Anda di halaman 1dari 9

CRYOTHERAPY: SEBUAH PARADIGMA BARU DALAM PERAWATAN

ENDODONTIK
Dalia Mukhtar Fayyad, Nelly Abdelsalam, Nasr Hashem
ABSTRAK
Pendahuluan: Tujuan dari artikel ulasan ini adalah untuk mendiskusikan konsep
cryotherapy, mekanismenya, efek fisiologisnya, dan beragam aplikasinya dalam
bidang endodontik. Metode: Artikel yang dipilih dibatasi pada artikel-artikel yang
dipublikasikan dalam Bahasa Inggris dan menggunakan kata kunci berikut:
Cryotherapy, perawatan nikel-titanium cryogenic, terapi dingin, dan cryotherapy
dalam bidang endodontik Seleksi artikel didasarkan pada database dari mesin
pencarian elektronik berikut: PubMed, Scopus, Web of Scince, dan Egyptian
Knowledge Bank. Hasil: Pencarian awal menghasilkan 98 sitasi, 78 di antaranya
diinklusikan. Berdasarkan data yang terkumpul, 32 studi membahas efek fisiologis
cryotherapy, 10 fokus pada ilustrasi berbagai contoh aplikasi cryotherapy selama
perawatan saluran akar, dan 36 studi mengenai efek perlakuan cryogenic pada
instrumen endodontik. Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa cryotherapy
merupakan metode tambahan yang sederhana dan murah untuk meminimalkan nyeri
pasca operasi pada kasus periodontitis apikalis simptomatik dan untuk mengontrol
perdarahan pulpa selama perawatan pulpa vital. Tidak diragukan lagi, tindakan ini
juga merupakan tindakan yang sangat diperlukan untuk mengontrol inflamasi dan
nyeri pasca operasi setelah perawatan endodontik. Namun, studi lebih lanjut
diperlukan untuk mengklarifikasi efek cryotherapy pada instrumen putar nikel-
titanium generasi terbaru.
Kata Kunci: Cryotherapy; nyeri pasca perawatan endodontik; instrumen
endodontik nikel-titanium
Cryotherapy mengacu pada penurunan suhu jaringan untuk tujuan terapeutik.
Istilah ini berasal dari kata Yunani "cryos" yang berarti "dingin" dan "therapeia" yang
berarti "menyembuhkan" 1. Sejak 3000 SM, Bangsa Mesir kuno adalah bangsa
pertama yang menerapkan suhu dingin untuk mengobati luka dan mengurangi
inflamasi. Namun, James Arnott pada tahun 1851 adalah orang pertama yang
melaporkan dan mendemonstrasikan terapi pembekuan ini dengan menggunakan
campuran garam dan es pada penyakit malignan2.
Konsep cryotherapy sebenarnya tidak berarti mendinginkan jaringan target
melainkan mengekstraksi panas dari jaringan yang bersuhu lebih tinggi ke objek yang
bersuhu lebih rendah3. Cryotherapy telah sering diterapkan dalam bidang kedokteran
dan bidang kedokteran gigi lainnya4.
Terapi ini telah digunakan terutama untuk menghilangkan rasa nyeri pada cidera
akibat olahraga, untuk lutut pelari, tendonitis, keseleo, nyeri artritis, nyeri, dan
inflamasi; setelah penggantian pinggul atau lutut untuk mengobati nyeri atau
inflamasi di bawah gips atau splint; dan nyeri punggung bawah5. Selain itu, terapi ini
juga telah digunakan untuk menghancurkan jaringan displastik. Untuk tujuan ini,
terapi ini disebut sebagai cryosurgery oleh National Cancer Institute6. Namun, dalam
kedokteran gigi, cryotherapy telah digunakan setelah prosedur bedah eksisi intraoral7,
bedah periodontal, dan setelah ekstraksi dan penempatan implan dan terbukti efektif
dalam mengurangi inflamasi, nyeri, dan artritis yang terkait dengan gangguan sendi
temporomandibular8.
Di bidang endodontik, cryotherapy telah dilaporkan digunakan setelah operasi
periradikuler dan selama perawatan saluran akar9 untuk meminimalkan nyeri dan
inflamasi pasca operatif. Implementasi cryotherapy lainnya dalam endodontik adalah
deep cryotherapy pada file endodontik nikel-titanium (NiTi), yang menawarkan
peningkatan ketahanan terhadap fatigue siklik, mengurangi potensi separasi file 10.
Baru-baru ini, cryotherapy berhasil dicoba sebagai terapi tambahan yang berguna
untuk hemostasis pada cryotherapy pulpa vital bersamaan dengan penggunaan bahan
bioceramic11. Pada artikel ini, konsep cryotherapy, mekanisme dan efek fisiologisnya,
serta beragam aplikasi cryotherapy dalam bidang endodontik dibahas.
STRATEGI PENCARIAN LITERATUR
Seleksi Sumber Literatur
Seleksi artikel dalam ulasan ini didasarkan pada database mesin pencari elektronik
berikut: PubMed (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed), Scopus
(http://www.scopus.com), Web of Science (https://www.webofknowledge.com), dan
Egyptian Knowledge Bank (http: //www.ekb. Eg). Akses terakhir adalah pada
September 2019 menggunakan kombinasi kata kunci berikut: Cryotherapy, perawatan
nikel-titanium cryogenic, terapi dingin, dan cryotherapy dalam bidang endodontik.
Studi oleh Bahcall et al11 adalah satu-satunya studi yang tidak ada dalam database
yang disebutkan di atas dan dimasukkan karena kepentingannya dalam artikel ini —
stusi ini adalah studi pertama yang menerapkan cryotherapy dalam terapi pulpa vital.
Kriteria Inklusi
Studi klinis, laporan kasus, serta studi dasar dan teknis yang mengevaluasi
cryotherapy dan diterbitkan dalam bahasa Inggris dan di jurnal ilmiah peer-review
diinklusikan dalam artikel ulasan ini. Artikel teks lengkap yang dikumpulkan
diperoleh secara elektronik, dan referensi lengkap dipartisi dan diseleksi. Daftar
referensi dari masing-masing artikel ini diperiksa secara manual untuk studi
tambahan.
Seleksi Studi
Judul artikel yang diambil terutama diseleksi secara independen oleh 3 penulis
untuk mengenali studi yang sesuai dengan kriteria inklusi. Jika terjadi
ketidaksepakatan antara penulis, diskusi kelompok dilakukan, dan keputusan akhir
dicapai dengan bantuan penulis korespondensi. Setiap publikasi yang tidak memenuhi
kriteria seleksi studi dieksklusikan.
Ekstraksi dan Organisasi Data
Sebanyak 78 studi dikumpulkan termasuk 30 studi yang membahas efek fisiologis
cryotherapy, 11 yang berfokus pada ilustrasi berbagai penerapan cryotherapy selama
perawatan saluran akar, dan 41 studi yang berkaitan dengan efek perlakuan cryogenic
pada instrumen endodontik.
Efek Fisiologis Cryotherapy
Bagi sebagian besar klinisi, tampaknya tantangan utama yang dihadapi adalah
pengendalian rasa nyeri. Perawatan saluran akar lebih sering dikaitkan dengan nyeri
pasca operatif yang parah daripada prosedur perawatan gigi lainnya 12. Oleh karena itu,
penatalaksanaan nyeri pasca operatif sangat penting dalam praktik endodontik.
Hargreaves dan Hutter13 melaporkan bahwa nyeri pasca operatif dapat diantisipasi,
terutama pada gigi dengan nyeri pra operatif dan / atau nekrosis pulpa.
Presentasi umum nyeri postendodontik biasanya berupa periodontitis apikalis
simptomatik. Kondisi ini mirip dengan reaksi inflamasi akut yang khas pada jaringan
ikat lainnya di tubuh. Terdiri dari vasodilatasi 14, peningkatan permeabilitas vaskular,
dan transmigrasi leukosit dari pembuluh darah ke lokasi cedera jaringan. Leukosit yang
bertransmigrasi pada dasarnya adalah neutrofil dan makrofag. Aktivitas biologis ini
diinduksi oleh mediator inflamasi, yang juga menyebabkan kerusakan jaringan15 dan
mengakibatkan nyeri serta inflamasi16.
Nyeri postendodontik dalam praktik klinis dapat dicegah dengan cara melakukan
setiap tindakan secara teliti selama protokol perawatan endodontik dan setiap tahapan
klinis dilakukan dengan sangat presisi. Penggunaan anestesi jangka panjang dan
reduksi oklusal juga direkomendasikan sebagai tindakan pencegahan lain untuk
pengendalian nyeri17.
Pendekatan lain untuk membalikkan proses inflamasi dan mengontrol nyeri adalah
pemberian medikasi sebelum tindakan untuk mencapai preemptive analgesia atau bisa
diberikan medikasi pasca operatif. Medikasi ini termasuk medikasi anti-inflamasi
nonsteroid, parasetamol, atau kortikosteroid. Meskipun medikasi golongan tersebut
relatif aman, efek samping seperti intoleransi gastrointestinal 18-20 dan gangguan ginjal,
hati, dan pernapasan telah dilaporkan21. Untuk menghindari efek sekunder ini,
perawatan seperti laser dan cryotherapy telah disarankan22.
Tiga efek fisiologis dasar dari cryotherapy adalah efek vaskular, neurologis, dan
metabolisme jaringan. Jika jaringan terpapar suhu rendah selama lebih dari 15 menit,
terjadi vasokonstriksi sebagai refleks awal dan diikuti oleh vasodilatasi yang diinduksi
oleh suhu dingin. Vasodilatasi dimediasi oleh pelepasan zat yang menyerupai
histamin yaitu zat "H." Aliran darah hangat di daerah tersebut akan kembali
menghasilkan vasokonstriksi yang diikuti oleh vasodilatasi. Siklus vasokonstriksi dan
vasodilatasi ini bersifat repentitif serta kontinu dan dikenal sebagai “hunting
response”23. Vasokonstriksi mengikuti vasodilatasi sebagai refleks saraf yang dipicu
oleh elemen adrenergik pada pembuluh darah24 dan menurunkan permeabilitas
vaskular, yang kemudian mendekatkan dinding-dinding pembuluh darah25. Penurunan
permeabilitas merupakan faktor kunci untuk mengurangi jumlah cairan yang
berpindah ke jaringan periradikuler sebagai eksudat atau transudat, sehingga
mengurangi edema dan inflamasi jaringan, yang biasanya terjadi pada jaringan
periapikal setelah preparasi kemomekanis9. Pencegahan hematoma pasca pembedahan
periradikuler sangat penting untuk mengendalikan nyeri, tetapi juga penting untuk
meningkatkan proses penyembuhan, menurunkan insidensi komplikasi pasca bedah,
dan meningkatkan hasil perawatan. Aplikasi suhu dingin pasca operatif menghambat
aliran darah lokal dan melawan fenomena rebound, yang mengikuti penggunaan
anestesi lokal yang mengandung vasokonstriktor. Dengan demikian, menurunkan
suhu lokasi pembedahan dengan aplikasi suhu dingin telah menjadi protokol yang
direkomendasikan dalam terapi suportif pasca bedah8.
Mengenai efek neurologis, analgesik berkaitan erat dengan kecepatan konduksi
saraf serabut saraf sensorik nosiseptif26,27. Pendinginan menginduksi analgesia dengan
memperlambat kecepatan konduksi saraf. Namun, efek ini lebih terasa pada serabut
saraf bermielin (serabut A-delta) dibandingkan dengan serabut tak bermielin (serabut
C)28 karena serabut saraf bermielin sepenuhnya menjadi non-aktif pada sekitar 7 C,
sedangkan serabut tak bermielin sepenuhnya menjadi non-aktif pada sekitar 3 C
sebagaimana dibuktikan oleh Franz dan Iggo29. Telah diasumsikan juga bahwa teori
gate control bertanggung jawab atas efek analgesik cryotherapy dengan memberikan
input sensorik yang lebih cepat pada serabut saraf A bermielin yang lebih besar untuk
menutup gate secara sementara dan menghalangi transmisi impuls yang lebih
menyakitkan dari serabut C yang tidak bermielin.
Terlebih lagi, aplikasi suhu dingin dapat menyebabkan analgesia dengan
menstimulasi pelepasan agen neuroefektif seperti endorfin. Endorfin berikatan dengan
reseptor opioid di spina dorsal meduler, sehingga menghambat transmisi impuls
nosiseptif ke sistem saraf pusat31.
Selain itu, aplikasi suhu dingin dapat menurunkan ambang aktivasi nosiseptor
jaringan (ujung saraf khusus yang diaktifkan setelah cidera jaringan), menghasilkan
efek anestesi lokal yang didefinisikan sebagai neuropraksia yang diinduksi oleh suhu
dingin. Dengan demikian, efek analgesik dari pendinginan dihasilkan oleh kombinasi
menurunnya pelepasan mediator nyeri kimiawi dan propagasi sinyal nyeri saraf yang
lebih lambat.
Berkenaan dengan efek cryotherapy pada metabolisme jaringan, jaringan yang
mengalami cidera cenderung menggunakan lebih banyak oksigen sehingga kemudian
menyebabkan hipoksia dan nekrosis jaringan. Cryotherapy menurunkan aliran darah
ke jaringan dan metabolisme sel lebih dari 50%. Maka dari itu, hal ini memperlambat
laju reaksi biokimia, membatasi produksi radikal bebas di jaringan; mengurangi
tingkat konsumsi oksigen; dan mencegah hipoksia jaringan serta cidera jaringan lebih
lanjut33,34.
Aplikasi Cryotherapy Selama Perawatan Endodontik
Vera et al35 adalah orang pertama yang menjelaskan cryotherapy di bidang
endodontik. Mereka menggunakan irigasi akhir dengan larutan saline dingin bersuhu
2,5 oC yang dikombinasikan dengan Endovac (Kerrdental, KerrHawe SA, Bioggio,
Swiss) selama 5 menit untuk mengukur perubahan suhu permukaan akar luar dari
gigi yang dicabut. Mereka menemukan penurunan lebih dari 10 oC pada suhu
permukaan akar luar yang bertahan selama 4 menit. Dengan asumsi bahwa penurunan
suhu permukaan akar ini dapat menimbulkan efek anti-inflamasi dan analgesik lokal
pada jaringan periapikal, mereka mendorong studi klinis lebih lanjut dengan kerangka
metodologi yang sama.
Pada tahun 2016, cryotherapy pertama kali digunakan secara klinis dalam
endodontik oleh Keskin et al36 untuk meminimalkan nyeri pasca operatif setelah
perawatan saluran akar satu kali kunjungan. Mereka menerapkan protokol yang
direkomendasikan oleh Vera et al35 saat menggunakan needle NaviTip 31-G
bertekanan positif dengan side-vent (South Jordan, Utah) bukan memanfaatkan
tekanan apikal negatif untuk meniadakan efek tambahannya dalam mengurangi nyeri
pasca operatif. Hasil studi ini menunjukkan penurunan nyeri pasca operatif yang
signifikan pada kelompok cryotherapy dibandingkan dengan kelompok kontrol. Gigi
dengan pulpa yang mengalami inflamasi dan masih vital diinklusikan dalam studi
mereka. Studi mereka menginklusikan gigi dengan pulpa vital yang mengalami
inflamasi; namun, mereka tidak membedakan antara pulpitis asimtomatik dan
simptomatik juga tidak membedakan antara kasus dengan dan tanpa periodontitis
apikalis.
Studi tanpa kategori, tanpa diferensiasi, dan yang mempelajari beragam jenis kasus
mungkin mempengaruhi hasil karena tingkat inflamasi dan derajat nyeri pra opertif
pasti berdampak pada insidensi dan derajat nyeri pasca operasi.
Studi lain yang mengikuti protokol yang sama yang disajikan oleh Vera et al35
menegaskan bahwa cryotherapy mengurangi nyeri pasca operatif setelah perawatan
saluran akar satu kali kunjungan pada gigi dengan pulpa vital 37,38. Namun demikian,
ekstirpasi pulpa yang mengalami inflamasi pada pulpitis ireversibel yang
inflamasinya hanya terbatas di dalam pulpa dan tidak meluas ke jaringan periapikal
biasanya dilanjutkan dengan rasa lega yang dirasaka oleh pasien, sehingga efek
langsung cryotherapy untuk mengurangi nyeri pasca operatif tidak dapat ditetapkan
dalam kasus ini.
Dalam uji klinis multicenter acak, cryotherapy terbukti mengurangi insidensi nyeri
pasca operatif dan kebutuhan medikasi pada pasien dengan diagnosis nekrosis pulpa
dan periodontitis apikalis simptomatik. Selain itu, efek cryotherapy pada pengurangan
nyeri pasca operatif dibandingkan pada pulpitis ireversibel dengan dan tanpa
periodontitis apikalis. Saline dingin diaplikasikan sebagai irigan akhir menggunakan
side-vented needle 27-G. Hasil studi mereka menunjukkan bahwa perbedaan ketika
diberikan cryotherapy hanya ditemukan pada pasien yang didiagnosis dengan
periodontitis apikalis, sedangkan pada pasien yang didiagnosis pulpitis ireversibel saja
tidak terdapat perbedaan signifikan dalam insidensi nyeri pasca operatif antara
kelompok cryotherapy dan kontrol39. Alharthi et al40 menegaskan ketidakefektifan
cryotherapy pada kasus yang sebelumnya bersifat asimptomatik tanpa disertai patosis
periapikal. Temuan ini sejalan dengan Jain et al41; lebih lanjut, mereka
merekomendasikan penggunaan cryotherapy untuk mengurangi nyeri pasca operatif
hanya pada pulpitis ireversibel simptomatis disertai periodontitis apikalis.
Dalam studi terbaru yang tidak dipublikasikan, Emad et al (Tesis, 2020)
mempelajari pengaruh protokol irigasi yang berbeda pada nyeri pasca operatif dan
ekspresi interleukin 6 dalam kasus dengan periodontitis apikalis simtomatik; semua
protokol irigasi yang menggunakan 2–5 mL irigasi dingin menghasilkan skor nyeri
yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan irigasi suhu kamar. Selain
itu, irigasi dengan 2–5 mL natrium hipoklorit dingin dari awal hingga akhir cleaning
dan shaping menunjukkan tingkat ekspresi interleukin 6 terendah.
Studi yang tersebar luas telah menjelaskan aplikasi cryotherapy dalam endodontik
untuk meminimalkan nyeri pasca operatif. Baru-baru ini, aplikasinya dalam
endodontik berkembang dalam terapi pulpa vital yang menunjukkan bahwa
cryotherapy telah berhasil diaplikasikan untuk mengontrol perdarahan pulpa pada
direct pulp capping dalam sebuah laporan kasus. Es yang terbuat dari air steril yang
kemudian diserut (0 C) diaplikasikan langsung ke jaringan pulpa yang terbuka dan
seluruh permukaan gigi selama 1 menit dan kemudian dikeluarkan dengan high-
suction aspiration dan diirigasi dengan EDTA. Setelah itu, lokasi paparan ditutup
dengan bahan bioceramic dan restorasi permanen. Gigi yang dirawat menjadi
asimtomatik setelah 2 minggu dan tetap asimtomatik, vital, dan berfungsi selama
periode tindak lanjut 12-18 bulan11. Lebih banyak studi klinis direkomendasikan
untuk menentukan prognosis jangka panjang dari cryotherapy pulpa vital. Baru-baru
ini, Topçuoglu et al42 mempelajari efek aplikasi cryotherapy intraoral pra operasi pada
tingkat keberhasilan blok nervus alveolaris inferior. Mereka menemukan bahwa
penggunaan cryotherapy intraoral meningkatkan potensi blok nervus alveolaris
inferior, terutama pada gigi dengan gejala pulpitis ireversibel. Namun, teknik anestesi
tambahan mungkin masih diperlukan untuk memberikan anestesi pulpa yang dalam
dalam banyak kasus.
Efek Cryotherapy terhadap Instrumen Endodontik
Preparasi biomekanik dianggap sebagai langkah terpenting dalam perawatan
saluran akar43. Endodontik modern sangat diuntungkan dengan munculnya instrumen
putar NiTi, terutama untuk saluran akar yang sangat melengkung, sehingga
memungkinkan preparasi yang jauh lebih cepat dan nyaman dengan kesalahan
shaping yang minimal44-49.
Namun, proses machining instrumen putar NiTi dapat menyebabkan kerusakan
permukaan pada cutting surface instrumen, yang mengakibatkan keausan dan
meningkatkan kerentanan terhadap korosi50. Instrumen NiTi juga menunjukkan
kekerasan mikro yang lebih rendah (303–362 Vicker’s hardness number) daripada
instrumen stainless steel (522–542 Vicker’s hardness number)51. Kombinasi antara
keausan permukaan dan kekerasan mikro yang lebih rendah mengganggu efisiensi
cutting instrumen NiTi jika dibandingkan dengan instrumen stainless steel52. Lebih
lanjut, defek machining ini dapat bertindak sebagai titik konsentrasi tegangan untuk
propagasi retakan di sepanjang permukaan yang selanjutnya akan menyebabkan
fraktur53.
Terpisahnya instrumen putar selama instrumentasi tanpa peringatan terjadinya
separasi merupakan halangan utama untuk keberhasilan perawatan saluran akar. Dua
mekanisme fraktur telah diidentifikasi untuk instrumen NiTi: fraktur lentur (fraktur
fatigue siklik) dan fraktur torsi.
Kegagalan fatigue torsi terjadi dalam beberapa kasus ketika ujung file tersangkut di
area apikal selama rotasi instrumen dan mengakibatkan fraktur ductile53,54. Di sisi lain,
kegagalan fatigue siklik terjadi karena pertukaran terus-menerus antara tegangan
tekan dan tegangan tarik yang parah di dalam saluran akar melengkung yang
menyebabkan transformasi fase berulang antara fase austenit dan fase martensitik di
NiTi, yang mengakibatkan fatigue siklik dan fraktur brittle ketika melewati batas
keadaan deformasi plastis yang dapat dikembalikan ke bentuk semula. Mekanisme ini
bertanggung jawab hingga 90% dari kasus fraktur55,56.
Berbagai metode telah diusulkan untuk meningkatkan efisiensi cutting, ketahanan
terhadap fatigue siklik, dan ketahanan terhadap keausan rotary file. Metode ini
termasuk implantasi ion boron57, nitridasi termal58, deposisi uap fisik titanium
nitrida59, electropolishing, dan perlakuan cryogenic.
Secara historis, perlakuan cryogenic pada logam selama proses pembuatan telah
dianjurkan untuk meningkatkan kekerasan permukaan dan stabilitas termal logam60.
Prosedur ini adalah prosedur tambahan dengan cara membuat stainless steel dan NiTi
superelastik mencapai suhu di bawah nol dan kemudian membiarkan logam
menghangat secara perlahan ke suhu kamar61-63. Prosedur ini telah diklasifikasikan
menjadi perlakuan cryogenic dangkal dan dalam tergantung pada suhu perawatan.
Perawatan di bawah suhu nol konvensional telah dicoba pada suhu sekitar -80 oC
(perlakuan cryogenic dangkal). Namun, umur pemakaian instrumen menjadi lebih
lama dengan perlakuan pada suhu yang lebih rendah (perlakuan cryogenic dalam)
seperti yang dihasilkan oleh nitrogen cair pada -185o C dan -196 0C.
Saat bahan direndam dalam nitrogen cair, prosesnya dianggap sebagai proses
basah. Proses kering adalah proses saat bahan tidak direndam tetapi dipertahankan
pada posisi di atas nitrogen cair. Keuntungan dari perlakuan cryogenic dalam kering
(DCT) adalah meningkatkan atau menurunkan suhu secara bertahap untuk
menghindari syok termal pada instrumen yang akan membuat instrumen menjadi
rapuh64.
Efek menguntungkan dari perlakuan cryogenic dalam dibandingkan dengan
perlakuan cryogenic konvensional yang dangkal mencakup peningkatan efisiensi
cutting, kekuatan metal secara keseluruhan 65 dan pelepasan tekanan internal alloy
sebagai hasil transformasi plastis yang diinduksi oleh perlakuan cryogenic66. Berbeda
dengan teknik perawatan permukaan, perawatan cryogenic juga mempengaruhi
seluruh penampang logam bukan hanya permukaan saja61. Oleh karena itu, perlakuan
cryogenic mungkin berguna untuk memperkuat file endodontik rotary.
Beberapa mekanisme telah diusulkan untuk mendemonstrasikan perbaikan sifat
bahan setelah perlakuan cryogenic, termasuk:
(1) reaksi antara atom nitrogen dan titanium, menghasilkan pembentukan titanium
nitrida di permukaan67, (2) deposisi atom nitrogen ke dalam ruang interstisial di dalam
atom alloy NiTi, menyebabkan lattice strain68; (3) transformasi martensitik yang lebih
lengkap dari fase austenit dari alloy NiTi66; dan (4) pengendapan partikel karbida
yang lebih halus di seluruh lattice kristal62. Dua mekanisme terakhir telah disarankan
untuk menjelaskan perubahan cryigenic pada alloy baja66. Karena tidak ada karbon
dalam alloy NiTi, mekanisme keempat tidak bisa diikutsertakan45. Terdapat
kontroversi mengenai mekanisme mana yang bertanggung jawab.
Dua studi telah dilaporkan dalam literatur endodontik yang mempelajari perlakuan
cryogenic pada instrumen endodontik stainless steel. Bramipour et al69 tidak
menemukan efek perlakuan cryogenic pada efisiensi cutting instrumen endodontik
stainless steel (file Flex R; Midwest Dental Equipment & Supply, Oklahoma City,
OK dan file Hedström; Kerrdental, KerrHawe SA, Bioggio, Swiss), sedangkan Berls 70
tidak menemukan peningkatan yang signifikan dalam ketahanan instrumen tangan
stainless steel terhadap keausan (tipe S dan tipe K).
Untuk instrumen endodontik NiTi super elastis, Kim et al.45 mempelajari efek
perlakuan cryogenic dalam kaitannya dengan kekerasan mikro dan efisiensi cutting.
Terjadi peningkatan kekerasan mikro, tetapi peningkatan ini tidak terlihat secara
klinis dalam hal efisiensi cutting juga tidak ada perubahan terukur pada permukaan
atau komposisi struktur. Vinothkumar et al64 melaporkan bahwa perlakuan cryogenic
dari file NiTi super elastis secara signifikan meningkatkan efisiensi cutting tanpa
mempengaruhi ketahanan terhadap keausan. Konflik ini mungkin terkait dengan
metode dan waktu perlakuan cryogenic. Pada studi pertama, instrumen direndam total
dalam nitrogen cair selama 10 menit, sedangkan pada studi yang kedua dilakukan
perlakuan DCT kering selama 24 jam.
Perlakuan DCT kering secara signifikan meningkatkan ketahanan fatigue siklik
dari file NiTi superelastik dibandingkan dengan file yang tidak diberi perlakuan.
Perubahan positif dalam fatigue siklik ini mengacu pada transformasi lengkap dari
fase austenitik alloy ke fase martensitik, yang dapat terjadi pada -195 o C dan dengan
demikian menurunkan tegangan internal dalam alloy karena deformasi plastis. Fase
austenit residual dalam alloy mengurangi kekerasan dan juga mengurangi ketahanan
alat terhadap keausan48. Dengan demikian, meningkatkan ketahanan terhadap keausan
dan mengurangi tekanan internal dapat dipandang sebagai manfaat terpenting dari
penggunaan perlakuan cryogenic71. Namun, efek positif dari DCT kering pada
ketahanan fatigue siklik dari file NiTi rotary dinegasikan oleh penelitian yang
dilakukan oleh Yazdizadeh et al72 yang menunjukkan tidak adanya perbaikan dalam
resistensi siklik yang dilaporkan ketika file tersebut benar-benar direndam dengan
suhu -196 oC selama 24 jam.
Alloy NiTi yang digunakan untuk instrumen endodontik dapat dibagi menjadi 2
kelompok menurut struktur kristalografi dan suhu akhir austenit. Instrumen kelompok
pertama terutama terdapat pada fase austenit pada suhu tubuh (fase NiTi superelastik
konvensional, M-Wire, dan R-). File jenis ini memiliki sifat superelastik karena
transformasi martensit yang diinduksi oleh tegangan dan akibatnya cenderung
kembali ke bentuk aslinya setelah mengalami deformasi73,74. Kelompok instrumen
NiTi lain yang baru-baru ini diperkenalkan terutama ada di fase martensit pada suhu
tubuh (file NiTi CM-Wire dan Gold dan Blue heat-treatment). Instrumen martensit ini
dapat dengan mudah berubah bentuk karena reorientasi varian martensit dan
menunjukkan efek memori bentuk saat dipanaskan. Penggunaan alloy martensitik
menghasilkan instrumen yang lebih fleksibel, ketahanan fatigue siklik yang lebih
baik, dan sudut defleksi yang lebih besar dibandingkan dengan alloy austenitik75.
Terlepas dari fleksibilitas ekstrim dari kelompok instrumen terbaru 76, perlakuan
cryogenic tambahan dilakukan dalam upaya untuk lebih meningkatkan volume
martensit dan meningkatkan ketahanan terhadap fatigue siklik dan efisiensi cutting,
terutama untuk instrumen yang berukuran lebih kecil. DCT pada suhu -185 oC
diaplikasikan dengan 2 waktu perendaman yang berbeda (24 jam dan 6 jam). DCT
secara drastis meningkatkan ketahanan terhadap fatigue siklik sebesar 13% dengan
waktu perendaman 24 jam dan hanya 1% dengan waktu perendaman 6 jam. Meskipun
demikian, waktu perendaman tidak mempengaruhi efisiensi cutting77. Hal ini mungkin
terjadi karena ketersediaan waktu yang cukup untuk transformasi lengkap dari
austenit yang tertahan menjadi martensit78.
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa cryotherapy merupakan metode tambahan yang sederhana
dan murah untuk meminimalkan nyeri pasca operatif pada kasus periodontitis apikalis
dan untuk mengontrol perdarahan pulpa selama terapi pulpa vital. Tidak diragukan
lagi, tindakan ini juga merupakan tindakan yang sangat diperlukan untuk mengontrol
inflamasi dan nyeri pasca operatif pada perawatan endodontik. Sedangkan untuk
perlakuan cryogenic pada instrumen heat-treated rotary NiTi keluaran terbaru, studi
lebih lanjut diperlukan untuk mengklarifikasi efeknya.
 

Anda mungkin juga menyukai