Perencanaan Elemen Mesin Mesin Penggilin
Perencanaan Elemen Mesin Mesin Penggilin
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
DASAR TEORI
14 bulan.
Varietas yang diunggulkan saat ini adalah BL, yang mirip dengan varietas
POJ-2878. Kedua varietas ini tahan terhadap penyakit mosaic dan tahan blendok,
tetapi BL agak peka pohkabung dan serangan hama penggerek pucuk. Potensi
produktivitas varietas BL ini bias mencapai rata-rata 121,4 kuintal gula per hektar
dan hasil hablur tertinggi yang bisa dicapai adalah 169,2 kuintal per hektar.
Dengan varietas BL ini, potensi pada lahan sawah dengan ekologi
unggulan, produksi tebu rata-rata 1.504 kuintal per hektar (tertinggi 2.093
kuintal), rendemen rata-rata 8,07 persen (tertinggi 8,86 persen) dan produksi
hablur rata-rata 121,4 kuintal per hektar (tertinggi 169,2 kuintal).
Uji coba pada lahan tegal pun menunjukkan hasil tebu rata-rata 1.250
kuintal per hektar (tertinggi 2.112 kuintal), rendemen rata-rata 7,58 persen
(tertinggi 8,25 persen), dan hasil hablur rata-rata 97,3 kuintal per hektar (tertinggi
172,3 kuintal).
Bahkan pada pola keprasan,varietas BL juga menunjukkan hasil yang
cukup menjanjikan. Dari uji coba dihasilkan tebu rata-rata 1.222 kuintal per hektar
(tertinggi 2.012 kuintal), rendemen rata-rata 7,81 persen (tertinggi 8,74 persen),
dan hasil hablur rata-rata 94,5 kuintal per hektar (tertinggi 152,1 kuintal).
4. Kristalisasi
Nira kental dari sari stasiun penguapan ini diuapkan lagi dalam suatu pan
vakum, yaitu tempat dimana nira pekat hasil penguapan dipanaskan terus-menerus
sampai mencapai kondisi lewat jenuh, sehingga timbul kristal gula. Sistem yang
dipakai yaitu ABD, dimana gula A dan B sebagai produk, dan gula D dipakai
sebagai bibit (seed), serta sebagian lagi dilebur untuk dimasak kembali.
Pemanasan menggunakan uap dengan tekanan dibawah atmosfir dengan vakum
sebesar 65 cmHg, sehingga suhu didihnya 650C. Jadi kadar gula (sakarosa) tidak
rusak akibat terkena suhu yang tinggi. Hasil masakan merupakan campuran kristal
gula dan larutan (Stroop). Sebelum dipisahkan di putaran gula, lebih dulu
didinginkan pada palung pendinginan (kultrog).
energi listrik disebut generator atau dinamo. Motor listrik dapat ditemukan pada
peralatan rumah tangga seperti kipas angin, mesin cuci, pompa air dan penyedot
debu. Motor listrik yang umum digunakan di dunia Industri adalah motor listrik
asinkron, dengan dua standar global yakni IEC dan NEMA. Motor asinkron IEC
berbasis metrik (milimeter), sedangkan motor listrik NEMA berbasis imperial
(inch), dalam aplikasi ada satuan daya dalam horsepower (hp) maupun kiloWatt
(kW).
Motor listrik IEC dibagi menjadi beberapa kelas sesuai dengan efisiensi
yang dimilikinya, sebagai standar di EU, pembagian kelas ini menjadi EFF1,
EFF2 dan EFF3. EFF1 adalah motor listrik yang paling efisien, paling sedikit
memboroskan tenaga, sedangkan EFF3 sudah tidak boleh dipergunakan dalam
lingkungan EU, sebab memboroskan bahan bakar di pembangkit listrik dan secara
otomatis akan menimbulkan buangan karbon yang terbanyak, sehingga lebih
mencemari lingkungan.
Standar IEC yang berlaku adalah IEC 34-1, ini adalah sebuah standar yang
mengatur rotating equipment bertenaga listrik. Ada banyak pabrik elektrik motor,
tetapi hanya sebagian saja yang benar-benar mengikuti arahan IEC 34-1 dan juga
mengikuti arahan level efisiensi dari EU.
Banyak produsen elektrik motor yang tidak mengikuti standar IEC dan EU supaya
produknya menjadi murah dan lebih banyak terjual, banyak negara berkembang
manjdi pasar untuk produk ini, yang dalam jangka panjang memboroskan
keuangan pemakai, sebab tagihan listrik yang semakin tinggi setiap tahunnya.
Lembaga yang mengatur dan menjamin level efisiensi ini adalah CEMEP,
sebuah konsorsium di Eropa yang didirikan oleh pabrik-pabrik elektrik motor
yang ternama, dengan tujuan untuk menyelamatkan lingkungan dengan
mengurangi pencemaran karbon secara global, karena banyak daya diboroskan
dalam pemakaian beban listrik. Sebagai contoh, dalam sebuah industri rata-rata
konsumsi listrik untuk motor listrik adalah sekitar 65-70% dari total biaya listrik,
jadi memakai elektrik motor yang efisien akan mengurangi biaya overhead
produksi, sehingga menaikkan daya saing produk, apalagi dengan kenaikan tarif
listrik setiap tahun, maka pemakaian motor listrik EFF1 sudah waktunya menjadi
keharusan.
Pada motor listrik tenaga listrik diubah menjadi tenaga mekanik.
Perubahan ini dilakukan dengan mengubah tenaga listrik menjadi magnet yang
disebut sebagai elektro magnet. Sebagaimana kita ketahui bahwa : kutub-kutub
dari magnet yang senama akan tolak-menolak dan kutub-kutub tidak senama,
tarik-menarik. Maka kita dapat memperoleh gerakan jika kita menempatkan
sebuah magnet pada sebuah poros yang dapat berputar, dan magnet yang lain pada
suatu kedudukan yang tetap.
2.3 Gear / Roda Gigi dan Spur Gear / Roda Gigi Lurus
Roda gigi adalah bagian dari mesin yang berputar yang berguna untuk
mentransmisikan daya. Roda gigi memiliki gigi-gigi yang saling bersinggungan
dengan gigi dari roda gigi yang lain. Dua atau lebih roda gigi yang bersinggungan
dan bekerja bersama-sama disebut sebagai transmisi roda gigi, dan bisa
menghasilkan keuntungan mekanis melalui rasio jumlah gigi. Roda gigi mampu
mengubah kecepatan putar, torsi, dan arah daya terhadap sumber daya. Tidak
semua roda gigi berhubungan dengan roda gigi yang lain; salah satu kasusnya
adalah pasangan roda gigi dan pinion yang bersumber dari atau menghasilkan
gaya translasi, bukan gaya rotasi.
Keuntungan transmisi roda gigi terhadap sabuk dan puli adalah
keberadaan gigi yang mampu mencegah slip, dan daya yang ditransmisikan lebih
besar. Namun, roda gigi tidak bisa mentransmisikan daya sejauh yang bisa
dilakukan sistem transmisi sabuk dan puli, kecuali ada banyak roda gigi yang
terlibat di dalamnya.
Ketika dua roda gigi dengan jumlah gigi yang tidak sama dikombinasikan,
keuntungan mekanis bisa didapatkan, baik itu kecepatan putar maupun torsi, yang
bisa dihitung dengan persamaan yang sederhana. Roda gigi dengan jumlah gigi
yang lebih besar berperan dalam mengurangi kecepatan putar namun
meningkatkan torsi.
Circular pitch adalah jarak gigi yang diukur pada pitch circlenya yaitu
jarak satu titik pada gigi sampai titik pada gigi berikutnya pada kedudukan yang
sama. Circular pitch dirumuskan sebagai berikut :
π.d
p=
Nt 2.2
Dimana, p = circular pitch (in)
d = diameter pitch circle (in)
N t = jumlah gigi (buah)
Hubungan antara Circular Pitch dengan Diametral Pitch adalah :
π
P=
p
2.3
2.3.3. Center of Distance
Center of Distance adalah jarak antar sumbu poros pada roda gigi. Center
of Distance dirumuskan sebagai :
d p+ d g
c=
2
2.4
Dimana, c : jarak titik pusat sepasang roda gigi (in)
d p : diameter pinion (in)
d g : diameter gear (in)
2.3.4. Velocity Ratio
Velocity Ratio ( perbandungan kecepatan ) pada spur gear adalah sebagai
berikut:
ω1 n1 Nt2 d2
i= = = =
ω2 n2 N t1 d1 2.5
Dimana : i : velocity ratio
ω : kecepatan sudut (rad/s)
n : kecepatan keliling (rpm)
Nt : jumlah gigi (buah)
Fn Fr
Ft φ
Gambar 2.1
0 Vektor Gay
a pada Rod
a Gigi
Gambar 2.6 Vektor Gaya pada Roda Gigi
Keterangan:
Fn : gaya normal yang ditimbulkan oleh gigi pada roda gigi yang
digerakkan terhadap gigi roda gigi penggerak (lb)
Fn dapat diproyeksikan pada arah tangensial (gaya tangensial, Ft ) dan arah
radial (gaya radial, Fr ).
Ft =F n cos φ
2.7
Fr =F n sin φ
2.8
600+V p
F d= ×F t
600 untuk 0 Vp 2.000 ft/min 2.12
1 . 200+V p
F d= ×F t
1 . 200 untuk 2.000 Vp 4.000 ft/min 2.13
78+ √ V p
F d= ×F t
78 untuk Vp 4.000 ft/min 2.14
Keamanan perencanaan roda gigi terhadap beban bending dapat diketahui dengan
memperbandingkan antara nilai Fd dan Fb dimana dikatakan aman apabila nilai
Fb ¿ Fd .
Keamanan perencanaan roda gigi terhadap beban keausan dapat diketahui dengan
memperbandingkan antara nilai Fw dan Fb dimana dikatakan aman apabila nilai Fw
¿ Fd .
2.3.12 Tebal gigi
Dalam perencanaan, tebal roda gigi dapat didekati dengan menggunakan
pendekatan :
9 13
≤b≤
P P 2.17
Pembatasan ini digunakan atas pertimbangan apabila tebal gigi terlalu tipis maka
akan sulit untuk membuat senter (terhadap sumbu poros) tetapi apabila terlalu
tebal maka kemungkinan akan terjadi ketidakmerataan pembagian beban pada gigi
akan menjadi semakin besar.
2.3.13 Analisa Kekuatan Metode Agma
Pemeriksaan kekuatan roda gigi terhadap bending (patah)
σ T ≤Sad ⇒ AMAN
syarat:
Ft .Ko .P . Ks. Km
σT = ( Kv . b. J ) 2.18
dimana:
σT : Tegangan yang terjadi (psi)
Ft : Gaya tangensial (lb)
Ko : Faktor koreksi beban lebih (tabel 10-4, buku Machine Design
hal.555)
P : Diametral pitch
Ks : Faktor koreksi ukuran
Km : Faktor distribusi beban (tabel 10-5, buku Machine Design
hal.555)
Kv : Faktor dinamis (gambar 10-21, buku Machine Design hal.556)
b : Lebar gigi (in)
J : Faktor bentuk (gambar 10-22, buku Machine Design hal.557)
Sat . K L
Sad =
( K T .K R ) 2.19
dimana:
Sad : Tegangan ijin maksimum perencanaan (psi)
Sat : Tegangan ijin material (psi) (tabel 10-7, buku Machine Design
hal.559)
KL : Faktor umur (tabel 10-8, buku Machine Design hal.561)
KT : Faktor temperatur (Kt = (460+Tf)/620 ) 10-27 halaman 561
KR : Faktor keamanan (tabel 10-9, buku Machine Design hal.562)
syarat:
σ c ≤Sad ⇒ AMAN
Ft . Co .Cs . Cm. Cf
σ c =Cp×
√ Cv . d . b . I 2.20
dimana:
σC : Tegangan kontak yang terjadi (psi)
Cp : Koeffisien elastis bahan (tabel 10-12, buku Machine Design
hal.569)
Ft : Gaya tangensial (lb)
Co : Faktor keausan
Cs : Faktor ukuran
Cm : Faktor distribusi beban (gambar 10-31, buku Machine Design
hal.575)
Cf : Faktor kondisi permukaan
Cv : Faktor dinamis (gambar10-27, buku Machine Design hal.570)
d : Diameter pinion (in)
b : Lebar roda gigi (in)
I : Faktor bentuk (gambar 10-32, buku Machine Design hal.576)
C L .C H
Sad =Sac×
CT .C R 2.21
dimana:
Sad : Tegangan ijin maksimum perencanaan (psi)
Sac : Tegangan kontak ijin(psi) (tabel 10-14, buku Machine Design
hal.577)
CL : Faktor umur
CH : Faktor pengerasan
CT : Faktor temperature (CT=(460+TF)/620) 10-36 halaman 578
CR : Faktor keamanan
2.4 Poros
Poros adalah suatu bagian stasioner yang beputar, biasanya berpenampang
bulat dimana terpasang elemen-elemen seperti roda gigi (gear), pulley, flywheel,
engkol, sprocket dan elemen pemindah lainnya. Poros bisa menerima beban
lenturan, beban tarikan, beban tekan atau beban puntiran yang bekerja sendiri-
sendiri atau berupa gabungan satu dengan lainnya.
B. Gandar
Poros gandar merupakan poros yang dipasang diantara roda-roda kereta barang.
Poros gandar tidak menerima beban puntir dan hanya mendapat beban lentur.
C. Poros spindle
Poros spindle merupakan poros transmisi yang relatip pendek, misalnya pada
poros utama mesin perkakas dimana beban utamanya berupa beban puntiran.
Selain beban puntiran, poros spindle juga menerima beban lentur (axial load).
Poros spindle dapat digunakan secara efektif apabila deformasi yang terjadi pada
poros tersebut kecil.
Berdasar bentuknya :
A. Poros lurus
B. Poros engkol sebagai penggerak utama pada silinder mesin
Ditinjau dari segi besarnya transmisi daya yang mampu ditransmisikan,
poros merupakan elemen mesin yang cocok untuk mentransmisikan daya yang
kecil hal ini dimaksudkan agar terdapat kebebasan bagi perubahan arah (arah
momen putar).
Dalam perancangan poros perlu diperhatikan beberapa hal.
1. Kekuatan poros
Poros transmisi akan menerima beban puntir (twisting moment), beban
lentur (bending moment) ataupun gabungan antara beban puntir dan lentur.
Dalam perancangan poros perlu memperhatikan beberapa faktor, misalnya :
kelelahan, tumbukan dan pengaruh konsentrasi tegangan bila menggunakan poros
bertangga ataupun penggunaan alur pasak pada poros tersebut. Poros yang
dirancang tersebut harus cukup aman untuk menahan beban-beban tersebut.
2. Kekakuan poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup aman dalam
menahan pembebanan tetapi adanya lenturan atau defleksi yang terlalu besar akan
mengakibatkan ketidaktelitian (pada mesin perkakas), getaran mesin (vibration)
dan suara (noise). Oleh karena itu disamping memperhatikan kekuatan poros,
kekakuan poros juga harus diperhatikan dan disesuaikan dengan jenis mesin yang
akan ditransmisikan dayanya dengan poros tersebut.
3. Putaran kritis
Bila putaran mesin dinaikan maka akan menimbulkan getaran (vibration)
pada mesin tersebut. Batas antara putaran mesin yang mempunyai jumlah putaran
normal dengan putaran mesin yang menimbulkan getaran yang tinggi disebut
putaran kritis. Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor bakar, motor listrik, dll.
Selain itu, timbulnya getaran yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan pada
poros dan bagian-bagian lainnya. Jadi dalam perancangan poros perlu
mempertimbangkan putaran kerja dari poros tersebut agar lebih rendah dari
putaran kritisnya,
4. Korosi
Apabila terjadi kontak langsung antara poros dengan fluida korosif maka
dapat mengakibatkan korosi pada poros tersebut, misalnya propeller shaft pada
pompa air. Oleh karena itu pemilihan bahan-bahan poros (plastik) dari bahan yang
tahan korosi perlu mendapat prioritas utama.
5. Material poros
Poros yang biasa digunakan untuk putaran tinggi dan beban yang berat
pada umumnya dibuat dari baja paduan (alloy steel) dengan proses pengerasan
kulit (case hardening) sehingga tahan terhadap keausan. Beberapa diantaranya
adalah baja khrom nikel, baja khrom nikel molebdenum, baja khrom, baja khrom
molibden, dll. Sekalipun demikian, baja paduan khusus tidak selalu dianjurkan
jika alasannya hanya karena putaran tinggi dan pembebanan yang berat saja.
Dengan demikian perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis proses heat
treatment yang tepat sehingga akan diperoleh kekuatan yang sesuai.
T max c
τ= 2.23
J
dengan σ1 = σ2; σa = (σ1+σ2)/2; σavg = (σ1-σ2)/2 = 0; torsi konstan sehingga τavg = τ;
τa = 0.
Dalam menentukan diameter suatu poros agar poros tersebut dapat menahan
beban yang bekerja, dapat menggunakan analisa Tresca+Sodenberg dengan
rumusan
Se = Cr.Cs.Cf.Cw.Ct.S’n 2.24
Sy Sys Sy
[(σavg+KfB ( ) σa)2 + 4(τavg+KfT ( ) τa)2]1/2 ≤ 2.25
Se Ses SF
Kecepatan keliling pulley (Vp) bisa dicari dengan persamaan 19.29 dari buku
Mechanical Design Handbook - McGraw Hill :
π × D1 × n 1
Vp =
60 × 1000 2.27
Dimana : Vp = kecepatan pulley
D = diameter pulley
L = 2 . c + π ( R2 + R1 ) +
( R 2−R 1 )
c
2.28
Sudut kontak ( ):
D 2−D1
sin α =
2c 2.29
= 180 - α 2.30
C b 6
L10=
P ()
. 10
2.32
Dimana, L10 : umur bearing dalam putaran
b : 3,0 untuk ball bearing
C : basic load rating (tabel 9-1 pada Machine Design karangan
Deutchsman)
untuk satuan jam digunakan persamaan:
C b 106
L10=() .
P 60 .n 2.33
n : putaran poros (rpm)
2.7 Pasak
Pasak adalah elemen mesin yang disamping berfungsi menyambung juga
digunakan untuk menjaga hubungan putaran relatif antara poros dari mesin ke
peralatan mesin yang lain dalam hal ini roda gigi. Tipe pasak yang akan
digunakan dalam perencanaan ini adalah tipe pasak datar (square key) yang
merupakan tipe pasak dimana mempunyai dimensi W (lebar) dan H (tinggi) yang
sama.
Untuk melindungi hubungan dari pecah apabila digunakan tipe pasak datar
maka panjang dari hubungan dibuat 25% lebih panjang dari ukuran diameter
porosnya dan juga panjang pasaknya dibuat paling tidak lebih besar 25% dari
ukuran diameter poros.
2.7.1 Macam – macam Pasak
Bila poros berputar dengan torsi yang besarnya T dalam lb.ft maka :
Peninjauan terhadap tegangan geser
Tegangan geser
Torsi ini akan menghasilkan gaya F yang bekerja pada diameter luar dari
poros dan gaya F inilah yang akan bekerja pada pasak
Besarnya F adalah
T
F=
D /2 (lb) 2.34
2.32
Dimana :
A : luas bidang geser pada pasak
:W ¿ L = lebar pasak ¿ panjang pasak
W : lebar pasak (tabel 7-6 Deutchman – Machine Design)(ft)
L : panjang pasak (ft)
Syarat keamanan
Supaya aman syarat yang harus dipenuh adalah
2. T S
S S= ≤ syp
W . L. D N 2.36
Dimana Ssyp : 0,58 Syp
Peninjauan terhadap tegangan kompresi
Tegangan kompresi
Tegangan kompresi yang timbul akibat gaya F adalah
2.T 4.T
Sc= =
W W .L.D
. L. D
2 2.37
Syarat keamanan yang harus dipenuhi adalah
4 .T S
Sc = ≤ cyp
W . L. D N
2.38
2.35
S cyp S yp
=
Dimana : N N
Bagian batang baut yang berulir dimaksudkan untuk menepatkan dengan celah
lubang mur.
Untuk mengurangi efek gesekan antara kepala baut dengan benda kerja
dapat ditambahkan ring/washer di antara kepala baut dan permukaan benda kerja.
Washer berbentuk spiral dapat digunakan pada baut untuk membantu mencegah
kekuatan sambungan berkurang yang disebabkan baut mengendor akibat getaran.
Konstruksi baut terdiri atas batang berbentuk silinder yang memiliki
kepala pada salah satu ujungnya, dan terdapat alur di sepanjang (ataupun hanya di
bagian ujung) batang silinder tersebut. Baut terbuat dari bahan baja lunak, baja
paduan, baja tahan karat ataupun kuningan. Dapat pula baut dibuat dari bahan
logam atau paduan logam lainnya untuk keperluan-keperluan khusus.
Berbagai jenis baut yang umum terdapat di pasaran adalah sebagai berikut:
1. Carriage bolts
Carriage bolts juga disebut plow bolts, banyak digunakan pada kayu. Bagian
kepala carriage bolts berbentuk kubah dan pada bagian leher baut berbentuk
empat persegi. Pada saat baut dikencangkan, konstruksi leher baut yang berbentuk
empat persegi tersebut akan menekan masuk ke dalam kayu sehingga
menghasilkan ikatan yang sangat kuat. Carriage bolts dibuat dari berbagai bahan
logam dan terdapat berbagai ukuran yang memungkinkan penggunaannya dalam
berbagai pekerjaan.
2. Flange bolts
Flange bolts merupakan jenis baut yang pada bagian bawah kepala bautnya
terdapat bubungan (flens). Flens yang terdapat pada bagian bawah kepala baut
didesain untuk memberikan kekuatan baut seperti halnya bila menggunakan
washer. Dengan kelebihannya tersebut maka penggunaan flange bolts akan
memudahkan mempercepat selesainya pekerjaan.
3. Hex bolts
Hex bolts merupakan baut yang sangat umum digunakan pada pekerjaan
konstruksi maupun perbaikan. Ciri umum dari hex bolts adalah bagian kepala baut
berbentuk segi enam (hexagonal). Hex bolts dibuat dari berbagai jenis bahan, dan
setiap bahan memiliki karakter dan kemampuan yang berbeda. Cara terbaik yang
dapat dilakukan dalam memilih hex bolts yang akan digunakan adalah dengan
memilih bahan hex bolts disesuaikan dengan persyaratan-persyaratan teknis dari
konstruksi yang akan dikerjakan. Beberapa bahan yang digunakan untuk hex bolts
diantaranya : stainless steel, carbon steel, dan alloy steel yang disepuh cadmium
atau zinc untuk mencegah karat.
4. Lag bolts
Lag bolts merupakan baut dengan ujung baut berbentuk lancip, menyerupai
konstruksi sekrup. Lag bolts kebanyakan digunakan pada pekerjaan konstruksi
lapangan
5. Shoulder bolts
Shoulder bolts merupakan baut yang pada umumnya digunakan sebagai sumbu
putar. Konstruksi shoulder bolts memungkinkan digunakan pada sambungan
maupun aplikasi yang dapat bergerak, bergeser, bahkan berputar. Shoulder bolts
dapat digunakan pada berbagai komponen yang terbuat dari logam, kayu, dan
bahan-bahan lainnya. Dikarenakan sering digunakan sebagai sumbu tumpuan,
maka shoulder bolts dibuat dari bahan logam yang memiliki ketahanan terhadap
gesekan.
Mur merupakan pasangan baut yang sama-sama memiliki fungsi sebagai
penyambung/pengikat permanen. Pada umumnya, bentuk mur adalah segi enam.
Namun, untuk pemakaian khusus, dapat dipakai mur dengan bentuk yang
bermacam-macam, seperti mur bulat, mur flens, mur tutup, mur mahkota dan mur
kuping. Mur biasanya terbuat dari baja lunak, meskipun untuk keperluan khusus
dapat juga digunakan beberapa logam atau paduan logam lain. Jenis mur yang
umum digunakan adalah :
1. Mur segi enam (hexagonal plain nut)
Mur segi enam digunakan pada semua industri,
2. Mur segi empat (square nut)
Mur segi empat digunakan pada industri berat dan pada pembuatan bodi kereta
ataupun pesawat.
3. Mur dengan mahkota atau dengan slot pengunci (castellated nut & slotted nut),
merupakan jenis mur yang dilengkapi dengan mekanisme penguncian. Tujuannya
adalah mengunci posisi mur agar tidak berubah sehingga mur tetap kencang.
4. Mur pengunci (lock nut), merupakan mur yang ukurannya lebih tipis
dibandingkan mur pada umumnya. Mur pengunci biasanya dipasangkan di bawah
mur utama, berfungsi sebagai pengunci posisi mur utama.
BAB III
PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN
ṁ = ρVA
V = kecepatan tebu masuk
A = luas celah antara roller 1&3, dengan celah = 0,01m dan Lroll = 0,6 m
A = 0,01 m x 0,6 m = 0,006 m2
20.000 kg/jam = 874,12kg/m3 x V x 0,006m2
20.000
V= m/jam = 3813,359 m/jam
(874,12 x 0,006)
V = (3813,359/60) m/menit
V = 63,556 m/menit
n = V / πD = 63,556 m/menit / (π x 0,3m) =
n = 67,435rpm
1 psi
P1 = 300 kgf/cm2 x = 4267 psi = (4267 x 6,895) Pa
7,0307 x 10−4 kgf / cm2
P1 = 2,942 MPa
Estainless.stell (AISI 302) = 180 GPa = 2,61 x 104 psi
Analisa daya yang dibutuhkan untuk menggiling tebu, digunakan analisa seperti
pada proses metal-rolling pada buku manufacturing dengan penulis Serope
Kalpakjian chapter 13.
do 6 cm
ε = ln ( ) = ln ( ) = 1,792
df 1 cm
dimana do = diameter awal batang tebu (6cm berasal dari jenis varietas tebu
terbesar)
df = diameter akhir batang tebu (celah antara roll 1 & 3)
ε = nilai ln dari perbandingan do dan df
Dalam penggilingan tebu, terdapat gaya gesek antara tebu dengan permukaan
roller.
µ = 0,3 (rata-rata dari penelitian dalam jurnal eprint.jcu.edu.au/2113)
Fg = µ x F = 0,3 x 21,340 kN = 6,402 kN
dimana µ = koefisien gesek antara tebu dan roller.
Fg = gaya gesek
2 πFLn 2 π x 6,402 kN x 0,0866 m x 67,435 rpm
hp2 = = = 7,118hp
33000 33000
hptotal = hp1 + hp2 = 23,728hp + 7,118hp = 30,864hp
Supaya daya mencukupi menggunakan motor listrik dengan daya 35hp 1200rpm
dari Hangzhou New Hengli Electric Machine MFG. Co., Ltd.
d = 2 in
Dimensi Hub
Diameter hub : D = 2d = 4 in
Panjang hub : L = 1,5d = 1,5 x 2in = 3 in
Penentuan Dimensi Pasak.
N = 2 ; Bahan : AISI 1020CD → Syp=66.000psi (dari table A-2 Buku Machine
Design, Deutchman) ; tipe : square key
d = 2in → w = 0,5in (dari Tabel 7.7 Buku Machine Design, Deutchman)
T = hp x 63000 / n1 = 35hp x 63000 / 1200rpm = 1837,5 lb.in
0.58 S yp 0.58 x 66.000
Ss = = =19.150 psi
2 2
2T 2 x 1837,5
L= = =0,1919∈¿
Ss WD 19.150 x 0,5 x 2
S yp 66.000
Sc = = =33.000 psi
2 2
4T 4 x 1837,5
L= = =0 , 2227∈¿
Sc WD 33.000 x 0,5 x 2
Karena menggunakan Sc menghasilkan L yang lebih panjang, maka pilih L hasil
perhitungan Sc.
L ≥ 0,2227in → L = 3 in (disesuaikan dengan lebar)
Dari SKF Xtra-Power Belt Catalogue, pada belt 5V dengan 1200rpm dan d 1 =
7,5in, didapatkan daya yang kuat diterima belt sebesar 10,51kW = 14,088hp
Dari Catalogue didapat : C2 =1,2; C3=0,94; C1=0,89
35 hp x 1,2
Jumlah Belt = =3,563 ≈ 4
14,088 x 0,94 x 0,89
2 2
√(r 1+ a 1) −(r 1 cos ( ϕ ) ) −r 1 sinϕ
pb
2
√ 2
( o) o
contact ratio = (7,5+0,25) −( 7,5cos 20 ) −7,5 sin 20 +
0,738
2
√(2,5+0,25) −(2,5 cos ( 20 ) ) −2,5 sin 20
2 o o
0,738
contact ratio = 1,671
d01 = d1+2a = (5+2x0,25)in = 5,5in d02 = d2+2a = (14,915+2x0,25)in = 15,415in
rb1 = r1cosϕ = 2,5cos(20o) = 2,349 in rb2 = r2cosϕ = 7,5cos(20o) = 7,048 in
ra yang diizinkan
Fd . P 3394,225 x 4
b= = = 2,829 in ≈ 3 in
So 1 .Y 1 15000 x 0,32
→ b berada pada batas → b MEMENUHI
2 2
√(r 3+a 1) −(r 3 cos ( ϕ )) −r 3 sinϕ
pb
2
contact ratio = √ (11,25+ 0,25) −(11,25 cos 20 ) −11,25 sin 20 +
2 o o
( )
0,738
2
√(3.75+0,25) −(3,75 cos ( 20 ) ) −3,75 sin 20
2 o o
0,738
contact ratio = 1,747
d03 = d3+2a = (7,5+2x0,25)in = 8in d04 = d4+2a = (22,5+2x0,25)in = 23in
rb3 = r3cosϕ = 3,75cos(20o) = 3,524 in rb4 = r4cosϕ = 11,25cos(20o) = 10,572 in
ra yang diizinkan :
ra3 = √ rb 32 +( c+ sinϕ)2 = √ 3,5242 +(15+sin 20o )2 = 15,745in
ra4 = √ rb 4 2 +(c+ sinϕ)2 = √ 10,5722+(15+sin 20o )2 = 18,632in
ra aktual : ra3 = r3 + a3 = (3,75+0,25) in = 3in
ra4 = r4 + a4 = (11,25+0,25) in = 11,5in
Karena ra aktual < ra izin maka tidak terjadi interfence.
2 2
√(r 3+a 3) −( r 3 cos ( ϕ ) ) −r 3 sinϕ
pb
2
√ 2
( o) o
contact ratio = (6,423+0,25) −(6,423 cos 20 ) −6,423 sin 20 +
0,738
o 2
√(5,781+0,25) −(5,781 cos ( 20 )) −5,781sin 20
2 o
0,738
contact ratio = 1,7502
d01 = d1+2a = (12,8471+2x0,25)in = 13,3471in
d03 = d3+2a = (11,5624+2x0,25)in = 12,0624in
rb1 = r1cosϕ = 6,423cos(20o) = 6,0356 in rb3 = r3cosϕ = 5,781cos(20o) = 5,4324 in
ra yang diizinkan :
ra1 = √ rb 12 +( c x sinϕ)2 = √ 6,03562 +(12,2048 sin 20o )2 = 7,3385 in
ra3 = √ rb 32 +( c x sinϕ)2 = √ 5,43242 +(12,2048sin 20 o)2 = 6,8510 in
ra aktual : ra1 = r1+a1 = (6,423+0,25) in = 6,673 in
ra3 = r3+a3 = (5,781+0,25) in = 6,031 in
Karena ra actual < ra izin maka tidak terjadi interfence.
Contact length = contact ratio x pb = 1,7502 x 0,738 in = 1,2917 in
πd 1 n1 π x 12,8471∈ x 66,667 rpm
Vp = = = 224,225 ft/s
12 12
T1 = hp x 63000 / n1 =35hp x 63000 / 66,667 rpm = 33.074,835 lb.in
Ft1 = 2xT1 / d1 =2 x 33.074,835 / 12,8471 = 5148,996 lb
Fr1 = Ft1 tanϕ = 5148,996 lb x tan20o = 1874,081 lb
Fn1 = Ft1 / cosϕ = 5148,996 lb / cos20o = 5479,447 lb
2 2
contact ratio = √(r 1+ a 1) −(r 1 cos ( ϕ ) ) −r 1 sinϕ +
pb
2 2
√(r 2+a 2) −(r 2 cos ( ϕ ) ) −r 2 sinϕ
pb
2
√ 2
( o) o
contact ratio = (6,423+0,25) −(6,423 cos 20 ) −6,423 sin 20 +
0,738
2
√(5,506+0,25) −(5,506 cos ( 20 ) ) −5,506 sin 20
2 o o
0,738
contact ratio = 1,746
d01 = d1+2a = (12,8471+2x0,25)in = 13,347 in
d02 = d2+2a = (11,0112+2x0,25)in = 11,5112 in
rb1 = r1cosϕ = 6,423cos(20o) = 6,036 in
rb2 = r2cosϕ = 5,506cos(20o) = 5,1740 in
ra yang diizinkan :
ra1 = √ rb 12 +( c x sinϕ)2 = √ 6,0362 +(11,9292 sin 20 o)2 = 7,2856 in
ra2 = √ rb 22 +( c x sinϕ)2 = √ 5,17402+(11,9292 sin 20o )2 = 6,5891 in
ra aktual : ra1 = r1+a1 = (6,423+0,25) in = 6,673 in
ra2 = r2+a2 = (5,506+0,25) in = 5,756 in
Karena ra actual < ra izin maka tidak terjadi interfence.
Contact length = contact ratio x pb = 1,746 x 0,738 in = 1,288 in
πd 1 n1 π x 12,8471∈ x 66,667 rpm
Vp = = = 224,225 ft/s
12 12
T1 = hp x 63000 / n1 =35hp x 63000 / 66,667 rpm = 33.074,835 lb.in
Ft1 = 2xT1 / d1 =2 x 33.074,835 / 12,8471 = 5148,996 lb
Fr1 = Ft1 tanϕ = 5148,996 lb x tan20o = 1874,081 lb
Fn1 = Ft1 / cosϕ = 5148,996 lb / cos20o = 5479,447 lb
Y1 = 0,410 Y3 = 0,399 (Tabel 10.2 Buku Deutschman)
Coba menggunakan material : (Tabel 10.3 Buku Deutschman)
gear 1 (gear) Steel Q&T 485BHN dengan So1 ≈ 54.200 lb
gear 2 (pinion) dicoba Steel Q&T 450BHN dengan So2 =50.200 lb
dari analisa gear pada roller 1 & 3 didapatkan lebar gear 3,25in, maka b2 = 3,25in
ft 1 lbf ft 1 lb
m p 1 x 32 [ ] 37,64 lbm x 32 2 [ ]
s 32lbm ft = s 32 lbm ft = 37,64 lb
2
Wp1 =
s2 s2
ft 1 lbf ft 1lb
m p 2 x 32 [ ] 150,561lbm x 32 2 [ ]
s 32lbm ft = s 32lbm ft = 150,561 lb
2
Wp2 =
s2 s2
ft 1lbf ft 1lb
mg 1 x 32 [ ] 16,729 lbm x 32 2 [ ]
s 32 lbm ft = s 32lbm ft = 16,729 lb
2
Wg1 =
s2 s2
ft 1lbf ft 1lb
mg 2 x 32 [ ] 150,561lbm x 32 2 [ ]
Wg2 = 2
s 32 lbm ft = s 32lbm ft = 150,561 lb
s2 s2
ft 1lbf ft 1 lb
mg 3 x 32 [ ] 37,64 lbm x 32 2 [ ]
s 32 lbm ft = s 32 lbm ft = 37,64 lb
2
Wg3 =
s2 s2
ft 1lbf ft 1lb
mg 3 x 32 [ ] 338,762lbm x 32 2 [ ]
Wg4 = 2
s 32 lbm ft = s 32lbm ft = 338,762 lb
s2 s2
ft 1lbf ft 1 lb
mg 5 x 32 [ ] 119,647 lbm x 32 2 [ ]
s 32 lbm ft = s 32 lbm ft = 119,647 lb
2
Wg5 =
s2 s2
ft 1 lbf ft 1 lb
mg 6 x 32 [ ] 87,894 lbm x 32 2 [ ]
Wg6 = 2
s 32 lbm ft = s 32 lbm ft = 87,894 lb
s2 s2
ft 1 lbf ft 1 lb
mg 7 x 32 [ ] 96,914 lbm x 32 2 [ ]
s 32 lbm ft = s 32 lbm ft = 96,914 lb
2
Wg7 =
s2 s2
10. mroll = ( 14 π d o
2 1
)
Lo − π d i2 Li x ρss
4
= ¿
= 456,271 lbm
ft 1 lbf ft 1 lb
mroll x 32 [ ] lbm x 32 2 [ ]
s 32lbm ft = 456,271 s 32 lbm ft = 456,271 lb
2
Wroll =
s2 s2
ft 1 lbf ft 1lb
mg 7 x 32 [ ] 9,802 lbm x 32 2 [ ]
s 32 lbm ft = s 32lbm ft = 9,802 lb
2
Wcoupling =
s2 s2
[POROS 2]
Fr1
F F
Ft
Wg1 1 Wp2 2
1
# Horizontal
1 Ft1 2
3,5 in 13,5 in
BH AH
1 2
∑ M A =0 → -Ft1(13,5in)+BH(17in) = 0
BH = Ft1(13,5in) / 17in = 1470lb x 13,5in / 17in = 1167,353 lb
∑F=0 → Ft1-BH-AH=0
AH = Ft1-BH = 1470lb – 1167,353lb = 302,647lb
Potongan 1-1
1
X1
M1
BH
1
3,5in 10 in 3,5in
B A
-1059,266
-4085,736
# Vertikal
1 2 3
3,5 in 10 in 3,5 in
BV Fr1 Fp = (F1+F2) AV
1 Wg1 2 3
Wp2
∑ M A =0
→ (Fp+Wp2)3,5in + (Fr1+Wg1)13,5in - BV.17in = 0
BV = [(Fp+Wp2)3,5in + (Fr1+Wg1)13,5in] / 17in
BV = [(577,5+150,561)lb.3,5in + (535,036+16,729)lb.13,5in] / 17in = 588,061 lb
∑F=0 → AV+BV-(Fp+Wp2)-(Fr1+Wg1) = 0
AV = -BV+(Fp+Wp2)+(Fr1+Wg1) = -588,061
lb+(577,5+150,561)lb+(535,036+16,729)lb
AV = 691,765 lb
Potongan 1-1
1
X1
M1
BV
1
Potongan 3-3
3
X3
3,5 in 10 in
M3
BV Fr1 Fp = (F1+F2)
Wg1 3
Wp2
3,5in 10 in 3,5in
B A
Mp = √ ¿ ¿ = 2642,75 lb.in
Mg1 = √ ¿ ¿ = 4574,875 lb.in → Mmax = 4574,875lb.in
Tp = (533,75-43,75)lb x 7,5in = 3675 lb.in
Tg1 = 3675 lb.in → Tmax = 3675 lb.in
d
4574,875 lb .∈ x ( )
M c 2 46599,297
σ = ± max = = psi
I π 4
d d3
64
d
3675lb .∈x ( )
T c 2 18716,621
τ = max = = 3 psi
J π 4 d
d
32
Misal material Poros : AISI 1040HR → Sy =58ksi; Su = 91ksi (Appendix A-2)
Analisa Menggunakan Tresca+Sodenberg
Se = Cr.Cs.Cf.Cw.Ct.S’n
Cr=0,869; Cs=0,7; Cf=0,76; Cw=1; Ct=1; S’n=0,5x91ksi=45,5ksi
Se = 0,869.0,7.0,76.1.1.45,5ksi = 21,035ksi
KfB = 2; KfT = 1,6; SF = 1,5
Sy Sys Sy
[(σavg+KfB ( ) σa)2 + 4(τavg+KfT ( ) τa)2]1/2 ≤
Se Ses SF
46599,297 18716,621
σavg = 0; τa = 0; σa = 3 psi; τavg = psi
d d3
Sy Sy
[(KfB ( ) σa)2 + 4(τavg)2]1/2 ≤
Se SF
58 ksi 46599,297 18716,621 58 ksi
[(2 x ( )( 3 psi) )2 + 4( 3 psi)2]1/2 ≤
21,035 ksi d d 1,5
6,6037355 x 1010 0,1401247607 x 1010
6
+ 6 ≤ 0,1495136889 x 1010
d d
6,6037355+0,1401247607
d=
√
6
0,1495136889
in = 1,887in → d1 = 2in
[POROS 3]
Fr2
Fr3 Ft
Ft 2
3 Wg3 Wg2
# Horizontal 1 2 3
Ft3 Ft2
3,5 in 8 in 3,5 in
DH CH
1 2 3
∑ M C =0 → -Ft3(11,5in)-Ft2(3,5in)+DH(15in) = 0
DH = [Ft3(11,5in)+Ft2(3,5in)] / 15in = [2940lb(11,5in)+1470lb(3,5in)] / 15in =
2584,181 lb
∑F=0 → Ft3+Ft2-CH-DH=0
CH = Ft3+Ft2-DH = 2940lb+1470lb-2584,181lb = 1809,099lb
Potongan 1-1
1
X1
M1
DH
1
-6331,842
-9044,634
# Vertikal
1 2 3
3,5 in 8 in 3,5 in
BV Fr3 Fr2 AV
1 Wg3 2 3
Wg2
∑ M C =0
→ (Fr2+Wg2)3,5in + (Fr3+Wg3)11,5in - DV.15in = 0
DV = [(Fr2+Wg2)3,5in + (Fr3+Wg3)11,5in] / 15in
DV = [(535,036+150,561)lb.3,5in + (1063,987+37,64)lb.11,5in] / 15in = 1004,553
lb
∑F=0 → CV+DV-(Fr2+Wg2)-(Fr3+Wg3) = 0
CV = -DV+(Fr2+Wg2)+(Fr3+Wg3) = -1004,553 lb + (535,036+150,561) lb +
(1063,987+37,64) lb
CV = 782,671 lb
Potongan 1-1 1
X1
M1
BV
1
3515,936
2739.344
3,5in 8 in 3,5in
D C
d
9703,979lb .∈x ( )
M c 2 98843,919
σ = ± max = = psi
I π 4
d d3
64
d
11025 lb.∈ x( )
T c 2 56149,864
τ = max = = 3 psi
J π 4 d
d
32
Misal material Poros : AISI 1050CD → Sy =104ksi; Su = 114ksi (Appendix A-2)
Analisa Menggunakan Tresca+Sodenberg
Se = Cr.Cs.Cf.Cw.Ct.S’n
Cr=0,869; Cs=0,7; Cf=0,76; Cw=1; Ct=1; S’n=0,5x114ksi = 57ksi
Se = 0,869.0,7.0,76.1.1.57ksi = 26,352ksi
KfB = 2; KfT = 1,6; SF = 1,5
Sy Sys Sy
[(σavg+KfB ( ) σa)2 + 4(τavg+KfT ( ) τa)2]1/2 ≤
Se Ses SF
98843,919 56149,864
σavg = 0; τa = 0; σa = 3 psi; τavg = psi
d d3
Sy Sy
[(KfB ( ) σa)2 + 4(τavg)2]1/2 ≤
Se SF
104 ksi 98843,919 56149,864 104 ksi
[{2 x ( )( 3 psi) }2 + 4( 3 psi)2]1/2 ≤
26,352ksi d d 1,5
60,869 x 1010 5,0445 x 1010
6
+ 6 ≤ 0,480711 x 1010
d d
60,869+5,0445 3
d=
√
6
0,480711
in = 2,271 in → d2 = 2,375 in = 2 in
8
[POROS 4]
Ft4
Fr4
Wg4
Wroll
Ft5
Ft5
300300
Fr5
Fr5
Wg5
# Horizontal
2 x Ft5cos300 2 Ft4
3
1
Potongan 1-1
2 x Ft5cos300
1
M1
1
X1
∑M1-1 = 0 → M1 - 2xFt5cos300.x1 = 0
→ M1 = 2xFt5cos300.x1
dengan 0≤x1≤3,625in
x1 = 0in → M1 = 0
x1 = 3,625in → M1 = 32328,920 lb.in
Potongan 2-2
2 x Ft5cos300 2
M2
3,625 in
FH 2
X2
2 x Ft5cos300
3
M3
3,625 in 27,622 in
FH EH
3
X3
25521,386 lb.in
24990,004 lb.in
# Vertikal
3 (Wroll/23,622) lb/in
2 4 5
1
3,625 in
2 in 23,622 in 2 in 8,5 in
2 x Fr5cos300 FV 3 Fr4
2 4 EV
5
Wg5 1 Wg4
∑ M E =0
→ (2xFr5cos300+Wg5)31,247in - (Fr4+Wg4)8,5in - FV.27,622in +Wroll.13,811in =
0
FV = [(2xFr5cos300+Wg5)31,247in - (Fr4+Wg4)8,5in +Wroll.13,811in] / 27,622in
FV = [(3246,004+119,647)lb.31,247in-(1070,073+338,762)lb.8,5in +456,271lb.13,811in]
/ 27,622in
FV = 3601,946 lb
∑F=0 → EV+FV-(2xFr5cos300+Wg5) - (Fr4+Wg4) - Wroll = 0
EV = -FV+(2xFr5cos300+Wg5)+(Fr4+Wg4)+Wroll
EV = -3601,946lb+(3246,004+119,647)lb+(1070,073+338,762)lb+456,271lb
EV = 1628,811 lb
Potongan 1-1
1
M1
2 x Fr5cos30 0
Wg5 1
X1
∑M1-1 = 0 → M1 + (2xFr5cos300+Wg5).x1 = 0
M1 = -(2xFr5cos300+Wg5).x1
dengan 0≤x1≤3,625in
x1 = 0in → M1 = 0
x1 = 3,625in → M1 = -12200,485 lb.in
Potongan 2-2
2
3,625 in M2
2 x Fr5cos300 FV
2
Wg5
X2
∑M2-2 = 0 → M2+(2xFr5cos300+Wg5).(3,625+x2)-FV.x2 = 0
→ M2 = -(2xFr5cos300+Wg5).(3,625+x2)+FV.x2
dengan 0≤x2≤2in
x2 = 0in → M2 = -12200,485 lb.in
x2 = 2in → M2 = -11727,895 lb.in
Potongan 3-3
(Wroll/23,622) lb/in
3
3,625 in M3
2 in
2 x Fr5cos300 FV 3
Wg5 X3
∑M3-3 = 0
M3 +(2xFr5cos300+Wg5).(5,625+x3)-FV.(2+x3)+(Wroll/23,622).x3.(0.5x3)= 0
M3 = -(2xFr5cos300+Wg5).(5,625+x3)+FV.(2+x3)-(Wroll/23,622).x3.(0.5x3)
dengan 0≤x2≤23,622in
x3 = 0in → M3 = -11727,895 lb.in
x3 = 23,625 in → M3 = -11535,151 lb.in
Grafik parabolic : xmax → d(M3)/dx3 = 0
3,625 in M4
2 in 23,622 in
2 x Fr5cos300 FV
4
Wg5 X4
∑M4-4 = 0
M4 +(2xFr5cos300+Wg5).(29,247+x4)-FV.(25,622+x4)+Wroll(11,811+x4)= 0
M4 = -(2xFr5cos300+Wg5).(29,247+x4)+FV.(25,622+x4)-Wroll(11,811+x4)
dengan 0≤x2≤2in
x4 = 0in → M4 = -11535,151 lb.in
x4 = 23,625 in → M4 = -11975,103 lb.in
Potongan 5-5
(Wroll/23,622) lb/in
5
3,625 in M5
2 in 23,622 in 2 in
2 x Fr5cos300 FV EV
5
Wg5
X5
∑M5-5 = 0
M5 +(2xFr5cos300+Wg5).(31,247+x5)-FV.(27,622+x5)+Wroll(13,811+x5) -EV.x5= 0
M5 = -(2xFr5cos300+Wg5).(31,247+x5)-FV.(27,622+x5)+Wroll(13,811+x5)+EV.x5
dengan 0≤x2≤8,5in
x5 = 0in → M2 = -11975,103 lb.in
x5 = 8,5 in → M2 = 0 lb.in
-10282,245 lb.in
-11535,151 lb.in
-11727,895 lb.in
-11975,103 lb.in
Mesin Penggiling Tebu
-12200,485 lb.in Page 73
Semester Genap
[PERENCANAAN ELEMEN MESIN] 2014/2015
d
34554,464 lb .∈ x( )
M c 2 1105742,848
σ = ± max = = 3 psi
I π 4 d
d
64
d
33074,835lb .∈x ( )
T c 2 529197,36
τ = max = = psi
J π 4
d d3
32
Misal material Poros : AISI 4340N → Sy =126ksi; Su = 185ksi (Appendix A-2)
Analisa Menggunakan Tresca+Sodenberg
Se = Cr.Cs.Cf.Cw.Ct.S’n
Cr=0,869; Cs=0,7; Cf=0,76; Cw=1; Ct=1; S’n=0,5x185ksi = 92,5ksi
Se = 0,869.0,7.0,76.1.1.92,5ksi = 42,764ksi
KfB = 2; KfT = 1,6; SF = 1,5
Sy Sys Sy
[(σavg+KfB ( ) σa)2 + 4(τavg+KfT ( ) τa)2]1/2 ≤
Se Ses SF
1105742,848 529197,36
σavg = 0; τa = 0; σa = 3 psi; τavg = psi
d d3
Sy Sy
[(KfB ( ) σa)2 + 4(τavg)2]1/2 ≤
Se SF
126 ksi 1105742,848 529197,36 126 ksi
[{2 x ( )( 3 psi) }2 + 4( 3 psi)2]1/2 ≤
42,764 ksi d d 1,5
4,24753 x 1013 0,11202 x 10 13
+ ≤ 0,7056 x 1010
d6 d6
0,7056
3
[POROS 5]
Wroll
Ft5
300
Fr5
Wg5
#Horizontal
Ft6cos300 2
1
3,625 in 27,622 in
HH 2 GH
Fr6sin30 1
0
Potongan 1-1
Ft6cos300
1
M1
Fr6sin300 1
X1
x1 = 0in → M1 = 0
x1 = 3,625in → M1 = 12767,689 lb.in
Potongan 2-2
Ft6cos300 2
M2
3,625 in
HH 2
Fr6sin30 0
X2
935,024 lb.in
3,625 in H2 in 23,622 in 2 in G
#Vertikal
3 (Wroll/23,622) lb/in
2 4
1
3,625 in
2 in 23,622 in 2 in
Ft6sin300 HV 3
2 4 GV
Fr6cos30 0
1
Wg6
∑ M G=0
→ (Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6)31,247in-HV.27,622in +Wroll.13,811in = 0
HV = [(Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6)31,247in+Wroll.13,811in] / 27,622in
HV = [(2574,498+1623,002+87,894)lb.31,247in+456,271lb.13,811in] / 27,622in
HV = 5075,927 lb
∑F=0 → -GV+HV-(Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6) -Wroll = 0
GV = HV-(Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6) -Wroll
GV = 5075,927lb-(2574,498+1623,002+87,894)lb-456,271lb
GV = 334,262 lb
Potongan 1-1
1
3,625 in M1
Ft6sin300
Fr6cos300 1
Wg6
X1
∑M1-1 = 0 → M1+(Ft6sin30 +Fr6cos300+Wg6).x1 = 0
0
→ M1 = -(Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6).x1
dengan 0≤x1≤3,625in
x1 = 0in → M1 = 0 lb.in
x1 = 3,625in → M1 = -15534,553 lb.in
Potongan 2-2
2
3,625 in M2
Ft6sin300 HV
2
Fr6cos300
X2
Wg6
∑M2-2 = 0 → M2+(Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6).(3,625+x2)-HV.x2 = 0
→ M2 = -(Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6).(3,625+x2)+HV.x2
dengan 0≤x2≤2in
x2 = 0in → M2 = -15534,553 lb.in
x2 = 2 in → M2 = -13953,487 lb.in
Potongan 3-3
3 (Wroll/23,622) lb/in
M3
3,625 in
2 in
Ft6sin300 HV 3
Fr6cos300 X3
Wg6
∑M3-3 = 0
→ M3+(Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6).(5,625+x3)-HV.(2+x3)+(Wroll/23,622).x3.
(0.5x3) = 0
→ M3 = -(Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6).(5,625+x3)+HV.(2+x3)-(Wroll/23,622).x3.
(0.5x3)
dengan 0≤x3≤23,622in
x3 = 0 in → M3 = -13953,487 lb.in
x3 = 23,622 in → M3 = -668,534 lb.in
Potongan 4-4
(Wroll/23,622) lb/in
4
3,625 in M4
2 in 23,622 in
Ft6sin300 HV
4
Fr6cos300 X4
Wg6
∑M4-4 = 0
→ M4+(Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6).(29,247+x4)-HV.(25,622+x4)+Wroll.
(11,811+x4) = 0
→ M4 = -(Ft6sin300+Fr6cos300+Wg6).(29,247+x4)+HV.(25,622+x4)-Wroll.
(11,811+x4)
dengan 0≤x4≤2in
x4 = 0 in → M4 = -688,534 lb.in
x4 = 2 in → M4 = 0 lb.in
3,625 in H2 in 23,622 in 2 in G
-668,534 lb.in
-13953,487 lb.in
-15534,553 lb.in
d
20108,098lb .∈x ( )
M c 2 643459,136
σ = ± max = = psi
I π 4
d d3
64
d
28348.312lb.∈x ( )
T c 2 453572,992
τ = max = = 3 psi
J π 4 d
d
32
Misal material Poros : AISI 4340N → Sy =126ksi; Su = 185ksi (Appendix A-2)
Analisa Menggunakan Tresca+Sodenberg
Se = Cr.Cs.Cf.Cw.Ct.S’n
Cr=0,869; Cs=0,7; Cf=0,76; Cw=1; Ct=1; S’n=0,5x185ksi = 92,5ksi
Se = 0,869.0,7.0,76.1.1.92,5ksi = 42,764ksi
KfB = 2; KfT = 1,6; SF = 1,5
Sy Sys Sy
[(σavg+KfB ( ) σa)2 + 4(τavg+KfT ( ) τa)2]1/2 ≤
Se Ses SF
643459,136 453572,992
σavg = 0; τa = 0; σa = 3 psi; τavg = psi
d d3
Sy Sy
[(KfB ( ) σa)2 + 4(τavg)2]1/2 ≤
Se SF
126 ksi 643459,136 453572,992 126 ksi
[{2 x ( )( 3 psi) }2 + 4( 3 psi)2]1/2 ≤
42,764 ksi d d 1,5
0,7056
4
[POROS 5]
Wroll
Ft5
300
Fr5
Wg5
#Horizontal
Fr7sin300
2
Ft7cos30 0 1
3,625 in 27,622 in
JH 2 IH
1
Potongan 1-1
Fr7sin300
1
Ft7cos300
M1
3,625 in
1
X1
Fr7sin300 2
M2
Ft7cos300
3,625 in
JH 2
X2
1416,347 lb.in
3,625 in J 2 in 23,622 in 2 in I
#Vertikal
∑ M I =0
→ -(Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7).31,247in+JV.27,622in +Wroll.13,811in = 0
JV = [(Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7).31,247in-Wroll.13,811in] / 27,622in
JV = [(2574,498-1623,002-96,94)lb.31,247in-456,271lb.13,811in] / 27,622in
JV = 738,598 lb
∑F=0 → -JV+IV+[(Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7)-Wroll = 0
IV = JV-(Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7)+Wroll
IV = 738,598lb-(2574,498-1623,002-96,94)lb+456,271lb
IV = 340,287 lb
Potongan 1-1
Ft7sin300
3,625 in
1
M1
Fr7cos300
Wg7 1
X1
∑M1-1 = 0 → M1-(Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7).x1 = 0
→ M1 = (Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7).x1
dengan 0≤x1≤3,625in
x1 = 0in → M1 = 0 lb.in
x1 = 3,625in → M1 = 3097,860 lb.in
Potongan 2-2
Ft7sin300
2
3,625 in
1
M2
Fr7cos300
JV
2
Wg7 1
X2
∑M2-2 = 0 → M2-(Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7).(3,625+x2)+JV.x2 = 0
→ M2 = (Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7).(3,625+x2)-JV.x2
dengan 0≤x2≤2in
x2 = 0in → M2 = 3097,860 lb.in
x2 = 2 in → M2 = 3329,828 lb.in
Potongan 3-3
∑M3-3 = 0
→ M3-(Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7).(5,625+x3)+JV.(2+x3)+(Wroll/23,622).x3.(0.5x3)
=0
→ M3 = (Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7).(5,625+x3)-JV.(2+x3)-(Wroll/23,622).x3.(0.5x3)
dengan 0≤x3≤23,622in
x3 = 0 in → M3 = 3329,828 lb.in
x3 = 23,622 in → M3 = 680,585 lb.in
xmax → 0 = (Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7)-JV-(Wroll/23,622).x3
didapat x3 = 6,005in → M3 = 3720,782 lb.in
Potongan 4-4
∑M4-4 = 0
→ M4-(Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7).(29,247+x4)+JV.(25,622+x4)+Wroll.(11,811+x4)
=0
→ M4 = (Ft7sin300-Fr7cos300-Wg7).(29,247+x4)-JV.(25,622+x4)-Wroll.
(11,811+x4)
dengan 0≤x4≤2in
x4 = 0 in → M4 = 680,585 lb.in
x4 = 2 in → M4 = 0 lb.in
3720,782 lb.in
3329,828 lb.in
3097,860 lb.in
680,585 lb.in
3,625 in J 2 in 2 in I
Mmax = √ 19561,2322+3097,8602 =23,622 in
19805,013 lb.in
Tmax = 29767,530 lb.in
d
19805,013lb .∈ x ( )
M c 2 633760,416
σ = ± max = = 3 psi
I π 4 d
d
64
d
29767,376lb .∈x ( )
T c 2 476278,016
τ = max = = 3 psi
J π 4 d
d
32
Misal material Poros : AISI 4340N → Sy =126ksi; Su = 185ksi (Appendix A-2)
Analisa Menggunakan Tresca+Sodenberg
Se = Cr.Cs.Cf.Cw.Ct.S’n
Cr=0,869; Cs=0,7; Cf=0,76; Cw=1; Ct=1; S’n=0,5x185ksi = 92,5ksi
Se = 0,869.0,7.0,76.1.1.92,5ksi = 42,764ksi
KfB = 2; KfT = 1,6; SF = 1,5
Sy Sys Sy
[(σavg+KfB ( ) σa)2 + 4(τavg+KfT ( ) τa)2]1/2 ≤
Se Ses SF
633760,416 476278,016
σavg = 0; τa = 0; σa = 3 psi; τavg = psi
d d3
Sy Sy
[(KfB ( ) σa)2 + 4(τavg)2]1/2 ≤
Se SF
126 ksi 633760,416 476278,016 126 ksi
[{2 x ( )( 3 psi) }2 + 4( 3 psi)2]1/2 ≤
42,764 ksi d d 1,5
1,39474 x 1013 0,0907363 x 1013
+ ≤ 0,7056 x 1010
d6 d6
0,7056
5
i Fa Fa
=0 ; =0 < e ; maka X=1 dan Y=0
Co V Fr
P = X.V.Fr + Y.Fa = 1 x 1 x 755,070 lb + 0 = 755,070 lb
C b 9120 3
L10 = ( ) = ( ) = 1762,069 (106 rev.)
P 755,070
106 C b 106
Rating life = ( ) = x 1762,069 = 48946,356 jam → 13,410 tahun
60 n P 60 x 600
C b 12400 3
L10 = ( ) = ( ) = 248,948 (106 rev.)
P 1971,145
106 C b 106
Rating life = ( ) = x 248,948 = 20745,700 jam → 5,684 tahun
60 n P 60 x 200
106 C b 10 6
Rating life = ( ) = x 1396,484 = 349119,222 jam → 95,649
60 n P 60 x 66,667
tahun
3.2.10
Ft
Ft
n
D
L
W
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Dari perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan dimensi-dimensi dan
spesifikasi masing-masing elemen untuk perencanaan Mesin Penggiling Tebu.
6. Pasak
Pasak pada pulley 1 dan 2
7. Bearing
Bearing pada poros 1
Type : Single Row Deep Groove Ball Bearing
Diameter Bore: 1,772 in
Lebar : 0,984 in
Bearing pada poros 2
Type : Single Row Deep Groove Ball Bearing
Diameter Bore: 1,772 in
Lebar : 0,984 in
Bearing pada poros 2
Type : Single Row Deep Groove Ball Bearing
Diameter Bore: 1,772 in
Lebar : 0,984 in
Bearing pada poros 3
Type : Single Row Deep Groove Ball Bearing
Diameter Bore: 2,165 in
Lebar : 1,1417 in
Bearing pada poros 4
Type : Single Row Deep Groove Ball Bearing
Diameter Bore: 5,118 in
Lebar : 1,575 in
Bearing pada poros 5
Type : Single Row Deep Groove Ball Bearing
Diameter Bore: 4,134 in
Lebar : 1,417 in
Bearing pada poros 6
Type : Single Row Deep Groove Ball Bearing
Diameter Bore: 4,134 in
Lebar : 1,417 in
8. Roller
Diameter dalam : 250mm (9,843in)
Daftar Pustaka
LAMPIRAN