A. Latar Belakang
Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata padegogik yaitu ilmu menuntun
menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia.
Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni:
kepribadian sang anak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan
berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran,
pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan,
cara mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk
memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan
kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan
masyarakatnya. Dari pengertian-pengertian dan analisis yang ada maka bisa disimpulkan
bahwa pendidikan adalah upaya menuntun anak sejak lahir untuk mencapai kedewasaan
jasmani dan rohani, dalam interaksi alam beserta lingkungannya (Nurkholis, 2013).
Kimia adalah ilmu yang mencari jawaban atas apa, mengapa, dan bagaimana gejala-
gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika,
dan energitika zat. Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA/MA mempelajari segala
sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan
energitika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran. Ada dua hal yang berkaitan
dengan kimia yang tidak bisa dipisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia
yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) dan kimia sebagai proses yaitu
kerja ilmiah (E. Mulyasa, 2006: 132–133). Adapun menurut Keenan (1984: 2) ilmu kimia
kimia, kita mengenal susunan (komposisi) zat dan penggunaan bahan-bahan kimia, baik
alamiah maupun buatan, dan mengenal proses-proses penting pada makhluk hidup,
termasuk tubuh kita sendiri. Mata pelajaran kimia diklasifikasikan sebagai mata pelajaran
yang cukup sulit bagi sebagian siswa SMA/MA (Kasmadi dan Indraspuri, 2010: 574).
Kesulitan ilmu kimia ini terkait dengan ciri-ciri ilmu kimia 11 itu sendiri yang disebutkan
oleh Kean dan Middlecamp (1985: 5–9), yaitu sebagian besar ilmu kimia bersifat abstrak
sehingga diperlukan suatu media pembelajaran yang dapat lebih mengkonkritkan konsep-
konsep yang abstrak tersebut, ilmu kimia yang dipelajari merupakan penyederhanaan dari
ilmu yang sebenarnya, ilmu kimia berkembang dengan cepat, ilmu kimia tidak hanya
sekedar memecahkan soal-soal, dan beban materi yang harus dipelajari dalam
Maumere, diketahui bahwa kebanyakan siswa saat mengikuti pelajaran kimia kurang
kemampuan kreatif siswa pada pelajaran kimia tidak berkembang. Pembelajaran kimia
berpikir kreatif(Nahadi, Siswaningsih, & Maliga, 2015). Kemampuan berpikir kreatif itu
sangat penting yang mana kemampuan ini melatih siswa untuk menyelesaikan soal atau
masalah dengan berbagai macam cara atau solusi yang beragam dan membuat siswa lebih
satu pokok bahasan ilmu kimia yang diberikan dikelas X SMA. Materi ini membahas
tentang kekhaan atom karbon, tatanama senyawa alkana, alkena dan alkuna, isomer dan
sifat-sifat alkana, alkena dan alkuna. Selain itu materi hidrokarbon memerlukan
pemahaman dan banyak mengandung hafalan sehingga siswa menjadi kesulitan saat
belajar. Akan tetapi, ada cara yang dapat dilakukan guru supaya peserta didik aktif yaitu
Media pembelajaran tidak saja membantu guru dalam menyampaikan materi ajar,
tetapi juga memberi nilai tambah pada proses pembelajaran. Penggunaan media dalam
proses pembelajaran merupakan salah satu upaya menciptakan pembelajaran yang lebih
bermakna dan berkualitas(Purbasari, 2013). Salah satu media pembelajaran yang dapat
digunakan agar siswa aktif dan juga mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya
adalah media teka-teki silang (TTS) kimia. Media teka-teki silang (TTS) kimia
membuat siswa menjadi aktif dan mengasah otak siswa. Selain itu bentuk soal yang
disajikan pada teka-teki silang (TTS) kimia ini akan mengembangkan kemampuan kreatif
siswa, karena mereka dituntut untuk mengembangkan pikiran mereka agar bisa
menjawab pertanyaan dalam teka-teki silang. Dengan perkembangan teknologi sekarang
dan canggihnya teknologi yang digunakan TTS tidak saja dapat dibuat dalam bentuk
buku tetapi juga dapat dibuat dan digunakan melalui android, sehingga peserta didik
hanya perlu membawa android yang mereka miliki tanpa harus membawa buku kemana-
mana untuk mengisi TTS. TTS merupakan permainan bahasa dengan cara mengisi kotak-
kotak dengan huruf-huruf, sehingga membentuk kata yang dapat dibaca, baik secara
vertikal maupun horizontal. TTS ini dikembangkan dengan pertanyaan yang berisi
sebagai suatu bentuk pengetahuan asli dalam masyarakat yang berasal dari nilai luhur
budaya setempat untuk mengatur tatanan hidup masyarakat [1]. Kearifan lokal sebagai
cerminan dari hukum yang hidup dalam masyarakat sehingga perlu dilihat eksistensi
yuridis kearifan lokal dalam peraturan perundang-undangan No. 32 Tahun 2009 [2]
sebagai nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain
MAUMERE “.