Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Riba merupakan pendapatan yang di peroleh secara tidak adil. Riba telah berkembang sejak
zaman jahiliyah hingga sekarang ini. Sejak itu banyaknya masalah-masalah ekonomi yang terjadi di
masyarakat dan telah menjadi tradisi bangsa arab terhadap jual beli maupun pinjam-meminjam barang
dan jasa. Sehingga sudah mendarah daging, bangsa arab memberikan pinjaman kepada seseorang dan
memungut biaya jauh di atas dari pinjaman awal yang di berikan kepada peminjam akibatnya
banyaknya orang lupa akan larangan riba.

Sejak datangnya Islam di masa Rasullullah saw. Islam telah melarang adanya riba. Karena
sudah mendarah daging, Allah SWT melarang riba secara bertahap. Allah SWT melaknat hamba-
hambanya bagi yang melakukan perbuatan riba. Perlu adanya pemahaman yang luas, agar tidak
terjerumus dalam Riba. Karena  Riba menyebabkan tidak terwujudnya kesejahteraan masyarakat
secara menyeluruh.

1.2 Rumusan Masalah

1.    Apakah pengertian riba ?

2.    Apa saja macam-macam riba ?

3.    Apa saja faktor penyebab memakan dan di haramkannya perbuatan riba ?

4.    Larangan-larangan riba dalam Al Qur’an ?

5.    Apa saja dampak dan hikmah pelarangan riba ?

1.3  Maksud dan Tujuan

1.    Untuk mengetahui pengertian riba

2.    Dapat mengetahui macam-macam riba

3.    Dapat memahami larangan-larangan riba yang terdapat dalam Al Qur’an

4.    Mengetahui faktor penyebab memakan dan di haramkannya perbuatan riba

5.    Mengetahui dampak dan hikmah pelarangan riba

BAB II
1
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Riba

Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian


berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam.

Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain,


secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba
berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.

Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah
yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun
pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.

Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah
haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275 :“...padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba... .”

B.   Macam-Macam Riba

Menurut para fiqih, riba dapat dibagi menjadi 4 macam bagian, yaitu sebagai berikut :

1.    Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan kwalitas berbeda yang
disyaratkan oleh orang yang menukarkan. contohnya tukar menukar emas dengan emas,perak dengan
perak, beras dengan  beras dan sebagainya.

2.    Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan diterima, maksudnya : orang yang
membeli suatu barang, kemudian sebelum ia menerima barang tersebut dari si penjual, pembeli
menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak boleh, sebab jual beli masih dalam ikatan
dengan pihak pertama.

3.    Riba Nasi’ah  yaitu riba yang dikenakan kepada orang yang berhutang disebabkan
memperhitungkan waktu yang ditangguhkan. Contoh : Aminah meminjam cincin 10 Gram pada
Ramlan. Oleh Ramlan disyaratkan membayarnya tahun depan dengan cincin emas sebesar 12 gram,
dan apa bila terlambat 1 tahun, maka tambah 2 gram lagi, menjadi 14 gram dan seterusnya. Ketentuan
melambatkan pembayaran satu tahun.

4.    Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan bagi orang
yang meminjami/mempiutangi.
Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000 kepada Adi. Adi mengharuskan dan

2
mensyaratkan agar Ahmad mengembalikan hutangnya kepada Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan
Rp. 5.000 adalah riba Qardh.

C.   Faktor Penyebab Memakan dan Di Haramkannya Perbuatan Riba

Faktor Penyebab Memakan Riba:

1.    Nafsu dunia kepada harta benda

2.    Serakah harta

3.    Tidak pernah merasa bersyukur dengan apa yang telah Allah SWT berikan

4.    Imannya lemah

5.    Selalu Ingin menambah harta dengan berbagai cara termasuk riba

Faktor Penyebab di haramkan Riba:

1.    Merugikan orang lain

2.    Sama dengan mengambil hak orang lain

3.    Mendapat laknat dari Allah SWT.

4.    Neraka ancamannya

5.    Termasuk perbuatan syetan yang keji

6.    Memperoleh harta dengan cara yang tidak adil

    Adapun hal-hal yang menimbulkan riba diantaranya adalah :

1.    Tidak sama nilainya.

2.    Tidak sama ukurannya menurut syara’, baik timbangan, takaran maupun ukuran.

3.    Tidak tunai di majelis akad

Berikut ini merupakan contoh riba penukaran :

Ø  Seseorang menukar uang kertas Rp 10.000 dengan uang receh Rp.9.950 uang Rp.50 tidak ada
imbangannya atau tidak tamasul, maka uang receh Rp.50 adalah riba.

Ø  Seseoarang meminjamkan uang sebanyak Rp. 100.000 dengan syarat dikembalikan ditambah 10 persen
dari pokok pinjaman, maka 10 persen dari pokok pinjman dalah riba sebab tidak ada imbangannya.

3
Ø  Seseorang menukarkan seliter beras ketan dengan dua liter beras  dolog, maka pertukaran tersebut
adalah riba, seabab beras harus ditukar dengan beras yang sejenis dan tidak boleh dilebihkan salah
satunya. Jalan  keluarnya  ialah beras ketan dijual terlebih dahulu dan uangnya digunakan untuk
membeli beras dolog.

D.   Larangan-Larangan Riba dalam Al Qur’an

Adapun  dalil yang terkait dengan perbuatan riba, berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Di
antara ayat tentang riba adalah sebagai berikut: 
۟ ُ‫ض َعفَ ۭةً ۖ َوٱتَّق‬
َ‫وا ٱهَّلل َ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬ َ ٰ ‫وا ٱل ِّربَ ٰ ٓو ۟ا أَضْ ٰ َع ۭفًا ُّم‬ ۟ ُ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
۟ ُ‫وا اَل تَأْ ُكل‬
َ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. QS Ali Imran : 130.

‫ك بِأَنَّهُ ْم قَالُ ٓو ۟ا إِنَّ َما ْٱلبَ ْي ُع ِم ْث ُل ٱل ِّربَ ٰو ۟ا ۗ َوأَ َح َّل ٱهَّلل ُ ْٱلبَ ْي َع َو َح َّر َم‬ َ ِ‫ٱلَّ ِذينَ يَأْ ُكلُونَ ٱل ِّربَ ٰو ۟ا اَل يَقُو ُمونَ إِاَّل َك َما يَقُو ُم ٱلَّ ِذى يَتَخَ بَّطُهُ ٱل َّش ْي ٰطَنُ ِمنَ ْٱل َمسِّ ۚ ٰ َذل‬
ٓ
َ‫ار ۖ هُ ْم فِيهَا ٰخَ لِ ُدون‬ ِ َّ‫ك أَصْ ٰ َحبُ ٱلن‬ َ ِ‫ٱلرِّ بَ ٰو ۟ا ۚ فَ َمن َجآ َءهۥُ َموْ ِعظَ ۭةٌ ِّمن َّربِّ ِهۦ فَٱنتَهَ ٰى فَلَهۥُ َما َسلَفَ َوأَ ْم ُر ٓۥهُ إِلَى ٱهَّلل ِ ۖ َو َم ْن عَا َد فَأ ُ ۟و ٰلَئ‬

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa
yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka
mereka kekal di dalamnya. QS:2: 275,

‫ار أَثِ ٍيم‬ ِ َ‫ص َد ٰق‬


ٍ َّ‫ت ۗ َوٱهَّلل ُ اَل ي ُِحبُّ ُك َّل َكف‬ َّ ‫ق ٱهَّلل ُ ٱلرِّ بَ ٰو ۟ا َويُرْ بِى ٱل‬
ُ ‫يَ ْم َح‬

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang
tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. QS Al-Baqarah : 276.  

َ‫ُوا َما بَقِ َى ِمنَ ٱل ِّربَ ٰ ٓو ۟ا ِإن ُكنتُم ُّم ْؤ ِمنِين‬


۟ ‫وا ٱهَّلل َ َو َذر‬ ۟ ُ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
۟ ُ‫وا ٱتَّق‬
َ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (QS Al-Baqarah : 278).
ْ ُ‫َظلِ ُمونَ َواَل ت‬
َ‫ظلَ ُمون‬ ْ ‫ب ِّمنَ ٱهَّلل ِ َو َرسُولِ ِهۦ ۖ َوإِن تُ ْبتُ ْم فَلَ ُك ْم ُرءُوسُ أَ ْم ٰ َولِ ُك ْم اَل ت‬ ۟ ُ‫وا فَأْ َذن‬
ٍ ۢ ْ‫وا بِ َحر‬ ۟ ُ‫فَإن لَّ ْم تَ ْف َعل‬
ِ

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu
pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. QS Al-Baqarah : 279.
ٓ
َ ِ‫ُوا ِعن َد ٱهَّلل ِ ۖ َو َمآ َءاتَ ْيتُم ِّمن َزك َٰو ۢ ٍة تُ ِري ُدونَ َوجْ هَ ٱهَّلل ِ فَأ ُ ۟و ٰلَئ‬
َ‫ك هُ ُم ْٱل ُمضْ ِعفُون‬ ۟ ‫َومآ َءاتَ ْيتُم ِّمن رِّ بًا لِّيَرْ بُ َو ۟ا فِ ٓى أَ ْم ٰ َو ِل ٱلنَّاس فَاَل يَرْ ب‬
ِ ۭ َ

4
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba
itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya). QS. Rum : 39.

     Dan di antara hadits yang terkait dengan riba adalah :

‫ هُ ْم َس َوا ٌء‬: ‫ َوشَا ِه َد ْي ِه َوقَا َل‬، ُ‫ َوكَاتِبَه‬، ُ‫ َو ُمو ِكلَه‬، ‫ آ ِك َل ال ِّربَا‬: ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ لَعَنَ َرسُو ُل هَّللا‬: ‫ال‬
َ َ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ ق‬
ِ ‫ع َْن َجابِ ٍر َر‬

Dari Jabir r.a Rasulullah SAW telah melaknat (mengutuk) orang yang makan riba, wakilnya,
penulisnya dan dua saksinya. HR. Muslim.

E. Pertanyaan dan Jawaban masalah Riba

Jika saya berutang seribu rupiah kepada teman saya dan dia memberikan dalam bentuk uang kertas
lalu saya kembalikan dalam bentuk uang logam lima ratus rupiah dua keping, apakah hal ini termasuk
riba? Mengingat tadi disebutkan bahwa menukar uang seperti ini harus dilakukan saat itu juga
(kontan).

Jawab:

Maka karena yang terjadi di sini adalah utang piutang, bukan barter, maka tidak mengapa. Kemarin
pinjam seribu, besok dikembalikan lagi seribu, meskipun tadi pakai uang kertas kemudian pakai uang
logam, karena yang terjadi di sini adalah utang piutang dan bukan bai’ dan bukan tukar menukar.
Bedakan dua hal ini.

Apakah gabah dan beras merupakan satu jenis benda ribawi?

Jawab:

Ya. Gabah dan beras satu jenis. Maka harus sama kilo-nya. Kalau tidak mau, salah satu menjual
sendiri sehingga tertukar dalam bentuk uang, kemudian nanti dibelikan apa yang dikehendaki.

Bagaimanakah untuk keluar dari bank konvensional? Mengingat sekarang banyak sarana dan
prasarana yang berkaitan dengannya (ATM dan lainnya).

Jawab:

Yang terlarang dari institusi/lembaga bank adalah transaksi ribanya. Transaksi ribanya apa? Utang
duit. Adapun ATM, maka itu bukan bagian dari utang-mengutangi duit. Maka ATM dan jasa karena
mendapat fasilitas ATM maka itu bab yang berbeda.

Saya mendengar hukum kredit motor tidak boleh, apakah benar? Jika haram, maka bagaimanakah
caranya jual beli motor yang diperbolehkan?

5
Jawab:

Tidak benar kalau mutlak. Namun, kredit motor, demikian juga kredit yang lain, boleh asalkan
bersyarat.

Maka, jual beli kredit (kredit motor atau yang lainnya, kalau kredit emas tidak boleh seperti yang tadi
telah disinggung karena semua harus selesai di tempat), kalau kredit motor, maka diperbolehkan
(dengan syarat):

1. Yang mengkredit punya motornya. Kalau tidak punya, mungkin karena dia hanya lembaga finance,
maka itu yang bermasalah, karena dia mengutangi pada hakikatnya. Dia tidak menjual, namun
mengutangi. Kalau (kredit) ini hanya dua belah pihak, tidak melibatkan lembaga finance/lembaga
pembiayaan, maka tidak masalah jual beli dalam bentuk kredit (seperti ini, red).

2. Ketika di kredit tersebut ada keterlambatan, maka tidak boleh ada hukuman dengan finansial,
karena hukuman finansial adalah riba jahiliyah. (Fungsi riba di masa jahiliyah adalah hukuman.
Ketika jatuh tempo pertama, tidak ada tambahan. Begitu mundur, dihukum.) Maka, riba jahiliyah
hakikatnya adalah hukuman karena melakukan keterlambatan.

3. Harus disadari bahwa jika telah terjadi transaksi, maka hak kepemilikan telah berpindah. Maka
kemudian kalau kredit macet, tidak boleh langsung disita, karena itu berarti mengambil hak milik
orang lain. Karena dengan terjadinya transaksi jual beli, maka hak kepemilikan telah berpindah.
Penyitaan bukanlah solusi kredit macet dalam masalah ini.

Terkait dengan hal menabung, bagaimana jika kita hanya mengambil pokoknya saja tanpa mengambil
bunganya?

Jawab:

Perlu diketahui, ketika menabung di bank, yang berperan sebagai rentenir adalah nasabah, dan pihak
yang berutang adalah bank. Hal ini dikarenakan nasabah mensyaratkan bahwa uang yang ditabungnya
harus aman, malahan ada pula yang meminta tambahan dari apa yang ditabungnya. Hal ini yang
menyebabkan terlarangnya menabung di bank ribawi. Akan tetapi, para ulama kontemporer
membolehkannya, dengan pertimbangan darurat, sebab tidak ada lagi tempat yang aman pada zaman

ini untuk menyimpan uang dalam nilai yang besar selain bank. Dengan kata lain, bolehnya bukan
murni boleh, melainkan hanya karena alasan keamanan semata. Hal ini tidak berlaku untuk orang
yang ingin menyimpan uang di bank dengan nilai yang kecil, seperti 100 hingga 200 ribu Rupiah.

Terkait bunga, ada perselisihan di kalangan para ulama dan fuqaha (ahli fiqih) kontemporer. Ada
sebagian mereka tidak membolehkan untuk mengambil bunganya sama sekali, tinggalkan di banknya.

6
Salah satu ulama yang berpendapat demikian adalah Syaikh Ibn al-‘Utsaimin rahimahullah. Ada pula
sebagian dari mereka yang membolehkan untuk mengambil bunganya, namun tidak untuk
kepentingan pribadi, melainkan disalurkan untuk kegiatan sosial dengan niat untuk membuang harta
haram, bukan untuk bersedekah. InsyaAllah pendapat inilah yang lebih tepat dalam masalah ini.
Wallahu a’lam.

Bagaimana jika kita memanfaatkan jasa bank untuk membuka tabungan haji?

Jawab:

Sama dengan hal menabung, hal itu dibolehkan dengan alasan keamanan (karena bank-lah satu-
satunya pilihan paling aman pada saat ini).

Bagaimana jika kita meminjamkan uang dalam jumlah besar kepada orang lain dengan tempo
tertentu, kemudian kita meminta jaminan dalam peminjaman itu, tanpa ingin mengambil barang yang
dijadikan jaminan?

Jawab:

Hal itu tidak mengapa, karena hal itu yang benar dan dituntunkan, sebagai etika/adab utang-piutang
dalam Islam, karena hal itu sebagai bukti bahwa pihak yang berutang itu mau serius membayar
utangnya.

Jika saya sudah terlanjur membeli motor dengan kredit seperti riba tersebut, dan saya membelinya
menggunakan uang milik orang tua, bagaimana saya seharusnya bersikap?

Jawab:

Jika transaksi itu sudah terjadi, dalam artian sudah lunas, tidak mengapa, motornya tinggal digunakan
saja. Akan tetapi, jika transaksi itu belum selesai dalam artian belum dilunasi, maka disarankan untuk
segera melunasinya, sehingga bisa secepatnya terbebas dari transaksi riba.

Beberapa pemberi utang ketika mensyaratkan tambahan jika pengutang membayar lewat tempo,
beralasan bahwa uang yang mereka pinjamkan seharusnya bisa menjadi modal usaha atau untuk
memenuhi kebutuhan. Maka, bagaimana cara Islam menanggulangi kerugian yang mungkin dialami
oleh pemberi pinjaman?

Jawab:

Solusi yang ditawarkan adalah jaminan. Jika Anda meminjamkan uang kepada si peminjam dan
meminta agunan, pada dasarnya ketika agunan itu macet, maka si peminjam akan menjual barang
yang menjadi jaminannya. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya hal yang tidak diinginkan,
disarankan meminta barang jaminan dan membuat perjanjian. Jika terjadi kemacetan, maka si pemilik
barang tadi harus menyerahkan kewenangannya kepada kita untuk menjual barang tersebut. Akan
tetapi, misalnya ketika kita menjual barang tersebut untuk melunasi utang si peminjam yang

7
berjumlah 5 juta rupiah, kemudian barang itu laku 7 juta rupiah, maka dalam hal ini yang boleh kita
ambil sebagai pelunas utang si peminjam hanya 5 juta rupiah, sedangkan 2 juta rupiah (sisanya) kita
pulangkan kepada si peminjam.

Alasan bahwa uang pinjaman bisa dijadikan modal usaha merupakan alasan yang biasa dipakai
rentenir. Patut disadari bahwa dalam Islam, utang-piutang sejatinya merupakan transaksi sosial. Orang
yang mau meminjamkan uangnya kepada orang lain berarti telah melakukan kegiatan sosial, dan
orang yang mau melakukan kegiatan sosial harus siap merugi, apapun yang terjadi. Utang-piutang
dalam Islam tidak boleh dijadikan sarana untuk mencari keuntungan. Jika ingin mencari keuntungan,
silakan lakukan kegiatan sewa-menyewa, jual beli jasa atau barang. Dengan demikian, ditegaskan lagi
bahwa jika ingin mengamankan uang yang dipinjamkan, mintalah jaminan/agunan, buatlah perjanjian
untuk kemudian mencairkan/menjual barang jaminan pihak yang berutang dalam peminjaman
tersebut.

Apakah bijih emas dianggap sebagai emas?

Jawab:

Ya, bijih emas memang dianggap emas, namun sebenarnya masih bercampur dengan material yang
lain. Oleh karena itu, jika kita ingin bijih emas itu dibarter dengan emas, maka harus dipisah/diurai
terlebih dahulu antara yang benar-benar emas dengan yang bukan emas.

Jika kita bekerja di sebuah toko, suatu saat kita nge-bon untuk membeli sabun, sampo, dan lain-lain
tanpa sepengetahuan atasan, namun kita menulis utang atas transaksi tersebut di sebuah buku, yang
mana utang itu baru akan dibayar saat kita sudah punya uang, maka bagaimana hukumnya?

Jawab:

Transaksi seperti itu tidak dibenarkan, karena tidak ada pihak yang mengetahui transaksi tersebut,
dalam artian tidak jelas kita bertransaksi dengan siapa, tidak ngomong terlebih dahulu. Itu namanya
mencuri. Selain itu, transaksi semacam itu bukan bagian dari hak kita sebagai karyawan toko tersebut.

Saya merupakan mahasiswa yang mendapat kiriman uang dari ATM bank konvensional. Apakah ini
termasuk riba?

Jawab:

8
Bank dalam kasus ini berperan hanya sebagai penjual jasa, yakni jasa ATM. Tidak ada transaksi
utang-piutang di sana, melainkan hanya jasa pengiriman (transfer). Dengan demikian, kasus ini tidak
termasuk riba, karena ATM tidak termasuk dalam bab riba.

Jika dari awal penjual beras sudah memberitahukan bahwa harga beras ada dua: harga normal
Rp7.000,-/kg ketika membayar cash (tunai); dan Rp7.500/kg jika dalam waktu seminggu setelah
transaksi, antara penjual dan pembeli telah sepakat, maka apakah ini termasuk riba?

Jawab:

Adanya dua macam harga (tunai dan tidak tunai) dalam kasus ini termasuk hal yang masih
diperselisihkan para ulama. Akan tetapi, pendapat yang lebih tepat digunakan adalah pendapat jumhur
ulama yang mengatakan bahwa ini bukanlah riba. Dengan kata lain, ini hal yang boleh dilakukan,
namun dengan catatan tidak boleh ada hukuman finansial. Misalnya, setelah seminggu disepakati
Rp7.500,-/kg (sesuai kasus di atas), namun saat itu si pembeli terlambat melakukan pelunasan, alias
molor, lantas si penjual menaikkan harga menjadi Rp8.000,-/kg, maka tambahan Rp500,- itu
merupakan riba, dan inilah yang tidak dibolehkan.

Saya merupakan mahasiswa penerima beasiswa full dari perusahaan di daerah asal saya, karena
orangtua tidak mampu membiayai pendidikan saya. Uang beasiswa ditransfer melalui bank ribawi.
Tidak ada tambahan dari bank tersebut, namun ada pemotongan Rp10.000,-/bulan. Bagaimana
hukumnya?

Jawab:

Transfernya tidak masalah, yang mungkin bisa jadi masalah adalah keberadaan uang kita di bank
ribawi tersebut. Akan tetapi, sebagaimana disinggung sebelumnya hal itu dibolehkan karena
pertimbangan hal yang darurat (alasan keamanan menyimpan uang dalam jumlah yang besar).
Kemudian dalam hal tidak adanya tambahan, namun dikenakan pemotongan tersebut, tidak mengapa.

Bagaimana bila perusahaan yang memberi beasiswa tersebut menganut sistem ekonomi kapitalis?

Jawab:

Kapitalis itu sistem ekonomi yang sudah global, sifatnya lebih makro, bukan masalah suatu
perusahaan tertentu. Jadi, tidak masalah, karena hal yang perlu kita perhatikan adalah di bidang apa
perusahaan itu bergerak. Misalnya perusahaan itu bergerak di bidang pengelolaan kelapa sawit,
bidang itu bersifat halal. Maka, tidak ada masalah dengan bantuan yang diberikannya.

Apakah tambahan yang termasuk riba adalah tambahan yang dipersyaratkan di awal?

Jawab:

Ya, demikianlah definisi riba.

9
Bagaimana bila saya meminjam uang kepada teman yang tidak mensyaratkan tambahan, namun
dalam masa peminjaman tersebut saya mendapat oleh-oleh dari suatu tempat dan ingin
membagikannya kepada teman yang dipinjami uang tersebut. Apakah itu termasuk riba, mengingat
setiap manfaat yang didapat dari utang adalah riba?

Jawab:

Dilihat dulu, biasanya apakah memberi oleh-oleh ataukah tidak sepulang bepergian, dengan kata lain
bisa dilihat dari tujuan memberi oleh-oleh tersebut. Jika memberi oleh-oleh karena memiliki utang
atau hanya memberi dalam masa utang, maka itu termasuk riba. Hal ini mengingat bahwa tambahan
yang tidak disyaratkan hanya boleh diberikan saat pelunasan atau setelah pelunasan, namun tidak
boleh dalam masa pelunasan.

Bagaimana hukumnya transaksi tukar-tambah emas?

Jawab:

Transaksi tersebut tidak dibolehkan. Solusinya, salah satu pihak harus mengalah, kemudian
transaksinya seperti segitiga, emasnya dijual ke Toko A, uang didapat, kemudian dibelikan lagi emas
ke Toko B.

Bagaimana keadaan pelaku rentenir ketika meninggal dunia?

Jawab:

Wallahu a’lam keadaannya. Keadaan yang Allah jelaskan hanya saat dibangkitkan dari kubur, seperti
telah termaktub dalam al-Quran.

Seandainya ada rentenir yang matinya tersenyum, itu tidak menjadi dalil bahwa riba itu bermanfaat,
menyebabkan matinya tersenyum. Tidak. Hukum tidak berubah dengan adanya hal-hal yang aneh
pada pelaku kejahatan atau pelaku pelanggar hukum.

Di daerah saya, ada sebuah kebun stroberi yang jika membayar sejumlah tertentu ketika kita akan
masuk, maka bisa makan sepuasnya, namun jika kita ingin membawa pulang buahnya, maka harus
ditimbang dulu buahnya itu kemudian membayar lagi sejumlah tertentu. Bagaimana hukumnya?

Jawab:

Hal ini masih diperselisihkan para ulama. Bahasan ini tidak termasuk dalam bab riba, melainkan
dalam bab jual-beli. Hal yang diperselisihkan adalah mengenai adanya gharar (gambling) atau tidak.

10
Ada sebagian ulama yang menilai bahwa ini termasuk gharar, karena tidak ada kepastian bahwa nilai
uang yang dibayarkan sebanding dengan buah yang dimakan sepuasnya tersebut, sehingga dalam
kasus semacam ini, hal tersebut diharamkan. Salah seorang ulama yang berpendapat demikian adalah
Syaikh Shalih al-Fauzan rahimahullah. Akan tetapi, ada sebagian ulama lainnya yang berpendapat
bahwa itu bukanlah gharar, dengan asumsi bahwa si pemilik kebun sudah mengukur perbandingan
antara jumlah uang yang didapatnya dengan jumlah buah yang diambil dari kebunnya, atau sudah
disesuaikan dengan kapasitas perut manusia dalam keadaan lapar. Dengan kata lain, segala kondisi
yang akan terjadi telah diperhitungkan dengan matang sebelumnya oleh si pemilik kebun. Maka
wallahu a’lam, insyaAllah pendapat yang ke-2 lebih tepat dalam masalah ini.

Apakah boleh memanfaatkan fasilitas kampus yang disumbangkan oleh bank?

Jawab:

Dalam kata lain, kasus dia atas adalah mendapatkan hadiah dari rentenir. Hal ini masih
diperselisihkan para ulama.

Sebagian ulama berpendapat bahwa hal ini haram. Jika harta itu didapat dari rentenir, satu-satunya
sumber pendapatannya adalah sebagai rentenir, maka harta itu haram.

Sebagian ulama lainnya berpendapat, bahwa harta itu tidak otomatis haram, melainkan menjadi haram
karena adanya transaksi. Dalam hal ini, transaksi haram terbagi menjadi dua, sebagai berikut:

1) transaksi harta secara tidak rela, seperti pencurian/perampokan, misalnya harta didapat tanpa
kerelaan dari pemilik, maka harta itu menjadi haram untuk semua orang, termasuk jika harta itu
dibagikan/diberikan kepada kita, dan kita mengetahui bahwa harta itu didapat dari hasil
pencurian/perampokan, maka harta ini haram;

2) transaksi harta secara sukarela, seperti transaksi riba, misalnya seseorang mendapatkan harta
dengan izin orang lain melalui transaksi riba, kemudian membagi atau memberikan harta itu kepada
kita, maka harta yang dibagikan/diberikan kepada kita itu termasuk harta yang halal, sedangkan harta
yang ada pada si pembagi/si pemberi tadi termasuk harta yang haram karena didapat langsung melalui
transaksi riba.

Dengan demikian, dalam kasus ini fasilitas tersebut halal digunakan, karena diberikan/disumbangkan.
InsyaAllah pendapat ini lebih tepat dalam masalah ini. Salah seorang ulama yang berpendapat
demikian adalah Syaikh Ibn al-‘Utsaimin . Meskipun begitu, kita lebih dianjurkan untuk bersikap

11
wara’ (hati-hati), yakni dengan cara menghindarinya/meninggalkannya, namun jika ingin
memanfaatkannya, tidak mengapa.

BAB III

PENUTUP

A.   Kesimpulan

Ditinjau dari berbagai penjelasan yang kami paparkan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :

Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian


berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam.
Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti
pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Macam-macam riba yaitu: Riba
Yad, Riba Jahiliyah, Riba Qardhi, Riba Fadli, dan Riba Nasi’ah.

Di masa sekarang ini riba banyak di temukan di bank konvensional. Faktor-faktor yang
melatar belakangi perbuatan memakan hasil riba yaitu: Nafsu dunia kepada harta benda, serakah
harta, tidak pernah merasa bersyukur dengan apa yang telah Allah SWT berikan, imannya lemah,
serta selalu ingin menambah harta dengan berbagai cara termasuk riba.

Allah SWT secara tegas melarang riba yang terdapat di dalam Al Qur’an di antaranya pada:

ü  QS. ar-Rum (30) : 39, QS.

ü  an-Nisa' (4) : 160-161, QS.

ü  Ali Imran (3) : 130, dan

ü  Qs. Al-Baqarah (2) : 278-280.

1.    Macam-macam riba ada 4, yaitu :

a.    Riba Fadli (menukarkan dua barang yang sejenis tapi kwalitas berbeda).

b.    Riba Qardhi (meminjamkan dengan ada syarat bagi yang mempiutangi).

c.    Riba Yadh (bercerai dari tempat aqad sebelum timbang terima).

12
d.    Riba Nasa’ (Nasiah) yaitu riba yang terjadi karena adanya penundaan waktu pembayaran, dengan
menetapkan adanya dua harga yaitu harga kontan atau harga yang dinaikan karena pembayaran
tertunda.

Dampak Riba pada ekonomi: Riba (bunga) menahan pertumbunhan ekonomi dan


membahayakan kemakmuran nasional serta kesejahteraan individual.

Riba (bunga) menyebabkan timbulnya kejahatan ekonomi (distorsi ekonomi) seperti resesi,
depresi, inflasi dan pengangguran.

DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia. (2010). Riba. (online). Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Riba. [19 November 2014].


Amin Isfandiar, Ali. (2014). Ayat Ekonomi tentang Riba (Riba dan Zakat).
(online).  Tersedia:     http://iecourse.blogspot.com/2014/02/qs-ar-rum-30-39.html.         [19
November 2014].

Amin Isfandiar, Ali. (2014). Ayat Ekonomi tentang Riba (Riba sebelum Islam).         (online).


Tersedia:          http://iecourse.blogspot.com/2014/02/qs-nisa-4-160- 161.html. [19 November 2014].

Amin Isfandiar, Ali. (2014). Ayat Ekonomi tentang Riba (Riba


Jahiliyah).     http://iecourse.blogspot.com/2014/02/qs-ali-imran-3-130.html. [19 November 2014].

Anderta, Rio. (2014). Riba : Hukum Riba, Macam-macam Riba dan Bahaya Riba.      (online).
Tersedia:          http://mata-air-ilmu-pusat           kecemerlangan.blogspot.com/2013/05/riba-hukum-    
macam-bahaya.html. [25 November 2014].

Mu’adhom. dkk. (2012). RIBA. (online).


Tersedia: http://albarkasi.blogspot.com/2012/12/riba.html.     [25 November 2014].

Yusuf Al Qaradhawi. Haruskah Hidup dengan Riba. Mesir: Darul Ma'arif, 1991, hml.60.

Prof. DR Muhammad Abu Zahrah. Beberapa Pembahasan Mengenai Riba. Teluk Betung: Zaid Suhaili.

Chaudhry, Dr.Muhammad Sharif. Sistem Ekonomi Islam Prinsip Dasar. Kencana Prenada Media Group,
2012.

13

Anda mungkin juga menyukai