Anda di halaman 1dari 10

Peran dan Fungsi Pemerintah di Bidang Ekonomi

Dalam upaya peningkatan ekonomi, masyarakat tidak hanya tergantung pada peranan
pasar melalui sektor swasta. Peran pemerintah dan mekanisme pasar merupakan hal yang
bersifat komplementer dengan pelaku ekonomi lainnya.

Pemerintah sebagai salah satu pelaku ekonomi (rumah tangga pemerintah), memiliki fungsi
penting dalam perekonomian yaitu berfungsi sebagai stabilisasi, alokasi, dan distribusi.

1. Fungsi Alokasi

Fungsi Alokasi, yakni fungsi pemerintah sebagai penyedia barang dan jasa publik seperti
pembangunan jalan raya, gedung sekolah, penyediaan fasilitas penerangan, dan telepon.

a. Barang Sosial dan Kegagalan Pasar

Barang-barang tertentu yang disebut sebagai barang sosial, atau publik, berbeda dari
barang-barang pribadi. Barang publik tidak dapat disediakan melalui sistem pasar, yaitu
melalui transaksi antara konsumen individu dan produsen. Bahkan dalam beberapa kasus
mekanisme pasar gagal sepenuhnya.

Alasan dasar kegagalan pasar dalam penyediaan barang-barang sosial adalah karena
kebutuhan akan barang-barang tersebut dirasakan secara kolektif sedangkan untuk barang-
barang pribadi dirasakan secara individual. Selain itu, preferensi masyarakat dipengaruhi
oleh lingkungan sosial mereka, preferensi hanya dimiliki oleh individu, bukan oleh
masyarakat secara keseluruhan. Sebaliknya, manfaat yang diperoleh dari barang publik
tidak terbatas pada satu konsumen tertentu yang membeli barang, seperti halnya barang
pribadi, tetapi bermanfaat untuk orang lain juga.

Jika seseorang mengonsumsi hamburger atau memakai sepasang sepatu, produk


tersebut tidak akan tersedia untuk orang lain. Tapi dalam upaya untuk mengurangi polusi
udara, jika peningkatan tertentu dalam kualitas udara diperoleh, keuntungan yang dihasilkan
akan tersedia untuk semua orang yang bernapas. Dengan kata lain, konsumsi udara adalah
''nonrival'' yang berarti mengambil manfaat satu orang tidak mengurangi manfaat yang
tersedia bagi orang lain. Hal Ini memiliki implikasi penting bagaimana konsumen berperilaku
dan bagaimana kedua jenis barang itu harus disediakan.

Dengan adanya manfaat yang tersedia untuk semua orang, konsumen tidak akan secara
sukarela membayar kepada pemasok barang tersebut. Dengan adanya ribuan atau jutaan
konsumen lain yang mungkin membayar, pembayaran satu orang hanya akan memberikan
kontribusi yang tidak signifikan dari total keseluruhan. Oleh karena itu, tidak ada
pembayaran sukarela yang akan dilakukan, terutama dimana banyak konsumen yang
terlibat. Keterkaitan antara produsen dan konsumen rusak dan pemerintah harus turun
tangan untuk menyediakan barang-barang tersebut.

b. Penyediaan Umum untuk Barang Sosial

Masalahnya dapat diselesaikan dengan mudah jika tugas itu hanyalah mengirimkan
pemungut pajak kepada konsumen yang memperoleh manfaat dari barang-barang sosial.
Tapi masalahnya tidak sesederhana ini. Kesulitannya terletak pada penentuan jenis dan
kualitas dari barang sosial yang harus disediakan dan berapa banyak konsumen harus
diminta untuk membayar.

Pengguna barang publik tidak punya alasan untuk mengungkapkan kepada pemerintah
bagaimana mereka sangat menghargai pelayanan publik. Konsumen tidak memiliki alasan
untuk melangkah maju dan menyatakan layanan yang benar-benar bernilai bagi mereka
secara individu kecuali mereka yakin bahwa orang lain akan melakukan hal yang sama.
Kontribusi pajak secara sukarela dihindari karena orang akan lebih suka menjadi Free-rider
terhadap apa yang disediakan oleh orang lain. Strategi lain diperlukan untuk menentukan
pasokan barang-barang sosial dan alokasi biayanya.

Di sinilah proses politik harus masuk dalam gambaran sebagai pengganti mekanisme pasar.
Alternatif strategi dengan pemungutan suara dengan surat suara dapat dilakukan,
masyarakat akan mengemukakan minat mereka untuk memilih sehingga hasilnya akan
mendekati preferensi mereka sendiri.

c. Barang Sosial Nasional dan Lokal

Meskipun barang publik tersedia secara merata bagi mereka yang membutuhkan,
manfaatnya mungkin menjadi terbatas secara spasial. Sifat barang-barang sosial memiliki
hubungan dalam masalah fiskal federalis~sentralisasi atau desentralisasi. Maka, pemerintah
harus bisa menentukan dan membagi dengan adil mana pelayanan publik nasional yang
dapat disediakan oleh pemerintah pusat dan mana pelayanan publik lokal yang disediakan
oleh pemerintah daerah.

2. Fungsi Distribusi

Fungsi distribusi, yakni fungsi pemerintah dalam pemerataan atau distribusi pendapatan
masyarakat.
a. Faktor distribusi

Sebelum adanya kebijakan yang mengatur, distribusi pendapatan dan kekayaan bergantung
pada faktor-faktor yang melekat pada masing-masing individu, di antaranya pendapatan
pribadi, akumulasi kekayaan, dan warisan. Pendapatan juga dipengaruhi oleh pendapatan
masing-masing orang di dalam dunia kerja yang bersifat kompetitif. Faktor-faktor yang
melekat pada masing-masing individu inilah yang dapat menyebabkan adanya kesenjangan
sosial di antara masyarakat karena orang yang sudah kaya akan cenderung memperkaya
dirinya karena kemudahan akses dalam mencapai kesejahteraan sosial, sedangkan orang
yang sudah miskin akan kesulitan keluar dari situasinya pada saat itu.

b. Bagaimana Pendapatan Harus Didistribusikan

Redistribusi dapat dilakukan dengan cara:

1. Skema transfer pajak, menggabungkan perpajakan progresif untuk pendapatan


tinggi dengan subsidi kepada rumah tangga berpenghasilan rendah.

2. Pajak progresif yang digunakan untuk membiayai pelayanan publik, khususnya


seperti perumahan rakyat, yang terutama menguntungkan rumah tangga
berpenghasilan rendah.

3. Kombinasi pajak atas barang yang dibeli sebagian besar oleh konsumen
berpenghasilan tinggi dengan subsidi untuk barang-barang lain yang digunakan
terutama oleh konsumen berpenghasilan rendah.

3. Fungsi Stabilisasi

Fungsi stabilisasi, yakni fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi, sosial
politik, hukum, pertahanan, dan keamanan.

a. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter, kebijakan yang dibuat oleh Bank Sentral untuk mengatur jumlah uang
yang beredar dan tingkat suku bunga, disesuaikan dengan kebutuhan ekonomi negara.

Instrumen Moneter berfungsi untuk menentukan alokasi sumber daya barang-barang


pribadi. Seperti yang ditunjukkan Walter Bagehot satu abad lalu, "Uang tidak mengendalikan
dirinya sendiri." Jika dibiarkan sendiri, sistem perbankan tidak akan secara tepat
menghasilkan jumlah uang beredar yang sesuai dengan stabilitas ekonomi, tetapi akan—
sebagai tanggapan terhadap permintaan kredit dari pasar—menonjolkan kecenderungan
fluktuasi yang berlaku. Oleh karena itu, jumlah uang beredar harus dikendalikan oleh sistem
bank sentral dan disesuaikan dengan kebutuhan perekonomian baik dari segi stabilitas
jangka pendek dan pertumbuhan jangka panjang. Memperluas jumlah uang beredar akan
cenderung meningkatkan likuiditas, menurunkan suku bunga, dan dengan demikian
meningkatkan tingkat permintaan, dengan adanya pembatasan moneter, dapat mencegah
hal-hal tersebut terjadi.

b. Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal, kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatur pengeluaran dan
pendapatan negara. Terdapat 4 instrumen yang diatur dalam kebijakan fiskal, yaitu
perpajakan, pengeluaran pemerintah, utang publik, dan anggaran negara.

1. Perpajakan

Instrumen pajak pada kebijakan fiskal bisa dikatakan paling kuat keberadaannya di
tangan otoritas publik. Hal tersebut karena pajak mampu memengaruhi ekonomi
suatu negara secara makro. Misalnya saja perubahan perilaku konsumsi
masyarakat, daya beli, hingga investasi. Alasan kedua sangat jelas bahwa pajak
merupakan pemasukan utama dari sebuah negara Hal-hal yang diperhatikan dalam
instrumen pajak adalah ketika pendapatan pemerintah sedikit, maka besar
kemungkinan negara akan menaikkan tarif pajak.

Disisi lain, ketika pemerintah menaikkan pajak pada kondisi tertentu, kemungkinan
permintaan barang dan jasa atau kemampuan daya beli masyarakat akan berkurang.

2. Pengeluaran

Pengeluaran pemerintah sangat erat kaitannya dengan upaya pembangunan negara.


Mulai dari pembangunan infrastruktur atau pembangunan SDM.

Pengeluaran negara ini nantinya akan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan


ekonomi. Misalnya saja pembangunan lalu lintas transportasi darat, fasilitas
kesehatan, atau pendidikan.

3. Utang Publik

Upaya pemerintah untuk meminjam kepada bank dunia atau pinjaman publik dengan
cara mengeluarkan surat utang dan obligasi.

Hal itu muncul dari anggapan bahwa pemasukan pemerintah tidak cukup untuk
memenuhi pengeluaran.
4. Anggaran

Segala rencana pengeluaran dan penerimaan negara untuk menjalankan program


pertumbuhan ekonomi terutama program-program jangka panjang.

Instrumen Fiskal Kebijakan fiskal juga memiliki pengaruh langsung pada tingkat tuntutan.
Meningkatkan pengeluaran publik akan menjadi ekspansif karena permintaan meningkat,
awalnya di sektor publik dan kemudian ditransmisikan ke pasar swasta. Pengurangan pajak,
sama, mungkin ekspansif sebagai pembayar pajak yang tersisa dengan tingkat yang lebih
tinggi dari pendapatan dan mungkin diharapkan untuk menghabiskan lebih banyak.
Perubahan tingkat defisit demikian memainkan peranan penting. Pada saat yang sama,
banyak yang akan tergantung pada bagaimana defisitnya dibiayai. Jika disertai dengan
kebijakan moneter yang mudah, efek ekspansif dari Defisit pembiayaan akan semakin besar
karena defisit tersebut dapat dipenuhi dengan peningkatan kredit. Jika dicocokkan dengan
uang ketat, menempatkan hutang tambahan akan membutuhkan peningkatan tingkat bunga
dan dengan demikian memiliki efek restriktif pada transaksi pasar. Lebih-lebih lagi, efek
pada arus modal internasional, seperti yang telah dilihat ekonomi Amerika di 1980-an, sekali
lagi sangat penting.

Selain itu, penting pula untuk mengetahui pandangan terhadap argument mengenai apakah
redistribusi penting dilakukan oleh pemerintah dan apa dasar atau metode yang
menghasilkan pendapat tersebut. Hal ini dijelaskan melalui tiga argument, yaitu sebagai
berikut:

1. The Utilitarian Argument

Utilitarianisme berpendapat bahwa keberhasilan suatu kebijakan sosial dinilai dari


pengaruhnya terhadap kesejahteraan atau utilitas tiap individu dalam masyarakat.
Kesejahteraan sosial dianggap tergantung pada utilitas tiap orang. Secara historis, kaum
utilitarian abad kesembilan belas berpendapat kesejahteraan sosial sebagai total utilitas tiap
individu. Kebijakan sosial harus dinilai berdasarkan bagaimana pengaruhnya terhadap total
utilitas, tujuannya adalah untuk membuat jumlah itu sebesar mungkin.

untuk memberikan pemahaman pada argumen utilitarian untuk redistribusi, perlu dibuat
beberapa asumsi:

1. Utilitas (kesejahteraan) setiap individu bergantung pada pendapatannya. Secara


khusus, utilitas total meningkat ketika pendapatan meningkat. Tetapi, pada tingkat
yang semakin berkurang, utilitas marjinal pendapatan menurun. Ini berarti bahwa
100 Rupiah akan menambah lebih banyak kesejahteraan jika pendapatan seseorang
adalah 10.000 daripada jika 50.000, karena utilitas marjinal akan lebih tinggi.

2. Setiap individu memiliki fungsi utilitas yang sama, yaitu fungsi yang menghubungkan
pendapatan dengan utilitas.

3. Jumlah pendapatan masyarakat tetap.

Ketiga asumsi ini menyiratkan bahwa kesejahteraan sosial meningkat ketika pendapatan
diambil dari seseorang yang berpenghasilan lebih tinggi dan diberikan kepada seseorang
yang berpenghasilan lebih rendah. Mengambil 1000 rupiah dari seorang jutawan tidak akan
begitu mengurangi utilitasnya, tetapi sangat menambah utilitas orang miskin (karena utilitas
marjinal lebih rendah untuk jutawan) dan karena itu meningkatkan jumlah utilitas. Memang,
logika posisi utilitarian menyiratkan bahwa pendapatan harus didistribusikan kembali sampai
semua orang memiliki utilitas marjinal yang lebih rendah, dan redistribusi kepada mereka
yang berpenghasilan lebih rendah akan meningkatkan kesejahteraan sosial.

2. The Contractarian Approach

Pendekatan filosofis yang dikenal sebagai The Contractarian Approach atau teori kontrak
dikemukakan oleh John Rawls. Dalam memperoleh keadilan di dalam masyarakat, Rawls
meminta kita untuk memikirkan prinsip-prinsip apa yang orang akan setujui (kontrak) jika
berada dalam situasi netral atau "posisi asli". Dalam situasi imajiner ini, orang tidak tahu
posisi mereka di dalam masyarakat nantinya. Dengan demikian, orang tersebut harus
membayangkan bahwa Ia mungkin dilahirkan sehat atau sakit, cerdas atau terbelakang, laki-
laki atau perempuan, memiliki orang tua kaya atau miskin, dan seterusnya.

Pada persoalan distribusi, Rawls berpendapat bahwa orang akan memilih kebijakan yang
mengurangi ketidaksetaraan pendapatan. Motivasi dasarnya sama dengan pembelian
asuransi. Dalam situasi netral, seseorang akan menghadapi risiko menjadi orang yang tidak
memiliki kemampuan atau keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh banyak
pendapatan. Untuk mencegah kemungkinan itu, Ia menginginkan mekanisme yang
memberikan pendapatan kepada orang-orang tersebut, seperti kebijakan redistribusi
pemerintah.

Rawls sebenarnya melanjutkan dengan berargumen bahwa semua orang akan menyetujui
jumlah redistribusi tertentu: yang memaksimalkan kesejahteraan orang yang paling miskin di
masyarakat. Argumen khusus itu telah banyak dikritik, tetapi orang dapat menolaknya dan
masih menyimpulkan bahwa kebanyakan orang dalam posisi semula akan memilih
kebijakan sosial yang mewujudkan beberapa redistribusi.
Akibatnya, teori kontrak mengundang kita untuk mencoba menempatkan diri kita pada posisi
orang lain saat kita memutuskan apakah redistribusi diinginkan. Selain kesulitan praktis
untuk melakukan itu, tampak jelas bahwa tidak semua orang akan setuju pada jumlah atau
jenis redistribusi yang dianggap diinginkan. Meskipun demikian, banyak yang menganggap
pendekatan ini sebagai cara yang menarik untuk sampai pada keputusan yang relatif tidak
memihak, dan dari situ mereka menyimpulkan bahwa beberapa derajat redistribusi
diinginkan.

3. Redistribution as a public good

Meningkatkan pendapatan orang miskin dengan melakukan transfer kepada mereka dapat
memiliki karakteristik barang publik. Jika banyak orang tidak miskin menginginkan
pendapatan yang lebih tinggi bagi orang miskin, maka tingkat pendapatan orang miskin
adalah barang yang secara simultan mempengaruhi kesejahteraan banyak orang tidak
miskin. Dapat dikatakan pendapatan orang miskin tidak hanya menguntungkan orang miskin
tetapi juga sebagian, atau semua, orang tidak miskin. Jika banyak orang yang tidak miskin
membantu orang miskin, redistribusi pendapatan dari orang tidak miskin kepada orang
miskin akan menguntungkan kedua kelompok. Dalam keadaan ini, ada kasus efisiensi yang
harus dibuat untuk redistribusi pemerintah.

Namun, jika orang yang tidak miskin ingin membantu orang miskin, mengapa tidak
melakukan transfer swasta secara individual secara sukarela daripada meminta pemerintah
melakukan fungsi ini? Di mana kasus redistribusi oleh pemerintah? Jawabannya tentu saja
adalah masalah free rider. Jumlah transfer sukarela yang terlalu kecil dirasa tidak terlalu
berdampak. Misalnya, masing-masing dari 10 juta orang tidak miskin bersedia membayar
1.000 rupiah jika pendapatan gabungan orang miskin ditingkatkan sebesar 5 miliar rupiah.
Tidak ada satu orang pun yang tidak miskin akan secara sukarela melakukan transfer
karena transfer 1.000 rupiah dengan sendirinya tidak akan mengurangi tingkat kemiskinan,
seperti halnya satu mobil yang dilengkapi dengan pengontrol polusi tidak akan
membersihkan lingkungan secara nyata. Namun semua yang tidak miskin akan lebih baik
jika pemerintah memungut pajak sebesar 500 rupiah untuk masing-masing dan mentransfer
pendapatan (5 miliar rupiah) kepada orang miskin. Setiap orang tidak miskin akan
memperoleh hasil senilai 1000 rupiah dengan biaya 500 rupiah. Seperti yang ditunjukkan
oleh contoh ini, mungkin ada manfaat baik bagi yang tidak miskin maupun yang miskin dari
redistribusi oleh pemerintah

Trade-off antara efisiensi dan redistribusi ekonomi


Efisiensi adalah kondisi di mana hasil-hasil perekonomian menjadi sebesar mungkin.
Sedangkan pemerataan adalah suatu kondisi di mana hasil-hasil perekonomian terdistribusi
secara merata.

Trade-off antara efisiensi dan pemerataan ekonomi didasarkan pada dua gagasan:

1. Ekonomi efisien, jadi tidak ada yang bisa dibuat lebih baik tanpa membuat orang lain
lebih buruk (Pareto efisien)
2. Mentransfer pendapatan dari satu orang ke orang lain itu merugikan.

Tradeoff antara efisiensi dan pemerataan dapat dijelaskan sebagai berikut. Salah satu
usaha pemerintah untuk pemerataan adalah pengenaan pajak lebih besar bagi masyarakat
yang memiliki penghasilan lebih besar untuk dibagikan kepada mereka yang kurang
beruntung. Pada saat bersamaan, hal ini mengurangi efisiensi ekonomi. Insentif terhadap
orang-orang yang bekerja menjadi turun, sehingga orang-orang menurunkan
produktivitasnya. Akibatnya, hasil perekonomian secara keseluruhan menurun. Hal ini
menunjukkan bahwa usaha pemerintah untuk melakukan pemerataan, pada saat
bersamaan akan mengecilkan efisiensi ekonomi. Sehingga kedua hal ini tampaknya sulit
untuk dicapai secara bersama.

Untuk mengatasinya, dibutuhkan lumpsum transfer (lumpsum taxes dan lumpsum subsidies)
sehingga memungkinkan mencapai ekuilibrium kompetitif yang memiliki properti efisien
dengan alokasi sumber daya yang adil. Melalui lumpsum transfer, trade off antara efisiensi
dan pemerataan tidak terjadi sehingga kebijakan redistribusi dapat dilakukan tanpa
menciptakan diskriminasi harga dan terjadinya inefisiensi. Lumpsum transfer dalam
contohnya adalah subsidi dari pemerintah. Diharapkan dengan adanya lumpsum transfer
akan mempengaruhi pendapatan disposable masyarakat yang pada akhirnya akan
mengubah keseimbangan pendapatan nasional. Sedangkan lumpsum tax adalah pungutan
pajak yang jumlahnya tetap, artinya besarnya pajak tersebut tidak tergantung kepada
besarnya pendapatan. Dengan demikian, kebijakan redistribusi dapat berjalan dalam suatu
sistem yang memenuhi kondisi untuk efisiensi sosial atau optimum pareto.

Critical review

1. Fungsi Alokasi

Peran pemerintah sebagai penyedia fasilitas publik sudah tepat karena beberapa barang
yang tidak bisa disediakan oleh swasta. Pemerintah dalam hal ini harus bisa menjamin
adanya keadilan dalam pemerataan fasilitas publik. Namun, seperti yang sedang terjadi saat
ini, infrastruktur cenderung lebih diprioritaskan untuk dibangun di daerah yang ekonominya
sudah maju sedangkan daerah yang belum maju tidak disediakan fasilitas sebaik di daerah
yang maju, misalnya ketimpangan fasilitas sosial di Papua dibandingkan dengan di Pulau
Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah di Indonesia belum bisa mengalokasikan
fasilitas publik dengan adil.

2. Fungsi Distribusi

Masyarakat yang lahir dari keluarga kaya cenderung akan kaya karena kemudahan dalam
memperoleh kebutuhan hidupnya, sedangkan masyarakat yang terlahir dari keluarga miskin
cenderung akan tetap miskin. Maka, akan terjadi kesenjangan sosial yang signifikan di
dalam masyarakat dan hal ini dapat merugikan setiap orang, baik itu masyarakat kaya
maupun miskin. Distribusi pendapatan dalam masyarakat melalui berbagai skema dan
strategi sudah tepat dan akan mengurangi ketimpangan sosial yang mungkin terjadi. Oleh
karena itu, pemerintah harus dapat mengatur kebijakan distribusi ini agar tidak salah
sasaran dan dapat menjamin kesejahteraan tiap masyarakatnya.

3. Fungsi Stabilisasi

Peran pemerintah sebagai fungsi stabilisasi ekonomi sudah tepat karena jika tidak ada yang
menjalankan fungsi tersebut, ekonomi suatu daerah akan mengalami masalah seperti inflasi,
ketimpangan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pemerintah harus bisa mengambil
kebijakan untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

4. The Utilitarian Argument

Utilitas yang dimiliki oleh tiap individu tidaklah sama. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan
untuk membandingkan kerugian utilitas satu orang dengan keuntungan orang lain. Utilitas
juga tidak hanya bergantung pada pendapatan tetapi juga pada usia, kesehatan, pekerjaan,
teman, hobi, dan sebagainya. Kebijakan sosial dalam the utilitarian argument menempatkan
seolah-olah tiap orang memiliki fungsi kesejahteraan sosial yang sama, yaitu fungsi dari
pendapatan dan utilitas.

5. The Contractarian Approach

Metode ini hanya melihat pandangan subjektif tiap individu tentang preferensi mereka
terhadap kebijakan jika berada di titik terendah. Namun, pendapat tiap orang berbeda dan
belum tentu dapat menghasilkan kebijakan terbaik karena seseorang mungkin tidak akan
merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain sebelum berada pada situasi itu sendiri.

6. Redistribution As a Public Good


Membayar pajak secara sukarela tentu tidak akan berhasil karena orang akan cenderung
memilih untuk menikmati fasilitas publik tanpa harus membayar apapun. Maka, peran
pemerintah sebagai pihak yang mengatur redistribusi menjadi penting agar pendapatan di
dalam masyarakat tidak mengalami ketimpangan dan kesejahteraan sosial dapat terjamin.

7. Trade-off Antara Efisiensi ekonomi dan Redistribusi Ekonomi

Teori ini mengatakan bahwa efisiensi ekonomi dan redistribusi ekonomi tidak akan terjadi
kecuali ada strategi lain seperti lumpsum tax dan subsidies. Namun, kedua metode tersebut
belum tentu dapat diterapkan di semua daerah. Adanya kesamaan dalam jumlah pajak yang
harus dibayarkan tiap orang di dalam masyarakat bisa saja merugikan pihak yang
berpendapatan rendah karena mereka belum tentu memiliki pendapatan yang cukup untuk
membayar pajak tersebut. Selain itu, subsidi pemerintah jika tidak tepat sasaran malah
hanya menambah kesejahteraan masyarakat berpendapatan tinggi dan tidak menambah
kesejahteraan masyarakat miskin

Daftar Pustaka

Browning and Browning. (1994). Public Finance and Price System

Musgrave, R. A. & Musgrave, P. B. (1984). Public Finance in Theory and Practice.


Singapore: Mcgraw-hill Book Company

Pemerintah Kabupaten Buleleng Kecamatan Sukasada. (2019). Kebijakan Pemerintah


dalam Bidang Ekonomi. Diakses pada 13 September 2021, dari
https://sukasada.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/kebijakan-pemerintah-
dalam-bidang-ekonomi-59

Rusdiono Consulting. (2021). Kebijakan Fiskal: Pengertian, Tujuan, dan Contohnya. Diakses
pada 13 September 2021, dari https://www.rusdionoconsulting.com/kebijakan-fiskal/

Stiglitz, J. E. & Rosengard, J. K. (2015). Economics of Public Sector. New York: W. W.


Norton Company, Inc.

Trade Off : Efisiensi Dan Pemerataan. (2013). Diakses pada 13 September 2021, dari
http://bedroomwriter.blogspot.com/2013/02/trade-off-efisiensi-dan-pemerataan.html

Anda mungkin juga menyukai