pada suhu 94 ºC selama 30 detik, penempelan
primer pada suhu 55 ºC selama 45 detik, dan pemanjangan pada suhu 72 ºC selama
1 menit, dan diakhiri dengan pasca-PCR pada suhu 72 ºC selama 5 menit.
Elektroforesis hasil PCR dilakukan pada kondisi yang sama dengan elektroforesis
pada DNA genom namun dengan pembanding berupa markah DNA ladder 1 kb.
Kuantitas DNA hasil isolasi ditentukan berdasarkan densitas optik (OD) larutan
DNA pada panjang gelombang 260 nm. Kemurnian DNA hasil isolasi ditentukan
berdasarkan perbandingan OD260 nm dan OD280 nm dari larutan DNA. OD DNA
genom hasil isolasi ditentukan dengan mengukur 2 µl DNA menggunakan
spektrofotometer.

Analisis Integrasi Transgen MmCu/Zn-SOD. Analisis integrasi transgen


MmCu/Zn-SOD dilakukan dengan PCR. PCR menggunakan volume total sebanyak
10 µl yang terdiri atas beberapa komponen. Komponen PCR tersusun atas 1 µl DNA
genom tanaman (100 ng) sebagai cetakan, 5 µl master mix PCR (NZYTaq II 2x
Green Master Mix), 0.25 µl primer 35S-F1 (2.5 pmol), 0.25 µl primer MmSOD-R2
(2.5 pmol) dan 3.5 µl ddH2O. Sebanyak 100 ng plasmid pGWB5-SOD digunakan
sebagai cetakan untuk kontrol positif PCR. Kondisi PCR adalah sebagai berikut:
pra-PCR pada suhu 94 ºC selama lima menit; denaturasi pada suhu 94 ºC selama 45
detik, penempelan primer pada suhu 63 ºC selama 45 detik, pemanjangan pada suhu
72 ºC selama 1 menit, masing-masing diulang sebanyak 30 siklus, dan pasca-PCR
pada suhu 72 ºC selama 5 menit. Produk PCR kemudian dielektroforesis bersama
dengan DNA ladder 1 kb sebagai penanda ukuran molekul di dalam agarosa 1 %
pada tegangan 100 volt selama 28 menit dan divisualisasikan di dalam gel doc.

Analisis Toleransi Tanaman Transgenik terhadap Cekaman pH Rendah dan


Cekaman Al

Rancangan Percobaan. Penelitian ini terdiri atas tiga percobaan yang


pelaksanaannya dilakukan secara bersamaan, menggunakan media dasar Famoso et
al. (2010), yaitu media (1) pH 5.8, (2) pH 4, dan (3) pH 4+Al. Masing-masing
5

percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan genotipe


tanaman sebagai faktor perlakuan yang terdiri atas tiga taraf yaitu non-transgenik,
transgenik klon K1/2/1 dan K1/2/2 dengan tiga kali ulangan. Unit percobaan berupa
satu media dengan tiga genotipe padi. Setiap unit percobaan terdiri atas 10 tanaman
per genotipe.

Uji Tantang Padi Transgenik. Uji tantang padi terhadap cekaman pH rendah dan
aluminium dilakukan menggunakan media kultur cair mengikuti Famoso et al.
(2010) dengan beberapa penyesuaian. Sebanyak 140 benih padi dari masing-masing
genotipe dikecambahkan. Benih padi direndam di dalam larutan NaOCl 0.5 % (v/v)
selama 15 menit, dibilas dengan akuades sebanyak 3 kali, kemudian direndam di
dalam akuades selama 24 jam. Setelah direndam, benih dikecambahkan di atas
kertas merang lembap di dalam baki plastik selama 2 x 24 jam pada suhu ruang dan
kondisi gelap. Kecambah padi dengan radikula ± 5 mm ditanam di atas waring (±
4 x 4 mm) yang terpasang pada styrofoam di dalam bak plastik berisi 4 l media
kultur hara cair pH 5.8 selama 24 jam untuk merangsang gravitropisme akar.
Sebanyak 10 kecambah padi yang relatif seragam dari masing-masing genotipe
dipilih lalu ditanam di media pH 4, pH 4+Al dan pH 5.8 yang diberi aerasi dan
dipelihara selama 14 hari. Kondisi pH media tanam diperiksa setiap hari
menggunakan pH-meter dan indikator pH universal, dan dipertahankan dengan
penambahan NaOH 1 N atau HCl 1 N. Media kultur cair dibarui setiap 5 hari.
Percobaan uji tantang dilakukan di dalam ruang kultur jaringan dengan kondisi suhu
± 29 °C (siang) dan ± 27 °C (malam), lama penyinaran 16 jam, dan intensitas cahaya
sebesar ± 3000-3500 lux pada jarak 10 cm dari sumber cahaya (Philips TLD
36W/54-765 Cool Daylight). Gambar percobaan uji tantang tanaman padi terhadap
cekaman pH 4 dan Al disajikan pada Lampiran 2.

Pengamatan Morfologi. Karakter akar yang diamati ialah: panjang akar total
(PAT), panjang akar utama (PAU), panjang akar adventif (PAA), panjang akar
lateral (PAL), jumlah akar adventif (JAA), diameter akar utama (DAUA) dan luas
permukaan akar utama dan adventif (LPAUA). Penentuan jenis akar mengacu pada
Clark et al. (2011) (Lampiran 3). Karakter tajuk yang diamati ialah panjang tajuk
total (PAT), tinggi tajuk (TT yaitu panjang batang dengan daun terpanjang) dan
jumlah daun (JD). Pengukuran karakter panjang akar dan tajuk dilakukan sebanyak
dua kali, yaitu sebelum perlakuan sebagai faktor koreksi dan 14 hari setelah
perlakuan (HSP). Pengukuran sebelum perlakuan dilakukan secara manual
menggunakan penggaris (galat ketelitian ± 0.5 mm). Pengukuran pada 14 HSP
dilakukan secara digital terhadap sampel acak sebanyak 5 tanaman per genotipe
dalam tiap unit percobaan. Akar diletakkan di dalam bak akrilik berisi air dan
ditempatkan di atas lightbox sedangkan tajuk diletakan di atas kain hitam, lalu
diambil gambarnya menggunakan kamera dengan skala pembanding berupa
penggaris. Tajuk kemudian diukur menggunakan program aplikasi ImageJ,
sedangkan akar diukur dengan tambahan plugin SmartRoot (Lobet et al. 2011) pada
ImageJ. Pengukuran tajuk dan akar disajikan pada Lampiran 4.

Indikator Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Toleransi tanaman terhadap


cekaman pH rendah dan aluminium dapat ditentukan berdasarkan pertumbuhan
akar relatif atau relative root growth (RRG) (Famoso et al. 2010; Hidayatun et al.
6

2017). Toleransi tanaman terhadap cekaman pH dihitung berdasarkan perbandingan


panjang akar pada media pH 4 dengan pH 5.8, sedangkan toleransi terhadap
cekaman aluminium dihitung berdasarkan perbandingan panjang akar pada media
pH 4+Al dengan pH 4. Analisis RRG dilakukan pada karakter PAU, PAA dan PAT
dengan rumus berikut:
Δ akar pH 4 Δ akar pH 4+Al
RRGpH = Δ akar pH 5.8 RRGAl = Δ akar pH 4 .
Δ akar pH 4 : panjang akar akhir terkoreksi pada pH 4.
Δ akar pH 5.8 : panjang akar akhir terkoreksi pada pH 5.8.
Δ akar pH 4+Al : panjang akar akhir terkoreksi pada perlakuan pH 4+Al.

Analisis Data

Data pengamatan morfologi dianalisis melalui uji analisis ragam (Anova) satu
faktor untuk setiap percobaan dengan menggunakan taraf signifikansi 0.05. Subdata
yang berbeda nyata diuji lanjut menggunakan Duncan multiple range test (DMRT)
dengan taraf signifikansi 0.05. Analisis data dilakukan menggunakan software
Microsoft Excel 2016 dan SPSS 16 trial version.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi DNA Genom Tanaman

DNA genom Kasalath non-transgenik, K1/2/1 dan K1/2/2 telah berhasil


diisolasi (Gambar 2a). Genom padi memiliki ukuran sekitar 400–430 Mb (Eckardt
2000). Migrasi DNA genom hasil isolasi dari ketiga genotipe padi Kasalath sejajar
dengan DNA lambda pada gel agarosa 1 %, dan genom lambda berukuran 48,502
pb (pasang basa) (Sanger et al. 1982). Pita DNA yang sejajar dengan genom lambda
menunjukkan bahwa DNA genom hasil isolasi dari ketiga genotipe tersebut
berukuran besar dan tidak terfragmentasi menjadi potongan-potongan kecil. Hal ini
menunjukkan bahwa DNA genom hasil isolasi dari ketiga genotipe tersebut
mempunyai keutuhan yang tinggi. Untuk mengonfirmasi hasil elektroforesis ini,
bagian gen aktin diamplifikasi dengan PCR menggunakan DNA genom sebagai
DNA cetakan.
7

L NT T1 T2 M P NT T1 T2

(a) (b)
Gambar 2 Hasil elektroforesis DNA di gel agarosa 1 %. (a)= DNA genom, (b)=
hasil PCR bagian gen aktin, M= DNA ladder 1 kb, L= DNA lambda,
P= plasmid pGWB5-SOD, NT= non-transgenik, T1= transgenik klon
K1/2/1, T2= transgenik klon K1/2/2.
Gen penyandi aktin digunakan sebagai indikator keutuhan DNA genom. Gen
penyandi aktin termasuk ke dalam kelompok housekeeping gene, yaitu kelompok
gen ensensial yang berperan dalam penyusunan sel dan banyak terkonservasi di
dalam genom (Jain et al. 2006). Jumlah gen aktin berlimpah di dalam genom
sehingga keberadaan dan keutuhan gen aktin dapat digunakan sebagai indikator
keberadaan dan keutuhan gen lainnya dari suatu sel. PCR terhadap bagian gen aktin
dengan pasangan primer cAct-F dan cAct-R menghasilkan amplikon berukuran 450
pb pada semua genotipe padi Kasalath. PCR terhadap DNA plasmid sebagai
cetakan dengan primer yang sama tidak menghasilkan amplikon (Gambar 2b). Hasil
ini menunjukkan bahwa gen aktin terdapat di dalam DNA genom hasil isolasi dari
ketiga genotipe padi dan tidak terfragmentasi atau dalam keadaan utuh, sehingga
DNA genom hasil isolasi mempunyai keutuhan yang tinggi. Selain itu, hasil PCR
tersebut juga menunjukkan bahwa primer yang digunakan adalah spesifik untuk
aktin, khususnya aktin padi.
Berdasarkan OD260 nm (Tabel 1), konsentrasi DNA genom hasil isolasi dari
Kasalath non-transgenik, K1/2/1, dan K1/2/2 berturut-turut ialah 798.64, 569.17,
dan 434.55 ng/μl. Menurut Frey (1998), konsentrasi DNA cetakan yang umum
digunakan untuk PCR ialah 100 ng/µl, sehingga konsentrasi DNA dari ketiga
genotipe tersebut memenuhi syarat sebagai DNA cetakan untuk PCR. Berdasarkan
OD260 dan OD280 (Tabel 1), perbandingan OD260/OD280 DNA genom hasil
isolasi dari Kasalath non-transgenik, K1/2/1, dan K1/2/2 berturut-turut adalah
1.962, 1.856, dan 2.019. Wilfinger et al. (1997) menyatakan bahwa DNA
mempunyai kemurnian yang baik dan tidak terkontaminasi oleh protein bilamana
mempunyai rasio A260/A280 pada rentang 1.8-2.0, sehingga kemurnian dari DNA
genom ketiga genotipe padi yang diperoleh tergolong baik.
8

Tabel 1 Konsentrasi dan absorbansi DNA genom terhadap sinar ultra violet
Genotipe A260 A280 A260/A280 Konsentrasi (ng/μl)
Non-transgenik 15.972 8.159 1.962 798.64
K1/2/1 11.383 6.153 1.856 569.17
K1/2/2 8.69 4.312 2.019 434.55

DNA genom hasil isolasi dari padi Kasalath non-transgenik, K1/2/1, dan
K1/2/2 genotipe memiliki kualitas dan kuantitas yang cukup baik untuk digunakan
sebagai DNA cetakan dalam PCR. Aboul-Maaty dan Oraby (2019) mengisolasi
DNA menggunakan metode CTAB dengan modifikasi dan mendapatkan DNA
genom dari 15 spesies tumbuhan dengan rentang OD260/OD280 berkisar 2.08-2.23
dan konsentrasinya sekitar 111.89-528.52 ng/μl. Kualitas DNA yang baik,
dibuktikan dengan keberhasilan Aboul-Maaty dan Oraby (2019) melakukan
analisis RAPD (random amplified polymorphic DNA) dan PCR terhadap gen nptII
dengan menggunakan DNA tersebut sebagai cetakan. Selain itu, DNA tersebut
berhasil dipotong secara sempurna dengan enzim HindIII.

Analisis Integrasi Transgen MmCu/Zn-SOD

Integrasi transgen MmCu/Zn-SOD pada klon K1/2/1 dan K1/2/2 generasi T6


dianalisis untuk mengetahui stabilitas integrasi transgen di dalam tanaman
transgenik. Amplifikasi DNA daerah antara promoter 35S dan daerah di tengah
MmCu/Zn-SOD dengan PCR dari genotipe K1/2/1, dan K1/2/2 menghasilkan
amplikon berukuran 633 pb. Hasil yang sama diperoleh dengan menggunakan
plasmid pGWB5-SOD sebagai cetakan, sedangkan genotipe Kasalath non-
transgenik tidak menghasilkan amplikon dengan PCR yang sama (Gambar 3).
Amplikon yang dihasilkan pada generasi keenam ini sama dengan yang dihasilkan
oleh Riana (2015) yang menganalisis pada generasi kedua dan Andalusia (2017)
yang menganalisis pada generasi keempat. Hal ini menunjukkan bahwa gen
MmCu/Zn-SOD di bawah kendali promoter 35S CaMV stabil terintegrasi di dalam
genom padi Kasalath transgenik K1/2/1 dan K1/2/2 sampai dengan generasi
keenam.
9

M P NT T1 T2

Gambar 3 Hasil elektroforesis pada gel agarosa 1 % dari produk PCR transgen
MmCu/ZnSOD di bawah kendali promoter 35S CaMV. M= DNA
ladder 1 kb, P= plasmid pGWB5-SOD, NT= non-transgenik, T1=
transgenik klon K1/2/1, T2 = transgenik klon K1/2/2.
Transgen MmCu/Zn-SOD di dalam genom padi Kasalath transgenik klon
K1/2/1 dan K1/2/2 stabil diwariskan hingga generasi T6. Melalui seleksi terhadap
gen hpt pada generasi T4, padi Kasalath homozigot transgenik yaitu klon K1/2/1
dan K1/2/2 telah berhasil diperoleh (Andalusia 2017). Homozigositas di dalam
tumbuhan terjadi akibat penyerbukan sendiri atau inbreeding melalui beberapa
generasi (Charlesworth 1992). Padi merupakan tumbuhan yang melakukan
penyerbukan sendiri (Matsui dan Kagata 2003).

Analisis Toleransi Padi terhadap Cekaman pH Rendah

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 5 dan 6), antar genotipe padi tidak ada
perbedaan untuk jumlah akar adventif, diameter dan luas permukaan akar utama
dan adventif baik yang ditumbuhkan pada media pH 4 ataupun pH 5.8. Pada media
pH 5.8, K1/2/1 memiliki akar adventif (PAA) yang paling panjang sehingga
berimplikasi pada panjang akar total (PAT) yang paling tinggi. Namun, panjang
akar utama (PAU) dan panjang akar lateral (PAL) dari K1/2/1 paling rendah (Tabel
2). Pada media pH 4, antar genotipe tanaman hanya berbeda pada panjang akar
lateral (PAL). Kasalath non-transgenik cenderung mempunyai PAL lebih panjang
daripada K1/2/1 dan K1/2/2 (Tabel 2; Lampiran 7 dan 8). Secara umum, ukuran
akar padi transgenik K1/2/1 dan K1/2/2 tidak berbeda dibandingkan dengan
Kasalath non-transgenik.
10

Tabel 2 Pertumbuhan akar padi 14 HSP pada media pH 5.8 dan pH 4

PAU PAA PAL PAT DAUA LPAUA


Genotipe JAA
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm2)
Media pH 5.8
Non-
11.88a 63.57b 1.22ab 76.67b 13.78 0.03 0.55
transgenik
K1/2/1 11.19b 71.24a 1.09b 83.51a 14.44 0.03 0.52
K1/2/2 11.87a 63.73b 1.28a 76.88b 14.16 0.03 0.52
Media pH 4
Non-
11.38 61.97 0.87a 74.22 13.84 0.03 0.49
transgenik
K1/2/1 10.94 63.01 0.77ab 74.71 13.70 0.03 0.49
K1/2/2 10.95 61.36 0.74b 73.05 13.39 0.03 0.47
Keterangan: angka pada kolom yang sama dan pada media yang sama, yang diikuti
oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5%

Pengaruh cekaman pH 4 terhadap pertumbuhan tanaman ditentukan


berdasarkan pertumbuhan akar relatif atau RRG yaitu perbandingan pertumbuhan
akar tanaman di media pH 4 dan akar tanaman di pH 5.8 sebagai kontrol. RRG yang
tinggi menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman tidak terganggu oleh cekaman.
Sebaliknya, pertumbuhan tanaman yang terganggu oleh cekaman ditandai dengan
RRG yang rendah. RRG pada cekaman pH rendah antar genotipe relatif sama dan
mempunyai nilai yang relatif tinggi, yaitu antara 88-98 % (Tabel 3) atau mengalami
penghambatan pertumbuhan sebesar 2-12 %. Morfologi akar dari padi yang
ditanam di pH 4 dan di pH 5.8 dari ketiga genotipe juga relatif sama (Gambar 4).
Hal ini menunjukkan bahwa cekaman pH 4 tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan akar. Pengaruh pH 4 paling terlihat pada PAA dari K1/2/1, yang
mengalami penurunan 12 % dibandingkan dengan pH 5.8.

Tabel 3 Relative root growth padi 14 HSP pada media pH 4 terhadap pH 5.8

RRGpH
Genotipe
PAT (%) PAU (%) PAA (%)
NT 0.97 0.96 0.98
T1 0.90 0.98 0.88
T2 0.95 0.92 0.96

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 9), antar genotipe juga tidak terdapat
perbedaan RRG yang nyata, yang menunjukkan bahwa toleransi terhadap cekaman
pH 4 antar ketiga genotipe tidak berbeda. Hasil ini menunjukkan bahwa tanaman
padi Kasalath transgenik yang mengandung gen MmCu/Zn-SOD mempunyai
toleransi terhadap pH 4 sama dengan Kasalath non-transgenik yang berarti bahwa
gen MmCu/Zn-SOD tidak mampu meningkatkan toleransi tanaman terhadap
cekaman pH 4.
11

Respon pertumbuhan akar padi Kasalath non-transgenik dan transgenik relatif


sama pada kondisi pH 4. Ketiga genotipe tidak mengalami gangguan pertumbuhan
pada cekaman pH 4. Zhang et al. (2015) melaporkan bahwa jika dibandingan
dengan pH 5.5, cekaman pH 3.5 mereduksi panjang akar padi var. Yongyou 12 dan
Zhongzheyou 1, sedangkan perlakuan pH 4.5 tidak berpengaruh nyata. Kasalath
merupakan padi indica berasal dari wilayah Assam (India) yang toleran terhadap
kondisi defisiensi fosfor (Wissuwa et al. 1998). Hasil penelitian Tyagi et al. (2012)
mengungkapkan bahwa alel pada lokus Pup1 dari padi Kasalath menjadi markah
molekuler bagi 13 genotipe varietas padi yang adaptif pada tanah masam dan
defisiensi fosfor. Padi Kasalath baik non-transgenik ataupun transgenik tidak
mengalami cekaman pada kondisi pH 4 kemungkinan disebabkan oleh latar
belakang genetik padi Kasalath. Pengaruh cekaman pH rendah terhadap
pertumbuhan padi dengan latar belakang genetik varietas Kasalath dapat dilakukan
pada pH 3.5 seperti yang dilakukan oleh Zhang et al. (2015).

NT T1 T2

pH 5.8
NT T1 T2

pH 4
Gambar 4 Morfologi akar padi 14 HSP pada pH 5.8 dan pH 4. NT= non-
transgenik, T1= transgenik klon K1/2/1, T2= transgenik klon K1/2/2,
garis hitam = 2 cm.
Pertumbuhan tajuk ketiga genotipe padi tidak berbeda nyata pada media pH
4, hanya berbeda pada pH 5.8 untuk karakter panjang tajuk total (PTT) dan jumlah
daun (JD) (Tabel 4; Lampiran 5 dan 6). Morfologi tajuk ketiga genotipe tanaman
padi yang ditanam pada media pH 5.8 dan pH 4 juga relatif sama (Gambar 5). Hal
ini menunjukkan bahwa tajuk ketiga genotipe tanaman padi tidak terpengaruh oleh
perlakuan pH 4.
12

Tabel 4 Pertumbuhan tajuk padi 14 HSP pada media pH 5.8 dan pH 4

pH 5.8 pH 4
Genotipe
PTT (cm) TT (cm) JD PTT (cm) TT (cm) JD
NT 66.42a 35.11 4.00a 59.26 34.99 3.38
T1 63.45ab 35.23 4.00a 60.42 35.10 3.25
T2 62.32b 34.73 3.58b 59.48 35.51 3.25
Keterangan: angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
adalah tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%

NT T1 T2

pH 5.8
NT T1 T2

pH 4
Gambar 5 Morfologi tajuk padi 14 HSP pada pH 5.8 dan pH 4. NT= non-
transgenik, T1= transgenik klon K1/2/1, T2= transgenik klon K1/2/2,
garis putih = 2 cm.

Analisis Toleransi Padi terhadap Cekaman Aluminium

Pertumbuhan akar antar genotipe Kasalath, K1/2/1 dan K1/2/2 secara umum
tidak berbeda nyata baik pada pH 4 maupun pH 4+Al, kecuali PAL (Tabel 5;
Lampiran 6 dan 10). Morfologi akar antar ketiga genotipe pada perlakuan yang
sama juga tidak berbeda (Gambar 6). Hal ini menunjukkan bahwa tanaman padi
13

transgenik yang mengandung gen MmCu/Zn-SOD mempunyai pertumbuhan akar


yang relatif sama dengan tanaman non-transgenik baik pada pH 4 maupun pH 4+Al.
Secara morfologi akar padi ketiga genotipe pada media pH 4+Al lebih pendek
dibandingkan dengan media pH 4 (Gambar 6) seperti yang diamati oleh Siska et al.
(2017).

Tabel 5 Pertumbuhan akar padi 14 HSP pada media pH 4 dan pH 4+Al

PAU PAA PAL PAT DAUA LPAUA


Genotipe JAA
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm2)
Media pH 4
NT 11.38 61.97 0.87a 74.22 13.84 0.03 0.49
T1 10.94 63.01 0.77ab 74.71 13.70 0.03 0.49
T2 10.95 61.36 0.74b 73.05 13.39 0.03 0.47
Media pH 4+Al
NT 2.61 24.71 0.26a 27.58 13.43 0.04 0.28
T1 2.49 25.20 0.21b 27.89 13.56 0.04 0.27
T2 2.74 23.62 0.21b 26.57 13.24 0.04 0.29
Keterangan: angka pada kolom yang sama dan pada media yang sama, yang diikuti
oleh huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada taraf
signifikansi 5%

Toleransi tanaman terhadap cekaman Al dianalisis dengan menumbuhkan


ketiga genotipe di media pH 4+Al dan media pH 4 sebagai kontrol. pH 4 digunakan
sebagai kontrol karena Al hanya bisa larut pada pH rendah (< 5), sehingga Al bisa
diserap oleh akar tanaman. Ketiga genotipe padi memiliki nilai RRG yang rendah
yaitu berkisar 23-41 % (Tabel 6) yang berarti bahwa pertumbuhan akar ketiga
genotipe padi yang mendapat cekaman Al turun 59-77 %. Penurunan yang sangat
besar ini menunjukkan bahwa ketiga genotipe padi sensitif terhadap cekaman 300
µl Al. Siska et al. (2017) melaporkan bahwa cekaman Al mereduksi panjang akar
utama, panjang dan jumlah akar lateral dan akar adventif padi var. IR64 dan Hawara
Bunar. Respon tanaman pada cekaman aluminium ialah akar menjadi pendek, rigid,
dan tebal (Delhaize dan Ryan 1995).
14

NT T1 T2

pH 4
NT T1 T2

pH 4+Al
Gambar 6 Morfologi akar padi 14 HSP pada pH 4 dan pH 4+Al. NT= non-
transgenik, T1= transgenik klon K1/2/1, T2= transgenik klon K1/2/2,
garis hitam = 2 cm.
RRG antar ketiga genotipe tidak berbeda nyata (Tabel 6; Lampiran 11) yang
menunjukkan bahwa ketiga genotipe mempunyai sensitivitas yang sama terhadap
cekaman 300 µl Al. Hasil ini selaras dengan Famoso et al. (2010) yang
mendapatkan RRG akar total padi var. Kasalath sebesar 25 % akibat perlakuan 540
µM AlCl3. Kasalath juga digunakan sebagai kontrol sensitif Al dalam analisis
quantitative trait loci (QTL) (Ma et al. 2002). Hasil ini menunjukkan bahwa gen
MmCu/Zn-SOD di dalam tanaman transgenik tidak mampu meningkatkan toleransi
padi Kasalath terhadap cekaman Al.

Tabel 6 Relative root growth padi 14 HSP pada media pH 4+Al terhadap pH 4

RRGAl
Genotipe
PAT PAU (%) PAA (%)
NT 0.37 0.23 0.40
T1 0.38 0.23 0.41
T2 0.36 0.25 0.39

Pada media pH 4+Al, tinggi tajuk tanaman padi transgenik lebih rendah
daripada non-transgenik sedangkan jumlah daunnya sama (Tabel 7; Lampiran 12).
Secara morfologi ketiga genotipe tidak berbeda, semuanya mempunyai bentuk dan
15

warna daun yang sama (Gambar 7). Walaupun tidak berdasarkan pertumbuhan
relatif tajuk, perlakuan Al tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tajuk tanaman
ketiga genotipe. Hasil ini juga menunjukkan bahwa MmCu/Zn-SOD yang
terintegrasi di dalam tanaman padi Kasalath transgenik tidak meningkatkan
toleransi terhadap cekaman Al.

Tabel 7 Pertumbuhan tajuk tanaman padi 14 HSP pada media pH 4 dan pH 4+Al

pH 4 pH 4+Al
Genotipe
PTT (cm) TT (cm) JD PTT (cm) TT (cm) JD
NT 59.26 34.99 3.38 57.62a 35.44a 3.32
T1 60.42 35.10 3.25 55.65b 32.88b 3.19
T2 59.48 35.51 3.25 53.72c 32.94b 3.19
Keterangan: angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
adalah tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gen MmCu/Zn-SOD yang


terintegrasi di dalam tanaman padi Kasalath transgenik K1/2/1 dan K1/2/2 tidak
berpengaruh terhadap toleransi tanaman padi baik terhadap cekaman pH 4 maupun
terhadap cekaman 300 µM Al. Hasil ini berbeda dengan Damayanti et al. (2017)
yang mendapatkan bahwa tanaman tebu transgenik yang mengandung MmCu/Zn-
SOD yang ditanam di tanah podsolik merah kuning dari Jasinga yang mempunyai
pH 3.7 lebih toleran daripada tebu non-transgenik. Tidak adanya perbedaan
pertumbuhan antara padi Kasalath transgenik yang mengandung gen MmCu/Zn-
SOD dan Kasalath non-transgenik kemungkinan disebabkan oleh cekaman pH yang
kurang rendah seperti yang dilakukan oleh Zhang et al. (2015) dan Damayanti et
al. (2017) yang secara berurutan menggunakan pH 3.5 dan pH 3.7.
Ekspresi Cu/Zn-SOD yang berlebih terbukti meningkatkan toleransi tanaman
terhadap beberapa cekaman abiotik. Ekspresi berlebih Cu/Zn-SOD meningkatkan
toleransi Hordeum vulgare terhadap cekaman kekeringan, dingin, panas, dan
cekaman oksidatif yang ditimbulkan oleh H2O2 dan metil viologen (Abu-Romman
dan Shatnawi 2011), toleransi padi terhadap cekaman salinitas (Guan et al. 2017)
dan toleransi Arabidopsis thaliana terhadap toksisitas logam berat Cd (Li et al.
2017). Cekaman Al pada pH di bawah 5 pada padi menyebabkan peningkatan
aktivitas enzim SOD (Meriga et al. 2010) yang menunjukkan bahwa Al
menginduksi ekspresi gen SOD. Namun, Zhang et al. (2015) menunjukkan bahwa
ekspresi gen OsCu/Zn SOD1 dan OsCu/Zn SOD2 di dalam tanaman padi menurun
pada pH 3.5 sehingga aktivitas SOD juga menurun. Jadi, yang menyebabkan tidak
adanya perbedaan toleransi terhadap pH 4 atau Al dari tanaman padi Kasalath
transgenik K1/2/1 dan K1/2/2 yang mengandung MmCu/Zn-SOD dengan tanaman
padi Kasalath non-transgenik kemungkinan besar disebabkan oleh tidak
diekspresikannya gen MmCu/Zn-SOD. Untuk mengetahui pengaruh gen MmCu/Zn-
SOD di tanaman padi Kasalath transgenik ini, maka analisis ekspresi gen
MmCu/Zn-SOD dan analisis aktivitas enzim SOD perlu dilakukan.
16

NT T1 T2

pH 4
NT T1 T2

pH 4+Al
Gambar 7 Morfologi tajuk padi 14 HSP pada pH 4 dan pH 4+Al. NT= non-
transgenik, T1= transgenik klon K1/2/1, T2= transgenik klon K1/2/2,
garis putih = 2 cm.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Gen MmCu/Zn-SOD stabil terintegrasi di dalam genom padi var. Kasalath


transgenik klon K1/2/1 dan K1/2/2 hingga generasi T6. Padi var. Kasalath
transgenik memiliki pertumbuhan yang tidak berbeda dibandingkan dengan non-
transgeniknya pada cekaman pH 4 dan cekaman aluminium 300 M. Gen
MmCu/Zn-SOD yang terintegrasi di dalam tanaman Kasalath transgenik tidak
terbukti meningkatkan toleransi terhadap cekaman pH 4 dan aluminium.
17

Saran

Uji aktivitas enzim SOD pada padi var. Kasalath transgenik klon K1/2/1 dan
K1/2/2 generasi T6 perlu dilakukan. Selain aktivitas enzim, analisis ekspresi gen
MmCu/Zn-SOD juga perlu dilakukan untuk membedakan padi var. Kasalath
transgenik dan non-transgenik serta meniadakan pengaruh dari SOD endogen.
Tingkat keasaman pada pH 3.5 perlu digunakan untuk menguji toleransi padi var.
Kasalath transgenik yang mengandung gen MmCu/Zn-SOD terhadap cekaman pH
rendah dan aluminium.

DAFTAR PUSTAKA

Aboul-Maaty NA, Oraby HA. 2019. Extraction of high-quality genomic DNA from
different plant orders applying a modified CTAB-based method. Bull Natl
Res Cent. 43 (25).doi:10.1186/s42269-019-0066-1.
Abu-Romman S, Shatnawi MM. 2011. Isolation and expression analysis of
chloroplastic copper/zinc superoxide dismutase gene in barley. S Afr J Bot.
77 (2): 328-334.
Alscher RG, Erturk N, Heath LS. 2002. Role of superoxide dismutases (SODs) in
controlling oxidative stress in plants. J Exp Bot. 53 (372): 1331–
1341.doi:10.1093/jexbot/53.372.1331.
Andalusia GG. 2017. Analisis tanaman padi kultivar Kasalath transgenik generasi
T4 yang mengandung gen MmCu/Zn-SOD penyandi superoksida dismutase
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bojórquez-Quintal E, Escalante-Magaña C, Echevarría-Machado I and Martínez-
Estévez M. 2017. Aluminum, a friend or foe of higher plants in acid soils.
Front Plant Sci. 8:1767.doi:10.3389/fpls.2017.01767.
Charlesworth B. 1992. Evolutionary rates in partially self-fertilizing species. Am
Nat. 140 (1):126–148.doi:10.1086/285406.
Clark RT, MacCurdy RB, Jung JK, Shaff JE, McCouch SR, Aneshansley DJ,
Kochian LV. 2011. Three-dimensional root phenotyping with a novel
imaging and software platform. Plant Physiol. 156: 455–
465.doi:/10.1104/pp.110.169102.
Damayanti F, Suharsono, Tjahjoleksono A, Mariska I. 2017. Agrobacterium
tumefaciens- mediated transformation of MmCu/Zn-SOD gene to sugarcane
(Saccharum officinarum cv PS 864) for acidic soil stress tolerance. Int J Agric
Biol. 19: 1489-1496.
Delhaize E, Ryan PR. 1995. Aluminum toxicity and tolerance in plants. Plant
Physiol. 107: 315-321.doi:10.1104/pp.107.2.315.
Demidchik V. 2014. Mechanisms of oxidative stress in plants: From classical
chemistry to cell biology. Environ Exp Bot. 109: 212–228.
Eckardt NA. 2000. Sequencing the rice genome. Plant Cell. 12(11): 2011–
2017.doi:10.1105/tpc.12.11.2011.
Eka A. 2020. Introgresi gen LYZ-C dari padi japonica transgenik KinLys 1/3/23 ke
dalam padi indica kultivar Ciherang [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
18

Famoso A, Clark R, Shaff J, Craft E, McCouch S. 2010. Development of a novel


aluminum tolerance phenotyping platform used for comparisons of cereal
aluminum tolerance and investigations into rice aluminum tolerance
mechanisms. Plant Physiol. 153: 1678.
Frey B. 1998. Amplification of genomic DNA by PCR. Methods Mol Med. 13:143‐
156. doi:10.1385/0-89603-485-2:143.
Guan Q, Liao X, He M, Li X, Wang Z, Ma H, Yu S, Liu S. 2017. Tolerance analysis
of chloroplast OsCu/Zn-SOD overexpressing rice under NaCl and NaHCO3
stress. PLoS ONE. 12 (10): e0186052.
doi.org/10.1371/journal.pone.0186052.
Hannum S. 2012. Isolasi, pengklonan, dan analisis ekspresi gen penyandi
Copper/Zinc Superoxide Dismutase (CuZn-SOD) dari Melastoma
malabathricum L. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hidayatun N, Diaz MGQ, Ismail AM. 2017. Exploring aluminum tolerance at
seedling stage in rice (Oryza sativa, Linn) by using modified Magnavaca
nutrient solution. Bul Plas Nutf. 23(2):81–90.
Jain M, Nijhawan A, Tyagi AK, Khurana JP. 2006. Validation of house keeping
genes as internal control for studying gene expression in rice by quantitative
real-time PCR. Biochem Biophys Res Commun. 345 (2): 646-
651.doi:10.1016/j.bbrc.2006.04.140.
Kochian LV, Hoekenga OA, Piñeros MA. 2004. How do crop plants tolerant acid
soils? mechanisms of aluminum toxicity and phosphorus efficiency. Annu
Rev Plant Biol. 55:459-93.
Li Z, Han X, Song X, Zhang Y, Jiang J, Han Q, Liu M, Qiao G, Zhuo R. 2017.
Overexpressing the Sedum alfredii Cu/Zn superoxide dismutase increased
resistance to oxidative stress in transgenic Arabidopsis. Front Plant Sci.
8:1010. DOI: 10.3389/fpls.2017.01010.
Lobet G, Pagès L, Draye X. 2011. A novel image-analysis toolbox enabling
quantitative analysis of root system architecture. Plant Physiol. 157 (1): 29–
39. doi:10.1104/pp.111.179895.
Low LY, Yang SK, Kok DXA, Ong-Abdullah J, Tan NP, Lai KS. 2018. Transgenic
plants: gene constructs, vector and transformation method. Di dalam Çelik Ö,
editor. New Visions in Plant Science. London (GB): IntechOpen.
doi:10.5772/intechopen.79369.
Ma JF, Shen R, Zhao Z, Wissuwa M, Takeuchi Y, Ebitani T, Yano M. 2002.
Response of rice to Al stress and identification of quantitative trait loci for Al
tolerance. Plant Cell Physiol. 43(6):652-659.
Matsui T, Kagata H. 2003. Characteristic of floral organs related to reliable self-
pollination in rice (Oryza sativa L.). Ann Bot. 91: 473-477.
doi:10.1093/aob/mcg045.
Meriga B, Reddy BK, Rao KR, Kishor PBK. 2003. Aluminum induced production
of oxygen radicals, lipid peroxidation, and DNA damage in seedling of rice
(Oryza sativa). Plant Physiol. 161:63-68.
Meriga B, Attitalla IH, Ramgopal M, Ediga A, Kavikishor PB. 2010. Differential
tolerance to aluminium toxicity in rice cultivars: involvement of antioxidative
enzymes and possible role of aluminium resistant locus. Acad J Plant Sci. 3
(2): 53-63.
19

Prado JR, Segers G, Voelker T, Carson D, Dobert R, Phillips J, Cook K, Cornejo


C, Monken J, Grapes L, et al. 2014. Genetically engineered crops: from idea
to product. Annu Rev Plant Biol. 65:769-790.
Riana E. 2015. Transformasi genetic padi indica (Oryza sativa L. Subsp. Indica) cv.
Kasalath dengan gen MmCu/Zn-SOD penyandi superoksida dismutase [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sanger F, Coulson AR, Hong GF, Hill DF, Petersen GB. 1982. Nucleotide sequence
of bacteriophage lambda DNA. J Mol Biol. 162:729-773.
Singh S, Tripathi DK, Singha S, Sharmac S, Dubeyb NK, Chauhana DK, Vaculíke
M. 2017. Review: Toxicity of aluminium on various levels of plant cells and
organism. Environ Exp Bot. 137: 177-193.
doi:10.1016/j.envexpbot.2017.01.005.
Siska DM, Hamim, Miftahudin. 2017. Overexpression of B11 gene in transgenic
rice increased tolerance to aluminum stress. Hayati J Biosci. 24: 96-104.doi:
10.1016/j.hjb.2017.08.003.
Suharsono. 2002. Konstruksi pustaka genom kedelai kultivar Slamet. Hayati. 9 (3):
67-70.
Tyagi W, Rai M, Dohling A. 2012. Haplotype analysis for Pup1 locus in rice
genotypes of North Eastern and Eastern India to identify suitable donors
tolerant to low phosphorus. SABRAO J Breed Genet. 44 (2): 398-405.
Wang FZ, Wang QB, Kwon SY, Kwak SS, Su WA. 2005. Enhanced drought
tolerance of transgenic rice plants expressing a pea manganese superoxide
dismutase. J Plant Physiol. 162:465–472.
Watanabe T, Misawa S, Osaki M. 2005. Aluminum accumulation in the roots of
Melastoma malabathricum, an aluminum-accumulating plant. Can J Bot.
83:1518-1522.
Wilfinger WW, Mackey K, Chomczynski P. 1997. Effect of pH and ionic strength
on the spectrophotometric assessment of nucleic acid purity. Biotechniques.
22:474-481.
Wissuwa M, Yano M, Ae N. 1998. Mapping of QTLs for phosphorus deficiency
tolerance in rice (Oryza sativa L.). Theor Appl Genet. 97: 777–783.
doi:10.1007/s001220050955.
Zhang Y-K, Zhu D-F, Zhang Y-P, Chen H-Z, Xiang J, Lin X-Q. 2015. Low pH-
induced changes of antioxidant enzyme and ATPase activities in the roots of
rice (Oryza sativa L.) seedlings. PLoS ONE. 10(2): e0116971.
doi:10.1371/journal.pone.0116971.
20

LAMPIRAN

Lampiran 1 Komposisi larutan kultur hara Famoso et al. (2010) dengan modifikasi

Nama Larutan Senyawa Konsentrasi (M)

Larutan A KCl 0.001


Larutan B NH4NO3 0.0015
Larutan C CaCl2‧2H2O 0.001
Larutan D KH2PO4 0.000045
Larutan E MgCl2‧6H2O 0.000155
Mg(NO3)2‧6H2O 0.0005
Larutan F MgSO4‧7H2O 0.0002
ZnSO4‧7H2O 0.00000306
CuSO4‧5H2O 0.0000008
Larutan G MnCl2‧4H2O 0.0000118
H3BO3 0.000033
Na2MoO4‧2H2O 0.00000107
Larutan H FeEDTA 0.0000385
Larutan Al AlCl3‧6H2O 0.0003

Lampiran 2 Uji tantang padi terhadap cekaman pH 4 dan 300 mM Al


21

Lampiran 3 Jenis akar pada padi (Clark et al. 2011)

llr = large lateral root


(akar lateral)
slr = small lateral root
pr = primary root (akar utama)
ecr, pecr = early/post-early crown
root (akar adventif)
22

Lampiran 4 Pengukuran tajuk dan akar menggunakan software ImageJ dan


plugin SmartRoot (Lobet et al. 2011)

Pengambilan foto tajuk dan akar setelah 14 hari perlakuan

Pengukuran akar menggunakan plugin SmartRoot dalam ImageJ berdasarkan foto


23

Lampiran 5 Hasil analisis ragam terhadap pertumbuhan akar dan tajuk pada media
pH 5.8

Perlakuan Media (faktor tetap) Karakter morfologi P-value


PAT* 0.00326
PAU* 0.03285
PAA* 0.00088
PAL* 0.02547
Genotipe padi JAA 0.38041
pH 5.8
Kasalath LPAUA 0.25688
DAUA 0.81908
PTT* 0.03995
TT 0.83082
JD* 0.00051
Keterangan: analisis ragam pada taraf signifikansi 5%, *berbeda nyata antar
genotipe

Lampiran 6 Hasil analisis ragam terhadap pertumbuhan akar dan tajuk pada
media pH 4

Perlakuan Media (faktor tetap) Karakter morfologi P-value


PAT 0.86403
PAU 0.37136
PAA 0.86063
PAL* 0.03886
Genotipe padi JAA 0.58143
pH 4
Kasalath LPAUA 0.52769
DAUA 0.17548
PTT 0.68676
TT 0.73668
JD 0.66486
Keterangan: analisis ragam pada taraf signifikansi 5%, *berbeda nyata antar
genotipe
24

Lampiran 7 Uji lanjut DMRT pertumbuhan akar dan tajuk pada media pH 5.8

Media (faktor tetap) Karakter DMRT (α = 5%)


Genotipe N Subset
1 2
Nt 15 76.6733
pH 5.8 PAT
T2 15 76.8775
T1 15 83.5126
Sig. 0.924 1
Genotipe N Subset
1 2
pH 5.8 PAU T1 15 11.1865
T2 15 11.8747
Nt 15 11.8811
Sig. 1 0.983
Genotipe N Subset
1 2
Nt 15 63.5696
pH 5.8 PAA
T2 15 63.7275
T1 15 71.2407
Sig. 0.941 1
Genotipe N Subset
1 2
pH 5.8 PAL T1 15 1.0854
Nt 15 1.2226 1.2226
T2 15 1.2753
Sig. 0.054 0.451
Genotipe N Subset
1 2
pH 5.8 PTT T2 15 62.3253
T1 15 63.452 63.452
Nt 15 66.4233
Sig. 0.486 0.071
Genotipe N Subset
1 2
T2 15 1.8928
pH 5.8 JD
Nt 15 2
T1 15 2
Sig. 1 1
25

Lampiran 8 Uji lanjut DMRT PAL pada media pH 4

Media (faktor tetap) Karakter DMRT (α = 5%)


Genotipe N Subset
1 2
T2 15 0.7376
pH 4 PAL
T1 15 0.7664 0.7664
Nt 15 0.8686
Sig. 0.628 0.09

Lampiran 9 Hasil analisis ragam relative root growth cekaman pH rendah

Perlakuan Media (faktor tetap) Karakter P-value


PAT 0.444894
Genotipe padi
pH 4:pH 5.8 PAU 0.420554
Kasalath
PAA 0.363487
Keterangan: analisis ragam pada taraf signifikansi 5%

Lampiran 10 Hasil analisis ragam terhadap pertumbuhan akar dan tajuk pada
media pH 4+Al

Perlakuan Media (faktor tetap) Karakter morfologi P-value


PAT 0.47202
PAU 0.19516
PAA 0.33896
PAL* 0.05051
Genotipe padi JAA 0.80254
pH4+Al
Kasalath LPAUA 0.15287
DAUA 0.49245
PTT* 7.1E-07
TT* 5.9E-05
JD 0.62805
Keterangan: analisis ragam pada taraf signifikansi 5%, *berbeda nyata antar
genotipe
26

Lampiran 11 Hasil analisis ragam relative root growth cekaman aluminium

Perlakuan Media (faktor tetap) Karakter P-value


PAT 0.932102
Genotipe padi
pH 4+Al:pH 4 PAU 0.692063
Kasalath
PAA 0.88891
Keterangan: analisis ragam pada taraf signifikansi 5%

Lampiran 12 Uji lanjut DMRT karakter morfologi pada media pH 4+Al

Media (faktor tetap) Karakter DMRT (α = 5%)


Genotipe N Subset
1 2
T1 15 0.2056
pH 4+Al PAL
T2 15 0.2073
Nt 15 0.2561
Sig. 0.941 1
Genotipe N Subset
1 2 3
T2 15 1.7298
pH 4+Al PTT
T1 15 1.7453
Nt 15 1.7605
Sig. 1 1 1
Genotipe N Subset
1 2
T1 15 32.8794
pH 4+Al TT
T2 15 32.9427
Nt 15 35.4389
Sig. 0.914 1

Anda mungkin juga menyukai