Anda di halaman 1dari 90

PANDUAN

KETERAMPILAN KLINIK DASAR


(K K D)
Edisi Revisi ke-3 ( untuk Kalangan Sendiri )
Internal

2
SEMESTER

Program Studi Sarjana Kedokteran


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2020
2 |KKD-2 FKUC
KKD-2 FKUC |3

PENDAHULUAN

PENGANTAR

Keterampilan klinis perlu dilatihkan sejak awal hingga akhir pendidikan dokter secara
berkesinambungan. Dalam melaksanakan praktik, lulusan dokter harus menguasai keterampilan
klinis untuk mendiagnosis maupun melakukan penatalaksanaan masalah kesehatan. Materi
Keterampilan Klinis ini disusun berdasarkan lampiran Daftar Keterampilan Klinis SKDI 2012.

Panduan Keterampilan Klinis ini disusun dengan tujuan untuk menjadi acuan bagi institusi
pendidikan dokter dalam menyiapkan sumber daya yang berkaitan dengan keterampilan minimal
yang harus dikuasai oleh lulusan dokter layanan primer.

Kemampuan klinis di dalam standar kompetensi ini dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan
pelatihan berkelanjutan dalam rangka menyerap perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi atau lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi,
demikian pula untuk kemampuan klinis lain di luar standar kompetensi dokter yang telah ditetapkan.
Pengaturan pendidikan dan pelatihan kedua hal tersebut dibuat oleh organisasi profesi, dalam
rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau dan berkeadilan (pasal 28 UU
Praktik Kedokteran no.29/2004).

SISTEMATIKA

Daftar Keterampilan Klinis dikelompokkan menurut sistem tubuh manusia untuk menghindari
pengulangan. Pada setiap keterampilan klinis ditetapkan tingkat kemampuan yang harus dicapai di
akhir pendidikan dokter dengan menggunakan Piramid Miller (knows, knows how, shows, does).

Gambar 3 menunjukkan pembagian tingkat kemampuan menurut Piramida Miller


dan alternatif cara mengujinya pada mahasiswa.
4 |KKD-2 FKUC

Tingkat kemampuan 1 (Knows): Mengetahui dan menjelaskan

Lulusan dokter mampu menguasai pengetahuan teoritis termasuk aspek biomedik dan psikososial
keterampilan tersebut sehingga dapat menjelaskan kepada pasien/klien dan keluarganya, teman
sejawat, serta profesi lainnya tentang prinsip, indikasi, dan komplikasi yang mungkin timbul.
Keterampilan ini dapat dicapai mahasiswa melalui perkuliahan, diskusi, penugasan, dan belajar
mandiri, sedangkan penilaiannya dapat menggunakan ujian tulis.

Tingkat kemampuan 2 (Knows How): Pernah melihat atau didemonstrasikan

Lulusan dokter menguasai pengetahuan teoritis dari keterampilan ini dengan penekanan pada
clinical reasoning dan problem solving serta berkesempatan untuk melihat dan mengamati
keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada
pasien/masyarakat. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 2 dengan menggunakan ujian tulis
pilihan berganda atau penyelesaian kasus secara tertulis dan/atau lisan (oral test).

Tingkat kemampuan 3 (Shows): Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah


supervisi

Lulusan dokter menguasai pengetahuan teori keterampilan ini termasuk latar belakang biomedik
dan dampak psikososial keterampilan tersebut, berkesempatan untuk melihat dan mengamati
keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada
pasien/masyarakat, serta berlatih keterampilan tersebut pada alat peraga dan/atau standardized
patient. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 3 dengan menggunakan Objective Structured
Clinical Examination (OSCE) atau Objective Structured Assessment of Technical Skills (OSATS).

Tingkat kemampuan 4 (Does): Mampu melakukan secara mandiri

Lulusan dokter dapat memperlihatkan keterampilannya tersebut dengan menguasai seluruh teori,
prinsip, indikasi, langkah-langkah cara melakukan, komplikasi, dan pengendalian komplikasi. Selain
pernah melakukannya di bawah supervisi, pengujian keterampilan tingkat kemampuan 4 dengan
menggunakan Workbased Assessment misalnya mini-CEX, portfolio, logbook, dsb.

4A. Keterampilan yang dicapai pada saat lulus dokter

4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan (PKB)
KKD-2 FKUC |5

PENILAIAN

A. Penilaian Formatif
a. Kehadiran minimal 75 % per semester kecuali dengan alasan yang dibenarkan oleh institusi
b. Telah mengerjakan semua tugas yang diberikan
Semua penilaian formatif ini adalah prasyarat untuk mengikuti ujian KKD

B. Penilaian Sumatif
Bobot penilaian terdiri dari nilai tugas (T), nilai ujian tengah semester (UTS) dan ujian akhir
semester (UAS) dan Ujian Praktek (UP). Nilai akhir (NA) ditentukan dengan rumus berikut :

Tanpa Ujian Praktek* *Bila karena suatu hal tertentu ujian praktek
tidak memungkinkan untuk dilaksanakan
(wabah, demostrasi, bencana alam dan
kejadian luar biasa lainnya)

C. Nilai Akhir Blok


Penilaian Acuan Patokan (PAP) / criterion-reference dengan nilai patokan berdasarkan aturan
institusi.

Huruf Mutu Bobot Skore Nilai

A 4 80 – 100

B 3 70 – 79,99

C 2 60 – 69,99

D 1 50 – 59,99

E 0 < 50
6 |KKD-2 FKUC

DAFTAR ISI

Pendahuluan ...................................................................................................................... 3
Penilaian ............................................................................................................................ 5
Daftar Isi.............................................................................................................................. 6

1. Penilaian Fungsi Luhur (4A)


a. Pengantar ……………………………...…….……..…………………………………….... 7
b. Teknik Pemeriksaan …………………………....……..………………………………..… 13
c. Checklist Pemeriksaan ……………………………..…...……………………..…………. 18

2. Keterampilan Injeksi (Intramuskuler, Subkutan, Intradermal dan Intravena) (4A)


a. Pengantar ……………..………………………...…………………………………………. 24
b. Prosedur Tindakan ..………………………...……...…………………………………..… 28
c. Checklist Penilaian .....…….…………………………...…………………………………. 40

3. Pemasangan Infus (4A)


a. Teori Pengantar ……….…………………………………………………………………... 46
b. Prosedur Tindakan ……...………………………………………………………………… 52
c. Checklist Penilaian …...…….…………………………...………………………………… 57

4. Antropometri (4A)
a. Pengantar ………………………………..…………….…………………………………... 59
b. Teknik Pemeriksaan ……….……………………………………………………………… 69
c. Checklist Pemeriksaan ………………….…………………………...…………………… 79
KKD-2 FKUC |7

PENILAIAN FUNGSI LUHUR

Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk melakukan
penilaian fungsi luhur.

Tujuan Khusus :
1. Melakukan penilaian tingkat kesadaran dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
dengan baik dan benar.
2. Melakukan penilaian orientasi dengan baik dan benar.
3. Melakukan penilaian afasia dengan baik dan benar.
4. Melakukan penilaian apraksia dengan baik dan benar.
5. Melakukan penilaian agnosia dengan baik dan benar.
6. Melakukan penilaian memori dengan baik dan benar.

Alat, Bahan dan Media Pembelajaran : -

A. PENGANTAR

A.1 FUNGSI KORTIKAL LUHUR

Otak merupakan organ untuk berfikir yang dapat terganggu oleh berbagai sebab seperti stroke.
Bagian tertentu otak mernpunyai fungsi khusus, fungsi luhur dalam keadaan normal merupakan
fungsi integritas tertinggi otak yang dapat dinilai. Pada bagian ini akan dibahas mengenai
anatomi, fungsi hemisfer kiri dan kanan, gejala klinik gangguan lobus tertentu. Fungsi kortikal
luhur adalah sifat khas manusia yang meliputi kebudayaan, Bahasa, memori dan pengertian.

Fungsi Integrative System Saraf Pusat:


1. Korteks Asosiasi parietotemporooksipital mempunyai fungsi bicara sensorik, tugas
sensorik luhur seperti memilah-milah informasi auditorik dan visual. Gangguan korteks
sensoris dominan / non - dominan menyebabkan kelainan sensori kortikal berupa
gangguan: sensasi postural, gerakan pasif, lokalisasi akurat raba halus, " two points
discrimination", astereognosia," sensory inattentio
2. Korteks asosiasi prefrontal Tugas motorik luhur : strategi gerakan, pola kontrol tingkah
laku
8 |KKD-2 FKUC

3. Korteks. Asosiasi limbik : motivasi, aspek emosional-afektif dan perilaku. kerusakan lobus
limbik memberikan efek halusinasi olfaktori seperti pada bangkitan parsia komplek. Agresif /
kelakuan antisosisal, tidak mampu untuk menjaga memori baru.
4. Fungsi Neokorteks Setiap area kortikal mempunyai tugas khusus pst bicara motorik
(Broca) pst bicara sensorik (Wernicke). Brocca dysphasia : bicara tak lancar, tertahan,
pengertian baik.Wernicke dysphasia: pengertian terganggu, bicara lancar tapi tak bearti,
neologisme.

Gambar 1. Korteks Cerebrum dan Fungsinya

Hemisfer kiri merupakan hemisfer dominan untuk orang tangan kanan (right handed). Orang
kidal 80% hemisfer dominan tetap dikiri. Kerusakan hemisfer kiri akan memberi gejala gangguan
bahasa / aphasia, sedang hemisfer kanan terutama visuospatial. Hemisfer kiri dan kanan lobus
temporalis kiri dan kanan adalah pusat untuk memori. Lesi pada Lobus non - dominan akan
menyebabkan anosognosia (denies), dressing apraksia, geografikal agnosia, konstruksional
apraksia sedangkan lesi pada lobus dominan : Gerstsman sindroma : left & right disorientasi,
finger agnosia, akalkuli dan agrafia.

A.2 DEFINISI

Perasaan somestesia luhur adalah perasaan yang mempunyai sifat diskriminatif dan sifat
tiga dimensi. Kadang juga digunakan rasa gabungan (combine sensation). Dalam hal ini
komponen kortikal merupakan fungsi dari lobus parietal yang bertindak untuk menganalisa
serta mensitesa tiap macam perasaan, mengkorelasi serta mengintegrasi impuls
KKD-2 FKUC |9

menginterpretasi impuls, menginterpretasi rangsang dan juga menyaring serta mengambil


engram-engram untuk membantu mengenal impuls tersebut. Jadi yang diutamakan disini ialah
fungsi diskriminatif serta fungsi persepsi. Rasa somestesia luhur meliputi rasa diskriminasi,
barognosia, stereognosia, topostesia (topognosia), grafestesia. Diskriminasi adalah
kemampuan untuk mengetahui bahwa kita ditusuk dengan dua jarum atau dengan satu jarum
pada saat yang sama.

Stereognosia adalah kemampuan untuk mengenal bentuk benda dengan jalan meraba, tanpa
melihat. Misalnya dalam kehidupan sehari-hari kita dapat mengenal botol, gelas dan kunci
hanya dengan meraba tanpa melihat. Bila kemampuan ini terganggu atau hilang, penderita ini
disebut menderita astereognosia atau agnosia taktil. Astereognosia hanya dapat ditentukan bila
rasa ekstereoseptif dan proprioseptif baik. Jika hal ini terganggu, rangsang atau impuls tidak
sampai ke korteks untuk disadari dan diinterpretasi.

Barognosia adalah kemampuan untuk mengenal berat benda yang dipegang, atau
kemampuan membeda-bedakan berat benda. Kemampuan ini akan terganggu bila rasa
proprioseptif, terutama rasa sikap dan rasa gerak tidak sempurna lagi. Hilangnya kemampuan
untuk membedakan berat disebut barognosia.

Grafestesia adalah kemampuan untuk mengenal huruf-huruf atau angka yang ditulis pada kulit,
sedangkan mata tertutup. Hilangnya kemampuan ini disebut grafanestesia. Jika perasaan
eksteroseptif dan proprioseptif baik, sedangkan penderita tidak mengenal angka yang ditulis,
hal ini biasanya menunjukan lesi dikorteks.

A.3 GANGGUAN FUNGSI KORTIKAL LUHUR.

Aleksia, agrafia, dan akalkulia terjadi oleh karena lesi pada girus angularis kiri (hemisfer
dominan). Sindroma hemisfer dominan terdiri dari Sindroma afasia dan Sindroma Gerstmann
(agnosia jari, disorientasi kiri-kanan, akalkulia dan agrafia) Sindroma hemisfer non dominan
terdiri dari Pengabaian (neglect), Anosognosia, ketidakmampuan mengenali kelainan
neurologik pada tubuhnya yang disebabkan oleh lesi pd parietotemporal kanan (hemisfer
nondominan).

1. Afasia/disfasia adalah kesulitan dalam memahami dan/atau memproduksi Bahasa yang


disebabkan oleh gangguan (kelainan, penyakit) yang melibatkan hemisfer otak. Jenis
afasia pada umumnya ada 2 yaitu afasia Broca atau afasia motoric atau afasia ekspresif
dan afasia Wernicke atau sensori atau reseptif.
10 | K K D - 2 FKUC

a. Afasia broca atau afasia motoric terjadi akibat adanya lesi di frontal melibatkan
area operculum frontal yang mencakup area brodmann 45 dan 44 dan massa alba
frontal dalam (tidak melibatkan korteks motoric bawah dan massa alba paraventrikuler
tengah). Hal ini ditandai dengan pasien tidak dapat berbicara atau sangat sedikit
berbicara, dan mengalami kesulitan atau memerlukan banyak upaya dalam berbicara.
Selain itu gramatikanya miskin (sedikit)bdan menyisipkan atau mengimbuhkan huruf
atau bunyi yang salah, serta terdapat perseverasi. Pasien sadar atas kekurangan dan
kelemahannya. Pemahaman terhadap Bahasa lisan dan tulisan kurang terganggu
dibandingkan dengan kemampuan mengemukakan isi pikiran. Menulis sering tidak
mungkin atau sangat terganggu, baik motoric menulis maupun isi tulisan.
Gambaran klinis afasia broca adalah:
1. Bicara tidak lancar.
2. Tampak sulit memulai bicara.
3. Kalimatnya pendek (5 kata atau kurang perkalimat)
4. Pengulangan (repetisi) buruk.
5. Kemampuan menamai buruk.
6. Kesalahan parapasia.
7. Pemahaman lumayan (namun mengalami kesulitan memahami kalimat yang
sintaktis dan kompleks.
8. Gramatika Bahasa kurang, tidak kompleks.
9. Irama kalimat dan irama bicara terganggu

b. Afasia Wernicke atau sensori atau reseptif terjadi akibat adanya lesi ditemporo-
parietal dan lesi pada subkortikal yang merusak isthmus temporal memblokir signal
aferen inferior ke korteks temporal. Hal ini ditandai dengan pasien justru bicara terlalu
banyak, cara mengucapkan baik dan irama kalimat juga baik, namun didapatkan
gangguan berat pada memformulasikan dan menamai sehingga kalimat yang
diucapkan tidak memiliki arti. Bahasa lisan maupun tulisan tidak atau kurang difahami,
dan menulis secara motoric terpelihara, namun isi tulisan tak menentu. Pasien tidak
begitu sadar akan kekurangannya. Gambaran klinis afasia wernickle adalah :
1. Keluaran afasia yang 6. Parafasia fonemik dan
lancar. semantik.
2. Panjang kalimat normal. 7. Komprehensi auditif dan
3. Artikulasi baik. membaca buruk.
4. Prosodi baik. 8. Repitisi terganggu.
5. Anomia (tidak dapat 9. Menulis lancar tapi isinya
menamai). “kosong
c. Kadang dijumpai pasien dengan gangguan yang berat pada semua modalitas
Bahasa. Pasien sama sekali tidak bicara atau hanya bicara sepatah kata atau
frase, yang selalu dilulang-ulang. Dengan artikulasi (pengucapan) dan irama yang
buruk dan tidak bermakna. Hal ini disebut afasia global.

2. Agnosia adalah gangguan persepsi sensasi, walaupun sensibilitas primernya


normal. Agnosia dapat melibatkan semua jenis sensasi, misalnya visual, rasa raba
dan persepsi tubuh. Sebelum memeriksa adanya agnosia, harus dipastikan bahwa
sensibilitas baik.
a. Agnosia visual ialah tidak mampu mengenal objek secara visual, pada hal
penglihatannya adekuat. Kedaan ini mungkin disebabkan oleh kelainan yang
melibatkan area asosiasi visual otak. Dalam hal ini pasien dapat melihat objeknya,
namun tidak dapat mengenalinya atau menyebutkan namanya.
b. Agnosia jari ialah keadaan pasien yang tidak mampu mengidentifikasi jarinya atau jari
orang lain. Pasien dengan agnosia jari biasanya mempunya lesi di hemisfer yang
dominan. Lesi di parietal-oksipital mungkin dapat menyebabkan agnosia jari. Bila
didapatkan pula kelainan disfasia, tes ini sulit dilakukan atau sulit dinilai.
c. Agnosia taktil ialah tidak mengakui adanya penyakit atau kelainan, dan merupakan
keadaan tidak mengakui atau tidak menyadari adanya gangguan fungsi pada sebagian
tubuh.

3. Aleksia adalah ketidakmampuan membaca yang sebelumnya ia mampu.


4. Akalkulia adalah ketidakmampuan menghitung
5. Apraksia adalah ketidakmampuan menjalankan perintah
6. Agrafia adalah gangguan pada Bahasa yang dinyatakan dalam penulisan. Jadi bukan
pada bentuk huruf dan tulisan yang buruk.

Pada Sindroma lobus temporalis kiri dan kanan bagian medial terdiri dari gangguan :
1 Immediate memory adalah memori segera merta merupakan pemanggilan setelah
rentang-waktu beberapa detik, seperti pada pengulangan deretan angka.
2 Short-term memory adalah memori jangka pendek. Memori baru mengacu pada
kemampuan pasien untuk mengingat kejadian yang baru terjadi, kejadian sehari-hari dalam
interval beberapa menit, jam atau hari.
3 Long-term memory adalah memori jangka panjang yaitu kemampuan mengumpulkan
fakta atau kejadian yang terjadi bertahun-tahun sebelumnya.

Gangguan memori disebut amnesia yaitu deficit memori yang relative terbatas (terisolasi).
Amnesia anterograde yaitu ketidakmampuan mempelajari materi baru setelah jejas otak
sedangkan Amnesia retrograde berarti amnesia terhadap kejadian sebelum terjadinya jejas
atau insult otak.
12 | K K D - 2 FKUC

Tabel. Klasifikasi Penyakit akibat Lesi di Hemisfer Kiri dan Kanan


No Daerah Hemisfer Kiri Hemisfer Kanan
Lesi (dominan) (non dominan)
1 Lobus • Afasia broca
frontalis • Disprosodi
2 Lobus • Tidak mampu merencanakan dan • Neglect keadaan sebelah kiri.
prefrontal melaksanankan kegiatan yang • Afek yang tumpul atau labil
terdiri dari banyak langkah. • Tidak gigih
• Afasia motoric transkortikal. • Disinhibisi
• Depresi • Konfabulasi.
• Depresi.
3 Lobus • Agrafia • Neglect terhadap stimulus dari
parietal • Akalkulia sisi kiri
• Agnosia jari • Gangguan visuo spasial
• Disorientasi kiri/kanan • Disorientasi geografik
• Aleksia • Apraksia berpakaian
• Afasia konduksi, anomik • Tidak gigih
• Apraksia konstruksional
• Gangguan menginterpretasi
pepatah dan persamaan
perbedaan apraksia (ideomotor)
alpa dan lalai terhadap stimulus
sebelah kanan.

4 Lobus • Afasia wernickle • Persepsi music terganggu


temporal • Afasia konduksi • Disprosodi sensorik
(korteks
asosiasi
auditif)
5 Lobus • Agitasi delirium
temporal • Sinestesia
(korteks • Gangguan mengasosiasi stimulus auditif dan visual dengan bobot
temporal emosional
lateral
non-
auditif)
KKD-2 FKUC | 13

6 Lobus • Memori jangka pendek terganggu (lebih banyak yang verbal pada lesi
temporal kiri dan visuospasial pada yang kanan).
(korteks • Agresi berkurang atau meningkat.
medial • Gangguan emosional
limbic) • Depresi
• Mania (biasanya pada lesi kanan)
• Halusinasi /ilusi.

7 Lobus • Aleksia • Palinopsia


oksipital • Anomia warna • Hemiakromatopsia kiri.
• Hemiakromatopsia kanan

B. TEKNIK PEMERIKSAAN

B.1 PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARAN

Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls


eferen dan aferen. Dalam menilai kesadaran harus dibedakan antara tingkat kesadaran dan isi
kesadaran. Tingkat kesadaran menunjukkan kewaspadaan atau reaksi seseorang dalam
menaggapi rangsangan dari luar yang ditangkap oleh panca indera. Sedangkan isi kesadaran
berhubungan dengan fungsi kortikal seperti membaca, menulis, bahasa, intelektual, dan lain-
lain.

Tingkat kesadaran yang menurun biasanya diikuti dengan gangguan isi kesadaran. Sedangkan
gangguan isi kesadaran tidak selalu diikuti dengan penurunan tingkat kesadaran. Penurunan
tingkat kesadaran di ukur dengan Glasqow Coma Scale

1. Tingkat Kesadaran Kualitatif :


a. COMPOS MENTIS
Yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya. klien
dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.
b. APATIS
Keadaan di mana klien tampak segan dan acuk tak acuh terhadap lingkungannya.
c. DELIRIUM
Yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur bangun yang
terganggu. Klien tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-ronta.
d. SOMNOLEN (Letergia, Obtundasi, Hipersomnia)
Yaitu keadaan mengantuk yang masih dapat pulih bila dirangsang, tetapi bila rangsang
berhenti, klien akan tertidur kembali.
14 | K K D - 2 FKUC

e. SOPOR (Stupor)
Keadaan mengantuk yang dalam, Klien masih dapat dibangunkan dengan rangsang
yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi klien tidak terbangun sempurna dan tidak
dapat memberikan jawaban verbal yang baik.
f. SEMI-KOMA (koma ringan)
Yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons terhadap rangsang verbal,
dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks (kornea, pupil) masih baik.
Respons terhadap rangsang nyeri tidak adekuat.
g. KOMA
Yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak
ada respons terhadap rangsang nyeri.

2. Tingkat Kesadaran Kualitatif (Glasgow Coma Scale) :


GCS (Glasgow Coma Scale) adalah skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran
secara kuantitatif pada klien dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang
diberikan. Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka
mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (skor).

Pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS)


Nilai

Membuka Spontan 4
Mata Terhadap bicara (suruh pasien membuka mata) 3

Dengan rangsang nyeri (tekan pada syaraf supraorbita atau kuku 2


jari)

Tidak ada reaksi (dengan rangsang nyeri pasien tidak buka mata) 1

Respon Baik dan tidak disorientasi (dapat menjawab dengan kalimat yang 5
Verbal baik dan tahu dimana ia berada, tahu waktu, hari)
Bicara Kacau/confused (dapat bicara dalam kalimat, namun ada 4
disorientasi waktu dan tempat)

Tidak tepat (dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak berupa 3


kalimat dan tidak tepat)

Mengerang (tidak mengucapkan kata, hanya mengerang) 2

Tidak ada jawaban 1

Menurut perintah (suruh angkat lengan) 6


KKD-2 FKUC | 15

Respon Mengetahui lokasi nyeri (dirangsang nyeri dengan menekan 5


Motorik supraorbita. Bila pasien mengangkat tangannya sampai melewati
dagu untuk menepis rangsang berarti ia tahu lokasi nyeri)

Reaksi menghindar 4

Reaksi fleksi/dekortikal (rangsangan nyeri dengan menekan 3


supraorbita timbul reksi fleksi sendi siku atau pergelangan tangan)

Reaksi ekstensi (dengan menekan supraorbita timbul reaksi 2


ekstensi pada sendi siku disertai fleksi spastik

Tidak ada reaksi 1

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol


E…..V…..M…..
Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan
terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.

Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :


GCS : 14 – 15 = CKR (cedera kepala ringan)
GCS : 9 – 13 = CKS (cedera kepala sedang)
GCS : 3 – 8 = CKB (cedera kepala berat)

Adapun untuk pasien anak-anak pemeriksaan tingkat kesadaran dapat menggunakan


modifikasi GCS yang disebut dengan Pediatric Coma Scale (PCS) . Perbedaan penilaiannya
adalah pada unsur verbalnya karena biasanya anak kecil belum dapat beebicara dengan
jelas. Unsur penilaian PCS adalah sebagai berikut :

Pediatric Coma Scale (PCS)

Membuka Mata Spontan membuka mata 4


Terhadap rangsang suara membuka mata 3
Terhadap rangsang nyeri membuka mata 2
Menutup mata terhadap semua jenis rangsang 1
Respon Verbal Terorientasi 5
Kata-kata 4
Suara 3
Menangis 2
Tidak ada suara sama sekali 1
16 | K K D - 2 FKUC

Respon Motorik Menurut perintah 5


Lokalisasi nyeri 4
Fleksi terhadap nyeri 3
Ekstensi terhadap nyeri 2
Tidak ada gerakan sama sekali 1

Penilaian tingkat kesadaran pada anak dengan PCS juga masih dibedakan menurut rentang
umur, yaitu :

B.2 PEMERIKSAAN ORIENTASI

Prosedur pemeriksaan orientasi :


• Orientasi orang : tanyakan namanya, usia, kerja, kapan lahir, kenal dengan orang di
sekitarnya.
• Orientasi tempat : tanyakan sekarang di mana, apa nama tempat ini, di kota mana berada.
• Orientasi waktu : tanyakan hari apa sekarang, tanggal berapa, bulan apa, tahun berapa.

B.3 PEMERIKSAAN AFASIA

Prosedur Pemeriksaan Afasia :


• Kelancaran bicara :
Bicara spontan, lancar tidak tertegun untuk mencari kata yang diinginkan. Minta pasien
menyebutkan nama hewan sebanyak-banyaknya selama 1 menit
• Pemahaman bahasa lisan :
Ajak pasien bercakap-cakap dan nilai pemahamannya terhadap kalimat. Minta pasien
melakukan apa yang kita perintahkan mulai dari yang sederhana sampai yang sulit.
• Repetisi :
Mintalah pasien untuk mengulangi apa yang kita ucapkan mulai dari kata hingga kalimat.
• Menamai :
Mintalah pasien untuk menyebutkan dengan cepat dan tepat nama objek yang kita
tunjukkan.
• Membaca
• Menulis
KKD-2 FKUC | 17

B.4 PEMERIKSAAN APRAKSIA

Prosedur pemeriksaan:
• Apraksia wajah :
Minta pasien untuk bersiul, mengeluarkan lidah, menggerak-gerakkan bibir
• Apraksia Tungkai/lengan :
Minta pasien meniru gerakan atau melakukan gerakan sesuai instruksi

B.5 PEMERIKSAAN AGNOSIA

Mengenal barang, binatang, orang dan sebagainya adalah kegiatan psikosensorik dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam kegiatan itu tersisip juga kemampuan untuk membayangkan
kembali segala perasaan yang telah dialami. Istilah untuk kemampuan itu adalah gnosia dan
hilangnya kemampuan tersebut dikenal sebagai agnosia.

Prosedur Pemeriksaan :
• Agnosia Visual :
Minta pasien menyebutkan nama objek yang kita perlihatkan padanya.
• Agnosia Jari :
Minta pasien menutup mata, pemeriksa meraba salah satu jarinya. Suruh pasien membuka
mata dan menunjukkan jari yang tadi diraba pemeriksa.
Cara lain : Pemeriksa menyebutkan nama jari dan suruh pasien menunjukkannya pada
pemeriksa : ”tunjukkan jari manis saya”.
• Agnosia Taktil :
Minta pasien menutup mata, tempatkan di genggamannya suatu benda, dengan jalan
meraba, suruh pasien menyebutkan nama benda tersebut.

B.6 PEMERIKSAAN MEMORI

Prosedur Pemeriksaan :
• Memori Segera :
Minta pasien untuk mengulangi angka-angka yang disebutkan pemeriksa, dimulai dari 2
angka, kemudian 3 angka, dan seterusnya.
• Memori Baru, jangka pendek :
Sama dengan pemeriksaan orientasi.
• Kemampuan mempelajari hal baru :
Minta pasien menghafal 4 kata yang tidak berhubungan yang diucapkan pemeriksa
(misalnya cokelat, jujur, mawar, lengan). Selang 20-30 menit kemudian minta pasien
mengulang 4 kata tadi.
18 | K K D - 2 FKUC

• Memori Visual :
Minta pasien melihat pemeriksa menyembunyikan 5 benda kecil di sekitar pasien. Selang
5 menit kemudian pasien ditanyai benda apa yang disembunyikan dan dimana lokasinya.

C. CHECKLIST PENILAIAN

C.1 TINGKAT KESADARAN

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)

II Pemeriksaan Tingkat Kesadaran


3 Melakukan pemeriksaan terhadap respon membuka mata dengan benar
dan melaporkan nilainya beserta alasannya
4 Melakukan pemeriksaan terhadap respon verbal dengan benar dan
melaporkan nilainya beserta alasannya
5 Melakukan pemeriksaan terhadap respon motorik dengan benar dan
melaporkan nilainya beserta alasannya
6 Mencatat dan melaporkan hasil pemeriksaan GCS
7 Membuat kesimpulan tentang status kesadaran pasien

III Profesionalisme
8 Melakukan dengan penuh percaya diri
9 Melakukan dengan kesalahan minimal

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).
KKD-2 FKUC | 19

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
18

C.2 PEMERIKSAAN ORIENTASI

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)

II Pemeriksaan Orientasi
3 Menilai Orientasi Orang dengan benar
4 Menilai Orientasi Tempat dengan benar
5 Menilai Orientasi Waktu dengan benar
6 Menyimpulkan dan melaporkan hasil pemeriksaan Orientasi dengan
benar

III Profesionalisme
7 Melakukan dengan penuh percaya diri
8 Melakukan dengan kesalahan minimal

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
16
20 | K K D - 2 FKUC

C.3 PEMERIKSAAN AFASIA

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)

II Pemeriksaan Afasia
3 Memberikan instruksi prosedur pemeriksaan dengan jelas
4 Menilai Kelancaran Bicara pasien
5 Menilai Pemahaman Bahasa Lisan pasien
6 Menilai kemampuan Repetisi pasien
7 Menilai Kemampuan Menamai pasien
8 Menilai Kemampuan Membaca pasien
9 Menilai Kemampuan Menulis pasien
10 Menyimpulkan dan melaporkan hasil pemeriksaan dengan benar

III Profesionalisme
11 Melakukan dengan penuh percaya diri
12 Melakukan dengan kesalahan minimal

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
24
KKD-2 FKUC | 21

C.4 PEMERIKSAAN APRAKSIA

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)

II Pemeriksaan Apraksia
3 Meminta pasien untuk meniup geretan yang sedang menyala
4 Menyimpulkan dan melaporkan hasil pemeriksaan Apraksia dengan
benar

III Profesionalisme
5 Melakukan dengan penuh percaya diri
6 Melakukan dengan kesalahan minimal

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
12

C.5 PEMERIKSAAN AGNOSIA

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)
22 | K K D - 2 FKUC

II Pemeriksaan Tingkat Agnosia


3 Memberikan instruksi prosedur pemeriksaan dengan jelas
4 Menilai adanya Agnosia Visual
5 Menilai adanya Agnosia Jari
6 Menilai Agnosia Taktil
7 Menyimpulkan dan melaporkan hasil pemeriksaan Agnosia dengan benar

III Profesionalisme
8 Melakukan dengan penuh percaya diri
9 Melakukan dengan kesalahan minimal

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
18

C.6 PEMERIKSAAN MEMORI

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)

II PemeriksaanMemori
3 Memberikan instruksi prosedur pemeriksaan dengan jelas
4 Melakukan pemeriksaan terhadap Memori Segera dengan benar
KKD-2 FKUC | 23

5 Melakukan pemeriksaan terhadap Memori baru dengan benar (orientasi


tempat, orang, waktu)
6 Melakukan pemeriksaan terhadap Kemampuan Mempelajari Hal Baru
dengan benar
7 Melakukan pemeriksaan terhadap Memori Visual dengan benar
8 Menyimpulkan dan melaporkan hasil pemeriksaan Memori dengan benar

III Profesionalisme
9 Melakukan dengan penuh percaya diri
10 Melakukan dengan kesalahan minimal

Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
20
24 | K K D - 2 FKUC

KETERAMPILAN INJEKSI
(INTRAMUSKULER, SUBKUTAN, INTRADERMAL DAN INTRAVENA)

Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk melakukan
Injeksi.

Tujuan Khusus :
1. Mampu menyiapkan pasien, obat dan peralatan yang digunkaan untuk injeksi
2. Mampu melakukan teknik injeksi obat secara intra kutan,
3. Mampu melakukan teknik injeksi obat secara subkutan,
4. Mampu melakukan teknik injeksi obat secara intramuskular,
5. Mampu melakukan teknik injeksi obat secara intravena

Alat, Bahan dan Media Pembelajaran :


1. Torniket 6. Disposable Spiut 1 cc, 2 cc, 5 cc, 10 cc
2. Tempat sampah medis 7. Obat Ampul dan Vial
3. Kapas bola (alkohol 70%) 8. Manekin Injeksi Intramuskular Gluteus,
4. Plester 9. Manekin Lengan dan Kaki
5. Sarung tangan Non Steril

A. PENGANTAR

A.1 PENGENALAN ALAT INJEKSI

Bagian-bagian jarum yaitu :


• Lumen jarum (ruang di bagian dalam jarum di mana obat mengalir).
• Bevel (bagian jarum yang tajam/ menusuk kulit).
• Kanula (shaft, bagian batang jarum).
• Hub (bagian jarum yang berhubungan dengan adapter dari spuit).

Gambar 1. Bagian-Bagian Jarum


KKD-2 FKUC | 25

Standard panjang jarum adalah 0.5 – 6 inchi. Pemilihan panjang jarum tergantung pada teknik
pemberian obat, sementara pemilihan ukuran jarum tergantung pada viskositas obat yang
disuntikkan. Ukuran jarum diberi nomor 14-27. Makin besar angka, makin kecil diameter jarum
(gambar 2). Jarum berukuran kecil dipergunakan untuk obat yang encer atau cair, sementara
jarum diameter besar dipergunakan untuk obat yang kental.

Gambar 3. Spuit steril disposable


Gambar 2. Variasi Panjang &
Diameter Jarum

Spuit terdiri dari bagian-bagian :


• Tutup spuit (cap)
• Jarum
• Adapter
• Barrel : di dinding barrel terdapat skala 0.01, 0.1, 0.2 atau 1 mL (gambar 6) .
• Plunger : untuk mendorong obat dalam barrel masuk ke dalam tubuh.

Gambar 4. Variasi Ukuran Spuit


26 | K K D - 2 FKUC

A.2 TUJUAN DAN KEWASPADAAN PEMBERIAN OBAT SECARA INJEKSI

Injeksi bertujuan untuk memasukkan obat ke dalam tubuh penderita. Pemberian obat
secara injeksi dilakukan bila :
a. Dibutuhkan kerja obat secara kuat, cepat dan lengkap.
b. Absorpsi obat terganggu oleh makanan dalam saluran cerna atau obat dirusak oleh asam
lambung, sehingga tidak dapat diberikan per oral.
c. Obat tidak diabsorpsi oleh usus.
d. Pasien mengalami gangguan kesadaran atau tidak kooperatif.
e. Akan dilakukan tindakan operatif tertentu (misalnya dilakukan injeksi infiltrasi zat anestetikum
sebelum tindakan bedah minor untuk mengambil tumor jinak di kulit).
f. Obat harus dikonsentrasikan di area tertentu dalam tubuh (misalnya injeksi kortikosteroid
intra-artrikuler pada artritis, bolus sitostatika ke area tumor).

Kelemahan teknik injeksi adalah :


1. Lebih mahal.
2. Rasa nyeri yang ditimbulkan.
3. Sulit dilakukan oleh pasien sendiri.
4. Harus dilakukan secara aseptik karena risiko infeksi.
5. Risiko kerusakan pada pembuluh darah dan syaraf jika pemilihan tempat injeksi dan teknik
injeksi tidak tepat.
6. Komplikasi dan efek samping yang ditimbulkan biasanya onsetnya lebih cepat dan lebih
berat dibandingkan pemberian obat per oral.

Teknik injeksi yang paling sering dilakukan adalah :


1. Injeksi intramuskuler : Obat diinjeksikan ke dalam lapisan otot. Resorpsi obat akan terjadi
dalam 10-30 menit. Obat yang sering diberikan secara intramuskuler misalnya : vitamin,
vaksin, antibiotik, antipiretik, hormon-hormon kelamin dan lain-lain.
2. Injeksi subkutan : obat diinjeksikan ke dalam lapisan lemak di bawah kulit. Resorpsi obat
berjalan lambat karena dalam jaringan lemak tidak banyak terdapat pembuluh darah. Obat
yang sering diberikan secara subkutan adalah : insulin, anestesi lokal
3. Injeksi intradermal/ intrakutan : obat diinjeksikan ke dalam lapisan kulit bagian atas,
sehingga akan timbul indurasi kulit. Tindakan menyuntikkan obat secara intrakutan yang
sering dilakukan yaitu tindakan skin test, tes tuberkulin/ Mantoux test.
4. Injeksi intravena :
Obat diinjeksikan langsung ke dalam vena sehingga menghasilkan efek tercepat, dalam
waktu 18 detik (yaitu waktu untuk satu kali peredaran darah) obat sudah tersebar ke seluruh
jaringan. Obat yang disuntikkan secara intravena misalnya bermacam-macam antibiotic
KKD-2 FKUC | 27

Gambar 5. Perbandingan sudut insersi jarum terhadap permukaan kulit : injeksi IM (90 o),
subkutan (45o) dan intradermal (15o)

Observasi Setelah Injeksi


Setelah injeksi harus selalu dilakukan observasi terhadap pasien. Lama observasi bervariasi
tergantung kondisi pasien dan jenis obat yang diberikan. Observasi dilakukan terhadap :
▪ Munculnya efek yang diharapkan, misalnya hilangnya nyeri setelah suntikan analgetik.
▪ Reaksi spesifik, misalnya timbulnya indurasi kulit dan hiperemia setelah skin test.
▪ Komplikasi dari obat yang disuntikkan, misalnya terjadinya diare setelah injeksi ampicillin.

Obat memiliki dua efek, yakni :


1. Efek Terapeutik
Obat memiliki kesesuaian terhadap efek yang diharapkan sesuai kandungan obatnya, seperti
paliatif (berefek untuk mengurangi gejala), kuratif (memiliki efek pengobatan), suportif
(berefek untuk menaikan fungsi atau respon tubuh), subtitutif (berefek sebagai pengganti),
efek kemoterapi (berefek untuk mematikan atau menghambat), restoratif (berefek pada
memulihkan fungsi tubuh yang sehat).
2. Efek Samping
Merupakan dampak yang tidak diharapkan, tidak bisa diramal bahkan kemungkinan dapat
membahayakan seperti adanya alergi, toksisitas keracunan, penyakit iatrogenik, kegagalan
dalam pengobatan dan lain-lain.

Reaksi Obat
Sebagai bahan atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh, obat akan bekerja sesuai dengan
proses kimiawi, melalui suatu reaksi obat. Reaksi obat dapat dihitung dalam satuan waktu paruh
yakni suatu interval waktu yang diperlukan dalam tubuh untuk proses eliminasi sehingga terjadi
pengurangan konsentrasi setengah dari kadar puncak obat dalam tubuh.

Faktor Yang Mempengaruhi Reaksi Obat


Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi reaksi pengobatan diantaranya:
1. Absorpsi obat
Merupakan proses pergerakan obat dari sumber ke dalam tubuh melalui aliran darah kecuali
28 | K K D - 2 FKUC

dari jenis topikal yang dipengaruhi oleh cara dan jalan pemberian obat, jenis obat, keadaan
tempat, makanan dan keadaan pasien.
2. Distribusi obat ke dalam tubuh
Setelah obat diabsorpsi, kemudian didistribusi ke dalam darah melalui vaskular dan sistem
limfatis menuju sel masuk ke dalam jaringan tertentu. Proses ini dapat dipengaruhi oleh
keseimbangan cairan, elektrolit, dan keadaan patologis.
3. Metabolisme obat
Setelah melalui sirkulasi, obat akan mengalami proses metabolisme. Obat akan ikut sirkulasi
ke dalam jaringan kemudian merinteraksi dengan sel dan melakukan sebuah perubahan zat
kimia menjadi lebih aktif. Obat yang tidak bereaksi akan diekskresikan.
4. Ekskresi sisa
Setelah obat mengalami metabolisme atau pemecahan, akanterdapat sisa zat yang tidak
dapat dipakai dan ini tidak bereaksi kemudian keluar melalui ginjal dalam bentuk urin, di
intestinal dalam bentuk feses dan paru dalam bentuk udara.

B. PROSEDUR TINDAKAN

B.1 PERSIAPAN PASIEN, ALAT DAN OBAT


1. Identifikasi dan Persiapan Pasien :
Dokter harus selalu menuliskan identitas pasien (nama lengkap, umur, alamat),
penghitungan dosis obat dan instruksi cara memberikan obat dalam resep dokter/ rekam
medis pasien dengan jelas.
• Sebelum melakukan injeksi, petugas yang akan memberikan suntikan harus selalu
mengecek kembali identitas pasien dengan menanyakan secara langsung nama
lengkap dan alamat pasien, menanyakan kepada keluarga yang menunggui pasien (bila
pasien tidak sadar) atau dengan membaca gelang identitas pasien (bila pasien adalah
pasien yang dirawat di rumah sakit) dan mencocokkannya dengan identitas pasien yang
harus diberi injeksi.
• Sebelum memberikan obat dan melakukan injeksi, dokter harus selalu menanyakan
kepada pasien atau kembali melihat data rekam medis pasien :
1. Apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap jenis obat tertentu.
2. Apakah saat ini pasien dalam keadaan hamil. Beberapa jenis obat mempunyai efek
teratogenik terhadap fetus.
• Berikan privacy kepada pasien, bila injeksi dilakukan di paha atas atau pantat. Lakukan
injeksi dalam kamar pemeriksaan.
• Beritahu pasien prosedur yang akan dilakukan. Bangunkan pasien bila sebelumnya
pasien dalam keadaan tidur. Bila pasien tidak sadar, berikan penjelasan kepada
keluarganya. Bila pasien tidak kooperatif (misalnya anak-anak atau pasien dengan
gangguan jiwa), mintalah bantuan orang tuanya atau perawat.
KKD-2 FKUC | 29

• Untuk mengurangi rasa takut pasien, untuk mengalihkan perhatian pasien, selama injeksi
ajaklah pasien berbicara atau minta pasien untuk bernafas dalam.

2. Persiapan obat : jenis, dosis dan cara pemberian obat serta kondisi fisik obat dan
kontainernya.
• Siapkan obat yang akan disuntikkan dan peralatan yang akan dipergunakan
untuk menyuntikkan obat dalam satu tray. Jangan mulai menyuntikkan obat sebelum
semua peralatan dan obat siap.
• Sebelum menyuntikkan obat, instruksi pemberian obat dan label obat harus selalu
dibaca dengan seksama (nama obat, dosis, tanggal kadaluwarsa obat), dan dicocokkan
dengan jenis dan dosis obat yang harus disuntikkan kepada pasien (gambar 2).
• Kondisi fisik obat dan kontainernya harus selalu dilihat dengan seksama, apakah
ada perubahan fisik botol obat (segel terbuka, label nama obat tidak terbaca dengan
jelas, kontainer tidak utuh atau retak) atau terjadi perubahan fisik pada obat (bergumpal,
mengkristal, berubah warna, ada endapan, dan lain-lain).
• Obat dalam bentuk serbuk harus dilarutkan menggunakan pelarut yang sesuai. Obat
dilarutkan menjelang digunakan. Perhatikan instruksi melarutkan obat dan catatan-
catatan khusus setelah obat dilarutkan, misalnya stabilitas obat setelah dilarutkan dan
kepekaan obat terhadap cahaya.
• Dokter harus mengetahui efek potensial (efek yang diharapkan dan efek samping) dari
pemberian obat.
• Obat tidak boleh disuntikkan bila :
1. Ada ketidaksesuaian/ keraguan akan jenis atau dosis obat yang tersedia dengan
instruksi dokter.
2. Ada ketidaksesuaian identitas pasien yang akan disuntik dengan identitas pasien
dalam lembar instruksi injeksi.
3. Ada perubahan fisik pada obat atau kontainernya.
4. Tanggal kadaluwarsa obat telah lewat.
5. Pengecekan identitas pasien sangat penting untuk keselamatan pasien. Kesalahan
pemberian injeksi dapat berakibat serius, bahkan fatal.
6. Penyiapan obat dan teknik injeksi harus dilakukan secara aseptik untuk mencegah
masuknya partikel asing maupun mikroorganisme ke dalam tubuh pasien. Kerusakan
yang permanen pada syaraf atau struktur jaringan serta transmisi infeksi, dapat
terjadi karena kesalahan teknik injeksi atau akibat penggunaan jarum yang tidak
layak, misalnya jarum yang tumpul, tidak rata atau tidak disposable.

3. Penyiapan Jarum, Spuit dan Obat untuk Injeksi


1. Tentukan jenis obat dan teknik injeksi yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan dengan seksama.
30 | K K D - 2 FKUC

3. Pemilihan jarum :
Panjang jarum ditentukan oleh teknik injeksi, sementara ukuran jarum ditentukan oleh
jenis obat yang diinjeksikan.
• Injeksi intramuskuler memerlukan jarum yang lebih panjang, yaitu 1” – 1.5” dengan
ukuran jarum 20 – 22.
• Injeksi subkutan memerlukan jarum yang pendek. Panjang jarum ½ - 7/8” dengan
ukuran jarum 23 – 25
• Injeksi Intradermal memerlukan jarum yang lebih pendek dibanding jarum untuk
injeksi subkutan, yaitu panjang ¼ - ½” dengan ukuran jarum 26.
4. Pemilihan spuit :
• Pemilihan ukuran spuit tergantung volume dan viskositas obat yang diinjeksikan. Cek
kapasitas spuit, pastikan spuit dapat menampung volume obat.
• Kapasitas spuit dinyatakan dengan mL atau cc (cubic centimeter). Lihat apakah skala
pada dinding spuit tertera dengan jelas dan dapat dipergunakan untuk menentukan
dosis obat dengan tepat.
• Peralatan untuk injeksi harus steril. Lihat adanya kerusakan fisik pada jarum dan
spuit, misalnya segel terbuka, ada tanda karat pada jarum, adanya air dalam spuit
dan lain-lain.
5. Pemasangan jarum pada spuit :
• Keluarkan spuit dari kemasannya.
• Jangan menyentuh bagian steril dari spuit, yaitu bagian adapter dan batang plunger,
karena bagian-bagian tersebut akan berkontak dengan jarum dan bagian dalam
barrel. Kontaminasi bagian-bagian tersebut berpotensi menularkan infeksi kepada
pasien.
• Segel karet (rubber stopper) di dalam barrel dilihat apakah menempel erat pada
puncak plunger sehingga tidak terlepas waktu plunger digerakkan, dan cukup rapat
menutup diameter barrel sehingga tidak ada cairan obat yang merembes keluar.
• Spuit dipegang dengan tangan kiri dan plunger ditarik keluar masuk barrel beberapa
kali. Dirasakan apakah tahanan cukup dan plunger bergerak cukup mudah. Dilihat
apakah posisi segel karet berubah.
KKD-2 FKUC | 31

B.2 INJEKSI INTRAMUSKULER

Obat-obat yang diberikan secara injeksi intramuskuler adalah obat-obat yang menyebabkan
iritasi jaringan lemak subkutan dengan onset aksi obat relatif cepat dan durasi kerja obat cukup
panjang. Obat yang diinjeksikan ke dalam otot membentuk deposit obat yang diabsorpsi secara
gradual ke dalam pembuluh darah.
Teknik injeksi intramuskuler adalah teknik injeksi yang paling mudah dan paling aman, meski
teknik injeksi intramuskuler memerlukan otot dalam keadaan relaksasi sehingga sangat penting
pasien dalam keadaan rileks.

Lokasi Injeksi
Panjang jarum yang digunakan biasanya 1-1.5” dengan ukuran jarum 20-22. Tempat yang dipilih
adalah tempat yang jauh dari arteri, vena dan nervus, misalnya :
1. Regio Gluteus
a. Lokasi gluteus maximus
- Gambarlah garis imajiner horizontal setinggi pertengahan glutea kemudian buat dua
garis imajiner vertikal yang memotong garis horizontal tadi pada pertengahan pantat
pada masing-masing sisi. Suntiklah di regio glutea pada kuadran lateral atas
- Hati-hati terhadap n. sciatus dan a.gluteus superior
- Volume suntikan ideal 2-4 ml. Minta pasien berbaring ke samping dengan lutut
sedikit fleksi.

b. Lokasi gluteus medius


- Letakkan tangan kanan Anda di pinggul kiri pasien pada trochanter major (atau
sebaliknya). Posisikan jari telunjuk sehingga menyentuh SIAS. Kemudian gerakkan
jari tengah Anda sejauh mungkin menjauhi jari telunjuk sepanjang crista iliaca. Maka
jari telunjuk dan jari tengah Anda akan membentuk huruf V
- Suntikan jarum di tengah-tengah huruf V, maka jarum akan menembus gluteus
medius
- Volume ideal antara lain 1-4 ml
32 | K K D - 2 FKUC

Gambar 6. Lokasi injeksi intramuskuler di regio gluteus (kuadran superior lateral)

2. Regio superior lateral femur


• Pada orang dewasa, m. vastus lateralis terletak pada sepertiga tengah paha bagian luar
• Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang kulit di atasnya perlu ditarik atau sedikit dicubit
untuk membantu jarum mencapai kedalaman yang tepat.
• Volume injeksi ideal antara 1-5 ml (untuk bayi antara 1-3 ml)

Gambar 7. Lokasi injeksi intramuskuler di superior lateral femur


KKD-2 FKUC | 33

3. Regio Femur bagian depan (M. Rectus Femoralis)


• Pada orang dewasa, m. rectus femoris terletak pada sepertiga tengah paha bagian
depan.
• Pada bayi atau orang tua, kadang-kadang kulit di atasnya perlu ditarik atau sedikit dicubit
untuk membantu jarum mencapai kedalaman yang tepat.
• Volume injeksi ideal antara 1-5 ml (untuk bayi antara 1-3 ml).
• Lokasi ini jarang digunakan, namun biasanya sangat penting untuk melakukan auto-
injection, misalnya pasien dengan riwayat alergi berat biasanya menggunakan tempat
ini untuk menyuntikkan steroid injeksi yang mereka bawa kemana-mana

4. Regio Deltoid
• Jumlah obat paling kecil antara 0,5-1 ml.
• Jarum disuntikkan kurang lebih 2,5 cm di bawah tonjolan acromion.
• Organ penting yang mungkin terkena adalah A. Brachialis atau N. Radialis. Hal ini terjadi
apabila menyuntik jauh lebih ke bawah daripada seharusnya.
• Minta pasien untuk meletakkan tangannya di pinggul (seperti gaya seorang peragawati),
dengan demikian tonus ototnya akan berada kondisi yang mudah untuk disuntik dan
dapat mengurangi nyeri.

Gambar 8. Lokasi injeksi intramuskuler di regio Deltoid

Prosedur Injeksi Intramuskuler


1. Regangkan kulit di atas area injeksi. Jarum akan lebih mudah
ditusukkan bila kulit teregang. Dengan teregangnya kulit, maka
secara mekanis akan membantu mengurangi sensitivitas
ujung-ujung saraf di permukaan kulit.
2. Spuit dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan
(gambar 9).

Gambar 9. Cara memegang spuit untuk injeksi intramuskuler


34 | K K D - 2 FKUC

3. Jarum ditusukkan dengan cepat melalui kulit dan subkutan sampai ke dalam otot dengan
jarum tegak lurus terhadap permukaan kulit, bevel jarum menghadap ke atas (gambar 10).

Gambar 10. Injeksi intramuskuler. Arah jarum tegak lurus permukaan kulit

4. Setelah jarum berada dalam lapisan otot, lakukan aspirasi untuk mengetahui apakah jarum
mengenai pembuluh darah atau tidak (gambar 10).

Gambar 11. Lakukan aspirasi

5. Injeksikan obat dengan ibu jari tangan kanan mendorong plunger perlahan-lahan, jari
telunjuk dan jari tengah menjepit barrel tepat di bawah kait plunger.
6. Setelah obat diinjeksikan seluruhnya, tarik jarum keluar dengan arah yang sama dengan
arah masuknya jarum dan masase area injeksi secara sirkuler menggunakan kapas alkohol
kurang lebih 5 detik.
7. Melakukan kontrol perdarahan.
8. Pasang plester di atas luka tusuk.
9. Lakukan observasi terhadap pasien beberapa saat setelah injeksi.

Catatan :
• Aspirasi harus selalu dilakukan sebelum menginjeksikan obat, karena obat yang
seharusnya masuk ke dalam otot atau jaringan lemak subkutan dapat menjadi emboli yang
berbahaya bila masuk ke dalam pembuluh darah.
• Pastikan semua obat dalam spuit habis diinjeksikan ke dalam otot, karena sisa obat dalam
spuit dapat menyebabkan iritasi subkutan saat jarum ditarik keluar.
• Jika pasien mendapatkan suntikan berulang, lakukan di sisi yang berbeda.
KKD-2 FKUC | 35

B.3 INJEKSI SUBKUTAN

Obat diinjeksikan ke dalam jaringan di bawah kulit (subkutis). Obat yang diinjeksikan secara
subkutan biasanya adalah obat yang kecepatan absorpsinya dikehendaki lebih lambat
dibandingkan injeksi intramuskuler atau efeknya diharapkan bertahan lebih lama.

Obat yang diinjeksikan secara subkutan harus obat-obat yang dapat diabsorpsi dengan
sempurna supaya tidak menimbulkan iritasi jaringan lemak subkutan. Indikasi injeksi subkutan
antara lain untuk menyuntikkan adrenalin pada shock anafilaktik, atau untuk obat-obat yang
diharapkan mempunyai efek sistemik lama, misalnya insulin pada penderita diabetes.Injeksi
subkutan dapat dilakukan di hampir seluruh area tubuh, tetapi tempat yang dipilih biasanya di
sebelah lateral lengan bagian atas (deltoid), di permukaan anterior paha (vastus lateralis) atau
di pantat (gluteus). Area deltoid dipilih bila volume obat yang diinjeksikan sebanyak 0.5 – 1.0
mL atau kurang. Jika volume obat lebih dari itu (sampai maksimal 3 mL) biasanya dipilih di area
vastus lateralis.

Gambar 12 Area injeksi subkutan,


kiri : area vastus lateralis, dibagian luar paha atas, kanan : area deltoid

Cara melakukan injeksi subkutan adalah :


1. Pilih area injeksi.
2. Sterilkan area injeksi dengan kapas alkohol 70% dengan gerakan memutar dari pusat ke
tepi. Buka tutup jarum dengan menariknya lurus ke depan (supaya jarum tidak bengkok),
letakkan tutup jarum pada tray/ tempat yang datar.
3. Stabilkan area injeksi dengan mencubit kulit di sekitar tempat injeksi dengan ibu jari dan
jari telunjuk tangan kiri (jangan menyentuh tempat injeksi).
4. Pegang spuit dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan, bevel jarum menghadap ke atas.
5. Jarum ditusukkan menembus kulit, sampai jaringan lemak di bawah kulit sampai kedalaman
kurang lebih ¾ panjang jarum. Arah jarum pada injeksi subkutan adalah membentuk sudut
450 terhadap permukaan kulit.
36 | K K D - 2 FKUC

6. Lepaskan cubitan dengan tetap menstabilkan posisi spuit.

Gambar 13. Injeksi subkutan, arah jarum membentuk sudut 45o terhadap permukaan kulit

7. Aspirasi untuk mengetahui apakah ujung jarum masuk ke dalam pembuluh darah atau tidak.
8. Injeksikan obat dengan menekan plunger dengan ibu jari perlahan dan stabil, karena injeksi
yang terlalu cepat akan menimbulkan rasa nyeri.
9. Tarik jarum keluar tetap dengan sudut 450 terhadap permukaan kulit. Letakkan kapas alkohol
di atas bekas tusukan.
10. Berikan masase perlahan di atas area suntikan untuk membantu merapatkan kembali
jaringan bekas suntikan dan meratakan obat sehingga lebih cepat diabsorpsi.

B.4 INJEKSI INTRADERMAL

Pada injeksi Intradermal, obat disuntikkan ke dalam lapisan atas dari kulit. Teknik injeksi
Intradermal sering merupakan bagian dari prosedur diagnostik, di mana biasanya hanya
disuntikkan sejumlah kecil obat sebelum diberikan dalam dosis yang lebih besar dengan teknik
lain (misalnya : diinjeksikan 0.1 mL antibiotik secara Intradermal untuk skin test sebelum
diberikan dosis lebih besar secara intravena).
Indikasi injeksi intra dermal antara lain untuk tes tuberkulin, atau tes alergi (skin test)
sebelum menyuntikkan antibiotika dan injeksi alergen (contoh : injeksi lamprin untuk
desensitisasi).
Panjang jarum yang dipilih adalah ¼ - 1/2” dan spuit ukuran 24/26. Biasanya yang sesuai
ukuran itu adalah spuit tuberkulin atau spuit insulin. Tempat injeksi yang dipilih biasanya bagian
medial/ volair dari regio antebrachii.

Prosedur Injeksi Intradermal :


1. Posisi pasien : pasien duduk dengan siku kanan difleksikan, telapak tangan pada posisi
supinasi, sehingga permukaan volair regio antebrachii terekspos.
2. Tentukan area injeksi.
3. Lakukan sterilisasi area injeksi dengan kapas alkohol.
KKD-2 FKUC | 37

4. Fiksasi kulit : menggunakan ibu jari tangan kiri, regangkan kulit area injeksi, tahan sampai
bevel jarum dinsersikan.

Gambar 14. Posisi Jarum pada Injeksi Intradermal

5. Pegang spuit dengan tangan kanan, bevel jarum menghadap ke atas. Jangan menempatkan
ibu jari atau jari lain di bawah spuit karena akan menyebabkan sudut jarum lebih dari 15 0
sehingga ujung jarum di bawah dermis.
6. Jarum ditusukkan membentuk sudut 150 terhadap permukaan kulit, menelusuri epidermis.
Tanda bahwa ujung jarum tetap berada dalam dermis adalah terasa sedikit tahanan. Bila
tidak terasa adanya tahanan, berarti insersi terlalu dalam, tariklah jarum sedikit ke arah luar.
7. Obat diinjeksikan, seharusnya muncul indurasi kulit, yang menunjukkan bahwa obat berada
di antara jaringan intradermal.
8. Setelah obat diinjeksikan seluruhnya, tarik jarum keluar dengan arah yang sama dengan
arah masuknya jarum.
9. Jika tidak terjadi indurasi, ulangi prosedur injeksi di sisi yang lain.
10. Pasien diinstruksikan untuk tidak menggosok, menggaruk atau mencuci/ membasahi
area injeksi.
➢ Tes tuberkulin : pasien diinstruksikan untuk kembali setelah 48-72 jam untuk dilakukan
evaluasi hasil tes tuberkulin.
➢ Skin test/ allergy test : reaksi akan muncul dalam beberapa menit, berupa kemerah-
merahan pada kulit di sekitar tempat injeksi.

Gambar 15. Injeksi intradermal


38 | K K D - 2 FKUC

Gambar 16. Indurasi kulit setelah injeksi intradermal

11. Tanda bahwa injeksi intradermal berhasil adalah terasa sedikit tahanan saat jarum
dimasukkan dan menelusuri dermis serta terjadinya indurasi kulit sesudahnya.

B.5 INJEKSI INTRAVENA

Injeksi intravena dbiasanya dilakukan terhadap pasien yang dirawat di rumah sakit. Injeksi
intravena dapat dilakukan secara :
1. Bolus : sejumlah kecil obat diinjeksikan sekaligus ke dalam pembuluh darah menggunakan
spuit perlahan-lahan.
2. Infus intermiten : sejumlah kecil obat dimasukkan ke dalam vena melalui cairan infus dalam
waktu tertentu, misalnya Digoksin dilarutkan dalam 100 mL cairan infus yang diberikan
secara intermiten).
3. Infus kontinyu : memasukkan cairan infus atau obat dalam jumlah cukup besar yang
dilarutkan dalam cairan infus dan diberikan dengan tetesan kontinyu.

Jenis obat yang diberikan dengan injeksi intravena adalah antibiotik, cairan intravena, diuretik,
antihistamin, antiemetik, kemoterapi, darah dan produk darah. Untuk injeksi bolus, vena yang
dipilih antara lain vena mediana cubitii dengan alasan lokasi superficial, terfiksir dan mudah
dimunculkan. Untuk infus intermiten dan kontinyu dipilih dipilih vena yang lurus (menetap) dan
paling distal atau dimasukkan melalui jalur intravena yang sudah terpasang.

Prosedur Injeksi Intravena


1. Tidak boleh ada gelembung udara di dalam spuit. Partikel obat benar-benar harus terlarut
sempurna
2. Melakukan pemasangan torniket 2 – 3 inchi di atas vena tempat injeksi akan dilakukan
(gambar 15)
3. Melakukan desinfeksi lokasi pungsi secara sirkuler, dari dalam ke arah luar dengan alkohol
70%, biarkan mengering.
KKD-2 FKUC | 39

Cara melakukan injeksi intravena :


1. Spuit dipegang dengan tangan kanan, bevel jarum menghadap ke atas
2. Jarum ditusukkan dengan sudut 150 – 300 terhadap permukaan kulit ke arah proksimal
sehingga obat yang disuntikkan tidak akan mengakibatkan turbulensi ataupun pengkristalan
di lokasi suntikan
3. Lakukan aspirasi percobaan.
4. Bila tidak ada darah, berarti ujung jarum tidak masuk ke dalam pembuluh darah. Anda boleh
melakukan probing dan mencari venanya, selama tidak terjadi hematom. Pendapat yang
lain menganjurkan untuk mencabut jarum dan mengulang prosedur.
5. Bila darah mengalir masuk ke dalam spuit, berwarna merah terang, sedikit berbuih, dan
memiliki tekanan, berarti tusukan terlalu dalam dan ujung jarum masuk ke dalam lumen
arteri. Segera tarik jarum dan langsung lakukan penekanan di bekas lokasi injeksi tadi.
6. Bila darah yang mengalir masuk ke dalam spuit berwarna merah gelap, tidak berbuih dan
tidak memiliki tekanan, berarti ujung jarum benar telah berada di dalam vena. Lanjutkan
dengan langkah berikutnya.
7. Setelah terlihat darah memasuki spuit, lepaskan torniket dengan hati-hati (supaya tidak
menggeser ujung jarum dalam vena) dan tekan plunger dengan sangat perlahan sehingga
isi spuit memasuki pembuluh darah.
8. Setelah semua obat masuk ke dalam pembuluh darah pasien, tarik jarum keluar sesuai
dengan arah masuknya.
9. Tekan lokasi tusukan dengan kapas kering sampai tidak lagi mengeluarkan darah, kemudian
pasang plester.

Gambar 17. Injeksi Intravena

10. Bila injeksi dimasukkan melalui jalur intravena yang sudah terpasang :
• Tidak perlu memasang torniket.
• Lakukan desinfeksi pada karet infus yang dengan kapas alkohol 70%, tunggu mengering.
• Injeksikan obat melalui jalur intravena dengan sangat perlahan.
• Setelah semua obat diinjeksikan, tarik jarum keluar. Lihat apakah terjadi kebocoran pada
karet jalur intravena.
40 | K K D - 2 FKUC

• Lakukan flushing, dengan cara membuka pengatur tetesan infus selama 30-60 detik
untuk membilas selang jalur intravena dari obat.
• Injeksi intravena harus dilakukan dengan sangat perlahan, yaitu minimal dalam 50-70
detik, supaya kadar obat dalam darah tidak meninggi terlalu cepat.

C. CHECKLIST PENILAIAN

C.1 KETERAMPILAN INJEKSI INTRAMUSKULER

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Persiapan Pasien
1 Senyum, salam, menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk.
2 Mengecek kembali identitas pasien.
3 Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan persetujuan tindakan
(informed consent).
4 Menanyakan riwayat alergi pasien.

II Persiapan Obat
5 Mengecek nama, dosis, cara pemberian, tanggal kadaluwarsa obat kondisi
fisik obat dan kontainernya
6 Memilih jarum dan spuit yang digunakan untuk injeksi dengan tepat
7 Menyiapkan obat dan peralatan injeksi dalam 1 tray
8 Mencuci tangan sesuai standar WHO
9 Mengenakan sarung tangan
10 Memasang jarum pada spuit
11 Melakukan aspirasi obat dari dalam vial/ ampul
12 Menghilangkan gelembung udara
13 Mengecek kembali ketepatan dosis

III Melakukan Injeksi Intramuskuler dengan Benar


14 Memilih lokasi injeksi dengan benar
15 Desinfeksi lokasi injeksi dengan benar
16 Meregangkan kulit
17 Memegang spuit
18 Menginsersikan jarum (sudut insersi jarum terhadap permukaan kulit 90 o)
19 Melakukan aspirasi (cek ujung jarum masuk vena atau tidak)
KKD-2 FKUC | 41

20 Melakukan injeksi
21 Mencabut jarum suntik dan melakukan masase area injeksi
22 Melakukan kontrol perdarahan
23 Melakukan observasi pasca injeksi
24 Mencuci tangan sesuai standar WHO

IV Profesionalisme
25 Melakukan dengan penuh percaya diri
26 Melakukan dengan kesalahan minimal

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
52

C.2 KETERAMPILAN INJEKSI SUBKUTAN

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Persiapan Pasien
1 Senyum, salam, menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk.
2 Mengecek kembali identitas pasien.
Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan persetujuan tindakan
3 (informed consent).
4 Menanyakan riwayat alergi pasien.

II Persiapan Obat
5 Mengecek nama, dosis, cara pemberian, tanggal kadaluwarsa obat,
6 kondisi fisik obat dan kontainernya.
7 Memilih jarum dan spuit yang digunakan untuk injeksi dengan tepat
8 Menyiapkan obat dan peralatan injeksi dalam 1 tray.
42 | K K D - 2 FKUC

9 Mencuci tangan sesuai standar WHO


10 Mengenakan sarung tangan.
11 Memasang jarum pada spuit
12 Melakukan aspirasi obat dari dalam vial/ ampul
13 Menghilangkan gelembung udara
14 Mengecek kembali ketepatan dosis

III Melakukan Injeksi Subkutan dengan Benar


15 Memilih lokasi injeksi dengan benar
16 Desinfeksi lokasi injeksi dengan benar
17 Mencubit kulit
18 Memegang spuit
19 Menginsersikan jarum (sudut insersi jarum terhadap permukaan kulit 45o)
20 Melakukan aspirasi (cek ujung jarum masuk vena atau tidak)
21 Melakukan injeksi
22 Mencabut jarum suntik dan melakukan masase area injeksi
23 Melakukan kontrol perdarahan
24 Melakukan observasi pasca injeksi
25 Menyebutkan tindakan yang dilakukan manakala dihadapkan pada
komplikasi injeksi
26 Mencuci tangan sesuai standar WHO

IV Profesionalisme
27 Melakukan dengan penuh percaya diri
28 Melakukan dengan kesalahan minimal

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
56
KKD-2 FKUC | 43

C.3 KETERAMPILAN INJEKSI INTRADERMAL / INTRAKUTAN

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Persiapan Pasien
1 Menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk.
2 Mengecek kembali identitas pasien.
3 Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
4 Menanyakan riwayat alergi pasien.

II Persiapan Obat
5 Mengecek nama, dosis, cara pemberian, tanggal kadaluwarsa obat,
kondisi fisik obat dan kontainernya.
6 Memilih jarum dan spuit yang digunakan untuk injeksi dengan tepat
7 Menyiapkan obat dan peralatan injeksi dalam 1 tray.
8 Mencuci tangan sesuai standar WHO
9 Mengenakan sarung tangan.
10 Memasang jarum pada spuit
11 Melakukan aspirasi obat dari dalam vial/ ampul
12 Menghilangkan gelembung udara
13 Mengecek kembali ketepatan dosis

III Melakukan Injeksi Intrakutan dengan Benar


14 Memilih lokasi injeksi dengan benar
15 Desinfeksi lokasi injeksi dengan benar
16 Meregangkan dan memfiksasi kulit
17 Memegang spuit
18 Menginsersikan jarum (sudut insersi jarum terhadap permukaan kulit 10-
15o)
19 Melakukan injeksi sampai terjadi indurasi kulit
20 Mencabut jarum suntik dan melakukan kontrol perdarahan
21 Melakukan observasi pasca injeksi
22 Menyebutkan tindakan yang dilakukan manakala dihadapkan pada
komplikasi injeksi
23 Mencuci tangan sesuai standar WHO
44 | K K D - 2 FKUC

IV Profesionalisme
24 Melakukan dengan penuh percaya diri
25 Melakukan dengan kesalahan minimal

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
50

C.4 KETERAMPILAN INJEKSI INTRAVENA

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Persiapan Pasien
1 Menyapa pasien, mempersilakan pasien untuk duduk.
2 Mengecek kembali identitas pasien.
3 Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan.
4 Menanyakan riwayat alergi pasien.

II Persiapan Obat
5 Mengecek nama, dosis, cara pemberian, tanggal kadaluwarsa obat,
kondisi fisik obat dan kontainernya.
6 Memilih jarum dan spuit yang digunakan untuk injeksi dengan tepat
7 Menyiapkan obat dan peralatan injeksi dalam 1 tray.
8 Mencuci tangan sesuai standar WHO
9 Mengenakan sarung tangan.
10 Memasang jarum pada spuit
11 Melakukan aspirasi obat dari dalam vial/ ampul
12 Menghilangkan gelembung udara
13 Mengecek kembali ketepatan dosis
KKD-2 FKUC | 45

III Melakukan Injeksi Intravena dengan Benar


14 Memilih lokasi injeksi dengan benar
Memasang torniket
15 Desinfeksi lokasi injeksi dengan benar
16 Meregangkan dan memfiksasi kulit
17 Memegang spuit
18 Menginsersikan jarum (sudut insersi jarum terhadap permukaan kulit 15 -
30o)
19 Setelah terlihat darah memasuki spuit (atau dengan aspirasi percobaan)
kemudian torniket dilepaskan
20 Melakukan injeksi obat ke dalam pembuluh darah
21 Mencabut jarum suntik dan melakukan kontrol perdarahan
22 Melakukan observasi pasca injeksi
23 Menyebutkan tindakan yang dilakukan manakala dihadapkan pada
komplikasi injeksi
24 Mencuci tangan sesuai standar WHO

IV Profesionalisme
25 Melakukan dengan penuh percaya diri
26 Melakukan dengan kesalahan minimal

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
1. Tidak dilakukan mahasiswa
2. Dilakukan, tapi belum sempurna
3. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
52
46 | K K D - 2 FKUC

PEMASANGAN INFUS

Tujuan Umum :
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk melakukan
pemasangan infus dengan benar.

Tujuan Khusus :
1. Mampu menyiapkan pasien, cairan infus dan peralatan yang digunakan untuk pemasangan infus
2. Mampu melakukan Pemasangan Infus dengan benar

Alat, Bahan dan Media Pembelajaran :


1. Torniquet
2. Gunting 11. Cairan infus (semua jenis)
3. Bola kapas 12. Bidai spalak, (untuk pasien anak)
4. Plester 13. Tiang infus
5. Kasa steril 14. Tempat sampah medis
6. Disposible Spuit 5 cc 15. Papan White Board
7. Sarung tangan non steril 16. Spidol whiteboard dan penghapus
8. Kateter intravena (semua ukuran) 17. Manekin Lengan Pungsi Intravena
9. Wing needle (semua ukuran) (Dewasa dan Anak)
10. Infus set makro & mikro, transfusion set

A. PENGANTAR

Pemasangan infus termasuk salah satu prosedur medis yang paling sering dilakukan sebagai
tindakan terapeutik. Pemasangan infus dilakukan untuk memasukkan bahan-bahan larutan ke
dalam tubuh secara kontinyu atau sesaat untuk mendapatkan efek pengobatan secara cepat. Bahan
yang dimasukkan dapat berupa darah, cairan atau obat-obatan. Istilah khusus untuk infus darah
adalah transfusi darah.

Indikasi infus adalah menggantikan cairan yang hilang akibat perdarahan, dehidrasi karena panas
atau akibat suatu penyakit, kehilangan plasma akibat luka bakar yang luas.

A.1 PENTING DIPERHATIKAN SAAT TINDAKAN PEMASANGAN INFUS


a. Sterilitas :
Tindakan sterilitas dimaksudkan supaya mikroba tidak menyebabkan infeksi lokal pada
daerah tusukan dan supaya mikroba tidak masuk ke dalam pembuluh darah mengakibatkan
KKD-2 FKUC | 47

bakteremia dan sepsis. Beberapa hal perlu diperhatikan untuk mempertahankan standard
sterilitas tindakan, yaitu :
a. Tempat tusukan harus disucihamakan dengan pemakaian desinfektan (golongan
iodium, alkohol 70%).
b. Cairan, jarum dan infus set harus steril.
c. Pelaku tindakan harus mencuci tangan sesuai teknik aseptik dan antiseptik yang
benar dan memakai sarung tangan steril yang pas di tangan.
d. Tempat penusukan dan arah tusukan harus benar. Pemilihan tempat juga
mempertimbangkan besarnya vena. Pada orang dewasa biasanya vena yang dipilih
adalah vena superficial di lengan dan tungkai, sedangkan anak-anak dapat juga
dilakukan di daerah frontal kepala.

Distal

Gambar 1. Memlilih Lokasi Pemasangan Infus

b. Fiksasi :
Fiksasi bertujuan agar kanula atau jarum tidak mudah tergeser atau tercabut. Apabila kanula
mudah bergerak maka ujungnya akan menusuk dinding vena bagian dalam sehingga terjadi
hematom atau trombosis.
c. Pemilihan cairan infus : Jenis cairan infus yang dipilih disesuaikan dengan tujuan
pemberian cairan.
d. Kecepatan tetesan cairan:
Untuk memasukkan cairan ke dalam tubuh maka tekanan dari luar ditinggikan atau
menempatkan posisi cairan lebih tinggi dari tubuh. Kantung infus dipasang ± 90 cm di atas
permukaan tubuh, agar gaya gravitasi aliran cukup dan tekanan cairan cukup kuat sehingga
cairan masuk ke dalam pembuluh darah.
48 | K K D - 2 FKUC

Kecepatan tetesan cairan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Yang perlu diperhatikan
adalah bahwa volume tetesan tiap set infus satu dengan yang lain tidak selalu sama dan
perlu dibaca petunjuknya.
e. Selang infus dipasang dengan benar, lurus, tidak melengkung, tidak terlipat atau terlepas
sambungannya.
f. Hindari sumbatan pada bevel jarum/kateter intravena. Hati-hati pada penggunaan kateter
intravena berukuran kecil karena lebih mudah tersumbat.
g. Jangan memasang infus dekat persendian, pada vena yang berkelok atau mengalami
spasme.
h. Lakukan evaluasi secara periodik terhadap jalur intravena yang sudah terpasang.

A.2 PENGENALAN ALAT PERHITUNGAN TETESAN:

1. INFUS SET
Saluran infus (infus set) : infus set dilengkapi dengan saluran infus, penjepit selang infus
untuk mengatur kecepatan tetesan.
Jenis infus set berdasarkan penggunaannya :
1. Macro drip set
2. Micro drip set
3. Tranfusion Set

Gambar 2. Infus set Makro - Mikro dan Tranfusion set

2. JARUM INFUS
Jarum infus ada 2 macam, yaitu :
1. Jarum dan kateter menjadi satu :
• Jarum infus biasa
• Wing needle
KKD-2 FKUC | 49

Gambar 3. Wing needle

2. Jarum bisa dilepas, tinggal kateter dalam vena (misalnya : abbocath)


Untuk tipe jarum yang bisa dilepas, dianjurkan hanya digunakan paling lama 72 jam,
sedangkan bila jarum dan kateter menjadi satu hanya dianjurkan dipakai 48 jam, untuk
selanjutnya diganti.

Gambar 4. Kateter intravena (IV catheter)

Gambar 5. Ukuran Kateter intravena


50 | K K D - 2 FKUC

A.3 CARA MENGATUR KECEPATAN TETESAN:

Penghitungan jumlah tetesan per menit secara sederhana adalah :

• Infus set merk Otsuka, faktor tetes = 15 tetes/ml


• Infus set merek Terumo, faktor tetes = 20 tetes/ml

Jumlah cairan yang akan diberikan (mL) x Faktor Tetesan


Tetesan/menit (MAKRO) =
Lamanya infus akan diberikan (jam) x 60 (detik)

Faktor tetesan = 60 tetes/ml

Jumlah cairan yang akan diberikan (mL) x Faktor Tetesan


Tetesan/menit (MIKRO) =
Lamanya infus akan diberikan (jam) x 60 (detik)

A.4 CAIRAN INFUS

Cairan infus yang berada di pasaran :


1. Elektrolit :
• Larutan NaCl 0.9%
• Larutan Ringer
• Larutan Ringer Laktat
• Larutan Hartmann
• Larutan Darrow
• Larutan Na Laktat 1/6 molar
• Larutan NaHCO3 7.5% dan 8.4%
• Larutan Dialisis
2. Karbohidrat (dengan elektrolit) :
• Larutan Glukosa 5%, 10%, 20%, 40%
• Larutan Dextrose 5%, 10%, 20%, 50%
• Larutan Fruktose 5%
• Larutan Maltose 10%
• Larutan Ringer-Dextrose
• Larutan Dextrose 5% dengan NaCl 0.9%, NaCl 0.45% atau NaCl 0.225%
• Larutan Dextrose 10% dengan NaCl 0.9%
3. Larutan Protein :
• Larutan L-Asam Amino 350 kcal
• Larutan L-Asam Amino 600 kcal, 500 kcal dengan Sorbitol
• Larutan L-Asam Amino 1000 kcal
KKD-2 FKUC | 51

Plasma Expander :
• Dextran 70
• Dextran 40
• Human Albumin 5%, 25%
• Human Plasma

A.5 KEGAGALAN DAN KOMPLIKASI :

Kegagalan Pemberian Infus :


1. Jarum infus tidak masuk vena (ekstravasasi cairan infus).
2. Pipa infus tersumbat (misalnya karena jendalan darah) atau terlipat.
3. Pipa penyalur udara tidak berfungsi.
4. Jarum infus atau vena terjepit karena posisi lengan tempat masuknya jarum dalam keadaan
fleksi.
5. Jarum infus bergeser atau menusuk keluar ke jaringan di luar vena (ekstravasasi cairan infus
dan darah).

Komplikasi Yang Dapat Terjadi :


1. Phlebitis
2. Hematoma
3. Ekstravasasi cairan, ditandai dengan :
a. Aliran cairan melambat atau terhenti
b. Pembengkakan, area yang mengalami pembengkakan berwarna lebih pucat daripada
area sekitarnya.
c. Nyeri, nyeri tekan atau rasa terbakar di sekitar pembengkakan.
d. Bila terjadi ekstravasasi cairan, pindahkan infus ke lokasi lain.
4. Infeksi lokal atau sistemik
5. Melukai serabut syaraf
6. Emboli udara : gejalanya adalah nyeri dada dan sakit kepala.

B. PROSEDUR TINDAKAN

B.1 PERSIAPAN PENDERITA :


1. Perkenalkan diri dan lakukan validasi nama pasien.
2. Beritahukan pada penderita (atau orang tua penderita) mengenai tujuan dan prosedur
tindakan, minta informed consent dari pasien atau keluarganya.
3. Pasien diminta berbaring dengan posisi senyaman mungkin.
4. Mengidentifikasi vena yang akan menjadi lokasi pemasangan infus :
52 | K K D - 2 FKUC

• Pilih lengan yang jarang digunakan oleh pasien (tangan kiri bila pasien tidak kidal, tangan
kanan bila pasien kidal).
• Bebaskan tempat yang akan dipasang infus dari pakaian yang menutupi.
• Lakukan identifikasi vena yang akan ditusuk.

B.2 PROSEDUR TINDAKAN :


1. Alat-alat yang sudah disiapkan dibawa ke dekat penderita di tempat yang mudah dijangkau
oleh dokter/ petugas.
• Dilihat kembali apakah alat, obat dan cairan yang disiapkan sudah sesuai dengan
identitas atau kebutuhan pasien.
• Dilihat kembali keutuhan kemasan dan tanggal kadaluwarsa dari setiap alat, obat dan
cairan yang akan diberikan kepada pasien.

Gambar 6. Alat-alat pemasangan infus disiapkan di tray alat


2. Perlak dipasang di bawah anggota tubuh yang akan dipasang infus.
3. Memasang infus set pada kantung infuse :
• Buka tutup botol cairan infus.
• Tusukkan pipa saluran udara, kemudian masukkan pipa saluran infus.
• Tutup jarum dibuka, cairan dialirkan keluar dengan membuka kran selang sehingga tidak
ada udara pada saluran infus, lalu dijepit dan jarum ditutup kembali. Tabung tetesan diisi
sampai ½ penuh.
• Gantungkan kantung infus beserta salurannya pada tiang infus
KKD-2 FKUC | 53

Gambar 7 Menusukkan pipa saluran udara ke dalam botol cairan infus

Gambar 8. Membuang udara dalam saluran infus

4. Cucilah tangan dengan seksama menggunakan sabun dan air mengalir, keringkan dengan
handuk bersih dan kering.
5. Lengan penderita bagian proksimal dibendung dengan torniket.

Gambar 9. Memasang torniket

6. Kenakan sarung tangan steril, kemudian lakukan desinfeksi daerah tempat suntikan.
54 | K K D - 2 FKUC

Gambar 10. Desinfeksi area tusukan

7. Jarum diinsersikan ke dalam vena dengan bevel jarum menghadap ke atas, membentuk
sudut 30-40o terhadap permukaan kulit.

Gambar 11. Bevel jarum menghadap ke atas

8. Bila jarum berhasil masuk ke dalam lumen vena, akan terlihat darah mengalir keluar.

Gambar 12. Jarum masuk lumen vena, darah terlihat mengalir keluar
KKD-2 FKUC | 55

9. Turunkan kateter sejajar kulit. Tarik jarum tajam dalam kateter vena (stylet) kira-kira 1 cm ke
arah luar untuk membebaskan ujung kateter vena dari jarum agar jarum tidak melukai dinding
vena bagian dalam. Dorong kateter vena sejauh 0.5 – 1 cm untuk menstabilkannya.

Gambar 13. Tangan kanan menarik stylet ke arah luar, sambil tangan kiri memfiksasi vena

10. Tarik stylet keluar sampai ½ panjang stylet. Lepaskan ujung jari yang memfiksasi bagian
proksimal vena. Dorong seluruh bagian kateter vena yang berwarna putih ke dalam vena.

Gambar 14. Tarik stylet keluar, kemudian dorong seluruh bagian kateter ke dalam vena

11. Torniket dilepaskan. Angkat keseluruhan stylet dari dalam kateter vena.
12. Pasang infus set atau blood set yang telah terhubung ujungnya dengan kantung infus atau
kantung darah.

Gambar 15. Hubungkan infus set dengan kateter vena


56 | K K D - 2 FKUC

13. Penjepit selang infus dilonggarkan untuk melihat kelancaran tetesan.

Gambar 16. Penjepit selang infus : (kiri) posisi dikencangkan, (kanan) posisi dilonggarkan

14. Bila tetesan lancar, pangkal jarum direkatkan pada kulit menggunakan plester.
15. Tetesan diatur sesuai dengan kebutuhan.
16. Jarum dan tempat suntikan ditutup dengan kasa steril dan fiksasi dengan plester.

Gambar 17. Tutup dengan kassa steril, fiksasi dengan plester dan bidai

17. Pada anak, anggota gerak yang dipasang infus dipasang bidai (spalk) supaya jarum tidak
mudah bergeser.

Gambar 18. Bidai untuk fiksasi pada pemasangan infus anak


KKD-2 FKUC | 57

18. Buanglah sampah ke dalam tempat sampah medis, jarum dibuang ke dalam sharp disposal
(jarum tidak perlu ditutup kembali).
19. Bereskan alat-alat yang digunakan.
20. Cara melepas infus : bila infus sudah selesai diberikan, plester dilepas, jarum dicabut dengan
menekan lokasi masuknya jarum dengan kapas alkohol, kemudian diplester.

C. CHECKLIST PENILAIAN

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)

II Pemasangan Infus
3 Memeriksa dan mengidentifikasi vena lokasi pemasangan infus
4 Mengecek alat-alat yang diperlukan
5 Memilih dan mempersiapkan cairan infus yang akan dimasukkan. Cairan
infus yang dipilih sesuai dengan keadaan masing-masing pasien.
6 Memasang infus set pada kantung infus dan menjaga sterilitas ujung infus
set yang akan dihubungkan dengan kateter vena.
7 Mencuci tangan sesuai standar WHO
8 Membendung lengan penderita bagian proksimal dari lokasi pemasangan
infus dengan torniket sambil kembali mengidentifikasi vena lokasi
pemasangan infus dengan cara merabanya.
9 Mengenakan sarung tangan steril, kemudian melakukan desinfeksi
daerah tempat suntikan.
10 Menginsersikan jarum ke dalam vena dengan bevel jarum menghadap
ke atas, membentuk sudut 30 - 40o terhadap permukaan kulit.
11 Menarik stylet ke arah luar sambil mendorong kateter vena ke dalam.
12 Melepaskan torniket dan mengangkat keseluruhan stylet dari dalam
kateter vena.
13 Memasang infus set atau blood set yang telah terhubung ujungnya dengan
kantung infus atau kantung darah.
14 Melonggarkan penjepit selang infus untuk melihat kelancaran tetesan
15 Memfiksasi pangkal jarum pada kulit dengan plester
16 Mengatur kecepatan tetesan infus sesuai dengan kebutuhan
58 | K K D - 2 FKUC

17 Memfiksasi jarum dan sebagian selang infus pada kulit dengan plester (jika
pasien anak : perlu dipasang spalk)
18 Membuang sampah pada tempatnya dan mengucapkan terimakasih pada
pasien
19 Mencuci tangan sesuai standar WHO

III Profesionalisme
20 Melakukan dengan penuh percaya diri
21 Melakukan dengan kesalahan minimal

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
42
KKD-2 FKUC | 59

PEMERIKSAAN ANTROPOMETRI

Tujuan Umum:
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa memiliki keterampilan untuk melakukan
pengukuran antropometri. Pengukuran antropometri ini erat relevansinya dengan pertumbuhan anak
dan akan menunjang kompetensi seorang dokter dalam menentukan diagnosis kekurangan atau
kelebihan zat gizi, memberikan dukungan nutrisi, dan penatalaksanaan penyakit-penyakit/
gangguan metabolik.

Tujuan Khusus :
1. Menentukan titik-titik pengukuran antropometri
2. Melakukan pengukuran berbagai dimensi tubuh (tinggi, berat, lingkar anggota tubuh) dan
komposisi tubuh (BMI).
3. Menggunakan berbagai rumus dan baku rujukan serta menginterpretasikan hasil pengukuran
antropometri.

Alat, Bahan dan Media Pembelajaran :


1. Buku Kurva Pertumbuhan WHO 6. Microtoise / Stadiometer
2. Buku Standar Antropometri Penilaian 7. Meteran (Metline), Pita LiLA
Status Gizi Anak 8. Skinfold caliper
3. Timbangan Bayi / Baby scale 9. Papan White Board
4. Pengukur panjang badan bayi : Papan / 10. Spidol whiteboard dan penghapus
Lipat 11. Manekin bayi
5. Timbangan Dewasa / Detecto

A. PENGANTAR

Secara umum antropometri memiliki pengertian pengukuran tubuh manusia. Antropometri


berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh untuk
berbagai tingkat umur. Pada saat ini antropometri sering digunakan untuk melakukan skrining kasus
kurang gizi karena penggunaannya relatif mudah, murah dan praktis. Sekalipun terkesan mudah,
ada banyak hal yang harus diperhatikan agar mendapatkan hasil pengukuran antropometri yang
akurat.

Kegunaan dan ruang lingkup antropometri sesungguhnya memiliki cakupan yang luas. Di bidang
gizi, antropometri berguna untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.
60 | K K D - 2 FKUC

Ketidakseimbangan ini akan tercermin pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh
seperti lemak, otot dan persentase air dalam tubuh. Selain itu, antropometri dapat dipergunakan
dalam bidang antropologi ragawi sebagai sarana untuk mengidentifikasi perbedaan antar ras dan
tipe tubuh. Antropometri sekarang sangat diperlukan dalam bidang ergonomi untuk mendapatkan
peralatan yang nyaman digunakan sesuai postur tubuh. Di bidang ortopedi digunakan untuk
menentukan ukuran alat bantu yang sesuai dan di bidang kedokteran olah raga terkait dengan
fitness serta bidang forensik antropometri dapat dipergunakan dalam menentukan identitas
seseorang.

A.1 TITIK-TITIK PENGUKURAN ANTROPOMETRI

Salah satu tahapan dalam antropometri adalah menentukan titik-titik pengukuran. Titik-titik ini
harus diketahui dengan benar terlebih dahulu sebelum melakukan pengukuran. Secara umum,
titik-titik antropometri diambil dari titik kerangka yang menonjol pada permukaan badan.
Titik pengukuran diidentifikasi dengan teknik palpasi menggunakan ibu jari atau jari telunjuk atau
kadang perlu dibantu dengan pena dermografik. Berikut ini adalah beberapa dari titik-titik
antropometri:
• Vertex: titik tertinggi pada neurocranium dalam posisi dataran Frankfurt (Frankfurt plane).
Yang dimaksud dengan dataran Frankfurt adalah suatu posisi dimana garis yang
menghubungkan orbitale dengan tragion dalam keadaan horizontal atau tegak lurus dengan
axis panjang badan. Orbitale adalah bagian paling bawah dari cavum orbitae. Tragion adalah
titik yang terletak di atas tragus atau tepi atas meatus acusticus externus.
• Acromiale: titik paling lateral pada ujung bahu (acromion). Titik ini terletak di sebelah
superior dan ujung external dari processus acromialis saat subjek berdiri tegak dengan
lengan rileks.
• Radiale: titik paling atas (proksimal) pada pinggir luar caput radii; dicari pada sebelah lateral
articulatio cubiti. Titik ini dapat ditentukan dengan menggunakan ibu jari atau jari telunjuk.
Pemeriksa meraba ke bawah di bagian bawah lateral siku, lengan digerakkan sedikit pronasi
dan supinasi dengan memutar caput radii.
• Stylion: titik paling distal pada ujung processus styloideus radii; dicari pada sendi
pergelangan tangan di atas ibu jari. Stylion terletak di dalam tabatiere anatomicum (segitiga)
yang dibentuk saat ibu jari extensi dan dibatasi oleh: di sebelah lateral tendo dari m. abductor
pollicis longus dan m. extentor pollicis brevis; di sebelah medial oleh m. extensor pollicis
longus. Untuk menentukan stylion letakkan kuku ibu jari atau telunjuk ke dalam tabatiere
anatomicum, subjek dalam posisi relaks sementara pemeriksa mencari titik yang dimaksud.
KKD-2 FKUC | 61

Gambar 1. Titik-titik Pengukuran Antropometri

• Dactylion: titik pada ujung distal jari ke-3.


• Suprasternale: titik pada tepi atas sternum di pertengahan dari incissura jugularis
• Mesosternale: titik pada garis tengah di os sternum setinggi costa IV. Pemeriksa meletakkan
jari telunjuk di clavicula sementara ibu jari diletakkan pada spasium intercostale I. Kemudian
telunjuk dan ibu jari berpindah ke spatium di bawahnya sampai di spatium intercostale IV.
• Symphysion: titik pada garis tengah di tepi atas symphisis ossis pubis.
• Iliocristale: titik paling lateral dari crista iliaca.
• Trochanterion: titik yang terletak pada ujung paling atas trochanter major femoris, tidak
paling lateral.
• Tibiale mediale: titik paling superior tepi medial kepala tibia
• Tibiale laterale: titik paling superior tepi lateral kepala tibia
• Sphyrion: titik paling distal pada malleolus medialis.
• Pternion: titik paling belakang pada tumit saat berdiri.
• Acropodion: titik paling jauh (anterior) pada ibu jari kaki saat berdiri.

A.2 MACAM-MACAM PENGUKURAN ANTROPOMETRI

Pengukuran antropometri pada dasarnya ada dua macam, yakni antropometri statis yang
dilakukan dalam keadaan diam, dan antropometri dinamis yang dilakukan dalam keadaan
bergerak. Untuk kepentingan klinis, yang digunakan adalah antropometri statis. Antropometri
dapat digunakan untuk mengukur dimensi:
• Berat : pengukuran berat badan
• Panjang : meliputi pengukuran tinggi/ panjang badan, panjang bagian badan
• Lingkar : pengukuran lebar bagian badan, pengukuran lingkar kepala, lingkar
dada, lingkar pinggang, lingkar pinggul, lingkar lengan atas
• Tebal bagian tubuh : pengukuran tebal lemak tubuh.
62 | K K D - 2 FKUC

Data dari pengukuran-pengukuran tunggal tersebut selanjutnya dapat dipergunakan untuk


menentukan Indeks Massa Tubuh (IMT), persentase lemak tubuh, pola distribusi lemak, estimasi
massa otot serta somatotyping.

Untuk kepentingan pembelajaran di Laboratorium Keterampilan Medik FK Uncen, latihan


pengukuran dilakukan terbatas pada aspek berat badan (dewasa dan bayi/balita), panjang/ tinggi
badan (dewasa dan bayi/balita), lingkar lengan atas, lingkar pinggang dan lingkar panggul
(dewasa).

A.3 INSTRUMEN ANTROPOMETRI

Instrumen yang digunakan dalam pengukuran antropometri ada berbagai macam yang masing-
masing memiliki kepekaan dan prosedur penggunaan yang berbeda. Timbangan digital pada
umumnya memiliki kepekaan lebih tinggi. Sesuai dengan tujuan pengukuran, maka harus dipilih
alat yang sesuai. Alat yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
a. Pengukuran berat badan: timbangan injak, timbangan dacin, timbangan geser, bed
scale
b. Pengukuran tinggi/ panjang dan berat badan: stadiometer, microtoise, antropometer, alat
ukur panjang badan bayi, kaliper geser
c. Pengukuran lingkaran tubuh: metline
d. Pengukuran tebal lemak: skinfold caliper

Gambar 2 . Alat-alat untuk mengukur berat badan


KKD-2 FKUC | 63

Gambar 3 . Alat-alat untuk mengukur tinggi/ panjang badan

Gambar 4 . Alat-alat untuk mengukur Lingkaran tubuh dan tebal Lemak


64 | K K D - 2 FKUC

A.4 BAKU STANDAR ANTROPOMETRI ANAK UMUR 0 - 59 BULAN

Idealnya setiap negara memiliki kurva pertumbuhan sendiri sebab perbedaan genetik ras
masing-masing bangsa. Namun hingga saat ini Indonesia belum memiliki kurva pertumbuhan
sendiri sehingga pada tahun 2010 baku World Health Organization – Munticenter Growth
Reference Study 2005 ditetapkan sebagai baku antropometri melalui Keputusan Mentri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010.

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik, berat dan tinggi anak akibat pertambahan
jumlah, ukuran sel dan jaringan penyusun tubuh.
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh anak.

Pemantauan tumbuh kembang, adalah suatu kegiatan untuk menemukan secara dini :
1. Penyimpangan pertumbuhan : misalnya status gizi kurang atau buruk, anak pendek
2. Penyimpangan perkembangan : misalnya terlambat bicara
3. Penyimpangan mental emosional : misalnya gangguan konsentrasi dan hiperaktif

Rekomendasi jadwal pemeriksaan kesehatan rutin (termasuk mengukur kurva pertumbuhan


anak)
➢ Bayi umur 0 – 12 bulan dilakukan setiap sebulan sekali,
➢ Anak umur 1 – 3 tahun dilakukan setiap 3 bulan sekali.
➢ Anak umur 3 – 6 tahun rutin diperiksa setidaknya setiap 6 bulan.
➢ Anak usia 6 – 18 tahun rutin diperiksa setidaknya setiap tahun.

Pengukuran antropometri harus dilakukan secara berkala. Jika terjadi gangguan pertumbuhan
maka pemantauan akan dilakukan lebih ketat. Pengukuran pertumbuhan anak secara teratur
membantu untuk memantau kurva pertumbuhan anak. Kurva pertumbuhan sangat penting untuk
diperhatikan. Ibu harus waspada jika kurva anak tidak naik, menurun atau sebaliknya naik diluar
batas normal. Anak yang mengalami gangguan pertumbuhan, malnutrisi, kegemukan, kurang
gizi atau bahkan gagal tumbuh harus dicari penyebabnya serta ditangani dengan tepat..

Penilaian untuk memantau pertumbuhan disini


biasanya memakai Kartu Menuju Sehat (KMS)
serta buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
KKD-2 FKUC | 65
66 | K K D - 2 FKUC
KKD-2 FKUC | 67
68 | K K D - 2 FKUC
KKD-2 FKUC | 69

B. TEKNIK PEMERIKSAAN

Ketentuan Umum:
1. Sebelum melakukan setiap pengukuran lakukan sambung rasa pada subjek yang akan
diukur dan jelaskan tujuan pengukuran.
2. Subjek yang ditimbang menggunakan pakaian khusus atau pakaian seminimal mungkin.
Untuk bayi diukur dalam keadaan telanjang. Lepaskan semua asesori kepala yang dapat
mempengaruhi hasil pengukuran.
3. Posisi pengukuran adalah posisi antropometri, yaitu subjek berdiri pada posisi berdiri tegak
lurus, kepala menghadap kedepan; tungkai, pantat, punggung dan kepala merupakan satu
garis; dengan kedua tangan relaks di samping badan.
4. Kenali titik antropometri yang akan diukur.
5. Pilih alat yang sesuai dengan tujuan pengukuran.
6. Letakkan alat, khususnya timbangan pada bidang datar dan keras. Lakukan kalibrasi pada
alat setiap kali akan digunakan.
7. Ulangi setiap pengukuran sebanyak 3 kali.
8. Lakukan pembacaan hasil pada posisi yang benar (tegak lurus) untuk menghindari
kesalahan parallax.
9. Catat hasil pengukuran pada form antropometri yang tersedia dan bandingkan dengan baku
rujukan.

B.1 PENGUKURAN ANTROPOMETRI PADA BAYI/BALITA

1. MENGUKUR BERAT BADAN


a. Mempersiapkan Penimbangan
1. Jelaskan pada ibu alasan untuk menimbang anak, sebagai contoh, untuk
memantau pertumbuhan anak, menilai proses penyembuhan, atau melihat reaksi
anak terhadap perubahan pengasuhan dan pemberian makanan.
2. Jika anak berumur kurang dari 2 tahun atau belum bisa berdiri, dapat
dilakukan penimbangan menggunakan baby scale.
3. Jika anak berumur 2 tahun atau lebih, anak dapat ditimbang dengan
menggunakan timbangan detecto / timbangan dewasa. Anak dapat ditimbang
sendiri jika anak tenang. Bila tidak, anak dapat ditimbang bersama ibunya.
4. Gunakan pakaian seminimal mungkin. Jelaskan hal ini perlu dilakukan untuk
mendapatkan hasil timbangan yang akurat. Penggunaan popok basah, atau
sepatu dan jeans, dapat menambah berat sebanyak 0,5 kg. Bayi harus ditimbang
tanpa pakaian.
5. Jika terlalu dingin untuk menanggalkan pakaian anak, atau anak menolak untuk
ditanggalkan pakaiannya, catat bahwa anak ditimbang menggunakan pakaian.
70 | K K D - 2 FKUC

Hindari anak menjadi tertekan, sehingga akan mudah juga mengukur


panjang/tinggi badan anak.
6. Catatan: Apabila anak menggunakan hiasan rambut yang akan mengganggu
pengukuran panjang/tinggi badan, lepaskan sebelum ditimbang. Hal ini penting
untuk anak yang akan diukur panjangnya, karena kecepatan memindah anak dari
menimbang ke mengukur panjang akan mengurangi kejengkelan pada anak.

b. Menimbang Anak Menggunakan Timbangan Bayi (Baby Scale)


7. Persiapan alat
8. Letakkan timbangan di tempat yang rata dan datar
9. Pastikan jarum timbangan menunjukkan angka nol
10. Pelaksanaan penimbangan
▪ Timbang bayi telanjang, anak lebih besar dengan pakaian minimal
▪ Baca dan catat berat badan anak sesuai dengan angka yang ditunjuk oleh
jarum timbangan

2. MENGUKUR PANJANG DAN TINGGI BADAN


Mengukur panjang atau tinggi anak tergantung dari umur dan kemampuan anak untuk
berdiri. Mengukur panjang dilakukan dengan cara anak berbaring (telentang), sedangkan
mengukur tinggi anak dilakukan pada posisi berdiri tegak.
• Anak berumur kurang dari 2 tahun, pengukuran dilakukan dengan berbaring
telentang
• Anak berusia 2 tahun atau lebih dan anak sudah mampu berdiri, pengukuran
dilakukan dengan berdiri

Secara umum, tinggi badan akan lebih pendek sekitar 0,7 cm dibandingkan dengan
panjang badan. Perbedaan ini telah dipertimbangkan dalam menyusun standar
pertumbuhan oleh WHO yang digunakan dalam membuat grafik di Buku Grafik
Pertumbuhan Anak (GPA). Oleh karena itu, penting untuk mengkoreksi hasil bila
pengukuran tidak dilakukan dengan cara yang sesuai untuk kelompok umur.
• Jika seorang anak berumur kurang dari 2 tahun diukur tingginya (berdiri) maka
ditambahkan 0,7 cm untuk mengkonversi menjadi panjang badan
• Jika seorang anak berumur 2 tahun atau lebih dan dan diukur panjangnya (berbaring)
maka dikurangi 0,7 cm untuk mengkonversi menjadi tinggi badan.

Peralatan yang diperlukan untuk mengukur panjang badan adalah papan ukur panjang
badan. Untuk mengukur tinggi menggunakan microtoise yang diletakkan pada
permukaan yang vertikal seperti dinding atau tiang.
KKD-2 FKUC | 71

a. Persiapan untuk Mengukur Panjang dan Tinggi Badan


Pastikan Persiapkan untuk mengukurpanjang/tinggi badan secepatnya setelah
menimbang anak. sepatu anak, kaos kaki, dan hiasan rambut sudah dilepas.
Jika bayi akan ditimbang dengan telanjang, boleh menggunakan popok kering untuk
menghindari basah ketika pengukuran berlangsung. Jika ruang tempat pengukuran
dalam keadaan dingin maka selimuti anak agar tetap hangat sambil menunggu
pengukuran.

Dalam pengukuran panjang atau tinggi anak, ibu harus membantu proses
pengukuran dengan tujuan untuk menenangkan serta menghibur anak. Jelaskan
pada ibu alasan pengukuran dan tahapan prosedur pengukuran. Jawab pertanyaan
yang diajukan ibu. Tunjukkan dan jelaskan kepada ibu bagaimana ibu bisa
membantu. Jelaskan pula pentingnya menjaga anak tetap tenang agar didapatkan
hasil pengukuran yang tepat.

b. Mengukur Panjang Badan


Persiapan Papan Panjang Badan
1. Pilih meja atau tempat yang datar dan rata. Siapkan alat ukur panjang badan
2. Lepaskan kunci pengait yang berada di samping papan pengukur
3. Tarik meteran sampai menempel rapat pada dinding tempat menempelnya kepala
dan pastikan meteran menunjuk angka nol dengan mengatur skrup skala yang
ada di bagian kaki balita
4. Buka papan hingga posisinya memanjang dan datar
5. Tarik meteran sampai menempel rapat pada dinding tempat menempelnya kepala
dan pastikan meteran menunjuk angka nol
6. Geser kembali papan penggeser pada tempatnya

Cara mengukur panjang badan


1. Terlentangkan balita diatas papan pengukur dengan posisi kepala menempel
pada bagian papan yang datar dan tegak lurus (papan yang tidak dapat bergerak)
2. Pastikan bagian puncak kepala menempel pada bagian papan yang statis
3. Posisikan bagian belakang kepala, punggung, pantat dan tumit menempel secara
tepat pada papan pengukur
4. Geser bagian papan yang bergerak sampai seluruh bagian kedua telapak kaki
menempel pada bagian papan yang dapat digeser (dengan cara menekan bagian
lutut dan mata kaki)
5. Baca dan catat panjang badan anak dari angka kecil ke angka besar

Ingat: Jika anak yang diukur panjangnya berumur 2 tahun atau lebih, maka kurangi
0.7 cm pada hasil ukurnya dan catat hasilnya sebagai tinggi anak
72 | K K D - 2 FKUC

c. Mengukur Tinggi Badan


Persiapan menggunakan Microtoise
a) Letakkan microtoise di lantai yang rata dan menempel pada dinding yang tegak
lurus
b) Tarik pita meteran tegak lurus ke atas sampai angka pada jendela baca
menunjukan angka nol
c) Paku/tempelkan ujung pita meteran pada dinding
d) Tarik kepala microtoise keatas sampai ke paku

Cara mengukur tinggi badan dengan Microtoise


Pastikan papan ukur tinggi badan berada di atas tanah atau lantai. Pastikan sepatu,
kaos kaki dan hiasan rambut sudah dilepaskan.
o Posisikan balita berdiri tegak lurus dibawah microtoise membelakangi dinding
o Posisikan kepala balita berada dibawah alat geser microtoise, pandangan lurus
ke depan
o Posisikan balita tegak bebas, bagian belakang kepala, tulang belikat, pantat dan
tumit menempel ke dinding. Karena posisi ini sulit dilakukan pada anak obesitas,
maka tidakperlu keempat titik tersebut menempel ke dinding, asalkan tulang
belakang dan pinggang dalam keseimbangan (tidak membungkuk ataupun
tengadah)
o Posisikan kedua lutut dan tumit rapat
o Tarik kepala microtoise sampai puncak kepala balita
o Baca angka pada jendela baca dan mata pembaca harus sejajar dengan garis
merah. Angka yang dibaca adalah yang berada pada garis merah dari angka kecil
ke arah angka besar
o Catat hasil pengukuran tinggi badan

3. MENGGUNAKAN GRAFIK PERTUMBUHAN WHO


Grafik pertumbuhan dibedakan antara anak laki-laki dan perempuan. Pilih empat grafik
untuk digunakan pada setiap pengukuran sesuai umur anak. Hasil pengukuran akan
diplot pada garis grafik untuk setiap indikator pertumbuhan.
Langkah Kerja :
1. Tentukan umur, panjang badan (anak di bawah 2 tahun)/tinggi badan (anak di atas 2
tahun), berat badan.
2. Tentukan angka yang berada pada garis horisontal / mendatar pada kurva. Garis
horisontal pada beberapa kurva pertumbuhan WHO menggambarkan umur dan
panjang / tinggi badan.
3. Tentukan angka yang berada pada garis vertikal/lurus pada kurva. Garis vertikal pada
kurva pertumbuhan WHO menggambarkan panjang/berat badan, umur, dan IMT.
KKD-2 FKUC | 73

4. Hubungkan angka pada garis horisontal dengan angka pada garis vertikal hingga
mendapat titik temu (plotted point). Titik temu ini merupakan gambaran
perkembangan anak berdasarkan kurva pertumbuhan WHO.

4. MENGINTERPRETASIKAN KURVA PERTUMBUHAN WHO


1. Garis 0 pada kurva pertumbuhan WHO menggambarkan median, atau rata-rata
2. Garis yang lain dinamakan garis z-score. Pada kurva pertumbuhan WHO garis ini
diberi angka positif (1, 2, 3) atau negatif (-1, -2, -3). Titik temu yang berada jauh dari
garis median menggambarkan masalah pertumbuhan.
3. Titik temu yang berada antara garis z-score -2 dan -3 diartikan di bawah -2.
4. Titik temu yang berada antara garis z-score 2 dan 3 diartikan di atas 2.
5. Untuk menginterpretasikan arti titik temu ini pada kurva pertumbuhan WHO dapat
menggunakan tabel berikut ini.
(Hasil pengukuran pada kotak yang diblok termasuk dalam kategori normal)

Catatan :
1. Anak dalam kelompok ini berperawakan tubuh tinggi. Evaluasi lebih lanjut untuk
singkirkan kelainan hormonal sebagai penyebab perawakan tinggi.
2. Anak dalam kelompok ini mungkin memiliki masalah pertumbuhan tapi lebih baik jika
diukur menggunakan perbandingan berat badan terhadap panjang / tinggi atau IMT
terhadap umur.
3. Titik plot yang berada di atas angka 1 menunjukan berisiko gizi lebih. Jika makin
mengarah ke garis Z-skor 2 resiko gizi lebih makin meningkat.
74 | K K D - 2 FKUC

4. Mungkin untuk anak dengan perawakan pendek atau sangat pendek memiliki gizi
lebih.
5. Hal ini merujuk pada gizi sangat kurang dalam modul pelatihan IMCI (Integrated
Management of Childhood Illness in-service training. WHO, Geneva, 1997)

5. MENGHITUNG Z SCORE

Z-score adalah nilai simpangan BB atau TB dari nilai BB atau TB normal menurut baku
pertumbuhan WHO.

Secara umum, rumus perhitungan Z-score adalah

Nilai Individu Subyek – Nilai Median Baku Rujukan


Z-score =
Nilai Simpang Baku Rujukan

Nilai simpang baku rujukan disini maksudnya adalah selisih kasus dengan standar +1
SD atau -1 SD. Jadi apabila BB/TB pada kasus lebih besar daripada median, maka nilai
simpang baku rujukannya diperoleh dengan mengurangi +1 SD dengan median. Tetapi
jika BB/TB kasus lebih kecil daripada median, maka nilai simpang baku rujukannya
menjadi median dikurangi dengan -1 SD.

Agar lebih mudah memahami mari kita lihat contoh dibawah ini.
Catatan :
Rujukan perhitungan menggunakan Buku Standar Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak

BB / U
1. Seorang anak laki-laki berumur 26 bulan dengan tinggi badan 90 cm dan berat badan
15 kg. Apakah status Gizi anak ?
15 – 12,5
Z-score = = 1,56 (status cizi tergolong baik)
14,1 – 12,5

2. Seorang anak laki-laki dengan umur 11 bulan dengan panjang badan 68 cm dan berat
badan 5 kg. Apakah status Gizi anak ?
5 – 9,4
Z-score = = - 4,4 (status gizi tergolong buruk)
9,4 – 8,4

BB / PB dan BB / TB
3. Seorang anak laki-laki berumur 26 bulan dengan tinggi badan 90 cm dan berat badan
15 kg. Apakah status Gizi anak ?
KKD-2 FKUC | 75

90 – 88,8
Z-score = = 0,83 (status gizi tergolong normal)
92 – 88,8

4. Seorang anak laki-laki dengan umur 11 bulan dengan panjang badan 68 cm dan berat
badan 5 kg. Apakah status Gizi anak ?
68 – 74,5
Z-score = = - 2,82 (status gizi tergolong pendek)
74,5 – 72,2

PB / U dan TB / U
5. Seorang anak laki-laki berumur 26 bulan dengan tinggi badan 90 cm dan berat badan
15 kg. Apakah status Gizi anak ?
15 – 12,9
Z-score = = 1,9 (status gizi tergolong normal)
14 – 12,9

6. Seorang anak laki-laki dengan umur 11 bulan dengan panjang badan 68 cm dan berat
badan 5 kg. Apakah status Gizi anak ?
5–8
Z-score = = - 4,3 (status gizi tergolong sangat kurus)
8 – 7,3

B.2 PENGUKURAN ANTROPOMETRI PADA ORANG DEWASA

1. Berat Badan
• Idealnya dilakukan sebelum makan.
• Letakkan timbangan pada alas yang datar dan keras.
• Lakukan kalibrasi.
• Pengukuran dilakukan pada posisi antropometri, dengan tumpuan pada kedua kaki
sama besar.
• Bacalah hasil pengukuran sampai ketelitian 0,1 kg pada posisi tegak lurus.

2. Tinggi Badan
• Siapkan microtoise pada ketinggian 2 m, cara pengukuran sama dengan pengukuran
tinggi badan pada balita.
• Tentukan letak vertex dengan benar, kemudian mintalah subjek untuk menarik nafas
dalam (inspirasi maksimal) sebelum dilakukan pengukuran.
• Posisi pengukuran adalah posisi antropometri, yaitu subjek berdiri pada posisi berdiri
tegak lurus, kepala menghadap ke depan (Frankfurt plane); tungkai, pantat,
punggung dan kepala merupakan satu garis; dengan kedua tangan relaks di
samping badan.
76 | K K D - 2 FKUC

• Tarik pengukur microtoise sampai menyentuh vertex. Pengukuran dilakukan dari


bagian vertex sampai telapak kaki.
• Bacalah skala pada posisi tegak lurus dengan ketelitian 0,1 cm.

3. Indeks Massa Tubuh (IMT)


• Berdasar hasil pengukuran berat dan tinggi badan tersebut, lakukan penghitungan
dan analisis dari komposisi tubuh.
• Gunakan rumus berikut untuk menghitung Indeks Massa Tubuh.
Berat badan (kg)
IMT = ----------------------------------------------
Tinggi Badan (m) x Tinggi badan (m)

• Bandingkan dengan baku rujukan untuk menentukan status gizinya.


• Berikut ini contoh baku rujukan untuk menentukan status gizi berdasar IMT dari
DepKes, WHO, Asia Pasifik
KKD-2 FKUC | 77

4. Lingkar Lengan Atas


• Pengukuran lingkar lengan atas dapat dilakukan pada lengan kanan atau kiri,
disesuaikan dengan lengan yang tidak aktif (Jika tidak kidal diukur pada lengan
kiri; dan jika kidal diukur pada lengan kanan)
• Lakukan pengukuran pada posisi antropometri, yaitu subjek berdiri pada posisi tegak
lurus, kepala menghadap ke depan
• Ukur jarak acromion-radiale tangan pada posisi lengan ditekuk 900 dan beri tanda
pada titik tengah acromion-radiale.
• Luruskan lengan dan dalam posisi relaks lilitkan pita pengukur melewati titik tengah
lengan.
• Tarikan pita pengukur harus cukup erat, tidak menekan dan posisi lurus segaris.
• Baca hasil pada ketelitian 0,1 cm.
• Hasil pengukuran LILA kemudian diubah dalam bentuk persentase dengan standar:
➢ Laki-laki : 29,3 cm
➢ Perempuan : 28,5 cm
• Rumus % LILA :
Hasil LILA Pengukuran
% LILA = X 100
Standar LILA

• Interpretasi status gizi berdasarkan % LILA:


Obesitas: >120%
Overweight : 110-120%
Normal : 90-110%

Gambar 5. Cara Pengukuran LILA


78 | K K D - 2 FKUC

5. Lingkar Pinggang dan Perut


• Siapkan pita pengukur yang keras tapi fleksibel.
• Pengukuran dilakukan pada posisi antropometri.
• Untuk mengukur lingkar pinggang, lilitkan pita pengukur pada bagian paling kecil
antara crista iliaca dan tulang rusuk
• Untuk lingkar perut, pengukuran dilakukan pada bagian antara rusuk dan crista iliaca
melewati umbilicus. Kadang-kadang didapatkan hasil pengukuran yang sama antara
lingkar pinggang dan perut.
• Baca hasil pada ketelitian 0.1 cm.
• Interpretasi status gizi kategori overmeight bila :
Perempuan > 80 cm
Laki-Laki > 90 cm

6. Lingkar Panggul
• Siapkan pita pengukur yang keras tapi fleksibel
• Pengukuran dilakukan pada posisi antropometri.
• Lilitkan pita pengukur pada bagian atas siphisis pubis dan bagian maksimum pantat.
• Baca hasil pada ketelitian 0.1 cm.

7. Rasio Pinggang - Panggul (Pola distribusi lemak)


• Pola distribusi lemak dihitung dengan membagi lingkar pinggang dibagi ligkar
panggul (dalam satuan cm).
• Hasil > 0.9 menunjukkan distribusi tipe apel / android. Sedangkan hasil < 0.9
menunjukkan tipe pear/ gynecoid.
KKD-2 FKUC | 79

Gambar 6. Pengukuran Lingkar Pinggang dan panggul

Tabel Interpretasi hasil pengukuran rasio Pinggang- Panggul terhadap resiko penyakit jantung
(diadopsi dari Western Journal of Medicine 1988)

C. CHECKLIST PENILAIAN

C.1 PENGUKURAN BERAT BADAN

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien tujuan pengukuran yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)
80 | K K D - 2 FKUC

II Pengukuran Berat Badan


3 Mempersiapkan instrumen dengan benar (meletakkan di tempat datar dan
mudah dibaca hasilnya serta melakukan kalibrasi)
4 Mempersiapkan probandus dengan benar (pakaian minimal/ khusus,
melepas alas kaki, mengeluarkan isi kantong, posisi berdiri atau
telentang sesuai tujuan)
5 Membaca skala pada posisi yang benar
6 Mengulangi pengukuran sebanyak 3x dan menghitung rata-rata
pengukuran
7 Mencatat hasil pengukuran

III Profesionalisme
8 Melakukan dengan penuh percaya diri
9 Melakukan dengan kesalahan minimal

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
18

C.2 PENGUKURAN TINGGI BADAN (USIA ≥ 2 TAHUN)

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien tujuan pengukuran yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)
KKD-2 FKUC | 81

II Pengukuran Tinggi Badan


3 Mempersiapkan instrumen dengan benar (meletakkan alat ukur pada
posisi yang benar; melakukan kalibrasi)
4 Mempersiapkan probandus dengan benar (melepas alas kaki, posisi
antropometri, melepaskan asesoris kepala)
5 Menunjukkan posisi vertex dan frankfurt plane (posisi kepala menghadap
ke depan) dengan benar
6 Melakukan pengukuran tinggi badan dengan benar (inspirasi/ ditekan
perutnya; minimal 3 titik bagian belakang tubuh menempel dinding)
7 Membaca skala pada posisi yang benar
8 Mengulangi pengukuran sebanyak 3x dan menghitung rata-rata
pengukuran
9 Mencatat hasil pengukuran

III Profesionalisme
10 Melakukan dengan penuh percaya diri
11 Melakukan dengan kesalahan minimal

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
22

C.3 PENGUKURAN PANJANG BADAN BAYI

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien tujuan pengukuran yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)
82 | K K D - 2 FKUC

II Pengukuran Panjang Badan Bayi


3 Mempersiapkan instrumen dengan benar (meletakkan pada alas yang
datar dan keras; melakukan kalibrasi)
4 Mengarahkan asisten untuk membantu pengukuran dengan benar
5 Mempersiapkan bayi dengan benar (pakaian minimal/ telanjang,
melepas alas kaki dan asesoris kepala)
6 Meletakkan bayi pada posisi yang benar (di tengah alas, telentang,
lurus, asisten bertugas memfiksasi kepala)
7 Melakukan pengukuran panjang badan dengan benar (lutut ditekan
agar lurus; telapak kaki ditegakkan lurus 90 o)
8 Membaca skala pada posisi yang benar
9 Mengulangi pengukuran sebanyak 3x dan menghitung rata-rata
pengukuran
10 Mencatat hasil pengukuran

III Profesionalisme
11 Melakukan dengan penuh percaya diri
12 Melakukan dengan kesalahan minimal

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
24
KKD-2 FKUC | 83

C.4 PENGUKURAN LINGKAR LENGAN ATAS

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien tujuan pengukuran yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)

II Pengukuran Lingkar lengan Atas


3 Mempersiapkan instrumen dengan benar
4 Mempersiapkan probandus dengan benar (menanyakan lengan yang tidak
aktif, posisi antropometri; lengan baju disingsingkan atau baju dilepas)
5 Menunjukkan letak acromion dan radiale dengan benar
6 Melakukan pengukuran panjang acromion-radiale dengan benar dan
menandai titik tengah acromion-radiale
7 Melakukan pengukuran lingkar lengan atas dengan benar (tarikan pita
ketat, tapi tidak menekan, lurus segaris)
8 Membaca skala pada posisi yang benar
9 Mengulangi pengukuran sebanyak 3x dan menghitung rata-rata
pengukuran
10 Mencatat hasil pengukuran
11 Menyimpulkan hasil berdasar baku rujukan dengan benar

III Profesionalisme
12 Melakukan dengan penuh percaya diri
13 Melakukan dengan kesalahan minimal

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
26
84 | K K D - 2 FKUC

C.5 ANALISIS INDEKS MASSA TUBUH (IMT)

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien tujuan pengukuran yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)

II Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT)


3 Mempersiapkan instrumen penimbangan dengan benar (meletakkan di
tempat datar dan mudah dibaca hasilnya serta melakukan kalibrasi)
4 Mempersiapkan alat ukur tinggi badan dengan benar (meletakkan alat
ukur pada posisi yang benar; melakukan kalibrasi)
5 Mempersiapkan probandus (pakaian minimal/khusus, melepas alas kaki,
mengeluarkan isi kantong, melepas asesoris kepala; posisi antropometri)
6 Melakukan penimbangan berat badan dengan benar
7 Melakukan pengukuran tinggi badan dengan benar
8 Membaca skala pada posisi yang benar
9 Mengulangi pengukuran sebanyak 3x dan menghitung rata-rata hasil
pengukuran
10 Melakukan perhitungan IMT dengan benar sesuai dengan rumus: berat
badan (kg)/ kuadrat tinggi badan (m)
11 Menyimpulkan interpretasi hasil perhitungan IMT sesuai baku rujukan.

III Profesionalisme
12 Melakukan dengan penuh percaya diri
13 Melakukan dengan kesalahan minimal

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
26
KKD-2 FKUC | 85

C.6 PENGUKURAN LINGKAR PINGGANG

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien tujuan pengukuran yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)

II Pengukuran Lingkar Pinggang


3 Mempersiapkan instrumen dengan benar
4 Mempersiapkan probandus dengan benar (meminta probandus membuka
pakaian, posisi antropometri)
5 Menunjukkan letak bagian paling sempit antara crista iliaca dan tulang
rusuk dengan benar
6 Melakukan pengukuran lingkar pinggang dengan benar (menggunakan
pita dimulai dari angka nol; tarikan pita ketat, tidak menekan kulit, lurus
segaris)
7 Membaca skala pada posisi yang benar
8 Mengulangi pengukuran sebanyak 3x dan menghitung rata-rata
pengukuran
9 Mencatat hasil pengukuran
10 Menyimpulkan hasil berdasar baku rujukan dengan benar

III Profesionalisme
11 Melakukan dengan penuh percaya diri
12 Melakukan dengan kesalahan minimal

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
24
86 | K K D - 2 FKUC

C.7 PENGUKURAN LINGKAR PANGGUL

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien tujuan pengukuran yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)

II Pengukuran Lingkar Panggul


3 Mempersiapkan instrumen dengan benar
4 Mempersiapkan probandus dengan benar (pakaian minimal/ khusus,
posisi antropometri)
5 Menunjukkan letak bagian atas simphisis pubis dan bagian maksimum
pantat dengan benar
6 Melakukan pengukuran lingkar panggul dengan benar (menggunakan pita
dimulai dari angka nol; tarikan pita ketat, tidak menekan kulit, lurus segaris)
7 Membaca skala pada posisi yang benar
8 Mengulangi pengukuran sebanyak 3x dan menghitung rata-rata hasil
pengukuran
9 Mencatat hasil pengukuran

III Profesionalisme
10 Melakukan dengan penuh percaya diri
11 Melakukan dengan kesalahan minimal

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
1. Dilakukan, tapi belum sempurna
2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
22
KKD-2 FKUC | 87

C.8 KETERAMPILAN ANALISIS RASIO PINGGANG PANGGUL

Skor
No Aspek Keterampilan yang Dinilai
0 1 2
I Interaksi Dokter Pasien
1 Senyum, salam, sapa
2 Beritahu kepada pasien tujuan pengukuran yang akan dilakukan dan
persetujuan tindakan (informed consent)

II Pengukuran Rasio Pinggang Panggul


3 Mempersiapkan instrumen dengan benar
4 Mempersiapkan probandus dengan benar (pakaian minimal/ khusus,
posisi antropometri)
5 Menunjukkan letak bagian paling sempit antara crista iliaca dan tulang
rusuk dengan benar
6 Melakukan pengukuran lingkar pinggang dengan benar (menggunakan
pita dimulai dari angka nol; tarikan pita ketat, tidak menekan kulit, lurus
segaris)
7 Menunjukkan letak bagian atas simphisis pubis dan bagian maksimum
pantat dengan benar
8 Melakukan pengukuran lingkar panggul dengan benar (menggunakan pita
dimulai dari angka nol; tarikan pita ketat, tidak menekan kulit, lurus segaris
pada posisi yang tepat)
9 Membaca skala pada posisi yang benar
10 Mengulangi pengukuran sebanyak 3x dan menghitung rata-rata hasil
pengukuran
11 Melakukan perhitungan rasio pinggang panggul dengan benar sesuai
dengan rumus: lingkar pinggang (cm) dibagi lingkar panggul (cm)
12 Menyimpulkan interpretasi hasil perhitungan rasio pinggang panggul
sesuai baku rujukan.

III Profesionalisme
13 Melakukan dengan penuh percaya diri
14 Melakukan dengan kesalahan minimal

Jumlah Skor

Keterangan Skor :
0. Tidak dilakukan mahasiswa
88 | K K D - 2 FKUC

1. Dilakukan, tapi belum sempurna


2. Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena
situasi yang tidak memungkinkan (misalnya tidak diperlukan dalam skenario yang sedang
dilaksanakan).

Jumlah Skor
Nilai Mahasiswa = x 100%
28
KKD-2 FKUC | 89

REFERENSI

Bahan Ajar ini disadur dari Panduan Keterampilan Klinis milik beberapa Fakultas Kedokteran di
Indonesia yang merujuk pada kepustakaan sebagai berikut :
1. Alimul Hidayat, Azis. 2008. Edisi 2 Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk Kedokteran Jakarta:
Salemba Medika Eko W Nurul dan Ardiani Sulistiani. 2010. KDPK (Keterampilan Dasar Praktik
Klinik Kedokteran). Yogjakarta : Pustaka Rihama
2. Kozier B., Erb G., Berman A, Snyder S, Lake R & Harvey S. 2008. Fundamentals of
Nursing.Concepts, process and practice. Harlow: Pearson Education.
3. Lynn P. 2011. Taylor’s Clinical Nursing Skills. A Nursing Process Approach. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health Lippincott Williams & Wilkins.
4. Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
5. Rhoads J & Meeker BJ, 2008.Davis’s Guide to Clinical Nursing Skill. Philadelphia:FA.Davis
Company. Rosyidi K, Wulansari ND., 2013. Prosedur Praktik Keperawatan. Jakarta: Trans Info
Media.
6. Dougherty L, Bravery K, Gabriel J, Kayley J, Malster M, Scales K, et al. Standards for infusion
therapy (third edition). Royal College of Nursing; 2010.
7. de Onis M, Garza C, Onyango AW, Martorell R, editors. WHO Child Growth
8. Standards.Acta Paediatrica Suppl. 2006;450:1–101.
9. de Onis M, Garza C, Victora CG, Bhan MK, Norum KR, editors. WHO Multicentre Growth
10. Reference Study (MGRS): Rationale, Planning and Implementation.Food Nutr Bull
2004;25(Suppl 1):S1–89.
11. Departemen Kesehatan. 1996. Pedoman Praktis Memantau Status Gizi Orang Dewasa. DepKes
RI. Jakarta
12. Depkes RI, Standar Pemantauan Pertumbuhan Balita, Jakarta, Depkes, 2005.
13. Kementrian Kesehatan RI dan WHO. Modul Pelatihan Penilaian Pertumbuhan Anak, Jakarta,
14. Direktorat Bina Gizi Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementrian Kesehatan RI,
2011.
15. Ertem IO. Guide for Developmental Monitoring and Support. In: Textbook of Developmental
16. Pediatrics, Ertem IO (Ed). Ankara University School of Medicine, Department of Pediatrics,
Developmental-Behavioral Pediatrics Unit, 2005.
17. Gibson, Rosalind S. 2005.Principles of Nutritional Assessment 2nd Ed. Oxford UP. USA
18. Griffiths M, Dickin K, Favin M. Promoting the Growth of Children: What Works, Toolkit #4.
19. The World Bank's Nutrition Toolkit. Washington DC, The World Bank, 1996.
20. Lee, Robert D and Nieman, David C. 2003.Nutritional Assessment 3rd Ed. McGraw Hill.
21. Norton, Kevin, Tim Olds. 1996, Anthropometrica, University of New South Wales Press
22. Pan American Health Organization/WHO.Guiding Principles for Complementary Feeding of
23. TheBreastfed Child.Washington DC, Pan American Health Organization/World Health
Organization, 2003.
24. Printed references are listed below. Most references published by the World Health
90 | K K D - 2 FKUC

25. Organization are also available on the internet at www.who.int. Information about the
26. WHO child growth standards is available at http://www.who.int/childgrowth/.
27. WHO. Immunization in Practice, Module 2: The Vaccines. Geneva, World Health Organization,
2004 (WHO/IVB/04.06).
28. WHO. Management of Severe Malnutrition: a Manual for Physicians and Other Senior Health
Workers. Geneva, World Health Organization, 1999 (WHO/NHD/02.4).
29. WHO.Guiding Principles for Feeding non-Breastfed Children 6–24 Months of Age.Geneva,
30. World Health Organization, Department of Child and Adolescent Health and Development, 2005.
31. WHO/UNICEF.IMCI Care for Development: Counsel The Mother. Geneva, World Health
Organization and UNICEF, 2002.
32. WHO/UNICEF.IMCI in-Service Training.Geneva, World Health Organization and UNICEF, 1997
(WHO/CHD/97.3.A-K).
33. WHO/UNICEF.Infant and Young Child Feeding Counselling: An Integrated Course. Geneva,
34. World Health Organization, Department of Nutrition for Health and Development, 2006.
35. WHO/UNICEF/USAID.HIV and Infant Feeding Counselling Tools: Reference Guide.Geneva,
36. World Health Organization, Department of Child and Adolescent Health and Development, 2005.
http://whqlibdoc.who.int/publications/2005/9241593016.pd
37. Unhas, Fungsi Kortikal Luhur, http://med.unhas.ac.id › wp-content › uploads › 2016/09
38. Panduan Skill Lab Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Anda mungkin juga menyukai