2. Apa pendapat Saudara/i tentang pengelolaan hutang pemerintah yang dijalankan selama ini
oleh Pemerintah Republik Indonesia ?
Jelaskan dan berikan ilustrasi yang dapat memperkuat penjelasan jawaban yang Saudara/i
berikan !
Jawaban :
Kebijakan fiskal yang populer di hampir seluruh negara di dunia pada saat ini adalah
defisit anggaran dibandingkan dengan surplus anggaran ataupun anggaran berimbang.
Kebijakan fiskal dalam perekonomian yaitu penerimaan dan belanja pemerintah. Fiskal
berfungsi dalam perkembangan perekonomian yaitu sebagai alokasi yang dapat
mendistribusikan dan dapat menyetabilkan suatu anggaran yang ada. Fiskal bertujuan untuk
menciptakan kondisi makro dalam perekonomian secara kondusif agar dapat mencapai
pertumbuhan ekonomi secara maksimal, dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang
dapat mengurangi jumlah pengangguran yang ada saat ini. Berbanding terbalik dengan tujuan
fiskal, kebijakan fiskal surplus anggaran memiliki kekurangan yaitu membuat kodisi yang
cenderung tidak dapat mendorong pertumbuhan perekonomian suatu negara atau
membuatnya stagnan/tetap, sedangkan menurut Laurance Seidman dalam bukunya Public
Finance, kekurangan dari kebijakan fiskal anggaran berimbang lebih beresiko, anggaran
berimbang mempunyai aturan yang paling sederhana adalah larangan meminjam (atau
mencetak uang), sehingga pengeluaran pemerintah tidak akan pernah melebihi penerimaan
pajak. Tidak ada alasan yang diizinkan. Ini mungkin disebut aturan anggaran seimbang
“selalu” atau aturan anggaran seimbang “tanpa alasan”. Misalkan perekonomian normal
(tidak dalam resesi atau booming) dan pengeluaran pemerintah sama dengan penerimaan
pajak, maka anggarannya seimbang. Kemudian ekonomi jatuh ke dalam resesi. Secara
otomatis pendapatan pajak turun karena resesi mengurangi output yang dihasilkan dan
pendapatan yang diperoleh dan, karenanya, pendapatan pajak dikumpulkan. Dengan
penerimaan pajak yang turun, pemerintah meminjam untuk menjaga agar pengeluaran tidak
turun, dan anggaran mengalami defisit. Apa yang akan terjadi jika pemerintah dipaksa untuk
mengikuti aturan anggaran yang selalu berimbang? Pemerintah harus segera memotong
pengeluaran atau menaikkan pajak. Pertimbangkan dampak dari setiap tindakan fiskal
terhadap perekonomian. Jika pemerintah memotong pembeliannya, perusahaan yang
memasok barang kepada pemerintah —pesawat untuk militer, komputer untuk sekolah
umum— akan memangkas produksi dan lapangan kerja, membuat resesi semakin parah. Jika
pemerintah memotong belanja transfer tunai —Jaminan Sosial atau tunjangan
kesejahteraan— penerima akan mengurangi konsumsi mereka, membuat resesi semakin
parah. Jika pemerintah menaikkan pajak, pembayar pajak akan mengurangi konsumsinya,
membuat resesi semakin parah. Tidak peduli bagaimana pemerintah menyeimbangkan
anggarannya, tindakannya akan memperburuk resesi. Para ekonom hampir sepakat dalam
menyetujui bahwa aturan yang membutuhkan penyeimbangan anggaran yang cepat di tengah
resesi adalah berbahaya, karena akan memperburuk resesi.
Sesuai dengan tujuan fiskal untuk menciptakan kondisi makro dalam perekonomian
secara kondusif agar dapat mencapai pertumbuhan ekonomi secara maksimal, kebijakan
fiskal defisit anggaran merupakan langkah yang tepat karena dapat mempercepat
pertumbuhan ekonomi melakukan pembangunan, investasi dan program-program lainnya
seperti pembangunan infrastruktur, program pertahanan dan keamanan negara, program
dibidang pendidikan dan kesehatan, dan lain-lain. Namun sebuah konsekuensi dari penetapan
kebijakan fiskal defisit anggaran adalah kewajiban menutupi pembiayaan pengeluaran yang
lebih besar dibandingkan pemasukannya. Beberapa cara mengatasi defisit anggaran yaitu
dapat dilakukan dari sisi penerimaan dan dari sisi pengeluaran. Dari sisi penerimaan,
pemerintah bisa melakukan beberapa hal seperti meminjam dana dari dalam negeri,
menerbitkan obligasi, meminjam dana dari luar negeri hingga meningkatkan penerimaan
pajak sebagai sumber utama penghasilan negara. Sedangkan dari sisi pengeluaran, defisit bisa
diatasi dengan cara mengurangi pengeluaran subsidi, penghematan setiap pengeluaran rutin,
mengevaluasi pengeluaran berdasarkan prioritas dan mengurangi biaya untuk program yang
tidak efektif. Sejalan dengan tujuan dari fiskal itu sendiri, maka sisi penerimaan lah yang
paling efektif dan efisien harus ditingkatkan. Permasalahan klasik di negara-negara
berkembang adalah perlunya dana yang sangat besar untuk melaksanakan program
pembangunan, sementara di lain pihak kemampuan mobilisasi dana dari masyarakat relatif
rendah. Karena hal tersebut, maka pemerintah paling tepat mengambil kebijakan untuk
melakukan pinjaman (berhutang). Hutang negara adalah pinjaman yang dilakukan oleh
pemerintah guna membiayai berbagai pengeluaran negara, terutama untuk mendukung proses
pembangunan.
Menurut Holley H. Ulbrich dalam bukunya Public Finance in Theory and Practice,
Hutang adalah hasil kumulatif dari surplus dan defisit masa lalu, stok IOU pemerintah yang
pada akhirnya harus dilunasi dan yang menghasilkan kewajiban pembayaran hutang dalam
anggaran tahun berjalan. Layanan hutang mengacu pada pembayaran bunga dan pembayaran
kembali pokok sebagai biaya operasi. Sedangkan defisit adalah selisih antara pengeluaran dan
pendapatan pada tahun tertentu (surplus jika pendapatan melebihi pengeluaran). Laurance
Seidman dalam bukunya Public Finance menuliskan Hutang adalah saham yang diukur pada
suatu titik waktu, dan defisit adalah aliran yang terjadi selama periode waktu —satu tahun.
Menurut asalnya hutang pemerintah dapat dibagi menjadi Hutang/ Pinjaman dalam negeri
merupakan pinjaman yang berasal dari sumber-sumber pembiayaan dalam negeri contohnya
pemerintah menerbitkan obligasi (surat hutang) yang akan dibeli oleh masyarakat dan
pinjaman luar negeri merupakan pinjaman yang diperoleh dari sumber-sumber luar negeri
contohnya negara meminjam/berhutang kepada IMF (International Monetary Fund). Dilihat
dari sumbernya pinjaman/ hutang negara teridiri dari individu yaitu, negara dapat meminjam
atau berhutang kepada masyarakat, melalui penerbitan obligasi, dari perusahaan dan lembaga
keuangan Non-bank, dari Lembaga perbankan dan dari Bank Sentral. Macam hutang negara
ada 2 yaitu Reproductive debt dan dead weight debt. Reproductive debt merupakan jenis
hutang yang jumlah keseluruhannya dijamin oleh kekayaan yang dimiliki oleh negara atas
dasar nilai yang sama, pembayaran cicilan hutang dan bunga reproductive debt diambil dari
kekayaan negara atau hasil usaha negara sesuai dengan jangka waktu dan kesepakatan yang
ada contohnya Negara yang menjaminkan tambang emas freeport dalam hutang negaranya,
maka pembayaran bunga atas hutang tersebut dapat diambil dari hasil tambang emas serta
apabila negara tidak dapat melakukan pembayaran hutang maka tambang emas sebagai
jaminan hutang akan menjadi milik pemberi hutang. Dead weight debt merupakan hutang
yang tidak disertai dengan jaminnan kekayaan yang dimiliki oleh negara. Sedangkan
pembayaran hutang dan bunga dead weight debt bersumber pada penerimaan lainnya,
misalnya pajak, serta masa pengembaliannya tidak ada ketentuan pengaitan kekayaan negara
untuk melunasinya. Pengelolaan hutang negara seyogyanya dilakukan dengan cara yang
cermat dan sebaik mungkin, menurut Holley H. Ulbrich dalam bukunya Public Finance in
Theory and Practice, menyebutkan bahwa utang itu “dimiliki” oleh generasi mendatang.
Selama biaya untuk membayar hutang — membayar bunga dan menebus beberapa obligasi
saat jatuh tempo — bukan merupakan bagian yang berlebihan dari anggaran federal, atau
tidak tumbuh lebih cepat daripada perekonomian secara keseluruhan, maka hutang tersebut
tidak menjadi beban generasi masa depan. Beberapa dari utang tersebut mungkin telah
dikeluarkan untuk mendanai modal publik yang akan bermanfaat bagi generasi mendatang.
Tetapi jika biaya pelunasan utang tumbuh lebih cepat daripada ekonomi, dan lebih cepat
daripada pendapatan pemerintah, generasi mendatang harus membayar pajak yang lebih
tinggi atau menikmati layanan publik yang lebih sedikit daripada generasi yang menanggung
utang ini. Pemerintah harus teliti mengenai pengelolaan hutang yang berimplikasi terhadap
beban hutang yang pinjaman/hutang pemerintah. Laurance Seidman dalam bukunnya Public
Finance mengugkapkan hal yang sama mengenai beban pinjaman/hutang pemerintah yaitu
pinjaman pemerintah mengalihkan beban pengeluaran pemerintah saat ini dari pembayar
pajak hari ini menjadi pembayar pajak masa depan. Jika pemerintah meminjam dengan
menjual obligasi, pemerintah harus membayar bunga kepada pemegang obligasi. Untuk
membayar bunga, wajib pajak di masa depan harus membayar pajak tambahan. Pembayar
pajak pada saat pemerintah meminjam lebih baik, tetapi pembayar pajak di masa depan lebih
buruk. Namun manakala belanja modal hari ini (mis., Jalan raya, sekolah) terutama
menguntungkan pembayar pajak di masa mendatang, sangatlah tepat untuk mengalihkan
sebagian beban kepada pembayar pajak di masa mendatang dengan meminjam. Selain itu
pengelolaan hutan/pinjaman negara harus ditujukan untuk membiayai kegiatan/program yang
dapat menghasilkan pendapatan bukan untuk membiayai anggaran operasional serta melalui
mekanisme pengawasan yang efektif karena pada dasarnya pembiayaan pembangunan yang
bertumpu pada hutang dalam jangka pendek pertumbuhan ekonomi tidak akan berpengaruh,
tetapi dalam jangkap anjang, negara dapat terjerumus pada debt trap.
Alternatif mengatasi masalah hutang luar negeri anatara lain adalah pertama
mengimplementasikan berbagai paket deregulasi ekonomi, contohnya dengan mendorong
daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokratisasi serta penegakan hukum dan
kepastian usaha. Kedua, Pelaksanaan clean & good governance, yaitu dengan penerapan
transparansi anggaran dan pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang akan mengawal
kebijakan pembangunan sesuai tujuan. Ketiga, meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia
merupakan aset yang berharga dimasa depan. Keempat, memacu ekspor, sehingga
meningkatkan pendapatan devisa negara yang dapat menjadi sumber dana segar bagi
pertumbuhan ekonomi.