Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS CERITA PENDEK

BAHASA INDONESIA

Oleh :

Nama : INDRA SETIAWAN

Kelas : XII TKJ 2

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

CABANG DINAS PENDIDIKAN WILAYAH XIII

SMK NEGERI 2 BANJAR

Jalan Raya Banjar - Ciamis, Cipadung, Purwaharja, Kota Banjar 46331

Telp/Fax. (0265) 744356 Website: www.smkn2banjar-jabar.sch.id

Email : smkn2banjar@yahoo.co.id
Selamat Jalan Ayah

Seorang gadis kecil yang tertidur pulas di kamar yang begitu luas untuk anak kecil
seukurannya. Sang mentari mulai tersenyum menyapa dunia pagi ini ditemani nyanyian
burung terbang kesana kemari. Sinar mentari menyelinap memasuki jendela kecil samping
tempat tidur. Udara dingin pun ikut menyerang masuk ke dalam tulang-tulung.

“Kiki…..bangun nak, sudah siang dan saatnya berangkat ke sekolah”, bisik Ibu ke
telinga Kiki.

Namun tidak ada balasan dari Kiki, tetapi ibu terus membangunkan Kiki dan
mengajaknya ke kamar mandi. Setelah mandi dan sarapan Kiki berangkat ke sekolah diantar
ayah dengan kijang. Sementara ibu tetap di rumah, memang dalam keluarga ini ayah sebagai
kepala keluarga sekaligus tulang punggung keluarga. Kiki adalah gadis kecil yang selalu
ceria, ramah dan tersenyum kepada siapapun yang ia temui.

Disuatu sore ditemani hujan rintik-rintik, Kiki sedang menunggu ayah pulang dari
kantor. Rasanya hari ini Kiki kangen dengan ayah. Sudah beberapa jam menunggu di teras
rumah, tapi beliau tak kunjung datang. “Tak seperti biasanya”, kata Ibu. Kecemasan juga
tampak di wajah Ibu, tetapi Ibu berusaha menyembunyikan kecemasannya.
Kringgggggg…….kringgggggg….kringgggggg bunyi telepon berdering memecah
keheningan kami. Diangkat oleh ibu telephone yang berdering. Setelah beberapa lama ibu
berbicara dengan orang yang menelepon tadi, raut pucat diwajah Ibu tampak semakin jelas.
Diberanikanlah Kiki untuk menanyakan apa yang terjadi sebenarnya. Tetapi Ibu tak
memnjawabnya, Ibu hanya diam membisu, Ibu hanya diam dan mematung, lalu Ibu
menitihkan air mata. Lama membisu Ibu menarik Kiki masuk ke dalam kamar dan membawa
beberapa peralatan yang sekiranya ia butuhkan. Sampai saat itu, Kiki bingung tentang apa
yang terjadi dan ia tetap memendamnya dalam hati.

Ibu menyuruh Kiki masuk ke dalam mobil, lalu mobil melaju ke depan meninggalkan
gerbang rumah. Mobil yang dikendarai Ibu berhenti di sebuah gedung yang memiliki
halaman luas, rame akan orang-orang, berdinding putih, bersih dan suci. Kiki masih belum
paham itu bangunan apa dan apa tujuan Ibu mengajaknya kemari. Ibu membawa Kiki keluar
dari mobil kemudian masuk ke dalam gedung tersebut dan kemudian bertemu dengan
beberapa temah ayah Kiki yang sudah terlebih dahulu datang. Ibu menitipkan Kiki kepada
Om Seno teman dekat sekaligus teman bisnis ayah, Ibu masuk ke dalam suatu ruangan yang
berada di pojok belakang bangunan tersebut.

“Om, Seno……Ayah kemana kok daritadi belum pulang? Om Seno tahu ayah Kiki
dimana?”, tanya Kiki dengan polos kepada Om Seno. Tampak wajah Om Seno menjadi lebih
pucat dari sebelumnya tadi, keraguan untuk menjawab pertanyaan Kiki tampak jelas
diwajahnya. Rasa bingung, gundah, galau, cemas dan ketakutan yang ada dibenak Om Seno.
Lama sunyi dan tak ada jawaban ketika malam beranjak semakin gelap dan kelam. Akhirnya
Om Seno buka suara, “Kiki…………”, kata pertama yang ia ucapkan. “Jadi Allah sangat
sayang sama Ayah Kiki, dan Ayah Kiki diajak pulang ke rumah Allah”, lanjut Om Seno.
Tampak kebingungan diwajah Kiki, Kiki tidak tahu apa maksud dari kata-kata yang
diucapkan Om Seno barusan. Suasana menjadi hening kembali, Kiki masih tampak
memikirkan apa yang barusan dikatakan Om Seno. Hingga malam semakin larut, hingga
hujan turun semakin deras, hingga tak ada satupun orang yang tadi sibuk berkeliaran kesana
kemari.

Pagi harinya di rumah Kiki tak seperti biasanya, banyak tamu berdatangan baik
keluarga, tetangga, teman, hingga teman kerja ayah di kantor. Kiki belum paham juga apa
yang terjadi, masih mencari keberadaan dimana Ayahnya. Dan sampai saat ia menemukan
Ibunya berada di ruang tengah rumah bersama Ayah. Namun Ayah dalam kondisi berbeda, ia
tidur, ia diam dan ia terbungkus oleh kain putih yang menutupi seluruh tubuhnya. Tak lama
kelapa sekolah Kiki, wali kelas Kiki, guru-guru Kiki, dan teman-teman Kiki di sekolah
Taman Kanak-kanak Al-Hidayah datang ke rumah. “Bu guru….. kenapa semua datang ke
rumah Kiki? Dan kenapa semua terlihat sedih? Lalu kenapa Ayah Kiki tidur diruang tengah
dan dikelilingi orang banyak?”, tanya Kiki kepada Bu Hana sebagai wali kelas yang dekat
dengannya. “Kiki…….”, bu Hana mulai buka suara. “Sekarang Kiki hanya bersama Ibu Kiki,
karena Ayah Kiki sekarang pergi jauh ke rumah Allah. Jadi Kiki udah gak boleh sama Ayah
lagi, Kiki di dunia sama Ibu Kiki, sama bu guru, sama teman-teman Kiki. Tapi Ayah Kiki
sudah gak sama Kiki lagi”, jelas bu guru kepada Kiki. Mendengar cerita Bu Hana, Kiki
sedikit paham bahwa ia sudah tidak memiliki ayah. Didekatilah ayah yang berada ditengah
ruangan dan dikelilingi banyak orang.

Hari-hari berikutnya suasana rumah menjadi berbeda. Yang biasanya matahari pagi
terlalu cerah menjadi mendung, yang biasanya senyum ceria menjadi murung, yang biasanya
berangkat bersama ayah tidak terjadi lagi. Setiap pagi Ibu tetap menyiapkan sarapan untuk
Kiki dan bersiap dengan mengantar Kiki ke sekolah dengan kijang yang dahulu dipakai
Ayah. Diantarnya kiki sampai depan gerbang sekolah, lalu dikendarainya mobil menuju
kantor perusahaan milik ayah. Setiap saat Ibu selalu berpesan kepada Kiki untuk kembali ke
Kiki yang dulu, yang ceria, baik, ramah, suka tersenyum. “Kiki jangan terus-terusan bersedih,
ini sudah jalan yang ditakdirkan Allah kepada kita. Ayah sudah bahagia disana, kita berbuat
yang terbaik di dunia ini, biar nanti kita bisa bertemu ayah dalam keadaan yang bahagia di
akherat nanti”, itu kata-kata Ibu yang selalu ia katakan kepada Kiki. Hari berganti hari, bulan
berganti bulan dan tahun berganti tahun Kiki mulai menyadari hikmah dari semuanya. Kiki
kembali menjadi anak yang ceria, baik, ramah dan ditambah sifat mandiri tumbuh dalam
dirinya.
Unsur Intrinsik Cerpen

1. Tema : Keluarga.
2. Latar :
Tempat : Rumah Kiki, Sekolah Kiki, Rumah Sakit.
Suasana : Bahagia (Kiki adalah gadis kecil yang selalu ceria, ramah dan tersenyum kepada
siapapun yang ia temui), Haru (Kecemasan juga tampak di wajah Ibu, tetapi Ibu
berusaha menyembunyikan kecemasannya), Sedih (Tetapi Ibu tak
memnjawabnya, Ibu hanya diam membisu, Ibu hanya diam dan mematung, lalu
Ibu menitihkan air mata).
Waktu : Pagi (Sang mentari mulai tersenyum menyapa dunia pagi ini ditemani nyanyian
burung terbang kesana kemari), Sore (Disuatu sore ditemani hujan rintik-rintik,
Kiki sedang menunggu ayah pulang dari kantor).
3. Alur : Maju.
4. Tokoh : Kiki, Ibu Kiki (Protagonis), Om Seno dan Bu Hana (Tritagonis), Tidak ada tokoh
.antagonis alasannya ialah konflik yang terjadi ialah konflik batin tokoh utamanya.
5. Penokohan: Kiki (Ceria, Ramah, Mudah Tersenyum), Ibu Kiki (Penyayang, Baik), Om
Seno (Baik), Bu Hana (Baik).
6. Sudut pandang : Orang ke tiga tunggal.
7. Gaya Bahasa : Pengarang menyampaikaan ceritanya dengan bahasa yang praktis
dimengerti tanpa kiasan sehingga kisah praktis dimengerti.
8. Amanat : Jangan terlalu berlarut-larut dengan kesedihan, karena setiap yang bernyawa
pasti akan mengalami yang namanya kematian dan ini sudah jalan yang
ditakdirkan Tuhan kepada kita.

Unsur Ekstrinsik Cerpen

1. Nilai-nilai dalam cerita


Kekeluargaan : Saat tokoh Ibu membangunkan Kiki untuk berangkat ke sekolah.
Sosial : Saat banyak tamu berdatangan ke rumah Kiki.
Agama : Saat Kiki mulai menyadari hikmah dari semuanya.
Perjuangan : Saat Kiki kembali menjadi anak yang ceria, baik, ramah dan ditambah
sifat mandiri.
2. Latar belakang penulis
Penulis menjumpai beberapa fenomena di masyarakat terpisahkannya keluaraga karena
kematian. Fenomena ini banyak terjadi di masyarakat, oleh alasannya ialah itu penulis ingin
menginspirasi tiruana masyarakat khususnya yang mempunyai keadaan yang sama untuk
terus berjuang, mengikhlaskn segalanya, dan jangan terlalu berlarut-larut dengan kesedihan,
alasannya ialah karena setiap yang bernyawa pasti akan mengalami yang namanya kematian
dan ini sudah jalan yang ditakdirkan Tuhan kepada kita.
Majas yang terkandung dalam Cerpen

1. Majas Personifikasi
a. Sang mentari mulai tersenyum menyapa dunia pagi ini.
b. Ditemani nyanyian burung terbang kesana kemari.
c. Sinar mentari menyelinap memasuki jendela kecil samping tempat tidur.
d. Udara dingin pun ikut menyerang masuk ke dalam tulang-tulung.
e. Disuatu sore ditemani hujan rintik-rintik.
f. Kringgggggg…….kringgggggg….kringgggggg bunyi telepon berdering memecah
keheningan kami.
g. Lama sunyi dan tak ada jawaban ketika malam beranjak semakin gelap dan kelam.
2. Majas Metonimia
a. Setelah mandi dan sarapan Kiki berangkat ke sekolah diantar ayah dengan kijang.
b. Setiap pagi Ibu tetap menyiapkan sarapan untuk Kiki dan bersiap dengan mengantar
Kiki ke sekolah dengan kijang yang dahulu dipakai Ayah.
3. Majas Metafora
a. Sekaligus tulang punggung keluarga.
4. Majas Tautologi
a. Kiki adalah gadis kecil yang selalu ceria, ramah dan tersenyum kepada siapapun yang
ia temui.
b. Mobil yang dikendarai Ibu berhenti di sebuah gedung yang memiliki halaman luas,
rame akan orang-orang, berdinding putih, bersih dan suci.
c. Rasa bingung, gundah, galau, cemas dan ketakutan yang ada dibenak Om Seno.
5. Majas Repetisi
a. Tetapi Ibu tak memnjawabnya, Ibu hanya diam membisu, Ibu hanya diam dan
mematung, lalu Ibu menitihkan air mata.
b. Hingga malam semakin larut, hingga hujan turun semakin deras, hingga tak ada
satupun orang yang tadi sibuk berkeliaran kesana kemari.
c. Namun Ayah dalam kondisi berbeda, ia tidur, ia diam dan ia terbungkus.
d. Setiap saat Ibu selalu berpesan kepada Kiki untuk kembali ke Kiki yang dulu, yang
ceria, baik, ramah, suka tersenyum.
6. Majas Klimaks
a. Pagi harinya di rumah Kiki tak seperti biasanya, banyak tamu berdatangan baik
keluarga, tetangga, teman, hingga teman kerja ayah di kantor.
7. Majas Antiklimaks
a. Tak lama kelapa sekolah Kiki, wali kelas Kiki, guru-guru Kiki, dan teman-teman Kiki
di sekolah Taman Kanak-kanak Al-Hidayah datang ke rumah.
8. Majas Pararelisme
a. Yang biasanya matahari pagi terlalu cerah menjadi mendung, yang biasanya senyum
ceria menjadi murung, yang biasanya berangkat bersama ayah tidak terjadi lagi.

Anda mungkin juga menyukai