Anda di halaman 1dari 78

SKRIPSI

FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN


KRIM MINYAK ATSIRI JAHE MERAH (Zingiber
officinale var. Rubrum) TERHADAP BAKTERI
Propionibacterium acnes

Disusun untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Disusun oleh
DETA LISTIANI
14040008

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH
TANGERANG
BANTEN
2018
SKRIPSI

FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN


KRIM MINYAK ATSIRI JAHE MERAH (Zingiber
officinale var. Rubrum) TERHADAP BAKTERI
Propionibacterium acnes

Disusun untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Disusun oleh
DETA LISTIANI
14040008

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH
TANGERANG
BANTEN
2018

i
LEMBAR PERSETUJUAN

FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN


KRIM MINYAK ATSIRI JAHE MERAH (Zingiber
officinale var. Rubrum) TERHADAP BAKTERI
Propionibacterium acnes

Disusunoleh
DETA LISTIANI
14040008

Telah disetujui oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Banu Kuncoro, S. Si, M.Farm., Apt Mohammad Zaky M.Farm.,Apt


NIDN. 0419057003 NIDN. 0412047407

ii
iii
SURAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Deta Listiani

NIM : 14040008

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : “FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN

KRIM MINYAK ATSIRI JAHE MERAH (Zingiber

officinale var.Rubrum) TERHADAP BAKTERI

Propionibacterium acnes”

Dengan ini menyatakan bahwa penelitian ini adalah hasil karya skripsi yang

didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk mempertahankan

gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga

tidak terdapat karya yang pernah diterbitkan oranglain, kecuali yang tertulis diacu

dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.

Tangerang, Mei 2018

Yang membuat pernyataan

Deta Listiani
NIM. 14040008

iv
LEMBAR PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahim

Allah SWT akan meninggalkan orang-orang di antara kamu dan orang-orang yang

di berikan ilmu pengetahuan beberapa derajat.

Ya Allah…

Sepercik ilmu yang engkau karuniakan kepadaku, hanya puji syukur yang dapat

kupersembahkan kepada-Mu.

Hamba hanya mengetahui sebagian ilmu yang ada kepada-Mu.

Alhamdulillah…

Amanah ini usai sudah dengan berbagai suka dan duka serta doa, usaha dan

kesabaran yang selalu mengiringi.

Bapak-Mama ku tercinta, serta Mba, Mas, dan Ade ku tercinta…

Lautan kasihmu hantarkan aku ke gerbang kesukseskan tiadak kasih seindah

kasihmu, tiada cinta semurni cinta kalian.

Dalam derap langkahku ada tetesan keringat kalian,

Dalam cintaku ada doa tulus kalian,

Semoga Allah membalas budi dan jasa kalian.

v
Kupersembahkan tugas akhir ini kepada Bapak Tasir, Mama Jamilah, Mas

Adi, Mba Yani, Adik Agam dan seluruh keluarga besarku yang selalu mengiringi

langkahku dengan kasih dan doa yang selalu memberikan semangat yang tak

terhingga sehingga selelsainya tugas akhir ini. Doa, motivasi dan ketulusan

persaudaraan adalah bagian terindah dalam hidupku.

Kupersembahkan juga kepada Bapak Ujang, Mama Suparmi, Mas Yofie,

Adik Indah dan seluruh keluarga besarnya yang juga selalu mengiringi langkahku

dengan kasih dan doa yang selalu memberikan semangat yang tak terhingga

sehingga selelsainya tugas akhir ini. Doa, motivasi dan ketulusan persaudaraan

adalah bagian terindah dalam hidupku.

Terima Kasih untuk dosen pembimbing bapak Banu Kuncoro M.Farm.,

Apt dan bapak Mohammad Zaky M.Farm., Apt atas pengorbanan waktu dan

bimbingan serta semua saran yang telah diberikan.

Terima Kasih juga saya ucapkan untuk semua teman-teman seperjuangan

ku yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Terima Kasih yang sebenar-benar nya.

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) di Sekolah Tinggi Farmasi
Muhammadiyah Tangerang. Skripsi ini berjudul FORMULASI DAN UJI
EFEKTIVITAS SEDIAAN KRIM MINYAK ATSIRI JAHE MERAH
(ZINGIBER OFFICINALE VAR. RUBRUM) TERHADAP BAKTERI
PROPIONIBACTERIUM ACNES.
Selanjutnya penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada pihak yang
telah berjasa membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
1. Nita Rusdiana, S.Farm., M.Sc, Apt selaku Ketua Sekolah Tinggi Farmasi
Muhammadiyah Tangerang yang telah banyak memberi masukan sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Dina Pratiwi, S.Farm., M.Si selaku Ketua Program Studi S1 Farmasi Sekolah
Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang yang telah banyak memberi
masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Banu Kuncoro, S. Si, M.Farm., Apt selaku pembimbing Utama yang telah
banyak memberi masukan dan dengan sabar memberikan ilmu, pengarahan,
bimbingan, nasehat, waktu, tenaga, dan petunjuk selama penyusunan skripsi
penulis.

4. Mohammad Zaky M.Farm.,Apt selaku pembimbing Pendamping yang telah


banyak memberi masukan dan dengan sabar memberikan ilmu, pengarahan,
bimbingan, nasehat, waktu, tenaga, dan petunjuk selama penyusunan skripsi
penulis.

vii
5. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Sekolah Tinggi Farmasi
Muhammadiyah Tangerang atas pengetahuan yang telah diberikan kepada
penulis selama perkuliahan.

6. Kedua orang tua tercinta, Bapak Tasir dan Ibu Jamilah, serta Mba Yani, Mas
Adi, dan Ade Agam beserta keluarga selalu memberikan curahan kasih
sayang, do’a, nasehat, dukungan moral maupun materil.

7. Seluruh staff dan karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan
selama menempuh pendidikan di Prodi Farmasi STF Muhammadiyah
Tangerang.

8. Teman sekaligus sahabat yang penulis sayangi, teman-teman seperjuangan


yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang selalu kompak dalam suka
maupun duka, dan telah memberikan dukungan dan semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Allah SWT membalas semua


kebaikan pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang farmasi.

Tangerang, April 2018

Penulis

viii
FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN KRIM

MINYAK ATSIRI JAHE MERAH (Zingiber officinale var.

Rubrum) TERHADAP BAKTERI Propionibacterium acnes

Deta Listiani

Abstrak

Jerawat merupakan suatu kelainan kulit yang disebabkan oleh bakteri


P.acnes. Salah satu bahan yang dapat dimanfaatkan seb agai produk antibakteri
adalah minyak atsiri jahe merah (Zingiber officinale var.Rubrum) yang diperoleh
dengan cara destilasi uap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas
antibakteri sediaan krim minyak atsiri jahe merah terhadap P.acnes dengan
metode paper disk. Metode yang digunakan yaitu metode difusi agar dengan
Nutrient Agar (NA). Minyak atsiri diformulasikan dalam bentuk sediaan krim
dengan konsentrasi minyak atsiri F1 (10%), F2 (15%), F3 (20%) K- (0%) dan K+
(Merk-X). Evaluasi sediaan meliputi uji organoleptik seperti bau, warna,
homogenitas, pengujian daya sebar, daya lekat, pH, hedonik, viskositas, dan uji
tipe krim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa zona hambat pada F1, F2, F3
yaitu <6 mm atau tidak memiliki zona hambat pada bakteri P.acnes. Tidak seperti
K+ dengan zona hambat sebesar 15,54 mm. Pada uji homogenitas, F3 tidak
homogen pada pengamatan minggu ke 3 dan 4. Uji pH berkisar 6-7 yang
memenuhi syarat pH netral kulit. Uji daya sebar terbaik pada formula F2 yaitu (0
gr) 4,9 cm, (50 gr) 5 cm, (100 gr) 5,1 cm, dan (150 gr) 5,2 cm. Uji daya lekat
terbaik yaitu pada F1 dengan 22,2 detik. Uji tipe krim menunjukkan semua
formula mempunyai tipe emulsi M/A, ditunjukkan dengan penyebaran metilblue
yang merata. Uji Viskositas dengan adanya variasi konsentrasi minyak atsiri F1,
dan F2 serta F3 minggu ke-4 memiliki nilai viskositas yang tidak memenuhi
syarat SNI 16-4399-1996. Uji hedonik dari 15 panelis menunjukkan bahwa
panelis lebih menyukai F1 dibandingkan dengan formula lain.

Kata kunci : Jerawat, Minyak atsiri Jahe Merah, Propionibacterium acnes

ix
FORMULATION AND EFFECTIVENESS OF CULTIVATION

EFFECTIVENESS OF RED GINGER ESSENTIAL OIL (Zingiber

officinale var Rubrum) ON THE BACTERIA Propionibacterium

acnes

Deta Listiani

Abstract

Acne is a skin disorder caused by P.acnes bacteria. One ingredient that can
be utilized as an antibacterial product is the red ginger atsiri oil (Zingiber
officinale var.Rubrum) obtained by steam distillation. This study aims to
determine the effectiveness of antibacterial cream oil preparation of red ginger
atsiri P.acnes with paper disk method. The method used is agar diffusion method
with Nutrient Agar (NA). Essential oils are formulated in cream dosage form with
the essential oil concentration of F1 (10%), F2 (15%), F3 (20%) K- (0%) and K +
(Brand-X). Evaluation of the preparation includes organoleptic test such as odor,
color, homogeneity, spreading test, adhesion, pH, hedonic, viscosity, and cream
type test. The results showed that the drag zone on F1, F2, F3 is <6 mm or has no
inhibition zone on P.acnes bacteria. Unlike K + with a resistor zone of 15.54 mm.
In the homogeneity test, F3 is not homogeneous at week 3 and 4th observations. A
pH test ranges from 6-7 that qualifies neutral pH of the skin. The best scatter test
on formula F2 is (0 gr) 4.9 cm, (50 gr) 5 cm, (100 gr) 5.1 cm, and (150 gr) 5.2
cm. The best sticky power test is on F1 with 22.2 seconds. The cream type test
shows all formulas have an M / A emulsion type, indicated by a uniform
dispersion of methylblue. Viscosity test in the presence of variation of F1 essential
oil concentration, and F2 and F3 4th week has a viscosity value that does not
meet the requirements of SNI 16-4399-1996. The hedonic test of 15 panelists
showed that the panelists favored F1 compared to other formulas.

Keywords : Acne, Red ginger essential oils, Propionibacterium acnes

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………….……...... i

HALAMAN PERSETUJUAN …………………………..…........ ii

LEMBAR PENGESAHAN ....…………………………..…........ iii

SURAT PERNYATAAN …....…………………………..…........ iv

LEMBAR PERSEMBAHAN .…………………………..…........ v

KATA PENGANTAR ...………………….…………………....... vii

ABSTRAK …………………………………………………….…. ix

DAFTAR ISI …………………………………………………….. xi

DAFTAR TABEL ………………………………………………. xvi

DAFTAR GAMBAR ………...………………………………….. xvii

DAFTAR SINGKATAN ………………………………………… xviii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………….…….. 1

I.1. Latar Belakang …………………………………….. 1

I.2. Rumusan Masalah …………………………………. 4

I.3. Tujuan Penelitian ………………………………….. 4

I.4. Manfaat Penelitian ……………………………....... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………… 6

II.1. Uraian Tanaman ………………………………...... 6

II.1.1 Sistematika Tanaman …..……………………….. 6

II.1.2. Nama Daerah Tanaman …….………………….... 7

xi
II.1.3. Habitat Tanaman ………………………………... 8

II.1.4. Morfologi Tumbuhan ……………….…………... 8

II.1.5. Kegunaan Tanaman ……………….…………….. 9

II.1.6. Kandungan Senyawa …………….…………….... 9

II.2. Simplisia …….……………………………...…..... 10

II.3. Ekstrak ……..….……………...…………....……..... 10

II.3.1. Definisi …....………………..………....……….. 10

II.3.2. Pembuatan Esktrak ……………………………... 11

II.3.3. Ekstraksi …..………………..………....……….. 13

II.3.4. Definisi Pelarut ..…………..…………………… 16

II.4. Minyak Atsiri …….………………….…………… 17

II.4.1. Definisi ……….…………....…………………... 17

II.4.2. Minyak Atsiri Pada Jahe Merah ……………...… 17

II.4.3. Tekhnik Pengolahan Minyak Atsiri ……………. 19

II.5. Anatomi Kulit ……………………………………. 22

II.5.1. Fungsi Kulit ……………………………… 25

II.6. Jerawat …………………………………………… 25

II.7. Kosmetika ……………………………………....... 26

II.8. Sediaan Krim …………………………………….. 27

II.8.1. Definisi …………………………………... 27

II.8.2 Penggolongan …………………………..... 27

xii
II.8.3. Kualitas Dasar Krim ……………………... 28

II.8.4. Kelebihan dan Kekurangan Krim ……….. 28

II.8.5. Persyaratan Krim ………………………… 29

II.8.6. Formulasi Krim ………………………….. 30

II.8.7. Preformulasi ……………………………... 30

II.9. Bakteri Propionibacterium acnes ……………...... 35

II.9.1. Taksonomi Bakteri ……………………..... 36

II.9.2. Morfologi dan Identifikasi Bakteri …….... 37

II.9.3. Patogenesis ……………………………..... 37

II.9.4. Manifestasi Klinis Acne ………………..... 38

II.9.5. Diagnosis Laboratorium ………………..... 39

II.9.6. Pengobatan ……………………………..... 39

II.10. Penelitian Relevan ………………………………. 40

II.11. Kerangka Konsep …………….………………...... 41

BAB III METODOLOGI ……….……………………….. 42

III.1. Deskripsi Objek Penelitian ………………………. 42

III.1.1. Objek Penelitian ………………………..... 42

III.1.2. Subjek Penelitian ………………………… 42

III.1.3. Tempat ………………………………….... 42

III.1.4. Waktu …………………………………...... 43

III.2. Alat dan Bahan ………………………………........ 43

xiii
III.2.1. Alat ……………………………………...... 43

III.2.2. Bahan ……………………………………... 44

III.3. Variabel Penelitian ……………………………….. 44

III.3.1. Variabel Bebas …………………………… 44

III.3.2. Variabel Terikat ………………………...... 45

III.3.3. Variabel Terkendali ……………………… 45

III.3.4. Definisi Operasional Variabel …………… 45

III.4. Rancangan Penelitian ……………………………. 46

III.4.1. Jenis Penelitian …………………………... 46

III.4.2. Prosedur Penelitian ……………………..... 46

III.4.3. Cara Kerja …………...…………………… 48

III.4.4. Pembuatan Krim ….....…………………… 51

III.4.5. Evaluasi Fisik Sediaan Krim …..………… 52

III.5. Metode Pengujian Efektivitas Antibakteri ………. 54

III.6 Pengumpulan Data ………………………………. 55

III.7. Analisis Data …………………………………….. 56

III.8. Skema Alur Penelitian ..………………………….. 57

III.9. Tekhnik Pengumpulan Data ……………………... 58

III.9.1. Data Primer ……………………………… 58

III.9.2. Data Sekunder …………………………… 58

III.10. Analisis Data …………………………………….. 58

xiv
III.11. Waktu Penelitian ………………………………… 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………….…….... 60

IV.1. Hasil Identifikasi/Determinasi Tanaman ………… 60

IV.2. Hasil Rendemen Minyak Atsiri ………………….. 60

IV.3. Analisa Komponen Minyak Atsiri Jahe Merah ….. 61

IV.4. Uji Aktivitas Antibakteri ……………………….... 62

IV.5. Evaluasi Fisik Sediaan Krim …………………….. 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………….……... 78

V.1. Kesimpulan ……………………………...………. 78

V.2. Saran ……………………………………...……... 79

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….. 80

LAMPIRAN ……………………………………………………. 86

xv
DAFTAR TABEL

Tabel II.1. Senyawa Kimia Jahe Merah ..…………………………... 10


Tabel III.1. Definisi Operasional Variabel ..………………………… 45
Tabel III.2. Formulasi Sediaan Krim ..…………………………........ 49
Tabel III.3. Penimbangan Formula 1 ..…………………………........ 50
Tabel III.4. Penimbangan Formula 2 ..…………………………........ 50
Tabel III.5. Penimbangan Formula 3 ..…………………………........ 50
Tabel III.6. Penimbangan Formula 4 ……………………………….. 51
Tabel III.7. Waktu Penelitian ……………………………………….. 59
Tabel IV.1. Analisis Komponen Minyak Atsiri Jahe Merah ..…......... 61
Tabel IV.2. Zona Hambat Minyak Atsiri Jahe Merah Terhadap bakteri
Propionibacterium acnes ..…………………………........ 63
Tabel IV.3. Hasil Uji Organoleptik ..…………………………........... 66
Tabel IV.4. Hasil Uji Homogenitas ..…………………………........... 68
Tabel IV.5. Hasil Uji pH ..………………………….......................... 70
Tabel IV.6. Hasil Uji Daya Sebar …...………………………………. 71
Tabel IV.7. Hasil Uji Daya Lekat ..………………………….............. 72
Tabel IV.8. Hasil Uji Viskositas ..…………………………............... 75
Tabel IV.9. Hasil Uji Kesukaan (Hedonik) ..………………………... 76

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1. Jahe Merah.......................................................................... 6


Gambar II.2. Anatomi Kulit...................................................................... 23
Gambar II.3. Struktur Asam Stearat......................................................... 31
Gambar II.4. Struktur Metil Paraben........................................................ 32
Gambar II.5. Struktur Triethanolamin...................................................... 33
Gambar II.6. Struktur Propilenglikol........................................................ 33
Gambar II.7. Bakteri Propionibacterium Acnes....................................... 36
Gambar III.1. Skema alur penelitian.......................................................... 57
Gambar IV.1. Hasil Uji Bakteri…………………………………………... 64
Gambar IV.2. Hasil Uji Daya Sebar…………………………………….... 71
Gambar IV.3. Hasil Uji Daya Lekat……………………………………… 73
Gambar IV.4. Hasil Uji Tipe Krim……………………………………….. 74

xvii
DAFTAR SINGKATAN

% Persen

A/M Fase Air dalam Minyak

ºC Derajat Celsius

CM Sentimeter

gr Gram

KBM Konsentrasi Bunuh Minimum

KHM Konsentrasi Hambat Minimum

MIC Minimum Inhibitory

M/A Fase Minyak dalam Air

MM Milimeter

NA Nutrient Agar

P. Acnes Propionibacterium Acnes

TEA Triethanolamin

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Saat ini, kosmetik sudah menjadi bahan kebutuhan sehari- hari baik

digunakan oleh kaum wanita maupun pria. Pada umumnya masyarakat

menggunakan kosmetik dengan tujuan untuk meningkatkan penampilan dan

kesehatan. Untuk memenuhi tujuan tersebut maka diperlukan kosmetik yang

mempunyai aktivitas seperti yang diharapkan, satu di antaranya adalah

kosmetik perawatan kulit. Kosmetik yang termasuk dalam perawatan kulit

antara lain kosmetik pembersih, kosmetik pelembab (moisturizer) dan

kosmetik pelindung seperti tabir surya (Draelos dan Thaman, 2006).

Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam

gangguan dan rangsangan dari luar. Masalah yang sering terjadi pada kulit

adalah jerawat. Pada dasarnya jerawat disebabkan oleh tumbuhnya kotoran

dan sel kulit mati yang mengakibatkan folikel dan pertumbuhan sebum

terhambat. Produksi minyak pada kulit biasanya disalurkan melalui folikel

rambut. Kotoran atau sel kulit mati yang tidak dibersihkan akan menyumbat

saluran ini hingga minyak yang keluar akan bertumpuk dan menjadi

komedo. Jika terkena bakteri akne, komedo akan menjadi jerawat

(Kusantati, 2008).

1
2

Jerawat atau acne adalah suatu penyakit radang yang mengenai

susunan piolosebaseus yaitu kelenjar pailit dengan folikel rambutnya.

Jerawat sangat umum terdapat pada remaja masa pubertas dan dianggap

fisiologis oleh karena perubahan hormonal. Timbunan lemak bawah kulit ini

selain membuat kulit kasar, tidak rata juga tidak enak dipandang mata.

Selain perubahan hormonal, kesalahan memilih kosmetik dan terkena

bakteri juga dapat menyebabkan timbulnya jerawat (Kusantati, 2008).

Jerawat merupakan penyakit multifaktorial karena banyak faktor yang

menjadi penyebab dan mempengaruhi timbulnya jerawat. Patofisiologi

terjadinya jerawat karena adanya 4 faktor yang saling berpengaruh, yaitu

hiperkeratinisasi folikuler, kolonisasi bakteri Propionibacterium acnes,

peningkatan produksi sebum, dan inflamasi (Movita, 2013). Sylvia Lusita

(2010) menyatakan dalam penelitiannya bahwa bakteri terbanyak yang tela h

ditemukan pada lesi akne salah satunya adalah Propionibacterium acnes

terhadap jerawat.

Jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) dikenal sebagai

tanaman multiguna, diantaranya sebagai tanaman obat tradisional, jamu,

bahan dasar minuman dan industri makanan, serta bumbu masak (rempah-

rempah). Manfaat dari jahe ini diperoleh karena adanya kandungan minyak

atsiri pada rimpang jahe. Minyak atisiri adalah sejenis minyak yang mudah

menguap, yang tersusun atas senyawa zingiberen (C12H24) dan zingiberol

(C12M26O2) (infoagribisnis.com, 2017).


3

Nilda Lely (2016) melakukan penelitian efektivitas antibakteri minyak

atsiri rimpang jahe merah terhadap bakteri jerawat dengan metode difusi

yang menunjukkan minyak atsiri jahe merah (Zingiber officinale var.

Rubrum) dengan konsentrasi 5%, 10%, 15% dan 20% mampu menghambat

pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes yaitu dengan konsentrasi

tertinggi 20% memberikan diameter zona bening terbesar 19,3mm terhadap

Propionibacterium acnes.

Krim adalah sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih

bahan obat terlarut dalam bahan dasar yang sesuai. Sediaan krim merupakan

obat luar yang dioleskan ke bagian kulit badan (FI IV, 2014). Sediaan obat

antijerawat yang banyak beredar di pasaran mengandung antibiotik sintetik

seperti eritromisin dan klindamisin, namun tidak sedikit yang memberikan

efek samping seperti iritasi pada penggunanya. Hal ini memicu beralihnya

penggunaan sediaan yang berasal dari alam (Lucyani, 2014).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian akan dilakukan

untuk mengetahui efektivitasi krim minyak atsiri jahe merah (Zingiber

officinale var. Rubrum) terhadap bakteri Propionibacterium acnes yang

diketahui juga adalah bakteri yang paling menjadi penyebab dari muncul

nya jerawat.
4

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan beberapa

permasalahan, yaitu :

1. Apakah minyak atsiri jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum)

dapat dibuat menjadi sediaan krim untuk antijerawat yang memenuhi

uji stabilitas fisik?

2. Apakah krim minyak atsiri jahe merah (Zingiber officinale var.

Rubrum) efektif sebagai antibakteri Propionibacterium acnes?

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Membuat sediaan krim minyak atsiri jahe merah (Zingiber officinale

var. Rubrum) yang memenuhi uji stabilitas fisik.

2. Mengetahui jenis basis krim yang paling efektif dalam formulasi

sediaan krim minyak atsiri jahe merah (Zingiber officinale var.

Rubrum) sebagai antibakteri Propionibacterium Acnes.


5

I.4. Manfaat Penelitian

I.4.1. Bagi Peneliti

1. Mengetahui formulasi dan evaluasi fisik dari krim minyak atsiri

jahe merah

2. Mengetahui konsentrasi yang paling efektif dari sediaan krim

minyak atsiri jahe merah terhadap bakteri Propionibacterium

Acnes.

I.4.2. Bagi Pembaca

Mengetahui manfaat penggunaan minyak atsiri jahe merah

sebagai sediaan krim.

I.4.3. Bagi Institusi

Sebagai literatur tentang formulasi dan evaluasi fisik sediaan

krim dari jahe merah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Uraian Tanaman

Gambar II.1. Jahe Merah (Kabartani.co m)

II.1.1 Sistematika Tanaman

Secara khusus kedudukan tanaman jahe dalam taksonomi

tumbuhan adalah sebagai berikut (Infoagribisnis.com, 2017) :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan biji)

Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup)

Class : Monocotyledonae (biji berkeping satu)

Ordo : Zingiberales

6
7

Family : Zingiberaceae (temu-temuan)

Subfamily : Zingiberoidae

Genus : Zingiber

Spesies : Zingiber officinale Rosc

II.1.2. Nama Daerah Tanaman

Setiap tempat memiliki sebutan khusus bagi tanaman bawang.

Berbeda dengan Sunda yang menyebutnya jahe. Di beberapa wilayah

Jawa menyebutnya jae, Madura menyebutnya jhai, di daerah

Kangean disebut jae. Nama lain jahe merah menurut daerah

Sumatera yaitu halia (Aceh), bahing (Batak), pege (Toba), jahi

(Lampung), sipode (Mandailing), lahia (Nias), sipadeh

(Minangkabau). Lalu di daerah Bali dan Nusa Tenggara Jahe dikenal

dengan nama jae, jahya, lahya, cipakan (Bali), lea (Flores), alia

(Sumba), reja (Bima). Daerah Sulawesi yaitu laia (Makassar), goraka

(Manado), luya (Mongondow), moyuman (Poros), melito

(Gorontalo), yuyo (Buol), kuya (Baree), pase (Bugis). Juga daerah

Maluku jahe disebut : pusu, seeia, sehi (Ambon), sehi (Hila), hairalo

(Amahai), sehil (Nusalaut), garaka (Ternate), gora (Tidore), siwei

(Buru), laian (Aru). Dan daerah Irian/Papua menyebut jahe marman

(Kapaur), lali (Kalanapat) (Tim Lentera, 2002).


8

II.1.3. Habitat Tanaman

Sampai saat ini belum diketahui asal- usul jahe secara pasti,

namun diperkirakan berasal dari India. Hal ini berdasarkan informasi

bahwa jahe telah digunakan sebagai tanaman rempah dan obat sejak

bertahun-tahun silam di India dan Cina. Di India, jahe sangat

memasyarakat, sehingga tanaman ini memiliki banyak sebutan,

seperti adu, ale, dan ada. Di Cina, jahe sudah ada pada masa

kehidupan Conficius (sekitar tahun 551-479 SM), seorang filosof

Cina. Hal ini didasarkan pada buku catatan filosof tersebut yang

sering menyatakan bahwa jika makan dia selalu menggunakan jahe

(Tim Lentera, 2002).

Penyebaran tanaman Jahe melalui jalur perdagangan, yang

dibawa oleh para pedagang asal China dan Persia yang melakukan

perdagangan lintas negara dan benua hingga melalui jalur sutra, yang

akhirnya sampai ke Indonesia. Kini tanaman jahe tersebar hampir

diseluruh wilayah Indonesia, daerah-daerah yang menjadi sentra

budidaya jahe meliputi Sumatera Utara, Bengkulu, Jawa Tengah,

Jawa Barat, dan Jawa Timur. Namun belum ada data yang rinci

kapan tanaman ini masuk ke Indonesia (Infoagribisnis.com, 2017).

II.1.4. Morfologi Tanaman

Tanaman jahe secara umum yaitu memiliki batang

semu,dengan ketinggian antara 30-75 cm. daun seperti pita

menyempit sepanjang 15-23 cm, lebar kurang lebih 2,5 cm, dan
9

tersusun dua baris berseling. Bunga jahe berupa malai yang

tersembul di permukaan tanah, dengan bentuk bulat telur atau

menyerupai tongkat sepanjang 25 cm. Pada mahkota bunga

berbentuk seperti tabung, dengan helaian menyempit, tajam, dan

berwarna kuning kehijauan. Sedangkan bibir mahkota bunga

berwarna ungu agak gelap dengan bintik putih kekuning-kuningan.

Kepala sari bunga jahe berwarna ungu dengan dua buah tangkai

putik (Infoagribisnis.com, 2017).

II.1.5. Kegunaan Tanaman

Jahe sering digunakan sebagai obat tradisional, secara turun-

temurun jahe telah banyak dipakai untuk menyembuhkan berbagai

penyakit, misalnya kurang nafsu makan, kepala pusing, encok atau

rematik, batuk kering, masuk angin, terkilir, bengkak-bengkak,

gatal-gatal, muntah- muntah, kolera, difteri dan obat mencret dan

disentri (Infoagribisnis.com, 2017).

II.1.6. Kandungan Senyawa

Jahe banyak digunakan untuk ramuan obat tradisional, obat-

obatan, jamu, bumbu masak, hingga bahan baku industri makanan

dan minuman. Manfaat dari jahe ini diperoleh karena adanya

kandungan minyak atsiri pada rimpang jahe. Minyak atsiri adalah

sejenis minyak yang mudah menguap, yang tersusun atas senyawa

Zingiberin (C12 H24 ) dan Zingiberol (C12 M28O2 ) (Infoagribisnis.com,

2017).
10

Terdapat 10 komponen senyawa kimia terbesar dari minyak

atsiri rimpang jahe merah menurut Nilda Lely (2016), yaitu :

Jahe Merah
No Ko mponen Kimia %
1 E-Citral 32,16
2 Z-Citral 18,67
3 Camphene 9,46
4 6,6-dimetil 2-v inildene
bicycloheptan 5,27
5 Zingiberene 4,86
6 Β-sesquiphellandrene 4,64
7 Trans Geraniol 4,28
8 1,8- Cineole 3,59
9 B-Bisabolene 2,97
Tabel II.1. Senyawa Kimia Jahe Merah

II.2. Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai bahan

obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali

dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan

atas simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral).

(Depkes RI, 1977).

II.3. Ekstrak

II.3.1. Definisi

Dalam Farmakope Indonesia Edisi 4 disebutkan bahwa,

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir

semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa


11

diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi

bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya

dipekatkan secara destilasi dengan pengurangan tekanan, agar bahan

sesedikit mungkin terkena panas.

II.3.2. Pembuatan Ekstrak

1. Prembuatan Serbuk Simplisia Kering

Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan

pembuatan serbuk simplisia kering (penyerbukan). Dari

simplisia dibuat serbuk simplisia dengan peralatan tertentu.

Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar

beberapa hal sebagai berikut (Depkes RI, 2000) :

a. Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin

efektif, namun makin halus serbuk, maka rumit secara

teknologi peralatan untuk tahapan filtrasi.

b. Selama penggunaan peralatan penyerbukan dimana ada

gerakan dan interaksi dengan benda keras (logam dan

lain- lain) maka akan timbul panas (kalori) yang dapat

berpengaruh pada senyawa kandungan. Namun hal ini

dapat dikompensasi dengan penggunaan nitrogen cair.

2. Cairan Pelarut

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah

pelarut yang baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang


12

berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian senyawa tersebut

dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan

lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar

senyawa kandungan yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total

maka cairan pelarut dipilih yang melarutkan hampir semua

metabolit sekunder yang terkandung (Depkes RI, 2000).

3. Separasi dan Pemurnian

Tujuan dari tahapan ini adalah menghilangkan

(memisahkan) senyawa yang tidak dikehendaki semaksimal

mungkin tanpa berpengaruh pada senyawa kandungan yang

dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni.

Sebagai contoh adalah senyawa tanin, pigmen-pigmen dan

senyawa-senyawa lain yang akan berpengaruh pada stabilitas

senyawa kandungan, termasuk juga dalam hal ini adalah sisa

pelarut yang tidak dikehendaki. Proses-proses pada tahapan ini

adalah pengendapan, pemisahan dua cairan tak campur,

sentrifugasi, dekantasi, filtrasi serta proses adsorbsi dan

penukar ion (Depkes RI, 2000).

4. Pemekatan dan Penguapan (Vaporasi dan Evaporasi)

Pemekatan berarti peningkatan jumlah partikel solute

(senyawa terlarut) secara penguapan pelarut tanpa sampai

menjadi kondisi kering, ekstrak hanya menjadi kental’pekat

(Depkes RI, 2000).


13

5. Pengeringan Ekstrak

Pengeringan berarti menghilangkan pelarut dari bahan

sehingga menghasilkan serbuk, masa kering – rapuh,

tergantung proses dan peralatan yang digunakan (Depkes RI,

2000).

6. Rendemen

Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang

diperoleh dengan simplisia awal (Depkes RI, 2000).

𝐵
% Rendemen = x 100 %
𝐴

Keterangan :

A = Berat Simplisia Awal

B = Minyak Atsiri yang diperoleh

II.3.3. Ekstraksi

Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia

akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat,

pembagian metode ekstraksi menurut Depkes RI (2000) yaitu :

1. Cara dingin

Ekstraksi cara dingin mempermudah keuntungan dalam

proses ekstraksi total, yaitu memperkecil kemungkinan

terjadinya kerusakan pada senyawa termolabil yang terdapat


14

pada sampel. Sebagian besar senyawa dapat terekstrasi dengan

ekstraksi cara dingin, walaupun ada beberapa senyawa yang

memiliki keterbatasan kelarutan terhadap pelarut pada suhu

ruang (Heinrich dkk., 2004).

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia

dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali

pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruang

(kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat

berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak

tahan pemanasan. Secara teknologi maserasi termasuk

ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi

pada keseimbangan. Maserasi dilakukan dengan

beberapa kali pengocokan atau pengadukan temperature

ruang atau kamar (Depkes RI, 2000).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang

selalu sempurna (Exhaustiva extraction) yang umumnya

dilakukan pada temperature ruangan. Prinsip perkolasi

adalah dengan menempatkan serbuk simplisia pada suatu

bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat

berpori. Proses terdiri dari tahap pengembangan bahan,

tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya


15

(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai

diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali

bahan (Depkes RI, 2000).

2. Cara panas

a. Refluks

Refluks adalah cara ekstraksi dengan pelarut pada

suhu titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah

pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya

pendingin. Agar hasil penyarian lebih baik atau

sempurna refluks umumnya dilakukan berulang-ulang

(3-6 kali) terdapat residu pertama. Cara ini

memungkinkan terjadinya penguraian senyawa yang

tidak tahan panas.

b. Soxhletasi

Soxhletasi adalah cara ekstraksi menggunakan

pelarut organik pada suhu didih dengan alat soxhlet.

Pada soxhletasi simplisia dan ekstrak berada pada labu

berbeda. Pemanasan mengakibatkan pelarut menguap,

dan uap masuk dalam labu pendingin. Hasil kondensasi

pelarut relative konstan. Ekstraksi ini dikenal sebagai

ekstraksi sinambung.
16

c. Infusa

Infusa adalah cara ekstraksi dengan menggunakan

pelarut air, pada suhu 96-98ºC selama 15-20 menit

(dihitung setelah suhu 96ºC tercapai). Bejana infusa

tercelup dalam tangas air. Cara ini sesuai untuk simplisia

yang bersifat lunak seperti bunga dan daun.

d. Dekok

Dekok adalah cara ekstraksi yang mirip dengan

infusa hanya saja waktu ekstraksinya lebih lama yaitu 30

menit dan suhunya mencapai titik didih air.

II.3.4. Definisi Pelarut

Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk

melarutkan zat lain, kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif

dari bahan tumbuhan sangat tergantung pada jenis pelarut yang

digunakan dalam prosedur ekstraksi (Ncube dkk., 2008).

II.4. Minyak Atsiri

II.4.1. Definisi

Minyak atsiri adalah salah satu kandungan tanaman yang

sering disebut minyak terbang. Minyak atsiri dinamakan demikian

karena minyak tersebut mudah menguap. Selain itu, minyak atsiri

juga disebut essential oiil (yang berasal dari kata essence) karena
17

minyak tersebut memberi bau pada tanaman (Koensoemardiyah,

2010).

Minyak atsiri merupakan salah satu jenis minyak nabati yang

multimanfaat. Karakteristik fisiknya berupa cairan kental yang

dapat disimpan pada suhu ruang. Bahan baku minyak ini diperoleh

dari berbagai bagian tanaman seperti daun, bunga, buah, biji, kulit

biji, batang, akar, atau rimpang. Salah satu ciri utama minyak atsiri

yaitu mudah menguap dan beraroma khas. Karena itu, minyak ini

banyak digunakan sebagai bahan dasar pembuatan wewangian dan

kosmetika (Rusli, 2010).

II.4.2. Minyak Atsiri Pada Jahe Merah

Secara umum, komponen senyawa kimia yang terkandung

dalam jahe terdiri dari minyak menguap (volatile oil), minyak tidak

menguap (nonvolatile oil), dan pati. Minyak atsiri termasuk jenis

minyak menguap dan merupakan suatu komponen yang

memberikan rasa pahit dan pedas. Rimpang jahe merah selain

mengandung senyawa-senyawa kimia tersebut, juga mengandung

gigerol, 1,8-cineole, 10-dehydro- gingerdione, 6-gingerdione,

arginine, a- linolenic acid, aspartic, β-sitosterol, caprylic acid,

capsaicin, chlorogenis acid, farnesal, farnesene, farnesol, dan unsur

pati seperti tepung kanji, serta serat-serat resin dalam jumlah

sedikit (Tim Lentera, 2002).


18

Berdasarkan beberapa penelitian, dalam minyak atsiri jahe

terdapat unsur-unsur n-nonylaldehyde, d-camphene, d-β

phellandrene, methyl heptone, cineol, d-borneol, geraniol, linalool,

acetates dan caprylate, citral, chavicol, dan zingiberene. Bahan-

bahan tersebut merupakan bahan baku terpenting dalam industri

farmasi atau obat-obatan (Tim Lentera, 2002).

Minyak atsiri umumnya berwarna kuning, sedikit kental, dan

merupakan senyawa yang memberikan aroma yang khas pada jahe.

Kandungan minyak atsiri jahe merah sekitar 2,58%-2,72% dihitung

berdasarkan berat kering. Kandungan minyak atsiri jenis jahe yang

lain berada dibawahnya. Besarnya kandungan minyak atsiri

dipengaruhi oleh umur tanaman. Artinya, semakin tua umur jahe

tersebut, maka semakin tinggi kandungan minyak atsirinya.

Namun, selama dan sesudah pembungaan, persentase kandungan

minyak atsiri tersebut berkurang, sehingga dianjurkan tidak

melakukan pemanenan pada saat itu. Dengan demikian, selain

umur tanaman, kandungan minyak atsiri jahe juga dipengaruhi oleh

umur panen (Tim Lentera, 2002).

II.4.3. Tekhnik Pengolahan Minyak Atsiri

Menurut Yuliani dan Satuhu (2012) isolasi minyak atsiri

dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: Penyulingan

(destilation), pengepresan (pressing), ekstraksi dengan pelarut

menguap (solvent ectraction), dan ekstraksi dengan lemak.


19

II.4.3.1. Penyulingan

1. Penyulingan dengan Air

Pada metode ini, bahan tanaman yang akan

disuling mengalami kontak langsung dengan air

mendidih. Bahan dapat mengapung diatas air atau

terendam secara sempurna, tergantung pada berat

jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri khas

model ini yaiut adanya kontak langsung antara

bahan dan air mendidih. Penyulingan ini sering

disebut dengan penyulingan langsung.

Penyulingan dengan cara langsung ini dapat

menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang

hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan

mutu minyak yang diperoleh (Yuliani dan Satuhu,

2012).

2. Penyulingan dengan uap

Metode ini disebut juga penyulingan uap atau

penyulingan langsunng. Pada prinsipnya, model ini

sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja, air

penghasil uap tidak diisikan bersama-sama dalam

ketel penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap

dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer (Yuliani dan

Satuhu, 2012).
20

3. Penyulingan dengan uap dan air

Pada metode ini, bahan tanaman yang akan

disuling diletakkan di atas rak-rak atau saring

berlubang. Ketel penyulingan diisi dengan air

sampai permukaannya tidak jauh dari bagian bawah

saringan. Ciri khas model ini yaiut uap selalu dalam

keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas. Bahan

tanaman yang akan disuling hanya berhubungan

dengan uap dan tidak dengan air panas (Yuliani dan

Satuhu, 2012).

II.4.3.2. Metode pengepresan

Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan

umumnya dilakukan terhadap bahan berupa biji, buah,

atau kulit buah yang memiliki kandungan minyak atsiri

yang cukup tinggi. Akibat tekanan pengepresan, maka sel-

sel yang mengandung minyak atsiri akan pecah dan

minyak atsiri akan mengalir ke permukaan bahan.

Contohnya minyak atsiri dari kulit jeruk (Yuliani dan

Satuhu, 2012).

II.4.3.3. Ekstraksi dengan pelarut me nguap

1. Ekstraksi dengan pelarut menguap (Solvent Extraction)

Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam

pelarut organik yang mudah menguap. Ekstraksi


21

dengan pelarut organik pada umumnya digunakan

mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh

pemanasan uap dan air, terutama untuk mengekstraksi

minyak atsiri yang berasal dari bunga misalnya bunga

cempaka, melati, mawar dan kenanga. Pelarut yang

umum digunakan adalah petroleum eter, karbon

tetraklorida (Yuliani dan Satuhu, 2012).

2. Ekstraksi dengan lemak padat

Proses ini umumnya digunakan untuk

mengekstraksi bunga-bungaan, untuk mendapatkan

mutu dan rendeman minyak atsiri yang tinggi. Metode

ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

enfleurasi dan maserasi (Yuliani dan Satuhu, 2012).

3. Enfleurasi (Enfleurage)

Proses ini pada umumnya absorbsi minyak atsiri

oleh lemak digunakan pada suhu rendah sehingga

minyak terhindar dari kerusakan yang disebabkan oleh

panas. Metode ini digunakan untuk mengekstraksi

beberapa jenis minyak bunga yang masih melanjutkan

kegiatan fisiologisnya dan memproduksi minyak

setelah bunga dipetik. Hasilnya disebut ekstrait

(Yuliani dan Satuhu, 2012).

4. Maserasi (Maceration)
22

Cara ini dilakukan terhadap bahan tumbuhan

yang bila dilakukan penyulingan atau enfleurasi akan

menghasilkan minyak atsiri dengan rendeman yang

rendah. Pada cara ini absorbsi minyak atsiri oleh lemak

dalam keadaan panas pada suhu 80º C selama 1,5 jam.

Setelah selesai pemanasan, campuran disaring panas-

panas, jika perlu kelebihan lemak pada ampas disiram

dengan air panas. Kemudian dilakukan penyulingan

untuk memperoleh minyak atsiri (Yuliani dan Satuhu,

2012).

II.5. Anatomi Kulit

Gambar II.5. Anatomi Kulit

Sumber : Artikelmateri.com

Menurut Anief (2007) dalam “Farmasetika” Kulit manusia terdiri dari

atas tiga lapisan yang berbeda yaitu:

1. Epidermis
23

Epidermis merupakan lapisan luar, dengan tebal 0,16 mm pada

pelupuk mata sampai 0,8 mm pada telapak kaki Epidermis dapat

dibagi menjadi 5 lapisan :

a. Stratum Kornium (lapisan tanduk)

b. Stratum Lucidum (Daerah rintangan)

c. Stratum Granulosum (lapisan seperti butir)

d. Stratum spinosum (lapisan sel duri)

e. Stratum Germinativum (Lapisan sel basal)

Fungsi epidermis adalah sebagai sawar pelindung terhadap

bakteri, iritasi kimia, alergi, dan lain- lain. Stratum korneum paling

tebal pada telapak kaki dan paling tipis pada pelupuk mata, pipi dan

dahi. Meliputi stratum korneum. ada lapisan permukaan film lipid

teremulsi, film pelindung ini mempunyai pH antara 4,5-6,5, disebut

mantel asam yang terdiri dari asam laktat dan asam amino

dikarboksilat dalam sekresi keringat, campur dengan substansi lipoid

dari sebasea. Perubahan drastis pH mantel ini menyebabkan

meningkatnya pemasukan bakteri dati bermacam- macam penyakit

kulit.

Stratum Kornium terdiri dari sel mati berkeratin berbentuk dan

tersusun berlapis- lapis.Stratum korneum diduga merupakan sawar

kulit pokok terhadap kehilangan air.

Stratum Lucidum menunjukkan sebagai daerah sawar hanya

terlihat pada telapak kaki dan telapak tangan. Stratum granulosum


24

berpartisipasi aktif dalam proses keratinisasi, hanya mekanismenya

belum diketahui jelas. Stratum spinosum dan Stratum germinativum

disebut lapisan malpighi. Sedang lapisan basal berfungsi membentuk

lapisan yang menyusun epidermis.

2. Dermis atau corium

Memiliki ketebalan 3-5 mm, merupakan anyaman serabut

kolagen dan elastin yang bertanggung jawab untuk sifatsifat penting

dari kulit. Dermis mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe,

gelembung rambut, kelenjar lemak (sebasea), kelenjar keringat, otot

dan serabut saraf serta korpus pacini. Daerah atas dari korneum

terdapat papil. Lapisan papil mengandung akhir saraf yang

dipengaruhi oleh perubahan suhu dan aplikasi anastetika lokal dan

iritasi.

3. Jaringan subkutan

Jaringan subkutan berlemak bekerja sebagai bantalan dan

isolator panas. Kulit yang utuh merupakan sawar yang efektif terhadap

penetrasi.
25

II.5.1. Fungsi Kulit

Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh sehingga berperan

sebagai pelindung tubuh dari kerusakan atau pengaruh lingkungan

yang buruk. Ada beberapa fungsi kulit lainnya, diantaranya

(Maharani, 2015) :

1. Fungsi Sebagai Pelindung

2. Fungsi Absorpsi

3. Fungsi Ekskresi

4. Fungsi Persepsi

5. Pengatur Suhu Tubuh

6. Pembentuk Vitamin D

7. Sebagai Tempat Penyimpanan

8. Sebagai Alat Peraba

9. Kulit untuk penunjang penampilan

II.6. Jerawat

Masalah paling sering terjadi pada kulit berminyak adalah jerawat,

meskipun tidak tertutup kemungkinan timbul pada jenis kulit lain. Pada

dasarnya jerawat disebabkan oleh tumbuhnya kotoran dan sel kulit mati

yang mengakibatkan folikel dan pertumbuhan sebum terhambat. Produksi

minyak pada kulit biasanya disalurkan melalui folikel rambut. Kotoran atau

sel kulit mati yang tidak dibersihkan akan menyumbat saluran ini hingga
26

minyak yang ke luar akan bertumpuk dan menjadi komedo. Jika terkena

bakteri akne, komedo akan menjadi jerawat (Kusantati dkk., 2008).

Jerawat atau adalah suatu penyakit radang yang mengenai susunan

pilosebaseus yaitu kelenjar palit dengan folikel rambutnya. Jerawat sangat

umum terdapat pada anak-anak masa pubertas dan dianggap fisiologis oleh

karena perubahan hormonal. Timbunan lemak di bawah kulit ini selain

membuat kulit kasar, tidak rata juga tidak enak dipandang mata. Penderita

umumnya mempunyai jenis kulit berminyak. Kulit kasar akan makin

menjadi, pada kulit yang kurang memproduksi minyak. Selain perubahan

hormonal, kesalahan memilih kosmetik juga dapat menyebabkan timbulnya

jerawat (Kusantati dkk., 2008).

II.7. Kosmetika

Kosmetik adalah bahan sediaan yang diaplikasikan secara topikal

dengan tujuan untuk memperbaiki penampilan. Prinsip dasar manfaat

kosmetik adalah untuk menghilangkan kotoran kulit, mempercantik dengan

pewarnaan kulit sesuai dengan yang diinginkan, mempertahankan

komposisi cairan kulit, mellindungi dari paparan sinar ultraviolet, dan

memperlambat timbulnya kerutan. Setiap komponen yang ada didalam

kosmetik akan mengadakan ikatan kimiawi terhadap sesama bahan

kandungannya. Adanya ikatan molekul kimia dapat berupa ikatan ion

(ikatan antara dua muatan yang berbeda) atau ikatan kovalen (ikatan dengan

muatan yang sama) (Jaelani, 2009).


27

II.8. Sediaan Krim

II.8.1. Definisi

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk

sediaan setengah padat, berupa emulsi mengand ung air tidak kurang

dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk

sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat

terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.

Menurut Formularian Nasional, krim adalah sediaan setengah

padat, berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60%

dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.

II.8.2. Penggolongan

Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air sehingga dapat

dicuci dengan air serta lebih ditujukan untuk pemakaian kosmetik

dan estetika. Krim digolongkan menjadi dua tipe, Widodo (2013) :

a. Tipe A/M, yakni air terdispersi dalam minyak. Contohnya cold

cream. Cold cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan

untuk memberi rasa dingin dan nyaman pada kulit.

b. Tipe M/A, yakni minyak terdispersi dalam air. Contohnya,

vanishing cream. Vanishing cream adalah sediaan kosmetik yang

digunakan untuk membersihkan, melembabkan dan sebagai alas

bedak.
28

II.8.3. Kualitas Dasar Krim

Berikut adalah kualitas dasar krim menurut Anief (2008), yaitu :

1. Stabilitas, selama masih dipakai mengobati, maka krim harus

bebas dari inkompabilitas, stabil pada suhu kamar dan

kelembaban yang ada dalam kamar.

2. Homogenitas, setiap komponen yang ada dalam krim dapat

menyebar merata dan homogen.

3. Kelunakan, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh

produk menjadi lunak dan homogen, sebab krim digunakan

untuk kulit yang teriritasi, inflamasi dan ekskoriasi.

4. Mudah digunakan, umumnya krim tipe emulsi adalah yang

paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit seperti krim.

5. Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui

dasar krim padat atau cair pada pengobatan.

II.8.4. Kelebihan dan Kekurangan Krim

Menurut Widodo (2013) keuntungan dan kerugian sediaan

krim meliputi:

a. Kelebihan sediaan krim, yaitu:

1. Mudah menyebar rata

2. Praktis

3. Mudah dibersihkan atau dicuci

4. Cara kerja berlangsung pada jaringan setempat

5. Tidak lengket terutama tipe M/A


29

6. Memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe A/M

7. Digunakan sebagai kosmetik

8. Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak

cukup beracun.

b. Kekurangan sediaan krim, yaitu:

1. Susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim harus

dalam keadaan panas.

2. Gampang pecah disebabkan dalam pembuatan formula tidak

pas.

3. Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe A/M karena

terganggu sistem campuran terutama disebabkan oleh

perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan

penambahan salah satu fase secara berlebihan.

II.8.5. Persyaratan Krim

Sebagai obat luar, krim harus memenuhi beberapa persyaratan

berikut (Widodo, 2013) :

a. Stabil selama masih dipakai untuk mengobati. Oleh karena itu,

krim harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar.

b. Lunak, semua zat harus dalam keadaan halus dan seluruh produk

yang dihasilkan menjadi lunak serta homogen.

c. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling

mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit.


30

d. Terdistribusi secara merata, obat harus terdispersi merata melalui

dasar krim padat atau cair pada penggunaan.

II.8.6. Formulasi Krim

Apa yang disebut vanishing cream umumnya emulsi minyak

dalam air, mengandung air dalam persentasi yang lebih besar. Krim

digunakan sebagai :

1. Bahan pembawa obat

2. Bahan pelembab kulit

3. Pelindung kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan

larutan berair dan rangsangan kulit (Anief, 2008).

II.8.7. Preformulasi
1. Asam Stearat (FI III hal. 57, Rowe dkk., 2009)
O

OH

Gambar II.6. Struktur Asam Stearat

Rumus Molekul : C18 H3 6O2

BM : 284.47

Pemerian : Zat padat keras mengkilat menunjukkan

susunan hablur, putih atau kuning pucat,

mirip lemak lilin.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20

bagian etanol (95%)P, dalam 2 bagian

kloroform P dan dalam 3 bagian eter P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.


31

Khasiat : Zat tambahan, emulsifying agent

Konsentrasi : 1-20%.

OTT : Inkomapatibel dengan hamper semua

logam hidroksida dan zat pengoksidasi.

Stabilitas : Zat stabil, harus disimpan di tempat

tertutup.

2. Metil Paraben (FI IV hal. 551, Rowe dkk., 2009)

HO

H3 C

Gambar II.7. Struktur Metil Paraben

Rumus Molekul : C8 H8 O3

BM : 152.15

Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk

hablur putih, tidak berbau atau berbau khas

lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar.

Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzena dan

dalam karbon tetraklorida, mudah larut

dalam etanol dan dalam eter, praktis tidak

larut dalam minyak, larut dalam 400 bagian

air.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.


32

Khasiat : Antimikroba, Preservatif atau pengawet.

Kadar 0,12-0,18%

Konsentrasi : 0,02-0,3%

OTT :Nonionik surfaktan seperti polisorbat 80,

inkompatibel dengan bentonit, magnesium

trisilikat, talk, tragakan, dan sodium alginate.

Stabilitas : Stabil terhadap pemanasan dan stabil dalam

bentuk larutan.

3. Triethanolamin (FI IV hal, 1203, Rowe dkk., 2009).


HO OH
N

OH

Gambar II.8. Struktur Triethanolamin

Pemerian : Cairan tidak berwarna, berbau kuat

amoniak.

Kelarutan : Sukar larut dalam air, dapat bercampur

dengan etanol, dengan eter dan dengan air

dingin.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

Khasiat : Surfaktan, emulgator

Konsentrasi : 2-4 %

OTT : akan bereaksi dengan asam mineral menjadi

bentuk garam kristal dan ester dengan adanya

asam lemak tinggi.


33

Stabilitas : TEA dapat berubah menjadi warna coklat

dengan paparan udara dan cahaya.

4. Propilenglikol (FI IV hal. 712, Rowe dkk., 2009)

OH

OH
H3C
Gambar II.9. Struktur Propilenglikol

Rumus Empirik : C3 H8 O2

BM : 76.09

Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna,rasa

khas, praktis tidak berbau, menyerap air

pada udara lembab.

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan

aseton dan dengan kloroform, larut dalam

eter dan beberapa minyak essensial tetapi

tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.

OTT : Dengan zat pengoksidasi seperti Pottasium

Permanganat

Konsentrasi : 10-25%

Stabilitas : Higroskopis dan harus disimpan dalam

wadah tertutup rapat, lindungi dari cahaya,

ditempat dingin dan kering. Pada suhu yang

tinggi akan teroksidasi menjadi

propionaldehid asam laktat, asam piruvat &


34

asam asetat. Stabil jika dicampur dengan

etanol, gliserin, atau air.

Khasiat : Bersifat antimikroba, desinfektan,

pelembab, plastisazer, pelarut, stabilitas

untuk vitamin.

Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup rapat,

terlindung dari cahaya , sejuk dan kering.

5. Purified Wate r (FI V, 2014 hal. 63)

Air Murni adalah air yang memenuhi persyaratan air

minum, yangdimurnikan dengan cara destilasi, penukar ion,

osmosis balik atauproses lain yang sesuai. Tidak mengandung

zat tambahan lain.

Nama Resmi : Air Murni

Nama Lain : Purified Water

Rumus Molekul : H₂ O

Berat Molekul : 18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak

berbau.

Ph : <1071> 5,0 – 7,0; lakukan

penetapan secara potensiometrik pada

larutan yangditambahkan 0,30 ml


35

larutan kalium kloridaP jenuh pada

100 ml zat uji.

Kemurnian : Memenuhi syarat air minum.

Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

II.9. Bakteri Propionibacterium acnes

Propionibacterium acnes adalah organisme yang pada umumnya

memberi kontribusi terhadap terjadinya jerawat (Jawetz dkk., 2007).

Gambar II.10. Bakteri Propionibacterium acnes


36

II.9.1. Taksonomi Bakteri

Berdasarkan pada klasifikasi binomial nomenklatur, bakteri

ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Jawetz dkk, 2007) :

Divisio : Bacteria

Class : Actinobacteridae

Ordo : Actinomycetales

Family : Propionibacteriaceae

Genus : Propionibacterium

Spesies : Propionibacterium acnes

II.9.2. Morfologi dan Identifikasi bakteri

Propionibacterium acnes adalah organisme yang pada

umumnya memberi kontribusi terhadap terjadinya jerawat (Jawetz

dkk., 2001). Propionibacterium acne termasuk bakteri yang

tumbuh relative lambat. Bakteri ini tipikal anaerob Gram positif

yang toleran terhadap udara. Genom dari bakteri ini telah dirangkai

dan sebuah penelitian menunjukkan beberapa gen yang dapat

menghasilkan enzim untuk meluruhkan kulit dan protein, yang

mungkin immunogenic (mengaktifkan sistem kekebalan tubuh)

(Pramasanti, 2008).
37

II.9.3. Patogenesis

Patogenesis jerawat meliputi empat faktor, yaitu

hiperproliferasi epidermis folikular sehingga terjadi sumbatan

folikel, produksi sebum berlebihan, inflamasi, dan aktivitas P.

acnes. Androgen berperan penting pada patogenesis acne tersebut.

Jerawat mulai terjadi saat adrenarke, yaitu saat kelenjar adrenal

aktif menghasilkan dehidroepiandrosteron sulfat, precursor

testosteron. Penderita acne memiliki kadar androgen serum dan

kadar sebum lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal.

Androgen akan meningkatkan ukuran kelenjar sebasea dan

merangang produksi sebum. Epitel folikel rambut bagian atas, yaitu

infundibulum, menjadi hiperkeratotik, dan kohesi keratinosid

bertambah, sehingga terjadi sumbatan pada muara folikel rambut.

Selanjutnya didalam folikel rambut tersebut terjadi akumulasi

keratin, sebum, dan bakteri, dan menyebabkan dilatasi folikel

rambut bagian atas, membentuk mikrokomedo. Mikrokomedo yang

berisi keratin, sebum, dan bakteri, akan membesar dan ruptur.

Selanjutnya, isi mikrokomedo yang keluar akan menimbulkan

respon inflamasi. Akan tetapi, terdapat bukti bahwa inflamasi

dermis telah terjadi mendahului pembentukan komedo (Movita,

2013).

Faktor keempat terjadinya jerawat adalah Propionibacterium

acnes, bakteri positif gram dan anaerob yang merupakan flora


38

normal kelenjar pilosebasea. Remaja dengan jerawat memiliki

konsentrasi P. acnes lebih tinggi dibandingkan remaja tanpa

jerawat, tetapi tidak terdapat korelasi antara jumlah P. acnes

dengan berat acne. Peranan P. acnes pada pathogenesis jerawat

adalah memecah trigliserida, salah satu komponen sebum, menjadi

asam lemak bebas sehingga terjadi kolonisasi P. acnes yang

memicu inflamasi. Selain itu, antibody terhadap antigen dinding

sel P. acnes meningkatkan respons inflamasi melalui aktivasi

komplemen (Movita, 2013).

II.9.4. Manifestasi klinis acne

Jerawat paling banyak terjadi diwajah, tetapi dapat juga

terjadi di daerah punggung, dada, dan juga bahu. Jerawat

cenderung terkonsentrasi dekat garis tengah tubuh. Penyakit ini

ditandai oleh lesi yang bervariasi, meskipun satu jenis lesi biasanya

lebih mendominasi. Lesi noninflamasi, yaitu komedo, dapat berupa

komedo terbuka (blackhead comedones) atau komedo terutup

(whitehead comedones). Lesi inflamasi berupa papul, pustul,

hingga nodus dan kista. Scar atau jaringan parut dapat menjadi

komplikasi jerawat noninflamasi maupun jerawat inflamasi.

Derajat jerawat berdasarkan tipe dan jumlah lesi dapat digolongkan

menjadi ringan, sedang, berat, dan sangat berat (Movita, 2013).


39

II.9.5. Diagnosis laboratorium

Meskipun androgen berperan penting, sebagian besar

penderita jerawat tanpa gejala hiperandrogenisme memiliki kadar

androgen serum normal, dan derajat berat jerawat tidak berkorelasi

dengan kadar androgen serum. Diduga, androgen hanya sebagai

faktor pemicu jerawat (Movita, 2013).

II.9.6. Pengobatan

Antibiotik sudah secara luas digunakan sebagai salah satu

cara efektif dalam pengobatan jerawat selama 30 tahun terakhir.

Terapi antibiotik tidak hanya menurunkan jumlah P. acnes pada

kulit, tetapi juga bekerja dengan menurunkan jumlah mediator

inflamasi P. acnes. Saat ini, clindamycin salah satu antibiotik yang

paling sering digunakan dalam pengobatan jerawat. Selain itu,

tetrasiklin dan eritromisin juga banyak digunakan untuk acne

inflamasi. Meskipun tidak mengurangi produksi sebum tetapi dapat

menurunkan konsentrasi asam lemak bebas dan menekan

pertumbuhan P. acnes. Akan tetapi tetrasiklin dan eritromisin tidak

banyak digunakan lagi karena angka resistensi P. acnes yang cukup

tinggi (Nugroho, 2013).


40

II.10. Penelitian Relevan

Nilda Lely (2016) melakukan penelitian efektivitas antibakteri minyak

atsiri rimpang jahe merah terhadap bakteri jerawat dengan metode difusi

yang menunjukkan minyak atsiri jahe merah (Zingiber officinale var.

Rubrum) dengan konsentrasi 5%, 10%, 15% dan 20% mampu menghambat

pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes yaitu dengan konsentrasi

tertinggi 20% memberikan diameter zona bening terbesar 19,3 mm terhadap

Propionibacterium acnes.

Hasil penelitian SYF. Octy Novy Fissy A. (2013) Pengujian KHM

dilakukan dengan metode difusi. Ekstrak diformulasikan dalam bentuk gel

dengan variasi konsentrasi basis HPMC 4000 dan Karbopol 934 dengan

perbandingan 70:30 (Formula I), 50:50 (Formula II) dan 30:70 (Formula

III). Evaluasi sediaan meliputi pemeriksaan organoleptis seperti bau, warna,

bentuk serta homogenitas, pengujian daya sebar, daya lekat, pH dan

antibakteri. Analisis data menggunakan program R-Commander versi

12.4.1. Hasil penelitian menunjukkan nilai KHM eksrak terhadap P.acnes

sebesar 0,45% dan S.epidermidis sebesar 0,5%. Hasil evaluasi menunjukkan

sediaan homogen, pH dan daya lekat yang stabil sedangkan daya sebar

mengalami peningkatan selama penyimpanan 30 hari. Hasil evaluasi

antibakteri gel menunjukkan bahwa formula I memberikan e fektivitas paling

baik dengan zona hambat sebesar 16,11 mm terhadap P.acnes dan 14 mm

terhadap S.epidermidis.
41

II.11. Kerangka Konsep

Variable Independent Variabel Dependent

Variasi konsentrasi Minyak 1. Evaluasi fisik sediaan krim :

Atsiri Jahe Merah (Zingiber a. Organoleptik

officinale var. Rubrum) dengan b. Homogenitas

variasi konsentrasi yaitu : c. Daya lekat

F1 = 0% Evaluasi d. Daya sebar

F2 = 10% e. Viskositas

F3 = 15% f. Tipe krim

F4 = 20% g. pH

Kontrol Positif = Klindamisin 2. Uji sediaan krim terhadap bakteri

Propionibacterium acnes.
BAB III

METODOLOGI

III.1. Deskripsi Objek Penelitian

III.1.1. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah minyak atsiri dari jahe merah

(Zingiber Officinale var. Rubrum) yang diformulasikan menjadi 3

formulasi sediaan krim minyak atsiri tipe M/A dari jahe merah

(Zingiber Officinale var. Rubrum) dengan variasi konsentrasi 10%,

15%, 20% dan akan dilakukan uji organoleptik (warna, bau,

bentuk), homogenitas, daya lekat, daya sebar, tipe krim, pH, dan

viskositas.

III.1.2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah eksperimental Laboratorium

yaitu membuat formulasi sediaan krim minyak atsiri jahe merah

(Zingiber Officinale var. Rubrum) yang di ambil dari Desa Sodong

Kecamatan Tigaraksa Kabupaten Tangerang, Banten.

III.1.3. Tempat

Penelitian ini akan dilakukan di Badan Penelitian Tanaman

Rempah dan Obat di Herbarium Bogoriensi, Bidang Botani Pusat

Penelitian Biologi-LIPI Bogor, Laboratorium Terpadu Sekolah

Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang.

42
43

Pengambilan sampel dilakukan pada kebun jahe merah

(Zingiber Officinale var. Rubrum) di Desa Sodong Kecamatan

Tigaraksa Kabupaten Tangerang, Banten.

III.1.4. Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan

pada bulan Januari hingga April 2017.

III.2. Alat dan Bahan

III.2.1. Alat

1. Alat pembuatan minyak atsiri

Alat yang digunakan untuk pembuatan minyak atsiri adalah

seperangkat alat destilasi-UAP.

2. Alat pembuatan sediaan krim

Alat yang digunakan untuk pembuatan krim adalah neraca

analitik (Adam PW 254, England), erlenmeyer (Pyrex® IWAKI,

Japan), gelas ukur (Pyrex® IWAKI, Japan), mortar, stemper,

corong, cawan porselen, penangas air, spatula, autoklaf, batang

pengaduk, sudip.

3. Alat evaluasi fisik

Alat yang digunakan untuk sifat fisik sediaan krim adalah

kaca preparat, pH meter (pH-2011 ATC), pipet tetes,viskometer

(Brookfield tipe R), kertas saring.


44

III.2.2. Bahan

1. Bahan pembuatan minyak atsiri

Bahan yang digunakan untuk pembuatan minyak atsiri

adalah jahe merah (Zingiber Officinale var. Rubrum) dan air

untuk penyulingan.

2. Bahan pembuatan krim

Metil paraben (Ueno Fine Chemicals, Japan), Asam

stearate (Avantor), Trietanolamin (Petronas Chemicals), Vaselin

Album (Tudapetrol KG), Cera Alba (Xiamen Fengstone

Company, China), Propilenglikol (Dow Chemical Pasific,

Singapore), Purified water (PT. Molex Ayus).

3. Bahan evaluasi fisik

Sediaan krim minyak atsiri, metil blue.

III.3. Variabel Penelitian

III.3.1. Variabel Bebas

Variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya

variabel terikat. Pada penelitian ini, yang akan menjadi variabel

bebas adalah perbandingan konsentrasi formulasi minyak atsiri jahe

merah (Zingiber officinale var. Rubrum) di dalam pembuatan

sediaan krim.
45

III.3.2. Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah evaluasi fisik

sediaan krim dari minyak atsiri jahe merah (Zingiber officinale var.

Rubrum) tipe M/A dengan bakteri uji Propionibacterium acnes.

III.3.3. Variabel Terkendali

Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah jahe merah

(Zingiber officinale var. Rubrum) yang tidak terlalu muda dan

tidak terlalu tua, cara pembuatan sediaan krim dan bakteri uji

Propionibacterium acnes.

III.3.4. Definisi Operasional Variabel

Tabel III.1. Definisi Operasional Variabel

No Vari abel Definisi Katagori Skala


Operasional
1. Ekstrak minyak Jumlah ekstrak Kategorik
atsiri Jahe Zat aktif sesuai
Merah konsentrasi pada
tiap tabung
2. Organoleptis Perubahan warna, Terdapat Ordinal
bau dan bentuk dari perubahan atau
masing-masing krim tidak
3. pH Indikator kesesuaian pH ku lit 4,5-6,5 Interval
pH krim dengan pH
kulit
4. Viskositas Sifat alir sediaan Terlihat sifat alir Ordinal
krim baik atau tidak
5. Daya sebar Daya sebar yang Permukaan Ordinal
dihasilkan krim penyebaran
pada kulit. yang dihasilkan
dengan
men ingkatnya
beban.
6. Ho mogenitas Ho mogenitas Terdapat Interval
penyebaran minyak partikel kasar
atsiri jahe merah atau ketidak
dalam sediaan krim homogenan
krim
7. Daya lekat Daya lekat Semakin lama Interval
mengetahui kualitas daya lekat krim
krim melekat pada melekat dikulit
kulit maka zat aktif
46

yang terabsorbsi
semakin besar

8. Uji t ipe krim Uji t ipe krim adalah Metil b lue Interval
pemeriksaan apakah tersebar merata
krim memenuhi = tipe M/A,
katagori tipe krim met il blue
yang diinginkan tersebar tidak
merata = A/M.

III.4. Rancangan Penelitian

III.4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

eksperimental karena dilakukan secara langsung terhadap sampel

yang akan diujikan. Sampel yang digunakan adalah Jahe merah

(Zingiber officinale var. Rubrum) yang dibersihkan kemudian

dikeringkan dan didestilasi menggunakan metode destilasi uap.

III.4.2. Prosedur Penelitian

1. Pengajuan Judul

Langkah pertama dalam penelitian ini adalah

mengajukan judul penelitian ke BAAK Sekolah Tinggi

Farmasi Muhammadiyah Tangerang. Judul yang diajukan

kemudian disetujui oleh Ketua Program Pendidikan S1

Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang,

kemudian menentukan dosen pembimbing untuk penelitian.

Judul ini telah disetujui pada tanggal 26 September 2017.


47

2. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan

literatur-literatur yang terkait dengan penelitian yang akan

dilakukan. Literatur diambil dari berbagai sumber seperti

buku-buku, jurnal dan berbagai media lain. Literatur

penelitian bersifat relevan karena merupakan landasan dari

penelitian.

3. Pembuatan Skripsi

Pembuatan skripsi dilakukan dengan melakukan

bimbingan skripsi dengan judul “Formulasi dan uji efektivitas

sediaan krim minyak atsiri jahe merah (Zingiber Officinale

var. Rubrum) terhadap bakteri Propionibacterium Acnes”

kepada dosen pembimbing dan melakukan pencarian

literatur-literatur yang mendukung penelitian ini.

4. Pengajuan Izin Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti meminta izin

kepada pihak kampus untuk melakukan penelitian ini di

Badan Penelitian Tanaman Rempah dan Obat di Herbarium

Bogoriensi, bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI

Bogor.
48

III.4.3. Cara Kerja

1. Determinasi Tanaman

Sebelum dilakukan proses penyulingan, sampel jahe

merah (Zingiber officinale var. Rubrum) yang berasal dari

kebun yang berada di Desa Sodong Kecamatan Tigaraksa

Kabupaten Tangerang, Banten. Lalu di determinasi terlebih

dahulu di LIPI Cibinong Bogor, untuk memastikan bahwa

tanaman yang digunakan benar.

2. Penyiapan Bahan yang digunakan

Bagian tanaman yang diambil adalah seluruh bagian

tanaman yaitu daun batang dan akar. Sampel yang telah

dibersihkan, dicuci hingga bersih kemudian diangin-

anginkan. Selanjutnya dilakukan destilasi untuk memperoleh

minyak atsiri tanaman.

3. Pembuatan Minyak Atsiri Jahe Merah

Rimpang jahe merah dibersihkan dan dikering

anginkan, timbang sebanyak 10 kg, kemudian di destilasi uap

air. Minyak atsiri yang didapat dipisahkan dengan corong

pisah, tambahkan natrium sulfat anhidrat untuk menarik air

yang kemungkinan masih terdapat dalam minyak atsiri.

Minyak ayang diperoleh di hitung rendemennya (Lely, 2016).


49

Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang

diperoleh dengan massa awal (Depkes, 2000). Rendemen

minyak atsiri ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut :

Minyak yang diperoleh


% Rendemen = x 100 %
Berat sampel awal

4. Pembuatan Krim

a. Formulasi Krim minyak atsiri

Formula krim dibuat 3 formula dengan variasi

konsentrasi minyak atsiri dengan mengacu pada penelitian

Nilda Lely (2016), dalam efektivitas antibakteri minyak

atsiri dari rimpang jahe merah terhadap Propionibacterium

acnes. Formula krim dibuat dengan mengacu pada formula

vanishing cream dari Anief (2008), dalam Ilmu Meracik

Obat Teori dan Praktik.

Tabel III.2. Formulasi Sediaan krim


Nama Bahan Sediaan (%)
F1 F2 F3 F4 Fungsi
Minyak Atsiri Jahe 0 10 15 20 Zat Aktif
Merah
Asam Stearat 15 15 15 15 Pengemulsi
Malam Putih 2 2 2 2 Pelembut dan
Pelembab
Vaselin putih 8 8 8 8 Pelembut dan
Pelembab
TEA 1,5 1,5 1,5 1,5 Pengemulsi
Propilen Gliko l 8 8 8 8 Pelembab

Metil Paraben 0,12 0,12 0,12 0,12 Pelarut


Purified Water ad 100 100 100 100
50

b. Penimbangan bahan

1) Formula 1

Tabel III.3. Penimbangan Formula 1

No Nama B ahan Perhitung an Peni mbang an


1. Minyak Atsiri Jahe 0% x 100 = 0 g
Merah
2. Asam Stearat 15% x 100 = 15 g
3. Malam Putih 2% x 100 = 2 g
4. Vaselin putih 8% x 100 = 8 g
5. TEA 1,5% x 100 = 1,5 g
6. Propilen Gliko l 8% x 100 = 8 g
7. Metil Paraben 0,12% x 100 = 0,12 g
8. Purified Water Ad 100 g
Total 100 gram

2) Formula 2

Tabel III.4. Penimbangan Formula 2

No Nama B ahan Perhitung an Peni mbang an


1. Minyak Atsiri Jahe 10% x 100 = 10 g
Merah
2. Asam Stearat 15% x 100 = 15 g
3. Malam Putih 2% x 100 = 2 g
4. Vaselin putih 8% x 100 = 8 g
5. TEA 1,5% x 100 = 1,5 g
6. Propilen Gliko l 8% x 100 = 8 g
7. Metil Paraben 0,12% x 100 = 0,12 g
8. Purified Water Ad 100 g
Total 100 gram

3) Formula 3

Tabel III.5. Penimbangan Formula 3

No Nama B ahan Perhitung an Peni mbang an


1. Minyak Atsiri Jahe 15% x 100 = 15 g
Merah
2. Asam Stearat 15% x 100 = 15 g
3. Malam Putih 2% x 100 = 2 g
4. Vaselin putih 8% x 100 = 8 g
5. TEA 1,5% x 100 = 1,5 g
6. Propilen Gliko l 8% x 100 = 8 g
7. Metil Paraben 0,12% x 100 = 0,12 g
8. Purified Water Ad 100 g
Total 100 gram
51

4) Formula 4

Tabel III.6. Penimbangan Formula 3

No Nama B ahan Perhitung an Peni mbang an


1. Minyak Atsiri Jahe 20% x 100 = 20 g
Merah
2. Asam Stearat 15% x 100 = 15 g
3. Malam Putih 2% x 100 = 2 g
4. Vaselin putih 8% x 100 = 8 g
5. TEA 1,5% x 100 = 1,5 g
6. Propilen Gliko l 8% x 100 = 8 g
7. Metil Paraben 0,12% x 100 = 0,12 g
8. Purified Water Ad 100 g
Total 100 gram

III.4.4. Pembuatan Krim

Formula diatas merupakan formula krim tipe M/A (Vanishing

Cream) yang terdiri dari dua fase. Fase pertama adalah fase

minyak: asam stearat, malam putih, dan vaselin putih) dileburkan

pada suhu 75ºC diatas penangas air, sedangkan fase kedua adalah

fase air : (Trietanolamin (TEA), Propilenglikol) dilarutkan dalam

air hangat dengan suhu 750 C.

Kemudian fase air (TEA dan propilenglikol) dimasukkan

kedalam leburan asam stearat, malam putih, dan vaselin putih aduk

hingga homogen dalam mortir hangat hingga terbentuk masa krim

dan tambahkan metil paraben. Setelah krim dingin, tambahkan

minyak atsiri jahe merah kedalam krim (Ikhsanuddin, 2011).


52

III.4.5. Evaluasi Fisik Sediaan Krim

1) Organoleptik

Pemeriksaan organoleptik meliputi pemeriksaan bentuk,

warna dan bau yang diamati secara visual. Prosedur uji

dilakukan pengulangan tiga kali. Selain itu, juga dilakukan

pengujian homogenitas sediaan dengan cara mengoleskan

sediaan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang

cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan

tidak terlihat adanya butir–butir yang kasar (Lucyani, 2014).

2) Uji Homogenitas

Sediaan ditimbang 0,1 g kemudiaan dioleskan secara

merata dan tipis pada kaca arloji. Krim harus menunjukkan

susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya bintik bintik

(Anonim, 1985).Krim diamati perubahannya setiap 1 minggu

sekali selama 1 bulan (Ashwal dkk., 2013).

3) Uji pH

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH

meter soil tester. Alat pH meter dicelupkan secara langsung ke

dalam sedian krim. Kemudian dilihat perubahan skala pada pH

meter. Angka yang tertera pada skala pH meter merupakan nilai

pH dari sediaan (Lucyani, 2014).


53

4) Uji Daya Sebar

Penyebaran krim diartikan sebagai kemampuan

penyebarannya pada kulit. Sebuah sampel krim sebanyak 1 g

diletakkan di pusat antara dua kaca arloji, dimana kaca arloji

sebelah atas dibebani dengan meletakkan anak timbangan

sehingga mencapai bobot 150 g Pengukuran dilakukan hingga

diameter penyebaran krim konstan (Ameliana dan Winarti,

2011).

5) Uji Daya Lekat

Ditimbang 0,25 g krim dan diletakkan diatas gelas objek

yang telah ditentukan luasnya. Diletakkan gelas objek yang lain

diatas krim tersebut. Kemudian ditekan dengan beban 1000 g

selama 5 menit. Kemudian dilepaskan beban seberat 80 g dan

dicatat waktunya hingga kedua gelas objek ini terlepas

(Rahmawati dkk, 2010).

6) Uji Kesukaan (Hedonik)

Metode uji yang dilakukan dengan metode Hedonik

(Soekarto, 1985) yaitu untuk mengukur tingkat kesukaan

terhadap produk dengan menggunakan lembar penilaian.

Penilaian contoh yang diuji berdasarkan tingkat kesukaan

panelis. Panelis yang digunakan berjumlah 15 orang panelis.

Penilaian meliputi kesukaan, warna, bau, bentuk sediaan dan

kemudahan dalam pemakaian (Yuliana, 2014).


54

7) Uji Tipe Krim

Sebanyak 1 tetes sediaan krim ditempatkan berbeda di atas

gelas objek, ditambah 1 tetes larutan metilen biru, dicampur

merata, diamati dibawah mikroskop, jika terjadi warna biru

homogen pada fase luar, maka tipe emulsi adalah minyak dalam

air (M/A) (Lachman, 2008).

8) Uji Viskositas

Pengukuran Viskositas dengan menggunakan viskometer

Brookfield tipe RV menggunakan spindle nomor 5

(Andirisnanti, 2012). Krim dimasukkan kedalam beaker glass,

kemudian spindle dicelupkan kedalam krim. Kecepatan alat

dipasang pada kecepatan beragam yaitu 0,5; 2; 4; 10; 20 rpm

dan kemudian dibalik 20; 10; 4; 2; 0,5 rpm. Selanjutnya

viskometer dinyalakan dan lihat berapa skala yang ditunjukkan

dengan mengamati jarum merah saat posisinya stabil.Hasil

pengukuran viskositas dicatat dan lakukan uji ini setiap 1

minggu sekali selama 1 bulan (Ashwal dkk., 2013).

III.5. Metode Pengujian Efektivitas Antibakteri

1. Pembuatan Larutan Uji

Larutan uji sediaan krim minyak atsiri rimpang jahe merah dibuat

dengan konsentrasi 0%, 10%, 15%, 20% yang dilarutkan kedalam etanol

destilat.
55

2. Pembuatan Suspensi Bakteri Uji

Koloni diambil dari agar miring nutrien agar menggunakan jarum

ose, lalu disuspensikan kedalam pelarut NaCl 0,9% sebanyak 5 ml dalam

kuvet dan kocok sampai homogen.

3. Uji Penghambatan Pe rtumbuhan Bakteri

Teteskan suspensi bakteri sebanyak 2 tetes ke tabung reaksi yang

berisi 10 ml media agar, lalu homogenkan, kemudian tuangkan diatas

cawan petri yang berisi 10 ml media agar yang telah memadat, lalu

ratakan dengan diputar secara horizontal agar suspensi bakteri ini merata

pada seluruh permukaan agar. Kemudian dibiarkan pada suhu kamar

selama 15 menit setiap bakteri uji ditempatkan pada 3 cawan petri untuk

tiap larutan uji dan pengujian dilakukan sebanyak tiga kali. Cakram

kertas yang telah disterilkan dicelupkan kedalam masing- masing

konsentrasi zat uji yang telah disiapkan kemudian diratakan pada

permukaan media agar yang telah diinokulasi dengan bakteri. Cawan

petri nutrien agar diinkubasi kedalam inkubator pada suhu 36ºC selama

48 jam. Kemudian diukur diameter zona bening yang terbentuk dengan

menggunakan jangka sorong (Lely, 2016).

III.6. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah evaluasi fisik dari

sediaan krim minyak atsiri jahe merah tipe M/A terhadap bakteri

Propionibacterium acne.
56

III.7. Analisa Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis menggunakan

analisis deskriptif. Data dapat disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, Data

yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis menggunakan metode analisa

deskriptif dalam bentuk narasi sesuai dengan hasil yang diberikan.


57

III.8. Skema Alur Penelitian


Peneliti

Pengajuan Judul Penelitian

Persetujuan Judul Penelitian

Penyusunan Proposal

Sidang Seminar Proposal

Determinasi Tanaman

Destilasi Minyak Atsiri

Analisis Minyak Atsiri


Dengan GCMS
Evaluasi fisik sediaan krim
Formulasi Sediaan Krim
Minyak Atsiri Jahe Merah

Organoleptik
F1 F2 F3 F4 F5
Homogenitas
0% 10% 15% 20% (+)
1:2 1:1 2:1 Klindamisin Daya Lekat

Daya Sebar
Uji Sediaan Krim terhadap Bakteri Propionibacterium Acnes
Tipe Krim
Penyusunan Laporan
pH
Analisis Data
Viskositas

Hedonik
Gambar III.1. Skema Alur Penelitian
58

III.9. Tekhnik Pengumpulan Data

II.9.1. Data Prime r

Data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dilapangan

oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang

memerlukannya. Data primer didapat dari sumber informan yaitu

individu atau perseorangan seperti hasil wawancara yang dilakukan

oleh peneliti (Hasan, 2002).

III.9.1. Data Sekunder

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

sekunder dengan data diperoleh dari literatur, studi kepustakaan,

jurnal-jurnal penelitian yang berhubungan dan mendukung

penelitian seperti aktivitas minyak atsiri pada jahe merah sebagai

antibakteri, formulasi sediaan krim minyak atsiri dari suatu

tanaman, dan evaluasi fisik dari sediaan krim dengan variasi

konsentrasi minyak atsiri jahe merah.

III.10. Analisa Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis menggunakan

metode analisa deskriptif. Data dapat disajikan dalam bentuk table, grafik

atau gambar dalam bentuk narasi sesuai dengan hasil yang diberikan.
59

III.11. Waktu Penelitian

Tabel III.7. Waktu Penelit ian

2017 2018
Kegiatan
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei


Pengajuan Judul

Studi Literatur    

Penyusunan proposal  

Seminar Proposal 

Penelitian  

Pengolahan Data  

Penyusunan Pembahasan  

Kesimpul an

Sidang Skripsi 

Anda mungkin juga menyukai