Anda di halaman 1dari 4

Nature of Jurisprudence

Jurisprudence berkaitan dengan ideologi para ahli hukum yang


mengemukakannya sebab memiliki gagasan mengenai materi pelajaran dan batas
yang tepat dari Jurisprudence. Bila dilihat dari eksistensinya ada perdebatan apakah
jurisprudence masuk ke dalam kategori ilmu pengetahuan sosial atau bukan. Menurut
Austin dan Bentham jurisprudence merupakan ilmu pengetahuan sosial.
Pembahasan utama dari nature of jurisprudence yaitu ilmu hukum dimana
memiliki karakteristik yang normatif, berarti hukum itu bukan kumpulan pernyataan
mengenai fakta, tetapi merupakan kumpulan norma atau peraturan yang mengatur
mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Jurisprudence melibatkan studi teoritis dan pertanyaan umum tentang sifat
hukum dan sistem hukum, tentang hubungan hukum dengan keadilan dan moralitas
dan tentang sifat sosial hukum. Diskusi yang tepat dari pertanyaan seperti ini
melibatkan pemahaman dan penggunaan teori-teori filosofis dan sosiologis dan
temuan dalam aplikasi mereka dengan hukum. Sebuah studi ilmu hukum
(jurisprudence) harus mendorong siswa untuk mempertanyakan asumsi dan
mengembangkan pemahaman yang lebih luas tentang sifat dan bekerjanya hukum.
Seperti yang telah dikemukakan di atas pembahasan jurisprudence juga
merupakan ilmu pengetahuan. Namun bagaimana hukum dapat dikatakan sebagai
ilmu pengetahuan? Dapatkah metodologinya dibandingkan dengan natural science?
Dan apakah pengetahuan tersebut bersifat objektif atau bergantung terhadap nilai-nilai
yang ada dan keberpihakan? John Stuart Mill menjawab hal ini atas pandangannya
dalam A System of Logic. Mill beranggapan bahwa ada unsur ilmiah dalam hukum
masyarakat, bahwa hukum casual diatur manusia dalam masyarakat serta ilmu
pengetahuan fisik.
Perbedaan antara hukum sebagai ilmu pengetahuan dan science terletak pada
sifat science yang empiris dan absolut, tetapi hal ini telah ditolak dan dianggap tidak
sepenuhnya benar. Alasan akan pernyataan ini adalah sebagai berikut:
1. ilmu pengetahuan alam sifatnya tidak mekanistik;
2. ada alasan ilmiah untuk percaya bahwa dalam untuk percaya bahwa dalam
setiap peristiwa tetap ada unsur ketidakpastian atau kesempatan bahwa dunia

Hari Benarto Sinaga/1206221115


fisik tidak dapat menjelaskan hanya dalam jangka hukum deterministik
diprediksi;
3. verifikasi tidak selalu atau tidak selalu mungkin;
ketiga hal tersebut artinya science tidak pula bebas dari nilai atau pandangan moral
dan tetap terpengaruh nilai-nilai tertentu. Meskipun science tidak terbebas dari nilai-
nilai tertentu sebagaimana hukum, namun apa yang dipelajari oleh hukum bukanlah
sebagaimana natural science. Metode yang digunakan dalam natural science meskipun
dapat diterapkan pada disiplin hukum, namun sulit untuk dilakukan karena hukum
memiliki metodenya sendiri yang berbeda dengan natural science.
Ketika hukum ditekankan sebagai ilmu, hal tersebut dapat menyebabkan
pengabaian atau bahkan penolakan aspek penting dari konsep hukum, khususnya bila
hukum dipandang sebagai studi pola faktual perilaku. Sebenarnya hukum tidak
dengan sendirinya merupakan pola faktual perilaku, mereka adalah aturan atau norma,
yang menyarankan sederet peraturan dan sanksi. Aturan tersebut hanya menyatakan
apa yang harus atau seharusnya terjadi. Sanksi tidak terhubung dalam arti empiris
dengan aturan atau pelanggaran, tetapi sebagai konsekuensi dari ketidakpatuhan.
Inilah perbedaan yang dinyatakan oleh Kant antara sein (yang terjadi) dan sollen
(yang seharusnya terjadi). Sollen atau ought mewakili cara berfikir normatif, Sein
atau Is mewakili cara berfikir yang empiris.
Dalam mempelajari jurisprudence sendiri perlu dipelajari terkait dengan dua
hal,yaitu:
1. jurisprudence sebagai ilmu yang mempelajari prinsip hukum yang berlaku
dalam berbagai sistem hukum yang ada, atau disebut dengan general
jurisprudence or general principles of positive law. Dijelaskan bahwa
dalam berbagai sistem hukum yang berbeda, pada dasarnya terdapat
persamaan yang mendasar.
2. jurisprudence sebagai ilmu yang mempelajari prinsip hukum pada sistem
hukum tertentu atau particural jurisprudence.
Berdasarkan jabaran di atas, tidak ada penjelasan yang baku mengenai
pengertian dari jurisprudence. Namun dapat dilihat lingkup pembahasannya
bahwasannya jurisprudence merupakan disiplin hukum yang erat kaitannya dengan
ideologi, dan ideologi sendiri bersifat subjektif. Dalam disiplin ilmu hukum dapat
dipelajari bagaimana setiap pemikir menulis pemikirannya tentang dunia yang ideal
atau tentang bagaimana dunia kehidupan itu seharusnya berjalan. Jurisprudence

Hari Benarto Sinaga/1206221115


sendiri menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam kehidupan, mengenai
bagaimana masyarakat seharusnya bertindak atau bersikap terhadap permasalahan
tersebut.
Beberapa pendapat dari para ahli mengenai teori filsafat hukum, yaitu:
John Austin
Bagi Austin Hukum adalah perintah dari penguasa. Hakikat hukum itu sendiri
menurutnya terletak pada unsur perintah. Hukum dipandang sebagai suatu system
yang tetap, logis, dan tertutup. Austin mengatakan bahwa peraturan tidak keluar dari
filsafat sedangkan peraturan dari para penguasa adalah termasuk hukum, jadi
termasuk sains, dan Austin dalam bukunya yang berjudul Lectures on Jurisprudence
menyebut juga filsafat positif.

W.L Twinning

Saya telah lama berkonsentrasi dalam lima fungsi teori hukum yaitu: fungsi
menyalurkan, teori yang tinggi, pembangunan teori kerja, dan teori dalam perintah
menengah, dan fungsi yang membentuk suatu kelompok. Dalam memilih lima
pekerjaan dalam ilmu hukum tersebut saya tidak mengharapkan untuk menerapkan
hanya satu dari pekerjaan tersebut.
J. Shklar (Legalism)
Dalam karyanya yang berjudul legalism menjelaskan mengenai legalitas
merupakan sifat yang etis dan mempertahankan moral untuk bertingkah laku yang
sesuai dengan hukum yang berlaku dan hunungan secara moral terdiri dari tugas dan
hak yang telah ditegaskan dalam hukum.
K. Popper (The Poverty of Historicism)
Apa yang penting untuk dinyatakan adalah bahwa ilmu pengetahuan selalu
memperhatikan dengan penjelasan, prediksi, dan ujian, dan tata cara tes hipotesa
adalah selalu sama -Bersama-sama dengan pernyataan dimana untuk tujuan ini adalah
tidak dapat dipertimbangkan sebagai permasalahan-
T.S Kuhn (Ther Structure of Scientific Revolution)
Sejarah, jika dilihat kembali sebagai tempat penyerapan untuk anekdot atau
kronologis, bisa memproduksi sebuah bentuk dalam gambar pengetahuan dimana
dimiliki oleh kami semua. Gambar itu sebelumnya telah digambarkan, mungkin
dengan peneliti sendiri, digambar dari penelitian yang telah selesai dan mendapatkan
penghargaan sebagai rekaman di masa lampau.

Hari Benarto Sinaga/1206221115


T. Campbell (Five Theories of Human Society)
1. Kejelasan
Kejelasan adalah salah satu syarat dari teori social sejak apa yang tidak jelas bisa
menjadi sangat mengerti tidak layak untuk dinilai. Ini adalah syarat yang selalu hilang
dalam teori social ini dimana menggunakan istilah yang jarang dalam terminology
sepanjang hidup. Teori sosial yang berikutnya adalah diungkapkan lewat istilah
khusus dan syarat-syarat teknik.
2. Konsistensi
Jika kejelasan dibutuhkan untuk mendapatkan entri untuk menghentikan kemampuan
yang exis dari teori social, konsistensi dibutuhkan agar dapat berperan disini. Poin
yang menyeluruh dari pendekatan teoritis adalah untuk menghadirkan pandangan
bermasyarakat yang melekat satu sama lainnya. Ini artinya dalam tempat pertama,
pelekatan secara internal. Teori ini harus tidak berlawanan satu sama lainnya dengan
cara menegaskan atau menolak dalam satu tempat apa yang ditolak dan ditegaskan
dalam setelahnya.
3. Kecukupan dalam Empiris
Untuk positivis, kunci dari tes untuk teori adalah jangkauan dimana dikonfirmasi atau
mungkin, tidak palsu, tetapi penelitian yang berulang. Memang, tidak ada teori bisa
berdiri dimana didasarkan pada penegasan secara factual yang secara jelas adalah
salah. Dalam kesepakatan dengan teori yang umum tidak dapat dibuktikan oleh
banyak klaim yang factual mengandung di dalam aplikasi yang khusus mungkin tidak
begitu serius.
4. Kecukupan dalam eksplanatoris
Teori harus cocok diterapkan tidak hanya kepada fakta dari hidup kemasyarakatan,
mereka harus menjelaskan hal tersebut. Dari poin ini terdapat perputaran yang tak
terelakkan dalam penilaian teori social, untuk setiap teori menghimbau standar
dirinya dari apa yang membentuk penjelasan yang baik dan menggunakan pilihan dia
sendiri dari apa yang dipertimbangkan yang membutuhkan penjelasan.
5. Pemikiran yang Normatif
Setiap nilai atau norma yang dihadirkan atau didukung dalam teori manusia dalam
masyarakat mengangkat kebanyakan aspek subjektif dan dalam penyelesaiannya
penelitian dari penilaian isi dalam teori adalah materi untuk pertimbangan moral
pribadi dimana tidak bisa diuji kecuali atas referensi kepada standar moral diri sendiri.

Hari Benarto Sinaga/1206221115

Anda mungkin juga menyukai